perbedaan komitmen kerja berdasarkan orientasi peran gender

advertisement
Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek & Sipil)
Auditorium Kampus Gunadarma, 21-22 Agustus 2007
Vol. 2
ISSN : 1858 - 2559
PERBEDAAN KOMITMEN KERJA
BERDASARKAN ORIENTASI PERAN GENDER
PADA KARYAWAN DI BIDANG KERJA NON TRADISIONAL
Devi Setiawati1
Anita Zulkaida2
Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma
1
[email protected]
2
[email protected]
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji perbedaan komitmen terhadap pekerjaan berdasarkan
orientasi peran gender pada karyawan yang bekerja di bidang kerja non tradisional. Penelitian ini
dilakukan terhadap 91 karyawan yang bekerja pada bidang manajemen. Pengumpulan data dilakukan
dengan skala untuk peran gender (PAQ) dan skala komitmen kerja (OCS). Diperoleh data, terdapat 28
orang yang termasuk kategori orientasi peran gender feminin, 24 orang dengan orientasi peran gender
maskulin, dan sisanya, yaitu 39 orang tidak termasuk dalam dua kelompok tersebut. Hasil penelitian
menunjukkan terdapat perbedaan komitmen kerja secara signifikan antara subjek dengan kecenderungan
orientasi peran gender feminin dan maskulin pada karyawan yang bekerja di bidang non tradisonal. Hasil
analisis juga menunjukkan bahwa kelompok subjek dengan kecenderungan orientasi peran gender
maskulin memiliki komitmen kerja yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelompok subjek yang
memiliki kecenderungan orientasi peran gender feminin.
Kata Kunci : Komitmen Kerja, Orientasi Peran Gender
PENDAHULUAN
Gejala globalisasi mengakibatkan semakin
banyak perusahaan multinasional yang masuk
dan ikut berperan dalam kancah perekonomian.
Hal ini tentu saja menimbulkan persaingan
dengan perusahaan skala nasional yang telah
ada terlebih dahulu. Demikian juga halnya
dengan para karyawan. Era globalisasi
meningkatkan persaingan di kalangan karyawan
lokal maupun asing di tingkatan yang sama. Di
sisi lain, globalisasi juga membawa dampak
positif, yaitu terbukanya kesempatan untuk
bekerja di perusahaan berskala internasional.
Dengan semakin terbukanya peluang kerja tentu
akan mempengaruhi komitmen kerja karyawan.
Menurut Morrow (dalam Chang, 1999),
komitmen profesi merupakan sikap seseorang
terhadap karirnya. Karyawan dengan komitmen
karir yang tinggi diindikasikan memiliki kebutuhan
dan harapan yang tinggi terhadap organisasi
tempatnya bekerja, serta lebih termotivasi saat
harapannya terpenuhi..
Meyer, Allen & Smith (1993) membagi
komitmen kerja menjadi tiga komponen, yaitu
affective
commitment
(komitmen
afektif),
continuance commitment (komitmen kontinuans),
dan normative commitment (komitmen normatif).
Karyawan dengan komitmen afektif yang kuat,
cenderung bertahan pada pekerjaannya karena
keinginannya sendiri, sementara karyawan
dengan komitmen kontinuans yang tinggi, akan
bertahan pada pekerjaannya atas dasar
kebutuhan. Adapun karyawan dengan komitmen
normatif yang kuat bertahan pada pekerjaannya
Perbedaan Komitmen Kerja Berdasarkan… …
Setiawati
karena merasakan adanya keharusan atau
kewajiban. Ketiga komponen komitmen ini hadir
dalam diri setiap karyawan, namun dalam kadar
yang berbeda-beda sehingga akan menghasilkan
perilaku yang berbeda pula sebagai latar
belakang
dalam
mempertahankan
pekerjaannya.
Kecenderungan lain yang semakin lazim
dilakukan oleh berbagai perusahaan saat ini
adalah tidak lagi berpatokan pada jenis kelamin
ketika akan merekrut karyawan-karyawannya.
Hal ini merupakan salah satu dampak dari
semakin digembar-gemborkannya issue tentang
kesetaraan gender serta penghargaan yang
setara antara laki-laki dan perempuan.
Menurut Betz & Fitzgerald (1987) salah
satu aspek kehidupan yang dipengaruhi oleh
gender ini adalah keterlibatan seseorang dalam
suatu jenis pekerjaan. Tidak dapat dipungkiri lagi
bahwa kini laki-laki dan perempuan memiliki
kesempatan yang sama dalam memasuki dunia
kerja di berbagai bidang, baik tradisional maupun
non-tradisional.
Bidang
kerja
tradisional
dideskripsikan sebagai suatu bidang kerja yang
didominasi oleh perempuan, sementara bidang
kerja non-tradisional lebih didominasi oleh lakilaki
Van Dusen & Sheldon (dalam Basow,
1980) menyebutkan bahwa ciri bidang kerja
tradisional adala tidak memerlukan komitmen
jangka panjang, memiliki jam kerja yang relatif
fleksibel, jenis pekerjaannya tersedia di manamana,
majikan
tidak
perlu berinvestasi
sepenuhnya di bidang pelatihan kerja, serta
merupakan perpanjangan dari fungsi perempuan
B71
Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek & Sipil)
Auditorium Kampus Gunadarma, 21-22 Agustus 2007
secara alamiah, yaitu merawat dan melayani
orang lain serta melakukan pekerjaan rumah
tangga. Salah satu contoh dari bidang pekerjaan
tradisional adalah perawat. Sementara itu bidang
kerja non-tradisional cenderung memerlukan
komitmen jangka panjang, jam kerjanya sudah
ditentukan, serta diperlukan pengetahuan
tertentu
yang
dapat
digunakan
dalam
menjalankan tugasnya, misalkan pekerjaan pada
bidang manajemen.
Dari gambaran tersebut, dapat dilihat
bahwa bidang kerja tradisional (misalnya
perawat) merupakan bidang kerja yang
membutuhkan kualitas peran gender feminin
yang lebih dominan, sedangkan bidang kerja
non-tradisional
(misalnya
bidang
kerja
manajemen) merupakan bidang kerja yang
membutuhkan kualitas peran gender maskulin
yang lebih dominan. Meski demikian, menurut
Spence & Buckner (1995), setiap bidang
pekerjaan memerlukan kedua kualitas peran
gender tersebut secara bersamaan, namun
dalam komposisi dan intensitas yang berbedabeda. Hal ini juga menunjukkan bahwa
pembagian bidang kerja sangat dipengaruhi oleh
kualitas peran gender dan bukan perbedaan
jenis kelamin.
Berdasarkan gambaran di atas, maka
tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini
adalah menguji perbedaan komitmen terhadap
pekerjaan berdasarkan orientasi peran gender
pada karyawan yang bekerja di bidang kerja nontradisional
TINJAUAN PUSTAKA
A. Komitmen Kerja
Pengertian Komitmen Kerja
Menurut Spector (2000), secara umum,
komitmen kerja melibatkan keterikatan individu
terhadap
pekerjaannya.
Komitmen
kerja
merupakan sebuah variabel yang mencerminkan
derajat hubungan yang dianggap dimiliki oleh
individu terhadap pekerjaan tertentu dalam
organisasi.
Greenberg
&
Baron
(1993)
mengemukakan
bahwa
komitmen
kerja
merefleksikan tingkat identifikasi dan keterlibatan
individu
dalam
pekerjaannya
dan
ketidaksediaannya
untuk
meninggalkan
pekerjaan tersebut.
Secara garis besar, Meyer, Allen & Smith
(1993) menganggap komitmen sebagai sebuah
keadaan psikologis yang mengkarakteristikkan
hubungan karyawan dengan organisasi, dan
memiliki implikasi terhadap keputusan untuk
B72
Vol. 2
ISSN : 1858 - 2559
melanjutkan atau menghentikan keanggotaan
dalam organisasi.
Komponen Komitmen Kerja
Mowday, Steers dan Porter (dalam Spector,
2000)
mengemukakan
bahwa
komitmen
organisasi terdiri dari tiga komponen, yaitu
penerimaan dan keyakinan yang kuat terhadap
nilai-nilai
dan
tujuan-tujuan
or-ganisasi,
kesediaan individu untuk berusaha dengan
sungguh-sungguh demi kepentingan organisasi
serta
keinginan
yang
kuat
untuk
mempertahankan keang-gotaannya di dalam
organisasi tersebut.
Menurut Meyer, Allen & Smith (dalam
Spector, 1993), komitmen organisasi terdiri dari 3
komponen yaitu sebagai berikut :
a. Komitmen kerja afektif (affective occupational
commitment), yaitu komitmen sebagai
keterikatan afektif/psikologis karyawan
terhadap pekerjaannya. Komitmen ini
menyebabkan karyawan bertahan pada
suatu pekerjaan karena mereka
menginginkannya.
b. Komitmen kerja kontinuans (continuance
occupational commitment), mengarah pada
perhitungan untung-rugi dalam diri karyawan
sehubungan dengan keinginannya untuk
tetap mempertahankan atau meninggalkan
pekerjaannya. Artinya, komitmen kerja di sini
dianggap sebagai persepsi harga yang harus
dibayar
jika
karyawan
meninggalkan
pekerjaannya. Komitmen ini menyebabkan
karyawan bertahan pada suatu pekerjaan
karena mereka membutuhkannya.
c. Komitmen
kerja
normatif
(normative
occupational commitment), yaitu komitmen
sebagai kewajiban untuk bertahan dalam
pekerjaan. Komitmen ini menyebabkan
karyawan bertahan pada suatu pekerjaan
karena mereka merasa wajib untuk
melakukannya serta didasari pada adanya
keyakinan tentang apa yang benar dan
berkaitan dengan masalah moral.
Faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen
kerja
Schultz & Schultz (1990) mengemukakan bahwa
faktor personal dan faktor organisasi dapat
meningkatkan komitmen terhadap pekerjaan.
Greenberg & Baron (1993) menyatakan bahwa
beberapa faktor yang mempengaruhi komitmen
karyawan
terhadap
pekerjaan
adalah
karakteristik pekerjaan, kesempatan akan
adanya pekerjaan lain, karakteristik individu serta
perlakuan organisasi terhadap karyawan baru
Perbedaan Komitmen Kerja Berdasarkan… …
Setiawati
Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek & Sipil)
Auditorium Kampus Gunadarma, 21-22 Agustus 2007
B. Orientasi Peran Gender
Pengertian Gender
Dalam penelitian ini istilah “gender” akan dipakai
untuk memberikan batasan yang jelas dan
terpisahkan dari “sex”. Menurut Lips (dalam
Stevenson, 1994) “sex” merupakan istilah bagi
kondisi biologis seseorang, yaitu jantan dan
betina, atau male dan female. Money (dalam
Stevenson,
1994)
menyebutkan
bahwa
fenomena biologis ini terkait erat dengan
susunan kromosom, gen dan pengaruh hormon
dalam tubuh manusia tersebut. Sedangkan
menurut Deaux (dalam Stevenson, 1994) istilah
“gender” mengacu pada kondisi psikologis atau
kategori sosial yang diasosiasikan dengan
keadaan biologis seseorang. Hal senada juga
disampaikan oleh Lips (dalam Stevenson, 1994)
yang menyatakan bahwa gender adalah aspek
non-fisiologis dari sex, harapan budaya terhadap
femininitas dan maskulinitas.
Orientasi Peran Gender
Orientasi peran gender oleh Tang & Tang (2001)
didefinisikan sebagai kepemilikan seseorang
atas sifat-sifat kepribadian stereotip maskulin dan
feminin yang diharapkan masyarakat. Sementara
menurut Raguz (1991) orientasi peran gender
adalah persepsi seseorang tentang maskulinitas
dan femininitas dalam dirinya.
Femininitas dan Maskulinitas
Menurut Constantinople (dalam Spence &
Buckner, 1995), femininitas dan maskulinitas
berada pada dua kutub yang berlawanan.
Pemikiran ini kemudian melahirkan sejumlah
pertanyaan akan validitas konsep, karena
dirasakan banyak sifat yang berada dalam
domain feminin dan domain maskulin tidak
berhubungan satu dengan yang lainnya (sifat
feminin bukan merupakan lawan dari sifat
maskulin, dan sebaliknya). Spence & Buckner
(1995) menegaskan bahwa sifat-sifat yang telah
disebutkan tadi tidak berkorelasi sama sekali,
sehingga sifat-sifat dalam domain feminin dan
domain maskulin pun tidak perlu memiliki
korelasi yang kuat satu dengan yang lainnya.
Atas dasar kritikan tersebut, kemudian
lahirlah dua alat ukur, yaitu Bem Sex Role
Inventory (BSRI) dan Personal Attributes
Questionnaire (PAQ) (Irving, Coleman & Cooper,
1997). Pada kedua alat ukur ini terdapat dua
kelompok sifat-sifat yang diasumsikan ada pada
manusia. Satu kelompok berisi karakteristik
instrumental, yang kerap diasosiasikan dengan
Perbedaan Komitmen Kerja Berdasarkan… …
Setiawati
Vol. 2
ISSN : 1858 - 2559
karakteristik laki-laki, dan disebut skala
maskulinitas (M). Kelompok lainnya berisi
karakteristik ekspresif, yang kerap diasosiasikan
dengan karakteristik perempuan, dan disebut
skala femininitas (F). Spence & Helmreich
(dalam Robinson, 1991) menyatakan bahwa
karakteristik instrumentality sering dikaitkan
dengan maskulin, sedangkan karakteristik
expresiveness sering dikaitkan dengan feminin.
Lebih lanjut lagi dijelaskan karakteristik maskulin
antara lain mandiri, mudah membuat keputusan
dan tidak mudah menyerah, sedangkan
karakteristik feminin antara lain adalah
emosional, suka menolong orang lain serta
memahami perasan orang lain.
Implikasi Gender dalam Dunia Kerja
Salah satu bidang yang terkena imbas
kerancuan “sex” dan “gender” adalah bidang
kerja. Menurut Novarra (dalam Vianello, 1990),
jika seorang perempuan harus bekerja, maka
apa yang dikerjakannya di luar rumah tidak jauh
dari perannya dalam rumah tangga. Bahkan di
awal era kesetaraan gender, masih ada
pendapat bahwa tabu hukumnya bagi kaum
perempuan untuk bergerak di bidang politik atau
bidang publik, jika perannya tidak sebangun
dengan perannya dalam rumah tangga. Misalnya
adalah bidang kerja yang terkait dengan
pengasuhan anak, pengurusan rumah tangga,
pembuatan pakaian, perawatan orang sakit dan
cacat, dan pendidikan. Perbedaannya terletak
pada lokasi kerja, yaitu di luar rumah, dan
dengan bekerja di luar rumah perempuan pekerja
mendapat imbalan atas jasanya. Pendapat ini
perlahan-lahan mulai disanggah dengan adanya
fakta semakin banyak perempuan yang
membebaskan diri dari peran tradisionalnya dan
lebih terlibat pada kehidupan publik, bahkan
berada di tampuk kepemimpinan.
Selain itu, kini semakin banyak pula institusiinstitusi profesional yang menangani “pekerjaanpekerjaan perempuan” tersebut dengan sejumlah
karyawan laki-laki terlibat atau bahkan berperan
penting di dalamnya (Vianello, 1990). Hal ini
menunjukkan bahwa kini dunia kerja lebih
menitikberatkan faktor kemampuan individu dan
mulai meninggalkan pendapat konvensional
tentang pembagian kerja menurut jenis kelamin.
Mungkin jika kita ingin menganalisa lebih jauh
lagi, secara tersirat, masyarakat mulai mengakui
kepemilikan kualitas feminin dan maskulin dalam
diri tiap manusia walaupun masih ada keterikatan
dengan
stereotip
tentang
laki-laki
dan
perempuan secara umum.
B73
Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek & Sipil)
Auditorium Kampus Gunadarma, 21-22 Agustus 2007
Bidang Kerja Tradisional dan Non-Tradisional
Secara umum, bidang kerja dibagi menjadi dua,
yaitu bidang kerja tradisional dan non-tradisional.
Awalnya pembagian bidang kerja seperti ini
dilakukan berdasarkan pada pemisahan tugas
menurut perbedaan jenis kelamin. Bidang kerja
tradisional
didominasi
oleh
perempuan,
sementara
bidang
kerja
non-tradisional
didominasi oleh laki-laki (Betz & Fitzgerald,
1987).
Kriteria bidang kerja tradisional datang
dari Van Dusen dan Sheldon (dalam Basow,
1980). Menurut Van Dusen dan Sheldon bidang
kerja tradisional adalah bidang kerja yang tidak
memerlukan komitmen jangka panjang, memiliki
jam kerja yang fleksibel, pekerjaan tersebut
tersedia
dimana-mana,
majikan
tidak
sepenuhnya perlu berinvestasi di bidang
pelatihan kerja, merupakan “perpanjangan” dari
fungsi perempuan secara alamiah, yaitu merawat
dan melayani orang lain, melakukan pekerjaan
rumah tangga, dan seterusnya. Menurut Basow
(1980), perawat merupakan salah satu contoh
bidang kerja tradisional.
Selain itu, Van Dusen dan Sheldon
(dalam Basow, 1980) juga menyebutkan
beberapa kriteria bidang kerja non-tradisional,
yaitu memerlukan komitmen jangka panjang, jam
kerja sudah ditentukan, diperlukan pengetahuan
tertentu
yang
dapat
digunakan
untuk
menjalankan tugas, sarat akan kompetisi,
memiliki tujuan yang harus dicapai dalam jangka
waktu tertentu, dan sebagainya. Contoh bidang
kerja non-tradisional adalah bidang kerja
manajemen dimana diperlukan pengetahuan dan
skill tertentu untuk dapat menjalankan pekerjaan
dengan baik, memiliki tujuan yang harus dicapai
agar dapat mengembangkan usaha, dan
seterusnya.
METODE PENELITIAN
Subjek penelitian ini adalah karyawan yang
bekerja di level manajemen pada bidang kerja
maintenance mesin pesawat di PT. Aero
Nasional Indonesia yang berlokasi di CurugTangerang, yang diambil dari 7 departemen atau
bagian yang ada di PT. ANI, tidak termasuk
karyawan bagian operasional. Dengan demikian
teknik sampling yang digunakan adalah stratified
sampling.
Pengumpulan
dalam
penelitian
ini
menggunakan skala orientasi peran gender
dengan mengadaptasi dari Personal Attributes
Questionnaire (PAQ) yang dikembangkan oleh
Spence & Helmreich pada tahun 1974,
sedangkan skala komitmen mengadaptasi dari
B74
Vol. 2
ISSN : 1858 - 2559
Occupational Commitment Scale (OCS) yang
dikembangkan oleh Meyer & Allen pada tahun
1990.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Berdasarkan pengujian validitas yang telah
dilakukan, maka diperoleh hasil validitas untuk
sub-skala Femininitas bergerak dari 0.3255 –
0.6176, untuk sub-skala Maskulinitas bergerak
dari 0.2550 – 0.5243. Dari 24 item yang diujikan,
item yang valid sebanyak 14, sedangkan item
yang gugur atau tidak valid sebanyak 10 item.
Untuk validitas pada Skala Komitmen Kerja
(OCS) bergerak dari 0.2158 – 0.6130. Setelah
diujicobakan maka dapat diketahui bahwa item
yang valid adalah sebanyak 35 item, sedangkan
yang gugur adalah sebanyak 11 item. adapun
item-item yang gugur pada sub-skala komitmen
afektif sebanyak 2 item, pada sub-skala
komitmen kontinuans sebanyak 6 item dan pada
sub-skala normatif sebanyak 3 item.
Reliabilitas untuk sub-skala femininitas
sebesar 0.7274, untuk sub-skala maskulinitas
sebesar 0.7412, sedangkan untuk Skala
Komitmen Kerja (OCS) diketahui memiliki
reliabilitas sebesar 0.8369. Selanjutnya, dari 91
orang subjek, diperoleh data bahwa terdapat 28
orang subjek yang termasuk kategori orientasi
peran gender feminin dan 24 orang subjek
memiliki orientasi peran gender maskulin,
sedangkan sisanya, yaitu 39 orang subjek tidak
termasuk dalam dua kelompok tersebut.
Dikarenakan jumlah subjek pada kelompok
orientasi peran gender feminin dan maskulin,
masing-masing, kurang dari 30 orang, maka
analisis data yang digunakan untuk menguji
hipotesis dalam penelitian ini adalah statistik non
parametrik. Adapun teknik analisisnya adalah uji
data
dua
sampel
tidak
berhubungan
(independent) yaitu Uji Mann-Whitney. Dari hasil
analisis data, didapat nilai Z = -1.800 dan nilai
asymp. sig. (2 tailed) adalah sebesar 0.072.
Menurut Field (2000), pada penelitian yang
sudah menuju pada satu arah, maka untuk lebih
membuktikan hipotesis penelitian yang telah
dibuat, disarankan untuk menghitung one-tailed
probability dengan cara membagi dua skor
probabilitas two-tailed. Dengan demikian, maka
skor probabilitas one-tailed pada penelitian ini
adalah sebesar 0.036 (p < 0.05), yaitu dari 0.072
dibagi 2. Maka berdasarkan nilai tersebut,
diketahui bahwa terdapat perbedaan komitmen
kerja secara signifikan antara subjek dengan
kecenderungan orientasi peran gender feminin
Perbedaan Komitmen Kerja Berdasarkan… …
Setiawati
Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek & Sipil)
Auditorium Kampus Gunadarma, 21-22 Agustus 2007
Vol. 2
ISSN : 1858 - 2559
Pembahasan
dan maskulin pada karyawan yang bekerja di
bidang non-tradisional.
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan terdapat
Selanjutnya
berdasarkan
data
dari
perbedaan komitmen kerja yang signifikan antara
perhitungan descriptive statistics diketahui
karyawan yang memiliki orientasi peran gender
bahwa nilai mean komitmen pada kelompok
feminin
dan
maskulin.
Secara
terinci,
feminin adalah 164.82, sedangkan nilai mean
perbandingan mean empirik dan mean hipotetik
untuk kelompok maskulin adalah 177.08. dengan
komitmen kerja karyawan berdasarkan orientasi
demikian, berarti komitmen karyawan yang
peran gender dapat dilihat pada Tabel 2.
memiliki orientasi peran gender maskulin lebih
dibawah ini.
tinggi jika dibandingkan dengan komitmen
karyawan yang memiliki orientasi peran gender
feminin.
Tabel 2.
Perbandingan Mean Empirik dan Mean Hipotetik Komitmen Kerja
Berdasarkan Orientasi Peran Gender
Orientasi
Mean Empirik
Mean Hipotetik
Standar Deviasi
Peran Gender
Feminin
164.82
140
35
Maskulin
177.08
140
35
Berdasarkan tabel di atas serta hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa karyawan
dengan kecenderungan orientasi peran gender
maskulin memiliki tingkat komitmen yang lebih
tinggi terhadap pekerjaannya (dalam hal ini jenis
pekerjaan non-tradisional) jika dibandingkan
dengan karyawan yang memiliki kecenderungan
orientasi peran gender feminin.
Bidang
pekerjaan non-tradisional yang memiliki dominasi
karakteristik maskulin sangat mungkin menjadi
penghalang bagi karyawan yang memiliki
kecenderungan orientasi peran gender feminin
untuk berkomitmen lebih besar terhadap
pekerjaannya, karena ketidaksesuaian antara
karakteristik pekerjaan dengan kecenderungan
orientasi peran gender yang ada di dalam
dirinya. Hal ini sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh Irving, Coleman & Cooper
(1997), bahwa karyawan akan merasa tertekan
jika orientasi peran gendernya tidak sesuai
dengan karakteristik pada bidang pekerjaannya.
Perasaan tertekan ini pada gilirannya akan
membuat karyawan merasa kurang terikat
secara afektif terhadap pekerjaannya.
Menurut pemaparan di atas, maka diketahui
bahwa secara umum, komitmen afektif relatif
lebih tinggi dibandingkan dengan komitmen
lainnya, baik pada kelompok subjek dengan
kecenderungan orientasi peran gender feminin
dan maskulin. Berdasarkan data deskriptif yang
telah dikumpulkan, hal ini mungkin saja terjadi
karena karyawan merasa lingkungan kerjanya
menyenangkan, pekerjaan tidak monoton, para
karyawan mendapat banyak pengalaman baru,
rekan kerja kompak dan atasan juga perhatian
terhadap bawahannya. Selain itu, banyak
karyawan yang menyatakan bahwa bidang
pekerjaan saat ini sangat sesuai dengan
Perbedaan Komitmen Kerja Berdasarkan… …
Setiawati
keinginan, latar belakang pendidikan, bahkan
sekaligus
dapat
sebagai
sarana
untuk
menyalurkan hobi. Hal ini membuat seluruh
karyawan
dapat
bekerja
dengan
iklim
kekeluargaan yang cukup kental.
Kondisi kerja yang demikian ternyata tanpa
disadari membuat karyawan merasa nyaman
untuk bekerja di perusahaan tersebut, sehingga
para karyawan enggan untuk mencari pekerjaan
baru. Kenyataan ini sesuai dengan hasil
penelitian Mowday (dalam Meyer, Allen & Smith,
1993) yang menyatakan bahwa komitmen afektif
dapat ditumbuhkan oleh karakteristik personalstruktural yang berkaitan dengan tugas dan
pengalaman kerja. Kenyataan yang dirasakan
karyawan tersebut juga sesuai dengan hasil
penelitian dari Meyer & Allen (dalam Meyer, Allen
& Smith, 1993) bahwa hubungan yang paling
kuat dan konsisten dihasilkan dari pengalaman
kerja. Jika pengalaman kerja dalam organisasi
sesuai harapan dan memenuhi kebutuhan dasar
karyawan, maka ia akan cenderung untuk
membangun keterikatan afektif yang lebih kuat
terhadap pekerjaannya.
Dari
perhitungan
komitmen
kerja
berdasarkan usia, diketahui bahwa komitmen
kerja tertinggi (dalam hal ini komitmen kerja
afektif) adalah pada kelompok subjek dengan
usia antara 26-35 tahun. Hal ini wajar karena
kelompok usia tersebut merupakan usia
produktif. Menurut Hall (dalam Robinson, 1995),
rentang usia tersebut termasuk pada tahap
perkembangan,
dimana
karyawan
akan
mengerahkan segala kemampuannya dengan
optimal untuk bekerja.
Jika hasil penelitian dipilah menurut jenis
kelamin, maka komitmen kerja tertinggi adalah
pada subjek dengan jenis kelamin laki-laki. Dapat
B75
Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek & Sipil)
Auditorium Kampus Gunadarma, 21-22 Agustus 2007
terjadi demikian karena bidang kerja ini juga
cenderung menuntut kemampuan fisik yang
cukup berat dan hal itu sangat dimungkinkan
dimiliki oleh karyawan laki-laki.
Selanjutnya, jika hasil penelitian dipilah
berdasarkan status perkawinan, maka komitmen
tertinggi ada pada kelompok subjek penelitian
dengan status kawin, karena karyawan pada
status kawin telah memiliki keluarga. Hal ini
membuat karyawan memiliki tanggung jawab
untuk membiayai kehidupan keluarganya.
Berdasarkan jumlah tanggungan, maka
diketahui bahwa komitmen kerja tertinggi adalah
pada
kelompok
subjek
dengan
jumlah
tanggungan sebanyak tiga orang. Hal ini
otomatis membuat karyawan bekerja sebaik
mungkin agar dapat menopang kehidupan
keluarga yang membutuhkan biaya relatif besar.
Jika ditinjau dari tingkat pendidikan,
komitmen kerja kontinuans tertinggi terdapat
pada subjek dengan tingkat pendidikan S2. Hal
ini dapat terjadi karena pada subjek dengan
tingkat pendidikan S2 mendapat gaji yang lebih
besar jika dibandingkan dengan karyawan pada
tingkat pendidikan yang lebih rendah. Dengan
penghasilan yang relatif besar, terutama jika
dapat mencukupi berbagai kebutuhan, maka
karyawan cenderung enggan untuk mencari
pekerjaan baru karena hal yang sama belum
tentu bisa didapatkan di perusahaan lain.
Jika hasil penelitian ini dikelompokkan
berdasarkan masa bekerja, maka dapat diketahui
bahwa komitmen tertinggi adalah pada kelompok
subjek penelitian yang memiliki masa bekerja
antara 2-10 tahun. Menurut Morrow & McElroy
(dalam Schultz & Schultz, 1990), masa bekerja
memang memegang peranan penting dalam
mempengaruhi komitmen karyawan terhadap
pekerjaannya. Pada rentang tersebut, karyawan
berada pada tahap lanjutan, dimana karyawan
cenderung untuk berusaha semampunya untuk
mempertahankan posisi serta segala hal yang
telah dimilikinya di dalam perusahaan. Selain itu
rasa memiliki serta rasa kekeluargaan yang telah
terbentuk sebelumnya juga akan mempengaruhi
para karyawan untuk tetap berkomitmen
terhadap pekerjaannya itu.
Berdasarkan hasil perhitungan komitmen
kerja berdasarkan departemen, maka diketahui
bahwa komitmen kerja (afektif) tertinggi adalah
pada Technical Service Department. Merujuk
pada data deskriptif yang telah dikumpulkan, hal
ini dapat terjadi karena para karyawan
merasakan adanya kesesuaian antara latar
belakang pendidikan (dalam hal ini jurusan
teknik) dengan kriteria pekerjaan yang saat ini
dilaksanakan.
B76
Vol. 2
ISSN : 1858 - 2559
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan
yang signifikan dalam hal komitmen kerja antara
karyawan yang memiliki kecenderungan orientasi
peran gender feminin dan maskulin pada
karyawan yang bekerja di bidang kerja nontradisional. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa karyawan dengan kecenderungan
orientasi peran gender maskulin memiliki tingkat
komitmen
yang
lebih
tinggi
terhadap
pekerjaannya (dalam hal ini jenis pekerjaan nontradisional) jika dibandingkan dengan karyawan
yang memiliki kecenderungan orientasi peran
gender feminin, yang berada pada taraf sedang.
Secara umum, komitmen afektif relatif lebih
tinggi dibandingkan dengan komitmen lainnya,
baik
pada
kelompok
subjek
dengan
kecenderungan orientasi peran gender feminin
dan maskulin. Komitmen kerja afektif tergolong
tinggi pada kelompok subjek dengan usia antara
26-35 tahun
Komitmen kerja lebih tinggi pada subjek
dengan jenis kelamin laki-laki. Komitmen tertinggi
ada pada kelompok subjek penelitian dengan
status kawin dan memiliki tanggungan sebanyak
3 orang. Komitmen kerja kontinuans tertinggi
terdapat pada subjek dengan tingkat pendidikan
S2. Komitmen tertinggi juga terdapat pada
kelompok subjek penelitian yang memiliki masa
bekerja antara 2-10 tahun. Komitmen kerja afektif
tertinggi adalah pada Technical Service
Department.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian serta dengan
memperhatikan penjabaran di bagian-bagian
sebelumnya, maka dapat dikemukakan saransaran sebagai berikut :
1. Kepada perusahaan yang bersangkutan,
disarankan untuk tetap mempertahankan
iklim kerja yang selama ini telah terjalin
dengan
baik
agar
karyawan
tetap
bersemangat dalam menjalankan aktivitas di
perusahaan.
Saran
lainnya
kepada
perusahaan
adalah
agar
lebih
memperhatikan kebutuhan karyawannya
dalam hal perluasan pengetahuan melalui
seminar/training/pendidikan
guna
peningkatan skill karyawan dan untuk
memperkuat komitmen normatif karyawan
terhadap
pekerjaan,
khususnya
dan
perusahaan pada umumnya.
2. Kepada peneliti selanjutnya, disarankan
untuk mengadakan replikasi penelitian
Perbedaan Komitmen Kerja Berdasarkan… …
Setiawati
Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek & Sipil)
Auditorium Kampus Gunadarma, 21-22 Agustus 2007
serupa, pada bidang kerja lain (bidang kerja
tradisional) maupun pada pekerjaan lain di
bidang
kerja
non-tradisional.
Dengan
keragaman ini diharapkan hasil yang didapat
pun dapat digeneralisasikan dalam lingkup
yang lebih luas lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Baron, P. A & Byrne, C. 1974. “Sexuality and the
Dual-Earner Couple: Multiple Roles and
Sexual Functioning”. Journal of Family
Psychology, Volume 12, No. 3, 354-368.
Lawrence Erlbaum Associate Inc.
Publishing, New Jersey.
Betz, N. E. & Fitzgerald, L. F. 1987. The Career
Psychology of Women. Academic Press,
London.
Field, A. 2000. Discovering Statistics Using
SPSS for Windows : Advanced
Techniques for the Beginner. Sage
Publications, Ltd., London.
Chang, Daniel. 1999. An Introduction to Industrial
and Organizational Psychology. McGraw
Hill, San Fransisco.
Greenberg, Jerald & Baron, Robert. A. 1993.
Behavior in Organizations (Fourth
Edition). Allyn and Bacon, Singapore.
Irving, Gregory. P., Coleman, Daniel. F., &
Cooper, Christine. L. 1997. “Further
Assesments of a Three-Component
Model of Occupational Commitment :
Generalizability and Differences Across
Occupations”.
Journal
of
Applied
Psychology, Volume 82, No. 3, 444-452.
Academic Press, Inc., California.
Jewell, Lionel. N. & Siegall, Marc. 1998. Psikologi
Industri/Organisasi
Modern:Psikologi
Terapan Untuk Memecahkan Berbagai
Masalah di Tempat Kerja, Perusahaan,
Industri dan Organisasi (Edisi Kedua).
Arcan, Jakarta.
Lee, S., Craswell, J. P., & Allen, N. J. 2000.
Foundations of Behavioral Research
(Fourth Edition). Hartcourt Brace College
Publishers, Florida.
Megawangi, Ratna. 1999. Membiarkan Berbeda?
Sudut Pandang Baru tentang Relasi
Gender. Penerbit Mizan, Bandung.
Meyer, John. P., Allen, Natalie. J. 1991.
Management at Work. John Wiley &
Sons, Inc., New York .
Perbedaan Komitmen Kerja Berdasarkan… …
Setiawati
Vol. 2
ISSN : 1858 - 2559
Meyer, John. P., Allen, Natalie. J., & Smith,
Catherine. A. 1993. “Commitment to
Organizations
and
Occupations:
Extension and Test of a ThreeComponent Conceptualization”. Journal
of Applied Psychology, Volume 78, No.
4, 538-551.
Raguz, Maria. 1991. Masculinity and Femininity.
An
Empirical
Definition.
Drukkerij
Quickprint BV, Nijmegen.
Robinson, J. P. 1995. Organizational Behavior.
Pearson Education, Inc., New Jersey.
Schultz, Duane. P. & Schultz, Sydney. E.
1990. Psychology and Industry Today
(An Introduction to Industrial and
Organizational Psychology-Fifth Edition).
Maxwell Mc Millan, New York.
Spector, Paul. E. 2000. Industrial and
Organizational Psychology : Research
and Practice (Second Edition). John
Wiley & Sons, Inc., New York.
Spence, J. T., & Buckner, P. 1995. Psychology
Today. Mc Millan Publishing Company,
New York .
Spence, J. T., & Helmreich, R. L. 14 September
2006.
The
Personal
Attributes
Questionnaire.
http://www.atkinson.yorku.ca/~psyctest/p
aq.pdf.
Stets, H. L., & Burke, G. 1991. Sex and Gender
in Society (Second Edition). Prentice
Hall, New Jersey.
Stevenson, Michael. R. 1994. Gender Roles
Through
the
Life
Span.
A
Multidisciplinary Perspective. Ball State
University, Muncie.
Strong, M & De Vault, B. 1989. Introduction to
Organizational Psychology. McGraw Hill,
San Fransisco.
Tang, Taryn. N. & Tang, Catherine. S. 14
September
2006.
Gender
Role
Internalization, Multiple Roles and
Chinese
Women’s
Mental
Health..
http://csubak.edu/~lhecht/Classes/BEHS
501/Articles/GenderRoleInternalization.p
df.
Vianello, Mino. 1990. Gender Inequality. A
Comparative Study of Discrimination and
Participation. Sage Publications Ltd,
London.
B77
Download