2.2.9 Perbedaan Gaya Kepemimpinan Wanita dan

advertisement
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Kajian Sebelumnya (State of The Art)
Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini akan dicantumkan beberapa
penelitian yang sebelumnya telah dilakukan. Penelitian sebelumnya akan
memperlihatkan
persamaan
dan
perbedaan
dengan
penelitian
setelahnya.
Berdasarkan judul penelitian “pengaruh komunikasi pemimpin berdasarkan jenis
kelamin terhadap motivasi kerja karyawan Kementrian Perdagangan.” akan
dibandingkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dengan judul di atas.
Berikut adalah hasil penelitian sebelumnya yang disajikan dalam bentuk tabel:
Tabel 2.1 State of The Art
Nama pengarang
Merie Helene dan Sara L Mann
Judul
Becoming a leader : the challenge of modesty for women
Tahun
2010
Metodelogi
Kuantitatif
Kesimpulan /
abstrak
Sementara jumlah perempuan dalam posisi manajerial
semakin meningkat, gender komposisi tim manajemen puncak
miring. Ada hambatan dan kendala di tempat yang membatasi
gerakan perempuan dalam peran kepemimpinan. Tujuan dari
makalah
ini
adalah
untuk
menguji
hubungan
antara
kesederhanaan dan akses ke kepemimpinan. Secara khusus,
kecenderungan ke arah kesederhanaan dan kurangnya promosi
diri
yang
diduga
mengabadikan
kurangnya
keterlibatan
perempuan dalam posisi manajemen puncak.
Pesan keseluruhan makalah ini adalah bahwa perilaku
yang sukses untuk laki-laki di tempat kerja tidak berhasil
untuk wanita. Kabar baiknya adalah bahwa wanita tidak perlu
untuk mengadopsi cara laki-laki berada di untuk berhasil.
Kekurangan adalah kertas sebagian besar "uni-budaya", sebagai
7
8
penelitian direferensikan terutama yang dilakukan dalam konteks
Amerika Utara. Promosi diri dan kerendahan hati dapat
dikonseptualisasikan berbeda dalam konteks lain.
Persamaan
pada
jurnal
ini
adalah
sama-sama
membahas
tentang
kepemimpinan. Terutama kepemimpinan berdasarkan jenis kelamin, jurnal ini juga
membahas bagaimana kepemimpinan wanita, yang tidak bisa di samakan dengan
kepemimpinan laki-laki. Menurut jurnal ini juga kepemimpinan wanita sama sekali
tidak bisa meniru kepemimpinan laki-laki karena perbedaan jenis kelamin dan cara
berpikir. Perbandingan Pada jurnal ini lebih mengacu pada kepemimpinan wanita
yang di bandingkan dengan kepemimpinan laki-laki tidak berpengaruh kepada
apapun.
Tabel 2.2 State of The Art
Nama pengarang Sebastian C. Schun, Alina S. Hernandez Bark, Niels Van
Quaquebeke, Rudiger Hossiep, Philip Frieg, Rolf Van Dick
Judul
Gender differences in leadership role occupancy: the meadiating
role of motivation
Tahun
2013
Metodelogi
Kuantitatif
Kesimpulan /
Meskipun proporsi perempuan dalam posisi kepemimpinan telah
abstrak
berkembang selama dekade terakhir, perempuan masih kurang
terwakili dalam peran kepemimpinan, yang menimbulkan
tantangan etis untuk masyarakat luas tapi bisnis pada khususnya.
Dengan demikian, semakin banyak penelitian telah berusaha
untuk mengungkap alasan ketidaksetaraan ini. Selain kemajuan
teoritis,
tujuan
utama
dari
studi
ini
adalah
untuk
menginformasikan langkah-langkah yang ditargetkan untuk
meningkatkan kontribusi perempuan dalam posisi kepemimpinan.
Berusaha untuk berkontribusi ini
upaya dan menggambar pada beberapa pendekatan teoritis,
penelitian ini memberikan pemeriksaan kontemporer (a) apakah
9
perempuan dan laki-laki berbeda dalam tingkat mereka motivasi
kekuasaan dan (b) apakah perbedaan gender yang potensial dalam
motivasi ini memberikan kontribusi pada distribusi yang tidak
merata perempuan dan laki-laki dalam posisi kepemimpinan.
Hasil dari empat penelitian memberikan konvergen dukungan
untuk asumsi ini. Secara khusus, kami menemukan bahwa
perempuan secara konsisten melaporkan motivasi daya yang
lebih rendah dibandingkan laki-laki. Hal ini pada gilirannya
dimediasi hubungan antara gender dan kepemimpinan peran
hunian. Hasil ini kuat untuk beberapa variasi metodologis
termasuk sampel dari populasi yang berbeda (yaitu, sampel siswa
dan
sampel
heterogen
besar
karyawan),
beragam
operationalizations motivasi kekuasaan dan kepemimpinan peran
hunian (diri dan peringkat lainnya)
Persamaan jurnal dengan penelitian adalah sama-sama membahas tentang
kepemimpinan berdasarkan jenis kelamin yang di kaitkan dengan motivasi, dalam
jurnal ini di hasilkan data bahwa perempuan lebih tidak membuat motivasi dalam
kepemimpinannya di banding laki-laki. Perbedaan pada jurnal ini adalah populasi
yang di ambil.
Tabel 2.3 State of The Art
Nama pengarang
Iboro F.A. Ottu & Chukwuma Timothy Nkenchor
Judul
Genderand Leadership Style AS Socio-Demographic Indicatorsof
Job Satisfaction In Akwa Ibom State Civil Service
Tahun
2010
Metodelogi
Kuantitatif
Kesimpulan /
abstrak
Pengaruh Gender dan Kepemimpinan Style pada kepuasan
kerja diselidiki menggunakan dua ratus (200) Pegawai Negeri
Sipil yang terdiri dari 100 (laki-laki) dan 100 (wanita) yang
dipilih secara acak dari populasi PNS di berbagai Departemen
Akwa Ibom Kepegawaian Negara. Usia rata-rata peserta adalah
10
37,53 tahun. Para peserta secara acak dibagi menjadi dua kondisi
pengobatan Gender (Pria dan Wanita) dan gaya kepemimpinan
(Demokrat dan gaya Otokratis). Dua instrumen yang digunakan
adalah, Minnesota Satisfaction Questionnaire (MSQ) dan Least
Preferred Co-Worker (LPC) "skala. Desain penelitian adalah 2 x
2 acak desain faktorial. Hasil ANOVA menunjukkan perbedaan
tidak signifikan secara statistik pada tingkat kepuasan kerja
antara pria dan wanita [F (1.196) = 0,02; pns]. Wanita tidak
sangat berbeda dari laki-laki dalam kepuasan mereka pada
pekerjaan. Di sisi lain ada perbedaan yang signifikan antara
karyawan di bawah gaya demokratis kepemimpinan dan gaya
otokratis mereka rekan-rekan kepemimpinan. (F (1.196), = 10,65,
P <.01). Gaya demokratis karyawan kepemimpinan lebih puas
dengan pekerjaan mereka daripada gaya otokratis karyawan
kepemimpinan. Tidak ada pengaruh interaksi yang signifikan.
Hasil analisis dibahas sejalan dengan temuan sebelumnya dan
relevan. Implikasi praktis dari temuan dan keterbatasan mereka
juga dibahas.
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menentukan
apakah
jenis
kelamin
dan
gaya
kepemimpinan
dapat
mempengaruhi kepuasan kerja. Penelitian ini juga bertujuan
untuk mencerminkan kesejahteraan psikologis pekerja dengan
alasan gaya kepemimpinan organisasi serta implikasi dari
perbedaan gender dalam kepuasan kerja.
Persamaan jurnal ini adalah sama- sama membahas tentang kepemimpinan
dan di pengaruhi oleh sesuatu(untuk jurnal ini berpengaruh terhadap kepuasn kerja
karyawan). Perbedaan pada jurnal ini adalah Jurnal ini mengukur kepuasan kerja dan
bertujuan untuk mencerminkan kesejahteraan psikologis pekerja. Pada jurnal ini
hanya mengukur kepuasan kerja karyawan berdasarkan jenis kelamin dengan
menggunakan pengaruh kepemimpinan.
11
Tabel 2.4 State of The Art
Nama pengarang
Engky Karweti
Judul
Pengaruh kemampuan manajerial kepala sekolah dan faktor yang
mempengaruhi motivasi kerja terhadap kinerja guru SLB di
kabupaten subang.
Tahun
2010
Metodelogi
Kuantitatif
Kesimpulan /
Keberhasilan pendidikan sesungguhnya akan terjadi bila ada
abstrak
interaksi antara pendidik dengan peserta didik. Dalam kondisi ini
lah
guru
memegang
peran
strategis.
Semua
kebijangan
pendidikan bagaimanapun bagusnya tidak akan memberi hasil
optimal, sepanjang guru belum atau tidak mendapat kesempatan
untuk mewujudkan otonomi pedagogisnya, yaitu kemandirian
guru dalam memerankan fungsinya secara proporsional dan
profesional. Kemandirian guru akan tercermin dalam perwujutan
kinerja guru sebagai pribadi, sebagai masyarakat , sebagai
pegawai dan sebagai pemangku jabatan profesional guru .
kinnerja guru ini lebih di fokuskan pada kemampuan managerial
kepala sekolah dan motivasi guru dalam upaya peningkatan mutu
pendidikan berbasis sekolah. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa secara keseluruhan kemampuan manajerial kepala sekolah
dan motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja guru SLB di
kabupaten subang sebesar 54,5 % sisanya yaitu sebesar 45,5%
merupakan pengaruh yang datang dari faktor lain misalnya: iklim
organisasi sekolah, etos kerja, budaya organisasi, kinerja kepala
sekolah, kepuasan, loyalitas, pelayanan, negosiasi, mutu, dan
lain-lain. Kemampuan manajerial kepala sekolah berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kinerja guru SLB di kabupaten
subang. Dengan demikian untuk meningkatkan kinerja guruguru SLB di kabupaten subang, seyogyanya kepala sekolah
perlu meningkatkan kemampuan teknik manajerial karena
maju mundurnya suatu sekolah tidak terlepas dari peran
12
kepala sekolah. Serta meningkatkan dan memelihara motivasi
mengajar guru, agar motivasi mengajar guru tetap dapat di
tingkatkan dan konsisten dari waktu ke waktu karena motivasi
merupakan
pemberi
daya
penggerak
yang
menciptakan
kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau berkerja sama,
efektif dan terintegrasi dengan segala upaya untuk mencapai
kepuasan.
Persamaan pada jurnal ini adalah sama-sama menggunakan kepemimpinan
untuk meningkatkan motivasi mengajar pada guru SLB,
dari penelitian ini
kepemimpinan kepala sekolah menujukan pengaruh yang cukup besar untuk
memotivasi para guru. Perbedaan pada jurnal ini, variabel yang digunakan
kemampuan manajerial, motivasi karyawan berpengaruh terhadap kinerja karyawan.
Tabel 2.5 State of The Art
Nama pengarang
Slamet Riyadi
Judul
Pengaruh Kompensasi Finansial, Gaya Kepemimpinan, dan
Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan pada Perusahaan
Manufaktur di Jawa Timur
Tahun
2011
Metodelogi
Kuantitatif
Kesimpulan /
abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
kompensasi finansial, gaya kepemimpinan dan motivasi terhadap
kinerja karyawan perusahaan manufaktur itu. Responden manajer
manajemen menengah di perusahaan manufaktur yang sebanyak
110 orang yang dipilih secara acak dari kerangka sampling
sebesar 152. Data dikumpulkan dengan menggunakan instrumen
dalam bentuk kuesioner. Instrumen ini dikalibrasi menggunakan
validitas item dan koefisien reliabilitas. Data dianalisis dengan
menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) dengan
paket PLS Cerdas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1)
13
tidak ada pengaruh kompensasi finansial (X1) terhadap motivasi
kerja (Z), (2) gaya kepemimpinan (X2) memiliki pengaruh positif
terhadap motivasi (Z) secara signifikan, (3) tidak ada pengaruh
kompensasi finansial (X1) terhadap kinerja karyawan (Y), (4)
gaya kepemimpinan (X2) memiliki pengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja karyawan (Y), dan (5) motivasi (Z)
bekerja secara langsung memiliki signifikan berpengaruh positif
terhadap kinerja karyawan (Y). Temuan ini memiliki implikasi
bahwa kompensasi finansial tidak berpengaruh signifikan
terhadap
motivasi
kerja
dan
kinerja
karyawan.
Gaya
kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap motivasi
pekerja dan kinerja karyawan. Motivasi kerja mempengaruhi
kinerja karyawan. Kepemimpinan merupakan faktor penting
dalam memberikan arahan kepada karyawan terutama pada saat
sekarang
ini
di
mana
transparansi
menjadi
penting.
Kepemimpinan yang diperlukan adalah kepemimpinan yang
dapat memberdayakan karyawan mereka. Kepemimpinan yang
dapat memotivasi karyawan adalah kepemimpinan yang bisa
menumbuhkan rasa percaya diri karyawan dalam melaksanakan
tugasnya.
Persamaan jurnal ini adalah sama-sama membahas tentang kepemimpinan
dan motivasi kerja, dan jurnal ini menunjukan bahwa kepemimpinan memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap motivasi kerja. Perbedaan jurnal ini adalah dalan
jurnal ini variabel yang di bahas hubungan finansial , gaya kepemimpinan, motivasi
dan terhadap kinerja karyawan.
2.2
Landasan Teori
2.2.1
Teori Motivasi Hygine
Herzberg mencoba menentukan faktor-faktor apa yang mempengaruhi
motivasi dalam organisasi. Ia menemukan dua perangkat kegiatan yang memuaskan
kebutuhan manusia, (Ruliana, 2014) yakni :
14
a. Kebutuhan yang berkaitan dengan kepuasan kerja atau di sebut juga
motivasi, meliputi prestasi, penghargaan, tanggung jawab, kemajuan atau
promosi, pekerjaan itu sendiri, dan potensi bagi pertumbuhan pribadi.
Bila faktor ini tidak ada di tempat kerja, karyawan akan kekurangan
motivasi, namun tidak berarti tidak puas dengan pekerjaan mereka.
b. Kebutuhan yang berkaitan dengan ketidakpuasan kerja disebut juga faktor
pemeliharaan (maintenance) atau kesehatan (hygiene) meliputi gaji,
pengawasan, keamanan kerja, kondisi kerja, administrasi, kebijakan
organisasi, hubungan antarpribadi dengan rekan kerja, atasan, dan
bawahan di tempat kerja. Faktor ini berkaitan dengan lingkungan atau
konteks pekerjaan alih-alih dengan pekerjaan itu sendiri. Bila faktor ini
tanggapi secara positif, karyawan tidak mengalami kepuasan atau tampak
termotivasi, namun bila faktor-faktor tidak ada, karyawanakan merasa
tidak puas.
Motivator berkaitan dengan kepuasan kerja namun tidak dengan ketidak
puasan kerja. Faktor kesehatan berkaitan dengan ketidakpuasaan kerja namun tidak
dengan kepuasan kerja. Jadi untuk memelihara atau tetap memiliki pegawai, manajer
harus memusatkan perhatian pada faktor-faktor kesehatan; namun, untuk membuat
pegawai bekerja lebih keras, manajer harus memusatkan perhatian pada motivator.
Manajer menyesuaikan pekerjaan itu sendiri untuk motivasi pegawai dan
menyesuaikan faktor lingkungan untuk menghidari ketidakpuasan. (Pace dan Faules,
2013)
2.2.2 Theori 4 sistem (Teori Gaya Kepemimpinan)
Salah satu teori gaya kepemimpinan yang dikemukakan Likert menemukan 4
gaya kepemimpinan atau sistem manajerial yang berdasarkan pada suatu analisis atas
8 variabel manajerial, yaitu: (1) Kepemimpinan, (2) Motivasi, (3) Komunikasi, (4)
Interaksi, (5) Pengambilan Keputusan, (6) Penentuan Tujuan, (7) Pengendalian, (8)
Kinerja. Likert membagi gaya manajerial tersebut (Rosmawaty, 2010) sebagai
berikut :
1. Penguasa mutlak
Gaya ini berdasarkan pada asumsi Teori X McGregor. Manajer atau
pemimpin memberi bimbingan sepenuhnya dan pengawasan ketat pada
pegawai dengan anggapan bahwa cara yang terbaik untuk memotivasi
15
pegawai adalah dengan memberi rasa takut, ancaman dan hukuman. Interaksi
atasan-bawahan amat sedikit; semua keputusan berasal dari atas dan
komunikasi ke bawah semata-mata berisi instruksi dan perintah.
2. Penguasa semi-mutlak
Gaya ini pada dasarnya bersifat otoritarian, tetapi mendorong
komunikasi ke atas untuk ikut berpendapat maupun mengemukakan keluhan
bawahan; namun interaksi di antara tingkatan-tingkatan dalam organisasi
dilakukan melalui jalur resmi. Komunikasi yang terjadi jarang bersifat bebas
dan terus terang.
3. Penasihat
Gaya ini melibatkan interaksi yang cukup sering pada tingkat pribadi
sampai tingkat moderat, antara atasan dan bawahan dalam organisasi.
Informasi berjalan baik ke atas maupun ke bawah, tetapi dengan sedikit
penekanan pada gagasan-gagasan yang berasal dari atas. Manajer menaruh
kepercayaan besar, meskipun tidak mutlak dan keyakinan kepada bawahan.
4. Pengajak Serta
Gaya ini amat sportif, dengan tujuan agar organisasi berjalan baik
melalui partisipasi nyata pegawai. Informasi berjalan ke segala arah, dan
pengendalian dijalankan di setiap tingkatan. Orang berkomunikasi dengan
bebas, terbuka, dan berterus terang hampir tanpa rasa takut terhadap
hukuman. Secara umum, sistem komunikasi formal dan informal identik, dan
ini menjamin integrasi tujuan pribadi dan tujuan organisasi yang sebenarnya.
2.2.3
Teori Informasi Organisasi
Teori Informasi Organisasi adalah satu cara untuk menjelaskan bagaimana
organisasi membuat informasi yang membigungkan atau ambigu menjadi masuk
akal. Teori informasi organisasi merupakan sudut pandang dari komunikasi yang
menganggap bahwa organisasi sebagai suatu sistem pemrosesan informasi (Rohim,
2009)
Salah satu sumber daya penting dalam organisasi adalah informasi. Dengan
menggunakan teori informasi sebagai dasar, informasi dalam pengertian untuk
mengurangi ketidak pastian. Sebagaimana yang dipakai dalam teori informasi
16
organisasi, konsep tidak mengacu pada makna, akan tetapi hanya memfokuskan titik
perhatiannya pada banyaknya stimulus atau sinyal (Rohim, 2009).
Teori ini fokus pada proses pengorganisasian anggota organisasi untuk
mengelola informasi dari pada berfokus pada struktur organisasi itu sendiri. Katz dan
Kahn dalam (Pace & Faules, 2010) mengemukakan ada lima jenis informasi yang
biasanya dikomunikasikan dari atasan kepada bawahan :
a. Informasi mengenai bagaimana melakukan pekerjaan.
b. Informasi mengenai pekerjaan yang memerlukan tindakan pada waktu
mendatang.
c. Informasi mengenai kebijakan dan praktik – praktik organisasi.
d. Informasi mengenai teguran atau pujian setiap pekerjaan.
e. Informasi mengenai penyelesaian perselisihan di antara pegawai
mengenai masalah kerja.
Teori informasi organisasi memiliki kedudukan penting dalam ilmu
komunikasi, karena menggunakan komunikasi sebagai dasar atau basis bagaimana
mengatur atau mengorganisasi manusia dan memberikan pemikiran rasional dalam
memahami bagaimana manusia berorganisasi. Fokus dari teori informasi organisasi
adalah komunikasi informasi, hal yang sangat penting dalam menentukan
keberhasilan suatu organisasi. Sangatlah jarang satu orang atau satu bagian pada
perusahaan memiliki seluruh informasi yang diperlukan untuk dapat menyelesaikan
tugasnya. Namun demikian, tugas mengelola atau memproses informasi tidaklah
sekedar bagaimana memperoleh informasi; bagian tersulit adalah bagaimana
memahami informasi dan mendistribusikan informasi yang diterima itu dalam
organisasi (Morissan, 2014).
Salah satu tantangan terbesar dalam komunikasi organisasi adalah bagaimana
menyampaikan informasi keseluruh bagian organisasi dan bagaimana menerima
informasi daari seluruh bagian organisasi. Proses ini berhubungan dengan aliran
informasi dari seluruh bagian organisasi. Proses aliran informasi merupakan proses
yang rumit. Apa yang dikemukakan dalam struktur dapat saja bukan yang
sebenarnya terjadi. Efisiensi dapat bergantung pada aliran informasi, tetapi ini bukan
pertimbangan satu-satunya. Organisasi mengandalkan inovasi dan harus mampu
menghasilkan informasi bagi para anggotanya. Aliran informasi dapat menentukan
iklim dan moral organisasi, yang pada gilirannya berpengaruh pada aliran informasi.
(Rosmawaty, 2010)
17
Jadi, yang di maksud aliran informasi dalam organisasi adalah suatu proses
dinamik; dalam proses inilah pesan-pesan secara tetap dan berkesinambungan
diciptakan ditampilkan dan diinterpretasikan, lewat upaya saling mempengaruhi.
Proses ini berlangusng terus menerus dan berubah secara konstan, artinya
komunikasi organisasi bukanlah sesuatu yang terjadi lalu kemudian berhenti, karena
komunikasi terjadi sepanjang waktu, yang berpengaruh juga pada penampilan
organisasi (organization performance) dan kualitas hidup organisasi. (Rosmawaty,
2010)
2.2.4
Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal (interpersonal Communication) merujuk pada
komunikasi yang terjadi secara langsung antara dua orang. Menurut Berger, Dainton
dan Stafford, konteks interpersonal banyak membahas tentang bagaimana suatu
hubungan dimulai, bagaimana mempertahankan suatu hubungan, dan keretakan suatu
hubungan. Salah satu alasan mengapa peneliti dan teoretikus mempelajari relasi
adalah karena relasi merupakan hal yang sangat kompleks dan beragam. Ketika kita
mungkin sedang berada dalam banyak relasi dengan orang lain, termasuk pasiendokter, guru-murid, orangtua-anak, supervasior-karyawan, dan sebagainya. (West
and Turner, 2008)
Berinteraksi dalam tiap hubungan ini memberikan kesempatan pada
komunikator untuk memaksimalkan fungsi sebagai macam saluran (penglihatan,
pendengaran, sentuhan, dan penciuman) untuk digunakan dalam sebuah interaksi.
Dalam konteks ini, saluran-saluran ini berfungsi secara simultan bagi kedua
pratisipan interaksi. Contoh nya seperti seorang anak yang menangis sambil berteriak
mencari ibunya dan ibunya akan menenangkan anaknya dengan elusan dan sentuhan,
memandang mata anaknya dan mendengarkan isakannya mereda. (West and Turner,
2008)
Seperti dikemukakan oleh Spitz, Cupatch, dan Hecht terdapat lima kualitas
efektivitas komunikasi interpersonal (Devito, 2011), sebagai berikut:
a. Kepercayaan diri
Komunikator yang efektif memiliki kepercayaan diri sosial, perasaan
cemas tidak dengan mudah dilihat oleh orang lain. Komunikator yang efektif
selalu merasa nyaman bersama orang lain dan merasa nyaman dalam situasi
komunikasi pada umumnya. Kualitas ini juga memungkinkan pembicara
18
berkomunikasi secara efektif dengan orang - orang yang gelisah, pemalu, atau
khawatir, dan membuat mereka merasa nyaman.
b. Kebersatuan
Kebersatuan mengacu pada penggabungan antara pembicara dan
pendengar-terciptanya rasa kebersamaan dan kesatuan. Komunikator yang
memperlihatkan kebersatuan mengisyaratkan minat dan perhatian. Bahasa
yang menunjukkan kebersatuan umumnya ditanggapi lebih positif daripada
bahasa yang tidak menunjukkan kebersatuan. Kebersatuan menyatukan
pembicara dan pendengar.
c. Manajemen interaksi
Komunikator yang efektif mengendalikan interaksi untuk kepuasan
kedua pihak. Dalam manajemen interaksi yang efektif, tidak seorang pun
merasa diabaikan atau merasa menjadi tokoh penting. Masing-masing pihak
berkontribusi dalam keseluruhan komunikasi.
d. Daya-pengungkapan
Mengacu pada keterampilan mengomunikasikan kterlibatan tulus
dalam interaksi antarpribadi. Kita berperan serta dalam permainan dan tidak
sekadar menjadi penonton. Daya ekspresi sama dengan keterbukaan dalam
hal penekanannya pada keterlibatan, dan ini mecangkup, misalnya ekspresi
tanggung jawab atas pikiran dan perasaan, mendorong daya ekspresi atau
keterbukaan orang lain, dan memberikan umpan balik yang relevan dan patut.
e.
Orientasi ke pihak lain
Terlalu sering kita hanya memperhatikan diri sendiri, berorientasi
kepada
diri
sendiri.
Dalam
interaksi
antarpribadi,
ini
berbentuk
mempercayakan diri sendiri, pengalaman, minat dan keinginan kita sendiri.
Ini berarti kita mendominasi sebagian besar, jika tidak semua, pembicaraan,
dan kurang atau tidak memperhatikan umpan balik verbal dan non verbal dari
pihak lain. Orientasi kepada orang lain adalah lawan dari orientasi kepada diri
sendiri. Orientasi mengacu pada kemampuan kita untuk menyesuaikan diri
dengan lawan bicara selama perjumpaan antarpribadi. Orientasi ini mencakup
pengomunikasian perhatian dan minat terhadap apa yang dikatakan lawan
bicara.
19
Komunikasi interpersonal dianggap efektif, jika orang lain memahami
pesan yang disampaikan dengan benar, dan memberikan respon sesuai
dengan yang diinginkan. Komunikasi ini dapat membantu mengantarkan
seseorang kepada tercapainya tujuan tertentu. Sebaliknya, jika komunikasi
interpersonal tidak berhasil, akibatnya bisa apa saja, dari sekedar membuang
waktu, sampai akibat buruk yang tragis. (Suranto, 2011)
2.2.5 Komponen-Komponen Komunikasi Interpersonal
Dari pengertian komunikasi interpersonal yang telah diuraikan di atas, dapat
diidentifikasikan
beberapa
komponen
yang
harus
ada
dalam
komunikasi
interpersonal. Menurut (Suranto, 2011) komponen - komponen komunikasi
interpersonal yaitu:
1. Sumber/ komunikator
Merupakan orang yang mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi,
yakni keinginan untuk membagi keadaan internal sendiri, baik yang bersifat
emosional maupun informasional dengan orang lain. Kebutuhan ini dapat
berupa keinginan untuk memperoleh pengakuan sosial sampai pada keinginan
untuk mempengaruhi sikap dan tingkah laku orang lain. Dalam konteks
komunikasi interpersonal komunikator adalah individu yang menciptakan,
memformulasikan, dan menyampaikan pesan.
2. Encoding
Encoding adalah suatu aktifitas internal pada komunikator dalam
menciptakan pesan melalui pemilihan simbol-simbol verbal dan non verbal,
yang disusun berdasarkan aturan-aturan tata bahasa, serta disesuaikan dengan
karakteristik komunikan.
3. Pesan
Merupakan hasil encoding. Pesan adalah seperangkat simbol- simbol
baik verbal maupun non verbal, atau gabungan keduanya, yang mewakili
keadaan khusus komunikator untuk disampaikan kepada pihak lain. Dalam
aktivitas komunikasi, pesan merupakan unsur yang sangat penting. Pesan
itulah disampaikan oleh komunikator untuk diterima dan diinterpretasi oleh
komunikan.
4. Saluran
20
Merupakan sarana fisik penyampaian pesan dari sumber ke penerima
atau yang menghubungkan orang ke orang lain secara umum. Dalam konteks
komunikasi interpersonal, penggunaan saluran atau media semata-mata
karena situasi dan kondisi tidak memungkinkan dilakukan komunikasi secara
tatap muka.
5. Penerima/ komunikan
Adalah seseorang yang menerima, memahami, dan menginterpretasi
pesan. Dalam proses komunikasi interpersonal, penerima bersifat aktif, selain
menerima pesan melakukan pula proses interpretasi dan memberikan umpan
balik. Berdasarkan umpan balik dari komunikan inilah seorang komunikator
akan dapat mengetahui keefektifan komunikasi yang telah dilakukan, apakah
makna pesan dapat dipahami secara bersama oleh kedua belah pihak yakni
komunikator dan komunikan.
6. Decoding
Decoding merupakan kegiatan internal dalam diri penerima. Melaui
indera, penerima mendapatkan macammacam data dalam bentuk “mentah”,
berupa kata-kata dan simbol- simbol yang harus diubah kedalam
pengalamanpengalaman yang mengandung makna. Secara bertahap dimulai
dari proses sensasi, yaitu proses di mana indera menangkap stimuli.
7. Respon
Yakni apa yang telah diputuskan oleh penerima untuk dijadikan
sebagai sebuah tanggapan terhadap pesan. Respon dapat bersifat positif,
netral, maupun negatif. Respon positif apabila sesuai dengan yang
dikehendaki komunikator. Netral berarti respon itu tidak menerima ataupun
menolak keinginan komunikator. Dikatakan respon negatif apabila tanggapan
yang diberikan bertentangan dengan yang diinginkan oleh komunikator.
8. Gangguan (noise)
Gangguan atau noise atau barier beraneka ragam, untuk itu harus
didefinisikan dan dianalisis. Noise dapat terjadi di dalam komponen komponen manapun dari sistem komunikasi. Noise merupakan apa saja yang
mengganggu atau membuat kacau penyampaian dan penerimaan pesan,
termasuk yang bersifat fisik dan phsikis.
9. Konteks komunikasi
21
Komunikasi selalu terjadi dalam suatu konteks tertentu, paling tidak
ada tiga dimensi yaitu ruang, waktu, dan nilai. Konteks ruang menunjuk
padalingkungan konkrit dan nyata tempat terjadinya komunikasi, seperti
ruangan, halaman dan jalanan. Konteks waktu menunjuk pada waktu kapan
komunikasi tersebut dilaksanakan, misalnya: pagi, siang, sore, malam.
Konteks nilai, meliputi nilai sosial dan budaya yang mempengaruhi suasana
komunikasi, seperti: adat istiadat, situasi rumah, norma pergaulan, etika, tata
krama, dan sebagainya.
Komunikasi interpersonal merupakan suatu proses pertukaran makna antara
orang-orang yang saling berkomunikasi. Orang yang saling berkomunikasi tersebut
adalah sumber dan penerima. Sumber melakukan encoding untuk menciptakan dan
memformulasikan menggunakan saluran. Penerima melakukan decoding untuk
memahami pesan, dan selanjutnya menyampaikan respon atau umpan balik. Tidak
dapat dihindarkan bahwa proses komunikasi senantiasa terkait dengan konteks
tertentu, misalnya konteks waktu. Hambatan dapat terjadi pada sumber, encoding,
pesan, saluran, decoding, maupun pada diri penerima.
2.2.6
Komunikasi
Komunikasi merupakan suatu hal yang sangat mendasar dalam kehidupan
manusia. Dan bahkan komunikasi telah menjadi suatu fenomena bagi terbentuknya
suatu masyarakat atau komunitas yang terintegrasi oleh informasi, di mana masingmasing individu dalam masyarakat itu sendiri saling berbagi informasi (information
sharing) untuk mencapai tujuan bersama. Secara sederhana komunikasi dapat terjadi
apabila ada kesamaan antara penyampaian pesan dan orang yang menerima pesan.
Senada dengan hal ini bahwa komunikasi atau communication bersal dari bahasa
latin “communis”. Communis atau dalam bahasa Inggrisnya “commun” yang artinya
sama. Apabila kita berkomunikasi (to communicate), ini berarti bahwa kita berada
dalam keadaan berusaha untuk menimbulkan kesamaan. (Rohim, 2009)
Onong Uchyana, komunikasi sebagai proses komunikasi pada hakikatnya
adalah proses penyampaian pikiran, atau perasaan oleh seseorang (komunikator)
kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa merupakan gagasan, informasi, opini,
dan lain-lain yang muncul dari benaknya. Perasaan bisa merupakan keyakinana,
kepastian, keraguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan
sebagainya yang timbul dari lubuk hati. (Bungin, 2013).
22
Komunikasi adalah suatu proses sosial di mana individu- individu
menggunakan simbol-simbol untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna
dalam lingkungan mereka. Ketika menginterpretasikan komunikasi secara sosial,
maksud yang di sampaikan adalah komunikasi selalu melibatkan manusia serta
interaksi. Artinya, komunikasi selalu melibatkan dua orang, pengirim dan penerima.
Keduanya memainkan peran yang penting dalam proses komunikasi. Ketika
komunikasi di pandang secara sosial, komunikasi selalu melibatkan dua orang yang
berinteraksi dengan bebagai niat, motivasi dan kempuan. Kemudian, ketika berbicara
komunikasi sebagai proses, hal ini berarti komunikasi bersifat berkesinambungan
dan tidak memiliki akhir. Komunikasi juga dinamis, kompleks, dan senantiasa
berubah. Melalui pandangan mengenai komunikasi ini, kami ingin menekankan
bahwa menciptakan suatu makna adalah suatu yang dinamis. Oleh karena itu,
komunikasi tidak memiliki awal dan akhir yang jelas. (West & Turner,2008)
Berbicara tentang pengertian komunikasi, tidak ada pengertian yang benar
ataupun yang salah, definisi harus dilihat dari kemanfaatannya untuk menjelaskan
fenomena yang didefinisikan dan mengevaluasinya. Beberapa pengertian tentang
komunikasi terkadang terlalu sempit, seperti komunikasi adalah “penyampaian
pesan”, ataupun tetalu luas, seperti “komun ikasi adalah proses interaksi antara dua
makhluk”, sehingga pelaku komunikasi tersebut dapat termasuk hewan, tumbuhan
bahkan jin. Sebagaimana dikemukakan oleh John R.Wenburg dan William W.
Wilmot juga Kenneth K. Sereno dan Edward M. Bodaken, setidaknya ada tiga
pemahaman mengenai komunikasi sebagai transaksi satu arah, komunikasi sebagai
interaksi, dan komunikasi sebagai transaksi. (Rohim, 2009)
Dari pengertian tersebut, jadi dapat dikatakan bahwa komunikasi terjadi
apabila terdapat kesamaan makna suatu pesan yang disampaikan komunikator
kepada komunikan. Apabila penerima pesan mengerti tentang sesuatu yang
disampaikan pengirim pesan kepadanya, maka komunikasi berlangsung dan
hubungan diantara keduanya bersifat komunikatif, tetapi sebaliknya jika pesan yang
disampaikan tidak dimengerti oleh si penerima pesan, maka komunikasi tidak
berlangsung dan hubungan tidak bersifat komunikatif. Setiap proses komunikasi
yang dilakukan, pasti memiliki tujuan. Adapun tujuan – tujuan komunikasi adalah
(Effendy, 2011) sebagai berikut:
1. Perubahan sikap (to change the attitude)
2. Perubahan pendapat/opini/pandangan (to change the opinion)
23
3. Perubahan perilaku (to change behavior)
4. Perubahan sosial (to change the society)
2.2.6.1 Komunikasi Organisasi
Bermacam-macam presepsi mereka tentang hal ini dan beberapa di antaranya
akan disajikan (Muhammad: 2011) berikut ini:
a. Redding dan Sanborn
Mengatakan bahwa komunikasi organisasi adalah pengiriman dan
penerimaan informasi dalam organisasi yang kompleks. Yang termasuk
dalam bidang ini adalah komunikasi internal, hubungan manusia,
hubungan persatuan pengelola, komunikasi downward atau komunikasi
dari atasan ke bawahan, komunikasi upward atau komunikasi dari
bawahan kepada atasan, komunikasi horizontal atau komunikasi dari
orang-orang yang sama level / tingkatnya dalam organisasi, keterampilan
berkomunikasi dan berbicara, mendengarkan, menulis dan komunikasi
evaluasi program.
b. Katz dan Kahn
Mengatakan bahwa komunikasi organisasi merupakan arus informasi,
pertukaran informasi dan permindahan arti di dalam suatu organisasi.
Menurut Katz dan Kahn organisasi adalah sebagai suatu sistem terbuka
yang menerima energi dari lingkungannya dan mengubah energy ini
menjadi produk atau servic dari sistem dan pengeluaran produk atau
servis ini kepada lingkungan.
c. Zelko dan Dance
Mengatakan bahwa komunikasi organisasi adalah suatu sistem yang
saling tergantung yang mencakup komunikasi internal dan komunikasi
eksternal. Komunikasi internal adalah komunikasi dalam organisasi itu
sendiri seperti komunikasi dari bawahan kepada atasan, komunikasi dari
atasan kepada bawahan, komunikasi sesama karyawan yang sama
tingkatnya. Sedangkan komunikasi eksternal adalah komunikasi yang
dilakukan organisasi terhadap lingkungan luarnya, seperti komunikasi
dalam penjualan hasil produksi, pembuatan iklan, dan hubungan dengan
masyarakat umum. Kemudian bersama lesikar, mereka menambahkan
satu dimensi lagi dari komunikasi pribadi di antara sesama anggota
24
organisasi yang berupa pertukaran secara informal mengenai informasi
dan perasaan di antara sesama anggota organisasi.
d. Thayer
Thayer menggunakan pendekatan sistem secara umum dalam memandang
komunikasi organisasi. Dia mengatakan komunikasi organisasi sebagai
arus data yang akan melayani komunikasi organisasi dan proses
interkomunikasi dalam beberapa cara. Dia memperkenalkan tiga sistem
komunikasi dalam organisasi yaitu: (1) berkenaan dengan kerja organisasi
seperti data mengenai tugas-tugas atau beroperasinya organisasi (2)
berkenaan dengan peraturan organisasi seperti perintah-perintah, aturanaturan dan petunjuk-petunjuk (3) berkenaan dengan pemeliharaan dan
pengembangan organisasi. Yang termasuk bagian ini antara lain
hubungan dengan personal dan masyarakat, pembuatan iklan dan latihan.
e. Greenbaunm
Mengatakan bahwa bidang komunikasi organisasi termasuk arus
komunikasi formal dan informal dalam organisaasi. Dia membedakan
komunikasi
internal
dengan
eksternal
dan
memandang peranan
komunikasi terutama sekali sebagai koordinasi pribadi dan tujuan
organisasi dan masalah menggiatkan aktivitas.
Meskipun bermacam-macam presepsi dari para ahli mengenai komunikasi
organisasi ini tapi dari semuanya itu ada beberapa hal yang umum yang dapat
disimpulkan yaitu:
a. Komunikasi organisasi terjadi dalam suatu sistem terbuka yang kompleks
yang dipengaruhi oleh lingkungannya sendiri baik internal maupun
eksternal.
b. Komunikasi organisasi meliputi pesan dan arusnya, tujuan, arah dan
media.
Komunikasi organisasi meliputi orang dan sikapnya, perasaannya, hubungan
dan keterampilan/ skilnya.
2.2.6.2 Fungsi Komunikasi Dalam Organisasi
Empat fungsi komunikasi dalam organisasi (Rosmawaty, 2010) yaitu:
1. Fungsi Informatif
25
Organisasi dapat di pandang sebagai suatu sistem proses informasi
(information-processing system). Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu
organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih
baik, dan tepat waktu. Informasi yang didapat memungkinkan setiap anggota
organisasi dapat melaksanakan pekerjaannya secara lebih pasti. Informasi
pada dasarnya dibutuhkan oleh semua orang yang mempunyai perbedaan
kedudukan dalam suatu organisasi.
2. Fungsi Regulatif
Terdapat dua hal yang berpengaruh dalam fungsi regulatif , pertama
atasan atau orang – orang yang berada dalam tahanan manajemen, yaitu
mereka yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semuan informasi
yang disampaikan. Di damping itu, mereka juga mempunyai kewenangan
untuk memberikan intruksi atau perintah, sehingga dalam struktur organisasi
kemungkinan mereka ditempatkan pada lapisan atas (position of outthority)
supaya perintah – perintahnya dilaksanakan sebagaimana mestinya. Kedua,
berkaitan dengan pesan atau message. Prsan – pesan regulatif pada dasarnya
berorientasi pada kerja. Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan
tentang pekerjaan yang boleh untuk dilaksanakan.
3. Fungsi Persuasif
Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak
akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan,. Adanya
kenyataan ini, maka banyak pimpinan yang lebih suka untuk mempersuasi
bawahannya dari pada memberi perintah. Sebab pekerjaan yang dilakukan
secara sukarela oleh karyawan akan menghasilkan kepedulian yang lebih
besar dibandingkan kaau pimpinan sering memperlihatkan kekuasaan dan
kewenangannya.
4. Fungsi Integratif
Setiap organisasi berusaha untuk menyediakan saluran yang
memungkinkan karyawan dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan dengan
baik. Ada dua saluran komunikasi formal, seperti penerbitan khusus dalam
organisasi tersebut (newsletter atau bulletin) dan laporan kemajuan
organisasi, juga saluran komunikasi informal, seperti perbincangan
antarpribadi selama masa istirahat kerja, pertandingan olahraga, ataupun
kegiatan darmawisata. Pelaksanaan aktivitas ini akan menumbuhkan
26
keinginan untuk berpatisipasi yang lebih besar dalam diri karyawan terhadap
organisasi.
2.2.7 Kepemimpinan
Manajer atau pemimpin adalah seseorang yang memiliki tugas membuat
orang-orang dalam sebuah organisasi atau perusahaan dengan berbagai karakteristik
dan latar belakang budaya bekerja bersama untuk mencapai tujuan yang diinginkan
oleh perusahaan dan sesuai dengan teknologi yang dipakai. (Murtie, 2012)
Kepemimpinan (leadership) sebagai kemampuan untuk mempengaruhi suatu
kelompok guna mencapai sebuah visi atau serangkaian tujuan yang ditetapkan.
Sumber pengaruh ini bisa jadi bersifat formal, seperti yang di berikan oleh pemangku
jabatan manajerial dalam sebuah organisasi. Karena posisi manajemen memiliki
tingkat otoritas yang diakui secara formal, seseorang bisa memperoleh peran
pemimpin hanya karena posisinya dalam organisasi tersebut. Kepemimpinan
berkaitan
dengan
perubahan
pemimpin
menentukan
arah
dengan
cara
mengembangkan suatu visi masa depan, kemudian mereka menyatukan orang-orang
dengan mengkomunikasikan visi inidan menginspirasi mereka untuk mengatasi
berbagai rintangan (Robbins dan Judge: 2014)
Untuk menyesuaikan berbagai perbedaan di antara para karyawan tersebut
tentu saja diperlukan adanya mekanisme yang mumpuni dan sesuai untuk
diaplikasikan ke dalam sistem kerja seorang manajer atau pemimpin antara lain:
(Murtie, 2012).
a. Pengarahan (direction)
Pengarahan atau direction ini mencakup pembuatan keputusan,
kebijakan, supervisi, dan lain-lain.
b. Rancangan organisasi dan pekerjaan
Tentu saja seorang manajer harus mampu merancang pekerjaan yang
akan dilakukan oleh anak buahnya, seperti membuat schedule akan sangat
membantu para karyawan dalam menyelesaikan tugas dengan lebih tepat
waktu dan sasaran
c. Seleksi, pelatihan, penilaian, dan pengembangan
Seorang manajer memiliki tugas mengajak berbagai tipe dan
karakteristik karyawan untuk bersama-sama mencapai tujuan perusahaan.
Oleh karena itu, manajer juga berhak untuk menyeleksi karyawan yang akan
27
membantunya melaksanakan tugas yang sesuai dengan karakteristik
karyawan terhadap tugas yang akan diembannya. Setelah tahapan seleksi,
seorang manajer juga mengadakan pelatihan (training) tentang tugas-tugas
yang akan diserahkan kepada karyawan yang bersangkutan untuk penunjang
keberhasilan dan tercapainya tujuan. Setelah adanya pelatihan awal,
selanjutnya secara berkala manajer mengadakan pengembangan kemampuan
yang dimiliki oleh para karyawan sehingga produktivitas karyawan semaki
baik.
d. Sistem komunikasi dan pengendalian
Manajer harus memiliki sistem komunikasi yang baik dan dua arah
dengan para bawahannya. Dengan komunikasi yang baik, manajer bisa
mengetahui segala aspirasi dari bawahannya untuk kemudian dibuat sebagai
pijakan dalam membuat keputusan dan kebijakan yang akan dilakukan.
Dengan adanya komunikasi pula, pengendalian yang dilakukan oleh manajer
menjadi lebih mudah dan terarah. Akan tetapi, tentu saja komunikasi yang
dilakukan juga harus beimbang dan sesuai porsi sehingga kewibawaan
manajer tersebut tetap dapat dipertahankan.
Menurut (Suhandang, 2005) mengemukakan seorang pemimpin memiliki
kelebihan dari mereka yang di pimpin, kelebihan tersebut dalam hal :
a. Intelegensia. Seorang pemimpin harus mempunyai kemampuan untuk
menganalisa permasalahan yang dihadapinya
b. Kematangan. Matang dalam berpikir dan mempunyai pandangan yang
luas, tidak lekas putus asa, serta dapat mengendalikan emosinya.
Mempunyai kepercayaan pada diri sendiri dan menghormati dirinya
sendiri. Sikap anti sosial terhadap orang lain tidak menonjol.
c. Motivasi. Bekerja keras dan bertanggung jawab untuk melaksanakan dan
menyelesaikan sesuatu demi kepentingan bersama.
Jadi, pada prinsipnya seorang pemimpin itu mempunyai karakter yang lebih
tinggi daripada yang lain, serta sesuai dengan situasinya sanggup menggerakkan
orang lain untuk sama-sama mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan bersama.
Dan dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah proses kegiatan yang
dilakukan oleh seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar berbuat sesuai dengan
tujuannya. Dalam hal ini, seseorang diberikan kekuasaan dan wewenang untuk
28
bertindak dengan cara mempengaruhi antar perseorangan (interpersonal) lewat
proses komunikasi untuk mencapai suatu tujuan tertentu. (Suhandang, 2005).
2.2.7.1 Komunikasi Kepemimpinan
Pada dasarnya tujuan kepemimpinan adalah untuk pengaturan interaksi
kelompok dan penyelesaian berbagai permasalahan yang berkaitan dengan persoalan
pencapaian tujuan kelompok atau organisasi. Dengan demikian, komunikasi
kepemimpinan adalah kegiatan komunikasi yang berupaya untuk mempersuasif,
mengontrol, mengendalikan dan mengevaluasi bebagai hubungan interaksi antar
anggota dalam upaya untuk pencapaian tujuan dan kepentingan bersama.
(Rosmawaty, 2010)
Kepemimpinan diwujudkan melalui gaya kerja (operating style) atau cara
bekerja sama dengan orang lain yng konsisten. Melalui apa yang dikatakannya
(bahasa) dan apa yang di perbuatnya (tindakan), seseorang membantu orang-orang
lainnya untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Cara seseorang berbicara kepada
yang lainnya dan cara orang bersikap di depan orang lain merupakan suatu gaya
kerja. (Rosmawaty, 2010)
2.2.7.2 Gaya Kepemimpinan
Gaya merupakan sikap, gerakan, tingkah laku sikap yang elok, gerak gerik
yang bagus, kekuatan, kesanggupan untuk berbuat baik. Sedangkan gaya
kepemimpinan
adalah
sekumpulan
ciri
yang
digunakan
pimpinan
untuk
mempengaruhi bawahan agar sasaran organisasi tercapai atau dapat pula dikatakan
bahwa gaya kepemimpinan adalah pola perilaku dan strategi yang disukai dan sering
diterapkan oleh seorang pemimpin. Gaya kepemimpinan menggambarkan kombinasi
yang konsisten dari falsafah keterampilan, sifat, dan sikap yang mendasari perilaku
seseorang. (Rivai dan Mulyadi, 2010)
Seorang pemimpin dalam sebuah organisasi harus mempunyai dua
ketrampilan utama, yaitu keterampilan manajemen (managerial skill) dan
keterampilan teknis (technical skill). Semakin rendah kedudukan seorang pemimpin,
semakin tinggi keterampilan teknis yang dibutuhkannya. Sebaliknya, semakin tinggi
kedudukan seorang pemimpin, semakin menonjol keterampilan manajemen dan
aktivitas yang dijalankan. Dengan kata lain, semakin tinggi kedudukan atau jabatan
29
seorang pemimpin, ia semakin dituntut untuk memiliki kemampuan berpikir secara
konsepsional makro dan strategis. (Nurjaman & Umam, 2012)
Seorang pemimpin adalah orang yang dapat memberikan inspirasi kepada
bawahannya,
menyelesaikan
pekerjaan
dan
mengembangkan
bawahannya,
memberikan contoh kepada bawahan cara melakukan pekerjaan, menerima
kewajiban-kewajiban dan memperbaiki segala kesalahan atau kekeliruan. Dari ciriciri yang telah dijabarkan dapat terlihat jelas bahwa seorang pemimpin di dalam
suatu organisasi memiliki tugas besar dalam memimpin bawahannya. Dari tugas
inilah dibutuhkan keterampilan dari gaya kepemimpinan seorang pemimpin yang
tentu banyak memberikan dampak pada keberhasilannya dalam mempengaruhi
perilaku bawahannya. (Nurjaman & Umam, 2012)
Arti dari gaya kepemimpinan adalah “….norma perilaku yang digunakan oleh
seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi orang lain seperti yang
ia lihat.” Berdasarkan pengertian ini, Thoha menambahkan bahwa pentingnya usaha
dalam menyelaraskan persepsi antara orang yang akan mempengaruhi perilaku
dengan orang yang perilakunya akan dipengaruhi. Bahwa gaya kepemimpinan dasar
seorang individu adalah salah satu faktor utama bagi kepemimpinan yang berhasil.
(Thoha, 2011)
2.2.7.3 Komunikasi dan Gaya Kepemimpinan
“gaya kepemimpinan terutama berhubungan dengan perilaku komunikatif
yang digunakan untuk membantu orang lain untuk mencapai hasil yang diinginkan”.
Di dalam bukunya, Pace & Faules pun berpendapat bahwa pengelompokan perilaku
komunikatif yang paling lazim diperkenalkan oleh Carl jung (1923) yang terbagi
dalam 4 kelompok, yaitu: (1) berpikir, (2) merasakan, (3) mengamati melalui indra,
dan (4) mengamati melalui intuisi. Pada nyatanya, Pace & Faules menambahkan,
Mok dan rekan-rekan (1978) mengungkapkan pengelompokan gaya komunikasi
menjadi pengintuisi (intuitor), pengindra (sensor), pemikir (thinker) dan perasa
(feeler) dengan menggunakan suatu survey gaya berkomunikasi. (Pace & Faules,
2010)
Dalam berkomunikasi saat memimpin, seorang pemimpin dihadapkan pada
situasi tertentu atau disebut kepemimpinan situasional. Dalam teori yang
dikembangkan oleh Hersey dan Blanchard (1982) berpendapat bahwa kepemimpinan
situasional didasarkan pada saling berhubungannya hal-hal berikut: (1)Jumlah
30
dukungan sosioemosional yang diberikan oleh pimpinan, (2) Jumlah petunjuk dan
pengarahan yang diberikan oleh pimpinan, (3) Tingkat kesiapan atau kematangan
para pengikut yang ditunjukkan dalam melaksanakan tugas khusus, fungsi atau
tujuan tertentu. Konsepsi diatas telah dikembangkan untuk membantu orang
menjalankan kepemimpinan yang lebih efektif di dalam interaksinya dengan orang
lain tanpa memperhatikan peranannya. (Thoha, 2011)
2.2.8 Jenis Kelamin dan Gender
2.2.8.1 Jenis Kelamin
Pengertian jenis kelamin atau dalam bahasa Inggrisnya adalah seks, adalah
merupakan suatu akibat dari dimorfisme seksual (perbedaan sistematik tampakan
luar antar individu yang mempnuyai perbedaan jenis kelamin dalam spesies sama).
Atau pengertian jenis kelamin (seks) adalah perbedaan antara perempuan dengan
laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir. Seks berkaitan dengan tubuh laki-laki
dan perempuan, dimana laki-laki memproduksikan sperma, sementara perempuan
menghasilkan sel telur dan secara biologis mampu untuk menstruasi, hamil dan
menyusui. Perbedaan biologis dan fungsi biologis laki-laki dan perempuan tidak
dapat dipertukarkan diantara keduanya, dan fungsinya tetap dengan laki-laki dan
perempuan pada segala ras yang ada di muka bumi. (Hungu, 2007).
2.2.8.2 Gender
Gender adalah konsep yang melihat peran laki-laki dan perempuan dari segi
sosial dan budaya, tidak dilihat dari jenis kelaminnya. Sedangkan relasi gender
mempersoalkan posisi perempuan dan laki-laki dalam pembagian sumber daya dan
tanggung jawab, manfaat, hak-hak, dan kekuasaanya. Berbicara tentang gender
berarti berbicara tentang laki-laki dan perempuan. Namun gender tidak memiliki asal
usul biologis. Ann Oakley sebagaimana dikuti oleh Istibsyaroh, menyatakan bahwa
gender adalah perbedaan yang bukan biologis dan bukan kodrat Tuhan. Perbedaan
biologis adalah perbedaan jenis kelamin yang bermuara dari kodrat Tuhan, sementara
gender adalah perbedaan yang bukan kodrat Tuhan, tetapi diciptakan oleh kaum lakilaki dan perempuan melalui proses sosial dan budaya yang panjang. Gender dan jenis
kelamin sangat berbeda sekali, karena jenis kelamin bersifat alamiah, sedangkan
gender peran dan fungsinya dibentuk oleh keadaan masyarakat, sosial dan
budayanya. (Sumiarni : 2005)
31
Dalam buku Webster’s New World Dictionary (1984: 561), jender di artikan
sebagai “ perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi
nilai dan tingkah laku” (the apparent disparity between man and women in values
and behavior). (Sumiarni, 2005)
Dalam jurnal Woman’s Studies Encylopedia (vol I: 153) dijelaskan bahwa
jender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat perbedaan (distinction)
dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki
dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. (Sumiarni, 2005)
Oleh Humm (1955: 106) dalam buku The Dictionary of Feminist Theory,
jender adalah suatu bentuk kebudayaan dari ciri-ciri kelompok yang dibentuk
berdasarkan kebutuhan dan tingkah laku yang diberikan pada perempuan atau lakilaki. (Sumiarni, 2005)
Gender oleh H.T Wilson dalam umat (1999:34) sex dan gender diartikan
sebagai suatu dasar untuk menentukan perbedaan sumbangan laki-laki dan
perempuan pada kebudayaan dan kehidupan kolektif yang akibatnya merekamenjadi
laki-laki dan perempuan. (Sumiarni, 2005)
Pembahasan gender tidak bisa dilepaskan dari istilah stereotipe gender dan
peran gender. Stereotipe gender adalah aspek sosiologis, antropologis, dan kultural
dari peran feminin dan maskulin. Peran gender adalah apa yang diharapkan,
ditentukan, atau dilarang bagi satu jenis kelamin tertentu. Apabila stereotipe gender
terdiri atas keyakinan tentang ciri sifat dan karakteristik psikologis yang tepat untuk
laki-laki dan perempuan, peran gender didefinisikan sebagai perilaku yang
terekspresi dalam peran sosial yang dimainkannya. (Handayani dan Novianto, 2005)
Konsepsi gender mengelompokkan manusia dalam dua identitas, yaitu
feminin dan maskulin. Konsep feminin melekat pada jenis kelamin perempuan,
sedangkan maskulin melekat pada jenis kelamin laki-laki. Kedua identitas gender
dilekati beberapa karakteristik yang saling berlawanan satu dengan yang lainnya.
Berdasarkan Bem Sex Role Inventory. (Handayani dan Novianto, 2005)
(Atwater,
Broverman, Bakan, Chowdrow, dalam Handayani&Novianto:
2005. Beberapa penelitian di bidang psikologi juga membuktikan adanya perbedaan
antara ciri maskulin dengan feminin pada laki-laki dan perempuan. Laki-laki
dicirikan dengan karakter aktif, kompetitif, agresif, dominan, mandiri, percaya diri,
agentik, individualistik,
dan agentik. Sedangkan perempuan dicirikan dengan
karakter manis, rapi, kalem/tenang, emosional, ekspresif, sensitif, dan taktis,
32
mementingkan kekerabatan, mengutamakan kompromi dalam menyelesaikan
konflik. (Handayani dan Novianto, 2005)
Keyakinan deskriptif maskulin-feminin sering kali menempatkan laki-laki
dan perempuan dalam dua kutub yang saling berlawanan. Sejak lahir seorang
individu diharapkan dan diarahan untuk menjadi dan menampilkan karakter sesuai
dengan identitas gendernya. Walaupun tiap jenis kelamin dihargai oleh berbagai ciri
sifat positif, masyarakat secara umum menyetujui bahwa karakter yang dikaitkan
dengan laki-laki lebih bernilai dari pada karakter perempuan. (Handayani dan
Novianto, 2005)
2.2.8.3 Perbedaan Dasar Antara Jenis Kelamin dan Gender
Tabel 2.6 Perbedaan Jenis Kelamin Dengan Gender
Jenis Kelamin (sex)
Gender
Jenis kelamin bersifat alamiah
Gender bersifat sosial budaya dan
merupakan buatan manusia
Jenis
kelamin
bersifat
biologis, Gender bersifat sosial budaya, dan
merujuk kepada perbedaan yang merujuk kepada tanggung jawab
nyata
dari
perbedaan
alat
terkait
kelamin
dalam
dan peran, pola perilaku dan lain-lainnya
fungsi yang bersifat maskulin dan feminim
kelahiran.
Jenis kelamin bersifat tetap, ia akan Gender
sama dimana saja
bersifat
tidak
tetap,
ia
berubah dari waktu ke waktu, dari
satu kebudayaan ke kebudayaan yang
lainnya, bahkan dari satu keluarga ke
keluarga lainnya.
Jenis kelamin tak dapat di ubah
Gender dapat diubah
Sumber: Sumiarni: 2005
2.2.9 Perbedaan Gaya Kepemimpinan Wanita dan Laki-laki
Menurut Mitsbreg dan Sally terdapat perbedaan kepemimpinan laki-laki dan
wanita yang terdiri dari 6 karakteristik yaitu. Stabilitas dalam berkerja untuk
33
pemimpin laki-laki, bekerja dengan performa yang turun-naik namun tanpa terputus,
sedangkan pemimpin wanita bekerja dengan
performa yang stabil, namun
,mengambil waktu-waktu istirahat yang rutin.Cara menghadapi interupsi atau
gangguan untuk pemimpin laki-laki Interupsi-interupsi dan kunjungan-kunjungan
akan mengacaukannya, mempengaruhi produktivitas dan kinerjanya, sedangkan
pemimpin
wanita
kunjungan-kunjungan
dan
interupsi-interupsi
merupakan
kesempatan untuk membangun hubungan yang kuat dan untuk memahami
kebutuhan-kebutuhan pengikut dan membantu mereka. (Zahra, 2010)
Cara penanganan masalah khusus di luar tanggung jawab pekerjaan untuk
pemimpin laki-laki semangat dalam berkerja dan pada umumnya tidak diselingi
dengan urusan-urusan lain sedangkan pemimpin wanita mengkhususkan waktu untuk
urusan yang lain di ataranya yang terpenting adalah memantau urusan rumah tangga.
Kemampuan menjalin hubungan untuk pemimpin laki-laki memiliki hubungan yang
luas dengan orang-orang diluar perusahaan atau organisasi, sedangkan untuk
pemimpin wanita memiliki hubungan yang luas dengan orang-orang diluar
perusahaan atau organisasi. (Zahra, 2010)
Penerapan evaluasi terhadap pelaksanaan pekerjaan untuk pemimpin lakilaki Mengikuti perkembangan tugas demi tugas tanpa memfokuskan pada penilaian
pelaksanaan kerja atau mempertimbangkan pengaruh-pengaruh yang ditimbulkan
pada masa depan sedangkan pemimpin wanita menilai semua pekerjaan
danberkeinginan untuk mempelajari pengaruh-pengaruh masa depan dan pengaruhpengaruh umum pada keluarga, lingkungan, pendidikan dan semisalnya. Berkaitan
dengan pekerjaan untuk pemimpin laki-laki Sangat terikat dengan pekerjaan, Suka
menyimpan informasi, Menjaga hirarki struktural organisasi., sedangkan untuk
pemimpin wanita Terikat dengan pekerjaannya, namun juga terikat dengan urusanurusan lain, Suka tukar informasi, Bekerja lalui jaringan relasi dan bukan melalui
hubungan struktural organisasi. (Zahra, 2010)
2.2.10 Motivasi
Kata motivasi berasal dari kata Latin yakni “Motive” yang berarti dorongan,
daya penggerak atau kekuatan yang terdapat dalam diri organisme yang menyebab
kan organism itu bertindak atau berbutat. Selanjutnya diserap dalam bahasa inggris
motivation yang berarti pemberian motif atau hal yang menimbulakan dorongan atau
keadaan yang menimbulkan dorongan.
34
Cut Zurnali mengutip pendapat Fremout dan James E. Rozensweig
mendefinisikan motive sebagai: Motif adalah apa yang mendorong sesorang untuk
melakukan sebuah tindakan atau setidaknya mengarahkan manusia ke prilaku
tertentu. Dorongan itu biasanya berasal dari faktor luar dan dari dalam diri manusia
tersebut. (Ruliana 2014)
Dalam kepemimpinan, motivasi kerja merupakan sumber penggerak yang
erat kaitannya dengan produktivitas kerja, budaya disertai nilai-nilai kerja dalam
organisasi, pemimpin harus dapat mendorong anggotanya agar dapat melaksanakan
tugas, dan untuk itu diperlukan penguasaan kemampuan memotivasi. (Ruliana,2014)
Peran motivasi dalam menggerakan fungsi manajemen sumber daya manusia
adalah membuat individu bertindak atau berperilaku dalam cara-cara tertentu.
Memotivasi individu dalam menggerakan arah tertentu kepada para karyawan sampai
pada tujuan yang sudah ditentukan. Bermotivasi menunjukkan keinginan manusia
untuk berbuat sesuatu agar dapat memenuhi harapan yang ada dalam dirinya.
Kekuatan motivasi yang ada dalam diri manusia oleh dorongan karena perbuatan
(extrinsic) dan oleh motivasi yang ada dalam dirinya atau motivasi yang hakiki
(intrinsic). Secara sederhana dapat di gambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1 Proses Motivasi
Sumber: Ruliana, 2014
Kekuatan motivasi dari sumber daya manusia, sangat mempengaruhi faktor
Extrinsic (motivasi yang ditimbulkan oleh “dorongan buatan”), intrinsic (motivasi
yang ditimbulkan dari dalam dirinya) dan lingkungan. Sedangkan aspek lainnya di
luar gambar di atas yaitu faktor pemeliharaan budaya nilai-nilai yang terkandung
dalam organisasi yang dapat mendorong prestasi kerja yang lebih tinggi. Motivasi
entrinsic dalam realitanya memiliki daya tahan yang lebih kuat dibandikan motivasi
intrinsic. Hal ini terjadi karena faktor ekstrinsik bisa saja justru mengakibatkan daya
35
motivasi individu berkurang ketika faktor ekstrinsik tersebut mengecewakan seorang
individu.(Ruliana,2014)
Berdasarkan uraian diatas dapat di tarik sebuah pemahaman bahwa motif
kerja merupakan daya dorong untuk melakukan sesuatu (kerja). Sedangkan motivasi
kerja merupakan suatu proses atau usaha yang mengarahkan sikap dan perilaku
manusia dalam bekerja untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dalam dirinya
dan tujuan organisasi merupakan indikator dari proses motivasi kerja.
Pencapaian tujuan motivasi kerja sebagaimana diharapkan menghasilkan
efektivitas, produktifitas, dan hasil kerja yang efisien, baik bagi individu yang
bersangkutan maupun bagi organisasi. Sedengkan perbaikan dan penyempurnaan
motivasi kerja selalu merasa tidak puas untuk meningkatkan kerja yang lebih baik,
hal ini dilakukan setelah tujuan tercapai, sehingga dorongan dari kebutuhan dan
hasil kerja di masa yang akan datang akan menimbulkan kinerja yang lebih baik
(Ruliana, 2014)
Dapat disimpulkan bahwa motivasi menjadi hal yang penting dalam sebuah
organisasi, mengingat bahwa motivasi dapat mendorong karyawan untuk mencapai
tujuan dalam organisasi. Motivasi berupa dorongan yang mencakup hal-hal seperti
membangkitkan, mengarahkan, menjaga perilaku menuju pada pencapaian tujuan.
2.3
Kepemimpinan dan Gender
Sudah sejak lama terdapat keyakinan bahwa jenis kelamin berpengaruh
terhadap gaya kepemimpinan yang pada akhirnya nanti berpengaruh terhadap
efektifitas kepemimpinan. Secara anatomi, otak
lak-laki cenderung hanya
mengaktifkan bagian otak kiri saja dalam menyelesaikan tugas, sedangkan
perempuan cenderung mengaktifkan kedua belahan otak. Perempuan memiliki
kelebihan pada kemampuan verbal sedangkan laki-laki memiliki kelebihan pada
kemampuan spasial. Stephen Covey mencatat bahwa manajemen pada dasarnya
adalah mengontrol sesuatu melalui pendekatan logis dari otak kiri, sedangkan
kepemimpinan lebih kepada bagian otak kanan pendekatan intuitif dalam rangka
membangun hubungan dengan orang lain. Berdasarkan hal tersebut, dapat dinyatakan
manajer yang baik adalah laki-laki, sedangkan pemimpin yang baik adalah
perempuan. Paradigma lama mengatakan bahwa kepemimpinan yang dilakukan oleh
laki-laki (maskulin) lebih efektif dari pada kepemimpinan perempuan (feminin). Hal
36
tersebut tampaknya harus mulai dikoreksi. Penelitian kepemimpinan terbaru
menunjukkan hasil yang berbeda dengan paradigma lama tersebut.
Pada dasarnya tidak ada perbedaan mendasar pada kualitas kepemimpinan
perempuan dan laki-laki. Selama ini, penelitian yang menunjukkan adanya pengaruh
jenis kelamin terhadap efektifitas kepemimpinan Efektifitas kepemimpinan juga
dijumpai pada kepemimpinan perempuan. (Parker dan Matteson, 2006)
Penelitian yang dilakukan oleh (Mangunsong, 2009) terhadap pemimpin
perempuan yang berasal dari etnik yang berbeda yaitu jawa, bali, batak, dan
minangkabau mengungkapkan bahwa para
pemimpim
perempuan tersebut
menunjukkan efektifitas yang tinggi. Efektifitas tersebut tampak pada fungsi yang
berkaitan dengan pencapaian tujuan dalam organisasi dan pendekatan personal yang
berfokus pada pencapaian visi perusahaan.
Hasil yang sama juga didapat dari penelitian yang dilakukan oleh
(Simatupang , 2009) tentang pemimpin perempuan di birokrasi pemerintahan
provinsi Sumatera Barat. Berdasarkan penelitian tersebut seluruh responden
menyatakan mampu memimpin layaknya laki-laki dengan kemampuan yang sama.
Sebanyak 72,2% responden menyatakan bahwa mereka mengembangkan gaya
kepemimpinan yang berbeda dengan gaya kepemimpinan laki-laki.
Hasil serupa ditunjukkan oleh (Bodla dan Hussain, 2009) yang menyatakan
bahwa bawahan perempuan memiliki kebutuhan terhadap kepemimpinan yang lebih
tinggi daripada bawahan laki-laki. Para bawahan perempuan lebih menghargai
pemimpin yang memiliki keahlian memimpin, berorientasi kepada manusia maupun
tugas, serta kepemimpinan karismatik. Lebih lanjut, dapat diprediksikan apabila
mereka (bawahan perempuan) mendapatkan peran supervisor, mereka akan
mengembangkan gaya kepemimpinan sama seperti gaya kepemimpinan yang mereka
harapkan.
Efektifitas kepemimpinan perempuan juga tampak pada penerimaan bawahan
baik laki-laki maupun perempuan. Hasil penelitian dari (Shah , 2007) membuktikan
bahwa tidak ada perbedaan konsep diri yang signifikan antara bawahan laki-laki dan
perempuan yang dipimpin oleh pemimpin perempuan. Kedua jenis kelamin tetap
menunjukkan konsep diri positif. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa
persepsi diri bawahan perempuan dan laki-laki tidak akan berubah walaupun
dipimpin oleh pemimpin perempuan.
37
Membandingkan kepemimpinan laki-laki dan perempuan oleh beberapa
penelitian digambarkan sebagai pertentangan antara kepemimpinan autokratis
dengan demokratis, kepemimpinan berorientasi tugas dengan
kepempinan
berorientasi manusia, serta kepemimpinan transformasional dengan kepemimpinan
transaksional.
Penelitian yang dilakukan oleh (Eagly dan Jhonson, 1990) terhadap 162
pemimpin perempuan dan laki-laki menunjukkan hasil pemimpin perempuan lebih
demokratis daripada pemimpin laki-laki.
Kepemimpinan laki-laki dekat dengan
model perintah dan kontrol, serta menetapkan hirarki dalam organisasi.
(Kelly,1997).Sally Hegelsen pengarang dari ”The Female Advantage”
menyatakan bahwa struktur organisasi yang dibentuk oleh perempuan merefleksikan
sebuah jaringan dimana sebagian besar pemimpin perempuan senior menempatkan
dirinya ditengah jaringan untuk mengoptimalkan komunikasi dan koneksitas dengan
bawahan.
(Kelley, 1997).Pemimpin perempuan menggunakan gaya transformasional
dan poeple oriented (orientasi kepada manusia) dalam berhubungan dengan
bawahannya. Pemimpin perempuan cenderung melibatkan orang lain dalam
pembuatan keputusan, lebih suka memberi dukungan dan memberdayakan bawahan.
Mereka tidak segan untuk berbagi informasi, mengutamakan kerjasama dan lebih
menghargai proses daripada hasil. Oleh karena itu mereka lebih toleran terhadap
kesalahan. Keharmonisan lingkungan kerja merupakan hal yang penting bagi
pemimpin perempuan.
Selaras dengan pernyataan tersebut, berdasarkan penelitian (Mangunsong ,
2009) terhadap pengusaha perempuan yang berasal dari empat etnik yang berbeda di
Indonesia serta (Simatupang , 2009) terhadap pemimpin perempuan di birokrasi
pemerintah di Provinsi Sumatera Utara, terungkap bahwa sebagian besar subjek
menerapkan gaya kepemimpinan transformasional. Kepemimpinan transformasional
tampak pada fungsi memastikan bahwa bawahan telah mendapatkan pemahaman
yang jelas mengenai visi departemen, mengutamakan peningkatan perkembangan
pribadi dan profesional.
(Kelly, 2004; Parker & Matteson, 2006). Berlawanan dengan hal tersebut,
pemimpin laki-laki
menetapkan tuntutan terhadap bawahan, mengembangkan
kompetisi, dan lebih sedikit kompromi terhadap kesalahan. Pemimpin laki-laki
menetapkan pandangan instrumental terhadap suatu pekerjaan dan orang-orang yang
38
mengerjakannya serta tidak terlalu peduli terhadap rintangan yang dapat memicu
pertentangan. Para pemimpin laki-laki membuat batasan dalam relasi. Mereka
membatasi hubungan dengan bawahan hanya sebatas pada masalah pekerjaan. Hal
yang utama bagi pemimpin laki-laki adalah hasil akhir. Berdasarkan ciri-ciri tersebut
dapat dikatakan bahwa kepemimpinan laki-laki lebih mendekati gaya kepemimpinan
transaksional dan juga task oriented.
2.4
Kerangka Berfikir
Penelitian ini meliputi variabel pola komunikasi kepemimpinan laki-laki,
variabel pola komunikasi kepemimpinan wanita, dan variabel motivasi karyawan di
jelaskan dalam bentuk gambar sebagai berikut :
Gambar 2.2 Kerangka Berfikir
Berdasarkan pada uraian mengenai variabel-variabel tersebut yang telah
dijelaskan secara teoritis sebelumnya dengan penjelasan, pertma menunjukan
hubungan dari kepemimpinan laki-laki ke kepemimpin wanita,
lalu mengarah
kepada pengaruh dari kepemimpinan laki-laki dan kepemimpinan wanita ke pada
motivasi kerja karyawan. Pada variabel X1 dan X2 menggunakan perilaku
komunikatif dari Carl Jung (1923) yaitu (1) Berpikir, (2) Merasakan, (3) Mengamati
melalui indra (4) Mengamati melalui intuisi. Sedangkan variabel Motivasi karyawan
menggunakan teori dari Harzbreg yaitu (a) Prestasi (b) Penghargaan, (c) Hubungan
Internal (d) Status kedudukan (e) Pekerjaan itu sendiri (f) Gaji (g) Kebijakan
organisasi (h) Pengawasan, (i) Keamanan kerja, (j), Kondisi Kerja, dan (k)
Administrasi.
Download