BAB II 2.1 LANDASAN TEORI Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia adalah suatu manajemen yang khusus mempelajari hubungan dan peranan manusia dalam organisasi perusahaan.Unsur MSDM adalah manusia yang merupakan tenaga kerja pada perusahaan, fokus yang dipelajari MSDM ini hanya masalah yang berhubungan dengan tenaga kerja manusia saja. Manusia selalu berperan aktif dan dominan dalam setiap kegiatan organisasi, karena manusia menjadi perencanaan, perilaku, dan penentu terwujudnya tujuan organisasi.Tujuan tidak mungkin terwujud tanpa peran aktif karyawan meskipun alat-alat yang dimiliki perusahaan begitu canggihnya.Alat-alat canggih yang dimiliki perusahaan tidak ada manfaatnya bagi perusahaan.Jika peran aktif karyawan tidak diikutsertakan.Mengatur karyawan adalah sulit dan kompleks, karena mereka mempunyai pikiran, perasaan status, keinginan, dan latar belakang yang heterogen yang dibawa ke dalam organisasi.Karyawan tidak dapat diatur dan dikuasai sepenuhnya seperti mengatur mesin, modal, atau gedung. Hasibuan (2007 : 10) mengemukakan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Gomes (2009 : 4) mengemukakan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah pengembangan dan pemanfaatan personil (pegawai) bagi pencapaian yang efektif mengenai sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan individual, organisasi, masyarakat, nasional, dan internasional. Simamora (2005 : 4) bahwa manajemen sumber daya manusia adalah pendayagunaan pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa, dan pengelolaan individu anggota organisasi atau kelompok karyawan. 2.1.1 Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia Tujuan utama manajemen sumber daya manusia adalah untuk meningkatkan kontribusi pegawai terhadap organisasi dalam rangka mencapai produktivitas 7 8 organisasi yang bersangkutan.Hal ini dapat dipahami karena semua kegiatan organisasi tergantung kepada manusia yang mengelola organisasi yang bersangkutan.Oleh sebab itu, sumberdaya manusia tersebut harus dikelola agar dapat berdaya guna dan berhasil guna dalam mencapai tujuan organisasi. Tujuan tersebut menurut Sedarmayanti (2010 : 7) dapat dijabarkan ke dalam 4 tujuan yang lebih operasional yaitu sebagai berikut : 1. Tujuan Masyarakat (Social Objective) Tujuan masyarakat adalah untuk bertanggung jawab secara sosial, dalam hal kebutuhan dan tantangan yang timbul dan masyarakat. 2. Tujuan Organisasi (Organization Objective) Tujuan organisasi adalah untuk melihat bahwa manajemen sumber daya manusia itu ada (exist), maka perlu adanya kontribusi terhadap pendayagunaan organisasi secara keseluruhan. 3. Tujuan Fungsi (Functional Objective) Tujuan fungsi adalah untuk memelihara kontribusi bagian lain agar mereka (sumber daya manusia dalam tiap bagian) melaksanakan tugasnya secara optimal. 4. Tujuan Personal (Personal Objective) Tujuan personal adalah untuk membantu pegawai dalam mencapai tujuan pribadinya, guna mencapai tujuan organisasi.Tujuan pribadi pegawai diharapkan dapat dipenuhi, dan ml sudah merupakan motivasi dan pemeliharaan terhadap pegawai yang bersangkutan. Guna mencapai tujuan manajemen sumber daya manusia yang telah dikemukakan, maka suatu bagian atau departemen sumber daya manusia harus mengembangkan, mempergunakan dan memelihara pegawai (sumber daya manusia) agar semua fungsi organisasi dapat berjalan seimbang. Kegiatan manajemen sumber daya manusia merupakan bagian dan proses manajemen sumber daya manusia yang paling sentral dan merupakan rantai kunci dalam mencapai tujuan organisasi. Kegiatan manajemen sumber daya manusia akan berjalan lebih lancar, bila memanfaatkan fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia. “Orang-orang adalah aset kami yang paling penting” banyak organisasi menggunakan kalimat itu, atau istilah lain yang serupa untuk mengetahui peran penting yang dimainkan karyawan bagi keberhasilan organisasi. Organisasi menyadari bahwa manajer harus terlibat dalam sejumlah kegiatan manajemen 9 sumber daya manusia, bahkan dalam organisasi besar yang mempunyai departemen SDM khusus.Manajer mewawancarai calon pelamar, mengorientasi karyawan baru, dan mengevaluasi kinerja pekerjaan karyawan. Mencapai keberhasilan bersaing melalui SDM memerlukan perubahan fundamental dalam cara berpikir manajer tentang karyawannya dan bagaimana manajer memandang hubungan kerja. Hal itu mencakup bekerja dengan dan melalui orang-orang dan melihat mereka sebagai mitra, tidak hanya sebagai biaya yang harus diminimalkan atau dihindari. Selain potensi pentingnya sebagai bagian dari strategi organisasi dan sumbangan terhadap keunggulan bersaing praktik manajemen SDM telah terbukti mempunyai dampak yang besar pada kinerja organisasi 2.1.3 Proses Manajemen Sumber Daya Manusia Ada beberapa komponen penting proses manajemen sumber daya manusia organisasi, yang terdiri atas delapan kegiatan untuk mengisi staf organisasi dan mempertahankan kinerja karyawan yang tinggi. Tiga kegiatan pertama menjamin bahwa karyawan yang berkompeten dapat diidentifikasikan dan dipilih, dua kegiatan berikutnya mencakup memberikan kepada karyawan pengetahuan dan keahlian yang up to date, dan tiga kegiatan terakhir mencakup memastikan bahwa organisasi mempertahankan karyawan yang kompeten dan berkinerja yang baik yang mampu terus menerus menghasilkan kinerja yang tinggi. 2.2 Motivasi 2.2.1 Definisi Motivasi Kerja Motivasi adalah semangat dalaman yang kuat untuk mencapai sesuatu (Zakaria, 2005, p. 13).Motivasi dapat diperoleh dari desakan dari hati dan naluri seseorang untuk membuat suatu tindakan yang sesuai dengan keperluan, kehendak, kemahuan seseorang.Motivasi berasal dari bahasa Inggris yang merupakan gabungan antara motive dan action.Motivasi merupakan salah satu masalah kompleks dalam perusahaan karena kebutuhan dan keinginan setiap anggota dalam perusahaan berbeda.Menurut Robbins (2008, p.216), mendefinisikan motivasi yaitu keinginan untuk mencapai suatu 10 tujuan kerja dengan mengarahkan segala kemampuan yang dimiliki.Suatu indikasi yang menunjukkan hilangnya motivasi untuk bekerja menurut Nitisemito dalam Darmawan (2013, p.78), tingkat absensi yang semakin meningkat dan tinggi.Nawawi dalam Darsono dan Siswandoko (2011, p.149), kata motivasi berasal dari kata dasar motive yang artinya dorongan, sebab, atau alasan manusia melakukan tindakan secara sadar.Setiap anggota perusahaan pasti memiliki tujuan pribadi masing-masing. Jika terjadi kesenjangan antara tujuan pribadi dengan tujuan organisasi, maka akan membuat ketidaknyamanan di kerja. Hal inilah yang mampu menyebabkan kerugian bagi perusahaan. Motivasi kerja menurut Sunyoto (2012,p11), adalah bagaimana cara mendorong semangat kerja seseorang, agar mau bekerja dengan memberikan secara optimal kemampuan dan keahliannya guna mencapai tujuan organisasi. Motivasi diperlukan agar mampu membuat karyawan memiliki keinginan untuk bekerja keras dan antusias untuk mencapai produktivitas kerja yang tinggi.Berdasarkan beberapa pendapat dari para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja adalah kondisi dimana seseorang semangat untuk melakukan pekerjaannya secara optimal untuk mencapai tujuan perusahaan. 2.2.2 Indikator Motivasi Kerja Sedangkan menurut Robbins dalam Susanto dan Anisah (2013) indikator yang digunakan dalam mengukur motivasiadalah : 1. Faktor Intrinsik : berkaitan dengan motivasi yang ada dalam diri sendiri yaitu kemajuan, pengakuan, tanggung jawab, dan pencapaian 2. Faktor Ekstrinsik : motivasi yang diperoleh dari luar yaitu pengawasan, imbalan kerja, kebijaksanaan perusahaan dan kondisi-kondisi kerja 2.2.3 Teori Motivasi Kerja Untuk mencapai keefektivan motivasi, maka diperlukan teori-teori motivasi dari para ahli sebagai pendukungnya. Teori-teori motivasi dalam Malayu S.P Hasibuan (2005) adalah sebagai berikut : 11 a) Teori Motivasi Mc Cleland Menurut David Mc Cleland terdapat tiga macam kebutuhan yang perlu diperhatikan pegawai yaitu : Kebutuhan akan prestasi (needs for achievement = nAch), kebutuhan akan kelompok pertemanan (needs for affliliation = nAff) dan kebutuhan akan kekuasaan (needs for power = nPower), dimana apabila kebutuhan seseorang terasa sangat mendesak, maka kebutuhan itu akan memotivasi orang tersebut untuk berusaha keras memenuhinya. Berdasarkan teori ini kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat dibangun dan dikembangkan melalui pengalaman dan pelatihan. Orang yang tinggi dalam nAch akan lebih menyukai pekerjaan dengan tanggung jawab individu, umpan balik dari kinerja, dan tujuan yang menantang. b) Teori Herzberg Teori Dua Faktor (Two-Factor Theory) yang dikemukakan oleh Frederick Herzberg merupakan kerangka kerja lain untuk memahami implikasi motivasional dari lingkungan kerja dan ada dua faktor di dalam teori ini yaitu faktor-faktor higienis (sumber ketidakpuasan) dan faktor-faktor pemuas (sumberkepuasan) dalam teorinya Herzberg menyakini bahwa kepuasan kerja memotivasi pada kinerja yang lebih baik. Faktor higienis seperti kebijakan organisasi, supervisi dan gaji dapat menghilangkan ketidakpuasan.Faktor ini berhubungan erat dengan pekerjaan. Perbaikan hubungan pekerjaan tidak mengarah pada kepuasan yang lebih besar, tetapi diharapkan akan mengurangi ketidakpuasan. Dilain pihak, motivator atau pemuas seperti pencapaian, tanggung jawab dan penghargaan mendukung pada kepuasan kerja.Motivator berhubungan erat dengan kerja itu sendiri atau hasil langsung yang diakibatkannya, seperti peluang promosi, peluang pertumbuhan personal, pengakuan tanggung jawab dan prestasi.Perbaikan dalam isi pekerjaan mendorong pada peningkatan kepuasan dan motivasi untuk bekerja lebih baik. 2.3 Gaya Kepemimpinan Transaksional 12 2.3.1 Definisi Gaya Kepemimpinan Transaksional Kepemimpinan transaksional adalah pemimpin dan pengikut bertindak sebagai pelaku tawar-menawar dalam suatu proses pertukaran yang melibatkan imbalan dan hukuman. (Pounder dan Brown dalam Munawaroh, 2011).Thota (2007, p.64) mendefinisikan gaya kepemimpinan sebagai cara yang digunakan oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi bawahan agar hendak melaksanakan tugas dan kewajiban sesuai dengan yang diharapkan agar tercapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Gaya kepemimpinan adalah seni seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi (Hasibuan, 2008, p.197). Salah satu gaya kepemimpinan adalah transactional leadership (Ehrhart, 2004). Pemimpin di suatu perusahaan mungkin memiliki kedua gaya kepemimpinan tersebut karena setiap pemimpin pasti memiliki gaya kepemimpinan mereka masing-masing. Gaya kepemimpinan transaksional adalah pemimpin yang memberikan pertukaran antara bawahan dan atasan, seperti hadiah yang disediakan atas usaha yang dilakukan oleh karyawan tersebut (Bums dalam Mahdinezhad, 2013). Berdasarkan definisi tersebut dapat dikatakan bahwa gaya kepemimpinan transaksional dapat membuat suatu karyawan menghargai atau menghormati atasan karena reward yang diberikan oleh pemimpin tersebut. 2.3.2 Jenis-Jenis Kepemimpinan Kartini kartono ( 2010, p9) membagi jenis kepemimpinan menjadi 2, yaitu: - Pemimpin Formal Seseorang yang dipilih oleh organisasi / lembaga tertentu ditunjukan sebagai pemimpin, berdasarkan keputusan dan promosi secara resmi untuk memangku suatu jabatan dalam struktur organisasi, dengan segala hak dan kewajiban yang berkaitan dengannya, untuk mencapai tujuan organisasi. - Pemimpin Informal Seseorang yang tidak mendapatkan pengakuan formal sebagai pemimpin namun karena ia memiliki sejumlah kualitas unggul, ia mencapai 13 kedudukan sebagai seseorang yang mampu memengaruhi kondisi psikis dan prilaku suatu kelompok atau masyarakat. 2.3.3 Fungsi Kepemimpinan Menurut Adair dalam Suwanto dan Priansa (2011,p148) memberikan beberapa contoh tentang fungsi kepemimpinan yaitu: 1) Perencanaan, mencari semua informasi yang tersedia, mendefinisikan tugas, maksud atau tujuan kelompok, membuat rencana yang dapat terlaksana. 2) Pemrakarsaan, memberikan pengarahan pada kelompok mengenai sasaran dan rencana, menjelaskan mengapa menetapkan sasaran atau rencana merupakan hal penting, membagi tugas pada anggota kelompok, menetapkan standar kelompok. 3) Pengendalian, memelihara antara kelompok, mempengaruhi tempo, memastikan semua tindakan diambil dalam upaya meraih tujuan, menjaga relevansi diskusi, mendorong kelompok mengambil tindakan/keputusan. 4) Pendukung, mengungkap pengakuan terhadap orang dan kontribusi mereka, member semangat pada kelompok/individu, menciptakan semangat tim, meredakan ketegangan. 5) Penginformasian, memperjelas tugas dan rencana, memberikan informasi kepada kelompok, membuat ringkasan atas usul dan gagasan yang masuk akal. 6) Pengevaluasian, mengevaluasi kelayakan gagasan, mengevaluasi prestasi kelompok. 2.3.4 Faktor-Faktor dan Efektivitas Kepemimpinan Menurut Herujito (2006,p202), menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas pemimpin diantaranya sebagai berikut : 1) Kepribadian, pengalaman masa lampau dan harapan pemimpin 2) Perilaku atasan 3) Kebutuhan tugas 4) Karaterisitik, pengharapan dan perilaku bawahan 14 5) Iklim dan kebijaksanaan organisasi 6) Perilaku rekan 2.3.5 Indikator Gaya Kepemimpinan Transaksional Menurut Pounder dan Brown dalam Munawaroh (2011), Gaya kepemimpinan transaksional memiliki dua dimensi yaitu : 1. Aktif : Pemimpin mengawasi dan mencari penyimpangan atas berbagai aturan dan standar, serta mengambil tindakan korektif 2. Pasif : Pemimpin melakukan intervensi hanya bila standar tidak tercapai 2.4 Kinerja Karyawan 2.4.1 Definisi Kinerja Karyawan Tercapainya suatu tujuan perusahaan sangat ditentukan oleh kinerja para karyawannya.Hal ini dikarenakan karyawan merupakan pemeran atau yang menjalankan tugas maupun aktivitas yang ada dalam perusahaan. Kinerja karyawan yang bernilai positif akan memberikan citra yang positif kepada perusahaan. Sehingga perusahaan akan mampu kompetitif dan bersaing dengan perusahaan lain yang bergerak di bidang usaha yang sejenis. Sedangkan kinerja karyawan yang negatif akan menghambat pencapaian tujuan-tujuan perusahaan, bahkan mampu menurunkan citra perusahaan. Kinerja karyawan yang negatif dapat dilihat dari disiplin kerja dan absensi karyawan tersebut. Menurut Simamora dalam Parjanti, Hendra dan Nurlela(2014) kinerja karyawan adalah tingkat terhadapnya para pegawai mencapai persyaratan pekerjaan secara efisien dan efektif. Menurut Mangkunegara dalam Syauta (2012), kinerja karyawan adalah hasil pekerjaan dalam kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam melakukan tanggung jawabnya.Berdasarkan pengertian Mangkunegara, kinerja karyawan hanyalah dilihat dari seberapa besar kualitas dan jumlah yang dihasilkan (baik itu produk dan jasa). Sedangkan menurut Suwatno dan Priansa (2011,p. 196), kinerja diartikan sebagai prestasi kerja atau pelaksanaan kerja atau hasil unjuk kerja. Kinerja 15 merupakan hasil dari suatu proses yang dilakukan manusia. Jadi dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan adalah suatu pencapaian hasil kerja yang dilakukan oleh manusia pada periode waktu tertentu.Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa begitu pentingnya kinerja karyawan dalam pencapaian tujuan perusahaan. 2.4.2 Indikator Kinerja Karyawan Menurut Bernadine dalam Parjanti, Hendra dan Nurlela (2014), dimensi yang digunakan dalam mengukur kinerja karyawan adalah : 1. Kualitas : Tingkat dimana hasil aktifitas yang dilakukan mendekati sempurna, dalam arti menyesuaikan beberapa cara ideal dari penampilan aktifitas ataupun memenuhi tujuan yang diharapkan dari suatu aktifitas. 2. Kuantitas : Jumlah yang dihasilkan dalam istilah jumlah unit, jumlah siklus aktifitas yang diselesaikan 3. Ketepatan waktu : Tingkat suatu aktifitas diselesaikan pada waktu awal yang diinginkan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktifitas lain. 4. Efektifitas : Tingkat penggunaan sumber daya manusia organisasi dimaksimalkan dengan maksud menaikkan keuntungan atau mengurangi kerugian dari setiap unit dalam penggunaan sumber daya 5. Kemandirian : Tingkat dimana seorang pegawai dapat melakukan fungsi kerjanya tanpa meminta bantuan / bimbingan dari pengawas atau meminta turut campurnya pengawas untuk menghidari hasil yang merugikan. 2.4.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Kinerja setiap individu atau pegawai dipengaruhi oleh banyak faktor yang dapat digolongkan pada tiga kelompok, yaitu kompetisi individu orang yang bersangkutan, dukungan organisasi dan dukungan manajemen (Simanjuntak, 2005).Dan Menurut Hasibuan (2006) mengungkapkan bahwa kinerja merupakan gabungan tiga faktor penting, yaitu kemampuan dan minat seorang pekerja, kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas dan peran serta tingkat motivasi pekerja. Apabila kinerja tiap individu atau pegawai baik, maka diharapkan kinerja perusahaan akan baik pula. Sedangkan menurut 16 Mangkunegara (2006), faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja yang baik faktor individu dan faktor lingkungan kerja organisasi, yaitu : 1) Faktor Individu Secara psikologis, individu yang normal yang memiliki integritas yang tinggi antara fungsi psikis (rohani) dan fisiknya (jasmaniah).Dengan adanya integritas yang tinggi antara fungsi psikis dan fisik, maka inidividu tersebut memiliki konsentrasi diri yang baik.Konsentrasi yang baik ini merupakan modal utama individu manusia untuk mampu mengelola dan mendayagunakan potensi dirinya secara optimal dalam melaksanakan kegiatan atau aktivitas kerja sehari-hari dalam mencapai tujuan organisasi. Dimana jika diuraikan, faktor individu dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: a) Pengetahuan (Knowledge) Yaitu kemampuan yang dimilki pegawai yang lebih berorientasi pada intelegensi dan daya pikir serta penguasaan ilmu yang luas yang dimiliki pegawai.Pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, media dan informasi yang diterima. b) Keterampilan (Skill) Kemampuan dan penguasaan teknis operasional dibidang tertentu yang dimiliki pegawai. Seperti keterampilan konseptual (Conseptual Skill), keterampilan manusia (Human Skill), dan keterampilan teknik (Technical Skill) c) Faktor motivasi (Motivation) Motivasi diartikan sebagai suatu sikap pimpinan dan pegawai terhadap situasi kerja dilingkungan perusahaannya. Mereka yang bersikap positif terhadap situasi kerjanya akan menunjukan motivasi kerja yang tinggi, sebaliknya jika mereka bersifat negatif terhadap situasi kerjanya akan menunjukan motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud mencakup antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan pemimpin, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja. 17 2) Faktor Lingkungan Organisasi Faktor lingkungan organisasi yang mempengaruhi prestasi kerja individu yang dimaksud antara lain uraian jabatan yang jelas, autoritas yang memadai, target kerja yang menantang, pola komunikasi kerja efektif, hubungan kerja harmonis, iklim kerja respek dan dinamis, peluang berkarir dan fasilitas kerja yang relatif memadai. 2.4.4 Aspek-aspek Kinerja Mangkunegara (2010: 17-18) mengemukakan aspek-aspek yang dinilai dalam kinerja mencakup: kesetiaan, hasil kerja, kejujuran, kedisiplinan, kerjasama, kepemimpinan, kepribadian, prakarsa, kecakapan, dan tanggung jawab. Sedangkan menurut Husein Umar dalam Mangkunegara (2007: 18), membagi aspek-aspek kinerja sebagai berikut: 1) Mutu Pekerjaan 6) Kerja Sama 2) Kejujuran Karyawan 7) Keandalan 3) Inisiatif 8) Pengetahuan tentang pekerjaan 4) Kehadiran 9) Tanggung Jawab 5) Sikap 10) Pemanfaatan waktu kerja Setelah menjelaskan pengertian dan teori dari kinerja karyawan, Faktor-Faktor yang mempengaruhi Kinerja, dan Aspek-Aspek Kinerja maka dapat diambil keputusan dalam menentukan kerangka pemikiran tersebut. 2.5 Penelitian Terdahulu Sebelum membuat kerangka pemikiran dalam penelitian ini dibentuk berdasarkan studi terdahulu / penelitian terdahulu berikut ini : Dalam penelitian Widyaningrum (2011) mengenai “Influence of Motivation and Culture on Organizational Commitment and Performance of Employee of Medical Services”, penelitian ini menunjukan bahwa motivasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan. Motivasi yang tinggi membuat karyawan lebih bertanggung jawab dalam pekerjaannya. Peningkatan performa kerja karyawan akan meningkatkan nilai dari organisasi itu sendiri dan produktivitas karyawan. Kinerja karyawan tidak hanya dipengaruhi oleh motivasi kerja, tetapi juga 18 gayakepemimpinan yang dominan di perusahaan / organisasi. Penelitian Fernandes dan Awamleh (2011) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan transaksional memiliki pengaruh terhadap kinerja karyawan. Penelitian ini dilakukan di perusahaan United Arab Emirates (UAE) yang merupakan perusahaan internasional. Sundi (2013) juga melakukan penelitian mengenai motivasi kerja dan gaya kepemimpinan transaksional. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa motivasi kerja berpengaruh sebesar 0.698 sedangkan gaya kepemimpinan transaksional berpengaruh sebesar 0.173 terhadap kinerja karyawan. Penelitian ini dilakukan di Konawe Education di Sulawesi. 2.6 Kerangka Penelitian Berdasarkan studi terdahulu, maka kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Motivasi Kerja Kinerja Karyawan Gaya Kepemimpinan Transaksional Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran 2.7 Hipotesis Menurut (Sekaran, 2006, p135),hipotesis adalah hubungan yang diperkirakan secara logis diantara dua atau lebih variable yang diungkapkan dalam bentuk pertanyaan yang dapat diuji. Adapun hipotesis yang peneliti rancang adalah hipotesis yang bersifat asosiatif, yang menjelaskan bagaimana hubungan dan pengaruh atau kontribusi antar variabelnya.Berikut ialah hipotesis yang peneliti rancang dalam penelitian ini: 1) Untuk T – 1 19 Ho = Tidak ada pengaruh variabel motivasi kerja secara parsial terhadap kinerja karyawan. Ha = Ada pengaruh variabel motivasi kerja secara parsial terhadap kinerja karyawan. 2) Untuk T – 2 Ho = Tidak ada pengaruh variabel gaya kepemimpinan transaksional secara parsial terhadap kinerja karyawan. Ha = Ada pengaruh variabel gaya kepemimpinan transaksional secara parsial terhadap kinerja karyawan. 3) Untuk T – 3 Ho = Tidak ada pengaruh motivasi kerja dan gaya kepemimpinan transaksional secara simultan terhadap kinerja karyawan Ha = Ada pengaruh motivasi kerja dan gaya kepemimpinan transaksional secara simultan terhadap kinerja karyawan 20 21 22