BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Sebelumnya (State Of The Art) Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini akan dicantumkan beberapa penelitian yang sebelumnya telah dilakukan. Penelitian sebelumnya akan memperlihatkan persamaan dan perbedaan dengan penelitian setelahnya. Berdasarkan judul penelitian “Pengaruh Aliran Informasi Komunikasi Ke Bawah dan Gaya Kepemimpinan Terhadap Motivasi Karyawan (Studi Survey Departemen Human Capital, PT. WIJAYA KARYA (Persero) Tbk. Periode Maret – Juni 2015)” akan dibandingkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dengan judul di atas. Berikut adalah hasil penelitian sebelumnya yang disajikan dalam bentuk tabel: Tabel 2.1 Penelitian Sebelumnya (State of The Art) Nama Missy Melita Tahun 2013 Pengaruh Komunikasi Atasan – Bawahan Terhadap Motivasi Kerja Judul Karyawan Di PT. 3m Indonesia, Jakarta Komunikasi Atasan – Bawahan memiliki pengaruh sebesar 22.6% terhadap Motivasi Kerja, dan sisanya ditentukan oleh faktor lain yang Hasil Temuan tidak diketahui. Sedangkan angka persentase korelasi kedua variabel adalah sebesar 47.5%, yang mengindikasikan bahwa kondisi hubungan komunikasi atasan – bawahan terhadap motivasi kerja karyawan berada dalam level posifif dan sedang. Persamaan penelitian terdahulu dan penelitan sekarang sama – sama berfokus pada komunikasi atasan – bawahan terhadap motivasi karyawan. Selain itu, metode yang digunakan juga sama yaitu survey eksplanatif. Sedangkan perbedaan penelitian sebelumnya hanya menggunakan satu variabel bebas, yaitu komunikasi atasan – bawahan. Sedangkan untuk penelitian yang akan dilaksanakan menggunakan dua variabel bebas, yaitu aliran informasi komunikasi ke bawah dan gaya kepemimpinan. 7 8 Nama Sindu Mahendra Tahun 2013 Hubungan Komunikasi Vertikal Dengan Motivasi Kerja Karyawan PT. Judul United Tracktor, Tbk. Samarinda Dilihat dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus analisis korelasi Pearson Product Moment didapatkan hasil sebesar 2,91 yang artinya tingkat hubungan komunikasi vertikal terhadap motivasi kerja karyawan dikategorikan tinggi. Ini menunjukan bahwa komunikasi vertikal di PT. United Tractors, Tbk sangat tinggi karena adanya komunikasi yang baik. Kemudian hasil uji signifikansi pada thitung Hasil Temuan didapatkan hasil sebesar 2,91 dan ttabel 1,685 maka dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan yang signifikan pada komunikasi vertikal terhadap motivasi kerja karyawan yaitu Ha diterima thitung (2,91) > ttabel (1,685). Jadi dapat dikatakan bahwa semakin baik komunikasi vertikal yang dilakukan oleh karyawan maka tingkat motivasi kerja yang dimiliki karyawan akan menjadi lebih baik. Sebaliknya, karyawan yang kurang memiliki kemampuan dalam berkomunikasi di dalam kantor maka tingkat motivasi kerjanya juga akan rendah. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilaksanakan adalah mengukur komunikasi ke bawah atau downward communication terhadap motivasi kerja. Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Metode analisis data yang digunakan adalah model korelasi Pearson Product Moment. Untuk perbedaanya, penelitian sebelumnya mengukur komunikasi vertikal yang terdiri dari downward communication dan upward communication. Sedangkan penelitian yang akan dilaksanakan hanya mengukur downward communication. Sampel penelitian dalam penelitian ini ada 40 sampel, untuk penelitian yang akan dilaksanakan sampel hanya 35 sampel. 9 Nama / Tahun M.L. Voon, M.C. Lo, K.S. Ngui, N.B. Ayob Tahun 2011 The Influence of Leadership Styles on Employees’ Job Satisfaction in Judul Public Sector Organizations in Malaysia Penelitian ini ingin melihat pengaruh dari gaya kepemimpinan transaksional dan transformasional. Selain itu ingin melihat hubungan mana yang kuat dengan kepuasan kerja. Dua ratus eksekutif Malaysia yang bekerja di sektor publik secara sukarela berpartisipasi dalam penelitian ini. Dua jenis gaya kepemimpinan, yaitu transaksional dan Hasil Temuan transformasional ditemukan memiliki hubungan langsung dengan kepuasan kerja karyawan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan transformasional memiliki hubungan yang lebih kuat dengan kepuasan transformasional kerja. dianggap Ini berarti cocok untuk bahwa kepemimpinan mengelola organisasi pemerintah. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilaksanakan adalah meneliti dengan gaya kepemimpinan dalam sebuah organisasi. Penelitian yang sudah dilakukan dan yang akan dilakukan sama – sama ingin melihat pengaruh dan hubungan dari setiap variabel. Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilaksanakan adalah penelitian ini berfokus pada gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja, sedangkan penelitian yang akan dilaksanakan berfokus pada gaya kepemimpinan terhadap motivasi. Selain itu, penelitian ini menggunakan 200 responden sebagai sampel. Untuk penelitian yang akan dilakukan menggunak 35 responden sebagai sampelnya. Nama / Tahun R. Gopal & Rima Ghose Chowdhury Tahun 2014 Judul Leadership Styles And Employee Motivation: An Empirical Investigation In A Leading Oil Company In India Data yang dikumpulkan dari 50 responden dengan kelompok usia, latar Hasil Temuan belakang pendidikan, status pekerjaan, jenis kelamin yang berbeda. Kuesioner berisi berbagai unsur yang berbeda yang diambil dari (a) 10 Nama / Tahun R. Gopal & Rima Ghose Chowdhury Kepemimpinan Pengembangan Model, yang dikembangkan oleh Bass dan Avolio (1994) dan (b) Kerja Skala Motivasi. Instrumen menggunakan 29 pertanyaan pada gaya kepemimpinan dan 10 pertanyaan tentang Motivasi, pada 5 titik dan 7 titik skala masingmasing. Survey diberikan antara bulan Januari dan Maret 2014. Peneliti menemukan bahwa gaya kepemimpinan yang dominan adalah transformasional dan transaksional, dan karyawan cukup termotivasi. Hasil menunjukkan bahwa faktor gaya kepemimpinan yang berbeda akan memiliki dampak yang berbeda pada komponen motivasi karyawan. Persamaan penelitian yang sudah dilakukan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama – sama meneliti apakah adanya pengaruh gaya kepemimpinan terhadap motivasi kerja karyawan. Metode penelitian yang digunakan kuantitatif. Selain itu metode analisis data yang digunakan adalah model korelasi Pearson Product Moment. Sedangkan untuk perbedaan, penelitian sebelumnya menggunakan metode kuantitatif deskriptif dengan menggunakan random sampling. Untuk penelitian yang akan dilaksanaan menggunakan metode kuantitatif eksplanatif dengan nonprobability sampling. Nama / Tahun Syamim Binti Hashim Tahun 2013 Judul The Impact Of Transactional Leadership Style On Employees’ Job Satisfaction And How To Sustain The Employees’ Motivation Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menyelidiki dampak dari gaya kepemimpinan transaksional pada kepuasan kerja karyawan dan menentukan bagaimana mempertahankan motivasi karyawan. Setelah Hasil Temuan menganalisis data, bisa dikatakan bahwa gaya kepemimpinan transaksional memiliki hubungan positif terhadap kepuasan kerja karyawan. Imbalan dan manfaat menunjukkan dampak besar pada kepuasan kerja karyawan dan kinerja karena membantu untuk memotivasi karyawan untuk bekerja lebih baik. Lebih dari itu, 11 penghargaan dan manfaat juga menunjukkan bahwa faktor – faktor ini sangat berpengaruh dalam mempertahankan motivasi kerja karyawan. Persamaan dari penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama – sama mengukur gaya kepemimpinan terhadap motivasi kerja karyawan. Menggunakan metode kuantitatif. Selain itu penelitian sebelumnya juga menggunakan dua variabel bebas sama seperti penelitian yang akan dilakukan. Untuk perbedaannya, penelitian sebelumnya berfokus pada kepemimpinan transaksional. Untuk penelitian yang akan dilaksanakan, berfokus kepada kepemimpinan situasional. 2.2 Landasan Teori 2.2.1 Teori Informasi Organisasi Teori Informasi Organisasi adalah satu cara untuk menjelaskan bagaimana organisasi membuat informasi yang membigungkan atau ambigu menjadi masuk akal. Teori informasi organisasi merupakan sudut pandang dari komunikasi yang menganggap bahwa organisasi sebagai suatu sistem pemrosesan informasi (Rohim, 2009). Salah satu sumber daya penting dalam organisasi adalah informasi. Dengan menggunakan teori informasi sebagai dasar, informasi dalam pengertian untuk mengurangi ketidak pastian. Sebagaimana yang dipakai dalam teori informasi organisasi, konsep tidak mengacu pada makna, akan tetapi hanya memfokuskan titik perhatiannya pada banyaknya stimulus atau sinyal (Rohim, 2009). Teori ini fokus pada proses pengorganisasian anggota organisasi untuk mengelola informasi dari pada berfokus pada struktur organisasi itu sendiri. Katz dan Kahn dalam (Pace & Faules, 2010) mengemukakan ada lima jenis informasi yang biasanya dikomunikasikan dari atasan kepada bawahan : a. Informasi mengenai bagaimana melakukan pekerjaan. b. Informasi mengenai pekerjaan yang memerlukan tindakan pada waktu mendatang. c. Informasi mengenai kebijakan dan praktik – praktik organisasi. d. Informasi mengenai teguran atau pujian setiap pekerjaan. e. Informasi mengenai penyelesaian perselisihan di antara pegawai mengenai masalah kerja. 12 Teori informasi organisasi memiliki kedudukan penting dalam ilmu komunikasi, karena menggunakan komunikasi sebagai dasar atau basis bagaimana mengatur atau mengorganisasi manusia dan memberikan pemikiran rasional dalam memahami bagaimana manusia berorganisasi. Namun demikian, tugas mengelola atau memproses informasi tidaklah sekedar bagaimana memperoleh informasi; bagian tersulit adalah bagaimana memahami informasi dan mendistribusikan informasi yang diterima itu dalam organisasi. 2.2.2 Teori Gaya Kepemimpinan Situasional Teori gaya kepemimpinan situasional adalah teori yang paling banyak dikenal. Teori ini berfokus pada fenomena kepemimpinan di dalam situasi yang unik. Premis dari pendekatan ini adalah perbedaan situasi membutuhkan gaya kepemimpinan yang berbeda. Dari cara pandang ini, seorang pemimpin agar efektif harus mampu menyesuaikan gaya mereka terhadap tuntutan situasi yang berubah – ubah (Ruliana, 2014). Teori gaya kepemimpinan situasional menekankan bahwa kepemimpian terdiri atas dimensi arahan dan dimensi dukungan (Ruliana, 2014). Jadi dalam teori ini pemimpin harus memberikan arahan dan dukungan kepada bawahan secara tepat dengan memperhatikan situasi. Dari arahan dan dukungan tersebut, pemimpin harus mengevaluasi bawahan mereka dan menilai seberapa kompeten dan besar komitmen bawahan atas pekerjaan yang diberikan. Ruliana (2014) mengemukakan bahwa teori ini menyediakan empat pilihan gaya kepemimpinan. Keempat gaya tersebut melibatkan aneka kombinasi dari perilaku kerja dengan perilaku hubungan. Perilaku kerja meliputi penggunaan komunikasi satu arah, pendiktean tugas, dan pemberitahuan pada bawahan seputar hal apa saja yang harus mereka lakukan, kapan, dan bagaimana melakukannya. Pemimpin yang efektif menggunakan tingkat perilaku kerja yang tinggi pada sejumlah situasi dan hanya sekedarnya pada situasi lain. Perilaku hubungan meliputi penggunaan komunikasi dua arah, mendengar, memotivasi, melibatkan pengikut dalam memberikan dukungan emosional kepada mereka. Perilaku hubungan juga diberlakukan secara berbeda pada aneka situasi. 13 Gambar 2.1 Model Gaya Kepemimpinan Situasional Sumber : Pace dan Faules, 2006 Dalam gambar 2.1 tampak model gaya kepemimpinan yang menyerupai kurva berbentuk lonceng melalui keempat kuadran kepemimpinan. Untuk membuat penilaian yang cepat, ada empat gaya kepemimpinan situasional yang dikemukakan. a. Gaya 1 : Memberitahu (telling). Tugas berat, hubungan lemah. Gaya ini ditandai oleh komunikasi satu arah; disini pemimpin menentukan peranan anak-buah dan memberitahu apa, dimana, kapan, dan bagaimana cara mengerjakan berbagai macam tugas. b. Gaya 2 : mempromosikan (selling). Tugas berat, hubungan kuat. Gaya ini ditandai oleh usaha melalui komunikasi dua arah, meskipun hampir semua pengaturan menyediakan dilakukan dukungan oleh pemimpin. sosioemosional supaya Pemimpin juga anak-buah turut bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan. c. Gaya 3 : berpartisipasi (participating). Hubungan kuat, tugas ringan. Gaya ini ditandai oleh pemimpin dan anak buah yang sama – sama terlibat dalam pembuatan keputusan melalui komunikasi dua arah yang sebenarnya. Pemimpin lebih banyak terlibat dalam pemberian kemudahan karena anak buahnya memiliki kemampuan dan pengetahuan untuk menyelesaikan tugasnya. d. Gaya 4 : mewakilkan (delegating). Hubungan lemah, tugas ringan. Gaya ini ditandai oleh pemimpin yang membiarkan anak-buahnya bertanggung 14 jawab atas keputusan – keputusan mereka. Pemimpin mewakilkan keputusan kepada anak-buahnya karena mereka mempunyai tingkat kesiapan yang tinggi, bersedia serta mampu bertanggung jawab untuk mengatur perilaku mereka sendiri. 2.2.3 Hygiene-Motivator Theory (Teori Kesehatan-Motivator) Menurut Herzberg dalam (Ruliana, 2014) mencoba menentukan faktor – faktor apa yang memengaruhi motivasi dalam organisasi. Ia menemukan dua perangkat kegiatan yang memuaskan kebutuhan manusia, yakni : a. Kebutuhan yang berkaitan dengan kepuasan kerja atau disebut juga motivasi, meliputi prestasi, penghargaan, tanggung jawab, kemajuan atau promosi, pekerjaan itu sendiri, dan potensi bagi pertumbuhan pribadi. Bila faktor ini tidak ada di tempat kerja, karyawan akan kekurangan motivasi, namun tidak berarti tidak puas dengan pekerjaan mereka. b. Kebutuhan yang berkaitan dengan ketidakpuasan kerja disebut juga faktor pemeliharaan (maintenance) atau kesehatan (hygiene), meliputi, gaji, pengawasan, keamanan kerja, kondisi kerja, administrasi, kebijakan organisasi, dan hubungan antarpribadi dengan rekan kerja, atasan, dan bawahan di tempat kerja. Faktor ini berkaitan dengan lingkungan atau konteks pekerjaan alih – alih dengan pekerjaan itu sendiri. Bila faktor ini ditanggapi secara positif, karyawan tidak mengalami kepuasan atau tampak termotivasi; namun apabila faktor – faktor tersebut tidak ada, karyawan akan merasa tidak puas. Teori ini ingin menjelaskan untuk memotivasi karyawan dalam suatu perusahaan terdapat faktor – faktor yang harus diperhatikan. Ketika faktor – faktor sudah disediakan, akan nampak motivasi dari setiap karyawan. Selain itu, teori ini juga ingin memberitahukan bahwa ketika karyawan sudah termotivasi, mereka akan bisa ingin memningkatkan atau mempertahankan motivasi yang sudah ada. 2.2.4 Komunikasi Komunikasi adalah salah satu dari aktivitas manusia dan suatu topik yang amat sering diperbincangkan sehingga kata komunikasi itu sendiri memiliki arti beragam. Komunikasi memiliki variasi definisi dan rujukan yang tidak terhingga seperti : saling berbicara satu sama lain, televisi, penyebaran informasi, gaya rambut, 15 kritik sastra, dan masih banyak lagi. Hal ini adalah salah satu permasalahan yang dihadapi oleh para akademis terkait bidang keilmuan komunikasi (Ruliana, 2014). 2.2.4.1 Definisi Komunikasi Komunikasi atau communication berasal dari bahasa latin “communis”. Communis atau dalam bahasa Inggrisnya “commun” yang artinya sama. Apabila kita berkomunikasi (to communicate), ini berarti bahwa kita berada dalam keadaan berusaha untuk menimbulkan kesamaan (Rohim, 2009). Definisi lain tentang komunikasi seperti apa yang dikemukakan Moor dalam Ruliana (2014) adalah penyampaian pengertian antar individu. Dikatakannya semua manusia dilandasi kapasitas untuk menyampaikan maksut, hasrat, perasaan, pengetahuan, dan pengalaman dari orang yang satu kepada orang yang lain. Perlu diperjelas bahwa pandangan kita tentang komunikasi mencakup komunikasi tatap muka maupun komunikasi dengan menggunakan media. Dengan demikian, dapat didefinisikan lima istilah kunci dalam perspektif ini : sosial, proses, simbol, makna, dan lingkungan (Rohim, 2009). Sebagai mana dapat dilihat dalam gambar berikut : Lingkungan Sosial Simbol Komunikasi Makna Proses Gambar 2.2 Lima Kunci Komunikasi Sumber : Rohim, 2009 Dalam definisi di atas dinyatakan bahwa komunikasi adalah proses sosial, maksutnya adalah komunikasi selalu melibatkan manusia dalam berinteraksi, artinya komunikasi selalu melibatkan pengirim dan penerima yang memainkan peranan 16 penting dalam proses komunikasi. Komunikasi sebagai proses berarti komunikasi bersifat terus menerus, berkesinambungan, dan tidak memiliki akhir. Komunikasi juga dinamis, kompleks, dan senantiasa berubah. Istilah ketiga yang diasosiasikan dengan definisi komunikasi adalah simbol. Kata adalah simbol untuk konsep dan benda, misalnya kata kursi merepresentasikan benda yang kita duduki. Simbol biasanya telah disepakati bersama dalam sebuah kelompok, tetapi mungkin saja tidak dimengerti kelompok lainnya (Rohim, 2009). Selain proses dan simbol, makna juga memegang peranan penting dalam definisi komunikasi. Makna merupakan sesuatu yang di ambil seseorang dari suatu pesan. Dalam komunikasi, pesan dapat memiliki lebih dari satu makna dan bahkan berlapis – lapis makna, tanpa berbagi makna kita semua akan mengalami kesulitan dalam menggunakan bahasa yang sama. Istilah berikutnya adalah lingkungan. Lingkungan atau environment adalah situasi atau konteks dimana komunikasi terjadi. Dalam kategori ini terdiri dari beberapa elemen diantaranya waktu, tempat, periode sejarah, relasi, dan latar belakang budaya komunikator dan komunikan. 2.2.4.2 Tujuan Komunikasi Menurut Effendy (2007) setiap proses komunikasi yang dilakukan, pasti memiliki tujuan. Adapun tujuan – tujuan komunikasi adalah sebagai berikut: 1. Perubahan sikap (to change the attitude) 2. Perubahan pendapat/opini/pandangan (to change the opinion) 3. Perubahan perilaku (to change behavior) 4. Perubahan sosial (to change the society) Tujuan – tujuan komunikasi tersebut untuk mengarhkan seseorang dalam berkomunikasi. Melalui komunikasi dapat terlihat jelas maksut dari seseorang dalam menyampaikan pesan. 2.2.4.3 Fungsi Komunikasi William L. Gorden yang dikutip Mulyana (2007) mengkategorikan fungsi komunikasi menjadi empat, yaitu: 1. Sebagai komunikasi sosial Komunikasi penting untuk membangun konsep diri kita, aktualisasi-diri, kelangsungan hidup, memperoleh kebahagiaan, serta terhindar dari 17 tekanan. Jelas bahwa komunikasi dapat memupuk hubungan dengan orang lain demi mencapai tujuan bersama. 2. Sebagai komunikasi ekspresif Komunikasi ekspresif dapat dilakukan sendiri ataupun dalam kelompok. Komunikasi ini tidak bertujuan untuk mempengaruhi orang lain, namun dapat dilakukan sejauh komunikasi tersebut menjadi instrumen untuk menyampaikan perasaan – perasaan (emosi) kita. Perasaan tersebut terutama dikomunikasikan melalui pesan – pesan non-verbal. Seperti perasaan sayang, rindu, gembira, sedih, prihatin, takut, marah, dan lain – lain. 3. Sebagai komunikasi ritual Suatu komunitas sering melakukan upacara – upacara berlainan sepanjang tahun dan sepanjang hidup, yang disebut para antropolog sebagai rites of passage, mulai dari upacara kelahiran, sunatan, ulang tahun, pertunangan, pernikahan, hingga upacara kematian. Dalam acara – acara itu orang mengucapkan kata – kata atau menampilkan perilaku – perilaku tertentu yang bersifat simbolik. 4. Sebagai komunikasi instrumental Komunikasi instrumental mempunyai tujuan umum yaitu, menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap, keyakinan, dan perilaku. Komunikasi yang berfungsi memberitahu atau menerangkan yang mengandung makna persuasif dalam arti pembicara menginginkan pendengar mempercayai bahwa informasi yang disampaikannya akurat dan layak diketahui. Dapat disimpulkan bahwa fungsi komunikasi berkaitan dengan hal – hal yang dapat mengubah sikap dan perilaku seseorang. 2.2.5 Komunikasi Organisasi Definisi komunikasi organisasi menurut Pace & Faules yang dikutip oleh Rohim (2009) komunikasi organisasi dari dua perspektif yang berbeda. Pertama, 18 perspektif tradisional (fungsional dan objektif), mendefinisikan komunikasi organisasi sebagai pertunjukkan dan penafsiran pesan diantara unit – unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu. Kedua, perspektif interpretif (subjektif) memaknai komunikasi organisasi sebagai proses penciptaan makna atas interaksi yang merupakan organisasi. Atau menurut perspektif ini adalah “perilaku pengorganisasian” yang terjadi dan bagaimana mereka yang terlibat dalam proses itu berinteraksi dan memberi makna atas apa yang sedang terjadi. Jadi, dalam pengertian diatas, komunikasi organisasi dapat dimaknai dari dua perspektif yang berbeda. Sebagai penafsiran pesan di antara unit – unit dan sebagai proses penciptaan makna atas interaksi. Komunikasi organisasi menurut Deddy Mulyana, merupakan komunikasi terjadi dalam suatu organisasi, bersifat formal dan juga informal, dan berlangsung dalam jaringan yang lebih besar daripada komunikasi kelompok. Oleh karena itu, organisasi dapat diartikan sebagai kelompok dari kelompok – kelompok. Komunikasi organisasi sering melibatkan komunikasi antarpribadi. Komunikasi formal adalah komunikasi menurut struktur organisasi yakni komunikasi ke bawah, komunikasi ke atas, dan komunikasi horisontal. Sedangkan komunikasi informal tidak bergantung pada struktur organisasi, seperti komunikasi antar sejawat, juga termasuk selentingan dan gosip. Menurut Goldhaber dalam (Romli, 2014) mengatakan bahwa “organizational communications is the process of creating and exchanging messages within a network of interdependent relationship to cope with environmental uncertainty”. Jadi, berdasarkan definisi tersebut komunikasi organisasi adalah proses menciptakan dan saling menukar pesan dalam satu jaringan hubungan dan diberi batasan sebagai arus pesan yang sifat hubungannya saling bergantung satu sama lain untuk mengatasi lingkungan yang tidak pasti atau selalu berubah – ubah. Ronald Adler dan George pada Understanding Human Communication dalam (Rohim, 2009) menguraikan masing – masing fungsi dari dua arus komunikasi dalam organisasi. Petama adalah downward communication. Komunikasi ini berlangsung ketika orang – orang yang berbeda pada tatanan manajemen mengirimkan pesan kepada bawahannya. Fungsi arus komunikasi dari atas ke bawah diantaranya pemberian atau penyampaian instruksi kerja, penjelasan dari pimpinan tentang mengapa suatu tugas perlu untuk dilaksanakan, penyampaian informasi mengenai 19 peraturan – peraturan yang berlaku dan pemberian motivasi kepada karyawan untuk bekerja lebih baik. Sedangkan upward communication terjadi ketika bawahan mengirim pesan kepada atasannya. Fungsi arus komunikasi dari bawah ke atas ini adalah penyampaian informasi tentang pekerjaan ataupun tugas yang sudah dilaksanakan, penyampaian informasi tentang persolan – persoalan pekerjaan ataupun tugas yang tidak dapat diselesaikan oleh bawahan, penyampaian saran – saran perbaikan dari bawahan, penyampaian keluhan dari bawahan tentang dirinya sendiri maupun pekerjaannya. 2.2.6 Aliran Informasi Organisasi Arah aliran informasi dalam Organisasi sebagaimana dikemukakan oleh (Pace & Faules 2010) sebagai berikut : 1. Komunikasi ke Bawah (Downward Communication) Komunikasi ke bawah dalam sebuah organisasi berarti bahwa informasi mengalir dari jabatan berotoritas lebih tinggi kepada mereka yang berotoritas lebih rendah. Katz dan Kahn dalam (Pace & Faules, 2010) mengemukakan ada lima jenis informasi yang biasanya dikomunikasikan dari atasan kepada bawahan : a. Informasi mengenai bagaimana melakukan pekerjaan. b. Informasi mengenai dasar pemikiran untuk melakukan pekerjaan. c. Informasi mengenai kebijakan dan praktik – praktik organisasi. d. Informasi mengenai kinerja pegawai atau karyawan. e. Informasi untuk mengembangkan rasa memeliki tugas (sense of mission). Kebanyakan komunikasi ke bawah digunkan untuk menyampaikan pesan – pesan yang berkenaan dengan tugas – tugas dari pemeliharaan. Pesan – pesan yang disampaikan juga harus dikerjakan oleh bawahan. Pesan tersebut biasanya berhubungan dengan pengarahan, tujuan, disiplin, perintah, pertanyaan dan kebijaksanaan umum. 2.2.7 Gaya Kepemimpinan Konsep gaya menunjukan bahwa kita berurusan dengan kombinasi bahasa dan tindakan yang tampaknya menggambarkan suatu pola yang cukup konsisten. 20 Pola bahasan dan tindakan yang bagaimana, yang dapat digunakan seseorang untuk membantu orang lainnya mencapai hasil yang diinginkan? Tanpa mempertimbangkan suatu cara pandang tertentu, beberapa pendekatan yang berbeda meliputi, (1) mengendalikan atau mengarahkan orang lain, (2) memberi tantangan atau rangsangan kepada orang lain, (3) menjelaskan atau memberi instruksi kepada orang lain, (4) mendorong atau mendukung orang lain, (5) memohon atau membujuk orang lain, (6) melibatkan atau memberdayakan orang lain, dan (7) memberi ganjaran atau memperkuat orang lain (Pace & Faules, 2013). Setiap pendekatan untuk membantu orang lain mencapai hasil yang diinginkan seperti diatas, diterapkan melalui cara khusus dalam berbicara dan bertindak kepada orang lain. Misalnya dengan mengendalikan, dicapai melalui bahasan dan tindakan yang melarang atau membatasi apa yang boleh dilakukan seseorang. 2.2.7.1 Pendekatan Gaya Kepemimpinan Pendekatan gaya kepemimpinan menekankan pada perilaku seorang pemimpin. Ia berbeda dengan pendekatan sifat yang menekankan pada karakteristik pribadi pemimpin, juga berbeda dengan pendekatan keahlian yang menekankan pada kemampuan administratif pemimpin. Pendekatan gaya kepemimpinan berfokus pada apa yang benar – benar dilakukan oleh pemimpin dan bagaimana cara mereka bertindak. Pendekatan ini menganggap kepemimpinan apa pun selalu menunjukkan dua perilaku umum yaitu, perilaku kerja dan perilaku hubungan. Perilaku kerja memfasilitasi tercapainya tujuan. Perilaku hubungan membantu bawahan untuk merasa nyaman baik dengan diri sendiri, dengan orang lain, maupun dengan situasi dimana mereka berada. Tujuan untama pendekatan gaya kepemimpinan adalah menjelaskan bagaimana pemimpinan mengkombinasikan kedua jenis perilaku guna memengaruhi bawahan dalam upaya mencapai tujuan organisasi. 2.2.8 Motivasi Karyawan 2.2.8.1 Pengertian Motivasi Kata motivasi berasal dari kata latin yakni “Motive” yang berarti dorongan, daya penggerak atau kekuatan yang terdapat dalam diri organism yang menyebabkan organism itu bertindak atau berbuat. Selanjutnya diserap dalam bahasa inggris 21 motivation yang berarti pemberian motif, penimbulan motif atau hal yang menimbulkan dorongan atau keadaan yang menimbulkan dorongan (Ruliana, 2014). Cut Zurnali mengutip pendapat Fremout E. Kast dan James E. Rosenzweig (1970) yang mendifinisikan motive sebagai “a motive what prompts a person to act in a certain way or at least develop appropensity for specific behaviour. The urge to action can tauched off by an external stimulus, or it can be iternally generated in individual processes.” Motivasi adalah apa yang mendorong seseorang untuk melakukan sebuah tindakan atau setidaknya mengarahkan manusia ke perilaku tertentu. Dorongan itu bisa berasal dari faktor luar dan dapat juga lahir dari dalam diri manusia tersebut (Ruliana, 2014). Kekuatan motivasi dari sumber daya manusia, sangat dipengaruhi faktor extrinsic (motivasi yang ditimbulkan oleh “dorongan buatan”), intrinsic (motivasi yang ditimbulkan dari dalam dirinya) dan lingkungan. Selain itu ada aspek lain yaitu faktor pemeliharaan budaya dan nilai – nilai yang terkandung dalam organisasi yang dapat mendorong prestasi kerja yang lebih tinggi. Motivasi extrinsic dalam realitasnya memiliki daya tahan yang lebih kuat dibandingakan motivasi intrinsic. Hal ini terjadi karena faktor extrinsic bisa saja justru mengakibatkan daya motivasi individu berkurang ketika faktor extrinsic tersebut mengecewakan seorang individu (Ruliana, 2014). Lingkungan SUMBER DAYA MANUSIA Yang dikerjakan Extrinsic Kekuatan Motivasi Yang dirasakan Intrinsic Lingkungan Gambar 2.3 Dua Bentuk Dasar Timbulnya Motivasi Sumber : Ruliana, 2014 22 Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik sebuah pemahaman bahwa motif kerja merupakan daya dorong untuk melakukan sesuatu (kerja). Sedangkan motivasi kerja merupakan suatu proses atau usaha yang mengarahkan sikap atau perilaku manusia dalam bekerja untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dalam dirinya dan tujuan organisasi merupakan indikator dan proses motivasi kerja. Pencapaian tujuan motivasi kerja sebagaimana diharapkan menghasilkan efektivitas, produktifitas, dan hasil kerja yang efisien, baik bagi individu yang bersangkutan maupun bagi organisasi. Sedengkan perbaikan dan penyempurnaan motivasi kerja selalu merasa tidak puas untuk meningkatkan kerja yang lebih baik, hal ini dilakukan setelah tujuan tercapai, sehingga dorongan dari kebutuhan dan hasil kerja di masa yang akan datang akan menimbulkan kinerja yang lebih baik (Ruliana, 2014). Dunia Pribadi Wilayah Tindakan Motif – Motif Tujuan Pribadi Manajer Dunia Organisatoris Pekerjaan Pelaksanaan Pekerjaan Gambar 2.4 Hubungan antara Motivasi dengan Pelaksanaan Pekerjaan Sumber : Ruliana, 2014 Gambar diatas memperlihatkan motif – motif individual (kebutuhan – kebutuhan pokok, keinginan – keinginan) yang apabila diterjemahkan ke dalam dunia pribadi menjadi tujuan – tujuan pribadi. Tujuan – tujuan pribadi dalam konteks organisasi – organisasi dinyatakan dalam bentuk pekerjaan – pekerjaan, posisi – posisi, kewajiban – kewajiban. Definisi organisatoris tentang perilaku tujuan pribadi adalah pelaksanaan pekerjaan (job performance). Jadi para manajer mementingkan 23 pelaksanaa pekerjaan, pekerjaan – pekerjaan, tujuan – tujuan pribadi, dan motif – motif. 2.2.9 Aliran Informasi Komunikasi Ke Bawah Dan Gaya Kepemimpinan Terhadap Motivasi Karyawan Berbagai penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa aliran informasi komunikasi ke bawah mempunyai korelasi dengan motivasi kerja karyawan. Ditemukan variabel komunikasi ke bawah mempengaruhi motivasi kerja karyawan berdasarkan jurnal “Pengaruh Komunikasi Atasan-Bawahan Terhadap Motivasi Kerja Karyawan Di PT. 3m Indonesia, Jakarta” yang ditulis oleh Missy Melita pada tahun 2013. Dalam hal ini Missy menarik kesimpulan jika komunikasi atasanbawahan merupakan wujud komunikasi, dan terbukti mampu memberikan dampak yang signifikan terhadap keadaan psikologis bawahan, yang tercermin dari tingkat motivasi mereka dalam bekerja. Melalui penelitian ini, Melita berusaha untuk memberikan suatu pemahaman kepada perusahaan tempat peneliti melakukan survey bahwa komunikasi atasan-bawahan yang terjalin dengan baik, merupakan alat utama yang membuat bawahan termotivasi untuk bekerja dan berprestasi. Sehingga di masa depan komunikasi antara atasan dan bawahan bisa lebih ditingkatkan (Melita, 2013). Berdasarkan penelitian R Gopal & Rima Ghose Chowdhury di India pada tahun 2014, ditemukan bahwa gaya kepemimpinan yang dominan pada perusahaan minyak ini adalah transformasional dan transaksional. Dijelaskan lebih lanjut, gaya kepemimpinan transformasional adalah proses mempengaruhi perubahan dalam sikap dan asumsi anggota organisasi dan membangun komitmen untuk misi atau tujuan organisasi. Sedangkan gaya kepemimpinan transaksional didasarkan pada otoritas birokrasi dan legitimasi di dalam organisasi. Gaya Kepemimpinan transaksional pada hakekatnya menekankan bahwa seorang pemimpin perlu menentukan apa yang perlu dilakukan para bawahannya untuk mencapai tujuan organisasi. Disamping itu, pemimpin transaksional cenderung memfokuskan diri pada penyelesaian tugas – tugas organisasi. Untuk memotivasi agar bawahan melakukan tanggungjawab mereka, para pemimpin transaksional sangat mengandalkan pada sistem pemberian penghargaan dan hukuman kepada bawahannya. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba memahami bahwa faktor gaya kepemimpinan yang berbeda akan memiliki dampak yang berbeda pada komponen motivasi karyawan (Gopal & Chowdhury, 2014). 24 Selanjutnya berdasarkan pernyataan Syamim Binti Hashim dalam jurnal berjudul “The Impact Of Transactional Leadership Style On Employees’ Job Satisfaction And How To Sustain The Emploees’ Motivation” menyatakan jikalau gaya kepemimpinan transaksional memiliki hubungan positif terhadap kepuasan kerja karyawan. Imbalan dan manfaat menunjukkan dampak besar untuk memotivasi karyawan untuk bekerja lebih baik (Hashim, 2013). Berdasarkan penelitian – penelitian sebelumnya, peneliti menyimpulkan bahwa terdapat hubungan dan pengaruh antara aliran informasi komunikasi ke bawah dan gaya kepemimpinan terhadap motivasi karyawan. Terbukti pada penelitian – penelitian sebelumnya komunikasi ke bawah, gaya kepemimpinan, dan motivasi memiliki indikator – indikator yang dapat di ukur. 2.2.10 Kerangka Pemikiran X1 Aliran Informasi Komunikasi Ke Bawah Y Motivasi Karyawan X2 Gaya Kepemimpinan 1. X1 Y X2 2. X1 Y X1 Gambar 2.5 Kerangka Pemikiran Sumber : Peneliti, 2015 25 Pada kerangka pertama, ingin menjelaskan apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara aliran informasi komunikasi ke bawah terhadap motivasi karyawan, dan apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara gaya kepemimpinan terhadap motivasi karyawan. Pada kerangka kedua, ingin menjelaskan apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara aliran informasi komunikasi ke bawah dan gaya kepemimpinan terhadap motivasi karyawan. Selain itu pada kerangka kedua juga ingin menjelaskan apakah terdapat hubungan yang signifikan antara aliran informasi komunikasi ke bawah dan gaya kepemimpinan terhadap motivasi karyawan. 26