BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Sebelumnya (State of The Art) Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini akan dicantumkan beberapa penelitian yang sebelumnya telah dilakukan. Penelitian sebelumnya akan memperlihatkan persamaan dan perbedaan dengan penelitian setelahnya. Berdasarkan judul penelitian “pengaruh komunikasi pemimpin berdasarkan jenis kelamin terhadap motivasi kerja karyawan Kementrian Perdagangan.” akan dibandingkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dengan judul di atas. Berikut adalah hasil penelitian sebelumnya yang disajikan dalam bentuk tabel: Tabel 2.1 State of The Art Nama pengarang Merie Helene dan Sara L Mann Judul Becoming a leader : the challenge of modesty for women Tahun 2010 Metodelogi Kuantitatif Kesimpulan / abstrak Sementara jumlah perempuan dalam posisi manajerial semakin meningkat, gender komposisi tim manajemen puncak miring. Ada hambatan dan kendala di tempat yang membatasi gerakan perempuan dalam peran kepemimpinan. Tujuan dari makalah ini adalah untuk menguji hubungan antara kesederhanaan dan akses ke kepemimpinan. Secara khusus, kecenderungan ke arah kesederhanaan dan kurangnya promosi diri yang diduga mengabadikan kurangnya keterlibatan perempuan dalam posisi manajemen puncak. Pesan keseluruhan makalah ini adalah bahwa perilaku yang sukses untuk laki-laki di tempat kerja tidak berhasil untuk wanita. Kabar baiknya adalah bahwa wanita tidak perlu untuk mengadopsi cara laki-laki berada di untuk berhasil. Kekurangan adalah kertas sebagian besar "uni-budaya", sebagai 7 8 penelitian direferensikan terutama yang dilakukan dalam konteks Amerika Utara. Promosi diri dan kerendahan hati dapat dikonseptualisasikan berbeda dalam konteks lain. Persamaan pada jurnal ini adalah sama-sama membahas tentang kepemimpinan. Terutama kepemimpinan berdasarkan jenis kelamin, jurnal ini juga membahas bagaimana kepemimpinan wanita, yang tidak bisa di samakan dengan kepemimpinan laki-laki. Menurut jurnal ini juga kepemimpinan wanita sama sekali tidak bisa meniru kepemimpinan laki-laki karena perbedaan jenis kelamin dan cara berpikir. Perbandingan Pada jurnal ini lebih mengacu pada kepemimpinan wanita yang di bandingkan dengan kepemimpinan laki-laki tidak berpengaruh kepada apapun. Tabel 2.2 State of The Art Nama pengarang Sebastian C. Schun, Alina S. Hernandez Bark, Niels Van Quaquebeke, Rudiger Hossiep, Philip Frieg, Rolf Van Dick Judul Gender differences in leadership role occupancy: the meadiating role of motivation Tahun 2013 Metodelogi Kuantitatif Kesimpulan / Meskipun proporsi perempuan dalam posisi kepemimpinan telah abstrak berkembang selama dekade terakhir, perempuan masih kurang terwakili dalam peran kepemimpinan, yang menimbulkan tantangan etis untuk masyarakat luas tapi bisnis pada khususnya. Dengan demikian, semakin banyak penelitian telah berusaha untuk mengungkap alasan ketidaksetaraan ini. Selain kemajuan teoritis, tujuan utama dari studi ini adalah untuk menginformasikan langkah-langkah yang ditargetkan untuk meningkatkan kontribusi perempuan dalam posisi kepemimpinan. Berusaha untuk berkontribusi ini upaya dan menggambar pada beberapa pendekatan teoritis, penelitian ini memberikan pemeriksaan kontemporer (a) apakah 9 perempuan dan laki-laki berbeda dalam tingkat mereka motivasi kekuasaan dan (b) apakah perbedaan gender yang potensial dalam motivasi ini memberikan kontribusi pada distribusi yang tidak merata perempuan dan laki-laki dalam posisi kepemimpinan. Hasil dari empat penelitian memberikan konvergen dukungan untuk asumsi ini. Secara khusus, kami menemukan bahwa perempuan secara konsisten melaporkan motivasi daya yang lebih rendah dibandingkan laki-laki. Hal ini pada gilirannya dimediasi hubungan antara gender dan kepemimpinan peran hunian. Hasil ini kuat untuk beberapa variasi metodologis termasuk sampel dari populasi yang berbeda (yaitu, sampel siswa dan sampel heterogen besar karyawan), beragam operationalizations motivasi kekuasaan dan kepemimpinan peran hunian (diri dan peringkat lainnya) Persamaan jurnal dengan penelitian adalah sama-sama membahas tentang kepemimpinan berdasarkan jenis kelamin yang di kaitkan dengan motivasi, dalam jurnal ini di hasilkan data bahwa perempuan lebih tidak membuat motivasi dalam kepemimpinannya di banding laki-laki. Perbedaan pada jurnal ini adalah populasi yang di ambil. Tabel 2.3 State of The Art Nama pengarang Iboro F.A. Ottu & Chukwuma Timothy Nkenchor Judul Genderand Leadership Style AS Socio-Demographic Indicatorsof Job Satisfaction In Akwa Ibom State Civil Service Tahun 2010 Metodelogi Kuantitatif Kesimpulan / abstrak Pengaruh Gender dan Kepemimpinan Style pada kepuasan kerja diselidiki menggunakan dua ratus (200) Pegawai Negeri Sipil yang terdiri dari 100 (laki-laki) dan 100 (wanita) yang dipilih secara acak dari populasi PNS di berbagai Departemen Akwa Ibom Kepegawaian Negara. Usia rata-rata peserta adalah 10 37,53 tahun. Para peserta secara acak dibagi menjadi dua kondisi pengobatan Gender (Pria dan Wanita) dan gaya kepemimpinan (Demokrat dan gaya Otokratis). Dua instrumen yang digunakan adalah, Minnesota Satisfaction Questionnaire (MSQ) dan Least Preferred Co-Worker (LPC) "skala. Desain penelitian adalah 2 x 2 acak desain faktorial. Hasil ANOVA menunjukkan perbedaan tidak signifikan secara statistik pada tingkat kepuasan kerja antara pria dan wanita [F (1.196) = 0,02; pns]. Wanita tidak sangat berbeda dari laki-laki dalam kepuasan mereka pada pekerjaan. Di sisi lain ada perbedaan yang signifikan antara karyawan di bawah gaya demokratis kepemimpinan dan gaya otokratis mereka rekan-rekan kepemimpinan. (F (1.196), = 10,65, P <.01). Gaya demokratis karyawan kepemimpinan lebih puas dengan pekerjaan mereka daripada gaya otokratis karyawan kepemimpinan. Tidak ada pengaruh interaksi yang signifikan. Hasil analisis dibahas sejalan dengan temuan sebelumnya dan relevan. Implikasi praktis dari temuan dan keterbatasan mereka juga dibahas. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menentukan apakah jenis kelamin dan gaya kepemimpinan dapat mempengaruhi kepuasan kerja. Penelitian ini juga bertujuan untuk mencerminkan kesejahteraan psikologis pekerja dengan alasan gaya kepemimpinan organisasi serta implikasi dari perbedaan gender dalam kepuasan kerja. Persamaan jurnal ini adalah sama- sama membahas tentang kepemimpinan dan di pengaruhi oleh sesuatu(untuk jurnal ini berpengaruh terhadap kepuasn kerja karyawan). Perbedaan pada jurnal ini adalah Jurnal ini mengukur kepuasan kerja dan bertujuan untuk mencerminkan kesejahteraan psikologis pekerja. Pada jurnal ini hanya mengukur kepuasan kerja karyawan berdasarkan jenis kelamin dengan menggunakan pengaruh kepemimpinan. 11 Tabel 2.4 State of The Art Nama pengarang Engky Karweti Judul Pengaruh kemampuan manajerial kepala sekolah dan faktor yang mempengaruhi motivasi kerja terhadap kinerja guru SLB di kabupaten subang. Tahun 2010 Metodelogi Kuantitatif Kesimpulan / Keberhasilan pendidikan sesungguhnya akan terjadi bila ada abstrak interaksi antara pendidik dengan peserta didik. Dalam kondisi ini lah guru memegang peran strategis. Semua kebijangan pendidikan bagaimanapun bagusnya tidak akan memberi hasil optimal, sepanjang guru belum atau tidak mendapat kesempatan untuk mewujudkan otonomi pedagogisnya, yaitu kemandirian guru dalam memerankan fungsinya secara proporsional dan profesional. Kemandirian guru akan tercermin dalam perwujutan kinerja guru sebagai pribadi, sebagai masyarakat , sebagai pegawai dan sebagai pemangku jabatan profesional guru . kinnerja guru ini lebih di fokuskan pada kemampuan managerial kepala sekolah dan motivasi guru dalam upaya peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan kemampuan manajerial kepala sekolah dan motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja guru SLB di kabupaten subang sebesar 54,5 % sisanya yaitu sebesar 45,5% merupakan pengaruh yang datang dari faktor lain misalnya: iklim organisasi sekolah, etos kerja, budaya organisasi, kinerja kepala sekolah, kepuasan, loyalitas, pelayanan, negosiasi, mutu, dan lain-lain. Kemampuan manajerial kepala sekolah berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja guru SLB di kabupaten subang. Dengan demikian untuk meningkatkan kinerja guruguru SLB di kabupaten subang, seyogyanya kepala sekolah perlu meningkatkan kemampuan teknik manajerial karena maju mundurnya suatu sekolah tidak terlepas dari peran 12 kepala sekolah. Serta meningkatkan dan memelihara motivasi mengajar guru, agar motivasi mengajar guru tetap dapat di tingkatkan dan konsisten dari waktu ke waktu karena motivasi merupakan pemberi daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau berkerja sama, efektif dan terintegrasi dengan segala upaya untuk mencapai kepuasan. Persamaan pada jurnal ini adalah sama-sama menggunakan kepemimpinan untuk meningkatkan motivasi mengajar pada guru SLB, dari penelitian ini kepemimpinan kepala sekolah menujukan pengaruh yang cukup besar untuk memotivasi para guru. Perbedaan pada jurnal ini, variabel yang digunakan kemampuan manajerial, motivasi karyawan berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Tabel 2.5 State of The Art Nama pengarang Slamet Riyadi Judul Pengaruh Kompensasi Finansial, Gaya Kepemimpinan, dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan pada Perusahaan Manufaktur di Jawa Timur Tahun 2011 Metodelogi Kuantitatif Kesimpulan / abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kompensasi finansial, gaya kepemimpinan dan motivasi terhadap kinerja karyawan perusahaan manufaktur itu. Responden manajer manajemen menengah di perusahaan manufaktur yang sebanyak 110 orang yang dipilih secara acak dari kerangka sampling sebesar 152. Data dikumpulkan dengan menggunakan instrumen dalam bentuk kuesioner. Instrumen ini dikalibrasi menggunakan validitas item dan koefisien reliabilitas. Data dianalisis dengan menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) dengan paket PLS Cerdas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) 13 tidak ada pengaruh kompensasi finansial (X1) terhadap motivasi kerja (Z), (2) gaya kepemimpinan (X2) memiliki pengaruh positif terhadap motivasi (Z) secara signifikan, (3) tidak ada pengaruh kompensasi finansial (X1) terhadap kinerja karyawan (Y), (4) gaya kepemimpinan (X2) memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan (Y), dan (5) motivasi (Z) bekerja secara langsung memiliki signifikan berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan (Y). Temuan ini memiliki implikasi bahwa kompensasi finansial tidak berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja dan kinerja karyawan. Gaya kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap motivasi pekerja dan kinerja karyawan. Motivasi kerja mempengaruhi kinerja karyawan. Kepemimpinan merupakan faktor penting dalam memberikan arahan kepada karyawan terutama pada saat sekarang ini di mana transparansi menjadi penting. Kepemimpinan yang diperlukan adalah kepemimpinan yang dapat memberdayakan karyawan mereka. Kepemimpinan yang dapat memotivasi karyawan adalah kepemimpinan yang bisa menumbuhkan rasa percaya diri karyawan dalam melaksanakan tugasnya. Persamaan jurnal ini adalah sama-sama membahas tentang kepemimpinan dan motivasi kerja, dan jurnal ini menunjukan bahwa kepemimpinan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap motivasi kerja. Perbedaan jurnal ini adalah dalan jurnal ini variabel yang di bahas hubungan finansial , gaya kepemimpinan, motivasi dan terhadap kinerja karyawan. 2.2 Landasan Teori 2.2.1 Teori Motivasi Hygine Herzberg mencoba menentukan faktor-faktor apa yang mempengaruhi motivasi dalam organisasi. Ia menemukan dua perangkat kegiatan yang memuaskan kebutuhan manusia, (Ruliana, 2014) yakni : 14 a. Kebutuhan yang berkaitan dengan kepuasan kerja atau di sebut juga motivasi, meliputi prestasi, penghargaan, tanggung jawab, kemajuan atau promosi, pekerjaan itu sendiri, dan potensi bagi pertumbuhan pribadi. Bila faktor ini tidak ada di tempat kerja, karyawan akan kekurangan motivasi, namun tidak berarti tidak puas dengan pekerjaan mereka. b. Kebutuhan yang berkaitan dengan ketidakpuasan kerja disebut juga faktor pemeliharaan (maintenance) atau kesehatan (hygiene) meliputi gaji, pengawasan, keamanan kerja, kondisi kerja, administrasi, kebijakan organisasi, hubungan antarpribadi dengan rekan kerja, atasan, dan bawahan di tempat kerja. Faktor ini berkaitan dengan lingkungan atau konteks pekerjaan alih-alih dengan pekerjaan itu sendiri. Bila faktor ini tanggapi secara positif, karyawan tidak mengalami kepuasan atau tampak termotivasi, namun bila faktor-faktor tidak ada, karyawanakan merasa tidak puas. Motivator berkaitan dengan kepuasan kerja namun tidak dengan ketidak puasan kerja. Faktor kesehatan berkaitan dengan ketidakpuasaan kerja namun tidak dengan kepuasan kerja. Jadi untuk memelihara atau tetap memiliki pegawai, manajer harus memusatkan perhatian pada faktor-faktor kesehatan; namun, untuk membuat pegawai bekerja lebih keras, manajer harus memusatkan perhatian pada motivator. Manajer menyesuaikan pekerjaan itu sendiri untuk motivasi pegawai dan menyesuaikan faktor lingkungan untuk menghidari ketidakpuasan. (Pace dan Faules, 2013) 2.2.2 Theori 4 sistem (Teori Gaya Kepemimpinan) Salah satu teori gaya kepemimpinan yang dikemukakan Likert menemukan 4 gaya kepemimpinan atau sistem manajerial yang berdasarkan pada suatu analisis atas 8 variabel manajerial, yaitu: (1) Kepemimpinan, (2) Motivasi, (3) Komunikasi, (4) Interaksi, (5) Pengambilan Keputusan, (6) Penentuan Tujuan, (7) Pengendalian, (8) Kinerja. Likert membagi gaya manajerial tersebut (Rosmawaty, 2010) sebagai berikut : 1. Penguasa mutlak Gaya ini berdasarkan pada asumsi Teori X McGregor. Manajer atau pemimpin memberi bimbingan sepenuhnya dan pengawasan ketat pada pegawai dengan anggapan bahwa cara yang terbaik untuk memotivasi 15 pegawai adalah dengan memberi rasa takut, ancaman dan hukuman. Interaksi atasan-bawahan amat sedikit; semua keputusan berasal dari atas dan komunikasi ke bawah semata-mata berisi instruksi dan perintah. 2. Penguasa semi-mutlak Gaya ini pada dasarnya bersifat otoritarian, tetapi mendorong komunikasi ke atas untuk ikut berpendapat maupun mengemukakan keluhan bawahan; namun interaksi di antara tingkatan-tingkatan dalam organisasi dilakukan melalui jalur resmi. Komunikasi yang terjadi jarang bersifat bebas dan terus terang. 3. Penasihat Gaya ini melibatkan interaksi yang cukup sering pada tingkat pribadi sampai tingkat moderat, antara atasan dan bawahan dalam organisasi. Informasi berjalan baik ke atas maupun ke bawah, tetapi dengan sedikit penekanan pada gagasan-gagasan yang berasal dari atas. Manajer menaruh kepercayaan besar, meskipun tidak mutlak dan keyakinan kepada bawahan. 4. Pengajak Serta Gaya ini amat sportif, dengan tujuan agar organisasi berjalan baik melalui partisipasi nyata pegawai. Informasi berjalan ke segala arah, dan pengendalian dijalankan di setiap tingkatan. Orang berkomunikasi dengan bebas, terbuka, dan berterus terang hampir tanpa rasa takut terhadap hukuman. Secara umum, sistem komunikasi formal dan informal identik, dan ini menjamin integrasi tujuan pribadi dan tujuan organisasi yang sebenarnya. 2.2.3 Teori Informasi Organisasi Teori Informasi Organisasi adalah satu cara untuk menjelaskan bagaimana organisasi membuat informasi yang membigungkan atau ambigu menjadi masuk akal. Teori informasi organisasi merupakan sudut pandang dari komunikasi yang menganggap bahwa organisasi sebagai suatu sistem pemrosesan informasi (Rohim, 2009) Salah satu sumber daya penting dalam organisasi adalah informasi. Dengan menggunakan teori informasi sebagai dasar, informasi dalam pengertian untuk mengurangi ketidak pastian. Sebagaimana yang dipakai dalam teori informasi 16 organisasi, konsep tidak mengacu pada makna, akan tetapi hanya memfokuskan titik perhatiannya pada banyaknya stimulus atau sinyal (Rohim, 2009). Teori ini fokus pada proses pengorganisasian anggota organisasi untuk mengelola informasi dari pada berfokus pada struktur organisasi itu sendiri. Katz dan Kahn dalam (Pace & Faules, 2010) mengemukakan ada lima jenis informasi yang biasanya dikomunikasikan dari atasan kepada bawahan : a. Informasi mengenai bagaimana melakukan pekerjaan. b. Informasi mengenai pekerjaan yang memerlukan tindakan pada waktu mendatang. c. Informasi mengenai kebijakan dan praktik – praktik organisasi. d. Informasi mengenai teguran atau pujian setiap pekerjaan. e. Informasi mengenai penyelesaian perselisihan di antara pegawai mengenai masalah kerja. Teori informasi organisasi memiliki kedudukan penting dalam ilmu komunikasi, karena menggunakan komunikasi sebagai dasar atau basis bagaimana mengatur atau mengorganisasi manusia dan memberikan pemikiran rasional dalam memahami bagaimana manusia berorganisasi. Fokus dari teori informasi organisasi adalah komunikasi informasi, hal yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan suatu organisasi. Sangatlah jarang satu orang atau satu bagian pada perusahaan memiliki seluruh informasi yang diperlukan untuk dapat menyelesaikan tugasnya. Namun demikian, tugas mengelola atau memproses informasi tidaklah sekedar bagaimana memperoleh informasi; bagian tersulit adalah bagaimana memahami informasi dan mendistribusikan informasi yang diterima itu dalam organisasi (Morissan, 2014). Salah satu tantangan terbesar dalam komunikasi organisasi adalah bagaimana menyampaikan informasi keseluruh bagian organisasi dan bagaimana menerima informasi daari seluruh bagian organisasi. Proses ini berhubungan dengan aliran informasi dari seluruh bagian organisasi. Proses aliran informasi merupakan proses yang rumit. Apa yang dikemukakan dalam struktur dapat saja bukan yang sebenarnya terjadi. Efisiensi dapat bergantung pada aliran informasi, tetapi ini bukan pertimbangan satu-satunya. Organisasi mengandalkan inovasi dan harus mampu menghasilkan informasi bagi para anggotanya. Aliran informasi dapat menentukan iklim dan moral organisasi, yang pada gilirannya berpengaruh pada aliran informasi. (Rosmawaty, 2010) 17 Jadi, yang di maksud aliran informasi dalam organisasi adalah suatu proses dinamik; dalam proses inilah pesan-pesan secara tetap dan berkesinambungan diciptakan ditampilkan dan diinterpretasikan, lewat upaya saling mempengaruhi. Proses ini berlangusng terus menerus dan berubah secara konstan, artinya komunikasi organisasi bukanlah sesuatu yang terjadi lalu kemudian berhenti, karena komunikasi terjadi sepanjang waktu, yang berpengaruh juga pada penampilan organisasi (organization performance) dan kualitas hidup organisasi. (Rosmawaty, 2010) 2.2.4 Komunikasi Interpersonal Komunikasi interpersonal (interpersonal Communication) merujuk pada komunikasi yang terjadi secara langsung antara dua orang. Menurut Berger, Dainton dan Stafford, konteks interpersonal banyak membahas tentang bagaimana suatu hubungan dimulai, bagaimana mempertahankan suatu hubungan, dan keretakan suatu hubungan. Salah satu alasan mengapa peneliti dan teoretikus mempelajari relasi adalah karena relasi merupakan hal yang sangat kompleks dan beragam. Ketika kita mungkin sedang berada dalam banyak relasi dengan orang lain, termasuk pasiendokter, guru-murid, orangtua-anak, supervasior-karyawan, dan sebagainya. (West and Turner, 2008) Berinteraksi dalam tiap hubungan ini memberikan kesempatan pada komunikator untuk memaksimalkan fungsi sebagai macam saluran (penglihatan, pendengaran, sentuhan, dan penciuman) untuk digunakan dalam sebuah interaksi. Dalam konteks ini, saluran-saluran ini berfungsi secara simultan bagi kedua pratisipan interaksi. Contoh nya seperti seorang anak yang menangis sambil berteriak mencari ibunya dan ibunya akan menenangkan anaknya dengan elusan dan sentuhan, memandang mata anaknya dan mendengarkan isakannya mereda. (West and Turner, 2008) Seperti dikemukakan oleh Spitz, Cupatch, dan Hecht terdapat lima kualitas efektivitas komunikasi interpersonal (Devito, 2011), sebagai berikut: a. Kepercayaan diri Komunikator yang efektif memiliki kepercayaan diri sosial, perasaan cemas tidak dengan mudah dilihat oleh orang lain. Komunikator yang efektif selalu merasa nyaman bersama orang lain dan merasa nyaman dalam situasi komunikasi pada umumnya. Kualitas ini juga memungkinkan pembicara 18 berkomunikasi secara efektif dengan orang - orang yang gelisah, pemalu, atau khawatir, dan membuat mereka merasa nyaman. b. Kebersatuan Kebersatuan mengacu pada penggabungan antara pembicara dan pendengar-terciptanya rasa kebersamaan dan kesatuan. Komunikator yang memperlihatkan kebersatuan mengisyaratkan minat dan perhatian. Bahasa yang menunjukkan kebersatuan umumnya ditanggapi lebih positif daripada bahasa yang tidak menunjukkan kebersatuan. Kebersatuan menyatukan pembicara dan pendengar. c. Manajemen interaksi Komunikator yang efektif mengendalikan interaksi untuk kepuasan kedua pihak. Dalam manajemen interaksi yang efektif, tidak seorang pun merasa diabaikan atau merasa menjadi tokoh penting. Masing-masing pihak berkontribusi dalam keseluruhan komunikasi. d. Daya-pengungkapan Mengacu pada keterampilan mengomunikasikan kterlibatan tulus dalam interaksi antarpribadi. Kita berperan serta dalam permainan dan tidak sekadar menjadi penonton. Daya ekspresi sama dengan keterbukaan dalam hal penekanannya pada keterlibatan, dan ini mecangkup, misalnya ekspresi tanggung jawab atas pikiran dan perasaan, mendorong daya ekspresi atau keterbukaan orang lain, dan memberikan umpan balik yang relevan dan patut. e. Orientasi ke pihak lain Terlalu sering kita hanya memperhatikan diri sendiri, berorientasi kepada diri sendiri. Dalam interaksi antarpribadi, ini berbentuk mempercayakan diri sendiri, pengalaman, minat dan keinginan kita sendiri. Ini berarti kita mendominasi sebagian besar, jika tidak semua, pembicaraan, dan kurang atau tidak memperhatikan umpan balik verbal dan non verbal dari pihak lain. Orientasi kepada orang lain adalah lawan dari orientasi kepada diri sendiri. Orientasi mengacu pada kemampuan kita untuk menyesuaikan diri dengan lawan bicara selama perjumpaan antarpribadi. Orientasi ini mencakup pengomunikasian perhatian dan minat terhadap apa yang dikatakan lawan bicara. 19 Komunikasi interpersonal dianggap efektif, jika orang lain memahami pesan yang disampaikan dengan benar, dan memberikan respon sesuai dengan yang diinginkan. Komunikasi ini dapat membantu mengantarkan seseorang kepada tercapainya tujuan tertentu. Sebaliknya, jika komunikasi interpersonal tidak berhasil, akibatnya bisa apa saja, dari sekedar membuang waktu, sampai akibat buruk yang tragis. (Suranto, 2011) 2.2.5 Komponen-Komponen Komunikasi Interpersonal Dari pengertian komunikasi interpersonal yang telah diuraikan di atas, dapat diidentifikasikan beberapa komponen yang harus ada dalam komunikasi interpersonal. Menurut (Suranto, 2011) komponen - komponen komunikasi interpersonal yaitu: 1. Sumber/ komunikator Merupakan orang yang mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi, yakni keinginan untuk membagi keadaan internal sendiri, baik yang bersifat emosional maupun informasional dengan orang lain. Kebutuhan ini dapat berupa keinginan untuk memperoleh pengakuan sosial sampai pada keinginan untuk mempengaruhi sikap dan tingkah laku orang lain. Dalam konteks komunikasi interpersonal komunikator adalah individu yang menciptakan, memformulasikan, dan menyampaikan pesan. 2. Encoding Encoding adalah suatu aktifitas internal pada komunikator dalam menciptakan pesan melalui pemilihan simbol-simbol verbal dan non verbal, yang disusun berdasarkan aturan-aturan tata bahasa, serta disesuaikan dengan karakteristik komunikan. 3. Pesan Merupakan hasil encoding. Pesan adalah seperangkat simbol- simbol baik verbal maupun non verbal, atau gabungan keduanya, yang mewakili keadaan khusus komunikator untuk disampaikan kepada pihak lain. Dalam aktivitas komunikasi, pesan merupakan unsur yang sangat penting. Pesan itulah disampaikan oleh komunikator untuk diterima dan diinterpretasi oleh komunikan. 4. Saluran 20 Merupakan sarana fisik penyampaian pesan dari sumber ke penerima atau yang menghubungkan orang ke orang lain secara umum. Dalam konteks komunikasi interpersonal, penggunaan saluran atau media semata-mata karena situasi dan kondisi tidak memungkinkan dilakukan komunikasi secara tatap muka. 5. Penerima/ komunikan Adalah seseorang yang menerima, memahami, dan menginterpretasi pesan. Dalam proses komunikasi interpersonal, penerima bersifat aktif, selain menerima pesan melakukan pula proses interpretasi dan memberikan umpan balik. Berdasarkan umpan balik dari komunikan inilah seorang komunikator akan dapat mengetahui keefektifan komunikasi yang telah dilakukan, apakah makna pesan dapat dipahami secara bersama oleh kedua belah pihak yakni komunikator dan komunikan. 6. Decoding Decoding merupakan kegiatan internal dalam diri penerima. Melaui indera, penerima mendapatkan macammacam data dalam bentuk “mentah”, berupa kata-kata dan simbol- simbol yang harus diubah kedalam pengalamanpengalaman yang mengandung makna. Secara bertahap dimulai dari proses sensasi, yaitu proses di mana indera menangkap stimuli. 7. Respon Yakni apa yang telah diputuskan oleh penerima untuk dijadikan sebagai sebuah tanggapan terhadap pesan. Respon dapat bersifat positif, netral, maupun negatif. Respon positif apabila sesuai dengan yang dikehendaki komunikator. Netral berarti respon itu tidak menerima ataupun menolak keinginan komunikator. Dikatakan respon negatif apabila tanggapan yang diberikan bertentangan dengan yang diinginkan oleh komunikator. 8. Gangguan (noise) Gangguan atau noise atau barier beraneka ragam, untuk itu harus didefinisikan dan dianalisis. Noise dapat terjadi di dalam komponen komponen manapun dari sistem komunikasi. Noise merupakan apa saja yang mengganggu atau membuat kacau penyampaian dan penerimaan pesan, termasuk yang bersifat fisik dan phsikis. 9. Konteks komunikasi 21 Komunikasi selalu terjadi dalam suatu konteks tertentu, paling tidak ada tiga dimensi yaitu ruang, waktu, dan nilai. Konteks ruang menunjuk padalingkungan konkrit dan nyata tempat terjadinya komunikasi, seperti ruangan, halaman dan jalanan. Konteks waktu menunjuk pada waktu kapan komunikasi tersebut dilaksanakan, misalnya: pagi, siang, sore, malam. Konteks nilai, meliputi nilai sosial dan budaya yang mempengaruhi suasana komunikasi, seperti: adat istiadat, situasi rumah, norma pergaulan, etika, tata krama, dan sebagainya. Komunikasi interpersonal merupakan suatu proses pertukaran makna antara orang-orang yang saling berkomunikasi. Orang yang saling berkomunikasi tersebut adalah sumber dan penerima. Sumber melakukan encoding untuk menciptakan dan memformulasikan menggunakan saluran. Penerima melakukan decoding untuk memahami pesan, dan selanjutnya menyampaikan respon atau umpan balik. Tidak dapat dihindarkan bahwa proses komunikasi senantiasa terkait dengan konteks tertentu, misalnya konteks waktu. Hambatan dapat terjadi pada sumber, encoding, pesan, saluran, decoding, maupun pada diri penerima. 2.2.6 Komunikasi Komunikasi merupakan suatu hal yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia. Dan bahkan komunikasi telah menjadi suatu fenomena bagi terbentuknya suatu masyarakat atau komunitas yang terintegrasi oleh informasi, di mana masingmasing individu dalam masyarakat itu sendiri saling berbagi informasi (information sharing) untuk mencapai tujuan bersama. Secara sederhana komunikasi dapat terjadi apabila ada kesamaan antara penyampaian pesan dan orang yang menerima pesan. Senada dengan hal ini bahwa komunikasi atau communication bersal dari bahasa latin “communis”. Communis atau dalam bahasa Inggrisnya “commun” yang artinya sama. Apabila kita berkomunikasi (to communicate), ini berarti bahwa kita berada dalam keadaan berusaha untuk menimbulkan kesamaan. (Rohim, 2009) Onong Uchyana, komunikasi sebagai proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran, atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa merupakan gagasan, informasi, opini, dan lain-lain yang muncul dari benaknya. Perasaan bisa merupakan keyakinana, kepastian, keraguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan sebagainya yang timbul dari lubuk hati. (Bungin, 2013). 22 Komunikasi adalah suatu proses sosial di mana individu- individu menggunakan simbol-simbol untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna dalam lingkungan mereka. Ketika menginterpretasikan komunikasi secara sosial, maksud yang di sampaikan adalah komunikasi selalu melibatkan manusia serta interaksi. Artinya, komunikasi selalu melibatkan dua orang, pengirim dan penerima. Keduanya memainkan peran yang penting dalam proses komunikasi. Ketika komunikasi di pandang secara sosial, komunikasi selalu melibatkan dua orang yang berinteraksi dengan bebagai niat, motivasi dan kempuan. Kemudian, ketika berbicara komunikasi sebagai proses, hal ini berarti komunikasi bersifat berkesinambungan dan tidak memiliki akhir. Komunikasi juga dinamis, kompleks, dan senantiasa berubah. Melalui pandangan mengenai komunikasi ini, kami ingin menekankan bahwa menciptakan suatu makna adalah suatu yang dinamis. Oleh karena itu, komunikasi tidak memiliki awal dan akhir yang jelas. (West & Turner,2008) Berbicara tentang pengertian komunikasi, tidak ada pengertian yang benar ataupun yang salah, definisi harus dilihat dari kemanfaatannya untuk menjelaskan fenomena yang didefinisikan dan mengevaluasinya. Beberapa pengertian tentang komunikasi terkadang terlalu sempit, seperti komunikasi adalah “penyampaian pesan”, ataupun tetalu luas, seperti “komun ikasi adalah proses interaksi antara dua makhluk”, sehingga pelaku komunikasi tersebut dapat termasuk hewan, tumbuhan bahkan jin. Sebagaimana dikemukakan oleh John R.Wenburg dan William W. Wilmot juga Kenneth K. Sereno dan Edward M. Bodaken, setidaknya ada tiga pemahaman mengenai komunikasi sebagai transaksi satu arah, komunikasi sebagai interaksi, dan komunikasi sebagai transaksi. (Rohim, 2009) Dari pengertian tersebut, jadi dapat dikatakan bahwa komunikasi terjadi apabila terdapat kesamaan makna suatu pesan yang disampaikan komunikator kepada komunikan. Apabila penerima pesan mengerti tentang sesuatu yang disampaikan pengirim pesan kepadanya, maka komunikasi berlangsung dan hubungan diantara keduanya bersifat komunikatif, tetapi sebaliknya jika pesan yang disampaikan tidak dimengerti oleh si penerima pesan, maka komunikasi tidak berlangsung dan hubungan tidak bersifat komunikatif. Setiap proses komunikasi yang dilakukan, pasti memiliki tujuan. Adapun tujuan – tujuan komunikasi adalah (Effendy, 2011) sebagai berikut: 1. Perubahan sikap (to change the attitude) 2. Perubahan pendapat/opini/pandangan (to change the opinion) 23 3. Perubahan perilaku (to change behavior) 4. Perubahan sosial (to change the society) 2.2.6.1 Komunikasi Organisasi Bermacam-macam presepsi mereka tentang hal ini dan beberapa di antaranya akan disajikan (Muhammad: 2011) berikut ini: a. Redding dan Sanborn Mengatakan bahwa komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan informasi dalam organisasi yang kompleks. Yang termasuk dalam bidang ini adalah komunikasi internal, hubungan manusia, hubungan persatuan pengelola, komunikasi downward atau komunikasi dari atasan ke bawahan, komunikasi upward atau komunikasi dari bawahan kepada atasan, komunikasi horizontal atau komunikasi dari orang-orang yang sama level / tingkatnya dalam organisasi, keterampilan berkomunikasi dan berbicara, mendengarkan, menulis dan komunikasi evaluasi program. b. Katz dan Kahn Mengatakan bahwa komunikasi organisasi merupakan arus informasi, pertukaran informasi dan permindahan arti di dalam suatu organisasi. Menurut Katz dan Kahn organisasi adalah sebagai suatu sistem terbuka yang menerima energi dari lingkungannya dan mengubah energy ini menjadi produk atau servic dari sistem dan pengeluaran produk atau servis ini kepada lingkungan. c. Zelko dan Dance Mengatakan bahwa komunikasi organisasi adalah suatu sistem yang saling tergantung yang mencakup komunikasi internal dan komunikasi eksternal. Komunikasi internal adalah komunikasi dalam organisasi itu sendiri seperti komunikasi dari bawahan kepada atasan, komunikasi dari atasan kepada bawahan, komunikasi sesama karyawan yang sama tingkatnya. Sedangkan komunikasi eksternal adalah komunikasi yang dilakukan organisasi terhadap lingkungan luarnya, seperti komunikasi dalam penjualan hasil produksi, pembuatan iklan, dan hubungan dengan masyarakat umum. Kemudian bersama lesikar, mereka menambahkan satu dimensi lagi dari komunikasi pribadi di antara sesama anggota 24 organisasi yang berupa pertukaran secara informal mengenai informasi dan perasaan di antara sesama anggota organisasi. d. Thayer Thayer menggunakan pendekatan sistem secara umum dalam memandang komunikasi organisasi. Dia mengatakan komunikasi organisasi sebagai arus data yang akan melayani komunikasi organisasi dan proses interkomunikasi dalam beberapa cara. Dia memperkenalkan tiga sistem komunikasi dalam organisasi yaitu: (1) berkenaan dengan kerja organisasi seperti data mengenai tugas-tugas atau beroperasinya organisasi (2) berkenaan dengan peraturan organisasi seperti perintah-perintah, aturanaturan dan petunjuk-petunjuk (3) berkenaan dengan pemeliharaan dan pengembangan organisasi. Yang termasuk bagian ini antara lain hubungan dengan personal dan masyarakat, pembuatan iklan dan latihan. e. Greenbaunm Mengatakan bahwa bidang komunikasi organisasi termasuk arus komunikasi formal dan informal dalam organisaasi. Dia membedakan komunikasi internal dengan eksternal dan memandang peranan komunikasi terutama sekali sebagai koordinasi pribadi dan tujuan organisasi dan masalah menggiatkan aktivitas. Meskipun bermacam-macam presepsi dari para ahli mengenai komunikasi organisasi ini tapi dari semuanya itu ada beberapa hal yang umum yang dapat disimpulkan yaitu: a. Komunikasi organisasi terjadi dalam suatu sistem terbuka yang kompleks yang dipengaruhi oleh lingkungannya sendiri baik internal maupun eksternal. b. Komunikasi organisasi meliputi pesan dan arusnya, tujuan, arah dan media. Komunikasi organisasi meliputi orang dan sikapnya, perasaannya, hubungan dan keterampilan/ skilnya. 2.2.6.2 Fungsi Komunikasi Dalam Organisasi Empat fungsi komunikasi dalam organisasi (Rosmawaty, 2010) yaitu: 1. Fungsi Informatif 25 Organisasi dapat di pandang sebagai suatu sistem proses informasi (information-processing system). Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik, dan tepat waktu. Informasi yang didapat memungkinkan setiap anggota organisasi dapat melaksanakan pekerjaannya secara lebih pasti. Informasi pada dasarnya dibutuhkan oleh semua orang yang mempunyai perbedaan kedudukan dalam suatu organisasi. 2. Fungsi Regulatif Terdapat dua hal yang berpengaruh dalam fungsi regulatif , pertama atasan atau orang – orang yang berada dalam tahanan manajemen, yaitu mereka yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semuan informasi yang disampaikan. Di damping itu, mereka juga mempunyai kewenangan untuk memberikan intruksi atau perintah, sehingga dalam struktur organisasi kemungkinan mereka ditempatkan pada lapisan atas (position of outthority) supaya perintah – perintahnya dilaksanakan sebagaimana mestinya. Kedua, berkaitan dengan pesan atau message. Prsan – pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada kerja. Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan tentang pekerjaan yang boleh untuk dilaksanakan. 3. Fungsi Persuasif Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan,. Adanya kenyataan ini, maka banyak pimpinan yang lebih suka untuk mempersuasi bawahannya dari pada memberi perintah. Sebab pekerjaan yang dilakukan secara sukarela oleh karyawan akan menghasilkan kepedulian yang lebih besar dibandingkan kaau pimpinan sering memperlihatkan kekuasaan dan kewenangannya. 4. Fungsi Integratif Setiap organisasi berusaha untuk menyediakan saluran yang memungkinkan karyawan dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik. Ada dua saluran komunikasi formal, seperti penerbitan khusus dalam organisasi tersebut (newsletter atau bulletin) dan laporan kemajuan organisasi, juga saluran komunikasi informal, seperti perbincangan antarpribadi selama masa istirahat kerja, pertandingan olahraga, ataupun kegiatan darmawisata. Pelaksanaan aktivitas ini akan menumbuhkan 26 keinginan untuk berpatisipasi yang lebih besar dalam diri karyawan terhadap organisasi. 2.2.7 Kepemimpinan Manajer atau pemimpin adalah seseorang yang memiliki tugas membuat orang-orang dalam sebuah organisasi atau perusahaan dengan berbagai karakteristik dan latar belakang budaya bekerja bersama untuk mencapai tujuan yang diinginkan oleh perusahaan dan sesuai dengan teknologi yang dipakai. (Murtie, 2012) Kepemimpinan (leadership) sebagai kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok guna mencapai sebuah visi atau serangkaian tujuan yang ditetapkan. Sumber pengaruh ini bisa jadi bersifat formal, seperti yang di berikan oleh pemangku jabatan manajerial dalam sebuah organisasi. Karena posisi manajemen memiliki tingkat otoritas yang diakui secara formal, seseorang bisa memperoleh peran pemimpin hanya karena posisinya dalam organisasi tersebut. Kepemimpinan berkaitan dengan perubahan pemimpin menentukan arah dengan cara mengembangkan suatu visi masa depan, kemudian mereka menyatukan orang-orang dengan mengkomunikasikan visi inidan menginspirasi mereka untuk mengatasi berbagai rintangan (Robbins dan Judge: 2014) Untuk menyesuaikan berbagai perbedaan di antara para karyawan tersebut tentu saja diperlukan adanya mekanisme yang mumpuni dan sesuai untuk diaplikasikan ke dalam sistem kerja seorang manajer atau pemimpin antara lain: (Murtie, 2012). a. Pengarahan (direction) Pengarahan atau direction ini mencakup pembuatan keputusan, kebijakan, supervisi, dan lain-lain. b. Rancangan organisasi dan pekerjaan Tentu saja seorang manajer harus mampu merancang pekerjaan yang akan dilakukan oleh anak buahnya, seperti membuat schedule akan sangat membantu para karyawan dalam menyelesaikan tugas dengan lebih tepat waktu dan sasaran c. Seleksi, pelatihan, penilaian, dan pengembangan Seorang manajer memiliki tugas mengajak berbagai tipe dan karakteristik karyawan untuk bersama-sama mencapai tujuan perusahaan. Oleh karena itu, manajer juga berhak untuk menyeleksi karyawan yang akan 27 membantunya melaksanakan tugas yang sesuai dengan karakteristik karyawan terhadap tugas yang akan diembannya. Setelah tahapan seleksi, seorang manajer juga mengadakan pelatihan (training) tentang tugas-tugas yang akan diserahkan kepada karyawan yang bersangkutan untuk penunjang keberhasilan dan tercapainya tujuan. Setelah adanya pelatihan awal, selanjutnya secara berkala manajer mengadakan pengembangan kemampuan yang dimiliki oleh para karyawan sehingga produktivitas karyawan semaki baik. d. Sistem komunikasi dan pengendalian Manajer harus memiliki sistem komunikasi yang baik dan dua arah dengan para bawahannya. Dengan komunikasi yang baik, manajer bisa mengetahui segala aspirasi dari bawahannya untuk kemudian dibuat sebagai pijakan dalam membuat keputusan dan kebijakan yang akan dilakukan. Dengan adanya komunikasi pula, pengendalian yang dilakukan oleh manajer menjadi lebih mudah dan terarah. Akan tetapi, tentu saja komunikasi yang dilakukan juga harus beimbang dan sesuai porsi sehingga kewibawaan manajer tersebut tetap dapat dipertahankan. Menurut (Suhandang, 2005) mengemukakan seorang pemimpin memiliki kelebihan dari mereka yang di pimpin, kelebihan tersebut dalam hal : a. Intelegensia. Seorang pemimpin harus mempunyai kemampuan untuk menganalisa permasalahan yang dihadapinya b. Kematangan. Matang dalam berpikir dan mempunyai pandangan yang luas, tidak lekas putus asa, serta dapat mengendalikan emosinya. Mempunyai kepercayaan pada diri sendiri dan menghormati dirinya sendiri. Sikap anti sosial terhadap orang lain tidak menonjol. c. Motivasi. Bekerja keras dan bertanggung jawab untuk melaksanakan dan menyelesaikan sesuatu demi kepentingan bersama. Jadi, pada prinsipnya seorang pemimpin itu mempunyai karakter yang lebih tinggi daripada yang lain, serta sesuai dengan situasinya sanggup menggerakkan orang lain untuk sama-sama mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan bersama. Dan dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah proses kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar berbuat sesuai dengan tujuannya. Dalam hal ini, seseorang diberikan kekuasaan dan wewenang untuk 28 bertindak dengan cara mempengaruhi antar perseorangan (interpersonal) lewat proses komunikasi untuk mencapai suatu tujuan tertentu. (Suhandang, 2005). 2.2.7.1 Komunikasi Kepemimpinan Pada dasarnya tujuan kepemimpinan adalah untuk pengaturan interaksi kelompok dan penyelesaian berbagai permasalahan yang berkaitan dengan persoalan pencapaian tujuan kelompok atau organisasi. Dengan demikian, komunikasi kepemimpinan adalah kegiatan komunikasi yang berupaya untuk mempersuasif, mengontrol, mengendalikan dan mengevaluasi bebagai hubungan interaksi antar anggota dalam upaya untuk pencapaian tujuan dan kepentingan bersama. (Rosmawaty, 2010) Kepemimpinan diwujudkan melalui gaya kerja (operating style) atau cara bekerja sama dengan orang lain yng konsisten. Melalui apa yang dikatakannya (bahasa) dan apa yang di perbuatnya (tindakan), seseorang membantu orang-orang lainnya untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Cara seseorang berbicara kepada yang lainnya dan cara orang bersikap di depan orang lain merupakan suatu gaya kerja. (Rosmawaty, 2010) 2.2.7.2 Gaya Kepemimpinan Gaya merupakan sikap, gerakan, tingkah laku sikap yang elok, gerak gerik yang bagus, kekuatan, kesanggupan untuk berbuat baik. Sedangkan gaya kepemimpinan adalah sekumpulan ciri yang digunakan pimpinan untuk mempengaruhi bawahan agar sasaran organisasi tercapai atau dapat pula dikatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola perilaku dan strategi yang disukai dan sering diterapkan oleh seorang pemimpin. Gaya kepemimpinan menggambarkan kombinasi yang konsisten dari falsafah keterampilan, sifat, dan sikap yang mendasari perilaku seseorang. (Rivai dan Mulyadi, 2010) Seorang pemimpin dalam sebuah organisasi harus mempunyai dua ketrampilan utama, yaitu keterampilan manajemen (managerial skill) dan keterampilan teknis (technical skill). Semakin rendah kedudukan seorang pemimpin, semakin tinggi keterampilan teknis yang dibutuhkannya. Sebaliknya, semakin tinggi kedudukan seorang pemimpin, semakin menonjol keterampilan manajemen dan aktivitas yang dijalankan. Dengan kata lain, semakin tinggi kedudukan atau jabatan 29 seorang pemimpin, ia semakin dituntut untuk memiliki kemampuan berpikir secara konsepsional makro dan strategis. (Nurjaman & Umam, 2012) Seorang pemimpin adalah orang yang dapat memberikan inspirasi kepada bawahannya, menyelesaikan pekerjaan dan mengembangkan bawahannya, memberikan contoh kepada bawahan cara melakukan pekerjaan, menerima kewajiban-kewajiban dan memperbaiki segala kesalahan atau kekeliruan. Dari ciriciri yang telah dijabarkan dapat terlihat jelas bahwa seorang pemimpin di dalam suatu organisasi memiliki tugas besar dalam memimpin bawahannya. Dari tugas inilah dibutuhkan keterampilan dari gaya kepemimpinan seorang pemimpin yang tentu banyak memberikan dampak pada keberhasilannya dalam mempengaruhi perilaku bawahannya. (Nurjaman & Umam, 2012) Arti dari gaya kepemimpinan adalah “….norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi orang lain seperti yang ia lihat.” Berdasarkan pengertian ini, Thoha menambahkan bahwa pentingnya usaha dalam menyelaraskan persepsi antara orang yang akan mempengaruhi perilaku dengan orang yang perilakunya akan dipengaruhi. Bahwa gaya kepemimpinan dasar seorang individu adalah salah satu faktor utama bagi kepemimpinan yang berhasil. (Thoha, 2011) 2.2.7.3 Komunikasi dan Gaya Kepemimpinan “gaya kepemimpinan terutama berhubungan dengan perilaku komunikatif yang digunakan untuk membantu orang lain untuk mencapai hasil yang diinginkan”. Di dalam bukunya, Pace & Faules pun berpendapat bahwa pengelompokan perilaku komunikatif yang paling lazim diperkenalkan oleh Carl jung (1923) yang terbagi dalam 4 kelompok, yaitu: (1) berpikir, (2) merasakan, (3) mengamati melalui indra, dan (4) mengamati melalui intuisi. Pada nyatanya, Pace & Faules menambahkan, Mok dan rekan-rekan (1978) mengungkapkan pengelompokan gaya komunikasi menjadi pengintuisi (intuitor), pengindra (sensor), pemikir (thinker) dan perasa (feeler) dengan menggunakan suatu survey gaya berkomunikasi. (Pace & Faules, 2010) Dalam berkomunikasi saat memimpin, seorang pemimpin dihadapkan pada situasi tertentu atau disebut kepemimpinan situasional. Dalam teori yang dikembangkan oleh Hersey dan Blanchard (1982) berpendapat bahwa kepemimpinan situasional didasarkan pada saling berhubungannya hal-hal berikut: (1)Jumlah 30 dukungan sosioemosional yang diberikan oleh pimpinan, (2) Jumlah petunjuk dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan, (3) Tingkat kesiapan atau kematangan para pengikut yang ditunjukkan dalam melaksanakan tugas khusus, fungsi atau tujuan tertentu. Konsepsi diatas telah dikembangkan untuk membantu orang menjalankan kepemimpinan yang lebih efektif di dalam interaksinya dengan orang lain tanpa memperhatikan peranannya. (Thoha, 2011) 2.2.8 Jenis Kelamin dan Gender 2.2.8.1 Jenis Kelamin Pengertian jenis kelamin atau dalam bahasa Inggrisnya adalah seks, adalah merupakan suatu akibat dari dimorfisme seksual (perbedaan sistematik tampakan luar antar individu yang mempnuyai perbedaan jenis kelamin dalam spesies sama). Atau pengertian jenis kelamin (seks) adalah perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir. Seks berkaitan dengan tubuh laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki memproduksikan sperma, sementara perempuan menghasilkan sel telur dan secara biologis mampu untuk menstruasi, hamil dan menyusui. Perbedaan biologis dan fungsi biologis laki-laki dan perempuan tidak dapat dipertukarkan diantara keduanya, dan fungsinya tetap dengan laki-laki dan perempuan pada segala ras yang ada di muka bumi. (Hungu, 2007). 2.2.8.2 Gender Gender adalah konsep yang melihat peran laki-laki dan perempuan dari segi sosial dan budaya, tidak dilihat dari jenis kelaminnya. Sedangkan relasi gender mempersoalkan posisi perempuan dan laki-laki dalam pembagian sumber daya dan tanggung jawab, manfaat, hak-hak, dan kekuasaanya. Berbicara tentang gender berarti berbicara tentang laki-laki dan perempuan. Namun gender tidak memiliki asal usul biologis. Ann Oakley sebagaimana dikuti oleh Istibsyaroh, menyatakan bahwa gender adalah perbedaan yang bukan biologis dan bukan kodrat Tuhan. Perbedaan biologis adalah perbedaan jenis kelamin yang bermuara dari kodrat Tuhan, sementara gender adalah perbedaan yang bukan kodrat Tuhan, tetapi diciptakan oleh kaum lakilaki dan perempuan melalui proses sosial dan budaya yang panjang. Gender dan jenis kelamin sangat berbeda sekali, karena jenis kelamin bersifat alamiah, sedangkan gender peran dan fungsinya dibentuk oleh keadaan masyarakat, sosial dan budayanya. (Sumiarni : 2005) 31 Dalam buku Webster’s New World Dictionary (1984: 561), jender di artikan sebagai “ perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku” (the apparent disparity between man and women in values and behavior). (Sumiarni, 2005) Dalam jurnal Woman’s Studies Encylopedia (vol I: 153) dijelaskan bahwa jender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. (Sumiarni, 2005) Oleh Humm (1955: 106) dalam buku The Dictionary of Feminist Theory, jender adalah suatu bentuk kebudayaan dari ciri-ciri kelompok yang dibentuk berdasarkan kebutuhan dan tingkah laku yang diberikan pada perempuan atau lakilaki. (Sumiarni, 2005) Gender oleh H.T Wilson dalam umat (1999:34) sex dan gender diartikan sebagai suatu dasar untuk menentukan perbedaan sumbangan laki-laki dan perempuan pada kebudayaan dan kehidupan kolektif yang akibatnya merekamenjadi laki-laki dan perempuan. (Sumiarni, 2005) Pembahasan gender tidak bisa dilepaskan dari istilah stereotipe gender dan peran gender. Stereotipe gender adalah aspek sosiologis, antropologis, dan kultural dari peran feminin dan maskulin. Peran gender adalah apa yang diharapkan, ditentukan, atau dilarang bagi satu jenis kelamin tertentu. Apabila stereotipe gender terdiri atas keyakinan tentang ciri sifat dan karakteristik psikologis yang tepat untuk laki-laki dan perempuan, peran gender didefinisikan sebagai perilaku yang terekspresi dalam peran sosial yang dimainkannya. (Handayani dan Novianto, 2005) Konsepsi gender mengelompokkan manusia dalam dua identitas, yaitu feminin dan maskulin. Konsep feminin melekat pada jenis kelamin perempuan, sedangkan maskulin melekat pada jenis kelamin laki-laki. Kedua identitas gender dilekati beberapa karakteristik yang saling berlawanan satu dengan yang lainnya. Berdasarkan Bem Sex Role Inventory. (Handayani dan Novianto, 2005) (Atwater, Broverman, Bakan, Chowdrow, dalam Handayani&Novianto: 2005. Beberapa penelitian di bidang psikologi juga membuktikan adanya perbedaan antara ciri maskulin dengan feminin pada laki-laki dan perempuan. Laki-laki dicirikan dengan karakter aktif, kompetitif, agresif, dominan, mandiri, percaya diri, agentik, individualistik, dan agentik. Sedangkan perempuan dicirikan dengan karakter manis, rapi, kalem/tenang, emosional, ekspresif, sensitif, dan taktis, 32 mementingkan kekerabatan, mengutamakan kompromi dalam menyelesaikan konflik. (Handayani dan Novianto, 2005) Keyakinan deskriptif maskulin-feminin sering kali menempatkan laki-laki dan perempuan dalam dua kutub yang saling berlawanan. Sejak lahir seorang individu diharapkan dan diarahan untuk menjadi dan menampilkan karakter sesuai dengan identitas gendernya. Walaupun tiap jenis kelamin dihargai oleh berbagai ciri sifat positif, masyarakat secara umum menyetujui bahwa karakter yang dikaitkan dengan laki-laki lebih bernilai dari pada karakter perempuan. (Handayani dan Novianto, 2005) 2.2.8.3 Perbedaan Dasar Antara Jenis Kelamin dan Gender Tabel 2.6 Perbedaan Jenis Kelamin Dengan Gender Jenis Kelamin (sex) Gender Jenis kelamin bersifat alamiah Gender bersifat sosial budaya dan merupakan buatan manusia Jenis kelamin bersifat biologis, Gender bersifat sosial budaya, dan merujuk kepada perbedaan yang merujuk kepada tanggung jawab nyata dari perbedaan alat terkait kelamin dalam dan peran, pola perilaku dan lain-lainnya fungsi yang bersifat maskulin dan feminim kelahiran. Jenis kelamin bersifat tetap, ia akan Gender sama dimana saja bersifat tidak tetap, ia berubah dari waktu ke waktu, dari satu kebudayaan ke kebudayaan yang lainnya, bahkan dari satu keluarga ke keluarga lainnya. Jenis kelamin tak dapat di ubah Gender dapat diubah Sumber: Sumiarni: 2005 2.2.9 Perbedaan Gaya Kepemimpinan Wanita dan Laki-laki Menurut Mitsbreg dan Sally terdapat perbedaan kepemimpinan laki-laki dan wanita yang terdiri dari 6 karakteristik yaitu. Stabilitas dalam berkerja untuk 33 pemimpin laki-laki, bekerja dengan performa yang turun-naik namun tanpa terputus, sedangkan pemimpin wanita bekerja dengan performa yang stabil, namun ,mengambil waktu-waktu istirahat yang rutin.Cara menghadapi interupsi atau gangguan untuk pemimpin laki-laki Interupsi-interupsi dan kunjungan-kunjungan akan mengacaukannya, mempengaruhi produktivitas dan kinerjanya, sedangkan pemimpin wanita kunjungan-kunjungan dan interupsi-interupsi merupakan kesempatan untuk membangun hubungan yang kuat dan untuk memahami kebutuhan-kebutuhan pengikut dan membantu mereka. (Zahra, 2010) Cara penanganan masalah khusus di luar tanggung jawab pekerjaan untuk pemimpin laki-laki semangat dalam berkerja dan pada umumnya tidak diselingi dengan urusan-urusan lain sedangkan pemimpin wanita mengkhususkan waktu untuk urusan yang lain di ataranya yang terpenting adalah memantau urusan rumah tangga. Kemampuan menjalin hubungan untuk pemimpin laki-laki memiliki hubungan yang luas dengan orang-orang diluar perusahaan atau organisasi, sedangkan untuk pemimpin wanita memiliki hubungan yang luas dengan orang-orang diluar perusahaan atau organisasi. (Zahra, 2010) Penerapan evaluasi terhadap pelaksanaan pekerjaan untuk pemimpin lakilaki Mengikuti perkembangan tugas demi tugas tanpa memfokuskan pada penilaian pelaksanaan kerja atau mempertimbangkan pengaruh-pengaruh yang ditimbulkan pada masa depan sedangkan pemimpin wanita menilai semua pekerjaan danberkeinginan untuk mempelajari pengaruh-pengaruh masa depan dan pengaruhpengaruh umum pada keluarga, lingkungan, pendidikan dan semisalnya. Berkaitan dengan pekerjaan untuk pemimpin laki-laki Sangat terikat dengan pekerjaan, Suka menyimpan informasi, Menjaga hirarki struktural organisasi., sedangkan untuk pemimpin wanita Terikat dengan pekerjaannya, namun juga terikat dengan urusanurusan lain, Suka tukar informasi, Bekerja lalui jaringan relasi dan bukan melalui hubungan struktural organisasi. (Zahra, 2010) 2.2.10 Motivasi Kata motivasi berasal dari kata Latin yakni “Motive” yang berarti dorongan, daya penggerak atau kekuatan yang terdapat dalam diri organisme yang menyebab kan organism itu bertindak atau berbutat. Selanjutnya diserap dalam bahasa inggris motivation yang berarti pemberian motif atau hal yang menimbulakan dorongan atau keadaan yang menimbulkan dorongan. 34 Cut Zurnali mengutip pendapat Fremout dan James E. Rozensweig mendefinisikan motive sebagai: Motif adalah apa yang mendorong sesorang untuk melakukan sebuah tindakan atau setidaknya mengarahkan manusia ke prilaku tertentu. Dorongan itu biasanya berasal dari faktor luar dan dari dalam diri manusia tersebut. (Ruliana 2014) Dalam kepemimpinan, motivasi kerja merupakan sumber penggerak yang erat kaitannya dengan produktivitas kerja, budaya disertai nilai-nilai kerja dalam organisasi, pemimpin harus dapat mendorong anggotanya agar dapat melaksanakan tugas, dan untuk itu diperlukan penguasaan kemampuan memotivasi. (Ruliana,2014) Peran motivasi dalam menggerakan fungsi manajemen sumber daya manusia adalah membuat individu bertindak atau berperilaku dalam cara-cara tertentu. Memotivasi individu dalam menggerakan arah tertentu kepada para karyawan sampai pada tujuan yang sudah ditentukan. Bermotivasi menunjukkan keinginan manusia untuk berbuat sesuatu agar dapat memenuhi harapan yang ada dalam dirinya. Kekuatan motivasi yang ada dalam diri manusia oleh dorongan karena perbuatan (extrinsic) dan oleh motivasi yang ada dalam dirinya atau motivasi yang hakiki (intrinsic). Secara sederhana dapat di gambarkan sebagai berikut: Gambar 2.1 Proses Motivasi Sumber: Ruliana, 2014 Kekuatan motivasi dari sumber daya manusia, sangat mempengaruhi faktor Extrinsic (motivasi yang ditimbulkan oleh “dorongan buatan”), intrinsic (motivasi yang ditimbulkan dari dalam dirinya) dan lingkungan. Sedangkan aspek lainnya di luar gambar di atas yaitu faktor pemeliharaan budaya nilai-nilai yang terkandung dalam organisasi yang dapat mendorong prestasi kerja yang lebih tinggi. Motivasi entrinsic dalam realitanya memiliki daya tahan yang lebih kuat dibandikan motivasi intrinsic. Hal ini terjadi karena faktor ekstrinsik bisa saja justru mengakibatkan daya 35 motivasi individu berkurang ketika faktor ekstrinsik tersebut mengecewakan seorang individu.(Ruliana,2014) Berdasarkan uraian diatas dapat di tarik sebuah pemahaman bahwa motif kerja merupakan daya dorong untuk melakukan sesuatu (kerja). Sedangkan motivasi kerja merupakan suatu proses atau usaha yang mengarahkan sikap dan perilaku manusia dalam bekerja untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dalam dirinya dan tujuan organisasi merupakan indikator dari proses motivasi kerja. Pencapaian tujuan motivasi kerja sebagaimana diharapkan menghasilkan efektivitas, produktifitas, dan hasil kerja yang efisien, baik bagi individu yang bersangkutan maupun bagi organisasi. Sedengkan perbaikan dan penyempurnaan motivasi kerja selalu merasa tidak puas untuk meningkatkan kerja yang lebih baik, hal ini dilakukan setelah tujuan tercapai, sehingga dorongan dari kebutuhan dan hasil kerja di masa yang akan datang akan menimbulkan kinerja yang lebih baik (Ruliana, 2014) Dapat disimpulkan bahwa motivasi menjadi hal yang penting dalam sebuah organisasi, mengingat bahwa motivasi dapat mendorong karyawan untuk mencapai tujuan dalam organisasi. Motivasi berupa dorongan yang mencakup hal-hal seperti membangkitkan, mengarahkan, menjaga perilaku menuju pada pencapaian tujuan. 2.3 Kepemimpinan dan Gender Sudah sejak lama terdapat keyakinan bahwa jenis kelamin berpengaruh terhadap gaya kepemimpinan yang pada akhirnya nanti berpengaruh terhadap efektifitas kepemimpinan. Secara anatomi, otak lak-laki cenderung hanya mengaktifkan bagian otak kiri saja dalam menyelesaikan tugas, sedangkan perempuan cenderung mengaktifkan kedua belahan otak. Perempuan memiliki kelebihan pada kemampuan verbal sedangkan laki-laki memiliki kelebihan pada kemampuan spasial. Stephen Covey mencatat bahwa manajemen pada dasarnya adalah mengontrol sesuatu melalui pendekatan logis dari otak kiri, sedangkan kepemimpinan lebih kepada bagian otak kanan pendekatan intuitif dalam rangka membangun hubungan dengan orang lain. Berdasarkan hal tersebut, dapat dinyatakan manajer yang baik adalah laki-laki, sedangkan pemimpin yang baik adalah perempuan. Paradigma lama mengatakan bahwa kepemimpinan yang dilakukan oleh laki-laki (maskulin) lebih efektif dari pada kepemimpinan perempuan (feminin). Hal 36 tersebut tampaknya harus mulai dikoreksi. Penelitian kepemimpinan terbaru menunjukkan hasil yang berbeda dengan paradigma lama tersebut. Pada dasarnya tidak ada perbedaan mendasar pada kualitas kepemimpinan perempuan dan laki-laki. Selama ini, penelitian yang menunjukkan adanya pengaruh jenis kelamin terhadap efektifitas kepemimpinan Efektifitas kepemimpinan juga dijumpai pada kepemimpinan perempuan. (Parker dan Matteson, 2006) Penelitian yang dilakukan oleh (Mangunsong, 2009) terhadap pemimpin perempuan yang berasal dari etnik yang berbeda yaitu jawa, bali, batak, dan minangkabau mengungkapkan bahwa para pemimpim perempuan tersebut menunjukkan efektifitas yang tinggi. Efektifitas tersebut tampak pada fungsi yang berkaitan dengan pencapaian tujuan dalam organisasi dan pendekatan personal yang berfokus pada pencapaian visi perusahaan. Hasil yang sama juga didapat dari penelitian yang dilakukan oleh (Simatupang , 2009) tentang pemimpin perempuan di birokrasi pemerintahan provinsi Sumatera Barat. Berdasarkan penelitian tersebut seluruh responden menyatakan mampu memimpin layaknya laki-laki dengan kemampuan yang sama. Sebanyak 72,2% responden menyatakan bahwa mereka mengembangkan gaya kepemimpinan yang berbeda dengan gaya kepemimpinan laki-laki. Hasil serupa ditunjukkan oleh (Bodla dan Hussain, 2009) yang menyatakan bahwa bawahan perempuan memiliki kebutuhan terhadap kepemimpinan yang lebih tinggi daripada bawahan laki-laki. Para bawahan perempuan lebih menghargai pemimpin yang memiliki keahlian memimpin, berorientasi kepada manusia maupun tugas, serta kepemimpinan karismatik. Lebih lanjut, dapat diprediksikan apabila mereka (bawahan perempuan) mendapatkan peran supervisor, mereka akan mengembangkan gaya kepemimpinan sama seperti gaya kepemimpinan yang mereka harapkan. Efektifitas kepemimpinan perempuan juga tampak pada penerimaan bawahan baik laki-laki maupun perempuan. Hasil penelitian dari (Shah , 2007) membuktikan bahwa tidak ada perbedaan konsep diri yang signifikan antara bawahan laki-laki dan perempuan yang dipimpin oleh pemimpin perempuan. Kedua jenis kelamin tetap menunjukkan konsep diri positif. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa persepsi diri bawahan perempuan dan laki-laki tidak akan berubah walaupun dipimpin oleh pemimpin perempuan. 37 Membandingkan kepemimpinan laki-laki dan perempuan oleh beberapa penelitian digambarkan sebagai pertentangan antara kepemimpinan autokratis dengan demokratis, kepemimpinan berorientasi tugas dengan kepempinan berorientasi manusia, serta kepemimpinan transformasional dengan kepemimpinan transaksional. Penelitian yang dilakukan oleh (Eagly dan Jhonson, 1990) terhadap 162 pemimpin perempuan dan laki-laki menunjukkan hasil pemimpin perempuan lebih demokratis daripada pemimpin laki-laki. Kepemimpinan laki-laki dekat dengan model perintah dan kontrol, serta menetapkan hirarki dalam organisasi. (Kelly,1997).Sally Hegelsen pengarang dari ”The Female Advantage” menyatakan bahwa struktur organisasi yang dibentuk oleh perempuan merefleksikan sebuah jaringan dimana sebagian besar pemimpin perempuan senior menempatkan dirinya ditengah jaringan untuk mengoptimalkan komunikasi dan koneksitas dengan bawahan. (Kelley, 1997).Pemimpin perempuan menggunakan gaya transformasional dan poeple oriented (orientasi kepada manusia) dalam berhubungan dengan bawahannya. Pemimpin perempuan cenderung melibatkan orang lain dalam pembuatan keputusan, lebih suka memberi dukungan dan memberdayakan bawahan. Mereka tidak segan untuk berbagi informasi, mengutamakan kerjasama dan lebih menghargai proses daripada hasil. Oleh karena itu mereka lebih toleran terhadap kesalahan. Keharmonisan lingkungan kerja merupakan hal yang penting bagi pemimpin perempuan. Selaras dengan pernyataan tersebut, berdasarkan penelitian (Mangunsong , 2009) terhadap pengusaha perempuan yang berasal dari empat etnik yang berbeda di Indonesia serta (Simatupang , 2009) terhadap pemimpin perempuan di birokrasi pemerintah di Provinsi Sumatera Utara, terungkap bahwa sebagian besar subjek menerapkan gaya kepemimpinan transformasional. Kepemimpinan transformasional tampak pada fungsi memastikan bahwa bawahan telah mendapatkan pemahaman yang jelas mengenai visi departemen, mengutamakan peningkatan perkembangan pribadi dan profesional. (Kelly, 2004; Parker & Matteson, 2006). Berlawanan dengan hal tersebut, pemimpin laki-laki menetapkan tuntutan terhadap bawahan, mengembangkan kompetisi, dan lebih sedikit kompromi terhadap kesalahan. Pemimpin laki-laki menetapkan pandangan instrumental terhadap suatu pekerjaan dan orang-orang yang 38 mengerjakannya serta tidak terlalu peduli terhadap rintangan yang dapat memicu pertentangan. Para pemimpin laki-laki membuat batasan dalam relasi. Mereka membatasi hubungan dengan bawahan hanya sebatas pada masalah pekerjaan. Hal yang utama bagi pemimpin laki-laki adalah hasil akhir. Berdasarkan ciri-ciri tersebut dapat dikatakan bahwa kepemimpinan laki-laki lebih mendekati gaya kepemimpinan transaksional dan juga task oriented. 2.4 Kerangka Berfikir Penelitian ini meliputi variabel pola komunikasi kepemimpinan laki-laki, variabel pola komunikasi kepemimpinan wanita, dan variabel motivasi karyawan di jelaskan dalam bentuk gambar sebagai berikut : Gambar 2.2 Kerangka Berfikir Berdasarkan pada uraian mengenai variabel-variabel tersebut yang telah dijelaskan secara teoritis sebelumnya dengan penjelasan, pertma menunjukan hubungan dari kepemimpinan laki-laki ke kepemimpin wanita, lalu mengarah kepada pengaruh dari kepemimpinan laki-laki dan kepemimpinan wanita ke pada motivasi kerja karyawan. Pada variabel X1 dan X2 menggunakan perilaku komunikatif dari Carl Jung (1923) yaitu (1) Berpikir, (2) Merasakan, (3) Mengamati melalui indra (4) Mengamati melalui intuisi. Sedangkan variabel Motivasi karyawan menggunakan teori dari Harzbreg yaitu (a) Prestasi (b) Penghargaan, (c) Hubungan Internal (d) Status kedudukan (e) Pekerjaan itu sendiri (f) Gaji (g) Kebijakan organisasi (h) Pengawasan, (i) Keamanan kerja, (j), Kondisi Kerja, dan (k) Administrasi.