MODUL PERKULIAHAN Etika Periklanan Perbandingan Fakultas Program Studi Tatap Muka Fakultas Ilmu Komunikasi Periklanan dan Komunikasi Periklanan 06 Kode MK Disusun Oleh Kode MK SM Niken Restaty, M.Si Abstract Kompetensi Dalam penampilan iklan menampilkan perbandingan dengan pesaingnya baik itu dilihat dari kemasan, tagline, bodycopy ataupun slogan atau yang lainnya. Mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan dan menganalisis iklan yang menggunakan perbandingan Pembahasan EPI Bab III.A. – 1.19. Perbandingan 1.19.1. Perbandingan langsung dapat dilakukan, namun hanya terhadap aspek-aspek teknis produk, dan dengan kriteria yang tepat sama. 1.19.2. Jika perbandingan langsung menampilkan data riset, maka metodologi, sumber dan waktu penelitiannya harus diungkapkan secara jelas. Pengggunaan data riset tersebut harus sudah memperoleh persetujuan atau verifikasi dari organisasi penyelenggara riset tersebut. 1.19.3. Perbandingan tak langsung harus didasarkan pada kriteria yang tidak menyesatkan khalayak. Butir di Etika Pariwara di atas menegaskan bahwa berbeda dengan Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia (TKTCPI), EPI telah mengakomodasi iklan yang bersifat perbandingan langsung selama perbandingan tersebut dilakukan untuk aspek-aspek yang berhubungan dengan teknis produk dan dengan kriteria yang tepat sama. Hal ini dimaksudkan agar konsumen dapat dengan mudah menganalisa perbandingan tersebut tanpa harus mencari-cari data/informasi lainnya. Pengertian “perbandingan langsung” adalah bahwa suatu produk dapat menampilkan dalam iklannya produk dari pesaingnya secara utuh (lengkap dengan nama produk pesaing tersebut) seperti contoh iklan berikut: Iklan di samping ini adalah iklan dari produk kondom merek Fiesta. Dalam iklan ini, ditampilkan secara lengkap kemasan dan merek dari produk pesaingnya; yaitu kondom merek Durex. Di bawah masing-masing kemasan produk tersebut disebutkan beberapa aspek teknis yang diperbandingkan. Iklan seperti ini dinilai tidak bertentangan dengan butir di atas. Konsekuensi dari iklan seperti ini adalah bahwa produk yang memulai membuat iklan perbandingan harus siap menghadapi iklan “balasan” dari pesaingnya. 2012 2 Etika Periklanan SM Niken Restaty, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Pendekatan perbandingan haruslah dilakukan dengan hati-hati, karena bila tidak dapat melakukan perbandingan dengan tepat maka iklan tersebut dapat dinilai melanggar butir EPI 1.21 di bawah, khususnya kejadian pelanggaran ini makin besar probabilitiasnya bila pada iklan perbandingan tersebut tidak disebutkan secara spesifik produk apa yang menjadi pembandingnya (disamarkan). Contohnya dapat dilihat pada iklan di bawah ini: Iklan dari produk Vitazone di atas ingin menyampaikan kepada konsumennya bahwa produknya tanpa pengawet dan mereka melakukan tes sederhana untuk menyakinkan konsumen mereka dengan cara mengisi 2 botol (satu botol Vitazone dan satu lagi botol dari pesaing mereka yang tidak ditampilkan dengan jelas identitasnya) dengan air panas. Masalah yang paling mendasar adalah bahwa tidaklah mudah bagi konsumen untuk memahami pengisian botol Vitazone dengan materi yang panas adalah suatu jaminan pasti bahwa produk tersebut tidak mengandung pengawet. Di sisi lain, visual yang diberikan tidaklah memberikan gambaran yang jelas kepada konsumen, pada suhu air berapakah sebenarnya ke dua botol tersebut di tes. Vitazone sebenarnya dapat dengan mudah melakukan perbandingan dengan fokus pada ada atau tidaknya bahan pengawet dengan (misalnya) menampilkan daftar isi dari botol Vitazone yang dibandingkan dengan daftar isi dari produk pesaingnya. Bila hal ini dilakukan, sebenarnya tidak akan bertentangan dengan EPI. Contoh yang lain di bawah ini adalah suatu iklan produk permen lolipop Milkita yang membandingkan kandungan yang ada pada produk itu dengan produk susu. Dalam iklannya, tersebut pernyataan bahwa: “Dua lolipop Milkita sama dengan segelas susu”. Perhatikan kata “sama dengan” yang diperkuat dengan visual tanda “ = “ pada iklannya. 2012 3 Etika Periklanan SM Niken Restaty, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Pernyataan tersebut sangat berbahaya bagi konsumen dan sangat tidak tepat karena sebenarnya produk permen lolipop tersebut tidaklah dibuat 100% dari bahan susu. Dalam penyelidikan selanjutnya, pihak pengiklan hanya dapat berargumen bahwa kandungan kalsium pada 2 lolipop Milkita sama dengan kandungan kalsium pada segelas susu. Badan Pengawas Periklanan tetap menyarankan agar iklan ini tidak ditayangkan karena dalam satu gelas susu isinya tidaklah hanya sekedar kalsium, tapi banyak kandungan gizi, mineral dan vitamin lainnya yang tidak terdapat pada permen lolipop Milkita. EPI Bab III.A. – 1.20. Perbandingan Harga Hanya dapat dilakukan terhadap efisiensi dan kemanfaatan penggunaan produk, dan harus disertai dengan penjelasan atau penalaran yang memadai. Butir ini ingin menyatakan bahwa suatu iklan dari suatu produk bisa saja menyatakan bahwa produknya lebih murah daripada produk sejenis lainnya karena (misalnya): a) mengandung volume yang lebih banyak dengan harga yang sama, atau b) harga yang lebih murah untuk volume yang sama. Selama ini, BPP belum menemukan pelanggaran terhadap butir ini. EPI Bab III.A. – 1.21. Merendahkan Iklan tidak boleh merendahkan produk pesaing secara langsung maupun tidak langsung. Seperti telah disebutkan dalam uraian atas butir 1.19 di atas, seringkali pelanggaran terhadap butir 1.21 terjadi karena dimunculkannya perbandingan yang tidak tepat. Satu contoh yang dapat disajikan di sini adalah iklan cetak Vitazone sebagai berikut: 2012 4 Etika Periklanan SM Niken Restaty, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Iklan ini ingin menyampaikan bahwa produk minuman berbahan pengawet adalah produk yang berbahaya. Visual iklan ini menampilkan gambar seorang pria yang menghadapi sebuah kepala rusa yang diawetkan. Di bawahnya tercetak kalimat: “Belum saatnya anda diawetkan”. Di bagian bawahnya tercetak kalimat: “Apakah selama ini anda minum pengawet??? Hati-hati!!! Tidak semua minuman bebas pengawet.” Pernyataan-pernyataan di atas sangat bersifat profokatif dan pernyataan tersebut tidak saja menyerang produk pesaing langsungnya (yaitu minuman isotonik) tapi juga menyerang seluruh produk makanan dan minuman yang berbahan pengawet. Masalahnya, bahan pengawet yang digunakan dengan ukuran yang tepat dan sesuai daftar di Departemen Kesehatan RI ataupun Badan POM bukanlah bahan berbahaya yang patut ditakuti oleh konsumen. Iklan ini dengan demikian menakut-nakuti konsumen tanpa suatu dasar yang jelas dan obyektif. . Untuk butir ini, BPP ingin memberikan catatan bahwa BPP akan mengusulkan agar katakata “tidak langsung” dapat direvisi oleh Dewan Periklanan Indonesia karena kata-kata tersebut dapat mengakibatkan interpretasi yang sangat luas dan bahkan bisa bertentangan dengan butir 1.19 di atas (secara praktis, suatu iklan perbandingan pasti akan berusaha menonjolkan produk dari produsen yang beriklan dan memberikan posisi yang lebih rendah bagi produk pesaingnya). EPI Bab III.A. – 1.22. Peniruan 1.22.1. Iklan tidak boleh dengan sengaja meniru iklan produk pesaing sedemikian rupa sehingga dapat merendahkan produk pesaing, ataupun menyesatkan atau membingungkan khalayak. Peniruan tersebut meliputi baik ide dasar, konsep atau alur cerita, setting, komposisi musik maupun eksekusi. Dalam pengertian eksekusi termasuk model, kemasan, bentuk merek, logo, judul atau subjudul, slogan, komposisi huruf dan gambar, komposisi musik baik melodi maupun lirik, ikon atau atribut khas lain, dan properti. 2012 5 Etika Periklanan SM Niken Restaty, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 1.22.2. Iklan tidak boleh meniru ikon atau atribut khas yang telah lebih dulu digunakan oleh sesuatu iklan produk pesaing dan masih digunakan hingga kurun dua tahun terakhir. Untuk butir 1.22.1, BPP belum mempunyai kasus yang dapat dibahas di sini. Dapat diasumsikan di sini bahwa industri periklanan menyadari bahwa suatu iklan yang dibuat dengan cara meniru iklan produk pesaing tidaklah akan efektif dan akan mengundang kontroversi yang hebat. Dalam butir 1.22.2, yang dimaksud dengan ikon atau atribut khas adalah (misalnya) suatu jargon yang digunakan dalam satu iklan, cara menyibakkan rambut, atau gerakan-gerakan khas tertentu dari bagian tubuh. Contoh iklan biskuit Mio Topping di atas menampilkan seorang tokoh anak laki-laki yang beberapa bulan sebelumnya telah digunakan sebagai model iklan untuk produk sejenis yaitu Gary Chocolate. Pada iklan ini, anak laki-laki tersebut menggerakkan tangan kirinya (seperti membentuk huruf “V”) dan mengucakan kata “lanjut”. Gerakan tangan dan kata “lanjut” tersebut juga muncul/digunakan pada iklan Gary Chocolate tersebut. Pihak Gary Chocolate mengajukan protes atas iklan Mio Topping tersebut dan BPP setuju bahwa iklan ini melanggar butir 1.22.2. EPI Bab III.A. – 1.23. Istilah Ilmiah dan Statistik Iklan tidak boleh menyalahgunakan istilah-istilah ilmiah dan statistik untuk menyesatkan khalayak, atau menciptakan kesan yang berlebihan. Iklan Margarine Forvita di bawah ini dapat menjadi contohnya: 2012 6 Etika Periklanan SM Niken Restaty, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Dalam iklan ini disebutkan bahwa Margarine Forvita lebih baik daripada margarine lainnya karena tidak mengandung “lemak jahat”. Tidak ada penjelasan apapun juga mengapa margarine Forvita tidak mengandung “lemak jahat” dan apa sebenarnya yang dimaksud dengan “lemak jahat”. Bila yang dimaksud dengan “lemak jahat” adalah lemak hewani (dimana lemak hewani mengandung kolesterol “jahat”), maka iklan ini menyesatkan konsumen karena margarine apapun juga pasti tidak mengandung “lemak jahat/hewani” karena margarine dibuat dari bahan tumbuh-tumbuhan. Bahan oles roti lainnya yang berasal dari bahan hewani adalah “butter” yang berasal dari susu sapi. EPI Bab III.A. – 1.24. Ketiadaan Produk Iklan hanya boleh dimediakan jika telah ada kepastian tentang tersedianya produk yang diiklankan tersebut. BPP belum menemukan adanya kasus pelanggaran terhadap butir 1.24. Pelanggaran terhadap butir ini umumnya akan mudah diketahui oleh konsumen. Beberapa kasus di masa lalu biasanya berkaitan dengan dipasangnya iklan untuk suatu produk di media massa yang bersifat nasional tapi ternyata produknya hanya tersedia (misalnya) di Jakarta saja. Hal ini perlu dicermati oleh pengiklan agar pada iklan produk-produk yang distribusinya masih terbatas sebaiknya disebutkan dengan jelas keterbatasan distribusi tersebut di iklannya. EPI Bab III.A. – 1.25. Ketaktersediaan Hadiah Iklan tidak boleh menyatakan “selama persediaan masih ada” atau kata-kata lain yang bermakna sama. Pernyataan senada lain yang juga sering digunakan misalnya “tempat terbatas” atau “persediaan terbatas”. Masih cukup sering butir 1.25 ini dilanggar oleh pengiklan. Alasan mengapa butir ini 2012 7 Etika Periklanan SM Niken Restaty, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id dicantumkan dalam EPI adalah bahwa konsumen berhak mengetahui apakah sebenarnya pengiklan benar-benar tulus dalam melakukan promosi (memberikan hadiah). Dengan pernyataan-pernyataan seperti di atas, konsumen dalam posisi yang sangat lemah dan sangat tidak dimungkinkan konsumen melakukan audit terhadap hadiah yang akan dibagikan karena pernyataan tersebut mempunyai interpretasi yang sangat luas. Sebenarnya, pengiklan perlu sangat memperhatikan hal ini karena dengan mencantumkan pernyataan-pernyataan seperti tersebut justru membuat produknya mendapat citra yang negatif dari konsumen (apalagi bila kemudian konsumen dikecewakan karena ternyata “hadiah telah habis”). Alternatif yang jauh lebih positif adalah dengan menyebutkan, misalnya: a) menetapkan periode tertentu masa promosi (dengan resiko bahwa jumlah hadiah harus terus ada sampai periode tersebut berakhir), b) menetapkan jumlah hadiah yang memang telah disiapkan oleh produsen (misalnya dengan menyebutkan: “untuk 1.000 pembeli pertama”), c) menggabungkan pembatasan jumlah hadiah dan periode promosi (sehingga walaupun hadiah belum habis tapi periode sudah lewat maka promosi dapat dihentikan) atau d) mencantumkan tanda khusus pada produk yang berhadiah (setiap konsumen yang membeli produk bertanda khusus pasti akan memperoleh hadiah). Contoh pelanggaran yang pernah dicatat oleh BPP antara lain iklan promosi dari TV LG di atas. EPI Bab III.A. – 1.26. Pornografi dan Pornoaksi Iklan tidak boleh mengeksploitasi erotisme atau seksualitas dengan cara apa pun, dan untuk tujuan atau alasan apa pun. Untuk menambahkan informasi mengenai apa saja yang tercakup pada pornografi dan pornoaksi, dapat dikutipkan di sini lampiran dari Standar Program Siaran yang diterbitkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia mengenai adegan seksual, sebagai berikut: a. mengeksploitasi bagian-bagian tubuh yang lazim dianggap dapat membangkitkan birahi, seperti paha, pantat, payudara, dan alat kelamin; b. menayangkan penampakan alat kelamin, ketelanjangan atau kekerasan seksual; c. adegan gerakan tubuh atau tarian yang dapat membangkitkan gairah seks, khususnya bagian tubuh sekitar dada, perut, pinggul/pantat; 2012 8 Etika Periklanan SM Niken Restaty, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id d. adegan berpelukan mesra sambil bergumul antara lawan jenis maupun sesama jenis yang dapat membangkitkan libido; e. adegan menyentuh, meraba, atau meremas bagian tubuh yang dapat membangkitkan birahi seperti pada paha, selangkangan, bokong, buah dada, atau perut; f. adegan ciuman bibir penuh nafsu dan adegan ciuman pada bagian-bagian tubuh yang dapat membangkitkan birahi, seperti pada leher, buah dada, telinga, atau perut; g. adegan masturbasi atau mengesankan masturbasi secara terbuka atau samar-samar (bayangan, siluet, atau suara); h. percakapan atau adegan yang menggambarkan rangkaian aktivitas ke arah hubungan seks dan/atau persenggamaan; i. menampilkan persenggamaan atau hubungan seks heteroseksual, homoseksual/lesbi, atau benda tertentu yang menjadi simbol seks secara terbuka atau samar-samar (bayangan dan siluet); j. suara-suara atau bunyi-bunyian yang mengesankan berlangsungnya kegiatan hubungan seks dan/atau persenggamaan; k. percakapan atau adegan yang menggambarkan hubungan seks antarbinatang secara vulgar, antara manusia dan binatang atau alat peraga lainnya; l. adegan yang menunjukkan terjadinya pemerkosaan atau kekerasan seksual; m. lirik lagu yang secara eksplisit dapat membangkitkan hasrat seksual; atau n. pembicaraan mengenai hubungan seksual secara gamblang, Beberapa contoh iklan yang pernah ditegur oleh BPP, misalnya iklan Durex yang dikirim melalui telepon selular dalam format seperti permainan tetris: Contoh yang lain adalah iklan TV dari produk permen Sukoka: 2012 9 Etika Periklanan SM Niken Restaty, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Iklan di atas mengusung unsur erotisme yang berlebihan dengan mengeksploitasi bagian dada dari pemeran wanita (dikaitkan dengan produknya yang merupakan permen campuran rasa susu dan kopi). EPI Bab III.A. – 1.27. Khalayak Anak-anak 1.27.1. Iklan yang ditujukan kepada khalayak anak-anak tidak boleh menampilkan hal-hal yang dapat mengganggu atau merusak jasmani dan rohani mereka, memanfaatkan kemudahpercayaan, kekurangpengalaman, atau kepolosan mereka. (Lihat juga Penjelasan) 1.27.2 Film iklan yang ditujukan kepada, atau tampil pada segmen waktu siaran khalayak anak-anak dan menampilkan adegan kekerasan, aktivitas seksual, bahasa yang tidak pantas, dan atau dialog yang sulit wajib mencantumkan kata-kata “Bimbingan Orangtua” atau simbol yang bermakna sama. Anak-anak; ialah orang atau kelompok orang di bawah usia 12 tahun, kecuali dinyatakan lain. Perlindungan terhadap khalayak anak-anak termasuk satu hal yang sangat diperhatikan dalam etika periklanan di banyak negara. Hal ini disebabkan secara psikologis anak-anak masih belum mampu memberikan justifikasi obyektif atas isi pesan yang mereka terima melalui iklan. Interpretasi mereka terhadap iklan seringkali lebih dipengaruhi oleh ketertarikan mereka terhadap unsur-unsur “permukaan” dari suatu iklan (misalnya: model yang digunakan, humor, jargon-jargon yang sedang populer, warna-warni yang menarik dan sejenisnya). Iklan seyogyanya tidak membuat khalayak anak-anak menjadi mempunyai perilaku konsumtif tanpa dasar-dasar pengambilan keputusan yang obyektif. Belum lagi bahaya yang ditimbulkan dari adanya iklan-iklan dari produk yang ditujukan untuk anak-anak tetapi sebenarnya pengambilan keputusannya harus dilakukan oleh orang-dewasa (misalnya: obat-obatan untuk anak-anak). Satu contoh iklan yang dapat disampaikan di sini adalah iklan dari produk wafer krim keju Oops. 2012 10 Etika Periklanan SM Niken Restaty, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Dalam iklan ini tokoh anak menggunakan teknik “merengek-rengek” kepada tokoh ibu dengan mengucapkan berkali-kali “kejunya ma, kejunya ma”. Rengekan si anak tersebut sangat besar kemungkinannya akan ditiru oleh pemirsa anak-anak dan hal ini tentunya bukanlah suatu kebiasaan positif yang pantas ditiru. 2012 11 Etika Periklanan SM Niken Restaty, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Daftar Pustaka Dewan Periklanan Indonesia, Etika Pariwara Indonesia, cetakan ke 3, 2007 Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia, Laporan Badan Pengawas Periklanan, 2005 – 2009 2012 Modul Drs. Ridwan Handoko 12 Etika Periklanan SM Niken Restaty, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id