BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komitmen guru dalam memberikan pengetahuan, tenaga serta pikiran kepada siswa adalah hal yang sangat penting guna mencapai tujuan pendidikan. Sebagai sumber daya sekolah, guru dituntut memiliki komitmen yang tinggi agar dapat menjalankan fungsinya sebagai pengajar yang berdedikasi. Menurut Merriam-Webster’s Learner’s dictionary (2013) komitmen adalah sikap seseorang yang bekerja sangat keras untuk melakukan atau mendukung sesuatu. Kemudian Zangaro (2001) mendefinisikan komitmen adalah tindakan atau janji untuk memenuhi kewajiban kepada seseorang atau sesuatu di masa datang. Dapat disimpulkan bahwa komitmen merupakan tindakan seseorang yang berusaha sangat keras untuk melakukan kewajiban pada seseorang atau mendukung sesuatu dimasa depan. Komitmen guru tercermin dalam perilakunya pada pelaksanaan tugas pokoknya sebagai guru dan keterlibatan pada kegiatan sekolah. Apakah dengan bangga, terpaksa atau hanya pemenuhan tanggungjawab secara moral saja. Jika setiap guru mempunyai komitmen kuat pada sekolah maka apa yang terjadi di sekolah baik berupa kendala, tantangan tidak akan menyurutkan semangat untuk mempersembahkan yang terbaik, mewujudkan tujuan dan nilai sekolah yang diyakininya serta cenderung tinggal dalam sekolah. komitmen guru pada organisasi disebut komitmen organisasional. 1 Menurut Meyer dan Allen (1991) komitmen organisasional adalah sebuah kondisi psikologis yang (a) menunjukkan hubungan karyawan dengan organisasi, dan (b) memiliki implikasi terhadap keputusan untuk melanjutkan atau melepaskan keanggotaan organisasi. Dengan kata lain, keinginan anggota untuk tetap menjadi anggota atau ingin keluar dari organisasi dapat dideteksi melalui seberapa lekat anggota tersebut dengan organisasinya. Banyak guru khususnya berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebatas hanya melaksanakan tugas kedinasan untuk memenuhi kewajiban mengajar 24 jam pelajaran, dan jam dinas 37,5 jam dalam enam hari kerja, seperti yang terjadi di SMK Negeri 1 Mojokerto. Apalagi sekolah telah menerapkan kebijakan check clock menggunakan finger print untuk mendeteksi tingkat kehadiran guru. Pemberlakuan peraturan ini cukup mempengaruhi perilaku para guru untuk “berlomba” memenuhi syarat yang ditetapkan sekolah dan dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Hal ini menguntungkan bagi sebagian guru yang berdekatan dengan sekolah, namun tidak bagi guru yang berjauhan atau berdomisili di luar kota. Pola pembelajaran di kelas bukan lagi menjadi konsentrasi utama, mengajar hanyalah sekedar rutinitas yang pada akhirnya menciptakan situasi yang menjenuhkan. Karena setiap hari menerapkan metode pembelajaran yang sama dari semester ke semester, hingga tahun ke tahun berikutnya. Padahal siswa yang dihadapi tidak sama baik dalam kelas, antarkelas, atau antartingkatan. Meski pihak sekolah juga telah memfasilitasi para guru dengan perlengkapan mengajar, seperti lcd projector, internet, komputer, printer untuk mencari atau mengumpulkan materi-materi atau metode pengajaran yang dapat 2 memenuhi kebutuhan siswa. Memang di sisi lain fasilitas masih menjadi kendala seperti ruang kelas yang belum memadai untuk menampung siswa tingkat XII, XI, dan X masing-masing 11 kelas. Dan juga laboratorium atau bengkel beserta peralatannya untuk praktek siswa. Kendala fasilitas menjadi alasan kuno untuk memberikan pembelajaran yang menyenangkan dan memenuhi kebutuhan siswa saat ini misalkan, pembelajaran yang interaktif menggunakan multimedia, bermain, memberi penghargaan, materi ajar yang terbaru dari internet, informasi terbaru peluangpeluang kerja yang dapat memberikan inspirasi siswa untuk berprestasi. Dan sebaliknya, terpenuhinya fasilitas belajar bukan merupakan jaminan bahwa pembelajaran dapat menghasilkan prestasi belajar, apabila sumber daya manusia yang ada dalam hal ini guru tidak tidak bisa memaksimalkan. Hasibuan (2011) menyatakan manusia selalu berperan aktif dan dominan dalam setiap kegiatan organisasi, karena manusia menjadi perencana, pelaku, dan penentu tujuan organisasi. Senada dengan Mosadragh (2003) dalam Bushra, Usman, dan Naveed (2011), untuk menjalankan organisasi dengan lancar, efektif dan efisien, faktor yang paling berharga dan sangat diperlukan adalah sumber daya manusia. Dapat diartikan bahwa secanggih apapun peralatan, lengkapnya fasilitas penunjang pekerjaan yang dimiliki oleh suatu organisasi tidak akan dapat memberikan manfaat yang maksimal, tanpa adanya peran aktif seluruh anggota organisasi. Mengelola anggota organisasi agar rela memberikan tenaga, pikiran untuk mencapai kesuksesan tujuan organisasi bukanlah hal yang mudah. Sebagai 3 individu manusia, anggota organisasi telah dikaruniai Tuhan cara berpikir, naluri yang berbeda, pengalaman, latar belakang pendidikan, keluarga atau lingkungan tempat tinggal ditunjukkan dalam bentuk perilaku yang berbeda pula satu sama lain dalam bertindak atau bereaksi pada suatu hal. Karyawan tidak dapat diatur dan dikuasai sepenuhnya seperti mesin, modal, atau gedung (Hasibuan, 2011). Kondisi kontekstual di SMK Negeri 1 Mojokerto yang ditandai dengan perilaku yang guru PNS yang menampilkan pembelajaran hanya sebagai rutinitas saja untuk memenuhi syarat mengajar 24 jam, dan kedinasan 37,5 jam. Pembelajaran tanpa ada kreatifitas dan inovasi, kurangya fasilitas dijadikan alasan utama. Ini berarti tingkat keterlibatan guru PNS pada sekolah rendah, keinginan untuk mempersembahkan pembelajaran berkualitas kepada siswa tidak kuat. Hal tersebut menunjukkan bahwa SMK ini memiliki permasalahan dengan komitmen afektif anggotanya. Komitmen afektif mengacu pada ikatan emosional, identifikasi, dan keterlibatan karyawan terhadap organisasi. Karyawan dengan komitmen afektif yang kuat, melanjutkan kenggotaannya pada suatu organisasi karena mereka ingin melakukannya atau dengan kata lain anggota menyukai organisasinya (Meyer dan Allen, 1991). Mereka menyebutkan pula bahwa ada tiga penyebab atau faktor yang menimbulkan komitmen afektif anggota pada organisasi, yakni karakteristik individu, struktur organisasi, dan pengalaman kerja. Tiga faktor tersebut perlu diupayakan oleh kepala sekolah agar dapat menumbuhkan komitmen afektif guru pada sekolah. Yukl (2010) berpendapat bahwa kepemimpinan adalah sebuah proses untuk mempengaruhi orang lain untuk 4 memahami dan setuju dengan apa yang perlu dilakukan dan bagaimana tugas itu dilakukan secara efektif, serta proses untuk memfasilitasi upaya individu dan kolektif untuk mencapai tujuan bersama. menginspirasi, memotivasi, dan mengarahkan aktifitas mereka untuk membantu mencapai tujuan grup atau organisasi. Senada dengan pernyataan Hughes, Ginnettt dan Curphy (2006) kepemimpinan adalah proses mempengaruhi sebuah grup yang terorganisasi terhadap pencapaian tujuan grup tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah proses untuk mempengaruhi anggota dengan memberikan dukungan baik berupa dorongan semangat, bimbingan, fasilitas penunjang dalam mencapai tujuan organisasi. Albion dan Gagliardi (2007), dalam Bushra et al. (2011), menegaskan bahwa pengelolaan karyawan sangat tergantung pada kualitas kepemimpinan yang dimiliki suatu organisasi. Maka dalam konteks ini, kesuksesan kepala sekolah dalam mengelola anggota sekolah sangat dipengaruhi oleh kepiawaian kepala sekolah dalam menjalankan pengaruhnya sebagai seorang pemimpin organisasi. Berdasarkan pendapat Hickman, Ancok (2012) mengaitkan gaya kepemimpinan transaksional dengan gaya kepemimpinan bergaya manajer, sedangkan kepemimpinan transformasional dengan kepemimpinan bergaya leader. Menurut Burns (1978), dalam MacKenzei, Podsakoff dan Rich (2001), pemimpin transaksional cenderung pada pertukaran antara atasan dan bawahan dalam pelaksanaan pekerjaan, dan memberikan reward sebagai imbalanya. Selanjutnya Bass dan Riggio (2006), berpendapat bahwa kepemimpinan 5 transaksional adalah kepemimpinan yang menekankan pada transaksi atau pertukaran antarpemimpin, kolega, dan pengikut. Pertukaran yang berdasarkan diskusi pemimpin dengan yang lain tentang apa yang dibutuhkan dan menspesifikasi syarat dan reward yang akan diterima jika memenuhi permintaan. Berdasarkan dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan transaksional adalah gaya kepemimpinan yang menitikberatkan pada upaya pengalihan tugas antara pemimpin dengan pemimpin lain, rekan kerja, dan anggota sesuai dengan kebutuhan dan syarat yang telah disepakati. Berbeda dengan kepemimpinan transaksional, Bass dan Riggio (2006:4) menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang menginspirasi pengikutnya untuk melakukan visi dan tujuan bersama bagi organisasi atau unit, menantang mereka untuk menjadi pemecah masalah yang inovatif, dan mengembangkan kapasitas kepemimpinan pengikut melalui coaching, mentoring dan memberikan bekal tantangan dan dukungan. Kepemimpinan yang dapat menjadi figur yang baik bagi anggotanya dalam pelaksanaan pekerjaan, mendorong anggota untuk melakukan pekerjaan semaksimal mungkin, bahkan dengan cara yang berbeda dari biasanya. Dan memberikan dukungan agar anggota dapat memimpin diri sendiri dalam meraih tujuan organisasi. Hughes et al. (2006) menyatakan kepemimpinan dan manajemen saling melengkapi, keduanya vital bagi kesuksesan organisasi. Senada dengan Kotter (1990) menegaskan bahwa kepemimpinan dan manajemen adalah sistem aksi yang berbeda dan melengkapi. 6 Dapat simpulkan bahwa kepemimpinan transformasional dan transaksional diperlukan dalam organisasi. Dua gaya ini dimaksudkan agar dapat mencapai tujuan organisasi, menjalankan strategi yang telah disepakati, agar proses bisnis dalam organisasi berjalan dengan efektif dan efisien serta memungkinkan adanya inovasi. B. Rumusan Masalah Berangkat dari uraian yang telah disampaikan, memberikan gambaran pentingnya komitmen afektif guru PNS pada sekolah mewujudkan visi dan misi serta tujuan pendidikan yang ditunjukkan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari sebagai tenaga pengajar dan pelaksana tugas pendukung lainnya. Selanjutnya, kepemimpinan merupakan faktor yang kuat yang mempengaruhi komitmen organisasional guru. Faktor personal dan organisasional yang dipertimbangkan sebagai sebuah kunci penentu komitmen organisasional adalah kepemimpinan (Mowday et al., 1982) dalam Avolio, Zhu, Koh dan Bhatia (2004). Juga Bushra et al. (2011), menyatakan bahwa kepemimpinan memainkan satu peranan penting dalam menentukan komitmen karyawan. Maka perlu kepala sekolah melakukan fungsi kepemimpinannya untuk menjaga para guru agar tetap berkomitmen tinggi dalam melaksanakan tugasnya. Banyak peneliti telah menemukan bahwa karyawan yang senang dengan supervisor/pemimpin dan merasa bahwa mereka diperlakukan dengan hormat dan 7 dinilai oleh manajemen merasa lebih mempunyai hubungan yang kuat dengan organisasi (Stup, 2005) dalam Bushra et al. (2011). Dari rumusan masalah yang disampaikan, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: Pengaruh Kepemimpinan Transaksional dan Transformasional pada Komitmen Afektif (studi pada SMK Negeri 1 Mojokerto). C. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka pertanyaan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Apakah kepemimpinan transaksional berpengaruh positif pada komitmen afektif? 2. Apakah kepemimpinan transformasional berpengaruh positif pada komitmen afektif? 3. Apakah komitmen kepemimpinan afektif transformasional melebihi yang sudah dapat menjelaskan dijelaskan varians kepemimpinan transaksional? D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini untuk menganalisis beberapa hal sebagai berikut: 8 1. Menguji dan menganalisis pengaruh positif kepemimpinan transaksional terhadap komitmen afektif 2. Menguji dan menganalisis pengaruh positif kepemimpinan transformasional pada komitmen afektif 3. Menganalisis pengaruh positif kepemimpinan transformasional pada komitmen afektif melebihi kepemimpinan transaksional E. Manfaat Penelitian Dengan mengadakan penelitian ini, beberapa manfaat diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi: 1. Kepala sekolah SMK Negeri 1 Mojokerto sebagai dasar pengambilan kebijakan yang mengarah pada komitmen afektif anggota sekolah dalam kaitannya pelaksanaan pembelajaran dan tugas pendukung. 2. Penulis sebagai wawasan baru tentang pentingnya anggota memiliki komitmen yang kuat pada organisasi dan perlunya peran pemimpin dalam mempengaruhi komitmen anggota. F. Sistematika Penulisan Tesis ini terdiri dari lima bab, yang terdiri dari pendahuluan, tinjauan pustaka, metode penelitian dan profil sekolah, analisis data dan pembahasan, serta 9 simpulan, implikasi dan keterbatasan. Bab I membahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. Bab II membahas mengenai teori-teori yang berkaitan dengan kepemimpinan termasuk definisi, peran dan tipe kepemimpinan, karakter kepemimpinan, pendekatan teori kepemimpinan, kepemimpinan transaksional dan transformasional. Serta komitmen organisasional, yang terdiri dari komitmen afektif, komitmen kontinuans, dan komitmen normatif. Lantas membahas tentang pengaruh antar variabel, dan model penelitian. Bab III menjelaskan tentang metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini. Diantaranya memberikan penjelasan perihal populasi dan sampel, metode pengumpulan data, definisi operasional dan pengukuran, uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian, serta teknik analisis data. Bab IV membahas hasil penyebaran kuesioner, profil responden, analisis data terdiri dari uji validitas, uji reliabilitas, dan uji hipotesis. Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan hasil. Bab V membahas simpulan hasil penelitian yang dapat diambil implikasi bagi organisasi yang menjadi tempat penelitian dan keterbatasan yang ada dalam penelitian ini. G. Ruang Lingkup atau Batasan Penelitian Penelitian ini dilakukan pada guru SMK Negeri 1 Mojokerto yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS). Sesuai dengan tujuan penelitian untuk 10 menganalisis pengaruh kepemimpinan transaksional dan transformasional pada komitmen afektif, maka peneliti tidak memperhatikan faktor-faktor lain di luar variabel penelitian. Adapun variabel dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Variabel independen : Kepemimpinan Transaksional (X1) dan Kepemimpinan Transformasional (X2) Variabel dependen : Afektif Komitmen (Y) 11