BAB II TINJAUAN TEORITIS A.Manajemen Sumber Daya Manusia Setiap organisasi membutuhkan sumber daya, baik sumber daya manusia maupun sumber daya non manusia seperti yang dikemukakan oleh Gomes (2001:1), bahwa sumber daya dalam organisasi bisa dikelompokan atas dua macam, yakni : (1) Sumber daya manusia (human resource), dan (2) Sumber daya non-manusia (non-human resource). Yang termasuk dalam kelompok sumber daya non-manusia antara lain modal, mesin, teknologi, bahan-bahan (material) dan lain-lain. Untuk memiliki sumber daya manusia yang dibutuhkan oleh organisasi, diperlukan manajemen sumber daya manusia (MSDM), sebagai upaya mendapatkan dan menghimpun tenaga kerja yang mempunyai kualitas dan dapat bekerja secara efisien. Menurut Fathoni (2006:142), upaya tersebut merupakan tahap yang sangat menentukan dalam kehidupan organisasi, terutama manakala terdapat tenaga kerja yang mempunyai sifat kepribadian dan mempunyai kemampuan/keterampilan kerja yang kurang menunjang bagi pelaksanaan organisasi. Oleh Hasibuan (2002:27), disebut dengan pengadaan (procurement), adalah fungsi operasional pertama Manajamen Sumber Daya Manusia (MSDM). Dijelaskan, pengadaan pegawai sebagai tenaga kerja merupakan masalah penting, sulit dan kompleks karena untuk mendapatkan dan menempatkan orang-orang 10 yang kompeten, serasi, serta efektif tidaklah semudah membeli dan menempatkan mesin. Pegawai sebagai tenaga kerja adalah aset utama organisasi yang menjadi perencana dan pelaku aktif setiap aktivitas organisasi. Mereka mempunyai pikiran, perasaan, keinginan, status, dan latar belakang pendidikan, usia dan jenis kelamin yang heterogen yang dibawa ke dalam organisasi. Pegawai bukan mesin, uang, dan material yang sifatnya pasif dan dapat dikuasai serta diatur sepenuhnya dalam mendukung tercapainya tujuan organisasi. Dalam konsep manajemen SDM, menurut Purwoko (2008:5) “Pengadaan tenaga kerja merupakan proses pengelolaan yang lebih memperhatikan manusia sebagai aset potensial daripada hanya sebagai variabel biaya”. Manajemen SDM melibatkan semua keputusan dan tindakan manajemen yang mempengaruhi sifat hubungan antara organisasi dan pegawai sebagai sumber daya organisasi. Hasibuan (2002:10) mengemukakan pula bahwa “Manusia selalu berperan aktif dan dominan dalam setiap kegiatan organisasi karena manusia menjadi perencana, pelaku, dan penentu terwujudnya tujuan organisasi. Tujuan tidak mungkin tewujud tanpa peran aktif karyawan meskipun alat yang dimiliki organisasi begitu canggihnya”. Selanjutnya, Sedarmayanti (2004:136-137) mengemukakan pula bahwa “Sumber daya manusia (SDM) dipandang semakin besar peranannya bagi kesuksesan suatu organisasi, maka banyak organisasi semakin menyadari bahwa unsur "manusia " dalam organisasi dapat memberi keunggulan bersaing”. "Manusia" sebagai unsur sumber daya manusia telah memberi serta mempengaruhi kesuksesan dan persaingan dari suatu organisasi. Manajemen sumber daya 11 manusia berhubungan dengan sistem rancangan formal dalam suatu organisasi untuk menentukan efektivitas dan efisiensi dilihat dari bakat seseorang untuk mewujudkan sasaran suatu organisasi. Manajemen sumber daya manusia dalam suatu organisasi mencakup perekrutan, kompensasi, pelatihan dan pengembangan, serta lainnya. Demikian pula menurut Matheus & Sulistiyani (2004:47), tidak lebih sebagai serangkaian aktivitas yang dilakukan dalam pengelolaan SDM. Serangkaian aktivitas tersebut dilakukan secara berkelanjutan, sehingga tercipta SDM yang mampu mendukung organisasi. Dengan demikian ada jaminan bagi kemajuan dan perkembangan organisasi secara menyeluruh. Berkaitan dengan hal tersebut, fungsi manajemen SDM harus dievaluasi dan direkayasa sehingga tiap individu dapat memberi kontribusi untuk kinerja yang unggul dan kompetitif. Pada kebanyakan organisasi, kinerja lebih tergantung kepada kinerja individu, dan banyak cara untuk memikirkan tentang jenis kinerja yang dibutuhkan karyawan untuk suatu organisasi agar dapat berhasil, diantaranya menurut Sedarmayanti (2004:137) ada tiga elemen kunci yaitu: 1. Produktivitas : Diukur dari jumlah output per tenaga kerja, peningkatan tanpa henti pada produktivitas telah menjadi kompetisi global. Produktivitas tenaga kerja di sebuah organisasi sangat dipengaruhi oleh usaha, program dan sistem manajemen. 2. Kualitas : Kualitas suatu barang maupun jasa akan sangat mempengaruhi kesuksesan jangka panjang organisasi. Jika suatu organisasi mempunyai reputasi menyediakan barang maupun jasa yang buruk kualitas, hal ini 12 akan mengurangi perkembangan dan kinerja organisasi tersebut. 3. Pelayanan : Sumber Daya Manusia sering kali terlibat pada proses produksi barang atau jasa, manajemen Sumber Daya Manusia harus diikutsertakan pada saat merancang proses operasi. Pemecahan masalah harus melibatkan semua karyawan, tidak hanya manajer, dimana proses tersebut sering kali membutuhkan perubahan pada budaya perusahaan, gaya kepemimpinan, dan kebijakan dan praktik Sumber Daya Manusia. Semua orang yang beraktivitas dalam organisasi disebut sebagai sumber daya manusia. Manajemen sumber daya manusia (MSDM) berkaitan dengan berbagai kegiatan organisasi seperti seleksi calon pegawai, penerimaan, pelatihan, dan pengembangan, penggajian, evaluasi, promosi pegawai, dan pemutusan hubungan kerja. Dengan demikian di dalam MSDM terdapat proses panjang untuk mendapatkan, mengembangkan, membina, mengevaluasi pegawai, dan apabila sudah mencapai batasan tertentu dilepaskan kembali sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang berlaku. Semua aktivita MSDM berada dalam konteks organisasi yang secara sadar dan berencana ingin meningkatkan kinerjanya (Sulistiyani & Rosidah,2009:35). Dalam rangka itu, manajemen sumber daya manusia (MSDM) adalah kebijakan dan praktik menentukan aspek ”manusia” atau sumber daya manusia dalam posisi manajemen, termasuk merekrut, menyaring, melatih, memberi penghargaan dan penilaian (Sedarmayanti,2009:13). Dijelaskan bahwa, tujuan manajemen sumber daya manusia secara umum adalah untuk memastikan bahwa organisasi mampu mencapai keberhasilan melalui orang. Sistem manajemen 13 sumber daya manusia dapat menjadi sumber kapabilitas organisasi yang memungkinkan perusahaan atau organisasi dapat belajar dan mempergunakan kesempatan untuk memperoleh peluang baru. Para pakar sumber daya manusia (SDM) mengandalkan optimalisasi penggunaan SDM sebagai kunci keunggulan kompetitif bagi organisasi. Persoalannya adalah bagaimana membentuk kompetensi-kompetensi dan komitmen karyawan baik secara individu atau kelompok guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan organisasi dan mengintegrasikan kompetensi-kompetensi tersebut ke dalam proses bisnis dan sistem manajemen yang dijalankan organisasi. Kualitas dan karakteristik pegawai yang diperlukan oleh organisasi pada hakikatnya tidak terlepas dari tantangan-tantangan bersaing yang akan dihadapi oleh organisasi sekarang maupun di masa yang akan datang. Karena itu, praktekpraktek manajemen sumber daya manusia (MSDM) harus mampu membentuk kualitas kemampuan dan komitmen sumber daya manusia (SDM) yang sesuai dengan karakteristik perusahaan atau organisasi baik melalui pendekatan lunak maupun pendekatan keras (Alwi, 2001:45-46). ”Proses manajemen sumber daya manusia (MSDM) sebagai suatu usaha untuk memelihara, meningkatkan kemampuan, kapasitas maupun profesionalisme pegawai. Proses tersebut disebut dengan pengembangan pegawai” (Sulistiyani & Rosidah,2009:219). 14 B.Kreativitas 1. Pengertian Dalam era globalisasi saat ini, kreativitas merupakan pendukung kerja yang penting, karena kemajuan suatu negara sangat tergantung pada sumbangan kreatif yang berupa ide-ide baru dan teknologi baru dari masyarakat, menurut Jersild, Sawrey dan Telford (dalam Mulyani, 1987 : 15). Setiap individu memiliki potensi kreatif dalam bertingkah laku, yang secara luas dapat diartikan bahwa setiap orang mempunyai potensi kreatif dalam hal berpikir, bertindak serta berasa. Potensi kreatif ini berbeda dengan aktualisasi, kualitas, maupun kuantitasnya pada masing-masing orang, tergantung pada faktor-faktor tertentu, seperti halnya kontrol diri (Semiawan, 1983 : 29). Rogers (dalam Robert, 1975 : 9) berpendapat bahwa “Kreativitas merupakan gerakan kecenderungan manusia mengaktualisasikan dirinya sesuai kemampuan yang dimilikinya (1), untuk Rogers (1975) mendefinisikan “Kreativitas sebagai munculnya suatu hasil yang baru, berkembangnya satu sisi individual secara unik serta materi, kejadian, orangorang atau lingkungan hidup menjadi lain”. Selanjutnya Drevdah (dalam Medinnus dan Johnson 1996 : 23), menyatakan bahwa “Kreativitas merupakan kemampuan untuk mencipta karangan, hasil atau ide-ide baru yang sebelumnya tidak dikenal oleh pencipta, kemampuan ini merupakan aktivitas imajinatif atau berpikir sintesis, yang hasilnya bukan merupakan pembentukan kombinasi dari informasi yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman sebelumnya menjadi hal yang baru, harus berarti dan bermanfaat” (2) sedangkan Campbell (dalam Manguhardjana 1986 : 13) mengemukakan pendapatnya mengenai kreativitas. 15 Kreativitas merupakan suatu kegiatan yang mendatangkan hasil yang sifatnya baru atau novel, yang diartikan sebagai inovatif, belum ada sebelumnya, segar, menarik, aneh dan mengejutkan (3), berguna atau useful, yang diartikan sebagai lebih enak, lebih praktis, mempermudah, mendorong, mengembangkan, mendidik, memecahkan masalah, mengurangi hambatan, mengatasi kesulitan, mendatangkan hasil yang baik (4), dapat dimengerti atau understandable, yang diartikan hasil yang sama dapat dimengerti dan dapat dibuat di lain waktu, atau sebaliknya peristiwa-peristiwa yang terjadi begitu saja, tak dapat dimengerti, tak dapat diramalkan dan tak dapat diulangi (5). Selanjutnya Guilford (dalam Munandar, 1987 : 7) mengatakan bahwa “Kreativitas merupakan kemampuan berpikir divergen atau pemikiran menjajaki bermacam-macam alternatif jawaban terhadap suatu persoalan, yang sama benarnya”. Selanjutnya dilakukan penelitian mengenai kreativitas dengan menggunakan analisis faktor, ditemukan faktor penting yang merupakan sifat dari kemampuan berpikir kreatif, yaitu : a. Fluency of thinking atau kelancaran berpikir, yaitu banyaknya ide yang keluar dari pemikiran seseorang. b. Flexibility atau keluwesan, yaitu kemampuan untuk menggunakan bermacammacam pendekatan dalam mengatasi persoalan; orang yang kreatif adalah orang yang luwes dalam berpikir, mereka dengan mudah dapat meninggalkan cara berpikir lama dan menggantikan dengan cara berpikir yang baru. c. Elaboration, yaitu kemampuan dalam mengembangkan gagasan dan mengurai secara terinci. 16 d. Originality atau keaslian, yaitu kemampuan untuk mencetuskan gagasan asli. e. Redefinition, kemampuan untuk merumuskan batasan-batasan dengan melihat dari sudut lain daripada cara-cara yang lazim. Jadi kreativitas merupakan kemampuan untuk menampilkan alternatif dari apa yang sudah ada atau dari prosedur yang biasa dilakukan. Para ahli sepakat bahwa kreativitas adalah potensi yang pada dasarnya dimiliki oleh setiap orang, dalam derajat yang berbeda-beda (Semiawan, 1993). Meskipun telah disetujui bahwa kreativitas adalah konsep yang luas dan majemuk meliputi aspek kognitif dan non kognitif, tetapi penelitian yang membahas konsep ini lebih banyak menekankan pada keterkaitan antara kreativitas dengan aspek kognitif seperti inteligensi dan prestasi belajar (Kuwato, 1993). Munandar (1990) beranggapan bahwa “Untuk mengembangkan potensi kreatif, dibutuhkan usaha-usaha mengembangkan aspek non kognitif”. Salah satu aspek non kognitif tersebut adalah sifat-sifat dalam kepribadian seseorang. Banyak penelitian yang berkesimpulan bahwa aspek-aspek non-kognitif seperti sifat, minat dan tempramen, akan turut menentukan kualitas pelayanan seseorang. Latihan-latihan pengembangan aspek non-kognitif seperti berani mencoba sesuatu, berani mengambil resiko, usaha peningkatan minat dan motivasi berkreasi, pandai memanfaatkan waktu, serta kepercayaan diri dan harga diri akan sangat menentukan kreativitas. 2. Ciri-ciri dan Kepribadian Individu Kreatif Individu yang kreatif menunjukan ciri yang berbeda dalam hal motivasi, intelektual, dan kepribadian pada suatu bidang. Sejumlah studi yang membahas 17 mengenai pola kepribadian anak, remaja, maupun orang dewasa yang kreatif ditemukan bahwa tidak ada ciri yang tunggal yang secara khas terdapat pada orang kreatif, melainkan sejumlah ciri yang berhubungan yang disebut ciri pribadi kreatif (Hurlock, 1978). Kuwato (1993) mengatakan bahwa “Ciri pribadi kreatif di antaranya adalah : keberanian dalam mengambil resiko, sifat asertif (cara kerja yang cenderung pada tugas dan permasalahannya, bukan pada individu), mandiri dan independen, percaya diri, dan dorongan ingin tahu yang kuat”. Allport (dalam Suryabrata, 1983) mengatakan bahwa perbedaan ciri sifat antara satu orang dengan orang yang lain akan menyebabkan perbedaan cara penyesuaian terhadap lingkungan, misalnya cara pemecahan masalah. Pada individu yang menonjol kreativitasnya akan tampak beberapa ciri sifat yang menonjol yang berbeda dibandingkan individu yang kurang kreatif (Hurlock, 1978). Ciri tersebut diantaranya adalah sifat mandiri, keberanian mengambil resiko, minat yang luas, serta dorongan ingin tahu yang kuat. Individu yang kreatif adalah individu yang memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas dalam bentuk ingatan yang berupa data informasi atau kemampuan dalam memecahkan masalah. Data informasi merupakan sesuatu yang sudah dikenal sebelumnya dan yang dipelajari oleh individu selama hidupnya. Steiner (1992) mengemukakan pendapatnya mengenai sifat dari individu yang kreatif. Individu yang kreatif adalah individu yang : a. Memiliki kelancaran konseptual. Ia mampu menghasilkan sejumlah ide dengan cepat. b. Memiliki ide bersifat orisinal dan luar biasa. 18 c. Mempertimbangkan ide-ide atas dasar baik atau buruk ide tersebut, dan bukan atas dasar sumber ide, termotivasi oleh problem itu sendiri dan mengikutinya kemanapun arahnya. d. Menangguhkan Menggunakan penilaian banyak dan waktu menghindari untuk komitmen melaksanakan secara dini. analisis dan menerangkannya. e. Bersikap tidak otoriter, dalam arti mampu bersikap fleksibel, menerima impuls-impuls, dan eksplorasi tanpa disiplin. f. Bebas dalam hal penilaian. Kurang bersifat konformis. Kerapkali menyimpang dari ide-ide yang berlaku. Memandang diri sendiri berbeda dengan orang lain. g. Mempunyai kehidupan fantasi yang kaya dan pandangannya tentang realitas jelas. Gilmer (1978) berpendapat bahwa “Orang yang kreatif mampu untuk memotivasi diri, mereka tidak konvensional tetapi lebih senang untuk memperoleh ide-ide yang baru”. Munandar (1999) menyatakan bahwa individu yang kreatif senang dan tertarik pada tugas-tugas majemuk, mereka berani mengambil resiko untuk membuat kesalahan dan dikritik oleh orang lain, menghargai keindahan dan tidak mudah putus asa. Hurlock (1978) menyatakan beberapa ciri kepribadian kreatif, yaitu individualitas yang kuat, yang tercermin pada sifat mandiri, keberanian dalam mengambil resiko, minat yang luas, serta dorongan ingin tahu yang kuat. Ditambahkan bahwa kreativitas juga didukung oleh keterbukaan terhadap segala sumber yang dimilikinya, mempermainkan dan 19 mengolah sumber tersebut untuk mencari alternatif yang lain. Dapat dikatakan secara keseluruhan, kepribadian seseorang mempengaruhi daya kreativitasnya. Kemajuan di segala bidang serta informasi yang semakin pesat, menuntut pengembangan sumber daya secara maksimal. Pengembangan sumber daya manusia dimaksudkan agar membentuk seluruh kemampuan yang dimiliki oleh individu. Dengan demikian individu mampu untuk menghadapi tantangan jaman. Individu dituntut untuk mampu menyesuaikan diri, bergerak dengan cepat serta mampu untuk mencari alternatif baru dalam proses pemecahan masalah. Sehingga dalam mengantisipasi hal tersebut individu dituntut memiliki kemampuan untuk kreatif terhadap tantangan yang baru. Para ahli berpendapat bahwa individu yang kreatif memiliki kebebasan berpikir dan bertindak. Teori-teori yang membahas mengenai kreativitas menyebutkan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perbedaan kreativitas adalah faktor lingkungan dan faktor-faktor dalam diri seseorang, diantaranya faktor kepribadian. MacKinnon dan Barron (dalam Munandar, 1999) dalam penelitian mereka terhadap subjek yang dikategorikan kreatif, berkesimpulan bahwa perbedaan antara individu kreatif dan tidak kreatif adalah pada karakteristik tertentu dalam kepribadian mereka. Munandar (1999) pada penelitiannya memperoleh kesimpulan bahwa ciri-ciri sifat yang dapat dipelajari seperti minat, sikap, dan motivasi, mempunyai peran yang penting dalam hal produktivitas kreatif. Pada Penelitian sebelumnya disimpulkan bahwa individu yang memiliki ketekunan terhadap tugas serta penghayatan terhadap apa yang dikerjakan mampu menghasilkan karya-karya kreatif yang lebih banyak 20 dibandingkan mereka yang kurang tekun dan merasa cepat puas terhadap hasil kerja. Barron, MacKinnon, dan Roe (dalam Munandar 1999) dalam penelitian mereka menyimpulkan bahwa aspek kepribadian yang mendukung munculnya perilaku kreatif yaitu; keberanian menanggung resiko, energik, adanya dorongan untuk mengetahui lebih lanjut hal-hal yang belum jelas, terbuka dalam menyatakan pendapat, memiliki rasa keindahan, mandiri dalam sikap, daya imajinasi yang kuat, senang mencoba hal-hal yang baru, memiliki minat yang luas dan bebas. Barron (dalam Meeker, 1985) pada penelitiannya menemukan bahwa orang-orang kreatif menunjukan kelancaran dalam ucapan, ketrampilan tangan atau dalam pengungkapan gagasan. Individu yang memiliki kreatif motoris akan berbicara lewat keterampilan tangan mereka sebagai cara mengungkapkan gagasan, sedangkan kreatif alami akan menunjukkan bakat dan keluwesan dalam cara berpikir, yang disebut inspirasi. Individu yang kreatif menunjukan energi yang berlebih dan jadwal kerja yang menantang. Individu yang kreatif memiliki rasa percaya diri yang tinggi, mengembangkan kemampuan diri untuk tidak tergantung dan cenderung untuk menggunakan pendapat dan pertimbangannya sendiri, mampu menguasai diri dan mandiri. Potensi kreatif individu yang semula masih dalam diri menjadi teraktualisasi atau terwujudkan dalam perilaku, karena ada situasi yang aman dan bebas. Makna kebebasan dan keamanan dalam hal menyatakan pendapat, perasaan dan pikiran. Kebebasan tersebut berasal dari dirinya sendiri, termasuk di dalamnya kemampuan untuk mengendalikan diri dalam menarik alternatif yang 21 memungkinkan untuk mengaktualisasikan potensi kreatif yang dimiliki. Sehingga pada pemunculan proses kreativitas individu, perilaku yang bersifat mandiri sangat diperlukan (Mulyani, 1987). Pribadi mandiri tiada lain dibangun oleh pribadi yang penuh rasa percaya diri. Terbentuknya rasa percaya diri pada diri individu akan meningkatkan kualitas diri individu. Perkembangan kemampuan mengontrol diri pada individu berkenaan dengan kemasakan emosi. Individu dikatakan telah mencapai kemasakan emosi apabila ia mampu untuk melepaskan emosinya dengan cara yang bisa diterima dan pada waktu yang tepat. Kontrol emosi yang sehat akan mungkin dimiliki bila individu memiliki kekuatan ego (ego strength) yaitu suatu kemampuan untuk menahan diri dari terjadinya ledakan emosi bila ingin melakukan sesuatu atau mengesampingkan perasaaan bila itu yang diinginkannya (Hurlock, 1973). Meskipun tidak secara eksplisit, kehidupan emosional seseorang juga berpengaruh terhadap kreativitas. Emosi yang labil atau dinamis, seringkali membuat orang menjadi merasa cepat bosan, tidak suka untuk mengerjakan hal-hal yang sifatnya monoton, selalu menginginkan perubahan-perubahan, bersikap aktif, dan optimis. Cara berpikir individu terhadap stimulus dapat membedakan kemampuan mereka dalam mengontrol diri. Individu yang mempunyai kemampuan berpikir positif dalam menghadapi suatu situasi dengan stimulus tertentu, akan lebih mampu mengendalikan dirinya dan dapat meneruskan kegiatannya dalam situasi tersebut. Hal ini dimungkinkan karena berpikir positif meliputi ide-ide dan kreativitas, termasuk ide individu dalam membuat perencanaan ketika bertindak. Sehubungan dengan pernyataan tersebut, Mischel dkk. (dalam Kail dan Nelson, 22 1993) dalam penelitian mereka, menyimpulkan bahwa kemampuan individu untuk mengendalikan diri dipengaruhi oleh perencanaan yang baik dalam bertindak. Individu dapat melakukan berbagai usaha untuk mengendalikan dirinya dengan cara berusaha untuk tidak melihat stimulus, berusaha untuk tidak menyentuh stimulus atau melakukan kegiatan yang dapat mengalihkan perhatian dari stimulus. Usaha tersebut merupakan perilaku yang terencana dan efektif sehingga individu mampu mengontrol dirinya. 3.3. Proses Kreatif Kreativitas tidak hanya sekedar keberuntungan tetapi merupakan kerja keras yang disadari. Kegagalan bagi orang yang kreatif hanyalah merupakan variabel pengganggu untuk keberhasilan. Dia akan mencoba lagi, dan mencoba lagi hingga berhasil. Orang yang kreatif menggunakan pengetahuan yang kita semua memilikinya dan membuat lompatan yang memungkinkan, mereka memandang segala sesuatu dengan cara-cara yang baru. Gordon Dryden (2000: 185) dalam buku Revolusi Cara Belajar mengatakan bahwa ,” Suatu ide adalah kombinasi baru dari unsur-unsur lama. Tidak ada elemen baru. Yang ada hanyalah kombinasi-kombinasi baru.” Tony Buzan (2003: xix) dalam bukunya yang berjudul Head First mengatakan bahwa,” Kreativitas dahulu dianggap sebagai ”anugrah yang ajaib”, yang hanya dimiliki oleh segelintir orang. Sekarang kita tahu bahwa kecerdasan merupakan anugrah ajaib yang dimiliki semua orang. Menguraikan kekuatan kecerdasan kreatif hanyalah masalah memahami bagaimana melakukannya.” Sebagai manusia kita harus menyadari bahwa setiap manusia mempunyai potensi 23 untuk mengembangkan apa yang dianugrahkan kepadanya. Ginanjar (2002: 139) dalam bukunya ESQ mengatakan bahwa,” Dalam God Spot (titik tuhan) bersemayam dorongan (drive) seperti mencipta, kreatif, inovatif,dll. milik Tuhan. … Tetapi potensi-potensi dahsyat spiritual manusia itu sering kali tertutup atau ter”cover”. Itulah yang dimaksud tertutup atau terbelenggu, yakni ketika manusia menutupi dirinya sendiri. Selanjutnya, Gardner (2002: 58) dengan “Teori Multi Kecerdasan” mengatakan bahwa , “ IQ tidak boleh dianggap sebagai gambaran mutlak, suatu entitas tunggal yang tetap yang bisa diukur dengan tes menggunakan pensil dan kertas. Ungkapan yang tepat adalah bukan seberapa cerdas Anda, tetapi bagaimana Anda menjadi cerdas”. Dalam menunjang kreativitas maka diperlukan adanya kecerdasan. Setiap orang memiliki beberapa tipe kecerdasan. Gardner mendifinisikan “kecerdasan adalah kemampuan untuk memecahkan masalah atau menciptakan suatu produk yang bernilai dalam satu latar belakang budaya atau lebih”. Dengan kata lain kecerdasan dapat bervariasi menurut konteknya. Kreativitas tidak timbul serta-merta, tetapi melalui proses. Proses kreatif menurut Bobbi De Porter & Mike Hernacki (2001:301) dalam bukunya Quantum Learning mengalir melalui lima tahap, tahap-tahap tersebut sebagai berikut : a. Persiapan : Mendifinisikan masalah, tujuan, atau tantangan. b. Inkubasi : Mencerna fakta-fakta dan mengolahnya dalam pikiran. c. Iluminasi : Mendesak ke permukaan, gagasan-gagasan bermunculan. 24 d. Verifikasi : Memastikan apakah solusi itu benar-benar memecahkan masalah. e. Aplikasi : Mengambil langkah-langkah untuk menindaklanjuti solusi tersebut. C.Pelayanan Kata pelayanan berasal dari kata layanan yang berarti menolong menyediakan segala apa yang diperlukan oleh orang lain. Dalam kamus umum Bahasa Indonesia disebutkan bahwa kata pelayanan mempunyai arti : (i) Perbuatan melayani dan (ii) Perlakuan melayani. Sehingga bisa di katakan bahwa pelayanan adalah tingkat perbuatan dan atau perlakuan dengan cara melayani orang lain untuk memenuhi apa yang dibutuhkan. Menurut Kotler (2000 : 159) pelayanan merupakan seberapa produk atau jasa yang disediakan kepada pelanggan, meliputi kecepatan waktu, ketepatan dan perhatian selama proses layanan tersebut dilakukan (Kotler, 2000:159). Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Sebagaimana telah dikemukakan terdahulu bahwa pemerintahan pada hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat. Ia tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyaraakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama (Rasyid, 1998). 25 Karenanya birokrasi publik berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan layanan baik dan profesional. Pelayanan publik (public services) oleh birokrasi publik tadi adalah merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat di samping sebagai abdi negara. Pelayanan publik (public services) oleh birokrasi publik dimaksudkan untuk mensejahterakan masyarakat (warga negara) dari suatu negara kesejahteraan (welfare state). Pelayanan umum oleh Lembaga Administrasi Negara (1998) diartikan sebagai segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara/Daerah dalam bentuk barang dan atau jasa baik dalam rangka upaya kebutuhan masyarakat maupun rangka pelaksanaan ketentuan peraturan dalam perundang-undangan. Pelayanan publik dengan demikian dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Sementara itu, kondisi masyarakat saat ini telah terjadi suatu perkembangan yang sangat dinamis, tingkat kehidupan masyarakat yang semakin baik, merupakan indikasi dari empowering yang dialami oleh masyarakat (Thoha dalam Widodo, 2001). Hal ini berarti masyarakat semakin sadar akan apa yang menjadi hak dan kewajibannya sebagai warga negara dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Masyarakat semakin berani untuk mengajukan tuntutan, keinginan dan aspirasinya kepada pemerintah. Masyarakat semakin kritis dan 26 semakin berani untuk melakukan kontrol terhadap apa yang dilakukan oleh pemerintahnya. Dalam kondisi masyarakat seperti digambarkan di atas, birokrasi publik harus dapat memberikan layanan publik yang lebih profesional, efektif, sederhana, transparan, terbuka, tepat waktu, responsif dan adaptif serta sekaligus dapat membangun kualitas manusia dalam arti meningkatkan kapasitas individu dan masyarakat untuk secara aktif menentukan masa depannya sendiri (Effendi dalam Widodo, 2001). Arah pembangunan kualitas manusia tadi adalah memberdayakan kapasitas manusia dalam arti menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan krativitasnya untuk mengatur dan menentukan masa depannya sendiri. Pelayanan publik yang profesional, artinya pelayanan publik yang dicirikan oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan (aparatur pemerintah). Dengan ciri sebagai berikut : 1. Efektif, lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi tujuan dan sasaran; 2. Sederhana, mengandung arti prosedur/tata cara pelayanan diselenggarakan secara mudah, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta pelayanan; 3. Kejelasan dan kepastian (transparan), mengandung akan arti adanya kejelasan dan kepastian mengenai : a. Prosedur/tata cara pelayanan; 27 b. Persyaratan pelayanan, baik persyaratan teknis maupun persyaratan administratif; c. Unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan; d. Rincian biaya/tarif pelayanan dan tata cara pembayarannya; e. Jadwal waktu penyelesaian pelayanan. 4. Keterbukaan, mengandung arti prosedur/tata cara persyaratan, satuan kerja/pejabat penanggungjawab pemberi pelayanan, waktu penyelesaian, rincian waktu/tarif serta hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta; 5. Efisiensi, mengandung arti : a. Persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan yang berkaitan; b. Dicegah adanya pengulangan pemenuhan persyaratan, dalam hal proses pelayanan masyarakat yang bersangkutan mempersyaratkan adanya kelengkapan persyaratan dari satuan kerja/instansi pemerintah lain yang terkait. 6. Ketepatan waktu, kriteria ini mengandung arti pelaksanaan pelayanan masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan; 28 7. Responsif, lebih mengarah pada daya tanggap dan cepat menanggapi apa yang menjadi masalah, kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang dilayani; 8. Adaptif, cepat menyesuaikan terhadap apa yang menjadi tuntutan, keinginan dan aspirasi masyarakat yang dilayani yang senantiasa mengalami tumbuh kembang. Sedangkan menurut Basu Swasta (2000 : 26) terdapat 3 (tiga) hal yang dibutuhkan pelanggan / nasabah terhadap pelayanan yaitu : 1. Keberadaan pelayanan (Avability of Service), yaitu kecepatan petugas membantu konsumen ketika tiba untuk melaksanakan suatu janji. 2. Ketanggapan pelayanan yaitu lamanya waktu menunggu akan kecepatan pelayanan terhadap konsumen. 3. Profesionalisme yaitu sikap para karyawan ketika berhadapan dengan konsumen atau nasabah (Swasta, 2000 : 26). Berdasarkan pendapat diatas, maka pelayanan merupakan hal penting dalam meningkatkan jumlah nasabah, karena dengan pelayanan dan profesionalisme yang baik dari karyawan akan mempengaruhi jalannya kegiatan usaha untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Maka untuk melihat dan menganalisanya di tentukan berdasarkan 5 (lima) dimensi jasa, yaitu : a) Reliability, yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan janji yang diberikan atau ditawarkan. b) Responsiveness, yaitu respon karyawan dalam membantu dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap. 29 c) Assurance, meliputi kemampuan karyawan atas pengetahuan produk secara cepat, kualitas keramahtamahan, perhatian dan kesopanan dalam memberikan informasi, kemampuan dalam memberikan keamanan di dalam memanfaatkan jasa yang ditawarkan, dan kemampuan dalam menanamkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan. d) Emphaty, yaitu perhatian secara individual yang diberikan perusahaan kepada pelanggan seperti kemudahan untuk menghubungi perusahaan, kemampuan karyawan untuk berkomunikasi dengan pelanggan dan usaha perusahaan untuk memahami keinginan dan kebutuhan pelanggan. e) Tangibles, yaitu berupa penampilan fisik seperti gedung dan ruangan front office, tersedianya tempat parkir, kebersihan, kerapian dan kenyamanan ruangan, dan kelengkapan peralatan komunikasi. Dari penelitian sebelumnya bahwa menurut (Ratminto & Atik, 2005:18) dalam Keputusan MENPAN No. 63/2003, bahwa pelayanan adalah segala bentuk layanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan usaha Milik Daerah dalam bentuk barang dan atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundangundangan. Definisi tersebut memberikan pemahaman yang berarti bahwa dalam proses pelayanan pemerintah, terjadi interaksi antara dua kepentingan, yaitu instansi lembaga ( BUMB/BUMD) dengan masyarakat atau pengguna layanan. Kedua kepentingan tersebut mempunyai posisi tawar menawar, yang 30 pada akhirnya diharapkan mampu memberikan nilai positif bagi kedua belah pihak. Menurut Moenir (2002) bahwa keberhasilan sebuah pelayanan dalam lembaga pemerintah sangat tergantung pada beberapa faktor yang mendukung. Masing-masing faktor mempunyai peranan yang berbeda, akan tetapi saling berpengaruh dan mempunyai kontribusi tercipatanya sebuah pelayanan yang memuaskan.Faktor pendukung itu antara lain: 1. Faktor Kesadaran. Faktor ini mengarah pada keadaan jiwa seseorang yang merupakan titik temu dari berbagai pertimbangan sehingga diperoleh suatu keyakinan, ketenangan, ketetapan hati dan keseimbangan jiwa untuk melakukan sesuatu hal. 2. Faktor aturan Aturan akan menuntun seseorang berperilaku sesuai yang diharapakan 3. Faktor organisasi. Faktor ini dilihat dari aspek mekanisme kerja yang terorganisir. Dalam organisasi diperlukan faktor pendukung supaya mekanisme kerja dapat berjalan lancar, antara lain adanya sistem yang jelas dan pasti, struktur organisasi yang mapan, prosedur yang dapat dipahami oleh semua pihak pelaksana, metode yang dapat diterapkan. 4. Faktor pendapatan Pendapatan harus sesuai dengan beban kerja yang menjadi kewajiban pegawai, Tuntutan organisasi harus seimbang sesuai dengan gaji/upah yang diterima pegawai. 31 5. Faktor Kemampuan Kemampuan pegawai merupakan titik ukur sejauh mana mereka mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat. Ini merupakan pemikiran yang tidak terpisah dengan seluruh komponen organisasi. 6. Faktor sarana dan prasarana Berbagai jenis peralatan kerja dan perlengkapannya yang menjadikan sebuah pelayanan menjadi baik, yang pada akhirnya berfungsi dalam: a). Mempercepat proses pelaksanaan pekerjaan b). Meningkatkan produktivitas c). Ketepatan kerja d). Menumbuhkan rasa nyaman bagi yang mempunyai kepentingan e). Menimbulkan rasa puas bagi yang berkepntingan D.Faktor- faktor Pendukung dan Penghambat Kreativitas Pegawai 1. Faktor Pendukung Faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas menurut Munandar (1999:15) adalah “Kemampuan berpikir dan sifat kepribadian yang berinteraksi dengan lingkungan tertentu. Faktor kemampuan berpikir terdiri dari kecerdasan (inteligensi) dan pemerkayaan bahan berpikir berupa pengalaman dan ketrampilan”. Faktor kepribadian terdiri dari ingin tahu, harga diri dan kepercayaan diri, sifat mandiri, berani mengambil resiko dan sifat asertif. Faktor individu yang mendukung berkembangnya kreativitas adalah keterbukaan individu terhadap pengalaman di sekitarnya, kemampuan untuk mengevaluasi 32 hasil yang diciptakan dan kemampuan untuk menggunakan elemen dan konsep yang ada. Ditambahkan bahwa yang membedakan kreativitas antara individu dengan individu yang lain adalah perbedaan aspek internal individu dan aspek eksternalnya. Faktor internal individu menurut Rogers (1995) bahwa kondisi internal yang memungkinkan timbulnya proses kreatif adalah : a. Keterbukaan terhadap pengalaman, terhadap rangsangan-rangsangan dari luar maupun dari dalam (firasat, alam pra sadar). Keterbukaan terhadap pengalaman adalah kemampuan menerima segala sumber informasi dari pengalaman hidupnya sendiri dengan menerima apa adanya, tanpa ada usaha defense, tanpa kekakuan terhadap pengalaman-pengalaman tersebut dan keterbukaan terhadap konsep secara utuh, kepercayaan, persepsi dan hipotesis. Dengan demikian individu kreatif adalah individu yang mampu menerima perbedaan. b. Evaluasi internal, yaitu bahwa pada dasarnya penilaian terhadap produk ciptaan seseorang terutama ditentukan oleh diri sendiri, bukan karena kritik dan pujian dari orang lain. Walaupun demikian individu tidak tertutup dari kemungkinan masukan dan kritikan dari orang lain. c. Kemampuan untuk bermain dan bereksplorasi dengan unsur-unsur, bentukbentuk, konsep-konsep. Kemampuan untuk membentuk kombinasi dari halhal yang sudah ada sebelumnya. Sprinthall (dalam Munandar 1999 : 27) mengatakan bahwa “Di samping faktor lingkungan yang mampu menerima dan mendorong individu untuk selalu 33 mencoba alternatif dari apa yang selama ini telah diketahui, maka individu kreatif juga dituntut untuk memiliki pengetahuan dan kemampuan mengolah segala apa yang telah dimilikinya untuk mencapai tujuan yang telah ditentukannya”. Kemampuan menguasai pengetahuan sangat ditentukan oleh kemampuan inteligensi. Inteligensi merupakan kemampuan untuk belajar secara luas. Untuk mencari jawaban atas permasalahan atau untuk menampilkan alternatif dari apa yang sudah ada atau dari prosedur yang biasa, sangat ditentukan oleh pengetahuan subjek tentang apa-apa yang dapat dilakukan dan cara yang biasa dilakukan sebelumnya. Pengetahuan ini membutuhkan penguasaan terhadap materi yang ada dan permasalahan yang dihadapi. Dapat dikatakan bahwa untuk dapat menampilkan gagasan-gagasan individu dituntut memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai materi yang dihadapi. Ini berarti diperlukan kemampuan menyerap pengetahuan yang memadai. Kreativitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi cara individu dalam mengambil keputusan. Keputusan yang kreatif penting untuk kelangsungan efektivitas organisasi, karena keberadaannya berpengaruh langsung terhadap produktivitas, memberi sumbangan dalam riset dan strategi pemunculan produk baru atau bidang-bidang lain. Keputusan kreatif seringkali baru dan berbeda dari apa yang berlaku, namun tidak bersifat eksentrik, menurut Campbell (dalam Mangunhardjana, 1986 : 17) Para ahli mencoba merumuskan pengertian dalam melakukan pertimbangan dan pengambilan keputusan. Diantaranya adalah Stoner (1982) yang mendefinisikan bahwa “Pengambilan keputusan merupakan kegiatan memilih satu atau lebih dari sejumlah alternatif untuk mencari penyelesaian suatu 34 masalah tertentu”. Dalam organisasi-organisasi yang berorientasi pada tugas, aktivitas pemecahan masalah kerapkali dinamakan pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan bersifat fundamental bagi kehidupan manusia dan perilaku organisasi karena merupakan alat untuk melaksanakan pengawasan terhadap individu yang bekerja. Herbert (1977) merumuskan tiga fase pokok dalam proses pengambilan keputusan, yaitu : a. Aktivitas intelijen. Dengan meminjam istilah “intelejen” dari kaum militer, maka fase inisial ini terdiri dari tindakan meneliti lingkungan untuk menemukan kondisi-kondisi yang mengharuskan adanya keputusan. b. Aktivitas disain. Pada fase kedua ini, terjadi tindakan : menemukan (penemuan), mengembangkan dan menganalisa tindakan-tindakan yang akan dilakukan. Aktivitas pilihan. fase ketiga dan yang terakhir adalah pilihan sebenarnya dimana orang memilih kelompok tindakan-tindakan dari alternatif yang tersedia. Aspek eksternal (lingkungan) yang memungkinkan tumbuh dan berkembangnya kreativitas adalah lingkungan kebudayaan yang mengandung keamanan dan kebebasan psikologis. Kreativitas muncul dari kualitas dan keunikan. 2. Faktor Penghambat Kreativitas Pegawai a. Kepemimpinan Secara umum pemimpin dalam kelompok adalah bertanggung jawab dalam menggerakkan aktivitas dan motivasi anggota kelompok untuk mencapai 35 tujuan bersama. Pemimpin bertanggung jawab atas seluruh aktivitas staffing, trainning & aktivitas lain (Mintzberg). Setiap jaman memiliki pemimpin besar. Perubahan sosial terjadi karena para pemimpin besar memulai & memimpin perubahan & menghalangi orang lain yang berusaha membawa masyarakat kearah yang berlawanan (James, 1980). Kepemimpian dipengaruhi oleh situasi dimana faktor-faktor tertentu dari situasi menentukan ciri-ciri pemimpin yang sesuai untuk situasi tersebut. Munculnya pemimpin dalam suatu organisasi tergantung pada aspek karakteristik birokrasi, organisasi informal, karakteristik hubungan antara atasan bawahan, rancangan tugas yang memungkinkan individu mencapai aktualisasi diri dan aspek kesesuaian antara sasaran organisasi dengan sasaran individual para anggotanya (Bennis, 1981). Kepemimpinan dihasilkan oleh ciri kepribadian pemimpin, karakteristik kelompok dan anggotanya dan kejadian yang dihadapi pada saat itu (Case, 1993). b. Kebijakan Kepegawaian Dari berbagai fenomena penolakan masyarakat terhadap aturan maupun kebijakan pemerintah khususnya dalam bidang kepegawaian, permasalahan yang muncul adalah bagaimana sebenarnya aturan dan kebijakan yang baik, aturan dan kebijakan yang mampu merespons keinginan masyarakat. Leopold Pospisil dalam bukunya yang berjudul Anthropological of Law, menyebutkan bahwa aturan atau kebijakan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu Authorian law dan Common Law. 36 Authorian Law adalah hukum yang dibuat oleh penguasa. Hukum ini mempunyai sifat statis dan nilai keadilannya besifat subyektif, tergantung dari frame penguasa melihat. Sebaliknya Common law dalah hukum yang hidup dalam masyarakat. Secara empiris hukum ini dikenal dengan hukum adat. Hukum adat dibentuk berdasarkan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Nilai adil dan benar, baik dan buruk, adalah berdasarkan pada nilai-nilai individu anggota masyarakat yang terakumulasi dalam satu nilai masyarakat secara keseluruhan. Sehingga common law merupakan aturan yang bersifat dinamis dan mempunyai obyektifitas dalam melihat fenomena adil, benar, salah, baik, buruk, jahat dan lainnya. Pendapat senada disampaikan oleh Sudikno Mertokusumo (1994) yang menyatakan bahwa “keberlakuan suatu aturan hukum atau kebijakan didasarkan pada tiga hal penting yaitu philosophisce geltung, jurisdische geltung dan sosiologische geltung”. Philosophische geltung menyatakan bahwa aturan hukum akan berlaku apabila memenuhi syarat filosofis. Di negara kita dasar falsafah adalah Pancasila, sehingga semua produk hukum dan kebijakan harus didasarkan pada Pancasila. Jurisdische geltung menyatakan bahwa suatu aturan hukum atau kebijakan mempunyai kekuatan berlaku apabila memenuhi peryaratan yuridis yaitu dibuat oleh pejabat atau lembaga yang berwenang sesuai prosedur yang berlaku. Sosiologische geltung menyatakan bahwa suatu aturan hukum atau kebijakan mempunyai kekuatan berlaku apabila dapat diterima oleh masyarakat. Dua pendapat ini setidaknya memberikan sedikit arahan bagaimana suatu aturan atau 37 kebijakan yang baik itu dibuat. Dalam hal pembuatan aturan dan kebijakan di bidang kepegawaian dalam upaya meminimalisasi resistensi masyarakat perlu memperhatikan aspirasi masyarakat khususnya masyarakat Pegawai Negeri Sipil. Ini artinya komunikasi pejabat yang berwenang dengan Pegawai Negeri Sipil harus intens dilakukan. Sehingga pembuatan aturan dan kebijakan tidak saja dari atas ke bawah (top down) tetapi juga dari bawah ke atas (bottom up). Menurut Charles Prather, dalam bukunya Blueprint for Innovation, meskipun kreativitas dan inovasi sangat dihargai di banyak perusahaan, namun hal tersebut tidak selalu dikomunikasi kepada para pegawainya. Perusahaan bahkan seringkali tidak memberikan ruang gerak bagi para pekerjanya untuk berkreasi dan berinovasi. Hambatan lain yang mengganggu kreativitas adalah jika pekerjaan yang kita jalani tidak sesuai dengan minat dan bakat yang kita miliki. Selain itu gaya kreativitas yang dimiliki tidak “match” dengan tuntutan pekerjaan sehari-hari. Contoh: gaya kreativitas Anda adalah sebagai “agent of change” tetapi pekerjaan Anda lebih bersifat rutin, mekanistik dan menuntut anda untuk melakukannya sesuai dengan aturan atau prosedur yang sudah baku. Hambatan lain datang dari unsur psikologis. Untuk menjadi kreatif seseorang harus berani untuk dinilai aneh oleh orang lain. Lihat saja para penemu dan seniman-seniman besar yang pada saat menciptakan karyanya seringkali dianggap “gila”. Nah, karena itu tidak semua pegawai siap untuk berbeda pendapat/ide dengan orang lain meskipun ide tersebut kemudian terbukti benar. Pola pendidikan kita yang kurang mendorong 38 adanya variasi atau perbedaan pendapat juga sangat mendukung kurangnya kreativitas pegawai. E.Penelitian Terdahulu Mangkunegara (2011) dalam penelitiannya dengan judul menghargai kreativitas karyawan menyimpulkan bahwa kreativitas bisa datangnya tiba-tiba atau didesain. Karena itu ketika ide timbul maka mereka yang kreatif segera mengolah misteri itu dalam bentuk nyata. tidak terpesona dengan misterinya. Cara mengolahnya diawali dengan mengendalikan misteri ke dalam pemikiranpemikiran maju. Dengan kata lain bahwa misteri mendorong seseorang untuk berbuat sesuatu yang lebih baik. Itulah kreativitas namanya. Semua itu bisa lahir dari manajer dan bahkan karyawan. Kreativitas karyawan akan semakin terbuka lagi kalau ada unsur rangsangan dari luar. Bentuk rangsangan adalah paling tidak perhatian dari manajernya dalam mendorong karyawan untuk terus mengembangkan kreativitas sekalipun bentuknya sangat sederhana. Usulan kepada manajer untuk diadakannya diskusi tentang mutu produk, penciptaan model distribusi pemasaran dan pelayanan prima adalah beragam contoh tentang kreativitas. Oleh karena itu, manajer harus mampu menangkap sinyal-sinyal potensi yang dimiliki karyawannya. Bahkan harus proaktif untuk membuka peluang mereka dalam mengembangkan kreativitasnya. Sebab maju mundurnya suatu perusahaan salah satunya sangat ditentukan oleh mutu karyawannya. Bentuk penghargaan pada karyawan bisa dimulai dari ucapan terimakasih dan dorongan moril manajer hingga dalam bentuk “award”. Bentuknya bisa berupa pemberian 39 penghargaan uang, trophy, piagam, dan bahkan kompensasi kenaikan golongan dan gaji serta membuka peluang untuk mengikuti pendidikan lanjutan. Diharapkan penghargaan tersebut dapat memotivasi karyawan untuk berinovasi. Sementara itu perusahaan perlu menciptakan suasana persaingan sehat di kalangan karyawan. Fenomena dorongan untuk berlomba di kalangan karyawan dalam penciptaan inovasi mencerminkan bahwa perusahaan telah mampu membangun model pengembangan mutu sumberdaya manusia yang berkelanjutan. Hasil penelitian lainnya yang di lakukan oleh Setyowidodo (2000) mengemukakan bahwa ada pengaruh antara pemikiran kreatif dan perilaku inovatif terhadap kinerja sumber daya manusia. Penelitian ini menggunakan metode survey explanatory berfokus pada populasi karyawan PT X di Jakarta. Teknik sampling yang digunakan adalah probability sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan observasi, wawancara, dan kuesioner yang validitas dan reliabilitas telah diuji. Data dianalisis dengan menggunakan metode SEM (Structural Equation Model) dengan menggunakan program perangkat lunak LISREL 8.30. Hasil penelitian ini selanjutnya mengilhami produktivitas SDM non keuangan. Dari tiga indikator produktivitas SDM non finansial yang disebutkan di atas, hasil penelitian menunjukkan bahwa kepuasan karyawan merupakan faktor dominan dalam variabel produktivitas SDM non keuangan. Penelitian telah menguji bahwa peran manajemen adalah pengaruh yang sangat kuat terhadap pertumbuhan pemikiran kreatif dan perilaku inovatif. Indikator inovatif, menyatakan bahwa usaha manajemen untuk menciptakan semangat kewirausahaan rendah. Kedua indikator berkontribusi untuk membangun nilai 40 rata-rata total Wirausaha Praktek dan Wirausaha Kebijakan, namun kontribusi untuk yang pertama disebutkan adalah lebih rendah daripada kontribusi untuk yang kedua tersebut. Kita dapat mengatakan bahwa di tingkat manajerial, kepuasan karyawan terjadi karena fakta bahwa mereka memiliki keterlibatan karyawan pada pembuatan kebijakan, tetapi tidak ada realisasi belum ide-ide di lapangan. Ardani (2010) dalam penelitiannya mengenai pengembangan kreativitas usaha kafé tenda dan warung Lesehan melalui pelayanan prima sebagai upaya berwiraswasta untuk mengatasi pengangguran di kota Malang menyimpulkan bahwa kreativitas dalam pemberian pelayanan terbaik (pelayanan prima) bagi konsumen akan meningkatkan pendapatan. Untuk lebih jelasnya hasil penelitian terdahulu akan diuraikan dalam tabel dibawah ini; No Nama Peneliti 1. Syafri Mangkunegara 2. Urif Setyowidodo 3. Tristiadi Ardi Ardani Judul Hasil Menghargai kreativitas karyawan. Pengaruh antara pemikiran kreatif dan perilaku inovatif terhadap kinerja sumber daya manusia. Pengembangan kreativitas usaha kafé tenda dan warung Lesehan melalui pelayanan prima. Kreativitas bisa datangnya tiba-tiba atau didesain Ada pengaruh antara pemikiran kreatif dan perilaku inovatif terhadap kinerja sumber daya manusia. Bahwa kreativitas dalam pemberian pelayanan terbaik (pelayanan prima) bagi konsumen akan meningkatkan pendapatan. Ket. 41 Jadi menurut peneliti bahwa yang lebih cenderung diikuti oleh peneliti adalah hasil penelitian yang dikemukakan oleh Setyowidodo dimana hasil penelitiannya bahwa ada pengaruh antara pemikiran kretif dan prilaku inovatif terhadap kinerja sumber daya manusia, hal ini ada kaitannya dengan judul penelitian peneliti yaitu kreatifitas pegawai dalam pelayanan perizinan di kantor pelayanan perizinan terpadu. Jadi antara pemikiran kreatif dan kreatifitas muaranya adalah perilaku yang inovatif. F.Kerangka Pikir Penelitian Penyediaan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat saat ini merupakan salah satu kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap pemerintah daerah. Bahkan dapat dikatakan bahwa keberhasilan pemerintah dalam memberikan pelayanan publik kepada masyarakat merupakan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan. Tuntutan tersebut semakin terasa dengan diberikannya kewenangan yang lebih luas bagi pemerintah kabupaten/kota seiring dengan diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang telah diperbaharui dengan UU 32 Tahun 2004. Penetapan dan penerapan program yang berorientasi pada kreativitas pelayanan perizinan merupakan strategi Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Salah satu upaya untuk meningkatkan kreativitas pelayanan dilakukan dengan menggali berbagai strategi berdasarkan konsep dan teori yang diterapkan diberbagai unit pelayanan, dengan menekankan pada prinsip kreativitas pegawai di KPPT Kabupaten Gorontalo Utara. 42 Berdasarkan hal tersebut, peneliti menyusun kerangka konseptual penelitian yang dibuat dalam bentuk gambar kerangka pemikiran sebagai berikut; MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN & PELATIHAN PENGEMBANGAN SDM PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN PEMBINAAN CARA KERJA FAKTOR PENDUKUNG : 1. KETERBUKAAN TERHADAP PENGALAMAN 2. EVALUASI HASIL 3. KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIVITAS FAKTOR PENGHAMBAT : 1. KEPEMIMPINAN 2. KEBIJAKAN KEPEGAWAIAN 3. SISTEM PENILAIAN Gambar 1, Alur Kerangka Pikir PELAYANAN