BAB 2 KAJIAN PUSTAKA,KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka Pada Bab 2 ini peneliti akan membahas tentang teori-teori & studi pustaka yang dipakai dalam penelitian ini seperti manajemen sumber daya manusia, gaya kepemimpinan transformasional, pemberdayaan, dan kinerja karyawan. 2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Veithzal Rivai dan Ella Jauvani dalam bukunya “Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan” (2009:1), Manajemen sumber daya manusia (MSDM) merupakan salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian. Proses ini terdapat dalam fungsi/bidang produksi, pemasaran keuangan, maupun kepegawaian. Menurut Edwin B. Flippo dalam H. Suwanto dan Donni Juan Priansa (2011:29) menyatakan bahwa, “Personal management is the planning, organizing, directing, and controlling of procurement, development, compensation, integration, maintenance, and separation of human resources to the and that individual, organizational, and societal objectives are accomplished”. Manajemen personalia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian dari pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemberhentian karyawan, dengan maksud terwujudnya tujuan perusahaan individu, karyawan dan masyarakat. Menurut Ike Kusdyah Rachmawati (2008:1), sumber daya manusia kini makin berperan besar bagi kesuksesan suatu organisasi. Banyak organisasi menyadari bahwa unsur manusia dalam suatu organisasi dapat memberikan keunggulan bersaing. Mereka membuat sasaran, strategi, inovasi, dan mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu, sumber daya manusia merupakan salah satu unsur yang paling vital bagi organisasi. 7 8 Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan perusahaan. 2.1.1.2 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Robbins (2008:5-6), terdapat empat fungsi manajemen sumber daya manusia, yaitu sebagai berikut: 1. Perencanaan (planning) Proses yang meliputi pendefinisian tujuan suatu organisasi penentuan strategi keseluruhan untuk mencapai tujuan tersebut. 2. Pengorganisasian (organizing) Proses yang meliputi penentuan tugas yang harus dikerjakan. 3. Kepemimpinan (leading) Proses yang mencakup pemberian motivasi karyawan, pengaturan orang, pemilihan saluran komunikasi yang paling efektif dan penyelesaian konflik. Untuk melakukan kegiatan yang telah direncanakan, dan agar kegiatan tersebut dapat berjalan dengan efektif maka diperlukan adanya arahan (directing) dari manajer. Dalam suatu organisasi yang besar biasanya pengarahan tidak mungkin dilakukan oleh manajer itu sendiri, melainkan didelegasikan kepada orang lain yang diberi wewenang untuk itu. 4. Pengendalian (controlling) Memantau aktivitas untuk memastikan aktivitas tersebut diselesaikan seperti yang telah direncanakan dan membetulkan penyimpanganpenyimpangan yang signifikan. Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan suatu fungsi penting untuk dapat mengarahkan anggota organisasi sesuai dengan tujuan organisasi. 2.1.2 Kepemimpinan Menurut Stephen P. (2002:135),dalam suatu organisasi kepemimpinan merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi. Kepemimpinan merupakan titik sentral 9 dan penentu kebijakan dari kegiatan yang akan dilaksanakan dalam organisasi. Sedangkan menurut Soekarso,et al (2010:10), kepemimpinan merupakan proses pengaruh sosial, yaitu suatu kehidupan yang mempengaruhi kehidupan lain, kekuatan yang mempengaruhi perilaku orang lain ke arah pencapaian tujuan tertentu. Maka dapat disimpulkan kepemimpinan adalah suatu perilaku dengan tujuan tertentu untuk mempengaruhi aktivitas para anggota kelompok sehingga dapat mencapai tujuan bersama yang dirancang untuk memberikan manfaat individu dan organisasi. 2.1.2.1 Pengertian Kepemimpinan Transaksional Dalam Yukl (2013, p.312) Bass memandang kepemimpinan transaksional sama dengan Burns yaitu sebuah pertukaran imbalan – imbalan untuk mendapatkan kepatuhan. Namun demikian, Bass mendefinisikan kepemimpinan transaksional dalam arti yang lebih luas dari pada Burns. Menurut Bass dalam Robbins dan Judge (2007, p.387) pemimpin transaksional adalah pemimpin yang memadukan atau memotivasi pengikut mereka dalam arah tujuan yang ditegakkan dengan memperjelas peran dan tuntutan tugas. 2.1.2.2 Pengertian Kepemimpinan Transformasional Menurut Benjamin (2006:75),kepemimpinan transformasional adalah mampu menginspirasi orang lain untuk melihat masa depan dengan optimis, memproyeksikan visi yang ideal, dan mampu mengomunikasikan bawahan bahwa visi dan misi tersebut dapat dicapai. Tucker dan Lewis (2004:78) mendefinisikan kepemimpinan transformasional sebagai pola kepemimpinan yang dapat memotivasi karyawan dengan cara membawa pada cita-cita dan nilai-nilai tinggi untuk mencapai visi misi organisasi yang merupakan dasar untuk membentuk kepercayaan terhadap pimpinan. Kepemimpinan transformasional merupakan induk kepemimpinan transaksional dan memberikan kerangka referensi pada organisasi. 10 Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan transformasional adalah pola kepemimpinan yang menjadikan seorang pimpinan lebih dekat kepada karyawan. 2.1.2.3 Komponen Kepemimpinan Transformasional John Hall , Shannon Johnson, Allen Wysocki, dan Karl Kepner (2012) mengidentifikasi perilaku kepemimpinan transformasional atas empat komponen: 1. Idealized influence menekankan tipe pemimpin yang memperlihatkan kepercayaan, keyakinan dan dikagumi / dipuji pengikut. 2. Inspirasional motivation menekankan pada cara memotivasi dan memberikan inspirasi kepada bawahan terhadap tantangan tugas. Pengaruhnya diharapkan dapat meningkatkan semangat kelompok. 3. Intelectual stimulation menekankan tipe pemimpin yang berupaya mendorong bawahan untuk memikirkan inovasi, kreativitas, metode atau cara-cara baru. 4. Individualized memberikan consideration perhatian menekankan terhadap tipe pengembangan pemimpin dan yang kebutuhan berprestasi bawahan. 2.1.2.4 Prinsip-prinsip Kepemimpinan Transformasional Menurut Erik Rees (2010), terdapat 7 prinsip dalam kepemimpinan transformasional, yaitu: 1. Simplifikasi: Keberhasilan diawali dengan visi yang akan menjadi cermin dan tujuan bersama. 2. Motivasi: Kemampuan untuk komitmen dari tiap orang yang terlibat terhadap visi yang sudah dijelaskan adalah hal kedua yang perlu kita lakukan, dia bisa memotivasi dan memberi energi para pengikutnya. 3. Fasilitasi: Untuk secara efektif memfasilitasi “pembelajaran” yang terjadi dalam organisasi secara kelembagaan, kelompok/individu. 4. Inovasi: Kemampuan untuk berani dan bertanggung jawab melakukan suatu perubahan bila mana diperlukan dan menjadi suatu tuntutan dengan perubahan yang terjadi. 11 5. Mobilitas: Pengerahan sumber daya yang ada untuk melengkapi dan memperlakukan setiap orang yang terlibat di dalamnya untuk mencapai visi dan tujuan. 6. Siap Siaga: Kemampuan untuk selalu siap belajar tentang diri mereka sendiri dan menyambut perubahan dengan paradigma baru yang positif. 7. Tekad: Tekad bulat untuk selalu sampai pada akhir, tekad untuk menyelesaikan sesuatu dengan baik dan tuntas. 2.1.3 Pemberdayaan 2.1.3.1 Pengertian Pemberdayaan Pemberdayaan sebagai pemberian otonomi, wewenang, kepercayaan dan mendorong individu dalam suatu organisasi untuk mengembangkan peraturan dalam rangka menyelesaikan pekerjaan. Pemberdayaan merupakan pemberian tanggung jawab dan wewenang terhadap pekerja untuk mengambil keputusan menyangkut semua pengembangan produk dan pengambilan keputusan, Sadarusman (2004). Menurut Thomas dan Velthouse (1990), dalam Nur Chasanah (2008) berargumentasi bahwa pemberdayaan merupakan suatu yang multifaceted yang esensinya tidak bisa dicakup dalam satu konsep tunggal. Dengan kata lain pemberdayaan mengandung pengertian perlunya keleluasaan kepada individu untuk bertindak dan sekaligus bertanggung jawab atas tindakannya sesuai dengan tugas yang diembannya. Jadi, yang dapat disimpulkan dari pengertian pemberdayaan adalah pemberian tanggung jawab dan wewenang terhadap pekerja untuk mengambil keputusan menyangkut tugas yang diembannya. Konsep pemberdayaan ini juga berarti bahwa seseorang akan mampu untuk berperilaku secara mandiri dan penuh tanggung jawab. Konsep pemberdayaan dari Thomas dan Velthouse (1990), dalam Nur Chasanah (2008) ini dimanifestasikan dalam empat kognisi yang merefleksikan orientasi individu atas peran kerjanya yaitu arti (meaning), kompetensi (competence), pendeterminasian diri (self determination), dan pengaruh (impact). 12 2.1.3.2 Manfaat Pemberdayaan Konsep pemberdayaan lahir ketika kegiatan pendidikan dan pelatihan dirasa sudah tidak efektif lagi karena dinilai terlalu bersifat top down sehingga kurang mampu mengembangkan kreativitas dan inovasi karyawan. Pemberdayaan adalah suatu cara pendekatan baru yang lebih bersifat bottom up karena menuntut karyawan lebih kreatif dan inovatif secara mandiri dengan dukungan langsung dari pemberi wewenang. Menurut Wibowo (2008:116) beberapa alasan perlunya pemberdayaan: 1. Semakin intensifnya kompetisi sehingga organisasi perlu memperdayakan orang untuk melawan tantangan kompetisi. 2. Inovasi teknologi berubah cepat sehingga organisasi perlu memberdayakan orang lain untuk menggunakan sebaik mungkin teknologi maju. 3. Permintaan yang tetap atas kualitas yang lebih tinggi dan nilai yang lebih baik menyebabkan organisasi perlu memperdayakan orang untuk menemukan cara inovatif guna memperbaiki produk dan jasa. 4. Tumbuhnya masalah ekologi menuntut organisasinya perlu memberdayakan orang untuk melaksanakan kebijakan ekologi. Seiring dengan era globalisasi yang tidak mungkin dihindari, perusahaan harus dapat mengikuti aturan atau bahkan harus mengimbangi adanya upayaupaya perubahan-perubahan yang diakibatkan globalisasi sehingga dapat meningkatkan kualitas kerja. Menurut Wibowo (2008:116) manfaat adanya pemberdayaan yaitu meningkatkan percaya diri dalam melakukan sesuatu, yang pada waktu sebelumnya tidak pernah percaya mungkin dilakukan. Bagi organisasi, pemberdayaan akan meningkatkan kinerja organisasi dan individu dapat mengembangkan bakatnya secara penuh. 2.1.3.3 Dimensi Pemberdayaan Menurut Spreitzer dalam jurnal Dizgah Morad Rezaei (2009), terdapat 5 dimensi dalam pemberdayaan, yaitu: 1. Impact merupakan derajat dimana seseorang dapat mempengaruhi hasil pekerjaan baik strategik, administratif, maupun operasional. Pada 13 dimensi ini, manajer memberikan karyawannya kesempatan untuk mempengaruhi hasil pekerjaan tersebut. 2. Choice adalah suatu kebutuhan psikologi dan mengacu pada makna dari kebebasan dan otonomi dalam menentukan kegiatan yang dilakukan dalam menyelesaikan tugas. Choice telah dihubungkan antara individual dan kelompok untuk meningkatkan kontrol terhadap cara kerja masingmasing dengan kepuasan kerja personal. 3. Competency adalah kepercayaan individu akan kemampuan mereka dalam melakukan aktivitas mereka dengan menggunakan keahlian yang mereka miliki. 4. Meaning adalah tujuan yang bernilai dalam karier dan ketertarikan pribadi dalam pekerjaan seorang karyawan. Meaning adalah suatu kesempatan yang dirasakan karyawan bahwa ia memiliki tujuan karier yang penting dan bernilai untuk dikejar dan karyawan menjalankannya dengan menghargai waktu dan sumber daya. Sedangkan beberapa karyawan lainnya merasakan sesuatu yang secara signifikan berkomitmen dan terlibat dalam mencapai tujuan dan menunjukkan kehadiran yang kuat. 5. Trust ditujukan kepada kepercayaan antara manajer dan bawahan. Trust berhubungan dengan minat, kompetensi, keterbukaan dan konfidensi terhadap orang lain. Orang yang diberdayakan memiliki indera disebut Confidence dan mereka yakin bahwa mereka akan diperlakukan dengan adil dan sederajat. Perasaan ini berarti bahwa mereka merasa nyaman dengan kekuatan yang dimiliki oleh atasannya tidak akan menyakitinya. 2.1.3.4 Faktor Pendukung Pemberdayaan Untuk mendukung pelaksanaan program pemberdayaan dalam suatu organisasi terhadap karyawan, maka perusahaan itu sendiri juga harus menciptakan suasana serta lingkungan yang baik bagi terlaksananya program pemberdayaan tersebut. Menurut Shari Chaudron yang dikutip oleh Wahibur Rokhman (2003:129) ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk membentuk lingkungan yang mendukung program pemberdayaan yaitu : 14 1. Works team and information sharing are building block (membentuk tim kerja komunikasi yang terbuka dengan pekerja). 2. Provide the training and resources needed to do good job (pengembangan kemampuan dan keahlian merupakan satu dimensi yang penting dalam program pemberdayaan, oleh karena training merupakan hal yang penting untuk meningkatkan keahlian pekerjaan dan merupakan bagian penting pemberdayaan karyawan). 3. Provide measurement, feedback and reinforcement (untuk mengetahui peningkatan dan kemajuan yang dilakukan oleh karyawan perlu dilakukan pengukuran terhadap efektivitas program pemberdayaan), dengan menyediakan standar pengukuran keberhasilan dapat dijadikan alat kontrol pekerjaan atas prestasi pekerja. 4. On going reinforcement (dukungan manajemen dengan pemberian reinforcement) yang terus menerus akan sangat mendukung dan memotivasi karyawan karena setiap karyawan ingin dihargai atas prestasi yang ia capai dan supervisor perlu memberikan penilaian yang baik dan memberitahukan yang lain atas prestasi yang telah dicapai). 5. Provide responbility and authority (memberikan wewenang dan tanggung jawab yang cukup bagi pekerjaan untuk menentukan tindakan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan berbagai tugas yang dibebankan). 6. Flexible in internal procedure (menciptakan aturan dan sistem yang lebih fleksibel). Karena dengan aturan yang fleksibel akan memudahkan dalam pengambilan keputusan dan mendukung organisasi yang mudah menyesuaikan terhadap perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi sehingga organisasi lebih kompetitif dari pesaing-pesaingnya. 2.1.3.5 Faktor Penghambat Pemberdayaan Kebanyakan organisasi-organisasi yang gagal melakukan pemberdayaan disebabkan oleh banyak faktor. Organisasi mungkin tidak mempunyai biaya yang cukup untuk melalukan pemberdayaan tersebut tetapi sebaliknya ada juga organisasi yang justru mampu membayar konsultan untuk melakukan pemberdayaan. Ada juga penyebab bahwa organisasi menganggap keadaan sudah baik dan tidak perlu dilakukan pemberdayaan tersebut. 15 Untuk memberdayakan bawahannya, manajer harus memercayai kemampuan dan komitmen orangnya. Sebaliknya, bawahan harus dapat memercayai dan menghargai manajernya. Smith (2000) mengatakan sebelum hal tersebut terjadi, manajer harus percaya bahwa pemberdayaan adalah mungkin dan bermanfaat. Dengan demikian pemberdayaan memerlukan saling pengertian dan saling memercayai atasan dan bawahan. 2.1.4 Kinerja 2.1.4.1 Pengertian Kinerja Kinerja dapat diartikan sebagai suatu pencapaian hasil kerja sesuai dengan aturan dan standar yang berlaku pada masing-masing organisasi. Menurut Mathis dan Jackson (2006:378), kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan. Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi. Perbaikan kinerja baik untuk individu maupun kelompok menjadi pusat perhatian dalam upaya meningkatkan kinerja organisasi. Menurut Edi Sutrisno (2010:170), kinerja adalah kesuksesan seseorang dalam melaksanakan tugas, hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing atau tentang bagaimana seseorang diharapkan dapat berfungsi dan berperilaku sesuai dengan tugas yang telah dibebankan kepadanya serta kuantitas, kualitas dan waktu yang digunakan dalam menjalankan tugas. Menurut Sudarmanto (2009:8), kinerja merupakan catatan hasil yang diproduksi/dihasilkan atas fungsi pekerjaan tertentu atau aktivitas-aktivitas selama periode waktu tertentu dan seperangkat perilaku yang relevan dengan tujuan organisasi. Menurut Veithzal Rivai (2009:548), kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Menurut A.A Anwar Prabu Mangkunegara (2010:9) kinerja karyawan adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang 16 karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Dari beberapa definisi kinerja diatas, dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah prestasi atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai Sumber Daya Manusia dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. 2.1.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan menurut Edy Sutrisno (2010:170), yaitu: 1. Efektivitas dan Efisiensi Dalam hubungannya dengan kinerja organisasi, maka ukuran baik buruknya kinerja diukur oleh efektivitas dan efisiensi. Masalahnya adalah bagaimana proses terjadinya efisiensi dan efektivitas organisasi. Dikatakan efektif bila mencapai tujuan, dikatakan efisien bila hal itu memuaskan sebagai pendorong mencapai tujuan. 2. Otoritas dan Tanggung jawab Dalam organisasi yang baik, wewenang dan tanggung jawab telah didelegasikan dengan baik, tanpa adanya tumpang tindih tugas. Masingmasing karyawan yang ada dalam organisasi mengetahui apa yang menjadi haknya dan tanggung jawabnya dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Kejelasan wewenang dan tanggung jawab setiap orang dalam suatu organisasi akan mendukung kinerja karyawan tersebut. 3. Disiplin Secara umum, disiplin menunjukkan suatu kondisi atau sikap hormat yang ada pada diri karyawan terhadap peraturan dan ketetapan perusahaan. Masalah disiplin karyawan yang ada di dalam organisasi baik atasan maupun bawahan akan memberikan corak terhadap kinerja organisasi. Kinerja organisasi akan tercapai apabila kinerja individu maupun kelompok ditingkatkan. 4. Inisiatif Inisiatif seseorang berkaitan dengan daya pikir, kreativitas dalam bentuk ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi. Dengan perkataan lain, inisiatif karyawan yang ada di dalam 17 organisasi merupakan daya dorong kemajuan yang akhirnya akan mempengaruhi kinerja. Faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja menurut Mangkunegara (2006:13), yaitu : 1. Faktor Kemampuan (Ability) Secara psikologis, kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realita (knowledge + skill). Artinya, pimpinan dan karyawan yang mempunyai IQ di atas rata-rata(IQ 110-120) apalagi IQ Superior, very superior, gifted dan genius dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai kinerja maksimal. 2. Faktor motivasi (Motivation) Motivasi diartikan suatu sikap (attitude) pimpinan dan karyawan terhadap situasi kerja (situation) di lingkungan organisasinya. Mereka yang bersikap positif (pro) terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja tinggi dan sebaliknya jika mereka bersifat negatif (kontra) terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud mencakup antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja. 2.1.4.3 Dimensi Kinerja Menurut Sudarmanto (2009:11) terdapat 6 kriteria dasar atau dimensi untuk mengukur kinerja, yaitu : 1. Kuantitas (Quantity) Terkait dengan satuan jumlah atau kuantitas yang dihasilkan 2. Kualitas (Quality) Terkait dengan proses atau hasil mendekati sempurna/ideal dalam memenuhi maksud atau tujuan. 3. Ketepatan waktu (Timeliness) Terkait dengan waktu yang diperlukan dalam menyelesaikan aktivitas atau menghasilkan produk. 4. Efektivitas biaya (Cost Effectiveness) 18 Terkait dengan tingkat penggunaan sumber-sumber organisasi (orang, uang, material, teknologi) dalam mendapatkan atau memperoleh hasil atau pengurangan pemborosan dalam penggunaan sumber-sumber organisasi. 5. Kebutuhan akan pengawasan (Need for Supervision) Terkait dengan kemampuan individu dapat menyelesaikan pekerjaan atau fungsi-fungsi pekerjaan tanpa asistensi pimpinan atau intervensi pengawasan pimpinan. 6. Hubungan antar perseorangan (Interpersonal Impact) Terkait dengan kemampuan individu dalam meningkatkan perasaan harga diri, keinginan baik, dan kerja sama diantara sesama pekerja dan anak buah. 2.1.4.4 Manfaat Penilaian Kinerja Adapun secara terperinci manfaat penilaian kinerja bagi organisasi menurut Veithzal Rivai (2005:55) diantaranya : 1. Perbaikan kinerja Umpan balik pelaksanaan kerja yang bermanfaat bagi karyawan dalam bentuk kegiatan untuk meningkatkan atau memperbaiki kinerja karyawan. 2. Penyesuaian kompensasi Penilaian kinerja membantu pengambil keputusan dalam penyesuaian ganti rugi, menentukan siapa yang perlu dinaikkan upah, bonus atau kompensasi lainnya. 3. Keputusan penempatan Membantu dalam promosi, keputusan penempatan, perpindahan dan penurunan pangkat pada umumnya didasarkan pada masa lampau atau mengantisipasi kinerja. 4. Pelatihan dan pengembangan Kinerja buruk mengindikasikan adanya suatu kebutuhan untuk latihan. Demikian juga kinerja baik dapat mencerminkan adanya potensi yang belum digunakan dan harus dikembangkan. 5. Perencanaan dan pengembangan karier 19 Umpan balik penilaian kinerja dapat digunakan sebagai panduan dalam perencanaan dan pengembangan karier karyawan. 2.2 Kerangka Pemikiran Gaya Kepemimpinan Transformasional Pemberdayaan Karyawan 1. 2. 3. 4. 5. 1. Idealized influence 2. Inspirational motivation 3. Intelectual stimulation 4. Individualized consideration Impact Choice Competency Meaning Trust Kinerja Karyawan 1. 2. 3. 4. Kuantitas Kualitas Ketepatan waktu Kebutuhan akan pengawasan 5. Hubungan antarpersonal Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Sumber: Penulis 2.3 Hipotesis Berdasarkan penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk T-1 Ho = Tidak ada pengaruh yang signifikan antara gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja karyawan Ha = Ada pengaruh yang signifikan antara gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja karyawan 2. Untuk T-2 Ho = Tidak ada pengaruh yang signifikan antara gaya kepemimpinan transformasional terhadap pemberdayaan karyawan Ha = Ada pengaruh yang signifikan antara gaya kepemimpinan transformasional terhadap pemberdayaan karyawan 20 3. Untuk T-3 Ho = Tidak ada pengaruh yang signifikan antara pemberdayaan karyawan terhadap kinerja karyawan Ha = Ada pengaruh yang signifikan antara pemberdayaan karyawan dengan kinerja karyawan 4. Untuk T-4 Ho = Tidak ada pengaruh yang signifikan gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja karyawan melalui pemberdayaan Ha = Ada pengaruh yang signifikan antara gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja karyawan melalui pemberdayaan