2.4 Kinerja Karyawan

advertisement
BAB II
2.1
LANDASAN TEORI
Manajemen Sumber Daya Manusia
2.1.1
Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia adalah suatu manajemen yang khusus
mempelajari hubungan dan peranan manusia dalam organisasi perusahaan.Unsur
MSDM adalah manusia yang merupakan tenaga kerja pada perusahaan, fokus yang
dipelajari MSDM ini hanya masalah yang berhubungan dengan tenaga kerja manusia
saja.
Manusia selalu berperan aktif dan dominan dalam setiap kegiatan
organisasi, karena manusia menjadi perencanaan, perilaku, dan penentu terwujudnya
tujuan organisasi.Tujuan tidak mungkin terwujud tanpa peran aktif karyawan
meskipun alat-alat yang dimiliki perusahaan begitu canggihnya.Alat-alat canggih
yang dimiliki perusahaan tidak ada manfaatnya bagi perusahaan.Jika peran aktif
karyawan tidak diikutsertakan.Mengatur karyawan adalah sulit dan kompleks, karena
mereka mempunyai pikiran, perasaan status, keinginan, dan latar belakang yang
heterogen yang dibawa ke dalam organisasi.Karyawan tidak dapat diatur dan
dikuasai sepenuhnya seperti mengatur mesin, modal, atau gedung.
Hasibuan (2007 : 10) mengemukakan bahwa manajemen sumber daya
manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar
efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan
masyarakat.
Gomes (2009 : 4) mengemukakan bahwa manajemen sumber daya manusia
adalah pengembangan dan pemanfaatan personil (pegawai) bagi pencapaian yang
efektif
mengenai
sasaran-sasaran
dan
tujuan-tujuan
individual,
organisasi,
masyarakat, nasional, dan internasional.
Simamora (2005 : 4) bahwa manajemen sumber daya manusia adalah
pendayagunaan pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa, dan pengelolaan
individu anggota organisasi atau kelompok karyawan.
2.1.1
Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia
Tujuan utama manajemen sumber daya manusia adalah untuk meningkatkan
kontribusi pegawai terhadap organisasi dalam rangka mencapai produktivitas
7
8
organisasi yang bersangkutan.Hal ini dapat dipahami karena semua kegiatan
organisasi
tergantung
kepada
manusia
yang
mengelola
organisasi
yang
bersangkutan.Oleh sebab itu, sumberdaya manusia tersebut harus dikelola agar dapat
berdaya guna dan berhasil guna dalam mencapai tujuan organisasi. Tujuan tersebut
menurut Sedarmayanti (2010 : 7) dapat dijabarkan ke dalam 4 tujuan yang lebih
operasional yaitu sebagai berikut :
1.
Tujuan Masyarakat (Social Objective)
Tujuan masyarakat adalah untuk bertanggung jawab secara sosial, dalam hal
kebutuhan dan tantangan yang timbul dan masyarakat.
2.
Tujuan Organisasi (Organization Objective)
Tujuan organisasi adalah untuk melihat bahwa manajemen sumber daya
manusia itu ada (exist), maka perlu adanya kontribusi terhadap pendayagunaan
organisasi secara keseluruhan.
3.
Tujuan Fungsi (Functional Objective)
Tujuan fungsi adalah untuk memelihara kontribusi bagian lain agar
mereka (sumber daya manusia dalam tiap bagian) melaksanakan tugasnya
secara optimal.
4.
Tujuan Personal (Personal Objective)
Tujuan personal adalah untuk membantu pegawai dalam mencapai tujuan
pribadinya, guna mencapai tujuan organisasi.Tujuan pribadi pegawai
diharapkan dapat dipenuhi, dan ml sudah merupakan motivasi dan
pemeliharaan terhadap pegawai yang bersangkutan.
Guna mencapai tujuan manajemen sumber daya manusia yang telah
dikemukakan, maka suatu bagian atau departemen sumber daya manusia harus
mengembangkan, mempergunakan dan memelihara pegawai (sumber daya manusia)
agar semua fungsi organisasi dapat berjalan seimbang. Kegiatan manajemen sumber
daya manusia merupakan bagian dan proses manajemen sumber daya manusia yang
paling sentral dan merupakan rantai kunci dalam mencapai tujuan organisasi.
Kegiatan manajemen sumber daya manusia akan berjalan lebih lancar, bila
memanfaatkan fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia.
“Orang-orang adalah aset kami yang paling penting” banyak organisasi
menggunakan kalimat itu, atau istilah lain yang serupa untuk mengetahui peran
penting yang dimainkan karyawan bagi keberhasilan organisasi. Organisasi
menyadari bahwa manajer harus terlibat dalam sejumlah kegiatan manajemen
9
sumber daya manusia, bahkan dalam organisasi besar yang mempunyai
departemen SDM khusus.Manajer mewawancarai calon pelamar, mengorientasi
karyawan baru, dan mengevaluasi kinerja pekerjaan karyawan.
Mencapai keberhasilan bersaing melalui SDM memerlukan perubahan
fundamental dalam cara berpikir manajer tentang karyawannya dan bagaimana
manajer memandang hubungan kerja. Hal itu mencakup bekerja dengan dan
melalui orang-orang dan melihat mereka sebagai mitra, tidak hanya sebagai
biaya yang harus diminimalkan atau dihindari. Selain potensi pentingnya sebagai
bagian dari strategi organisasi dan sumbangan terhadap keunggulan bersaing
praktik manajemen SDM telah terbukti mempunyai dampak yang besar pada
kinerja organisasi
2.1.3
Proses Manajemen Sumber Daya Manusia
Ada beberapa komponen penting proses manajemen sumber
daya manusia organisasi, yang terdiri atas delapan kegiatan untuk
mengisi staf organisasi dan mempertahankan kinerja karyawan yang tinggi.
Tiga kegiatan pertama menjamin bahwa karyawan yang berkompeten dapat
diidentifikasikan dan dipilih, dua kegiatan berikutnya mencakup memberikan
kepada karyawan pengetahuan dan keahlian yang up to date, dan tiga
kegiatan terakhir mencakup memastikan bahwa organisasi mempertahankan
karyawan yang kompeten dan berkinerja yang baik yang mampu terus
menerus menghasilkan kinerja yang tinggi.
2.2
Motivasi
2.2.1
Definisi Motivasi Kerja
Motivasi adalah semangat dalaman yang kuat untuk mencapai sesuatu
(Zakaria, 2005, p. 13).Motivasi dapat diperoleh dari desakan dari hati dan
naluri seseorang untuk membuat suatu tindakan yang sesuai dengan
keperluan, kehendak, kemahuan seseorang.Motivasi berasal dari bahasa
Inggris yang merupakan gabungan antara motive dan action.Motivasi
merupakan salah satu masalah kompleks dalam perusahaan karena kebutuhan
dan keinginan setiap anggota dalam perusahaan berbeda.Menurut Robbins
(2008, p.216), mendefinisikan motivasi yaitu keinginan untuk mencapai suatu
10
tujuan kerja dengan mengarahkan segala kemampuan yang dimiliki.Suatu
indikasi yang menunjukkan hilangnya motivasi untuk bekerja menurut
Nitisemito dalam Darmawan (2013, p.78), tingkat absensi yang semakin
meningkat dan tinggi.Nawawi dalam Darsono dan Siswandoko (2011, p.149),
kata motivasi berasal dari kata dasar motive yang artinya dorongan, sebab,
atau alasan manusia melakukan tindakan secara sadar.Setiap anggota
perusahaan pasti memiliki tujuan pribadi masing-masing. Jika terjadi
kesenjangan antara tujuan pribadi dengan tujuan organisasi, maka akan
membuat ketidaknyamanan di kerja. Hal inilah yang mampu menyebabkan
kerugian bagi perusahaan. Motivasi kerja menurut Sunyoto (2012,p11),
adalah bagaimana cara mendorong semangat kerja seseorang, agar mau
bekerja dengan memberikan secara optimal kemampuan dan keahliannya
guna mencapai tujuan organisasi. Motivasi diperlukan agar mampu membuat
karyawan memiliki keinginan untuk bekerja keras dan antusias untuk
mencapai produktivitas kerja yang tinggi.Berdasarkan beberapa pendapat dari
para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja adalah kondisi
dimana seseorang semangat untuk melakukan pekerjaannya secara optimal
untuk mencapai tujuan perusahaan.
2.2.2
Indikator Motivasi Kerja
Sedangkan menurut Robbins dalam Susanto dan Anisah (2013)
indikator yang digunakan dalam mengukur motivasiadalah :
1. Faktor Intrinsik : berkaitan dengan motivasi yang ada dalam diri sendiri
yaitu kemajuan, pengakuan, tanggung jawab, dan pencapaian
2. Faktor Ekstrinsik : motivasi yang diperoleh dari luar yaitu pengawasan,
imbalan kerja, kebijaksanaan perusahaan dan kondisi-kondisi kerja
2.2.3
Teori Motivasi Kerja
Untuk mencapai keefektivan motivasi, maka diperlukan teori-teori
motivasi dari para ahli sebagai pendukungnya. Teori-teori motivasi dalam
Malayu S.P Hasibuan (2005) adalah sebagai berikut :
11
a) Teori Motivasi Mc Cleland
Menurut David Mc Cleland terdapat tiga macam kebutuhan yang perlu
diperhatikan pegawai yaitu : Kebutuhan akan prestasi (needs for achievement
= nAch), kebutuhan akan kelompok pertemanan (needs for affliliation =
nAff) dan kebutuhan akan kekuasaan (needs for power = nPower), dimana
apabila kebutuhan seseorang terasa sangat mendesak, maka kebutuhan itu
akan memotivasi orang tersebut untuk berusaha keras memenuhinya.
Berdasarkan teori ini kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat dibangun dan
dikembangkan melalui pengalaman dan pelatihan. Orang yang tinggi dalam
nAch akan lebih menyukai pekerjaan dengan tanggung jawab individu,
umpan balik dari kinerja, dan tujuan yang menantang.
b) Teori Herzberg
Teori Dua Faktor (Two-Factor Theory) yang dikemukakan oleh Frederick
Herzberg merupakan kerangka kerja lain untuk memahami implikasi
motivasional dari lingkungan kerja dan ada dua faktor di dalam teori ini yaitu
faktor-faktor higienis (sumber ketidakpuasan) dan faktor-faktor pemuas
(sumberkepuasan) dalam teorinya Herzberg menyakini bahwa kepuasan kerja
memotivasi pada kinerja yang lebih baik. Faktor higienis seperti kebijakan
organisasi, supervisi dan gaji dapat menghilangkan ketidakpuasan.Faktor ini
berhubungan erat dengan pekerjaan. Perbaikan hubungan pekerjaan tidak
mengarah pada kepuasan yang lebih besar, tetapi diharapkan akan
mengurangi ketidakpuasan. Dilain pihak, motivator atau pemuas seperti
pencapaian, tanggung jawab dan penghargaan mendukung pada kepuasan
kerja.Motivator berhubungan erat dengan kerja itu sendiri atau hasil langsung
yang diakibatkannya, seperti peluang promosi, peluang pertumbuhan
personal, pengakuan tanggung jawab dan prestasi.Perbaikan dalam isi
pekerjaan mendorong pada peningkatan kepuasan dan motivasi untuk bekerja
lebih baik.
2.3
Gaya Kepemimpinan Transaksional
12
2.3.1
Definisi Gaya Kepemimpinan Transaksional
Kepemimpinan transaksional adalah pemimpin dan pengikut bertindak
sebagai pelaku tawar-menawar dalam suatu proses pertukaran yang
melibatkan imbalan dan hukuman. (Pounder dan Brown dalam Munawaroh,
2011).Thota (2007, p.64) mendefinisikan gaya kepemimpinan sebagai cara
yang digunakan oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi bawahan agar
hendak melaksanakan tugas dan kewajiban sesuai dengan yang diharapkan
agar tercapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Gaya kepemimpinan
adalah seni seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau
bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi
(Hasibuan, 2008, p.197).
Salah satu gaya kepemimpinan adalah
transactional leadership (Ehrhart, 2004).
Pemimpin di suatu perusahaan
mungkin memiliki kedua gaya kepemimpinan tersebut karena setiap
pemimpin pasti memiliki gaya kepemimpinan mereka masing-masing. Gaya
kepemimpinan transaksional adalah pemimpin yang memberikan pertukaran
antara bawahan dan atasan, seperti hadiah yang disediakan atas usaha yang
dilakukan oleh karyawan tersebut (Bums dalam Mahdinezhad, 2013).
Berdasarkan definisi tersebut dapat dikatakan bahwa gaya kepemimpinan
transaksional dapat membuat suatu karyawan menghargai atau menghormati
atasan karena reward yang diberikan oleh pemimpin tersebut.
2.3.2
Jenis-Jenis Kepemimpinan
Kartini kartono ( 2010, p9) membagi jenis kepemimpinan menjadi 2, yaitu:
-
Pemimpin Formal
Seseorang yang dipilih oleh organisasi / lembaga tertentu ditunjukan
sebagai pemimpin, berdasarkan keputusan dan promosi secara resmi
untuk memangku suatu jabatan dalam struktur organisasi, dengan segala
hak dan kewajiban yang berkaitan dengannya, untuk mencapai tujuan
organisasi.
-
Pemimpin Informal
Seseorang yang tidak mendapatkan pengakuan formal sebagai pemimpin
namun karena ia memiliki sejumlah kualitas unggul, ia mencapai
13
kedudukan sebagai seseorang yang mampu memengaruhi kondisi psikis
dan prilaku suatu kelompok atau masyarakat.
2.3.3
Fungsi Kepemimpinan
Menurut Adair dalam Suwanto dan Priansa (2011,p148) memberikan
beberapa contoh tentang fungsi kepemimpinan yaitu:
1)
Perencanaan, mencari semua informasi yang tersedia, mendefinisikan
tugas, maksud atau tujuan kelompok, membuat rencana yang dapat
terlaksana.
2)
Pemrakarsaan, memberikan pengarahan pada kelompok mengenai
sasaran dan rencana, menjelaskan mengapa menetapkan sasaran atau
rencana merupakan hal penting, membagi tugas pada anggota
kelompok, menetapkan standar kelompok.
3)
Pengendalian, memelihara antara kelompok, mempengaruhi tempo,
memastikan semua tindakan diambil dalam upaya meraih tujuan,
menjaga
relevansi
diskusi,
mendorong
kelompok
mengambil
tindakan/keputusan.
4)
Pendukung, mengungkap pengakuan terhadap orang dan kontribusi
mereka, member semangat pada kelompok/individu, menciptakan
semangat tim, meredakan ketegangan.
5)
Penginformasian, memperjelas tugas dan rencana, memberikan
informasi kepada kelompok, membuat ringkasan atas usul dan gagasan
yang masuk akal.
6)
Pengevaluasian, mengevaluasi kelayakan gagasan, mengevaluasi
prestasi kelompok.
2.3.4
Faktor-Faktor dan Efektivitas Kepemimpinan
Menurut Herujito (2006,p202), menyatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi efektivitas pemimpin diantaranya sebagai berikut :
1)
Kepribadian, pengalaman masa lampau dan harapan pemimpin
2)
Perilaku atasan
3)
Kebutuhan tugas
4)
Karaterisitik, pengharapan dan perilaku bawahan
14
5)
Iklim dan kebijaksanaan organisasi
6)
Perilaku rekan
2.3.5
Indikator Gaya Kepemimpinan Transaksional
Menurut Pounder dan Brown dalam Munawaroh (2011), Gaya
kepemimpinan transaksional memiliki dua dimensi yaitu :
1.
Aktif : Pemimpin mengawasi dan mencari penyimpangan
atas
berbagai aturan dan standar, serta mengambil tindakan korektif
2.
Pasif : Pemimpin melakukan intervensi hanya bila standar tidak
tercapai
2.4
Kinerja Karyawan
2.4.1
Definisi Kinerja Karyawan
Tercapainya suatu tujuan perusahaan sangat ditentukan oleh kinerja
para karyawannya.Hal ini dikarenakan karyawan merupakan pemeran atau
yang menjalankan tugas maupun aktivitas yang ada dalam perusahaan.
Kinerja karyawan yang bernilai positif akan memberikan citra yang positif
kepada perusahaan. Sehingga perusahaan akan mampu kompetitif dan
bersaing dengan perusahaan lain yang bergerak di bidang usaha yang sejenis.
Sedangkan kinerja karyawan yang negatif akan menghambat pencapaian
tujuan-tujuan perusahaan, bahkan mampu menurunkan citra perusahaan.
Kinerja karyawan yang negatif dapat dilihat dari disiplin kerja dan absensi
karyawan tersebut. Menurut Simamora dalam Parjanti, Hendra dan
Nurlela(2014) kinerja karyawan adalah tingkat terhadapnya para pegawai
mencapai persyaratan pekerjaan secara efisien dan efektif.
Menurut Mangkunegara dalam Syauta (2012), kinerja karyawan
adalah hasil pekerjaan dalam kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seseorang dalam melakukan tanggung jawabnya.Berdasarkan pengertian
Mangkunegara, kinerja karyawan hanyalah dilihat dari seberapa besar
kualitas dan jumlah yang dihasilkan (baik itu produk dan jasa). Sedangkan
menurut Suwatno dan Priansa (2011,p. 196), kinerja diartikan sebagai
prestasi kerja atau pelaksanaan kerja atau hasil unjuk kerja. Kinerja
15
merupakan hasil dari suatu proses yang dilakukan manusia. Jadi dapat
disimpulkan bahwa kinerja karyawan adalah suatu pencapaian hasil kerja
yang dilakukan oleh manusia pada periode waktu tertentu.Oleh karena itu
dapat disimpulkan bahwa begitu pentingnya kinerja karyawan dalam
pencapaian tujuan perusahaan.
2.4.2
Indikator Kinerja Karyawan
Menurut Bernadine dalam Parjanti, Hendra dan Nurlela (2014),
dimensi yang digunakan dalam mengukur kinerja karyawan adalah :
1. Kualitas : Tingkat dimana
hasil
aktifitas
yang
dilakukan
mendekati
sempurna, dalam arti menyesuaikan beberapa cara ideal dari penampilan
aktifitas ataupun memenuhi tujuan yang diharapkan dari suatu aktifitas.
2. Kuantitas : Jumlah yang dihasilkan dalam istilah jumlah unit, jumlah siklus
aktifitas yang diselesaikan
3. Ketepatan waktu : Tingkat suatu aktifitas diselesaikan pada waktu awal yang
diinginkan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta
memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktifitas lain.
4. Efektifitas : Tingkat penggunaan sumber daya manusia organisasi
dimaksimalkan dengan maksud menaikkan keuntungan atau mengurangi
kerugian dari setiap unit dalam penggunaan sumber daya
5. Kemandirian : Tingkat dimana seorang pegawai dapat melakukan fungsi
kerjanya tanpa meminta bantuan / bimbingan dari pengawas atau meminta
turut campurnya pengawas untuk menghidari hasil yang merugikan.
2.4.3
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Kinerja setiap individu atau pegawai dipengaruhi oleh banyak faktor yang
dapat digolongkan pada tiga kelompok, yaitu kompetisi individu orang yang
bersangkutan, dukungan organisasi dan dukungan manajemen (Simanjuntak,
2005).Dan Menurut Hasibuan (2006) mengungkapkan bahwa kinerja merupakan
gabungan tiga faktor penting, yaitu kemampuan dan minat seorang pekerja,
kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas dan peran serta
tingkat motivasi pekerja. Apabila kinerja tiap individu atau pegawai baik, maka
diharapkan
kinerja
perusahaan
akan
baik
pula.
Sedangkan
menurut
16
Mangkunegara (2006), faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja yang baik
faktor individu dan faktor lingkungan kerja organisasi, yaitu :
1)
Faktor Individu
Secara psikologis, individu yang normal yang memiliki integritas yang
tinggi antara fungsi psikis (rohani) dan fisiknya (jasmaniah).Dengan
adanya integritas yang tinggi antara fungsi psikis dan fisik, maka
inidividu tersebut memiliki konsentrasi diri yang baik.Konsentrasi yang
baik ini merupakan modal utama individu manusia untuk mampu
mengelola dan mendayagunakan potensi dirinya secara optimal dalam
melaksanakan kegiatan atau aktivitas kerja sehari-hari dalam mencapai
tujuan organisasi. Dimana jika diuraikan, faktor individu dapat dibagi
menjadi 3 bagian, yaitu:
a) Pengetahuan (Knowledge)
Yaitu kemampuan yang dimilki pegawai yang lebih berorientasi
pada intelegensi dan daya pikir serta penguasaan ilmu yang luas
yang dimiliki pegawai.Pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi
oleh tingkat pendidikan, media dan informasi yang diterima.
b) Keterampilan (Skill)
Kemampuan dan penguasaan teknis operasional dibidang tertentu
yang
dimiliki
pegawai.
Seperti
keterampilan
konseptual
(Conseptual Skill), keterampilan manusia (Human Skill), dan
keterampilan teknik (Technical Skill)
c) Faktor motivasi (Motivation)
Motivasi diartikan sebagai suatu sikap pimpinan dan pegawai
terhadap situasi kerja dilingkungan perusahaannya. Mereka yang
bersikap positif terhadap situasi kerjanya akan menunjukan
motivasi kerja yang tinggi, sebaliknya jika mereka bersifat negatif
terhadap situasi kerjanya akan menunjukan motivasi kerja yang
rendah. Situasi kerja yang dimaksud mencakup antara lain
hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan pemimpin,
pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja.
17
2)
Faktor Lingkungan Organisasi
Faktor lingkungan organisasi yang mempengaruhi prestasi kerja individu
yang dimaksud antara lain uraian jabatan yang jelas, autoritas yang
memadai, target kerja yang menantang, pola komunikasi kerja efektif,
hubungan kerja harmonis,
iklim kerja respek dan dinamis, peluang
berkarir dan fasilitas kerja yang relatif memadai.
2.4.4
Aspek-aspek Kinerja
Mangkunegara (2010: 17-18) mengemukakan aspek-aspek yang
dinilai dalam kinerja mencakup: kesetiaan, hasil kerja, kejujuran, kedisiplinan,
kerjasama, kepemimpinan, kepribadian, prakarsa, kecakapan, dan tanggung
jawab.
Sedangkan menurut Husein Umar dalam Mangkunegara (2007: 18),
membagi aspek-aspek kinerja sebagai berikut:
1)
Mutu Pekerjaan
6) Kerja Sama
2)
Kejujuran Karyawan
7) Keandalan
3)
Inisiatif
8) Pengetahuan tentang pekerjaan
4)
Kehadiran
9) Tanggung Jawab
5)
Sikap
10) Pemanfaatan waktu kerja
Setelah menjelaskan pengertian dan teori dari kinerja karyawan,
Faktor-Faktor yang mempengaruhi Kinerja, dan Aspek-Aspek Kinerja maka
dapat diambil keputusan dalam menentukan kerangka pemikiran tersebut.
2.5
Penelitian Terdahulu
Sebelum membuat kerangka pemikiran dalam penelitian ini dibentuk
berdasarkan studi terdahulu / penelitian terdahulu berikut ini :
Dalam penelitian Widyaningrum (2011) mengenai “Influence of Motivation and
Culture on Organizational Commitment and Performance of Employee of Medical
Services”, penelitian ini menunjukan bahwa motivasi memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap kinerja karyawan. Motivasi yang tinggi membuat karyawan lebih
bertanggung jawab dalam pekerjaannya. Peningkatan performa kerja karyawan akan
meningkatkan nilai dari organisasi itu sendiri dan produktivitas karyawan. Kinerja
karyawan
tidak
hanya
dipengaruhi
oleh
motivasi
kerja,
tetapi
juga
18
gayakepemimpinan yang dominan di perusahaan / organisasi. Penelitian Fernandes
dan Awamleh (2011) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan transaksional memiliki
pengaruh terhadap kinerja karyawan. Penelitian ini dilakukan di perusahaan United
Arab Emirates (UAE) yang merupakan perusahaan internasional. Sundi (2013) juga
melakukan
penelitian
mengenai
motivasi
kerja
dan
gaya
kepemimpinan
transaksional. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa motivasi kerja berpengaruh
sebesar 0.698 sedangkan gaya kepemimpinan transaksional berpengaruh sebesar
0.173 terhadap kinerja karyawan. Penelitian ini dilakukan di Konawe Education di
Sulawesi.
2.6
Kerangka Penelitian
Berdasarkan studi terdahulu, maka kerangka pemikiran yang digunakan
dalam penelitian ini adalah :
Motivasi Kerja
Kinerja
Karyawan
Gaya
Kepemimpinan
Transaksional
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
2.7
Hipotesis
Menurut (Sekaran, 2006, p135),hipotesis adalah hubungan yang diperkirakan
secara logis diantara dua atau lebih variable yang diungkapkan dalam bentuk
pertanyaan yang dapat diuji.
Adapun hipotesis yang peneliti rancang adalah hipotesis yang bersifat asosiatif, yang
menjelaskan
bagaimana
hubungan
dan
pengaruh
atau
kontribusi
antar
variabelnya.Berikut ialah hipotesis yang peneliti rancang dalam penelitian ini:
1) Untuk T – 1
19
Ho = Tidak ada pengaruh variabel motivasi kerja secara parsial terhadap
kinerja karyawan.
Ha = Ada pengaruh variabel motivasi kerja secara parsial terhadap kinerja
karyawan.
2) Untuk T – 2
Ho = Tidak ada pengaruh variabel gaya kepemimpinan transaksional secara
parsial terhadap kinerja karyawan.
Ha = Ada pengaruh variabel gaya kepemimpinan transaksional secara parsial
terhadap kinerja karyawan.
3) Untuk T – 3
Ho = Tidak ada pengaruh motivasi kerja dan gaya kepemimpinan
transaksional secara simultan terhadap kinerja karyawan
Ha = Ada pengaruh motivasi kerja dan gaya kepemimpinan transaksional
secara simultan terhadap kinerja karyawan
20
21
22
Download