MODUL PERKULIAHAN Etika Periklanan Minuman Keras Fakultas Program Studi Tatap Muka Fakultas Ilmu Komunikasi Periklanan dan Komunikasi Periklanan 07 Kode MK Disusun Oleh Kode MK SM Niken Restaty, M.Si Abstract Kompetensi Dalam penampilan, iklan yang menampilkan minuman keras baik visual maupun kata-kata dilarang. Mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan dan menganalisis iklan yang menampilkan minuman keras Pembahasan EPI Bab III.A. – 2.1. Minuman Keras Iklan minuman keras maupun gerainya hanya boleh disiarkan di media nonmassa dan wajib memenuhi ketentuan berikut: 2.1.1. Tidak mempengaruhi atau merangsang khalayak untuk mulai meminum minuman keras. 2.1.2. Tidak menyarankan bahwa tidak meminum minuman keras adalah hal yang tidak wajar. 2.1.3. Tidak menggambarkan penggunaan minuman keras dalam kegiatan-kegiatan yang dapat membahayakan keselamatan. 2.1.4. Tidak menampilkan ataupun ditujukan terhadap anak-anak di bawah usia 17 tahun dan atau wanita hamil. Media nonmassa menyasar khalayak terbatas di sekitar sektor, industri, profesi atau entitasnya sendiri. Pengertian “minuman keras” di sini adalah produk minuman yang mengandung alkohol berkadar 1% atau lebih. Peraturan pemerintah RI melarang iklan dari produk minuman keras di media massa (dalam pengertian media yang dapat diakses oleh publik/masyarakat secara umum). Dengan demikian, pengertian media nonmassa dalam konteks iklan alkohol adalah media/tempat dimana media/tempat tersebut dikhususkan bagi khalayak dewasa. Suatu majalah, misalnya, walaupun ditargetkan khusus untuk khalayak dewasa tapi karena dijajakan di tempat umum tidaklah dapat dikategorikan sebagai media nonmassa (kecuali bila misalnya majalah itu hanya didapat melalui langganan dan pelanggannya dikhususkan bagi khalayak dewasa). Pemasangan billboard produk minuman beralkohol hanya dimungkinkan bila dipasang di dalam suatu area yang memang dikhususkan untuk kaum dewasa (misalnya suatu area lokalisasi prostitusi). Pemasangan billboard produk minuman beralkohol di halaman depan suatu café termasuk pelanggaran karena area tersebut masih dapat diakses oleh masyarakat umum (billboard boleh dipasang di dalam café). 2012 2 Etika Periklanan SM Niken Restaty, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Ke dua contoh iklan luar ruang di atas berarti menjadi contoh pelanggaran terhadap pasal EPI di atas. Pemasangan iklan Jack Daniel di Terminal 2 Bandara Soekarno Hatta adalah pemasangan iklan minuman beralkohol di suatu area publik. Sedangkan billboard dari Heineken di sebelahnya terpasang di daerah Slipi. Walaupun iklan ini berusaha “menyembunyikan” produk Heineken dengan lebih menonjolkan kegiatan yang disponsorinya (Liga Champion), tapi karena dalam billboard tersebut tetap terdapat logo dari produk minuman Heineken, maka iklan ini tetap melanggar EPI. EPI Bab III.A. – 2.2. Rokok dan Produk Tembakau 2.2.1. Iklan rokok tidak boleh dimuat pada media periklanan yang sasaran utama khalayaknya berusia di bawah 17 tahun. 2.2.2. Penyiaran iklan rokok dan produk tembakau wajib memenuhi ketentuan berikut: a. Tidak merangsang atau menyarankan orang untuk merokok; b. Tidak menggambarkan atau menyarankan bahwa merokok memberikan manfaat bagi kesehatan; c. Tidak memperagakan atau menggambarkan dalam bentuk gambar, tulisan, atau gabungan keduanya, bungkus rokok, rokok, atau orang sedang merokok, atau mengarah pada orang yang sedang merokok; d. Tidak ditujukan terhadap atau menampilkan dalam bentuk gambar atau tulisan, atau gabungan keduanya, anak, remaja, atau wanita hamil; e. Tidak mencantumkan nama produk yang bersangkutan adalah rokok; f. Tidak bertentangan dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Suatu iklan rokok, walaupun telah memenuhi segala persyaratan yang harus diikuti, tidaklah boleh ditayangkan di media massa yang target utamanya adalah khalayak anak-anak atau remaja. Iklan produk rokok yang ditayangkan di bioskop, misalnya, tidaklah boleh ditayangkan bila film yang sedang diputar adalah film untuk khalayak di bawah 17 tahun. 2012 3 Etika Periklanan SM Niken Restaty, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Iklan di atas mengandung beberapa permasalahan secara etika periklanan. Iklan ini berusaha “menyamarkan” produk rokoknya dengan hanya mencantumkan “Class Movie”. Padahal “Class” adalah jelas-jelas merupakan suatu merek produk rokok. Dengan demikian iklan ini melanggar aturan pemerintah mengenai kewajiban mencantumkan peringatan bahaya rokok. Ke dua, iklan ini ditampilkan di majalah Teen, yang jelas-jelas merupakan majalah untuk kaum remaja (dibawah 17 tahun). EPI Bab III.A. – 2.3. Obat-obatan 2.3.1. Iklan tidak boleh secara langsung maupun tersamar menganjurkan penggunaan obat yang tidak sesuai dengan ijin indikasinya. 2.3.2. Iklan tidak boleh menganjurkan pemakaian suatu obat secara berlebihan. 2.3.3. Iklan tidak boleh menggunakan kata, ungkapan, penggambaran atau pencitraan yang menjanjikan penyembuhan, melainkan hanya untuk membantu menghilangkan gejala dari sesuatu penyakit. 2.3.4. Iklan tidak boleh menggambarkan atau menimbulkan kesan pemberian anjuran, rekomendasi, atau keterangan tentang penggunaan obat tertentu oleh profesi kesehatan seperti dokter, perawat, farmasis, laboratoris, dan pihak-pihak yang mewakili profesi kesehatan, beserta segala atribut, maupun yang berkonotasi profesi kesehatan. 2.3.5. Iklan tidak boleh menganjurkan bahwa suatu obat merupakan syarat mutlak untuk mempertahankan kesehatan tubuh. 2.3.6. Iklan tidak boleh memanipulasi atau mengekspolitasi rasa takut orang terhadap sesuatu penyakit karena tidak menggunakan obat yang diiklankan. Iklan tidak boleh menggunakan kata-kata yang berlebihan seperti “aman”, “tidak 2.3.7. berbahaya”, “bebas efek samping”, “bebas risiko” dan ungkapan lain yang bermakna sama, tanpa disertai keterangan yang memadai. 2.3.8. Iklan tidak boleh menawarkan diagnosa pengobatan atau perawatan melalui suratmenyurat. 2.3.9. 2012 Iklan tidak boleh menawarkan jaminan pengembalian uang (warranty). 4 Etika Periklanan SM Niken Restaty, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 2.3.10. Iklan tidak boleh menyebutkan adanya kemampuan untuk menyembuhkan penyakit dalam kapasitas yang melampaui batas atau tidak terbatas. Pedoman di atas sejalan dengan pedoman yang dicantumkan dalam Undang–undang No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan sebagai berikut: Obyektif; Harus memberikan informasi sesuai dengan kenyataan yang ada dan tidak boleh menyimpang dari sifat kemanfaatan dan keamanan obat yang telah disetujui. Lengkap; Harus mencantumkan tidak hanya informasi tentang khasiat obat, tetapi juga memberikan informasi tentang hal–hal yang harus diperhatikan, misalnya adanya kontra indikasi dan efek samping. Tidak menyesatkan; Informasi obat harus jujur, akurat, bertanggungjawab serta tidak boleh memanfaatkan kekuatiran masyarakat akan suatu masalah kesehatan. Disamping itu, cara penyajian informasi harus berselera baik dan pantas serta tidak boleh menimbulkan persepsi khusus di masyarakat yang mengakibatkan penggunaan obat berlebihan atau tidak berdasarkan pada kebutuhan. EPI Bab III.A. – 2.4. Produk Pangan 2.4.1. Iklan tidak boleh menampilkan pemeran balita untuk produk yang bukan diperuntukkan bagi balita. 2.4.2. Iklan tentang pangan olahan yang mengandung bahan yang berkadar tinggi sehingga dapat membahayakan dan atau mengganggu pertumbuhan dan atau perkembangan anak–anak, dilarang dimuat dalam media yang secara khusus ditujukan kepada anak– anak. 2.4.3. Iklan tentang pangan yang diperuntukkan bagi bayi, dilarang dimuat dalam media massa. Pemuatan pada media nonmassa, harus sudah mendapat persetujuan Menteri Kesehatan, atau lembaga lain yang mempunyai kewenangan serta mencantumkan keterangan bahwa ia bukan pengganti ASI. Bayi; ialah anak yang berusia 12 bulan atau kurang. Pada prinsipnya,pasal ini ingin melindungi masyarakat dari produk-produk pangan khusus bayi dan anak-anak misalnya karena penggunaan bayi pada produk pangan yang bukan untuk bayi (misalnya: susu kental manis bukanlah produk susu yang cocok untuk bayi), produk pangan yang mengandung suatu bahan berkadar tinggi (misalnya: MSG) sebaiknya tidak diiklankan di media khusus anak-anak karena dapat memberikan daya tarik yang kuat 2012 5 Etika Periklanan SM Niken Restaty, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id bagi anak-anak untuk membeli produk tersebut dan memakannya secara berlebihan ataupun pembatasan iklan produk pangan bayi (khususnya yang terkait produk pengganti ASI) yang hanya dapat dipublikasikan pada media nonmassa (misalnya majalah khusus kesehatan) agar ibu-ibu tidak mudah terbujuk untuk dengan mudah menggantikan ASI dengan produk pangan tersebut. EPI Bab III.A. – 2.5. Vitamin, Mineral, dan Suplemen 2.5.1. Iklan harus sesuai dengan indikasi jenis produk yang disetujui oleh Departemen Kesehatan RI atau badan yang berwenang untuk itu. 2.5.2. Iklan tidak boleh menyatakan atau memberi kesan bahwa vitamin, mineral atau suplemen selalu dibutuhkan untuk melengkapi makanan yang sudah sempurna nilai gizinya. 2.5.3. Iklan tidak boleh menyatakan atau memberi kesan bahwa penggunaan vitamin, mineral dan suplemen adalah syarat mutlak bagi semua orang, dan memberi kesan sebagai obat. 2.5.4. Iklan tidak boleh menyatakan bahwa kesehatan, kegairahan dan kecantikan akan dapat diperoleh hanya dari penggunaan vitamin, mineral atau suplemen. 2.5.5. Iklan tidak boleh mengandung pernyataan tentang peningkatan kemampuan secara langsung atau tidak langsung. Iklan TV produk CDR di bawah ini dapat menjadi contoh dari pelanggaran terhadap butir 2.5.2. Iklan ini secara sederhana menyatakan bahwa meskipun kita sudah makan dan minum sebanyak apapun juga (dengan pendekatan hiperbola botol susu, kaleng sardin dan brokoli raksasa), seluruh makanan tersebut tidak dapat mencukupi kebutuhan kita akan kalsium dan masih harus dicukupi dengan minum produk CDR. Pernyataan dan visual dalam iklan CDR di atas sangat berpotensi memberikan informasi yang tidak tepat kepada konsumen. Vitamin pada dasarnya hanya dibutuhkan oleh manusia 2012 6 Etika Periklanan SM Niken Restaty, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id bila kita mengalami kekurangan suatu jenis vitamin/mineral tertentu karena ketidak-cukupan asupan makanan sehari-hari kita. Vitamin dengan demikian bukanlah suatu keharusan untuk dikonsumsi dengan rutin bila sebenarnya asupan vitamin/mineral melalui makanan-minuman sehari-hari seseorang sebenarnya sudah cukup. Iklan TV produk Tripoten di bawah ini bisa menjadi contoh pelanggaran terhadap butir 2.5.4. Secara cukup berlebihan visual-visual dari iklan ini menunjukkan bagaimana dalam 1 hari seorang pria dapat melakukan berbagai aktifitas setelah meminum produk Tripoten ini. Produk ini menyatakan bahwa produk ini bermanfaat untuk membangun stamina , daya tahan tubuh dan vitalitas. EPI Bab III.A. – 2.6. Produk Peningkat Kemampuan Seks 2.6.1. Iklan produk peningkat kemampuan seks hanya boleh disiarkan dalam media dan waktu penyiaran yang khusus untuk orang dewasa. 2.6.2. Produk obat-obatan, vitamin, jamu, pangan, jasa manipulasi, mantra dan sebagainya, tidak boleh secara langsung, berlebihan, dan atau tidak pantas, menjanjikan peningkatan kemampuan seks. EPI Bab III.A. – 2.7. Kosmetika 2.7.1. Iklan harus sesuai dengan indikasi jenis produk yang disetujui oleh Departemen Kesehatan RI, atau badan yang berwenang untuk itu. 2.7.2. Iklan tidak boleh menjanjikan hasil mutlak seketika, jika ternyata penggunaannya harus dilakukan secara teratur dan terus menerus. 2.7.3. Iklan tidak boleh menawarkan hasil yang sebenarnya berada di luar kemampuan produk kosmetika. 2012 7 Etika Periklanan SM Niken Restaty, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Sebagai contoh: produk kosmetik yang bertujuan untuk memutihkan kulit haruslah mencantumkan/menyebutkan dengan jelas bahwa hasil yang diharapkan (kulit yang putih) bukanlah suatu hasil yang dapat diperoleh secara seketika tapi harus melalui penggunaan produk tersebut secara rutin selama beberapa hari/minggu. EPI Bab III.A. – 2.8. Alat Kesehatan 2.8.1 Iklan harus sesuai dengan jenis produk yang disetujui Departemen Kesehatan RI, atau badan yang berwenang untuk itu. 2.8.2. Iklan kondom, pembalut wanita, pewangi atau deodoran khusus dan produk-produk yang bersifat intim lainnya harus ditampilkan dengan selera yang pantas, dan pada waktu penyiaran yang khusus untuk orang dewasa. Iklan TV Resik V dapat dinilai melanggar EPI karena ditayangkan pada jam-jam biasa (sebelum pk. 21.30) padahal jelas produk ini adalah produk yang bersifat intim dan khusus ditujukan hanya bagi kaum dewasa. EPI Bab III.A. – 2.9. Alat dan Fasilitas Kebugaran atau Perampingan Iklan yang menawarkan alat atau fasilitas kebugaran atau perampingan, tidak boleh memberikan janji yang tidak dapat dibuktikan ataupun mengabaikan efek samping yang mungkin timbul akibat penggunaan alat atau fasilitas tersebut. Tugas Pelajari Etika Pariwara Indonesia Bab III.A. butir 2.10. sampai dengan 2.19. (dan penjelasannya bila perlu) 2012 Cari iklan-iklan yang menurut anda berpotensi melanggar butir-butir di atas. 8 Etika Periklanan SM Niken Restaty, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Daftar Pustaka Dewan Periklanan Indonesia, Etika Pariwara Indonesia, cetakan ke 3, 2007 Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia, Laporan Badan Pengawas Periklanan, 2005 – 2009 2012 Modul Drs Ridwan 9 Etika Periklanan SM Niken Restaty, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id