JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993 IDENTIFIKASI KENDALA DALAM PENGUASAAN BAHASA INGGRIS (Analisa Perbedaan Individu Dalam Belajar Bahasa Inggris Mahasiswa Administrasi Perkantoran 258 Politeknik LP3I Jakarta) Oleh: Retno Budiasningrum Administrasi Bisnis, Politeknik LP3I Jakarta Gedung sentra Kramat Jl. Kramat Raya No. 7-9 Jakarta Pusat 10450 Telp. 021 – 31904598 Fax. 021 - 31904599 Email : [email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kendala apa saja yang menyebabkan mahasiswa LP3I Bekasi, khususnya kelas AP-258, tidak cakap dalam berbahasa Inggris, dilihat dari perbedaan setiap individu dalam belajar bahasa Inggris. Perbedaan ini dilihat dari sudut gender, persepsi, motivasi, minat, sikap, dan strategi belajar dari setiap individu. Dari hasil penelitian, diperoleh persentasi motivasi dan minat responden dalam belajar bahasa Inggris sebagai berikut : 33% responden dengan motivasi, dan minat yang tinggi , 11 % responden dengan motivasi, dan minat yang sedang-sedang saja, 28 % dengan motivasi, dan minat yang kurang, dan 28 % responden dengan motivasi dan minat yang tidak ada sama 9sekali. Dengan motivasi serta minat yang positif terhadap bahasa Inggris, tentunya, akan sangat berpengaruh terhadap sikap, persepsi maupun strategi belajar seseorang dalam proses belajar bahasa Inggris. Jika sebaliknya, tentunya hal ini akan menjadi kendala dalam proses belajar bahasa Inggris. Karena kebanyakan dari responden bersikap negatif terhadap bahasa Inggris, maka mereka tidak memperoleh hasil yang baik. Kata Kunci : Motivasi, Minat responden ABSTRAK The purpose of this study is to determine the causes of the incompetency in English speaking of AP-258 students of LP3I Bekasi. It is focused on the typical of each individual in learning English, as gender, perception, motivation, interest, attitude, and learning strategy. Based of the result, gained the percentage of motivation and interest of the respondents in learning English as: 33% respondents with high level of motivation and interest, 11 % respondents with average level of motivation and interest, 28 % respondents with less level of 49 JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993 motivation and interest, and 28 % respondents with no motivation and interest at all. Having positive motivation and interest through English, it will be very affecting on the attitude , perception, even the learning strategy of each person in the process of learning English. On the contrary, it will be the obstacle in the learning English process. As the most respondents have negative attitude in learning English, therefore they don’t get a good result. Keywords : Motivation, Interest Of The Respondents PENDAHULUAN Latar Belakang Bahasa mempunyai peranan penting, dalam kehidupan manusia. Manusia sebagai mahluk sosial, menggunakan bahasa sebagai alat untuk saling berkomunikasi. Dengan berkomunikasi, manusia dapat saling berhubungan, berbagi informasi, sehingga berbagai pengetahuan di dunia dapat diperoleh. Di era globalisasi ini, kita dihadapkan pada fenomena baru, keterbukaan. Semua kejadian di dunia, dengan segala kecanggihan teknologi, dapat diakses dari seluruh belahan dunia manapun, dalam waktu yang relatif singkat. Komunikasi serta interaksi ke seluruh dunia pun, dapat dilakukan dalam waktu yang singkat pula. Agar mudah mengakses, dan melakukan komunikasi kesegala penjuru dunia, tentunya diperlukan satu bahasa pengantar, yang dipergunakan oleh seluruh bangsa di dunia. Bahasa Inggris adalah sebuah bahasa yang berasal dari Inggris, merupakan bahasa utama di Britania Raya (termasuk Inggris), Amerika Serikat, serta banyak negara lainnya. Selain itu bahasa Inggris juga merupakan salah satu bahasa resmi di organisasi internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Komite Olimpiade Internasional, serta bahasa resmi di berbagai negara, seperti di Afrika Selatan, Filipina, Hongkong, Irlandia, Kanada, Nigeria, Singapura dan lainnya. Di dunia, bahasa Inggris merupakan bahasa kedua pertama yang dipelajari. Bahasa Inggris bisa menyebar karena pengaruh politik dan imperialisme Inggris, dan selanjutnya Britania Raya di dunia. Salah satu pepatah Inggris zaman dahulu, mengenai kerajaan Inggris yang disebut Imperium Britania (British Empire), adalah tempat “Matahari yang tidak pernah terbenam” (“where the sun never sets”). Hampir semua orang di dunia ini, menggunakan bahasa Inggris sebagai pengantar untuk saling berhubungan disemua bidang. Oleh karenanya, kedudukan bahasa Inggris menjadi sangat kuat dan penting di dunia. Saat ini belajar Bahasa Inggris bukan hanya suatu kewajiban, melainkan suatu kebutuhan yang tak bisa dihindari lagi. Tanpa menguasai Bahasa Inggris, hampir dapat dipastikan bahwa kita tidak akan mampu bersaing di era globalisasi ini. Mengapa? 1. Seperti pada pembahasan sebelumnya, bahwa bahasa 50 JURNAL LENTERA BISNIS 2. 3. Inggris adalah bahasa yang paling banyak digunakan di dunia, sehingga bahasa ini wajib dipelajari, agar kita tidak ketinggalan atas segala bentuk informasi apapun di dunia. Maraknya penggunaan bahasa Inggris di seputar lingkungan kita. Seperti papan iklan di jalan-jalan, tulisan di berbagai sekolah bertaraf internasional yang berbahasa Inggris, dan masih banyak lagi. Bahkan anak-anak usia dini pun, kini sudah dapat berbicara dalam bahasa Inggris dengan baik. Sebagai nilai jual di dunia kerja. Bahasa Inggris mutlak diperlukan untuk menunjang karier bagi para karyawan maupun bagi para calon karyawan. Untuk mendapatkan karier yang baik, tentunya harus ditunjang dengan kemampuan bahasa Inggris. Makin besar suatu perusahaan, maka makin besar pula hubungan bisnisnya dengan pihak manca negara. Dengan memiliki kemampuan bahasa Inggris yang baik tentunya akan sangat diperhitungkan. Demikian pula dengan para pencari kerja, dengan kemampuan bahasa Inggris yang baik, tentunya akan menjadi prioritas bagi perusahaan yang dituju. Dan dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, kebutuhan untuk dapat menguasai bahasa Inggris di Indonesia, menjadi semakin nyata. Oleh karenanya, pengajaran bahasa Inggris di Indonesia, semakin ditingkatkan. Hal ini terlihat, dengan VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993 maraknya sekolah-sekolah bertaraf internasional, yang mulai menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam proses pembelajaran,bahkan bahasa Inggris sudah dimulai diajarkan pada level usia dini, serta makin banyaknya kursus-kursus bahasa Inggris yang ditawarkan. Bagi para peserta didik dengan pendidikan di sekolah-sekolah yang bertaraf internasional tersebut, serta berkemampuan mengikuti berbagai kursus bahasa Inggris, tentunya, kemampuan berbahasa Inggris mereka menjadi meningkat, dan hal ini akan sangat berbeda bagi para peserta didik pada sekolah regular, kemampuan berbahasa Inggris mereka, sangatlah rendah. Sangat disayangkan , bahwa secara umum dapat dilihat, hasil pengajaran bahasa Inggris sekolah regular dengan sekolah bertaraf internasional, sangatlah berbeda. Bahasa Inggris di Indonesia secara umum diajarkan sebagai bahasa asing. Bahasa asing adalah bahasa yang yang tidak digunakan sebagai alat komunikasi di negara tertentu di mana bahasa tersebut diajarkan. Sehubungan dengan fungsi bahasa Inggris di Indonesia yang merupakan bahasa asing, maka bahasa Inggris tidak digunakan sebagai bahasa pengantar sehari-hari, tapi digunakan sebagai bahasa pengantar pada bidang tertentu saja. Sehingga pada sekolah-sekolah regular, tentunya bahasa Inggris hanya digunakan pada saat kegiatan mengajar bahasa Inggris saja, itupun tergantung dari para pengajar, mereka menggunakannya ataupun tidak sama sekali selama kegiatan belajar mengajar tersebut. Lain 51 JURNAL LENTERA BISNIS halnya dengan sekolah-sekolah yang bertaraf internasional, mereka sudah menggunakan bahasa Inggris sebagai pengantar bahasa sehari-hari untuk semua kegiatan belajar mengajar mereka. Nah inilah bedanya, mengapa kemampuan bahasa Inggris di sekolah-sekolah bertaraf internasional lebih baik daripada di sekolah-sekolah regular. Para mahasiswa LP3I umumnya berasal dari sekolah regular. Tentunya kemampuan bahasa Inggris mereka tidaklah sebaik mereka yang berasal dari sekolah-sekolah yang bertaraf international. LP3I adalah Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Profesi Indonesia. Lembaga ini merupakan salah akademi kejuruan yang memberikan sarana penempatan kerja bagi para mahamahasiswanya. Tentunya lembaga ini mempunyai banyak relasi perusahaan ,yang akan menampung para mahamahasiswanya untuk bekerja. Dalam era globalisasi ini, umumnya perusahaan saling bersaing dalam bisnisnya. Makin besar perusahaan, akan makin besar pula hubungan mereka dengan pihak manca negara tentunya. Dalam hal ini, kemampuan bahasa Inggris menjadi hal utama disetiap penerimaan karyawan. Sehubungan dengan penting bahasa Inggris bagi setiap perusahaan, mahamahasiswa LP3I, sebagai calon karyawan, dituntut untuk mampu berbahasa Inggris dengan baik. Dari hasil pengamatan penulis di lapangan, sebagian besar paramahasiswa LP3I yang lulus VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993 sekolah menengah atas maupun setaranya, belum terampil berbahasa Inggris.Bahkan beberapa dari mereka, tidak dapat berbahasa Inggris sama sekali. Kebanyakan dari mereka, tidak mengerti bagaimana memulai suatu pembicaraan, seperti kosa kata apa yang harus digunakan dan juga bagaimana cara bertanya maupun cara menjawabnya. Hal inilah yang banyak ditemui oleh penulis selama pengamatan di lapangan. Menilik permasalahanpermasalahan yang ada, dalam mempelajari bahasa Inggris, penulis berniat untuk melakukan penelitian untuk mengetahui kendala-kendala apa saja yang membuat para mahamahasiswa tidak terampil berbahasa Inggris, dilihat dari perbedaan cara belajar mereka masing-masing. Perumusan Masalah Karena kemampuan berbahasa Inggris mahamahasiswa LP3I yang telah belajar bahasa Inggris selama kira-kira delapan tahun, sejak mereka kelas empat SD, masih belum menunjukan hasil yang memuaskan, maka penulis ingin menemukan jawaban dari permasalahan tersebut. Dengan topik sebagai berikut, apakah yang menjadi kendala penguasaan bahasa Inggris mahamahasiswa LP3I Bekasi dilihat dari perbedaan individu belajar bahasa Inggris? Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kendala apa saja yang menyebabkan mahamahasiswa LP3I khususnya kelas AP-258 , tidak 52 JURNAL LENTERA BISNIS cakap dalam berbahasa Inggris, dilihat dari perbedaan setiap individu dalam belajar bahasa Inggris. Manfaat Penelitian Dengan hasil penelitian yang diperoleh, diharapkan dapat membantu meningkatkan kemampuan bahasa Inggris mahamahasiswa LP3I Bekasi khususnya, serta mahamahasiswa LP3I secara umum. TINJAUAN PUSTAKA Pemerolehan Bahasa Pemerolehan bahasa merupakan suatu proses seorang anak mempelajari bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa pertama initerjadi, bila anak yang sejak semula tanpa bahasa kini telah memperoleh satu bahasa. Dalam proses ini, seorang anak akan memperoleh kemampuan untuk menangkap kata-kata dari suatu komunikasi yang dilakukan oleh orang-orang disekelilingnya, yang kemudian diproduksinya secara bertahap, serta pada akhirnya, mampu menggunakannya untuk berkomunikasi. Kapasitas ini melibatkan berbagai kemampuan seperti sintaksis, fonetik, dan kosa kata yang luas. Bahasa yang diperoleh, bisa berupa vokal, seperti pada bahasa lisan, atau manual, seperti pada bahasa isyarat.Pada masa pemerolehan bahasa pertama ini, anak lebih mengarah pada fungsi komunikasi daripada bentuk bahasanya. Pemerolehan bahasa pertama, memiliki suatu rangkaian kesatuan yang berkesinambungan, yang VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993 bergerak dari ucapan satu kata sederhana, menuju gabungan kata yang lebih rumit. Pemerolehan bahasa pertama erat kaitannya dengan permulaan yang gradual yang muncul dari prestasi-prestasi motorik, sosial, dan kognitif pralinguistik.Pemerolehan bahasa pertama ini, juga erat sekali kaitannya dengan perkembangan sosial anak dan karenanya juga erat hubungannya dengan pembentukan identitas sosial. Mempelajari bahasa pertama merupakan salah satu perkembangan menyeluruh anak menjadi anggota penuh suatu masyarakat.Setiap anak, memiliki potensi untuk berkomunikasi dalam suatu bahasa. Potensi ini sudah dibawa sejak lahir. Kemampuan berbahasa ini, sangat erat hubungannya dengan bagianbagian anatomi dan fisiologi manusia, seperti bagian otak tertentu yang mempengaruhi kemampuan berbahasa, serta alat artikulasi. Dan tingkat perkembangan bahasa anak, sama bagi semua anak normal. Melalui bahasa, seorang anak belajar untuk menjadi anggota masyarakat. Dengan bahasa pertama ini, seorang anak mengungkapkan perasaan, serta keinginannya, kepada lingkungannya. Sistem pikiran yang terdapat pada anak-anak, dibangun sedikit demi sedikit.Apabila ada rangsangan disekitarnya, seperti apa yang didengar, dilihat, serta disentuhnya, akan menjadi masukan bagi dirinya.Hal ini lama kelamaan,akan membuat pikirannya menjadi sempurna. Setelah itu,sistem bahasanya lengkap dengan perbendaharaan kata, dan tata bahasanya pun terbentuk. 53 JURNAL LENTERA BISNIS Teori Pemerolehan Bahasa Terdapat dua teori utama tentang bagaimana manusia memperoleh bahasa pertamanya. Teori pertama, menyebutkan bahwa manusia memperoleh bahasanya secara alami. Teori ini kemudian dikenal dengan istilah Nativist Theory. Sedangkan teori kedua, menyatakan bahwa manusia memperoleh bahasa melalaui proses mempelajari, dan teori kedua ini dikenal dengan Learning Theory. a. Nativist Theory Nativist Theory adalah teori yang menyebutkan bahwa manusia memperoleh bahasa secara alami. Teori ini kemudian dikenal dengan hipotesis Nurani, yang dipelopori oleh Leneberg dan Chomsky. Hipotesis Nurani, lahir dari sebuah pertanyaan, sebenarnya alat apa yang digunakan anak dalam memperoleh bahasanya, yang kemudian dijadikan bahan penelitian oleh kedua pelopor tersebut. Hasil penelitan tersebut adalah sbb: 1. Semua anak normal akan memperoleh bahasa ibunya asalkan dia dikenalkan pada bahasa tersebut. 2. Pemerolehan bahasa tidak ada hubungannya dengankecerdasan. 3. Kalimat yang digunakan anak cenderung tanpa menggunakan gramatikal, tidak lengkap dan jumlahnya sedikit. 4. Hanya manusia yang bisa berbahasa. 5. Perkembangan bahasa anak sejalan dengan perkembangan lain. VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993 6. Struktur bahasa sangat rumit, kompleks dan istimewa. Teori Chomsky ini menegaskan bahwa bahasa merupakan warisan, manusia sejak lahir sudah dibekali genetik untuk berbahasa. Maka hipotesis Naluri berbahasa, merupakan suatu asumsi yag menyatakan bahwa sebagian atau semua bagian bahasa, tidaklah diperoleh atau dipelajari, akan tetapi ditentukan oleh fitur - fitur nurani yang khusus dariorganisme manusia. Hipotesis ini menekankan bahwa adanya peralatan yang dibawa manusa sejak lahir yaitu language acquisition device (LAD ). Dengan LAD, setiap manusia dapat menangkap setiap rangsangan yang berupa bahasa. Jadi LAD ini adalah alat yang digunakan manusia untuk berbahasa. b. Learning Teory Teori ini lahir dari pakar psikologi Harvard, B.F Skinner. Skinner adalah seorang tokoh behaviorisme, yang menyatakan bahasa adalah perilaku verbal. Behaviorisme adalah aliran psikologi yang mempelajari tentang perilaku yang nyata, yang bisa diukur secara objektif. Bloomfield dalam bukunya “ language” dalam Parera (1986: 80), menerapkan pikiran pikiran pokok behaviorisme dalam analisa bahasasebagai berikut: 1. Bahasa adalah bentuk dari tingkah laku fisik. 2. Orang harus bisa membedakan antara sesuatu 54 JURNAL LENTERA BISNIS 3. 4. yang mendahului bahasa, bahasa dan peristiwa yang mengikuti bahasa. RSrs R : merupakan respon pengganti S : merupakan stimulus pengganti Bloomfield lebih menekankan proses mekanisme bahasa bukan proses mentalisme. Skinner mengatakan, bahwa berbahasa haruslah ditanggapi sebagai satu respon berkondisi terhadap stimulus stimulus tersembunyi, baik yang internal atau eksternal. Hal ini bisa dijelaskan bahwa semua pengetahuan bahasa yang dimiliki oleh manusia yang tampak dalam perilaku berbahasa merupakan hasil integrasi dari peristiwa linguistik yang dialami dan diamati oleh manusia. Karena itulah, kemudian teori ini dikenal dengan istilah teori pembelajaran bahasa pengkondisian opera. Dalam teori ini dinyatakan, bahwa perilaku berbahasa seseorang, dibentuk oleh serentetan peristiwa beragam yang muncul dari sekitar orang itu. Sebagai contoh, bagaimana seorang bayi mulai berbahasa,pada tahapan ketika anak memperoleh sistemsistem bunyi bahasa ibunya, semula dia mengucapkan sistem bunyi tertentu yang terdengar belum jelas pengucapannya, akan tetapi karena lingkungan telah memberikan contoh terus menerus terhadap sistem bunyi VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993 yang benar, dan dimotivasi terus untuk menirukan bunyi tersebut, maka akhirnya bunyi tersebut dapat dikuasainya. Dalam proses pemerolehan bahasa pertama, Chomsky menyebutkan bahwa ada dua proses yang terjadi ketika itu. Proses yang dimaksud adalah proses kompetensi dan proses performansi. Kedua proses ini merupakan dua proses yang berlainan. Kompetensi adalah proses penguasaan tata bahasa secara tidak disadari. Performansi adalah kemampuan anak menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Performansi terdiri dari dua proses, yaitu proses pemahaman dan proses penerbitan kalimat-kalimat. Proses pemahaman melibatkan kemampuan mengamati atau mempersepsi kalimat-kalimat yang didengar, sedangkan proses penerbitan, melibatkan kemampuan menghasilkan kalimat-kalimat sendiri (Chaer 2009:167). Pembelajaran Bahasa Kedua Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa. Pemerolehan bahasa, berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa, berkenaan dengan bahasa kedua (Chaer, 2009:167). Pembelajaran bahasa dipelajari secara formal, pemerolehan bahasa terjadi secara natural. Penguasaan bahasa kedua (B2), sangatlah berhubungan erat dengan pemerolehan bahasa pertama (B1). Bahasa kedua diperoleh setelah penguasaan bahasa pertama. Seperti 55 JURNAL LENTERA BISNIS telah dibahas di atas, bahwa pemerolehan bahasa kedua berbeda dengan pemerolehan bahasa pertama. Penguasaan B1 melalui proses pemerolehan, sedangkan penguasaan B2 melalui proses pembelajaran. Pembelajaran B2 dapat diperoleh melalui pendidikan formal maupun informal, dengan cara sengaja dan disadari. Hal ini berbeda dengan pemerolehan bahasa pertama yang sifatnya alamiah serta dengan cara tidak sengaja dan tidak disadari. Teori pemerolehan dan pembelajaran bahasa merupakan satu set kesimpulan atau rumusan pendapat yang diperoleh dari hasil penelitian dan hipotesis yang mendalam tentang bagaimana sesuatu bahasa itu dipelajari dan dikuasai oleh seseorang. Stephen Krashen, seorang linguist, telah mengemukakan perspektif teoretikalnya mengenai pembelajaran bahasa kedua,yaitu teori Input hipotesis Stephan Krashen melalui tulisan buku dan artikelnya (1977, 1981, 1982, 1985, 1992, 1993, 1997). Evolusi teorinya, bermula pada akhir tahun 1970-an, apabila Krashen memperkenalkan Teori Monitor (monitor model), seterusnya dikenali sebagai Hipotesis Pembelajaran dan Pemerolehan (Acquistion-Learning Hypothesis) dan kini lebih popular dengan Input Hipotesis (Input Hypothesis) (Brown, 2002). Teori Input hipotesis Krashen ini merupakan gabungan daripada lima hipotesis yaitu; 1. Natural Order hypothesis (hipotesis Urutan secara Alamiah) Hipotesis urutan alamiah menyatakan, bahwa struktur bahasa diperoleh dengan urutan VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993 2. alamiah yang dapat diperkirakan. Struktur tertentu cenderung muncul lebih awal dari pada daripada struktur lainnya dalam pemerolehan bahasa itu. Sebagai contoh dalam struktur fonologi, anak akan lebih dahulu memperoleh vokal-vokal [a] sebelum [i] dan [u]. Konsonan depan lebih dahulu dikuasai oleh anak dari pada konsonan belakang. Urutan alamiah ini tidak saja terjadi pada masa kanak-kanak, tetapi juga pada saat dewasa. Acquisition/ Learning Hypothesis ( Pemerolehan/Pembelajaran) Krashen (1981) mengatakan terdapat dua cara yang digunakan oleh seseorang kanak-kanak atau dewasa untuk memperoleh kompetensi bahasa kedua, yaitu pemerolehan (acquisition) dan pembelajaran (learning). Pemerolehan berlaku di bawah sadar (subconscious), yang hampir menyerupai proses seorang kanak-kanak memproses bahasa yang diperolehnya secara tidak langsung . Pembelajaran bahasa berlaku secara sadar (conscious) yaitu satu proses di mana pelajar bahasa kedua, akan mempelajari rumus tata bahasa dan berkesudahan dengan mengetahui mengenai bahasa tersebut. Menurut Krashen (1983) ; ‘adults have two distinctive ways of developing competences in 56 JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993 second languages .. acquisition, that is by using language for real communication … learning .. “knowing about” language’(m.s : 78) Namun begitu, menurut Krashen (1981a), kompetensi menguasai bahasa kedua adalah lebih merujuk kepada bahasa yang diperoleh bukan dari apa yang dipelajari. Beliau mengatakan ;“fluency in second language performance is due to what we have acquired, not what we have learned”(m.s : 99). Hipotesis ini mengacu pada bagaimana bahasa kedua sebagai sebuah sistem yang diperoleh atau dipelajari. Sistem yang diperoleh maksudnya bahasa dikuasai melalui proses bawah sadar (unconscious mind), dan biasa berlangsung melalui komunikasi yang natural. Komunikasi semacam ini terjadi pada masa kanak-kanak. Kesalahan (galat) dikoreksi juga secara alamiah sesuai dengan konteksnya sehingga tidak disadari oleh orangnya. Sedangkan sistem yang dipelajari adalah kebalikannya, karena bahasa dikuasai melalui proses dan pengkondisian yang formal, seperti kelas-kelas di sekolah atau tempat kursus. Kesalahan bahasa banyak diluruskan melalui latihanlatihan pola dan pembiasaan. McLaughlin (1987) telah membedakan istilah pemerolehan bahasa dan pembelajaran bahasa. 3. Menurutnya, bahasa dikatakan diperoleh secara tidak formal dari lingkungan. Bahasa dikatakan dipelajari secara formal, apabila diajarkan oleh pengajar di sekolah. Krashen menegaskan bahwa pemerolehan dua bahasa melibatkan sedikit gangguan dan persaingan antara dua sistem linguistik, sedangkan dalam pembelajaran di dalam kelas secara formal, pelajar mengalami banyak gangguan. Tambahan pula, pelajar yang belajar bahasa kedua tidak mempunyai hubungan langsung dengan penutur asli bahasa tersebut. Monitor Hypothesis(Hipotesis Pemantau) Menurut Krashen (1981) konsep pemantau (monitor) lebih melibatkan pembelajaran (learning) bukan pemerolehan (acquisition). Ia berfungsi sebagai alat pemantau pertuturan (output), dan bertujuan memperbaiki ujaran yang dihasilkan oleh sistem. Hanya pemantau yang digunakan secara optimal saja, akan dapat meningkatkan tahap kompetensi komunikasi seseorang pelajar bahasa kedua. Menurut Krashen; ‘conscious learning … can only be used as a Monitor or an editor’ ( m.s : 80) . Monitor ini muncul dalam pikiran seseorang saat belajar B2 dan berfungsi sebagai pengedit dan pengkoreksi bahasa. Sebagai contoh, setelah mahasiswa mempelajari tentang simple present tense, maka ketika akan menggunakan bentuk tersebut, 57 JURNAL LENTERA BISNIS 4. 5. monitor akan keluar dengan mempertimbangkan apakah menggunakan kata kerja pertama, atau kedua. Hipotesis ini mendapatkan bantahan dari Barry McLaughlin karena dianggap memiliki ketidaktuntasan pemantauan terhadap pemakaian B2. Salah satu kritiknya adalah bahwa monitor jarang dipakai di dalam kondisi normal/alamiah pemakaian B2. Input Hypothesis (Hipotesis Masukan) Hipotesis ini menjelaskan bahwa pembelajaran B2 dianggap akan terjadi jika hanya mahasiswa mendapatkan informasi/pengetahuan setingkat lebih tinggi daripada yang telah dikuasainya. Hipotesis ini dirumuskan dengan [i + 1], di mana i = input, yaitu pengetahuan yang sudah dimiliki mahasiswa(kompetensi sebelum belajar) dan 1 = kompetensi setingkat dari sebelumnya. Jika i + 2, atau lebih, maka pembelajaran akan sulit terjadi karena mahasiswa akan merasakan kesulitan, sedangkan jika i + 0, atau i – 1 dan seterusnya mengindikasikan bahwa pembelajaran dilakukan dengan pengetahuan sebagai input yang sudah bahkan jauh telah dikuasai mahasiswa. Hipotesis Saringan Afektif (Affective Filter) Saringan afektif akan menghambat mahasiswa dalam menerima ataupun memproduksi bahasa. Sebagai contoh, jika anda tidak suka dengan bahasa Inggris, maka saringan afektif VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993 anda akan semakin ketat. Demikian pula, saat anda benci dengan sang guru, takut diolokolok jika keliru, dst. Saringan afektif menjadi problem tersendiri bagi mahasiswa dewasa karena perkembangan piskologisnya yang semakin peka dengan lingkungannya. Faktor-Faktor Penentu dalam pembelajaran Bahasa Kedua Bahasa Inggris sebagai bahasa kedua yang akan dipelajari, mempunyai struktur yang berbeda dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama. Oleh karenanya, belajar bahasa Inggris menjadi hal yang sulit. Adapun beberapa faktor penentu yang mempengaruhi pembelajaran bahasa kedua sebagai berikut : a. Faktor Motivasi Menurut McDonald yang dikutip Wasty Soemantono (2006:203), motivasi adalah suatu perubahan tenaga di dalam diri/pribadi seseorang yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi-reaksi dalam usaha mencapai tujuan. Demikian pula menurut Brown (1981) yang dikutip Chaer (2009:251) , motivasi adalah dorongan dari dalam, dorongan sesaat, emosi atau keinginan yang menggerakkan seseorang untuk berbuat sesuatu. Bagi mahasiswa yang mempunyai motivasi dalam belajar bahasa kedua, cenderung akan lebih berhasil. Mereka mempunyai dorongan yang kuat dari dalam diri mereka untuk mempelajari bahasa kedua tersebut. 58 JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993 Dalam kaitannya dengan pembelajaran bahasa kedua, motivasi itu mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi integratif dan fungsi instrumental. Motivasi berfungsi integratif, jika motivasi ini mendorong seseorang mempelajari bahasa kedua, karena adanya keinginan untuk berkomunikasi dengan masyarakat penutur bahasa itu, ataupun menjadi bagian dari masyarakat bahasa tersebut. Sedangkan motivasi berfungsi instrumental, jika motivasi itu mendorong seseorang untuk mempelajari bahasa kedua dengan tujuan agar memperoleh manfaat setelah menguasainya, ataupun untuk memperoleh pekerjaan atau mobilitas sosial pada lapisan atas masyarakat tersebut (Gardner dan Lambert, 1972:3 yang dikutip Chaer (2009:251) b. Faktor Usia Banyak orang beranggapan bahwa faktor usia sangat mempengaruhi dalam proses pembelajaran bahasa kedua. Namun, hasil penelitian mengenai faktor usia dalam pembelajaran bahasa kedua ini menunjukan hal berikut : 1. Dalam hal urutan pemerolehan , tampaknya faktor usia tidak terlalu berperan, sebab urutan pemerolehan oleh kanakkanak dan orang dewasa, tampanya sama saja (Fatman, 1975; Dulay, Burt dan Krashen, 1982 ) yang dikutip Chaer (2009:252). 2. c. Dalam hal kecepatan dan keberhasilan belajar bahasa kedua, dapat disimpulkan: (1) anak-anak lebih berhasil daripada orang dewasa dalam pemerolehan sistem fonologi atau pelafalan; bahkan banyak diantara mereka yang mencapai pelafalan seperti penutur asli; (2) orang dewasa nampaknya maju lebih cepat daripada kanak-kanak dalam bidang morfologi dan sintaksis, paling tidak pada permulaan masa belajar; (3) kanak-kanak lebih berhasil daripada orang dewasa, tetapi tidak selalu lebih cepat (‘Oyama, 1976; Dulay, burt, dan Krashen, 1982; Asher dan Gracia, 1969) yang dikutip Chaer (2009:253). Dari hasil penelitian tersebut Chaer menyimpulkan, bahwa faktor usia adalah faktor yang berpengaruh dalam pembelajaran bahasa kedua. Perbedaan umur mempengaruhi kecepatan dan keberhasilan belajar bahasa kedua pada aspek fonologi, morfologi, dan sintaksis; tetapi tidak berpengaruh dalam pemerolehan urutannya. Faktor Penyajian formal Ada dua tipe pembelajaran bahasa kedua, yaitu naturalistik, dan formal. Tipe naturalistik berlangsung secara alamiah dalam lingkungan keluarga (tempat tinggal) sehari-hari, tanpa guru dan tanpa 59 JURNAL LENTERA BISNIS kesengajaan. Sedangkan tipe formal berlangsung secara formal dalam pendidikan di sekolah, dilakukan dengan kesengajaan, disertai berbagai perangkat formal pembelajarannya, seperti kurikulum, metode, guru, media belajar, materi pembelajaran, dan sebagainya. d. e. Faktor Bahasa Pertama Menurut beberapa pakar pembelajaran bahasa kedua, bahasa pertama mempunyai pengaruh terhadap proses penguasaan bahasa kedua pembelajar ( Ellis, 1986: 19) yang dikutip Chaer (2009:256). Bahasa pertama dianggap pengganggu dalam proses pembelajaran bahasa kedua. Hal ini karena biasa terjadi seorang pembelajar secara tidak sadar melakukan transfer unsur-unsur bahasa pertamanya ketika menggunakan bahasa kedua (Dulay, dkk., 1982: 96, yang dikutip Chaer (2009: 256). Akibatnya terjadilah interferensi, alih kode, campur kode atau juga error. Faktor Lingkungan Dulay (1985: 14, yang dikutip Chaer (2009: 257) menerangkan bahwa kualitas lingkungan bahasa sangat penting bagi seorang pembelajar untuk dapat berhasil dalam mempelajari bahasa baru (kedua). Yang dimaksud dengan lingkungan bahasa, adalah lingkungan dimana seorang pembelajar bahasa kedua dapat aktif menggunakan bahasa VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993 kedua dengan lingkungannya. Adapun lingkungan bahasa dapat merupakan formal maupun informal. Lingkungan bahasa formal, adalah di sekolah, dimana guru dapat memfasilitasi mahasiswa dengan menggunakan bahasa kedua, sehingga mahasiswa mempunyai kesempatan berlatih menggunakan bahasa kedua tersebut. Lingkungan bahasa informal, umumnya adalah dengan teman sebaya. Diharapkan mahasiswa mempunyai lingkungan bahasa informalnya dengan teman sebaya yang berbahasa kedua, sehingga mahasiswa dapat terus menerus mempunyai kesempatan untuk menggunakan bahasa kedua tersebut. Perbedaan Individu dalam Belajar Bahasa Kedua (Inggris) Ada beberapa faktor yang membedakan setiap individu dalam belajar bahasa keduanya, yaitu : a. Gender Mengapa umumnya kelas bahasa lebih banyak didominasi oleh wanita daripada pria ? Hal berhubungan dengan beberapa pendapat yang mengungkapkan bahwa otak pria dan wanita mempunyai perbedaan dalam bentuknya. Menurut Steinberg dkk (2001: 319) yang dikutip Dardjowidjojo ( 2008:221), hemisfir kiri pada wanita , lebih tebal daripada hemisfir kanan. Oleh karenanya , umumnya kelas bahasa didominasi oleh wanita. Akan tetapi, temuan Philip dkk (1987 dalam Steinberg 2001:319) 60 JURNAL LENTERA BISNIS b. yang dikutip Dardjowidjojo (2008), menunjukkan bahwa meskipun ada perbedaan dalam pemrosesan bahasa antara pria dan wanita, perbedaan ini hanya mengarah pada pengaruh budaya, daripada pengaruh generik. Persepsi Menurut Shaleh (2004 : 89), persepsi adalah proses yang menggabungakan dan mengorganisasikan data-data indera kita (penginderaan) untuk dikembangkan sedemikian rupa sehingga kita dapat menyadari di sekeliling kita. Dengan kata lain, persepsi adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antara gejala maupun peristiwa), sampai rangsang itu disadari dan dimengerti. Gibson, dkk (1989) dalam buku Organisasi Dan Manajemen Perilaku, Struktur; memberikan definisi persepsi adalah, proses kognitif yang dipergunakan oleh individu untuk menafsirkan dan memahami dunia sekitarnya (terhadap obyek). Gibson juga menjelaskan bahwa persepsi merupakan, proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh individu. Oleh karena itu, setiap individu memberikan arti kepada stimulus secara berbeda meskipun objeknya sama. Cara individu melihat situasi seringkali lebih penting daripada situasi itu sendiri. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan suatu proses penginderaan stimulus, yang VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993 diterima oleh individu melalui alat indera, yang kemudian diinterpretasikan, sehingga individu dapat memahami, dan mengerti tentang stimulus yang diterimanya tersebut. Proses menginterpretasikan stimulus ini biasanya dipengaruhi pula oleh pengalaman dan proses belajar individu. Jadi pada saat mahasiswa menerima pelajaran, tentunya dia akan berfikir, apakah pelajaran ini akan dapat dipelajarinya dengan baik, atau akan sulit, apakah bermanfaat, dan berbagai penilaian tentang pelajaran tersebut. Dengan kata lain, mahasiswa tersebut mempunyai persepsi terhadap mata pelajaran yang sedang diterimanya. Setiap mahasiswa tentunya akan mempunyai persepsi yang berbeda terhadap setiap mata pelajaran yang diterimanya, demikian pula ketika mereka dalam proses pembelajaran bahasa Inggris, tentunya masingmasing akan mempunyai persepsi yang berbeda tentang materi ini. Persepsi ini penting untuk menentukan kualitas belajar. Jika seorang mahasiswa menilai bahwa dengan menguasai bahasa Inggris, mereka akan memperoleh pekerjaan dengan lebih mudah, maka tentunya akan sangat berpengaruh dalam kualitas belajarnya. Kualitas belajar mereka akan meningkat. Sedangkan bagi mahasiswa dengan persepsi negatif, tentunya kualitas belajarnya akan rendah. 61 JURNAL LENTERA BISNIS Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi pada dasarnya dibagi menjadi 2, yaitu faktor Internal dan Faktor Eksternal. 1. Faktor Internal yang mempengaruhi persepsi, yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri individu, yang mencakup beberapa hal antara lain : a. Fisiologis. Informasi masuk melalui alat indera, selanjutnya informasi yang diperoleh ini akan mempengaruhi dan melengkapi usaha untuk memberikan arti terhadap lingkungan sekitarnya. Kapasitas indera untuk mempersepsi pada tiap orang berbeda-beda sehingga interpretasi terhadap lingkungan juga dapat berbeda. b. Perhatian. Individu memerlukan sejumlah energi yang dikeluarkan untuk memperhatikan atau memfokuskan pada bentuk fisik dan fasilitas mental yang ada pada suatu obyek. Energi tiap orang berbeda-beda sehingga perhatian seseorang terhadap obyek juga berbeda dan hal ini akan mempengaruhi persepsi terhadap suatu obyek. c. Minat. Persepsi terhadap suatu obyek bervariasi tergantung pada seberapa banyak energi atau perceptual vigilance yang VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993 2. digerakkan untuk mempersepsi. Perceptual vigilance merupakan kecenderungan seseorang untuk memperhatikan tipe tertentu dari stimulus atau dapat dikatakan sebagai minat. d. Kebutuhan yang searah. Faktor ini dapat dilihat dari bagaimana kuatnya seseorang individu mencari obyek-obyek atau pesan yang dapat memberikan jawaban sesuai dengan dirinya. e. Pengalaman dan ingatan. Pengalaman dapat dikatakan tergantung pada ingatan dalam arti sejauh mana seseorang dapat mengingat kejadian-kejadian lampau untuk mengetahui suatu rangsang dalam pengertian luas. f. Suasana hati. Keadaan emosi mempengaruhi perilaku seseorang, mood ini menunjukkan bagaimana perasaan seseorang pada waktu yang dapat mempengaruhi bagaimana seseorang dalam menerima, bereaksi dan mengingat. Faktor Eksternal yang mempengaruhi persepsi, merupakan karakteristik dari lingkungan dan obyekobyek yang terlibat didalamnya. Elemen-elemen tersebut dapat mengubah sudut pandang seseorang terhadap dunia sekitarnya 62 JURNAL LENTERA BISNIS dan mempengaruhi bagaimana seseorang merasakannya atau menerimanya. Sementara itu faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi persepsi adalah : 1) Ukuran dan penempatan dari obyek atau stimulus. Faktor ini menyatakan bahwa semakin besarnya hubungan suatu obyek, maka semakin mudah untuk dipahami. Bentuk ini akan mempengaruhi persepsi individu dan dengan melihat bentuk ukuran suatu obyek individu akan mudah untuk perhatian pada gilirannya membentuk persepsi. 2) Warna dari obyekobyek. Obyek-obyek yang mempunyai cahaya lebih banyak, akan lebih mudah dipahami (to be perceived) dibandingkan dengan yang sedikit. 3) Keunikan dan kekontrasan stimulus. Stimulus luar yang penampilannya dengan latarbelakang dan sekelilingnya yang sama sekali di luar sangkaan individu yang lain akan banyak menarik perhatian. 4) Intensitas dan kekuatan dari stimulus. Stimulus dari luar akan memberi makna lebih bila lebih VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993 c. sering diperhatikan dibandingkan dengan yang hanya sekali dilihat. Kekuatan dari stimulus merupakan daya dari suatu obyek yang bisa mempengaruhi persepsi. 5) Motion atau gerakan. Individu akan banyak memberikan perhatian terhadap obyek yang memberikan gerakan dalam jangkauan pandangan dibandingkan obyek yang diam. Motivasi Motivasi adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keefektifan kegiatan belajar mahasiswa (Baharudin dan Wahyuni, 2007:22). Seperti yang telah dibahas sebelumnya, motivasilah yang mendorong mahasiswa ingin melakukan kegiatan belajar. Motif seringkali diartikan dengan istilah dorongan. Dorongan atau tenaga tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat. Jadi motif tersebut merupakan suatu driving force yang menggerakkan manusia untuk bertingkah-laku, dan di dalam perbuatannya itu mempunyai tujuan tertentu. Setiap tindakan yang dilakukan oleh manusia selalu di mulai dengan motivasi (niat). Menurut Wexley & Yukl (dalam As’ad, 1987) motivasi adalah pemberian atau penimbulan motif, dapat pula diartikan hal atau keadaan 63 JURNAL LENTERA BISNIS menjadi motif. Sedangkan menurut Mitchell (dalam Winardi, 2002) motivasi mewakili prosesproses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya, diarahkanya, dan terjadinya persistensi kegiatankegiatan sukarela (volunter) yang diarahkan ke tujuan tertentu. Sedangkan menurut Gray (dalam Winardi, 2002) motivasi merupakan sejumlah proses, yang bersifat internal, atau eksternal bagi seorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan persistensi, dalam hal melaksanakan kegiatan- kegiatan tertentu. Morgan (dalam Soemanto, 1987) mengemukakan bahwa motivasi bertalian dengan tiga hal yang sekaligus merupakan aspek- aspek dari motivasi. Ketiga hal tersebut adalah: keadaan yang mendorong tingkah laku (motivating states), tingkah laku yang di dorong oleh keadaan tersebut (motivated behavior), dan tujuan dari pada tingkah laku tersebut (goals or ends of such behavior). McDonald (dalam Soemanto, 1987) mendefinisikan motivasi sebagai perubahan tenaga di dalam diri seseorang yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi- reaksi mencapai tujuan. Motivasi merupakan masalah kompleks dalam organisasi, karena kebutuhan dan keinginan setiap anggota organisasi berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini berbeda karena setiap anggota suatu organisasi adalah unik secara VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993 biologis maupun psikologis, dan berkembang atas dasar proses belajar yang berbeda pula (Suprihanto dkk, 2003). Soemanto (1987) secara umum mendefinisikan motivasi sebagai suatu perubahan tenaga yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi-reaksi pencapaian tujuan. Karena kelakuan manusia itu selalu bertujuan, kita dapat menyimpulkan bahwa perubahan tenaga yang memberi kekuatan bagi tingkahlaku mencapai tujuan,telah terjadi di dalam diri seseorang. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa motivasiadalah energi aktif yang menyebabkan terjadinya suatu perubahan pada diri sesorang yang nampak pada gejala kejiwaan, perasaan, dan juga emosi, sehingga mendorong individu untuk bertindak atau melakukan sesuatu dikarenakan adanya tujuan, kebutuhan, atau keinginan yang harus terpuaskan. Motivasi seseorang sangat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu : a. Faktor Internal faktor yang berasal dari dalam diri individu, terdiri atas: 1. Persepsi individu mengenai diri sendiri; seseorang termotivasi atau tidak untuk melakukan sesuatu banyak tergantung pada proses kognitif berupa persepsi. Persepsi seseorang tentang 64 JURNAL LENTERA BISNIS 2. 3. 4. dirinya sendiri akan mendorong dan mengarahkan perilaku seseorang untuk bertindak; Harga diri dan prestasi; faktor ini mendorong atau mengarahkan inidvidu (memotivasi) untuk berusaha agar menjadi pribadi yang mandiri, kuat, dan memperoleh kebebasan serta mendapatkan status tertentu dalam lingkungan masyarakat; serta dapat mendorong individu untuk berprestasi; Harapan; adanya harapan-harapan akan masa depan. Harapan ini merupakan informasi objektif dari lingkungan yang mempengaruhi sikap dan perasaan subjektif seseorang. Harapan merupakan tujuan dari perilaku. Kebutuhan; manusia dimotivasi oleh kebutuhan untuk menjadikan dirinya sendiri yang berfungsi secara penuh, sehingga mampu meraih potensinya secara total. Kebutuhan akan mendorong dan mengarahkan seseorang untuk mencari atau menghindari, mengarahkan dan memberi respon VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993 b. terhadap tekanan yang dialaminya. 5. Kepuasan kerja; lebih merupakan suatu dorongan afektif yang muncul dalam diri individu untuk mencapai goal atau tujuan yang diinginkan dari suatu perilaku. Faktor Eksternal faktor yang berasal dari luar diri individu: 1. Jenis dan sifat pekerjaan; dorongan untuk bekerja pada jenis dan sifat pekerjaan tertentu sesuai dengan objek pekerjaan yang tersedia, akan mengarahkan individu untuk menentukan sikap, atau pilihan pekerjaan yang akan ditekuni. Kondisi ini juga dapat dipengartuhi oleh sejauh mana nilai imbalan yang dimiliki oleh objek pekerjaan dimaksud; 2. Kelompok kerja dimana individu bergabung; kelompok kerja atau organisasi tempat dimana individu bergabung, dapat mendorong atau mengarahkan perilaku individu, dalam mencapai suatu tujuan perilaku tertentu; peranan kelompok atau organisasi ini dapat membantu individu, mendapatkan kebutuhan akan nilai- 65 JURNAL LENTERA BISNIS 3. 4. d. nilai kebenaran, kejujuran, kebajikan serta dapat memberikan arti bagi individu, sehubungan dengan kiprahnya dalam kehidupan sosial. Situasi lingkungan pada umumnya; setiap individu terdorong untuk berhubungan dengan rasa mampunya dalam melakukan interaksi secara efektif dengan lingkungannya; Sistem imbalan yang diterima; imbalan merupakan karakteristik atau kualitas dari objek pemuas yang dibutuhkan oleh seseorang, yang dapat mempengaruhi motivasi atau dapat mengubah arah tingkah laku, dari satu objek ke objek lain, yang mempunyai nilai imbalan yang lebih besar. Sistem pemberian imbalan, dapat mendorong individu untuk berperilaku dalam mencapai tujuan; perilaku dipandang sebagai tujuan, sehingga ketika tujuan tercapai maka akan timbul imbalan. Minat Minat merupakan ketertarikan atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Minat juga dipandang sebagai kecenderungan dalam diri individu untuk tertarik pada VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993 suatu objek atau menyenangi sesuatu objek.Pendapat ini didukung oleh Setiadi (1987) yang menyebutkan bahwa minat merupakan aktivitas psikis manusia yang menyebabkan individu memberikan perhatian kepada suatu objek yang selanjutnya akan diikuti oleh kecenderungan untuk mendekati objek tersebut dengan perasaan senang. Nugroho (1982) menyatakan bahwa minat adalah rasa lebih suka dan rasa keterkaitan pada suatu hal atau aktivitas tanpa ada yang menyuruh. Berdasarkan pendapat Crow and Crow dapat diambil pengertian bahwa individu yang mempunyai minat terhadap belajar, maka akan terdorong untuk memberikan perhatian terhadap Belajar tersebut. Karateristik minat menurut Bimo Walgito : 1. Menimbulkan sikap positif terhadap sesuatu objek. 2. Adanya sesuatu yang menyenangkan yang timbul dari sesuatu objek itu. 3. Mengandung suatu pengharapan yang menimbulkan keinginan atau gairah untuk mendapatkan sesuatu yang menjadi minatnya ( 1977 ; 4 ) Ahli lain mengatakan bahwa minat sebagai sesuatu hasil pengalaman yang tumbuh pada dan dianggap bernilai oleh individu adalah kekuatan yang mendorong seseorang itu untuk 66 JURNAL LENTERA BISNIS berbuat sesuatu ( Winarno Surachmad, 1980 : 90 ). Menurut H.C. Witherington yang dikutip Suharsini Arikunto, minat adalah kesadaran seseorang terhadap suatu objek, suatu masalah atau situasi yang mengandung kaitan dengan dirinya (1983 : 100 ). Batasan ini lebih memperjelas penengertian minat tersebut dalam kaitannya dengan perhatian seseorang. Perhatian adalah pemilihan suatu perangsang dari sekian banyak perangsang yang dapat menimpa mekanisme penerimaan seseorang. Orang, masalah atau situasi tertentu adalah perangsang yang datang pada mekanisme penerima seseorang , karena pada suatu waktu tertentu hanya satu perangsang yang dapat disadari. Maka dari sekian banyak perangsang tersebut harus dipilih salah satu. Perangsang ini dipilih karena disadari bahwa ia mempunyai sangkut paut dengan seseorang itu. Kesadaran yang menyebabkan timbulnya perhatian itulah yang disebut minat. Berdasarkan pengertian dimuka maka unsur minat adalah perhatian, rasa senang, harapan dan pengalaman. Menurut Crow and Crow, ada tiga faktor yang menimbulkan minat yaitu Faktor yang timbul dari dalam diri individu, faktor motif sosial dan faktor emosional yang ketiganya mendorong timbulnya minat, (Johny Killis, 1988 : 26 ). Pendapat tersebut sejalan dengan yang dikemukakan Sudarsono, VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993 faktor-faktor yang menimbulkan minat dapat digolongkan sebagai berikut : 1. Faktor kebutuhan dari dalam. Kebutuhan ini dapat berupa kebutuhan yang berhubungan dengan jasmani dan kejiwaan. 2. Faktor motif sosial, Timbulnya minat dalam diri seseorang dapat didorong oleh motif sosial yaitu kebutuhan untuk mendapatkan pengakuan, perhargaan dari lingkungan dimana ia berada. 3. Faktor emosional. Faktor ini merupakan ukuran intensitas seseorang dalam menaruh perhatian terhadap sesuat kegiatan atau objek tertentu (1980 : 12 ). Jadi berdasarkan dua pendapat diatas faktor yang menimbulkan minat ada tiga yaitu dorongan dari diri individu, dorongan sosial dan motif dan dorongan emosional. Timbulnya minat pada diri individu berasal dari individu, selanjutnya individu mengadakan interaksi dengan lingkungannya yang menimbulkan dorongan sosial dan dorongan emosional. Menurut Charles yang dikutip oleh Slamet Widodo dideskripsikan sebagai berikut : Pada awalnya sebelum terlibat di dalam suatu aktivitas, mahasiswa mempunyai perhatian terhadap adanya perhatian, menimbulkan keinginan untuk terlibat di dalam aktivitas ( Slamet 67 JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993 Widodo, 1989 : 72 ). Minat kemudian mulai memberikan daya tarik yang ada atau ada pengalaman yang menyenangkan denga hal-hal tersebut. Jadi proses terbentuknya minat dapat digambarkan sebagai berikut : Perhatian > Keterlibatan > Minat Minat dapat dibagi 2 yaitu : a) Minat primitif atau biologis Minat yang timbul dari kebutuhan – kebutuhan jasmani berkisar pada soal makanan, comfort, dan aktifitas. Ketiga hal ini meliputi kesadaran tentang kebutuhan yang terasa akan sesuatu yang dengan langsung dapat memuaskan dorongan untuk mempertahankan organisme. b) Minat cultural atau sosial Minat yang berasal dari perbuatan belajar yang lebih tinggi tarafnya. Orang yang benar – benar terdidik ditandai dengan adanya minat yang benar – benar luas terhadap hal – hal yang bernilai (Witherington, H. C, 1999) . Proses minat tersedia dalam motif (alasan, dasar, pendorong), serta perjuangan motif. c) Keputusan Inilah yang sangat penting yang berisi pemilihan antara motif – motif yang ada dan meninggalkan kemungkinan yang lain sebab tidak sama mungkin seseorang mempunyai macam – macam keinginan pada waktu yang sama. d) Bertindak sesuai dengan keputusan yang diambil (Heri, P, 1998). Beberapa hal yang berkaitan dengan minat diantaranya adalah jika pekerjaan tidak jelas dan tidak menentu, makin sulit suatu tugas makin besar minat dan tenaga untuk menyelesaikan tugas itu, pekerjaan yang dilakukan secara cepat dan bersamasama menumbuhkan minat (Heri P, 1998).Faktor-faktor utama yang mempengaruhi minat seseorang adalah pekerjaan, sistem pendukung, pribadi individu (Heri P, 1998). Kesimpulannya, jika mahasiswa mempunyai minat untuk belajar bahasa Inggris, tentunya akan bersemangat dalam proses belajar, karena dilakukan dengan senang hati, tanpa ada yang memaksa. e. Sikap Dalam proses belajar, sikap individu dapat mempengaruhi keberhasilan proses belajar. Sikap adalah gejala internal yang dimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara yang relatif tetap terhadap objek, orang, peristiwa dan sebagainya, baik secara positif maupun negative ( Syah, 2003) yang dikutip Baharudin dan Wahyuni ( 2007: 24) . Menurut Sarnoff (dalam Sarwono, 2000) mengidentifikasikan sikap 68 JURNAL LENTERA BISNIS sebagai kesediaan untuk bereaksi (disposition to react) secara positif (favorably) atau secara negatif (unfavorably) terhadap obyek – obyek tertentu. D.Krech dan R.S Crutchfield (dalam Sears, 1999) berpendapat bahwa sikap sebagai organisasi yang bersifat menetap dari proses motivasional, emosional, perseptual, dan kognitif mengenai aspek dunia individu. Sedangkan La Pierre (dalam Azwar, 2003) memberikan definisi sikap, sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. Lebih lanjut Soetarno (1994) memberikan definisi sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap obyek tertentu. Sikap senantiasa diarahkan kepada sesuatu artinya tidak ada sikap tanpa obyek. Sikap diarahkan kepada benda-benda, orang, peritiwa, pandangan, lembaga, norma dan lain-lain. Meskipun ada beberapa perbedaan pengertian sikap, tetapi berdasarkan pendapatpendapat tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa sikap adalah keadaan diri dalam manusia yang menggerakkan untuk bertindak atau berbuat dalam kegiatan sosial dengan perasaan tertentu di dalam menanggapi obyek situasi atau kondisi di lingkungan VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993 sekitarnya. Selain itu sikap juga memberikan kesiapan untuk merespon yang sifatnya positif atau negatif terhadap obyek atau situasi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap : 1. 3. 4. Pengalaman pribadi. Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut melibatkan faktor emosional. Dalam situasi yang melibatkan emosi, penghayatan akan pengalaman akan lebih mendalam dan lebih lama berbekas. Kebudayaan. B.F. Skinner (dalam, Azwar 2005) menekankan pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk kepribadian seseorang. Kepribadian tidak lain daripada pola perilaku yang konsisten yang menggambarkan sejarah reinforcement (penguatan, ganjaran) yang dimiliki. Pola reinforcement dari masyarakat untuk sikap dan perilaku tersebut, bukan untuk sikap dan perilaku yang lain. Orang lain yang dianggappenting. Pada umumnya, individu bersikap konformis atau searah dengan sikap orang orang 69 JURNAL LENTERA BISNIS 5. 6. yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut. Media massa. Sebagai sarana komunikasi, berbagai media massa seperti televisi, radio, mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa informasi tersebut, apabila cukup kuat, akan memberi dasar afektif dalam mempersiapkan dan menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu. Institusi Pendidikan dan Agama. Sebagai suatu sistem, institusi pendidikan dan agama mempunyai pengaruh kuat dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaranajarannya. VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993 7. f. Faktor emosi dalam diri. Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Kadangkadang, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian bersifat sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan lebih tahan lama. contohnya bentuk sikap yang didasari oleh faktor emosional adalah prasangka. Strategi Belajar Strategi belajar digunakan oleh para mahasiswa untuk membantu mereka dalam memahami informasi yang diterima serta memecahkan masalah yang terjadi dalam proses belajar. Para mahasiswa yang tidak mengetahui strategi belajar yang baik, sering kali kurang bersemangat dalam belajar, sehingga mengakibatkan kegagalan di sekolah. Pengajaran dengan menggunakan strategi belajar yang baik, lebih memfokuskan pada penciptaan mahasiswa aktif dengan mengajarkan mereka bagaimana cara belajar yang baik dan bagaimana menggunakan apa yang mereka sudah pelajari untuk memecahkan masalah yang 70 JURNAL LENTERA BISNIS mereka hadapi dan menjadi sukses. Tentunya dengan menggunakan strategi belajar bahasa Inggris yang baik, para mahasiswa akan sukses. Menurut Trianto (2007:85), strategi belajar mempunyai pengertian suatu usaha garisgaris besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Trianto juga mengatakan, bahwa strategi-strategi belajar mengacu pada perilaku dan proses-proses berpikir yang digunakan oleh mahasiswa dalam mempengaruhi hal-hal yang dipelajari, termasuk proses memori, dan metakognitif. Michael Pressley (1991) dalam Trianto (2007:85), menyatakan bahwa strategistrategi belajar adalah operatoroperator kognitif meliputi dan terdiri atasproses-proses yang secara langsung terlibat dalam menyelesaikan suatu tugas (belajar). Strategi-strategi tersebut merupakan strategistrategi yang digunakan mahasiswa untuk memecahkan masalah belajar tertentu. Menurut Arends dalam Nur (2000:9) dikutip Trianto (2007:155), ada empat hal penting yang dilakukan seorang mahasiswa agar dapat belajar mandiri, : 1. Secara cermat mendiagnosa suatu situasi pembelajaran tertentu. 2. Memilih suatu strategi belajar tertentu untuk menyelesaikan masalah belajar tertentu yang dihadapi. VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993 3. 4. Memonitor keektifan strategi tersebut; Cukup termotivasi untuk terlibat dalam situasi belajar tersebut sampai masalah tersebut terselesaikan. METODE PENELITIAN Metode Penelitian yang Dipakai Dalam penelitian ini digunakan metode kualitatif. Punch (2000:57) mengatakan bahwa kualitatif data bisa diperoleh dari interview, pengamatan, atau dokumen ataupun gabungan dari tiga aktifitas ini. Data yang diperoleh adalah data deskriptif, berupa kata-kata tertulis ataupun lisan, mengenai orangorang maupun perilaku yang diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar belakang dan individu tersebut secara holistik. Dalam penelitian kualitatif, peneliti tidak diperkenankan mengisolasi individu ke dalam variable atau hipotesis, tetapi perlu memandang sebagai bagian dari suatu keutuhan. Metode Analisis Data Dalam tahap analisis ini, segala data, baik dari kasus, maupun rujukan teoretis, diklasifikasikan berdasarkan tipologi satuan, berdasarkan gejala-gejala yang dimunculkan oleh setiap sumber data. Setelah diperoleh satuan-satuan yang ada, maka dilakukan pola kategorisasi dengan pola pengelompokkan gejala-gejala yang ada, sehingga akan terdiskripsikan kendala-kendala yang ada dalam pembelajaran bahasa Inggris di LP3I cabang Bekasi. 71 JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993 memberikan beberapa pertanyaan tentang bagaimana pendapat mereka mengenai pelajaran bahasa Inggris, seperti, apakah sulit belajar bahasa Inggris, apakah menakutkan untuk berbicara dalam bahasa Inggris, apakah mereka takut lawan bicara tidak dapat mengerti tentang bahasa Inggris mereka. Hasilnya, lebih dari 50 % responden menjawab “ya”, yang berarti lebih dari 50 % responden, mempunyai persepsi bahwa bahasa Inggris itu sulit, dan menakutkan. Dengan persepsi yang kurang baik terhadap bahasa Inggris, tentunya kemampuan bahasa Inggris mereka menjadi tidak baik. ANALISI DATA Dalam bab ini akan diuraikan tentang data yang diperoleh dari hasil pengamatan dan wawancara, yang dapat menggambarkan tentang kendala mahamahasiswa LP3I jurusan AP258 dalam belajar bahasa Inggris, dilihat dari sudut perbedaan setiap individu dalam belajar bahasa Inggris. 1. 2. Gender Seperti yang sudah dibahas dalam studi pustaka, bahwa kelas bahasa lebih didominasi oleh mahasiswa putri, karena hemisfir kiri pada wanita , lebih tebal daripada hemisfir kanan. Penulis menemukan hal yang sama pada mahamahasiswa jurusan AP258. Kemampuan bahasa Inggris mahasiswa putri lebih baik dari pada mahasiswa putra. Dan berdasarkan pengamatan penulis, mahasiswa putri lebih cepat mengerti dan lebih cakap daripada mahasiswa putra dalam proses belajar bahasa Inggris. Dan dari beberapa pertanyaan yang dilontarkan kepada mereka, tentang kesukaan belajar bahasa Inggris, mahasiswa putri lebih banyak menjawab suka untuk belajar bahasa Inggris, sedangkan dari tujuh orang mahasiswa putra, hanya satu orang yang mempunyai kesukaan belajar bahasa Inggris. Persepsi Diri Untuk mengetahui persepsi diri mahasiswa tentang bahasa Inggris, penulis 3. Motivasi Motivasi merupakan kekuatan seseorang yang dapat menimbulkan dorongan dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri maupun dari luar individu. Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya. Dalam konteks studi psikologi, Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya: (1) durasi kegiatan; (2) frekuensi kegiatan; (3) persistensi pada kegiatan; (4) 72 JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993 ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan; (5) devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan; (6) tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan; (7) tingkat kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan; (8) arah sikap terhadap sasaran kegiatan. Berdasarkan pengamatan penulis, sebagian besar responden tidak memiliki motivasi yang cukup kuat untuk belajar bahasa Inggris. Berdasarkan dari beberapa indikator yang dikemukan oleh Abin Syamsuddin Makmun untuk memahami motivasi setiap responden dalam kegiatan belajar bahasa Inggris, penulis mengamati, bahwa hampir keseluruhan responden mempunyai motivasi yang berbeda-beda, dengan hasil : a. 33 % berperan sangat aktif b. 11 % cukup aktif c. 28 % kurang aktif d. 28 % tidak aktif Setelah dijelaskan : topik 11 % responden berperan cukup aktif. Mereka masih ragu-ragu untuk bertanya, maupun menjawab pertanyaan yang ditanyakan. Walau ragu, tapi mereka berusaha untuk berperan aktif, dengan berusaha menjawab pertanyaan dengan hasil pemikirannya sendiri, tanpa bertanya kepada temannya. Motivasi mereka sedang, sehingga masih ada keraguan, kekhawatiran untuk berperan aktif. 28 % responden kurang berperan aktif. Mereka malu untuk bertanya, serta ketika menjawab pertanyaan, terlebih dahulu bertanya pada teman disampingnya. Untuk responden ini, motivasi yang mereka punyai kurang, sehingga usaha untuk mencapai keberhasilan tidak cukup keras. 28 % responden tidak aktif sama sekali. Mereka tidak mempunyai keinginan untuk bertanya, dan ketika diberi pertanyaan, mereka hanya tersenyum saja, sambil mengenggelengkan kepalanya. Bagi responden ini, motivasi tidak ada sama sekali. Sehingga usaha untuk mencapai keberhasilan, sama sekali tidak terlihat. selesai 33 % responden berperan sangat aktif. Mereka penuh antusias untuk bertanya, maupun menjawab pertanyaan yang ditanyakan, tanpa keraguan. Mereka mempunyai motivasi yang kuat untuk belajar bahasa Inggris, jadi tanpa diminta, mereka sudah aktif dengan sendirinya. 4. Minat Minat adalah dorongan yang kuat bagi seseorang untuk melakukan segala sesuatu yang menjadi keinginannya, tanpa ada yang menyuruh. Antara minat dan motivasi terdapat hubungan yang erat. Jika seseorang 73 JURNAL LENTERA BISNIS memiliki motivasi terhadap sesuatu maka akan timbul minatnya terhadap sesuatu tersebut. Dengan hasil pengamatan terhadap motivasi responden di atas, maka dapat terlihat dengan jelas mengenai minat mereka terhadap bahasa Inggris. Bagi 33 % responden yang mempunyai motivasi tinggi terhadap bahasa Inggris, mempunyai minat pula yang tinggi untuk benar-benar mempelajarinya, sehingga tentunya pencapaian hasil akan tinggi pula. Bagi 11 % responden dengan motivasi bahasa Inggris sedang, terlihat minat terhadap bahasa Inggris, biasa-biasa saja. Mereka mempunyai keinginan belajar tetapi tidak cukup kuat. Pencapaian hasil yang mereka peroleh, cukup-cukup saja. Bagi 28 % responden dengan motivasi kurang untuk bahasa Inggris, minat tentunya akan kurang pula. Keinginan untuk berhasil kurang. Sering kali mengandalkan kemampuan teman-temannya. Tidak mau berusaha sendiri. 28 % responden dengan tidak mempunyai motivasi sama sekali. Dengan tidak adanya motivasi, tentunya minatpun tidak ada pula. Mereka hanya mengandalkan nilai kehadiran saja. Dan duduk manis. 5. Sikap Bagaimana kita suka terhadap sesuatu, akan menenentukan perilaku kita terhadap sesuatu tersebut. Karena sikap VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993 merupakan pernyataan evaluatif terhadap objek, orang atau peristiwa. Hal ini mencerminkan perasaan seseorang terhadap sesuatu. Jika suka, maka kita akan mendekat, bergabung, ataupun mencari tahu. Tapi jika tidak suka, maka kita akan menghindar ataupun menjauh. Perwujudan sikap merupakan gabungan dari tiga komponen utamanya, yaitu kesadaran, perasaan, dan perilaku. 33 % responden dengan motivasi dan minat yang tinggi terhadap bahasa Inggris, dengan kesadaran penuh, dan perasaan senang, akan berupaya dengan keras, untuk dapat menguasai bahasa Inggris dengan baik. 11 % responden dengan motivasi dan minat terhadap bahasa Inggris sedang-sedang saja, mempunyai kesadaran maupun perasaan yang sedangsedang saja untuk dapat menguasai bahasa Inggris dengan baik. Terlihat ada usaha untuk belajar, tapi terlihat tidak terlalu menggebu. 28 % responden dengan motivasi dan minat kurang terhadap bahasa Inggris, teramati bahwa kesadaran kurang, serta perasaan tidak terlalu senang terhadap bahasa Inggris. Tentunya usaha untuk belajar kurang pula. 28 % responden dengan motivasi dan minat yang tidak ada sama sekali terhadap bahasa Inggris, kesadaranpun tidak ada, dan untuk perasaan terlihat datar saja. Usaha agar dapat mengerti 74 JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993 dan menguasai bahasa Inggris, tidak terlihat sama sekali. 6. Strategi Belajar Setiap mahasiswa mempunyai kecenderungan untuk menerapkan strategi belajar masing-masing, sesuai dengan pengalaman belajar yang sudah dimilikinya. Dari hasil wawancara, diperoleh data-data sebagai berikut : Tabel 4.1. Cara meningkatkan kemampuan listening Mendengarkan berita berbahasa Inggris Mendengarkan musik berbahasa Inggris Melihat film berbahasa Inggris tanpa text Melihat film berbahasa Inggris dengan text Jml mahasiswa 3 Percentage 6 33 % 6 33% 3 17% 17 % Data di atas menunjukkan bahwa mendengarkan musik adalah hal yang menyenangkan bagi sebagian responden. Mereka mengatakan, dengan mendengarkan musik berbahasa Inggris, mereka dapat memahami banyak kosa kata bahasa Inggris. Dan mereka mampu melafalkan kata-kata tersebut, seperti yang dilafalkan oleh penyanyinya. Hal yang menggembirakan mereka adalah, ketika mereka dapat mendendangkan lagu tersebut dengan fasih. Tabel 4.2. Cara Meningkatkan Kemampuan Speaking Bebicara di depan kaca dalam bahasa Inggris Berbahasa Inggris dengan teman kampus Mencari orang asing untuk berbahasa Inggris Berbahasa Inggris dengan keluarga Jml mahasis wa 3 Perce ntage 5 28% 6 33% 4 22% 17% Berbicara dalam bahasa Inggris adalah hal yang tersulit bagi para responden. Dengan adanya kegiatan mencari orang asing yang mampu berbahasa Inggris untuk diwawancara, maka dapat dilihat dari data di atas, bahwa sebagian responden menyukai kegiatan ini untuk melatih bahasa Inggris mereka. Tabel 4.3. Cara Meningkatkan Kemampuan Reading Membaca bacaan dalam text book Membaca surat kabar berbahasa Inggris Membaca novel berbahasa Inggris Membaca informasi berbahasa Inggris di internet Jml mahasiswa 7 Percentage 39% 3 17% 4 22% 4 22% Dari data di atas dapat dilihat, sebagian besar responden hanya membaca bacaan yang ada di dalam text book bahasa Inggris mereka. Hanya beberapa yang melatih kemampuan membaca bahasa Inggris mereka, dari buku bacaan lain selain text book bahasa Inggris mereka. 75 JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993 Tabel 4.4. Cara Meningkatkan Kemampuan Writing Menulis dalam Inggris cerita bahasa Jml mahasiswa 3 Percentage 17% Chatting, sms dalam bahasa Inggris 11 61% Menulis surat dalam bahasa Inggris 4 22% Menulis tugas setiap mata kuliah dalam bahasa Inggris - - Kegiatan chatting memang sedang memarak saat ini, umumnya bagi kalangan muda. Demikian pula dengan para responden, yang umumnya kalangan muda. Dari data di atas, chatting menjadi pilihan bagi sebagian responden, untuk melatih kemampuan mereka dalam menulis bahasa Inggris. Dengan kegiatan chatting ini, otomatis mereka berusaha untuk dapat menulis kalimat-kalimat dalam bahasa Inggris dengan benar, agar lawan chatting mereka mengerti maksud dari pembicaraan mereka. Umumnya para responden, menyiapkan kamus bahasa Inggris, sebelum mereka memulai chatting. Mereka mengatakan, dengan chatting, mereka dapat berteman dengan siapa saja dari manca negara, selain melatih kemampuan menulis mereka dalam bahasa Inggris. SIMPULAN Dari hasil analisa yang telah diuraikan pada bab IV, dapat disimpulkan bahwa kendala dalam belajar bahasa Inggris dilihat dari perbedaan individu dalam belajar bahasa kedua / Inggris adalah sebagai berikut : 1. Gender Kesimpulan dari perbedaan gender, sebenarnya bukan merupakan suatu kendala untuk belajar bahasa Inggris, karena hal ini hanya menjadi masukan saja, bahwa berdasarkan penelitian, hemisfir kiri pada wanita , lebih tebal daripada hemisfir kanan, sehingga hal ini akan berpengaruh dengan kecepatan daya serap dalam bidang bahasa. Jadi tidak berarti pria tidak dapat belajar bahasa Inggris dengan baik, tapi tergantung dari usaha setiap individunya. Dari hasil penelitian, mayoritas responden pria tidak terlalu tertarik terhadap bahasa Inggris, sehingga mereka tidak cakap berbahasa Inggris. 2. Persepsi Persepsi menjadi suatu kendala dalam belajar bahasa Inggris. Karena dengan mempunyai persepsi yang negatif terhadap bahasa Inggris, maka akan menghambat proses belajar bahasa Inggris itu sendiri. Sebagian besar responden, mempunyai persepsi yang negative terhadap bahasa Inggris, sehingga hal ini berpengaruh terhadap keberhasilan mereka, dalam mempelajarinya. 3. Motivasi 76 JURNAL LENTERA BISNIS Motivasi dari sebagian besar responden sangatlah buruk, mereka tidak mempunyai dorongan yang kuat untuk belajar bahasa Inggris, sehingga mereka menjadi malas untuk belajar bahasa Inggris. Seperti kita ketahui, bahwa tanpa motivasi, seseorang tidak akan berhasil dalam setiap usahanya. Demikian pula dalam belajar bahasa Inggris, akan menjadi kendala jika seseorang tidak mempunyai motivasi yang positif dalam mempelajarinya. 4. Minat Minat sangat erat berhubungan dengan motivasi. Jika seseorang mempunyai motivasi tentunya akan mempunyai minat pula dalam melakukan sesuatu. Sehingga, tanpa minat yang positif akan menjadi kendala dalam belajar bahasa Inggris. Demikian yang terlihat dari sebagian besar responden, karena mereka tidak mempunyai motivasi untuk belajar bahasa Inggris, maka minat merekapun tidak terlihat. 5. Sikap Dengan motivasi serta minat yang positif terhadap bahasa Inggris, tentunya, akan sangat berpengaruh terhadap sikap seseorang dalam proses belajar bahasa Inggris. Jika sebaliknya, tentunya hal ini akan menjadi kendala dalam proses belajar bahasa VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993 Inggris. Karena kebanyakan dari responden bersikap negatif terhadap bahasa Inggris, maka mereka tidak memperoleh hasil yang baik. 6. Strategi belajar Dengan strategi belajar yang baik, tentu akan menghasilkan hal yang positif. Demikian pula jika belajar bahasa Inggris dengan strategi belajar yang baik, tentu akan memperoleh hasil yang baik pula. Para responden, umumnya sudah mengetahui bagaimana strategi belajar bahasa Inggris yang baik, hanya karena mereka tidak mempunyai motivasi, maupun minat serta sikap yang baik terhadap bahasa Inggris, mereka tidak melatih diri mereka secara baik, untuk memperoleh hasil yang memuaskan. Jadi Strategi belajar disini, sebenarnya bukan merupakan suatu kendala mereka, karena umumnya, mereka sudah mengetahui bagaimana cara belajar bahasa Inggris yang baik, agar memperoleh hasil yang baik. Jadi secara umum dapat disimpulkan bahwa, yang menjadi kendala mahamahasiswa jurusan AP-258 dalam penguasaan bahasa Inggris adalah, persepsi diri, motivasi, minat, serta sikap dari masing-masing individu itu sendiri. 77 JURNAL LENTERA BISNIS DAFTAR PUSTAKA As’ad, Moh, Psikologi Industri, Jogjakarta: Liberty, 1998. Baharudin dan Wahyuni, Nur, Esa, Teori Belajar & Pembelajaran, Jogjakarta: Ar-ruzz Media, 2007. VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993 Citra Aditya Bakti, 1992. Witherington, H.C., Psikologi Pendidikan, Jakarta : Aksara Baru, 1999. www.duniapsikologi.com/penertianmotivasi/ Chaer, Abdul, Psikolinguistik; Kajian Teoretik, Jakarta: Rineka Cipta, 2009. Cosynook.wordpress.com/2013/2/14/ teori-minat/Dardjowidjojo, Soenjono, Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008. Heri, P, Pengantar Perilaku Manusia, Jakarta : EGC, 1998. Soemanto, Wasty, Psikologi Pendidikan, Jakarta: PT Bina Aksara, 1987. Soemanto, Wasty, Psikologi Pendidikan; Landasan kerja Pemimpin Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2006. Thohir.sunananpel.ac.id/2011/11/17/stephen -krashen-beberapa-hipotesispemerolehan-b2/ Trianto, Model-model Pembelajaran Innovatif berorientasi Konstruktivitis, Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007. Winardi, Manajemen Prilaku Organisasi, Bandung: PT 78