JURNAL LENTERA KOMUNIKASI Vol.1 No.1, Februari 2015 / ISSN 2442-2991 REPOSISI PERAN DAN FUNGSI STRATEGIS PUBLIC RELATIONS DALAM ORGANISASI PENDIDIKAN Oleh : Dr. Amie Primarni, M.Pd.I. Hubungan Masyarakat, Politeknik LP3I Jakarta Gedung sentra Kramat Jl. Kramat Raya No. 7-9 Jakarta Pusat 10450 Telp. 021 – 31904598 Fax. 021 - 31904599 Email : [email protected] ABSTRAK Public relations adalah fungsi khas manajemen yang mendukung pembinaan dan membangun upaya saling menguntungkan melalui komunikasi agar diperoleh pengertian, penerimaan dan kerjasama yang baik antara organisasi dengan publiknya. Walaupun perkembangan Public relations saat ini lebih baik, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa beragamnya persepsi tentang Public relations, telah membawa Public relations (khususnya Indonesia) menuju arah yang keliru dan belum memperoleh apresiasi yang layak. Public relations di perguruan tinggi juga sadar bahwa mereka harus selalu berusaha untuk menjaga citra dari perguruan tinggi yang mereka wakili. Melalui pembentukan citra ini pada akhirnya akan menghasilkan sikap, pendapat, tanggapan atau perilaku tertentu terhadap perguruan tinggi. Dari hasil penelitian “Kajian Peran Public Relations dalam Meningkatkan Citra Perguruan Tinggi Swasta di Jawa Tengah“ yang dilakukan pada tahun 2007” tindakan dari seorang public relations perguruan tinggi swasta dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu: Kelompok pertama merupakan Perguruan tinggi yang lebih meningkatkan pada pelayanan kepada mahasiswa dengan target audience-nya melalui penyebaran“word of mouth/gethuk tular“. Kelompok kedua merupakan Perguruan tinggi yang lebih menekankan pada program-program yang ditawarkan untuk meningkatkan citra dari perguruan tinggi tersebut. Kelompok ketiga adalah Perguruan tinggi yang menekankan pada kerjasama dengan media. Uraian di atas terlihat peran Public relations dalam meningkatkan citra perguruan tinggi dapat dilaksanakan dengan berbagai cara, penekanannya adalah dengan melakukan kegiatan yang dapat menimbulkan kesan positif masyarakat terhadap perguruan tinggi tersebut. Sedangkan perguruan tinggi yang lain mempunyai tujuan membangun hubungan dengan pihak eksternal bukan untuk meningkatkan citra melainkan hanya untuk meningkatkan intake mahasiswanya. Tulisan ini akan menguraikan konsep dasar Public relations, membahas peran dan fungsi strategis public relations dalam organisasi khususnya organisasi pendidikan dan bagaimana mereposisi peran dan fungsi Public relations dapat mengaktualisasikan dirinya sebagai bagian dari koalisi dominan dalam organisasi. Kata kunci : Reposisi, Public relations 1 JURNAL LENTERA KOMUNIKASI Vol.1 No.1, Februari 2015 / ISSN 2442-2991 PENDAHULUAN Public relations (PR) atau hubungan masyarakat (Public Relations) telah menjadi ”trend” manajemen di Indonesia, dengan berbagai istilahnya. Hal ini bisa dilihat dari dibentuknya ”bagian” atau ”divisi” Public Relations dalam banyak perusahaan, profit maupun non profit. Public Relations juga berkembang dengan analogi yang beragam, tergantung bagaimana orang mempersepsinya. Ada yang mendeskripsikan tugas Public Relations sebagai protokoler, fotografi, tugas mengatur dan menservis wartawan, menjawab berita, mengkliping koran, mengelola buletin, event organizer sampai dengan analog sebagai ”penyelamat” organisasi dari citra buruk di mata masyarakat. Public Relations sampai saat ini juga dipersepsi sebagai ”dunianya” perempuan cantik, pria necis, glamour, menarik, wangi, memiliki relasi yang luas, sehingga untuk menjadi seorang Public Relations dianggap mudah, tidak memerlukan kompetensi tertentu. Berbagai persepsi tentang Public Relations telah membuat dunia Public Relations Indonesia tumbuh pada arah yang keliru dan melahirkan pandangan sinis terhadap profesi ini. Hal ini membuahkan penilaian dan apresiasi kepada Public Relations Indonesia secara tidak proporsional. Dalam convenient sampling yang dilakukan terhadap peserta Konvensi Public Relations di Yogyakarta tahun 1998 (Elizabeth G.Ananto, 2004) terungkap bahwa responden menganggap bahwa profesi PR belum mendapat tempat yang layak atau sejajar dengan profesi lain. Hal ini disebabkan karena kurangnya apresiasi pimpinan lembaga (39%), terjadi kesalahan persepsi mengenai profesi Public Relations (31%), keterbatasan kemampuan praktisi Public Relations (22%), tidak adanya persyaratan khusus untuk melaksanakan profesi Public Relations (8%). Hal senada terungkap kembali dalam dialog selama Konvensi Public Relations di Yogyakarta pada bulan Desember 2004 yang baru lalu. Di sisi lain, banyak pihak yang sepakat dan mengakui bahwa Public Relations memiliki peran dan fungsi yang penting dalam organisasi. Public Relations Manager PT Newmont mengakui, krisis ”Kasus Buyat” yang menimpa perusahaannya, yang sempat menjadi pemberitaan berskala nasional (bahkan internasional)sehingga reputasi Newmont tercederai, dikarenakan tidak mengantisipasi sebelumnya, tidak mengoptimalkan peran dan fungsi Public Relations, berakibat sangat mahal. Perusahaan Coca Cola mewajibkan karyawannya yang akan dipromosikan ke jenjang manajer senior, perlu mengikuti pelatihan atau kursus Public Relationsyang diadakan perusahaan tersebut. Waktu Perang Teluk 1990, Kuwait menyewa Hill& Konwlton sebuah perusahaan Public Relations di Amerika untuk memperoleh dukungan rakyat Amerika bahkan pemerintah Indonesia menyewa sebuah perusahaan Public Relations” Sawyer Miller” dari Amerika dengan bayaran satu juta dolar waktu penyelenggaraan APEC di Bogor pada tahun 1994. Apa yang salah dengan Public Relations di Indonesia? Benarkah peran dan fungsi Public Relations dalam organisasi penting? Mengapa Public Relations yang cikal bakal prakteknya telah muncul disekitar proklamasi kemerdekaan Indonesia masih belum dimaknai seperti seharusnya? Tulisan ini mencoba menguraikan bagaimana memposisikan kembali peran dan fungsi strategis Public Relations dalam organisasi pendidikan agar mampu mengaktualisasikan dirinya pada tataran fungsi manajemen strategis, selaku ujung tombak dalam membuka peluang baru untuk peningkatan kinerja organisasi. PERSEPSI BERAGAM TENTANG PUBLIC RELATIONS Gambaran di atas menunjukkan bahwa keberadaan Public Relations atau yang populer dengan istilah Public Relations (PR) di Indonesia masih dianggap sebelah mata, bahkan terkesan hanya pelengkap dalam organisasi. Kondisi ini sungguh memprihatinkan 2 JURNAL LENTERA KOMUNIKASI Vol.1 No.1, Februari 2015 / ISSN 2442-2991 bila diingat bahwa tonggak awal gerak Public Relations Modern dimulai pada 1906, ketika Ivy Ledbetter Lee meluncurkan Declaration of Principle (Deklarasi Lee) yang bermuatan prinsip-prinsip dasar Public Relations seperti persuasif, empati, jujur, terbuka, peduli lingkungan, mengutamakan stakeholders baik internal maupun eksternal,dll. Di Indonesia, profesionalisme Public Relations sudah dimulai pada 15 Desember 1972 ketika para penggiat Public Relations membentuk suatu organisasi profesi Public Relations Indonesia yang dikenal dengan Public Relations dan pembentukan Bako Public Relations pada 13 Maret 1971. Setelah lebih dari 35 tahun, pemahaman tentang Public Relations masih belum bergeser dari tugas-tugas teknis semata seperti protokoler, fotografi, urusan dengan wartawan, menjawab berita, mengkliping koran, dan mengelola buletin. Fungsi dan peran Public Relations di Indonesia baik di organisasi, perusahaan dan pemerintahan masih beragam dan sebagian besar belum berada pada peran setrategis. Belum banyak organisasi yang menempatkan Public Relations sebagai bagian dari fungsi manajemen, dan menempatkan pada posisi dominan dalam pengambilan keputusan. Padahal bila dirujuk dari berbagai definisi Public Relations yang disampaikan oleh pakar Public Relations baik luar negeri dan dalam negeri seperti Ivy L Lee, Jame E. Grunig, Scott M. Cutlip, Edward L.Bernays, Onong Uchjana Effendy, Rosady Ruslan, Elizabeth Goenawan Ananto dapat disimpulkan bahwa Public Relations adalah bagian dari fungsi manajerial sebuah organiasi yang berfungsi membangun dan melakukan manajemen komunikasi yang sifatnya dua arah antara organisasi dengan publiknya untuk mendapatkan pemahaman, penerimaan, kepercayaan dan dukungan publik. Pengertian ini menegaskan kegiatan komunikasi yang dilakukan Public Relations tidak hanya berhenti ketika pesan atau informasi sudah tersebar, tetapi komunikasi yang terjadi antara organisasi dan publiknya harus mampu melahirkan perubahan positif baik pada publik maupun pada organisasi.Public Relations diharapkan mampu berperan sebagai jembatan, pembangun dan pemelihara harmoni antara organisasi dan lingkungannya, sehingga tercipta citra positif (good image), kemauan yang baik (good will), saling menghargai (mutual appreciation), saling timbul pengertian (mutual understanding), toleransi (tolerance) antara kedua belah pihak . Memahami Public Relations melalui satu atau dua definisi tidaklah mudah, karena sebuah definisi yang ada mungkin tidak mampu menggambarkan substansi kegiatan Public Relations sesungguhnya. Persoalannya, definisi yang mana yang akan dipilih, mengingat begitu banyak definisi Public Relations yang telah dikemukakan oleh berbagai kalangan: praktisi, para penulis buku teks, maupun sejumlah organisasi praktisi Public Relations diberbagai belahan dunia. Banyaknya definisi Public Relations mungkin juga merefleksikan kenyataan praktik sehari-hari Public Relations dalam berbagai lingkungan sosial atau mungkin merefleksikan evolusi yang sedang terjadi dalan fungsi Public Relations pada organisasi. Grunig dan Hunt mendefinisikan kegiatan Public Relations sebagai kegiatan komunikasi, ”the management of communication between an organization and its public ( Baskin, Aronoff dan Lattimore, 1997:5). Senada dengan Grunig, Jefkins melihat Public Relations terdiri dari seluruh kegiatan komunikasi yang terencana dengan semua publiknya dalam rangka mencapai tujuan spesifik (1999:9). Sedangkan Harlow berpendapat Public Relations merupakan komunikasi dua arah antara organisasi dengan publik secara timbal balik dalam rangka mendukung fungsi dari tujuan manajemen dengan meningkatkan pembinaan kerjasama serta pemenuhan kepentingan bersama (Ruslan, 1999:102). Definisi- definisi di atas menjelaskan bahwa Public Relations merupakan kegiatan komunikasi yang dilakukan sebuah organisasi dengan berbagai publiknya. Domain kegiatan Public Relations adalah komunikasi dalam bentuk komunikasi dua arah. Di satu sisi, organisasi melakukan penyebaran informasi kepada publik. Di sisi lain organisasi juga melakukan pencarian informasi , mendengarkan apa yang menjadi keinginan publik organisasi. 3 JURNAL LENTERA KOMUNIKASI Vol.1 No.1, Februari 2015 / ISSN 2442-2991 Definisi lain mengkonsepsikan Public Relations lebih dari sekedar kegiatan komunikasi. Public Relations adalah sebuah fungsi manajemen yang berkaitan dengan usaha untuk membangun hubungan yang saling menguntungkan (mutually beneficial relationship) antara sebuah organisasi dengan publiknya, seperti yang dinyatakan oleh Cutlip, Center dan Broom (1994:6), ” the management function that establishes and maintains mutually beneficial relationship between an organization and the publics on whom its success or failure depend”. Cutlip dkk melihat Public Relations sebagai fungsi manajemen untuk membangun dan menjaga hubungan yang saling menguntungkan antara organisasi dan publiknya yang menentukan keberhasilan atau kegagalan organisasi tersebut. Pertemuan asosiasi Public Relations seluruh dunia di Mexico City (1978) mendefinisikan Public Relations sebagai: “suatu seni sekaligus suatu disiplin ilmu sosial yang menganalisis berbagai kecenderungan, memperkirakan setiap kemungkinan konsekuensi darinya, memberi masukan dan saran-saran kepada pemimpin organisasi, serta menerapkan program-program tindakan yang terencana untuk melayani kebutuhan organisasi dan atau kepentingan khalayaknya”. Sementara IPR (Institute of Public Relations) menjelaskan PR sebagai “ keseluruhan upaya yang dilangsungkan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka menciptakan dan memelihara niat baik dan saling pengertian antara suatu organisasi dengan segenap khalayaknya”. Ngurah (1999) menyimpulkan bahwa pengertian Public Relations sesungguhnya adalah relations with public. Ketika organisasi berbicara relations with public, maka harus dipahami pula bahwa masing-masing pihak yang sedang membangun hubungan memiliki kepentingan. Organisasi memiliki kepentingan, begitu juga dengan publik. Hubungan yang ada di dalamnya harus terlaksana dengan baik, demikian juga dengan dunia luar karena organisasi mengandung arti: ia harus utuh, bersatu dan harmonis dalam mencapai tujuan.Hubungan kedua belah pihak akan berjalan harmonis bila masing-masing dapat saling mempertimbangkan kepentingan pihak lain. Lebih lanjut Ngurah mengatakan jika kedua konsep Public Relations ini disintesakan, maka dapat dikatakan bahwa kegiatan komunikasi yang dilakukan bagian Public Relations tidak hanya berhenti ketika pesan atau informasi sudah tersebar, tetapi komunikasi yang terjadi antara organisasi dan publiknya harus mampu melahirkan perubahan baik pada publik maupun pada organisasi. Organisasi akan melakukan penyesuaian terhadap tuntutan publik, sehingga akan terjadi hubungan yang harmonis, saling mendukung antara kedua belah pihak. Karena organisasi diasumsikan beroperasi lantaran diberi hak oleh publik dan bahwa hak itu tidak bisa dihindari, manajemen setiap organisasi memiliki kewajiban memberikan layanan kepada publik dengan sebaik-baiknya. Pada titik inilah, urgensi Public Relations ditemukan. Public Relations lahir untuk sebuah fungsi strategik: menjadi reperesentasi organisasi dalam membangun dan memelihara hubungan dengan publik. Secara tegas mengatakan bahwa Public Relations adalah membangun hubungan baik dengan publik dengan cara mengelola komunikasi dst (magdalena). PERAN DAN FUNGSI PUBLIC RELATIONS DALAM ORGANISASI PENDIDIKAN Public Relations sebagai alat manajemen modern, maka secara struktural merupakan bagian integral dari suatu kelembagaan atau organisasi, artinya Public Relations bukanlah merupakan fungsi terpisah dari fungsi kelembagaan atau organisasi tersebut. Sejalan dengan konsep Public Relations yang berkembang kini adalah konsep yang menekankan pentingnya komunikasi dua arah, menurut Howard Childs (Ngurah, 1999:5), fungsi dasar Public Relations bukan untuk menampilkan pandangan organisasi atau seni sikap publik, tetapi untuk melakukan rekonsiliasi atau penyesuaian terhadap kepentingan publik setiap aspek 4 JURNAL LENTERA KOMUNIKASI Vol.1 No.1, Februari 2015 / ISSN 2442-2991 pribadi organisasi maupun perilaku perusahaan yang punya signifikan sosial. Jadi di sini Public Relations berfungsi membantu organisasi melakukan penyesuaian terhadap lingkungan tempat organisasi tersebut beroperasi. Konsep tersebut punya konsekuensi penting, karena penyesuaian organisasi mengisyaratkan sebuah fungsi yang berada pada level manajemen organisasi. Konsep ini menekankan pentingnya tindakan-tindakan perbaikan yang harus dilakukan organisasi di samping usaha-usaha untuk berkomunikasi. Public Relations sebagai fungsi manajemen berkaitan dengan bagaimana sebuah organisasi menyusun kebijakan sehingga memperlihatkan sebuah kinerja yang bertanggungjawab. Ini berkaitan dengan kenyataan bahwa penampilan yang bertanggungjawab merupakan dasar penerimaan publik terhadap sebuah organisasi. Hal ini berarti, Public Relations sebuah organisasi tidak semata-mata menjadi tanggungjawab praktisi Public Relations tetapi harus menjadi tanggungjawab para pengelola organisasi tersebut. Praktisi Public Relations dalam konteks Public Relations sebagai fungsi manajemen harus membantu organisasi dalam membangun filosofifilosofinya, mencapai tujuan-tujuan yang ditetapkan , beradaptasi dengan lingkungannya dan bisa sukses dalam berkompetisi merebut sumber-sumber bagi kelangsungan hidup organisasi. Seperti yang dikatakan Baskin dan Aronoff (Ngurah,1999:9), ”All managers, indeed, virtually all employees, represent their organization to some public”. Public Relations sebagai fungsi komunikasi, perlu dipahami bahwa kegiatan utama Public Relations adalah melakukan komunikasi. Public Relations sebagai fungsi staff khusus yang melayanani para pemimpin organisasi, khususnya dalam membantu organisasi berkomunikasi dengan publik-publiknya. Onong (1998:36) mengemukakan bahwa fungsi Public Relations meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Menunjang kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan organisasi. 2. Menciptakan komunikasi dua arah secara timbal balik dengan menyebarkan informasi dari perusahaan kepada publik dan menyalurkan opini publik pada perusahaan. 3. Melayani publik dan memberikan nasihat kepada pimpinan organisasi untuk kepentingan umum. 4. Membina hubungan secara harmonis antara organisasi dengan publik, baik internal maupun eksternal. Fungsi Public Relations menyelenggarakan komunikasi dua arah secara lebih terinci dijelaskan oleh Bachtiar Aly (1999) sebagai berikut: 1. Memberikan penerangan yang berkaitan dengan kepentingan organisasi dan kepentingan khalayak dengan cara-cara yang sesuai dengan jamannya. 2. Mengukur dan menafsirkan sikap, pendapat dan perilaku masyarakat terhadap organisasi, sehingga tercapainya misi pesan yang dikehendaki 3. Merumuskan kegiatan-kegiatan yang bertujuan meningkatkan pengertian masyarakat terhadap aktivitas lembaga/perusahaan guna memperoleh dukungan publik. 4. Melaksanakan dan mengembangkan setiap program yang berhubungan dengan usaha untuk menciptakan saling pengertian antara organisasi dan masyarakat, sehingga terjalin kerjasama yang diharapkan. 5. Melakukan evaluasi internal sejauhmana terjalinnya kerjasama harmonis dan sampai dimana telah terciptanya persepsi positif masyarakat dan citra organisasi yang didambakan. Jadi jelaslah bahwa Public Relations bukan sekedar fungsi teknis tetapi merupakan fungsi manajerial yang bertanggungjawab atas terselenggaranya suatu hubungan yang signifikan antara organisasi dengan publik (stakeholder). Public Relations adalah sebuah fungsi strategik di tingkat korporasi. Public Relations adalah jembatan, pembangun dan 5 JURNAL LENTERA KOMUNIKASI Vol.1 No.1, Februari 2015 / ISSN 2442-2991 pemelihara harmoni antara organisasi dan lingkungannya. Dengan harmoni, saling pengertian yang lebih baik antara organisasi dengan publiknya, citra positif organisasi diharapkan terbentuk dan menguat. Public Relations memiliki visi membangun dan memelihara citra organisasi sebagai korporasi yang berhasil, baik secara ekonomi maupun sosial. Karena korporasi yang berhasil, akan diterima masyarakat sebagai bagian dari aset mereka, aset suatu bangsa/negara. Dalam kaitan menjalankan fungsi membina saling pengertian dengan publiknya menurut Indrawadi Tamin (2004) ada empat peran yang dapat dimainkan oleh PR , yaitu: 1. Interpreter atau in the middle, yaitu Public Relations berperan sebagai sumbu antara manajemen dengan publik internal maupun eksternal. Public Relations harus mampu menginterpretasikan dinamika dan kebutuhan serta perilaku publik terhadap manajemen dan sebaliknya. Untuk bisa memikul peran ini, Public Relations harus punya akses pada manajemen bahkan top manajemen. 2. Lubricant, pelumas atau pelicin untuk terciptanya hubungan internal yang harmonis dan efisien. Peran ini memungkinkan Public Relations mencegah timbulnya kemungkinan friksi-friksi atau perpecahan dalam organisasi. 3. Monitoring dan Evaluasi. Peran ini untuk mengantisipasi setiap perubahan yang mungkin saja berdampak negatif terhadap organisasi. 4. Komunikasi. komunikasi dilakukan baik pada publik eksternal maupun internal untuk terciptanya saling pengertian. Berbagai penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat mengidentifikasikan dua peran yang menonjol yang dijalankan seorang praktisi Public Relations dalam sebuah organisasi yaitu peran manajer dan peran teknisi. Hal mendasar yang membedakan kedua peranan ini adalah pada keterlibatan praktisi Public Relations dalam proses pengambilan keputusan ditingkat korporat. Manager terlibat dalam proses pengambil keputusan sedangkan para teknisi tidak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan manajemen.uah organisasi. Secara ideal, kedua peranan harus ada dalam praktek Public Relations pada sebuah organisasi karena pada dasarnya, peran-peran tersebut saling melengkapi. Manajer melakukan perencanaan, memimpin, memilih staf, mengatur jadwal, menyusun anggaran kegiatan Public Relations, sedangkan para teknisi melaksanakan seluruh kegiatan Public Relations, sehingga program Public Relations dapat berjalan dengan baik, terarah dan tepat sasaran. Peranan praktisi Public Relations dalam organisasi merupakan salah satu kunci penting untuk pemahaman fungsi Public Relations dan komunikasi organisasi. Hanya dengan menjalankan peran manajer realisasi Public Relations yang profesional dapat tercapai, karena ada dua hal penting ketika praktisi Public Relations (PRO) menjalankan peranan manajerial; (1), mereka merupakan bagian dari koalisi dominan dalam organisasi dan terlibat dalam proses pengambilan keputusan yang memutuskan perencanaan strategik,dan (2), mereka mengelola bagian Public Relations tanpa campur tangan bagian lain dan bertanggungjawab secara penuh terhadap programnya. Dalam peran sebagai manajer, praktisi Public Relations lebih mudah untuk menjalankan fungsi utamanya yaitu membina hubungan harmonis antara organisasi dengan publiknya, mengintegrasikan sikap dan perbuatan suatu lembaga dengan sikap dan perbuatan publik atau sebaliknya. Berbagai buku teks dalam bahasa Inggeris maupun bahasa Indonesia, selalu menempatkan Public Relations yang ideal baik secara fungsi maupun struktur. Permasalahannya, mengapa praktisi Public Relations menjalankan peranan yang berbeda-beda dalam berbagai organisasi? Elizabeth Goenawan Ananto dalam makalahnya yang dipresentasikan di depan peserta Konvensi Public Relations di Yogyakarta (2004), mengungkapkan beberapa kajian tentang peran dan fungsi Public Relations, antara lain kajian yang dilakukan Dolphin dan Fan menyimpulkan bahwa kebanyakan organisasai di Inggeris 6 JURNAL LENTERA KOMUNIKASI Vol.1 No.1, Februari 2015 / ISSN 2442-2991 menempatkan komunikasi korporat pada jenjang ke 3 dalam organisasi. Kajian di Australia yang dilakukan Steinner dan Black menyimpulkan bahwa hanya sedikit organisasi di Australia yang mempraktekkan ”symmetrical public relations” yang dapat terjadi jika praktisi Public Relations berada pada posisi perencanaan korporat. Bagaimana di Indonesia? Belum banyak hasil penelitian mengenai posisi Public Relations dalam organisasi. Kurangnya kajian ilmiah mengenai peranan Public Relations sebagai fungsi manajemen, serta kurangnya informasi publik terhadap perkembangan profesi ini, merupakan salah satu faktor rendahnya apresiasi publik terhadap profesi ini. Kajian pada tahun 2001 (Ananto, 2004:6), menunjukkan bahwa posisi Public Relations dalam organisasi paling banyak berada pada posisi staff (52%), manager (39 %) dan direktur (9%), sedangkan kajian tahun 2004 terdapat peningkatan posisi Public Relations yaitu pada level Vice President (5%). Kalau mau disebut dari sedikitnya organisasi/ perusahaan yang menempatkan Public Relations dalam posisi yang ideal, antara lain PT Astra Internasional yang menempatkan posisi Public Relations nya pada tingkatan pimpinan tertinggi dengan jabatan Senior Vice President Director, begitu juga dengan PT Telkom Tbk, yang memposisikan Public Relations dalam kedudukan Vice President Corporate Communication (wakil direktur utama bidang komunikasi perusahaan). Pada mulanya sejumlah riset memperkirakan faktor lingkungan organisasi mempengaruhi praktek Public Relations dalam sebuah organisasi. Namun karena ketiadaan bukti-bukti yang kuat, maka Grunig (Ngurah, 1999) lebih melihat keputusan para pemegang kekuasaan dalam organisasi yang menentukan, budaya organisasi, potensi yang dimiliki oleh bagian Public Relations dan pemahaman para pemegang kekuasaan terhadap Public Relations. Sebuah organisasi yang menganut budaya otoriter cenderung akan mempraktekkan sistem manajemen tertutup sehingga mempraktekkan model asimetris. Bagian Public Relations yang tingkat profesionalnya rendah, hanya handal dalam menjalankan pekerjaan teknis, tidak punya kemampuan riset, juga penting sebagai faktor yang mempengaruhi praktek Public Relations dalam organisasi. Dari berbagai kajian yang dilaporkan oleh Ananto, juga terungkap temuan antara lain: eksekutif dan manager dari bagian lain kelihatan frustrasi dengan kinerja Public Relations dalam perusahaan mereka, eksekutif dan manajer berpendapat bahwa petugas Public Relations tidak mempunyai pengetahuan yang cukup tentang bisnis perusahaan, manajer dari divisi lain tidak mendapat informasi yang cukup mengenai peran dan fungsi Public Relations, selain daripada media relations yang banyak dilakukan oleh praktisi Public Relations, rendahnya kemampuan Public Relations melakukan negosiasi, mengatasi konflik, telah mengurangi rasa percaya CEO terhadap kemampuan Public Relations. Terdapat perbedaan yang signifikan antara harapan CEO dan apa yang dilakukan Public Relations mereka (2004: 4-5). REPOSISI PERAN DAN FUNGSI STRATEGIS PUBLIC RELATIONS PENDIDIKAN Salah satu agenda yang ramai dibicarakan dalam Rapat Koordinasi Nasional Ke Public Relations Pendidikan ( Perguruan Tinggi Negeri, Dinas Pendidikan Provinsi dan Kopertis), di Puncak 17-19 Juli 2008 lalu, adalah tentang peran, fungsi dan posisi Public Relations di Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Hampir seluruh pejabat Public Relations yang hadir mengeluhkan tentang tidak optimalnya peran dan fungsi yang disandangnya sebagai pengelola komunikasi dan informasi kepada publik. Keluhan serupa juga kerap muncul pada pertemuan-pertemuan yang diadakan Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia ( PerPublic Relations ) dan Badan Koordinasi Public Relations Pemerintah (BakoPublic Relations). Keluhan para pejabat Public Relations umumnya sama yaitu berkisar seputar ketiadaan akses informasi, kurangnya apresiasi terhadap pekerjaan Public Relations, tidak 7 JURNAL LENTERA KOMUNIKASI Vol.1 No.1, Februari 2015 / ISSN 2442-2991 jelasnya posisi Public Relations dalam struktur organisasi, tidak tersedianya pedoman kerja sebagai standar prosedur, sampai dengan tidak memadainya anggaran untuk melaksanakan tugasnya. Otonomi Perguruan Tinggi yang diterapkan di seluruh Perguruan Tinggi Negeri yang ada di Indonesia membawa imbas yang sangat besar terhadap pengelolaan Perguruan Tinggi yang bersangkutan. Dapat menghidupi dirinya sendiri menjadi satu tuntutan untuk Perguruan Tinggi Negeri. Akibatnya, setiap Perguruan Tinggi Negeri saling berlomba-lomba untuk menunjukkan eksistensi dirinya, kehebatan dirinya dan kelebihan yang dimilikinya. Fenomena ini membawa imbas yang sangat besar terhadap keberlangsungan hidup Perguruan Tinggi Swasta. Kue yang harus diperebutkan oleh Perguruan Tinggi Swasta menjadi semakin kecil, terutama ketika Perguruan Tinggi Negeri semakin banyak membuka program-program lain diluar program regular yang sudah ada sebelumnya. Kondisi ini semakin di perparah dengan banyaknya Perguruan Tinggi Swasta yang bermunculan bak jamur di musim penghujan. Sehingga bukan satu perkara yang mudah untuk memenangkan persaingan dalam memperebutkan kue ‘calon mahasiswa’ yang jumlahnya tetap, sementara jumlah pesaing semakin hari semakin bertambah. Selama ini, institusi perguruan tinggi memang dicitrakan sebagai institusi pendidikan yang mengutamakan social obligation, yang mengembangkan kajian keilmuan secara mendalam karena mentabukan hal-hal yang bersentuhan dengan pertimbangan ekonomis praktis. Akibatnya ruang gerak menjadi sangat elite dan eksklusif. (Muktiyo, Widodo, 2002:8). Tetapi dengan perkembangan otonomi Perguruan Tinggi yang diterapkan di semua Perguruan Tinggi Negeri saat ini, orientasi perguruan tinggi mulai mengalami pergeseran orientasi, yaitu mengarah pada orientasi enterpreneurship. Perguruan Tinggi bukan lagi sebagai lembaga non-profit yang ‘hanya’ bergerakdalam bidang ilmu dan ‘transfer of knowledge’. Lebih dari pada itu, Perguruan Tinggi menjadi lembaga profit dengan topeng ‘transfer of knowledge’ dan ilmu menjadi produk yang diperjual belikan. Bahkan pada akhirnya Lembaga Pendidikan bagaikan sebuah mesin produksi manusia Intelektual yang mendapat tolok ukur keberhasilan melalui status penempatan kerja dan besarnya penghasilan yang diterima. Pada tataran inilah citra sebuah perguruan tinggi menjadi satu hal yang penting dan menjadi satu pertimbangan konsumen ketika mereka memutuskan Perguruan Tinggi mana yang akan mereka pilih. Citra atau image menjadi satu hal yang sangat penting untuk di jual kepada calon konsumen. Seperti yang dikatakan Kotler (1997:208), citra adalah seperangkat keyakinan, ide dan kesan yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu obyek. Keyakinan terhadap suatu obyek ini dapat dimiliki oleh seseorang apabila ada transfer pesan yang tepat. Dengan kata lain, cara mengkomunikasikan suatu pesan tentang suatu obyek akan menghasilkan efek yang positif dan menimbulkan citra yang positif dibenak calon konsumen apabila penyampaian pesan itu menggunakan kemasan yang tepat. Pada tataran ini, pendekatan terhadap khalayak tidak bisa dilakukan melalui pendekatan yang sifatnya massive, dibutuhkan satu cara berkomunikasi yang lebih personal. Membangun image bukan dengan pendekatan massa, tetapi dengan pendekatan yang lebih memanusiakan manusia, menggunakan sentuhan emosi dan memperlakukan setiap manusia sebagai seorang individu yang istimewa. Public Relations melalui fungsi dan karyanya merupakan satu jawaban untuk kebutuhan ini.Bahkan dalam bukunya Al Rise mengatakan ‘The Rise of PR’ untuk menunjukkan fenomena Public Relations pada saat ini. Satu hal yang masuk nalar karena kehadiran Public Relations sangat dibutuhkan disetiap organisasi dan institusi pada saat ini, tidak terkecuali dalam dunia pendidikan tinggi, terlebih ketika Otonomi Perguruan Tinggi semakin ketat diterapkan disetiap Perguruan Tinggi di Negara ini. mau tidak mau, setiap Perguruan Tinggi saling berlomba untuk menunjukkan siapa dirinya supaya tetap survive ditengah persaingan yang ada. Situasi seperti ini perlu diwujudkan melalui berbagai strategi komunikasi/ 8 JURNAL LENTERA KOMUNIKASI Vol.1 No.1, Februari 2015 / ISSN 2442-2991 sosialisasi/kampanye yang pas agar sasaran yang hendak dicapai mendapatkan dukungan penuh dari pihak-pihak yang berkompeten. Perguruan tinggi dituntut bisa swadaya dan swakelola namun demikian kampus juga masih dibebani dengan label sebagai lembaga pendidikan tinggi yang tidak lepas dari pertimbangan moral, etika dan status. Disinilah implementasi public relation perlu ditelaah secara terpadu, sehingga diharapkan peran public relations di perguruan tinggi swasta ini dapat meningkatkan citra dari perguruan tinggi yang berpengaruh pada intake di perguruan tinggi tersebut. Program dan aktivitas Public Relations akan lebih optimal dan mencapai sasaran yang telah ditentukan, sehingga tercapainya pembentukan citra positif dan reputasi yang baik, tentunya harus ditunjang oleh fungsi dan struktur Public Relations dalam organisasi. Menurut Grunig (1992), praktisi Public Relations biasanya tidak mempunyai kebebasan untuk bertindak sebagai seorang profesional, kecuali jika ia duduk dalam jajaran top manajemen (pimpinan tertinggi) yang disebutnya sebagai koalisi dominan yaitu pihak-pihak dalam organisasi yang memiliki kewenangan lebih dalam memberi arah perkembangan organisasi termasuk menentukan visi, misi, perangkat serta struktur kelengkapan organisasi. Koalisi ini merupakan penentu dalam pengambilan keputusan dan yang mengendalikan berputarnya roda organisasi. Jika unit Public Relations menjadi bagian koalisi yang dominan yang menentukan arah organisasi, maka tujuan Public Relations akan menjadi tujuan organisasi. Public Relations mempunyai wewenang untuk memasukkan unsur tanggungjawab sosial, pemahaman publik dan komunikasi dua arah dalam seluruh kegiatan organisasi. Dengan demikian Public Relations akan memiliki peluang yang cukup besar dalam membentuk suatu hubungan jangka panjang dengan stakeholdernya. Hanya dengan cara ini akan lebih mudah dapat dilihat kontribusi Public Relations terhadap efektifitas organisasi. Sebaliknya jika eksekutif Public Relations tidak duduk dalam koalisi yang dominan, akan sulit menentukan fungsi Public Relations, betapapun pelaksana Public Relations berusaha untuk memenuhi tujuan komunikasinya. Kajian Excellen dari IABC (Ananto, 2004) menekankan ada 3 faktor kunci untuk memberdayakan fungsi public relations secara efektif yaitu: 1) Nilai yang diberikan oleh Pucuk Pimpinan serta koalisi yang dominan dalam organisasi, 2) Peran dan perilaku dari pejabat komunikasi dan 3) Budaya organisasi. Sementara ciri fungsi Public Relations yang efektif dapat dijabarkan dalam 4 dimensi, yaitu: pemberdayaan fungsi, peranan komunikator, pengaturan fungsi komunikasi dan model Public Relations. Nilai yang diberikan kepada fungsi Public Relations dalam organisasi akan memberikan arahan secara prinsip bagaimana fungsi public relations akan diatur. Melihat kenyataan yang ada bahwa peran dan fungsi Public Relations belum ditempatkan dalam posisi strategis seperti terungkap dalam berbagai penelitian yang telah diurai diatas, perlu kiranya ada upaya-upaya untuk mereposisi peran dan fungsi strategis Public Relations dalam organisasi., khususnya Organisasi Pendidikan. Yang rentan terhadap opini public. Upaya ini lebih dimaksud kepada upaya untuk mengubah paradigma,menyamakan persepsi mengenai substansi Public Relations pada semua praktisi Public Relations, lembaga pendidikan Public Relations, organisasi profesi Public Relations. Public Relations hendaknya berkembang tidak hanya sekedar asesoris dalam menjalankan fungsi dan struktur-struktur organisasi/ perusahaan, tetapi menjadi fungsi manajemen untuk mencapai tujuan organisasi, terutama bergerak dalam membentuk citra positif dan memelihara reputasi baik sebuah organisasi. Ananto (2004) menegaskan bahwa Public Relations harus masuk dalam koalisi dominan agar dapat menjalankan peran dan fungsi strategisnya. Untuk mendapatkan pengakuan sebagai anggota dari koalisi yang dominan atau masuk dalam jajaran pimpinan tertinggi, praktisi Public Relations bukan hanya dituntut mengetahui bagaimana caranya berkomunikasi dengan segala teknis dan strategi, tetapi lebih dari itu kemampuan manajerial, 9 JURNAL LENTERA KOMUNIKASI Vol.1 No.1, Februari 2015 / ISSN 2442-2991 strategik, holistik dan etik. Public Relations harus memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai visi organisasi, kemampuan menganalisis trend yang berkembang, kemampuan berfikir dan bertindak secara manajerial, kemampuan untuk memberikan solusi terhadap masalah yang timbul, wawasan luas, analisis tajam serta kemampuan untuk menyajikan data yang diperlukan untuk keputusan manajemen melalui riset. Kemampuan dan keahlian para praktisi Public Relations idealnya haruslah mampu ”mempengaruhi” manajemen puncak (CEO) dan nilai-nilai inidividu (values) para praktisi Public Relations akan sangat menentukan keberhasilannya dalam menjalankan peran profesionalnya. Pertanyaannya, mampukah Public Relations (khususnya di Indonesia) masuk dalam jajaran manajemen puncak/pimpinan tertinggi ? Mampukah pendidikan Public Relations di Indonesia menghasilkan lulusan yang dapat diharapkan sebagai koalisi yang dominan? Bagaimana peranan organisasi profesi Public Relations dapat membantu praktisi Public Relations sebagai koalisi yang dominan? Semua pihak yang terkait dengan Public Relations, harus mau duduk bersama untuk memikirkan masa depan profesi ini. Pendidikan Public Relations disemua tingkatan perlu berjuang keras untuk menghasilkan PR yang profesional. Lembaga pendidikan PR harus bekerjasama dengan para pengguna untuk mengetahui tentang kualitas praktisi Public Relations yang diperlukan pasar , mengajak praktisi untuk mengajar, memberikan pengalaman bagi dosen Public Relations dengan cara memberikan kesempatan kerja beberapa bulan di perusahaan, mendisain program magang agar mahasiswa mendapat pengalaman kerja yang optimal, dan sebagainya. Lembaga pendidikan ke Public Relationsan perlu menunjukkan komitmen dan langkahlangkah nyata peningkatan kualitas dengan mengambil prakarsa dan terobosan-teronosan baru (Noeradi, 2004). Organisasi profesi Public Relations, harus lebih memainkan perannya sebagai suatu organisasi yang mampu memberdayakan dan membina anggotanya, memberikan peningkatan kemampuan dengan cara secara berkala mengadakan training, seminar, lokakarya dan sejenisnya. Organisasi profesi juga dapat berperan sebagai suatu organisasi yang ”mengontrol” dan ”menilai” dengan menentukan standar kompetensi dan mengeluarkan sertifikasi bagi orang-orang yang akan terjun dalam profesi ini. Praktisi Public Relations dituntut untuk meningkatkan kemampuan dirinya, melakukan pendekatan Public Relations secara lebih strategis melalui research-based knowledge atau melakukan riset untuk menciptakan pengetahuan yang diperlukan (Ananto, 2004). Hanya dengan peningkatan kualitas diri, pratisi Public Relations dapat mempersenjatai diri dengan data untuk dapat berargumen dengan anggota koalisi dominan yang lain. Dan hanya dengan kemampuan untuk menyajikan data, praktisi Public Relations dapat duduk dalam decision making table. Tanpa itu, praktisi Public Relations hanya akan dianggap sebagai pemanis organisasi, yang akan dicari karena diperlukan, dan dilupakan jika semuanya sudah berjalan lancar. PROSES PENCITRAAN Proses komunikasi adalah penyampaian isi pernyataan (pesan) dari komunikator kepada komunikannya melalui saluran informasi (Hoeta Soehoet, 2003). Pesan yang disampaikan tidak serta merta diterima oleh khalayak/komunikan. Ada rangkaian proses, mulai dari diterimanya pesan oleh mata, bila pesan visual, diolah dengan membandingkannya dengan opini penerima pesan dan opini publik, baru kemudian dimaknai dan menjadi persepsi. Pesan dapat disampaikan secara visual, verbal, dan prilaku (Fomburn, 1996, Dowling, 2002, schifman & Kanuk, 2004). Pesan visual, pada organisasi, biasanya dikenalkan melalui logo organisasi. Logo organisasi ini harus mampu secara mandiri 10 JURNAL LENTERA KOMUNIKASI Vol.1 No.1, Februari 2015 / ISSN 2442-2991 menyampaikan visi misi organisasi. Untuk memperkuat pesan, logo dapat diikuti dengan pesan verbal yaitu dengan menambahkan slogan/credo. Perilaku, merupakan unsure pembentuk persepsi yang paling efektif; dapat membangun persepsi yang baik, maupun persepsi yang buruk. Unsur perilaku ini lebih sulit dikelola karena menyangkut perilaku seluruh anggota organisasi, bukan hanya pimpinan organisasi saja. Persepsi yang dibentuk dalam benak khalayak akan menjadi gambaran / citra mengenai organisasi tersebut yang melekat pada benak khalayak. PROSES PENGELOLAAN CITRA Citra harus dikelola dengan baik. Kasus Demo mahasiswa yang terjadi pada tahun 1997/1998 mendapatkan dukungan dari pihak universitas dan pada waktu itu kebijakan universitas dalam mengelola unit usahanya yang berorientasi pada profit center mendapat lampu hijau dari segenap civitas akademika (Widodo, Muktiyo, 2002:8). Kedua situasi ini mengandung implikasi terhadap citra institusinya. Citra adalah seperangkat keyakinan, ide dan kesan yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu obyek (Kotler, 1997: 208). Keyakinan, ide dan kesan yang dimiliki oleh setiap orang dalam melihat satu obyek berbeda-beda. Hal ini dipertegas dengan pendapat Soleh Soemirat dan Elvinaro Ardianto (Soemirat S & Ardianto E, 2003:111) yang mengatakan bahwa citra adalah kesan, perasaan, gambaran diri publik terhadap perusahaan. Kesan ini diciptakan secara sengaja dari suatu obyek,orang atau organisasi. Jadi citra itu dengan sengaja perlu diciptakan agar bernilai positif. Citra itu sendiri merupakan salah satu asset terpenting dari suatu perusahaan atau organisasi, atau dalam istilah lain disebut favourable Opinion (Soleh S & Ardianto. E, 2003:112 ) Sebagai suatu lembaga kepercayaan bagi masyarakat maka citra menjadi lebih penting dalam situasi pendidikan dewasa ini. Suatu institusi pendidikan dalam hal ini perguruan tinggi selalu berusaha untuk menjaga citra yang dimiliki agar masyarakat pengguna institusi pendidikan ini tetap memiliki kepercayaan terhadap institusi/perguruan tinggi tersebut.Tugas dari PTSPTS tersebut dalam rangka membentuk citranya adalahdengan mengidentifikasikan citra seperti apa yang ingin dibentuk dimatamasyarakat. Proses pembentukan citra ini pada akhirnya akan menghasilkan sikap,pendapat, tanggapan atau perilaku tertentu terhadap PTS tersebut. Dikaitkan dengan pembagian tugas dalam organisasi, Public Relations merupakan komponen organisasi yang melakukan pengelolaan citra secara sistematis. Namun, mengingat proses pembentukan persepsi, khususnya pada komponen prilaku, setiap anggota organisasi dapat memberikan pesan kepada khalayaknya melalui perilaku yang ditampilkan, maka setiap anggota organisasi adalah Public Relations officer (PRO). Tugas PRO adalah melakukan upaya dalam menyampaikan isi pernyataan kepada khalayak sasarannya agar internal dan eksternal publik minimal tidak merugikan dan maksimal member keuntungan secara terusmenerus kepada organisasi (Hoeta Soehoet, 2003). Dengan sudut pandang terpusat pada upaya pembentukan opini publik yang baik serta evaluasi terhadap upaya tersebut untuk perkembangan organisasi, Cutlip & Center (dalam Gruning 1998, 2003) mengatakan fungsi PRO adalah sebagai agen pembentuk opini publik. PRSA (Public Relations Society of America) mendefinisikan tugas PRO sebagai agen yang menghubungkan organisasi dengan publiknya. Berdasarkan definisi tugas Public Relations, komponen utama yang harus dibangun oleh pada PRO adalah citra organisasi. Citra organisasi dibangun dari elemen visual, verbal dan perilaku yang menjadi cerminan aktualisasi dari visi pemimpin organisasi yang terintegrasi dengan misi dan rencana strategik organisasi (Howard, 1998). Citra organisasi juga merupakan cerminan identitas organisasi yang akan membangun nama baik organisasi (Fomburn, 1996). Dari para pakar 11 JURNAL LENTERA KOMUNIKASI Vol.1 No.1, Februari 2015 / ISSN 2442-2991 komunikasi tersebut di atas, jelaslah bahwa citra harus dikelola melalui dialog dan hubungan baik dengan khalayak organisasi. Visi, misi organisasi yang akan menjadi arah berjalannya organisasi perlu dibuat dengan seksama. Mengingat pembentukan visi misi merupakan hal yang sangat strategis, diperlukan pemimpin yang jujur, bertanggung jawab dan visioner. Dalam menyikapi suatu issue perlu diperhatikan ada tiga komponen yang saling berhubungan dan mempunyai kepentingan masing-masing, yaitu pemerintah, khalayak dan media massa. Interaksi oleh ketiga komponen perlu mendapat perhatian khusus bagi PRO. Pengelolaan citra juga dipengaruhi oleh budaya organisasi, yaitu system nilai / pola perilaku kolektif sekumpulan orang yang saling mempengaruhi melalui komunikasi. Dalam budaya organisasi yang kuat prinsip, nilai yang sama telah terinternalisasi dengan merata sehingga semua anggota organisasi mempunyai sikap terpadu dalam menghadapi tantangan organisasi. Pada organisasi dengan budaya organisasi yang lemah, anggota akan mengandalkan kepribadian akan menghasilkan perilaku yang berbeda. Pengelolaan citra dari perilaku anggota organisasi inilah yang paling sulit dilakukan. PENINGKATAN PERAN DAN FUNGSI PUBLIC RELATIONS PTN Tingginya persaingan antar PT baik negeri maupun swasta dalam merebut animo calon mahasiswa, perkembangan teknologi komunikasi informasi termasuk di dalamnya media massa cetak maupun eletronik yang mengakibatkan derasnya arus informasi ke masyarakat, serta pengelolaan PTN masa yang akan datang semakin otonom, menyebabkan PTN saat ini sudah harus mulai mengedepankan aspek citra dan reputasinya melalui kegiatan atau upaya-upaya ke-Public Relations-an. Pencitraan dan Reputasi PT saat ini tidak lagi bersifat lokal tetapi sudah go-national dan go-international untuk memperluas kiprah PT dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Dari hasil penelitian strategi yang digunakan oleh perguruan tinggi swasta di atas, ternyata cukup berpengaruh dalam peningkatan citra.. Sebagian besar berpendapat bahwa nama baik dan kualitas dari perguruan tinggi swasta itulah yang membuat mereka mempercayakan anak mereka untuk kuliah di perguruan tinggi swasta tersebut. Mereka mengetahui nama baik dan kualitas perguruan tinggi swasta tersebut dari informasi yang mereka peroleh melalui media massa (media cetak, media elektonik dan internet) Tidak semua perguruan tinggi swasta yang ada mempunyai PR. Hal ini terjadi karena tidak semua perguruan tinggi swasta memiliki pemahaman yang benar tentang peran Public Relations. Hal ini terjadi karena sampai saat ini tidak semua perguruan tinggi swasta merasa membutuhkan kehadiran PR untuk membangun image positif institusi tersebut. Institusi perguruan tinggi dicitrakan sebagai institusi pendidikan yang mengutamakan social obligation dan yang mengembangkan kajian keilmuan secara mendalam. Bahkan masyarakat akademis dan masyarakat luas masih mentabukan hal-hal yang bersentuhan dengan pertimbangan ekonomis praktis. Sesuatu hal dikatakan tabu apabila orientasi pendidikan tinggi lebih kepada finansial, bukan pada keilmuan. Pendapat yang sempit ini tentu membatasi ruang gerak institusi pendidikan tinggi menjadi sangat elite dan eksklusif (Muktiyo, Widodo, 2002:8). Fenomena ini menjadi satu fenomena yang sangat membahayakan dalam keberlangsungan hidup perguruan tinggi swasta yang ada di Indonesia. Terlebih ketika kehadiran perguruan tinggi swasta di tengah masyarakat ini begitu pesat, ibarat jamur di musim penghujan. Fenomena ini menjadi satu ancaman baru bagi perguruan tinggi swasta lain yang sudah ada terlebih dahulu. Bagaimana tidak, ’kue mahasiswa’ yang sebelumnya hanya dibagi dengan beberapa perguruan tinggi swasta yang ada, dengan kehadiran perguruan tinggi swasta yang baru, mau tidak mau mempersempit dan mengurangi jatah kue 12 JURNAL LENTERA KOMUNIKASI Vol.1 No.1, Februari 2015 / ISSN 2442-2991 yang tetap, bahkan dapat dikatakan semakin menurun.Kondisi ini diperparah lagi dengan otonomi perguruan tinggi negeri. Tuntutan untuk menghidupi dirinya sendiri membuat perguruan tinggi negeri membuka bermacam-macam program studi, mulai dari program non reguler, program ekstensi sampai program khusus dan program-program lainnya. Kesempatan yang sangat terbuka yang ditawarkan oleh perguruan tinggi negeri tentunya menjadi daya tarik tersendiri dari masyarakat yang masih memiliki pandangan bahwa kualitas perguruan tinggi negeri lebih bagus dari perguruan tinggi swasta. Akibatnya, masyarakat berduyun-duyun masuk ke perguruan tinggi negeri melalui jalur-jalur yang ditawarkan oleh PTN tersebut dan secara perlahan tapi pasti, masyarakat mulai meninggalkan perguruan tinggi swasta dan beralih ke perguruan tinggi negeri. Di tengah persaingan yang sangat ketat ini, citra positif tentang perguruan tinggi swasta menjadi satu hal yang sangat penting untuk dibangun di tengah masyarakat. Kualitas yang lebih dari pada perguruan tinggi tersebut dibanding dengan perguruan tinggi lainnya, menjadi satu ’urgensi’ kalau ingin dilirik oleh masyarakat. Disinilah peran PR sangat dibutuhkan. Pendekatan komunikasi secara personal ditengah-tengah pesan yang sangat beragam. Membangun image bukan dengan pendekatan massa, tetapi dengan pendekatan yang lebih memanusiakan manusia, menggunakan sentuhan emosi dan memperlakukan setiap manusia sebagai seorang individu yang istimewa. Public Relations melalui fungsi dan karyanya merupakan satu jawaban untuk kebutuhan ini. Pandangan ini seperti yang dikatakan oleh Al Rise dalam bukunya ‘The Rise of PR’ untuk menunjukkan fenomena Public Relations pada saat ini (Rise Al & Ries Laura, 2003:7) Satu hal yang masuk nalar karena kehadiran PR sangat dibutuhkan disetiap organisasi dan insitusi pada saat ini, tidak terkecuali dalam dunia pendidikan tinggi. Berdasarkan data yang diperoleh, peran PR di beberapa perguruan tinggi swasta di lebih dipahami sebagai satu peran dalam rangka meningkatkan intake yang menekankan pada kegiatan-kegiatan marketing (promosi) yang ditujukan untuk target pasar. Dalam upaya peningkatan intake, ada tiga macam pengelompokan strategi. Ketiga strategi tersebut adalah peningkatan pelayanan kepada mahasiswa, penekanan pada program yang ditawarkan, serta penekanan pada kerjasama dengan media. Ketiga strategi inilah yang ditawarkan kepada target pasar untuk menunjukkan bahwa perguruan tinggi mereka memiliki kelebihan dibandingkan dengan perguruan tinggi yang lain. Dalam upaya menarik perhatian target pasar ini, PR di beberapa perguruan tinggi swasta melakukan promosinya melalui media cetak dan elektronik serta melakukan kunjungan ke sekolah-sekolah untuk lebih memperkenalkan perguruan tinggi swasta tersebut kepada masyarakat, karena dengan adanya kunjungan ke sekolah-sekolah akan terjadi interaksi dengan target pasar, sehingga hubungan komunikasi dua arah (Two Way Communications) akan terjadi. Komunikasi dua Ingar dipahami sebagai bising atau riuh (Wahyu Wibowo, Sihir Iklan (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003). Padahal kalau dilihat dari pengertian dan definisi PR yang mendasar, dalam terminology management, Public Relations dapat digunakan untuk memperlancar proses pengambilan keputusan di berbagai level organisasi (Widodo Muktiyo, 2002:8) termasuk perguruan tinggi, secara cepat dan benar yang selama ini masih sering diremehkan. Pendapat ini diperjelas oleh Danny Grinsworld (dalam Kasali, 1994:7) yang memberikan gambaran tentang fungsi Public Relations sebagai fungsi manajemen yang melakukan evaluasi terhadap sikap-sikap publik, mengidentifikasi kebijakan dan prosedur seseorang atau sebuah perusahaan terhadap publiknya, menyusun rencana serta menjalankan program-program komunikasi untuk memperoleh pemahaman dan penerimaan publik. Berdasarkan diskripsi yang diberikan oleh Danny ini, fungsi public relations adalah fungsi manajemen yang melakukan evaluasi terhadap sikap-sikap publik. 13 JURNAL LENTERA KOMUNIKASI Vol.1 No.1, Februari 2015 / ISSN 2442-2991 Dari pemahaman di atas, sebetulnya PR mempunyai peran yang sangat besar dalam memajukan sebuah perguruan tinggi swasta, terutama dalam membangun persepsi yang positif tentang perguruan tinggi swasta tersebut dan menunjukkan kepada masyarakat bahwa perguruan tinggi swasta yang diwakili oleh PR itu berbeda dengan perguruan tinggi swasta lainnya. Seperti yang dikatakan oleh John E. Marston (Dalam Kasali 1994:6) Public Relations adalah seni untuk membuat perusahaan anda disukai dan dihormati oleh para karyawan, konsumen serta para penyalurnya. Citra adalah adalah persepsi, kesan, perasaan dan gambaran dari publik terhadap sesuatu. Persepsi publik terhadap sebuah PT didasari pada apa yang mereka ketahui atau mereka kira tentang PT yang bersangkutan. Karena citra ada di benak masyarakat, maka salah satu hal yang harus dilakukan PT adalah menjaga jangan sampai karena berbagai macam sebab, mayoritas publik mempunyai persepsi yang salah tentang perguruan tingginya sehingga menimbulkan citra negatif. Sedangkan reputasi memiliki pengertian yang lebih luas daripada citra dan proses terbentuknya membutuhkan waktu yang lebih lama dari proses pembentukan citra. Reputasi merupakan kesesuaian aplikasi visi dan misi organiasi yang tertuang dalam identitas organisasi yang mewujud dalam kinerja seluruh civitas akademika dan dipersepsi sama oleh publik eksternal dan internal. Reputasi (nama baik) organisasi merupakan penilaian atas seluruh citra organisasi yang ada dalam benak khalayak. Pada pengambilan keputusan khalayak, maka reputasimenjadi komponen yang dinilai. Kepemimpinan organisasi, upaya yang telah dilakukan, filosofi perusahaan akan mencerminkan credibility organisasi yang akan memberikan rasa percaya kepada khalayak organisasi tersebut. Kondisi di atas menuntut peningkatan peran dan fungsi Public Relations PTN dari peran sebagai unit yang membagikan brosur, dan membuat kliping, ditingkatkan menjadi mediator untuk membantu pimpinan perguruan tinggi mendengarkan kritikan, saran, dan harapan masyarakat. Public Relations juga harus diperankan sebagai juru bicara yang mampu menjelaskan informasi dan kebijakan dari pimpinan perguruan tinggi, membina hubungan harmonis dengan publik intern (dosen,mahasiswa, karyawan, manajemen) dan hubungan kepada publik ekstern (orang tua mahasiswa, media massa, pihak terkait lainnya), membina komunikasi dua arah kepada publik internal dan eksternal dengan menyebarkan pesan, informasi dan publikasi hasil penelitian, dan berbagai kebijakan yang telah ditetapkan pimpinan, dan membantu mencari solusi dalam meyelesaikan masalah antar perguruan tinggi dengan dan mengidentifikasi dan menganalisis suatu opini atau berbagai persoalan, baik yang ada di perguruan tinggi maupun di masyarakat. Sejalan dengan peningkatan peran dan fungsi, rekrutmen tenaga Public Relations perguruan tinggi harus selektif. Untuk dapat mengkomunikasikan apa dan bagaimana sebuah PT agar dipahami dengan benar oleh publiknya, dibutuhkan Public Relations yang memiliki kemampuan mengkomunikasikan pesan lembaganya guna menciptakan public awareness dan menekan resiko misunderstanding dan dampak negatif lainnya. Public Relations harus pandai memilih dan mengemas informasi yang ada sehingga bernilai dimata publik Public Relations dituntut untuk mampu merancang program-program komunikasi dan menggunakan berbagai media dan sarana yang dipilih sesuai dengan tujuan komunikasi dan sasaran khalayaknya. Tidak itu saja, Public Relations juga harus mampu melakukan evaluasi pemberitaan yang berpengaruh pada pencitraan serta memiliki keahlian dalam manajemen isu. Public Relations PT harus memiliki pemahaman yang jelas terhadap persoalan kePublic Relationsan yang dihadapi oleh lembaganya, sehingga misi pokok Public Relations PT untuk membangun image positif, menumbuhkan komunikasi yang sinergis antara PT dengan masyarakat dan membangun institusi yang responsif terhadap dinamika masyarakat dapat terwujud. 14 JURNAL LENTERA KOMUNIKASI Vol.1 No.1, Februari 2015 / ISSN 2442-2991 Rosady Ruslan (2002) dan Nasution (2006) mengatakan agar Public Relations PT dapat melaksanakan fungsi strategis maka harus diupayakan penempatan posisi Public Relations yang dekat dengan pimpinan PT agar Public Relations mengetahui secara jelas dan rinci mengenai pola perencanaan, kebijakan, keputusan yang diambil, visi dan arah tujuan PT, agar tidak terjadi kesalahan dalam penyampaian pesan dan informasi kepada masyarakat. Selain itu agar dapat mengetahui secara langsung dengan tepat tentang latar belakang suatu proses perencanaan, kebijaksanaan, arah dan tujuan organisasi yang hendak dicapai, baik dalam jangka pendek maupun panjang, pimpinan Public Relations perlu diikutsertakan pada rapat atau pertemuan tingkat pimpinan, Public Relations perlu diberi wewenang mendapatkan informasi dari semua unit di PT melalui rapat pimpinan. Tidak kalah pentingnya, sebagai lembaga Public Relations perlu dilengkapi dengan struktur dan peralatan yang memadai dan staf yang profesional. Akhirnya, peningkatan peran dan kedudukan Public Relations sangat ditentukan oleh political will dari pimpinan PT untuk dapat mewujudkan Public Relations yang sehat dan berdaya. Juga kemampuan pejabat Public Relations melakukan pendekatan kePublic Relationsan secara lebih strategis melalui research-based knowledge atau melakukan riset untuk menciptakan pengetahuan yang diperlukan. Dengan kemampuan untuk menyajikan data, pejabat Public Relations dapat duduk dalam decision making table. Tanpa itu, Public Relations hanya akan dianggap sebagai pemanis organisasi, yang akan dicari karena diperlukan, dan dilupakan jika semuanya sudah berjalan lancar. Berbagai program kerja dapat dilakukan olah PRO untuk membangun citra positif organisasi yaitu dengan publikasi, mengadakan kegiatan, berita, perlibatan khalayak, lobbies dan perlibatan masyarakat sosial. Pelayanan informasi merupakan bagian dari strategi utama PRO. PERANAN PR DALAM MANAJEMEN KRISIS PENDIDIKAN Perguruan Tinggi adalah sebuah organisasi yang memiliki tingkat yang cukup rentan terhadap opini public. Krisis di Perguruan Tinggi memang tidak seperti krisis yang terjadi dalam sebuah organisasi Bank misalnya, yang ditandai dengan rush yang mudah dideteksi, dan biasanya berlangsung cepat. Krisis di Perguruan Tinggi dapat terlihat dengan menurunnya jumlah siswa dari tahun ke tahun, tingkat lulusan yang tidak tertampung didunia kerja, dan daya serap di dunia kerja. Ini baru akan dirasakan 5- 10 th masa manajemen, seringkali berjalan melambat, tetapi hampir dapat dipastikan bahwa citranya menurun dan kemudian hilang dalam pembicaraan public. Oleh sebab itu sangat logis jika ada perguruan tinggi ada yang memilih strategi pelayanan dalam model implementasi PRnya. Sebab dampak layanan yang baik, akan berimbas pada kepercayaan public. Ketimbang memilih pendekatan Hard Sale, yang mengejar jumlah siswa intake. Memburu siswa memang sebuah pendekatan yang baik, tetapi membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Membuat Iklan di berbagai mass Media juga membutuhkan dana yang tidak sedikit. Oleh sebab itu pilihan untuk memberikan layanan terbaik selama siswa belajar dengan fasilitas belajar yang tercanggih, menyediakan Dosen Kaliber International menjadi salah satu pilihan strategi menanamkan citra positif di benak siswa sejak awal hingga akhir masa studi. Model-model event, dan kegiatan yang mengundang banyak orang juga menjadi pendekatan PR yang lain. Dari segi anggaran, peningkatan layanan jauh lebih ringan ketimbang Iklan yang berbiaya tinggi. Sengketa Kepemilikan Yayasan, demo Mahasiswa menuntut biaya ringan, atau issue korupsi di seputar Kepengurusan Perguruan Tinggi, Perkelahian antar Mahasiswa, pengambil alihan management adalah hal-hal yang termasuk dalam Manajemen Krisis yang berbeda bobotnya satu dengan yang lain. Semua ini dapat muncul ke permukaan jika manajemen Pendidikan tidak peka terhadap “tanda-tanda ketidakpuasan “, “ tanda-tanda kekecewaan” , 15 JURNAL LENTERA KOMUNIKASI Vol.1 No.1, Februari 2015 / ISSN 2442-2991 dari publiknya. Untuk itulah sesungguhnya sebuah Perguruan Tinggi membutuhkan Public Relations. Hampir semua organisasi pernah mengalami krisis, wajar kalau kemudian sekarang ini timbul kesadaran dari pimpinan organisasi bahwa mereka memerlukan kesiapan tersendiri untuk menghadapi krisis, terutama yang berkaitan dengan media relations atau hubungan dengan pers. Saat ini Krisis yang banyak melanda Perguruan Tinggi adalah krisis dengan Pihak pemerintah sebagai pemegang regulator. Jika Perguruan tinggi dianggap “membandel” maka pemerintah akan mudah memberikan berbagai sanksi. Sehingga Citra Perguruan Tinggi, tidak hanya dilihat oleh kacamata public tetapi juga kacamata Pemerintah. Seperti diketahui, kemajuan teknologi media, akan dengan mudah dan cepat menyampaikan informasi krisis ke seluruh penjuru. Berita mengenai krisis, isu miring, atau pun berita negatif akan dengan cepat menyebar ke mana-mana. Teknologi internet yang kini menjadi bagian dari kehidupan kita menyebabkan mudahnya memperoleh informasi. Penyebab terjadinya krisis adalah karena keterbatasan manusia mengatasi berbagai tuntutan lingkungan atau kegagalan teknologi tinggi. Beberapa contoh, memperlihatkan hal tersebut kepada kita. Musibah lainnya yang dapat menyebabkan krisis adalah pemogokan masal, kebakaran, kecelakaan, ancaman pengambilalihan perusahaan, peraturan baru yang merugikan, skandal, resesi ekonomi, dan sebagainya. Pada dasarnya ada dua macam kemungkinan krisis. Pertama, yang bisa diperhitungkan, dan kedua, yang tidak bisa diperhitungkan. Yang bisa diperhitungkan, berkaitan erat dengan karakteristik atau bidang kegiatan yang digeluti oleh suatu organisasi. Sedangkan yang tidak bisa diantisipasi adalah krisis eksternal yang juga sama-sama berbahaya. Organisasi perlu membentuk tim manajemen krisis yang permanen dan ramping, agar mereka dapat selelu berkomunikasi. Bila terjadi krisis, tim ini harus mengambil inisiatif dan memberikan respon pertama untuk menjelaskan kepada publik, jangan sampai tim merespon akibat pertanyaan pers. Upaya menutup-nutupi krisis bisa berakibat fatal, misalnya pers semakin aktif menurunkan tim investigasinya untuk mengorek krisis lebih dalam. Tugas utama yang harus dilakukan oleh tim krisis adalah melakukan identifikasi krisis dan menentukan langkah-langkah apa yang harus dilakukan. Semua tim harus bisa menjelaskan pesan-pesan komunikasi yang sudah disepakati. Tim manajemen krisis harus menghindari pernyataan off the record, karena dia benar-benar menguasai masalahnya. Baik sekali kalau diterbitkan buku petunjuk penanggulangan krisis. Ada hal penting yang diingat oleh praktisi PR, soal pers, dalam situasi krisis, yaitu : 1. Pers beranggapan bahwa berita buruk adalah berita yang baik bagi pers. 2. Pers seperti burung pemakan bangkai, akan mencecar korban dengan pertanyaanpertanyaan yang bisa memojokkan Dalam konteks tersebut, penting untuk diketahui bagaimana strategi berhubungan dengan media yang baik. Karena hal demikian akan menjadi salah satu kunci penting, bagaimana PR dapat mengambil peranannya dengan baik.Selain pers, stakeholder lainnya juga penting untuk dihadapi secara khusus. Banyak pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan krisis pasti akan diajukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Tim juga harus bisa menjelaskan hal yang sama kepada stakeholder. Untuk memuluskan program PR, bisa pula dihadirkan pihak ketiga yang dianggap kompeten dan netral. Pihak ketiga ini bisa perorangan maupun organisasi yang dianggap bisa memberikan opini yang independen, namun menguntungkan.Disinilah peranan lobbying yang seharusnya selalu dilakukan oleh PR menjadi sangat berarti. Hubungan baik dengan pihak tokoh masyarakat, para pengamat, LSM, karyawan berpengaruh, dapat menjadi pihak ketiga 16 JURNAL LENTERA KOMUNIKASI Vol.1 No.1, Februari 2015 / ISSN 2442-2991 yang penting untuk memuluskan program PR, baik sebagai nara sumber pers, atau pun menjelaskan kepada publik mengenai masalah yang terjadi. Dengan demikian, PR dapat berperan sebagai penarik dan penilai kesimpulan atas opini, sikap serta aspirasi dari berbagai kelompok masyarakat (internal dan eksternal) yang terkena dampak kegiatan PR. Selain itu, PR dapat juga mengajukan usul atau saran kebijakan atau etika perilaku tertentu yang akan menyelaraskan kepentingan klien dengan kelompok masyarakat tertentu. Juga, PR dapat merencanakan dan melaksanakan rencana janga pendek, menengah, dan panjang untuk menciptakan dan meningkatkan pengertian dan pemahanan terhadap objek, kegiatan, metode dan masalah yang dihadapi. Pentingnya peranan PR dalam menghadapi isu atau krisis jelas tidak bisa diragukan lagi. Tidak bisa dibayangkan bagaimana jadinya bila organisasi mengalami krisis dan diisukan negatif, tapi tidak ada sfat PR yang menanganinya. Pasti isu akan semakin berkembang dan krisis akan semakin membesar. Philip Kotler memasukkan Public Relations dalam konsep Mega Marketing, intinya bangunlah citra melalui PR. Tanpa citra yang baik, organisasi akan dibenci dan produknya tidak laku. Tugas PR memang sangat luas, dari menjembatani komunikasi antara perusahaan dengan masyarakat, menjabarkan misi perusahaan lewat company profile, menggunakan pers untuk publisitas, meluncurkan opini lewat public figure, dan sejumlah peran lainnya. Bahkan karena banyak berurusan dengan opini dan persepsi publik, PR juga digunakan untuk menyelamatkan nama baik perusahaan. Tugas PR bisa juga meluruskan opini yang keliru tentang suatu institusi. SIMPULAN Perguruan Tinggi perlu menjaga citranya melalui manajemen yang transparan, kualitas belajar mengajar yang baik, pelayanan yang berkesinambungan sehingga menghasilkan sebuah gambaran pendidikan yang utuh. Komunitas yang rentan dihadapi oleh Perguruan Tinggi adalah, Mahasiswa dan Pemerintah. Dua komunitas ini punya pengaruh luar biasa terhadap Citra Perguruan Tinggi. Oleh sebab itu strategi pendekatan ke Mahasiswa, dan well management yang berhubungan dengan pemerintah menjadi skala prioritas sebuah lembaga Pemdidikan. Pendekatan ke Media, hanya salah satu dari serangkaian pendekatan lain yang dilakukan oleh Public Relations. Dari pemaparan di atas kita dapat melihat bahwa di dalam public relations, suatu kegiatan selalu mempunyai tujuan menanamkan dan memperoleh pengertian dan kepercayaan dari masyarakat umum, begitu juga dalam suatu institusi seperti sebuah perguruan tinggi. Oleh karena itu urgensi Public Relations di perguruan tinggi bukan monopoli PTN saja namun juga bagi PTS-PTS, terutama PTS yang mapan dan sadar akan upaya membangun citra excellence bagi produknya maupun institusinya. Fungsi utama PR adalah membantu organisasi agar ia selalu punya hubungan harmonis dengan berbagai publiknya melalui kegiatan komunikasi. Konsep PR sebagai komunikasi dua arah menekankan pentingnnya pertukaran komunikasi atau saling memahami dengan penekanan pada penyesuaian organisasi. Karena dengan hubungan yang demikian itulah, publik sebuah organisasi akan mendukung keberadaan organisasi, program-program dan kebijakan organisasi. Fungsi PR akan lebih optimal dan mencapai sasaran yang telah ditentukan apabila ditunjang oleh fungsi dan struktur dalam organisasi yaitu duduk sebagai bagian dalam top manajemen (koalisi dominan). Karena dalam prakteknya, PR belum mendapat apresiasi yang semestinya, perlu upaya-upaya untuk mereposisi peran dan fungsi strategis PR dalam organisasi. Semua pihak yang terkait dengan PR (praktisi PR, lembaga pendidikan PR, 17 JURNAL LENTERA KOMUNIKASI Vol.1 No.1, Februari 2015 / ISSN 2442-2991 organisasi profesi PR) perlu duduk bersama untuk menyamakan persepsi dan langkahlangkah peningkatkan kemampuan SDM PR. Praktisi PR perlu meningkatkan kemampuannya selain komunikasi juga kemampuan manajerial, strategik, etik , riset, dan sebagainya agar dapat mempengaruhi manajemen puncak dan menjalankan peran profesionalnya. Sebagai catatan akhir, mau dibawa kemana profesi ini, bagaimana masa depan profesi ini, pada akhirnya kembali pada setiap orang yang terkait dengan profesi PR, sejauhmana PR mau memposisikan diri dalam organisasi. Puas dengan kondisi yang ada sekarang atau berjuang untuk memperoleh apresiasi yang layak dan sejajar dengan profesi lain. Dalam pelaksanaan program PR, hanya beberapa perguruan tinggi swasta saja yang memberi perhatian pada publik internal, dalam hal ini mahasiswa, pengajar maupun staff non akademik. Karena menurut mereka perhatian yang diberikan kepada pihak internal ini akan berimbas pada pelayananan yang baik dari staff pengajar maupun staff non akademik terhadap mahasiswa sehingga secara otomatis akan terbentuk citra yang baik dari perguruan tinggi swasta tersebut dimata mahasiswa. Citra mencerminkan apa yang dipikirkan, emosi, dan persepsi individu.Walaupun orang melihat hal yang sama, tapi pandangan mereka bisa berbeda. Persepsi inilah yang membentuk citra dari sebuah organisasi (Hifni Alifahmi,2005:73). Apabila citra yang baik sudah terbentuk maka secara otomatis ini akan menjadi iklan berjalan yang sangat efektif dan efisien, karena dengan pemasaran”Getok Tular”, maka pesan akan berjalan secara cepat dan sebuah pesan akan dianggap memiliki kredibilitas yang sangat tinggi apabila disampaikan oleh pihak ketiga (Hifni Alifahmi, 2005:150), dan dengan semua ini secara otomatis akan berimbas pada intake mahasiswa dari perguruan tinggi tersebut. Dari sini kita bisa melihat bahwa peran PR dalam berkomunikasi dengan pihak internal sangatlah penting dan berpengaruh besar dalam peningkatan intake dari perguruan tinggi tersebut. Selain menekankan pada hubungan internal maupun eksternal, pembentukan citra dalam upaya untuk meningkatkan intake mahasiswa juga dijalin melalui publikasi media. Ini terlihat dari hubungan dengan media yang dijalin secara serius dan kontinyu. Keseriusan mereka terlihat dengan adanya MoU diantara perguruan tinggi dengan media cetak maupun elektronik. Teknik yang dilakukan tersebut cukup efektif karena semakin sering berita baik mengenai suatu organisasi muncul di media maka akan terbentuk citra positif masyarakat terhadap organisasi tersebut. Memasarkan citra memang unik dan medan pertempurannya adalah alam pikiran khalayak, yang bertujuan untuk membangun persepsi dan citra dari organisasi tersebut (Hifni Alifahmi, 2005:78). Yang sangat disayangkan adalah belum semua perguruan tinggi swasta bekerja sama dengan media dengan menggunakan MoU, yang mereka tekankan adalah hubungan baik. Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa hubungan yang baik dapat menghasilkan hasil publisitas yang baik pula.Dari strategi diatas, ternyata PR mempunyai peranan yang sangat besar dalam mempengaruhi target pasar dan meningkatkan intake. Mahasiswa memilih ke perguruan tinggi swastakarena pelayanan yang baik kepada mahasiswa, program-program yang ditawarkan serta publikasi yang dilakukan melalui media massa. Sebagai penutup, Sebuah Brand akan terkenal melalui sebuah media, tetapi sesungguhnya management yang dijalankan dengan baik, akan menghasilkan citra yang baik. Induk dari sebuah citra adalah, kerja keras, dan kerja benar. Media hanyalah alat untuk memperkenalkan dan menanamkan sebuah Brand. Tetapi Brand harus terbentu dari dalam. 18 JURNAL LENTERA KOMUNIKASI Vol.1 No.1, Februari 2015 / ISSN 2442-2991 DAFTAR PUSTAKA Basikin, O., & Aronof, C. 1997. Public Relations:The Professionand the Practice. Edisi Keempat, Madison,WI: Brown &Benchmark.Cutlip, S.M.,Center,A.H. Broom, G.M. 1994. Dowling, Graham, 2001, Creating Corporate Reputations : Identity, Image, and Performance, Oxford University Pers, New York. Fombrun, Reputation : Realizing value from the Corporate Image, Harvard Business School Press, Boston. Effective Public Relations. Edisi keenam. New Jersey: Prentice Hall. Elizabeth Goenawan Ananto. 2004. ”Public Relations, Sebagai Koalisi Yang Dominan, Mungkinkah?”, makalah pada Konvensi PerPublic Relations di Yogyakarta. Grunig, J.E. 1992. Excellence in Public Relations andCommunication Management. New Jersey, Lawrence Erlbaum Associate, Inc.I Gusti Ngurah Putra. 1999.Manajemen Hubungan Masyarakat. Yogyakarta: Penerbit UAJ. Farouk, Umar. Dialogue Jurnal Ilmu Administrasi dan Kebijakan Public “Peran Public Relations di Perguruan Tinggi Negeri dalam Era Badan Hukum Penelitian Tinggi” Grunning, James E. & Todd Hunt, Managing Public Relations, Harcourt Brace Jovanovich Publishers, Orlando. Haris, Amin. 2012. Strategi Program Humas dalam Pencitraan Perguruan Tinggi Hifni, Alifahmi. 2005. Sinergi Integrasi Iklan, Komunikasi, Public Relations, Pemasaran dan Promosi, Bandung: Mizan Media Utama Hoeta Soehoet, Ali M, Pengantar Ilmu Komunikasi, Yayasan kampus Tercinta-IISIP Jakarta, Jakarta. Howard, Steven, 1999, Corporate Image Management: A Marketing Discipline for the 21 st Century, Reed Educational and Proffessional Publishing Ltd Woburn, MA. Jefkins, Frank. 1996. Public Relations (terjemahan). Jakarta: penerbit Erlangga Lina Sinatra Wijaya dan Rini Darmastuti yang berjudul “Kajian Peran Public Relations dalam Meningkatkan Citra Perguruan Tinggi Swasta di Jawa Tengah“ yang dilakukan pada tahun 2007 Ries Al & Ries Laura. 2003. The Fall of Advertising & The Rise of PR, Jakarta: PT. Gramedia Rosady Ruslan. 2005. Manajemen Public Relations & Media Komunikasi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Rosady Ruslan.1999. Manajemen Public Relations dan Manajemen Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 19 JURNAL LENTERA KOMUNIKASI Vol.1 No.1, Februari 2015 / ISSN 2442-2991 Soleh Soemirat & Elvinardo Ardianto. 2003. Dasar-Dasar Public Relations, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Sulistyaningtyas, Ike Devi. Jurnal Umum Komunikasi, Vol.4 No.2. Desember 2007 Widodo Muktiyo. 2002. “PR Perguruan Tinggi“ – Berita Kagama, No. 14 XXVI / April Wisaksono Noeradi. 1994.” Menuju Pendidikan Yang Market Oriented”, makalah pada Konvensi PerPublic Relations di Yogyakarta. 20