BAB II TINJAUAN TEORITIS A.Manajemen Sumber Daya Manusia

advertisement
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.Manajemen Sumber Daya Manusia
Setiap organisasi membutuhkan sumber daya, baik sumber daya manusia
maupun sumber daya non manusia seperti yang dikemukakan oleh Gomes
(2001:1), bahwa sumber daya dalam organisasi bisa dikelompokan atas dua
macam, yakni : (1) Sumber daya manusia (human resource), dan (2) Sumber daya
non-manusia (non-human resource). Yang termasuk dalam kelompok sumber
daya non-manusia antara lain modal, mesin, teknologi, bahan-bahan (material)
dan lain-lain.
Untuk memiliki sumber daya manusia yang dibutuhkan oleh organisasi,
diperlukan
manajemen sumber daya manusia (MSDM), sebagai upaya
mendapatkan dan menghimpun tenaga kerja yang mempunyai kualitas dan dapat
bekerja secara efisien. Menurut Fathoni (2006:142), upaya tersebut merupakan
tahap yang sangat menentukan dalam kehidupan organisasi, terutama manakala
terdapat tenaga kerja yang mempunyai sifat kepribadian dan mempunyai
kemampuan/keterampilan kerja yang kurang menunjang bagi pelaksanaan
organisasi.
Oleh Hasibuan (2002:27), disebut dengan pengadaan (procurement),
adalah fungsi operasional pertama Manajamen Sumber Daya Manusia (MSDM).
Dijelaskan, pengadaan pegawai sebagai tenaga kerja merupakan masalah penting,
sulit dan kompleks karena untuk mendapatkan dan menempatkan orang-orang
10
yang kompeten, serasi, serta efektif tidaklah semudah membeli dan menempatkan
mesin. Pegawai sebagai tenaga kerja adalah aset utama organisasi yang menjadi
perencana dan pelaku aktif setiap aktivitas organisasi. Mereka mempunyai
pikiran, perasaan, keinginan, status, dan latar belakang pendidikan, usia dan jenis
kelamin yang heterogen yang dibawa ke dalam organisasi. Pegawai bukan mesin,
uang, dan material yang sifatnya pasif dan dapat dikuasai serta diatur sepenuhnya
dalam mendukung tercapainya tujuan organisasi.
Dalam konsep manajemen SDM, menurut Purwoko (2008:5) “Pengadaan
tenaga kerja merupakan proses pengelolaan yang lebih memperhatikan manusia
sebagai aset potensial daripada hanya sebagai variabel biaya”. Manajemen SDM
melibatkan semua keputusan dan tindakan manajemen yang mempengaruhi sifat
hubungan antara organisasi dan pegawai sebagai sumber daya organisasi.
Hasibuan (2002:10) mengemukakan pula bahwa “Manusia selalu berperan
aktif dan dominan dalam setiap kegiatan organisasi karena manusia menjadi
perencana, pelaku, dan penentu terwujudnya tujuan organisasi. Tujuan tidak
mungkin tewujud tanpa peran aktif karyawan meskipun alat yang dimiliki
organisasi begitu canggihnya”.
Selanjutnya, Sedarmayanti (2004:136-137) mengemukakan pula bahwa
“Sumber daya manusia (SDM) dipandang semakin besar peranannya bagi
kesuksesan suatu organisasi, maka banyak organisasi semakin menyadari bahwa
unsur "manusia " dalam organisasi dapat memberi keunggulan bersaing”. "Manusia" sebagai unsur sumber daya manusia telah memberi serta mempengaruhi
kesuksesan dan persaingan dari suatu organisasi. Manajemen sumber daya
11
manusia berhubungan dengan sistem rancangan formal dalam suatu organisasi
untuk menentukan efektivitas dan efisiensi dilihat dari bakat seseorang untuk
mewujudkan sasaran suatu organisasi. Manajemen sumber daya manusia dalam
suatu organisasi mencakup perekrutan, kompensasi, pelatihan dan pengembangan,
serta lainnya.
Demikian pula menurut Matheus & Sulistiyani (2004:47), tidak lebih
sebagai serangkaian aktivitas yang dilakukan dalam pengelolaan SDM.
Serangkaian aktivitas tersebut dilakukan secara berkelanjutan, sehingga tercipta
SDM yang mampu mendukung organisasi. Dengan demikian ada jaminan bagi
kemajuan dan perkembangan organisasi secara menyeluruh.
Berkaitan dengan hal tersebut, fungsi manajemen SDM harus dievaluasi
dan direkayasa sehingga tiap individu dapat memberi kontribusi untuk kinerja
yang unggul dan kompetitif. Pada kebanyakan organisasi, kinerja lebih tergantung
kepada kinerja individu, dan banyak cara untuk memikirkan tentang jenis kinerja
yang dibutuhkan karyawan untuk suatu organisasi agar dapat berhasil, diantaranya
menurut Sedarmayanti (2004:137) ada tiga elemen kunci yaitu:
1. Produktivitas : Diukur dari jumlah output per tenaga kerja, peningkatan
tanpa henti pada produktivitas telah menjadi kompetisi global.
Produktivitas tenaga kerja di sebuah organisasi sangat dipengaruhi oleh
usaha, program dan sistem manajemen.
2. Kualitas : Kualitas suatu barang maupun jasa akan sangat mempengaruhi
kesuksesan jangka panjang organisasi. Jika suatu organisasi mempunyai
reputasi menyediakan barang maupun jasa yang buruk kualitas, hal ini
12
akan mengurangi perkembangan dan kinerja organisasi tersebut.
3. Pelayanan : Sumber Daya Manusia sering kali terlibat pada proses
produksi barang atau jasa, manajemen Sumber Daya Manusia harus
diikutsertakan pada saat merancang proses operasi. Pemecahan masalah
harus melibatkan semua karyawan, tidak hanya manajer, dimana proses
tersebut sering kali membutuhkan perubahan pada budaya perusahaan,
gaya kepemimpinan, dan kebijakan dan praktik Sumber Daya Manusia.
Semua orang yang beraktivitas dalam organisasi disebut sebagai sumber
daya manusia. Manajemen sumber daya manusia (MSDM) berkaitan dengan
berbagai kegiatan organisasi seperti seleksi calon pegawai, penerimaan, pelatihan,
dan pengembangan, penggajian, evaluasi, promosi pegawai, dan pemutusan
hubungan kerja. Dengan demikian di dalam MSDM terdapat proses panjang untuk
mendapatkan, mengembangkan, membina, mengevaluasi pegawai, dan apabila
sudah mencapai batasan tertentu dilepaskan kembali sesuai dengan ketentuan dan
prosedur yang berlaku. Semua aktivita MSDM berada dalam konteks organisasi
yang secara sadar dan berencana ingin meningkatkan kinerjanya (Sulistiyani &
Rosidah,2009:35).
Dalam rangka itu, manajemen sumber daya manusia (MSDM) adalah
kebijakan dan praktik menentukan aspek ”manusia” atau sumber daya manusia
dalam posisi manajemen, termasuk merekrut, menyaring, melatih, memberi
penghargaan dan penilaian (Sedarmayanti,2009:13). Dijelaskan bahwa, tujuan
manajemen sumber daya manusia secara umum adalah untuk memastikan bahwa
organisasi mampu mencapai keberhasilan melalui orang. Sistem manajemen
13
sumber daya manusia dapat menjadi sumber kapabilitas organisasi yang
memungkinkan perusahaan atau organisasi dapat belajar dan mempergunakan
kesempatan untuk memperoleh peluang baru.
Para pakar sumber daya manusia (SDM) mengandalkan optimalisasi
penggunaan SDM sebagai kunci keunggulan kompetitif bagi organisasi.
Persoalannya
adalah
bagaimana
membentuk
kompetensi-kompetensi
dan
komitmen karyawan baik secara individu atau kelompok guna memenuhi
kebutuhan-kebutuhan organisasi dan mengintegrasikan kompetensi-kompetensi
tersebut ke dalam proses bisnis dan sistem manajemen yang dijalankan organisasi.
Kualitas dan karakteristik pegawai yang diperlukan oleh organisasi pada
hakikatnya tidak terlepas dari tantangan-tantangan bersaing yang akan dihadapi
oleh organisasi sekarang maupun di masa yang akan datang. Karena itu, praktekpraktek manajemen sumber daya manusia (MSDM) harus mampu membentuk
kualitas kemampuan dan komitmen sumber daya manusia (SDM) yang sesuai
dengan karakteristik perusahaan atau organisasi baik melalui pendekatan lunak
maupun pendekatan keras (Alwi, 2001:45-46).
”Proses manajemen sumber daya manusia (MSDM) sebagai suatu usaha untuk
memelihara, meningkatkan kemampuan, kapasitas maupun profesionalisme
pegawai. Proses tersebut disebut dengan pengembangan pegawai” (Sulistiyani &
Rosidah,2009:219).
14
B.Kreativitas
1. Pengertian
Dalam era globalisasi saat ini, kreativitas merupakan pendukung kerja
yang penting, karena kemajuan suatu negara sangat tergantung pada sumbangan
kreatif yang berupa ide-ide baru dan teknologi baru dari masyarakat, menurut
Jersild, Sawrey dan Telford (dalam Mulyani, 1987 : 15). Setiap individu memiliki
potensi kreatif dalam bertingkah laku, yang secara luas dapat diartikan bahwa
setiap orang mempunyai potensi kreatif dalam hal berpikir, bertindak serta berasa.
Potensi kreatif ini berbeda dengan aktualisasi, kualitas, maupun kuantitasnya pada
masing-masing orang, tergantung pada faktor-faktor tertentu, seperti halnya
kontrol diri (Semiawan, 1983 : 29). Rogers (dalam Robert, 1975 : 9) berpendapat
bahwa
“Kreativitas
merupakan
gerakan
kecenderungan
manusia
mengaktualisasikan dirinya sesuai kemampuan yang dimilikinya (1),
untuk
Rogers
(1975) mendefinisikan “Kreativitas sebagai munculnya suatu hasil yang baru,
berkembangnya satu sisi individual secara unik serta materi, kejadian, orangorang atau lingkungan hidup menjadi lain”. Selanjutnya Drevdah (dalam
Medinnus dan Johnson 1996 : 23), menyatakan bahwa “Kreativitas merupakan
kemampuan untuk mencipta karangan, hasil atau ide-ide baru yang sebelumnya
tidak dikenal oleh pencipta, kemampuan ini merupakan aktivitas imajinatif atau
berpikir sintesis, yang hasilnya bukan merupakan pembentukan kombinasi dari
informasi yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman sebelumnya menjadi hal
yang baru, harus berarti dan bermanfaat” (2) sedangkan Campbell (dalam
Manguhardjana 1986 : 13) mengemukakan pendapatnya mengenai kreativitas.
15
Kreativitas merupakan suatu kegiatan yang mendatangkan hasil yang sifatnya
baru atau novel, yang diartikan sebagai inovatif, belum ada sebelumnya, segar,
menarik, aneh dan mengejutkan (3), berguna atau useful, yang diartikan sebagai
lebih enak, lebih praktis, mempermudah, mendorong, mengembangkan, mendidik,
memecahkan masalah, mengurangi hambatan, mengatasi kesulitan, mendatangkan
hasil yang baik (4), dapat dimengerti atau understandable, yang diartikan hasil
yang sama dapat dimengerti dan dapat dibuat di lain waktu, atau sebaliknya
peristiwa-peristiwa yang terjadi begitu saja, tak dapat dimengerti, tak dapat
diramalkan dan tak dapat diulangi (5).
Selanjutnya Guilford (dalam Munandar, 1987 : 7) mengatakan bahwa
“Kreativitas merupakan kemampuan berpikir divergen atau pemikiran menjajaki
bermacam-macam alternatif jawaban terhadap suatu persoalan, yang sama
benarnya”. Selanjutnya dilakukan penelitian mengenai kreativitas dengan
menggunakan analisis faktor, ditemukan faktor penting yang merupakan sifat dari
kemampuan berpikir kreatif, yaitu :
a. Fluency of thinking atau kelancaran berpikir, yaitu banyaknya ide yang keluar
dari pemikiran seseorang.
b. Flexibility atau keluwesan, yaitu kemampuan untuk menggunakan bermacammacam pendekatan dalam mengatasi persoalan; orang yang kreatif adalah
orang yang luwes dalam berpikir, mereka dengan mudah dapat meninggalkan
cara berpikir lama dan menggantikan dengan cara berpikir yang baru.
c. Elaboration, yaitu kemampuan dalam mengembangkan gagasan dan mengurai
secara terinci.
16
d. Originality atau keaslian, yaitu kemampuan untuk mencetuskan gagasan asli.
e. Redefinition, kemampuan untuk merumuskan batasan-batasan dengan melihat
dari sudut lain daripada cara-cara yang lazim.
Jadi kreativitas merupakan kemampuan untuk menampilkan alternatif dari
apa yang sudah ada atau dari prosedur yang biasa dilakukan. Para ahli sepakat
bahwa kreativitas adalah potensi yang pada dasarnya dimiliki oleh setiap orang,
dalam derajat yang berbeda-beda (Semiawan, 1993). Meskipun telah disetujui
bahwa kreativitas adalah konsep yang luas dan majemuk meliputi aspek kognitif
dan non kognitif, tetapi penelitian yang membahas konsep ini lebih banyak
menekankan pada keterkaitan antara kreativitas dengan aspek kognitif seperti
inteligensi dan prestasi belajar (Kuwato, 1993). Munandar (1990) beranggapan
bahwa “Untuk mengembangkan potensi kreatif, dibutuhkan usaha-usaha
mengembangkan aspek non kognitif”. Salah satu aspek non kognitif tersebut
adalah sifat-sifat dalam kepribadian seseorang. Banyak penelitian yang
berkesimpulan bahwa aspek-aspek non-kognitif seperti sifat, minat dan
tempramen, akan turut menentukan kualitas pelayanan seseorang. Latihan-latihan
pengembangan aspek non-kognitif seperti berani
mencoba sesuatu, berani
mengambil resiko, usaha peningkatan minat dan motivasi berkreasi, pandai
memanfaatkan waktu, serta kepercayaan diri dan harga diri
akan sangat
menentukan kreativitas.
2. Ciri-ciri dan Kepribadian Individu Kreatif
Individu yang kreatif menunjukan ciri yang berbeda dalam hal motivasi,
intelektual, dan kepribadian pada suatu bidang. Sejumlah studi yang membahas
17
mengenai pola kepribadian anak, remaja, maupun orang dewasa yang kreatif
ditemukan bahwa tidak ada ciri yang tunggal yang secara khas terdapat pada
orang kreatif, melainkan sejumlah ciri yang berhubungan yang disebut ciri pribadi
kreatif (Hurlock, 1978).
Kuwato (1993) mengatakan bahwa “Ciri pribadi kreatif di antaranya
adalah : keberanian dalam mengambil resiko, sifat asertif (cara kerja yang
cenderung pada tugas dan permasalahannya, bukan pada individu), mandiri dan
independen, percaya diri, dan dorongan ingin tahu yang kuat”. Allport (dalam
Suryabrata, 1983) mengatakan bahwa perbedaan ciri sifat antara satu orang
dengan orang yang lain akan menyebabkan perbedaan cara penyesuaian terhadap
lingkungan, misalnya cara pemecahan masalah. Pada individu yang menonjol
kreativitasnya akan tampak beberapa ciri sifat yang menonjol yang berbeda
dibandingkan individu yang kurang kreatif (Hurlock, 1978). Ciri tersebut
diantaranya adalah sifat mandiri, keberanian mengambil resiko, minat yang luas,
serta dorongan ingin tahu yang kuat. Individu yang kreatif adalah individu yang
memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas dalam bentuk ingatan yang berupa
data informasi atau kemampuan dalam memecahkan masalah. Data informasi
merupakan sesuatu yang sudah dikenal sebelumnya dan yang dipelajari oleh
individu selama hidupnya. Steiner (1992) mengemukakan pendapatnya mengenai
sifat dari individu yang kreatif. Individu yang kreatif adalah individu yang :
a. Memiliki kelancaran konseptual. Ia mampu menghasilkan sejumlah ide
dengan cepat.
b. Memiliki ide bersifat orisinal dan luar biasa.
18
c. Mempertimbangkan ide-ide atas dasar baik atau buruk ide tersebut, dan bukan
atas dasar sumber ide, termotivasi oleh problem itu sendiri dan mengikutinya
kemanapun arahnya.
d. Menangguhkan
Menggunakan
penilaian
banyak
dan
waktu
menghindari
untuk
komitmen
melaksanakan
secara
dini.
analisis
dan
menerangkannya.
e. Bersikap tidak otoriter, dalam arti mampu bersikap fleksibel, menerima
impuls-impuls, dan eksplorasi tanpa disiplin.
f. Bebas dalam hal penilaian. Kurang bersifat konformis. Kerapkali menyimpang
dari ide-ide yang berlaku. Memandang diri sendiri berbeda dengan orang lain.
g. Mempunyai kehidupan fantasi yang kaya dan pandangannya tentang realitas
jelas.
Gilmer (1978) berpendapat bahwa “Orang yang kreatif mampu untuk
memotivasi diri, mereka tidak konvensional tetapi lebih senang untuk
memperoleh ide-ide yang baru”. Munandar (1999) menyatakan bahwa individu
yang kreatif senang dan tertarik pada tugas-tugas majemuk, mereka berani
mengambil resiko untuk membuat kesalahan dan dikritik oleh orang lain,
menghargai keindahan dan tidak mudah putus asa. Hurlock (1978) menyatakan
beberapa ciri kepribadian kreatif, yaitu individualitas yang kuat, yang tercermin
pada sifat mandiri, keberanian dalam mengambil resiko, minat yang luas, serta
dorongan ingin tahu yang kuat. Ditambahkan bahwa kreativitas juga didukung
oleh keterbukaan terhadap segala sumber yang dimilikinya, mempermainkan dan
19
mengolah sumber tersebut untuk mencari alternatif yang lain. Dapat dikatakan
secara keseluruhan, kepribadian seseorang mempengaruhi daya kreativitasnya.
Kemajuan di segala bidang serta informasi yang semakin pesat, menuntut
pengembangan sumber daya secara maksimal. Pengembangan
sumber daya
manusia dimaksudkan agar membentuk seluruh kemampuan yang dimiliki oleh
individu. Dengan demikian individu mampu untuk menghadapi tantangan jaman.
Individu dituntut untuk mampu menyesuaikan diri, bergerak dengan cepat serta
mampu untuk mencari alternatif baru dalam proses pemecahan masalah. Sehingga
dalam mengantisipasi hal tersebut individu dituntut memiliki kemampuan untuk
kreatif terhadap tantangan yang baru.
Para ahli berpendapat bahwa individu yang kreatif memiliki kebebasan
berpikir dan bertindak. Teori-teori yang membahas mengenai kreativitas
menyebutkan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perbedaan
kreativitas adalah faktor
lingkungan dan faktor-faktor dalam diri seseorang,
diantaranya faktor kepribadian. MacKinnon dan Barron (dalam Munandar, 1999)
dalam
penelitian
mereka
terhadap
subjek
yang
dikategorikan
kreatif,
berkesimpulan bahwa perbedaan antara individu kreatif dan tidak kreatif adalah
pada karakteristik tertentu dalam kepribadian mereka. Munandar (1999) pada
penelitiannya memperoleh kesimpulan bahwa ciri-ciri sifat yang dapat dipelajari
seperti minat, sikap, dan motivasi, mempunyai peran yang penting dalam hal
produktivitas kreatif. Pada Penelitian sebelumnya disimpulkan bahwa individu
yang memiliki ketekunan terhadap tugas serta penghayatan terhadap apa yang
dikerjakan mampu menghasilkan karya-karya kreatif yang lebih banyak
20
dibandingkan mereka yang kurang tekun dan merasa cepat puas terhadap hasil
kerja.
Barron, MacKinnon, dan Roe (dalam Munandar 1999) dalam penelitian
mereka menyimpulkan bahwa aspek kepribadian yang mendukung munculnya
perilaku kreatif yaitu; keberanian menanggung resiko, energik, adanya dorongan
untuk mengetahui lebih lanjut hal-hal yang belum jelas, terbuka dalam
menyatakan pendapat, memiliki rasa keindahan, mandiri dalam sikap, daya
imajinasi yang kuat, senang mencoba hal-hal yang baru, memiliki minat yang
luas dan bebas. Barron (dalam Meeker, 1985) pada penelitiannya menemukan
bahwa orang-orang kreatif menunjukan kelancaran dalam ucapan, ketrampilan
tangan atau dalam pengungkapan gagasan. Individu yang memiliki kreatif motoris
akan berbicara lewat keterampilan tangan mereka sebagai cara mengungkapkan
gagasan, sedangkan kreatif alami akan menunjukkan bakat dan keluwesan dalam
cara berpikir, yang disebut inspirasi. Individu yang kreatif menunjukan energi
yang berlebih dan jadwal kerja yang menantang. Individu yang kreatif memiliki
rasa percaya diri yang tinggi, mengembangkan kemampuan diri untuk tidak
tergantung dan cenderung untuk menggunakan pendapat dan pertimbangannya
sendiri, mampu menguasai diri dan mandiri.
Potensi kreatif individu yang semula masih dalam diri menjadi
teraktualisasi atau terwujudkan dalam perilaku, karena ada situasi yang aman dan
bebas. Makna kebebasan dan keamanan dalam hal menyatakan pendapat, perasaan
dan pikiran. Kebebasan tersebut berasal dari dirinya sendiri, termasuk di
dalamnya kemampuan untuk mengendalikan diri dalam menarik alternatif yang
21
memungkinkan untuk mengaktualisasikan potensi kreatif yang dimiliki. Sehingga
pada pemunculan proses kreativitas individu, perilaku yang bersifat mandiri
sangat diperlukan (Mulyani, 1987). Pribadi mandiri tiada lain dibangun oleh
pribadi yang penuh rasa percaya diri. Terbentuknya rasa percaya diri pada diri
individu akan meningkatkan kualitas diri individu.
Perkembangan kemampuan mengontrol diri pada individu berkenaan
dengan kemasakan emosi. Individu dikatakan telah mencapai kemasakan emosi
apabila ia mampu untuk melepaskan emosinya dengan cara yang bisa diterima dan
pada waktu yang tepat. Kontrol emosi yang sehat akan mungkin dimiliki bila
individu memiliki kekuatan ego (ego strength) yaitu suatu kemampuan untuk
menahan diri dari terjadinya ledakan emosi bila ingin melakukan sesuatu atau
mengesampingkan perasaaan bila itu yang diinginkannya (Hurlock, 1973).
Meskipun tidak secara eksplisit, kehidupan emosional seseorang juga berpengaruh
terhadap kreativitas. Emosi yang labil atau dinamis, seringkali membuat orang
menjadi merasa cepat bosan, tidak suka untuk mengerjakan hal-hal yang sifatnya
monoton, selalu menginginkan perubahan-perubahan, bersikap aktif, dan optimis.
Cara berpikir individu terhadap stimulus dapat membedakan kemampuan
mereka dalam mengontrol diri. Individu yang mempunyai kemampuan berpikir
positif dalam menghadapi suatu situasi dengan stimulus tertentu, akan lebih
mampu mengendalikan dirinya dan dapat meneruskan kegiatannya dalam situasi
tersebut.
Hal ini dimungkinkan karena berpikir positif meliputi ide-ide dan
kreativitas, termasuk ide individu dalam membuat perencanaan ketika bertindak.
Sehubungan dengan pernyataan tersebut, Mischel dkk. (dalam Kail dan Nelson,
22
1993) dalam penelitian mereka, menyimpulkan bahwa kemampuan individu untuk
mengendalikan diri dipengaruhi oleh perencanaan yang baik dalam bertindak.
Individu dapat melakukan berbagai usaha untuk mengendalikan dirinya dengan
cara berusaha untuk tidak melihat stimulus, berusaha untuk tidak menyentuh
stimulus atau melakukan kegiatan yang dapat mengalihkan perhatian dari
stimulus. Usaha tersebut merupakan perilaku yang terencana dan efektif sehingga
individu mampu mengontrol dirinya.
3.3. Proses Kreatif
Kreativitas tidak hanya sekedar keberuntungan tetapi merupakan kerja
keras yang disadari. Kegagalan bagi orang yang kreatif hanyalah merupakan
variabel pengganggu untuk keberhasilan. Dia akan mencoba lagi, dan mencoba
lagi hingga berhasil. Orang yang kreatif menggunakan pengetahuan yang kita
semua memilikinya dan membuat lompatan yang memungkinkan, mereka
memandang segala sesuatu dengan cara-cara yang baru. Gordon Dryden (2000:
185) dalam buku Revolusi Cara Belajar mengatakan bahwa ,” Suatu ide adalah
kombinasi baru dari unsur-unsur lama.
Tidak ada elemen baru.
Yang ada
hanyalah kombinasi-kombinasi baru.”
Tony Buzan (2003: xix) dalam bukunya yang berjudul Head First
mengatakan bahwa,” Kreativitas dahulu dianggap sebagai ”anugrah yang ajaib”,
yang hanya dimiliki oleh segelintir orang. Sekarang kita tahu bahwa kecerdasan
merupakan anugrah ajaib yang dimiliki semua orang. Menguraikan kekuatan
kecerdasan kreatif hanyalah masalah memahami bagaimana melakukannya.”
Sebagai manusia kita harus menyadari bahwa setiap manusia mempunyai potensi
23
untuk mengembangkan apa yang dianugrahkan kepadanya. Ginanjar (2002: 139)
dalam bukunya ESQ mengatakan bahwa,” Dalam God Spot (titik tuhan)
bersemayam dorongan (drive) seperti mencipta, kreatif, inovatif,dll. milik Tuhan.
… Tetapi potensi-potensi dahsyat spiritual manusia itu sering kali tertutup atau
ter”cover”. Itulah yang dimaksud tertutup atau terbelenggu, yakni ketika manusia
menutupi dirinya sendiri.
Selanjutnya, Gardner
(2002: 58)
dengan “Teori
Multi Kecerdasan”
mengatakan bahwa , “ IQ tidak boleh dianggap sebagai gambaran mutlak, suatu
entitas tunggal yang tetap yang bisa diukur dengan tes menggunakan pensil dan
kertas.
Ungkapan yang tepat adalah bukan seberapa cerdas Anda, tetapi
bagaimana Anda menjadi cerdas”.
Dalam menunjang kreativitas maka diperlukan adanya kecerdasan. Setiap
orang memiliki beberapa tipe kecerdasan. Gardner mendifinisikan “kecerdasan
adalah kemampuan untuk memecahkan masalah atau menciptakan suatu produk
yang bernilai dalam satu latar belakang budaya atau lebih”. Dengan kata lain
kecerdasan dapat bervariasi menurut konteknya.
Kreativitas tidak timbul serta-merta, tetapi melalui proses. Proses kreatif
menurut Bobbi De Porter & Mike Hernacki (2001:301) dalam bukunya Quantum
Learning mengalir melalui lima tahap, tahap-tahap tersebut sebagai berikut :
a. Persiapan : Mendifinisikan masalah, tujuan, atau tantangan.
b. Inkubasi :
Mencerna fakta-fakta dan mengolahnya dalam pikiran.
c. Iluminasi : Mendesak ke permukaan, gagasan-gagasan bermunculan.
24
d. Verifikasi
: Memastikan apakah solusi itu benar-benar memecahkan
masalah.
e. Aplikasi : Mengambil langkah-langkah untuk menindaklanjuti solusi
tersebut.
C.Pelayanan
Kata pelayanan berasal dari kata layanan yang berarti menolong
menyediakan segala apa yang diperlukan oleh orang lain. Dalam kamus umum
Bahasa Indonesia disebutkan bahwa kata pelayanan mempunyai arti : (i)
Perbuatan melayani dan (ii) Perlakuan melayani. Sehingga bisa di katakan bahwa
pelayanan adalah tingkat perbuatan dan atau perlakuan dengan cara melayani
orang lain untuk memenuhi apa yang dibutuhkan. Menurut Kotler (2000 : 159)
pelayanan merupakan seberapa produk atau jasa yang disediakan kepada
pelanggan, meliputi kecepatan waktu, ketepatan dan perhatian selama proses
layanan tersebut dilakukan (Kotler, 2000:159).
Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani)
keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi
itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.
Sebagaimana telah dikemukakan terdahulu bahwa pemerintahan pada
hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat. Ia tidaklah diadakan untuk
melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan
kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyaraakat mengembangkan
kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama (Rasyid, 1998).
25
Karenanya birokrasi publik berkewajiban dan bertanggung jawab untuk
memberikan layanan baik dan profesional.
Pelayanan publik (public services) oleh birokrasi publik tadi adalah
merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi
masyarakat di samping sebagai abdi negara. Pelayanan publik (public services)
oleh birokrasi publik dimaksudkan untuk mensejahterakan masyarakat (warga
negara) dari suatu negara kesejahteraan (welfare state). Pelayanan umum oleh
Lembaga Administrasi Negara (1998) diartikan sebagai segala bentuk kegiatan
pelayanan umum yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah
dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara/Daerah dalam bentuk barang dan
atau jasa baik dalam rangka upaya kebutuhan masyarakat maupun
rangka pelaksanaan ketentuan peraturan
dalam
perundang-undangan.
Pelayanan publik dengan demikian dapat diartikan sebagai pemberian
layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai
kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang
telah ditetapkan.
Sementara itu, kondisi masyarakat saat ini telah terjadi suatu
perkembangan yang sangat dinamis, tingkat kehidupan masyarakat yang semakin
baik, merupakan indikasi dari empowering yang dialami oleh masyarakat (Thoha
dalam Widodo, 2001). Hal ini berarti masyarakat semakin sadar akan apa yang
menjadi hak dan kewajibannya sebagai warga negara dalam hidup bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Masyarakat semakin berani untuk mengajukan tuntutan,
keinginan dan aspirasinya kepada pemerintah. Masyarakat semakin kritis dan
26
semakin berani untuk melakukan kontrol terhadap apa yang dilakukan oleh
pemerintahnya.
Dalam kondisi masyarakat seperti digambarkan di atas, birokrasi publik
harus dapat memberikan layanan publik yang lebih profesional, efektif, sederhana,
transparan, terbuka, tepat waktu, responsif dan adaptif serta sekaligus dapat
membangun kualitas manusia dalam arti meningkatkan kapasitas individu dan
masyarakat untuk secara aktif menentukan masa depannya sendiri (Effendi dalam
Widodo, 2001). Arah pembangunan kualitas manusia tadi adalah memberdayakan
kapasitas manusia dalam arti menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap
anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan krativitasnya untuk
mengatur dan menentukan masa depannya sendiri.
Pelayanan publik yang profesional, artinya pelayanan publik yang
dicirikan oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan
(aparatur pemerintah). Dengan ciri sebagai berikut :
1. Efektif, lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi tujuan
dan sasaran;
2. Sederhana, mengandung arti prosedur/tata cara pelayanan diselenggarakan
secara mudah, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan
mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta pelayanan;
3. Kejelasan dan kepastian (transparan), mengandung akan arti adanya
kejelasan dan kepastian mengenai :
a. Prosedur/tata cara pelayanan;
27
b. Persyaratan pelayanan, baik persyaratan teknis maupun persyaratan
administratif;
c. Unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab
dalam memberikan pelayanan;
d. Rincian biaya/tarif pelayanan dan tata cara pembayarannya;
e. Jadwal waktu penyelesaian pelayanan.
4. Keterbukaan, mengandung arti prosedur/tata cara persyaratan, satuan
kerja/pejabat penanggungjawab pemberi pelayanan, waktu penyelesaian,
rincian waktu/tarif serta hal-hal lain yang berkaitan dengan proses
pelayanan wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan
dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta;
5. Efisiensi, mengandung arti :
a. Persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal berkaitan langsung
dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan
keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan yang
berkaitan;
b. Dicegah adanya pengulangan pemenuhan persyaratan, dalam hal
proses pelayanan masyarakat yang bersangkutan mempersyaratkan
adanya kelengkapan persyaratan dari satuan kerja/instansi pemerintah
lain yang terkait.
6. Ketepatan waktu, kriteria ini mengandung arti pelaksanaan pelayanan
masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan;
28
7. Responsif, lebih mengarah pada daya tanggap dan cepat menanggapi apa
yang menjadi masalah, kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang dilayani;
8. Adaptif, cepat menyesuaikan terhadap apa yang menjadi tuntutan,
keinginan dan aspirasi masyarakat yang dilayani
yang senantiasa
mengalami tumbuh kembang.
Sedangkan menurut Basu Swasta (2000 : 26) terdapat 3 (tiga) hal yang
dibutuhkan pelanggan / nasabah terhadap pelayanan yaitu :
1. Keberadaan pelayanan (Avability of Service), yaitu kecepatan petugas
membantu konsumen ketika tiba untuk melaksanakan suatu janji.
2. Ketanggapan pelayanan yaitu lamanya waktu menunggu akan kecepatan
pelayanan terhadap konsumen.
3. Profesionalisme yaitu sikap para karyawan ketika berhadapan dengan
konsumen atau nasabah (Swasta, 2000 : 26).
Berdasarkan pendapat diatas, maka pelayanan merupakan hal penting dalam
meningkatkan jumlah nasabah, karena dengan pelayanan dan profesionalisme
yang baik dari karyawan akan mempengaruhi jalannya kegiatan usaha untuk
mencapai sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Maka untuk melihat dan
menganalisanya di tentukan berdasarkan 5 (lima) dimensi jasa, yaitu :
a) Reliability, yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai
dengan janji yang diberikan atau ditawarkan.
b) Responsiveness,
yaitu respon karyawan dalam membantu dan
memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap.
29
c) Assurance, meliputi kemampuan karyawan atas pengetahuan produk
secara cepat, kualitas keramahtamahan, perhatian dan kesopanan dalam
memberikan informasi, kemampuan dalam memberikan keamanan di
dalam memanfaatkan jasa yang ditawarkan, dan kemampuan dalam
menanamkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan.
d) Emphaty, yaitu perhatian secara individual yang diberikan perusahaan
kepada pelanggan seperti kemudahan untuk menghubungi perusahaan,
kemampuan karyawan untuk berkomunikasi dengan pelanggan dan
usaha perusahaan untuk memahami keinginan dan kebutuhan pelanggan.
e) Tangibles, yaitu berupa penampilan fisik seperti gedung dan ruangan
front office, tersedianya tempat parkir, kebersihan, kerapian dan
kenyamanan ruangan, dan kelengkapan peralatan komunikasi.
Dari penelitian sebelumnya bahwa menurut (Ratminto & Atik, 2005:18)
dalam Keputusan MENPAN No. 63/2003, bahwa pelayanan adalah segala bentuk
layanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah dan di
lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan usaha Milik Daerah dalam
bentuk barang dan atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan
masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundangundangan.
Definisi tersebut memberikan pemahaman yang berarti bahwa dalam
proses
pelayanan
pemerintah,
terjadi interaksi antara
dua kepentingan, yaitu instansi
lembaga ( BUMB/BUMD) dengan masyarakat atau pengguna
layanan. Kedua kepentingan tersebut mempunyai posisi tawar menawar, yang
30
pada akhirnya diharapkan mampu memberikan nilai
positif bagi kedua belah
pihak.
Menurut Moenir (2002) bahwa keberhasilan sebuah pelayanan dalam
lembaga pemerintah sangat tergantung pada beberapa faktor yang mendukung.
Masing-masing faktor mempunyai peranan yang berbeda, akan tetapi saling
berpengaruh dan mempunyai kontribusi tercipatanya sebuah pelayanan yang
memuaskan.Faktor pendukung itu antara lain:
1. Faktor Kesadaran.
Faktor ini mengarah pada keadaan jiwa seseorang yang merupakan titik temu
dari berbagai pertimbangan sehingga diperoleh suatu keyakinan, ketenangan,
ketetapan hati dan keseimbangan jiwa untuk melakukan sesuatu hal.
2. Faktor aturan
Aturan akan menuntun seseorang berperilaku sesuai yang diharapakan
3. Faktor organisasi.
Faktor ini dilihat dari aspek mekanisme kerja yang terorganisir. Dalam
organisasi diperlukan faktor pendukung supaya mekanisme kerja dapat berjalan
lancar, antara lain adanya sistem yang jelas dan pasti, struktur organisasi yang
mapan, prosedur yang dapat dipahami oleh semua pihak pelaksana, metode
yang dapat diterapkan.
4. Faktor pendapatan
Pendapatan harus sesuai dengan beban kerja yang menjadi kewajiban pegawai,
Tuntutan organisasi harus seimbang sesuai dengan gaji/upah yang diterima
pegawai.
31
5. Faktor Kemampuan
Kemampuan pegawai
merupakan titik ukur sejauh mana mereka mampu
memberikan pelayanan kepada masyarakat. Ini merupakan pemikiran yang
tidak terpisah dengan seluruh komponen organisasi.
6. Faktor sarana dan prasarana
Berbagai jenis peralatan kerja dan perlengkapannya yang menjadikan sebuah
pelayanan menjadi baik, yang pada akhirnya berfungsi dalam:
a). Mempercepat proses pelaksanaan pekerjaan
b). Meningkatkan produktivitas
c). Ketepatan kerja
d). Menumbuhkan rasa nyaman bagi yang mempunyai kepentingan
e). Menimbulkan rasa puas bagi yang berkepntingan
D.Faktor- faktor Pendukung dan Penghambat Kreativitas Pegawai
1. Faktor Pendukung
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
kreativitas
menurut
Munandar
(1999:15) adalah “Kemampuan berpikir dan sifat kepribadian yang berinteraksi
dengan lingkungan tertentu. Faktor kemampuan berpikir terdiri dari kecerdasan
(inteligensi) dan pemerkayaan bahan berpikir berupa pengalaman dan
ketrampilan”. Faktor kepribadian terdiri dari ingin tahu, harga diri dan
kepercayaan diri, sifat mandiri, berani mengambil resiko dan sifat asertif. Faktor
individu yang mendukung berkembangnya kreativitas adalah keterbukaan
individu terhadap pengalaman di sekitarnya, kemampuan untuk mengevaluasi
32
hasil yang diciptakan dan kemampuan untuk menggunakan elemen dan konsep
yang
ada. Ditambahkan bahwa yang membedakan kreativitas antara individu
dengan individu yang lain adalah perbedaan aspek internal individu dan aspek
eksternalnya.
Faktor internal individu menurut Rogers (1995) bahwa kondisi internal
yang memungkinkan timbulnya proses kreatif adalah :
a. Keterbukaan terhadap pengalaman, terhadap rangsangan-rangsangan dari luar
maupun dari dalam (firasat, alam pra sadar). Keterbukaan terhadap
pengalaman adalah kemampuan menerima segala sumber informasi dari
pengalaman hidupnya sendiri dengan menerima apa adanya, tanpa ada usaha
defense, tanpa kekakuan terhadap pengalaman-pengalaman tersebut dan
keterbukaan terhadap konsep secara utuh, kepercayaan, persepsi dan hipotesis.
Dengan demikian individu kreatif adalah individu yang mampu menerima
perbedaan.
b. Evaluasi internal, yaitu bahwa pada dasarnya penilaian terhadap produk
ciptaan seseorang terutama ditentukan oleh diri sendiri, bukan karena kritik
dan pujian dari orang lain. Walaupun demikian individu tidak tertutup dari
kemungkinan masukan dan kritikan dari orang lain.
c. Kemampuan untuk bermain dan bereksplorasi dengan unsur-unsur, bentukbentuk, konsep-konsep. Kemampuan untuk membentuk kombinasi dari halhal yang sudah ada sebelumnya.
Sprinthall (dalam Munandar 1999 : 27) mengatakan bahwa “Di samping
faktor lingkungan yang mampu menerima dan mendorong individu untuk selalu
33
mencoba alternatif dari apa yang selama ini telah diketahui, maka individu kreatif
juga dituntut untuk memiliki pengetahuan dan kemampuan mengolah segala apa
yang telah dimilikinya untuk mencapai tujuan yang telah ditentukannya”.
Kemampuan menguasai pengetahuan sangat ditentukan oleh kemampuan
inteligensi. Inteligensi merupakan kemampuan untuk belajar secara luas. Untuk
mencari jawaban atas permasalahan atau untuk menampilkan alternatif dari apa
yang sudah ada atau dari prosedur yang biasa, sangat ditentukan oleh pengetahuan
subjek tentang apa-apa yang dapat dilakukan dan cara yang biasa dilakukan
sebelumnya. Pengetahuan ini membutuhkan penguasaan terhadap materi yang ada
dan permasalahan yang dihadapi. Dapat dikatakan bahwa untuk dapat
menampilkan gagasan-gagasan individu dituntut memiliki pengetahuan yang
mendalam mengenai materi yang dihadapi. Ini berarti diperlukan kemampuan
menyerap pengetahuan yang memadai.
Kreativitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi cara individu
dalam mengambil keputusan. Keputusan yang kreatif penting untuk kelangsungan
efektivitas organisasi, karena keberadaannya berpengaruh langsung terhadap
produktivitas, memberi sumbangan dalam riset dan strategi pemunculan produk
baru atau bidang-bidang lain. Keputusan kreatif seringkali baru dan berbeda dari
apa yang berlaku, namun tidak bersifat eksentrik, menurut Campbell (dalam
Mangunhardjana, 1986 : 17) Para ahli mencoba merumuskan pengertian dalam
melakukan pertimbangan dan pengambilan keputusan. Diantaranya adalah Stoner
(1982) yang mendefinisikan bahwa “Pengambilan keputusan merupakan kegiatan
memilih satu atau lebih dari sejumlah alternatif untuk mencari penyelesaian suatu
34
masalah tertentu”. Dalam organisasi-organisasi yang berorientasi pada tugas,
aktivitas pemecahan masalah kerapkali dinamakan pengambilan keputusan.
Pengambilan keputusan bersifat fundamental bagi kehidupan manusia dan
perilaku organisasi karena merupakan alat untuk melaksanakan pengawasan
terhadap individu yang bekerja.
Herbert (1977) merumuskan tiga fase pokok dalam proses pengambilan
keputusan, yaitu :
a. Aktivitas intelijen. Dengan meminjam istilah “intelejen” dari kaum militer,
maka fase inisial ini terdiri dari tindakan meneliti lingkungan untuk
menemukan kondisi-kondisi yang mengharuskan adanya keputusan.
b. Aktivitas disain. Pada fase kedua ini, terjadi tindakan : menemukan
(penemuan), mengembangkan dan menganalisa tindakan-tindakan yang akan
dilakukan.
Aktivitas pilihan. fase ketiga dan yang terakhir adalah pilihan sebenarnya
dimana orang memilih kelompok tindakan-tindakan dari alternatif yang
tersedia. Aspek eksternal (lingkungan) yang memungkinkan tumbuh dan
berkembangnya kreativitas adalah lingkungan kebudayaan yang mengandung
keamanan dan kebebasan psikologis. Kreativitas muncul dari kualitas dan
keunikan.
2. Faktor Penghambat Kreativitas Pegawai
a. Kepemimpinan
Secara umum pemimpin dalam kelompok adalah bertanggung jawab
dalam menggerakkan aktivitas dan motivasi anggota kelompok untuk mencapai
35
tujuan bersama. Pemimpin bertanggung jawab atas seluruh aktivitas staffing,
trainning & aktivitas lain (Mintzberg).
Setiap jaman memiliki pemimpin besar. Perubahan sosial terjadi karena
para pemimpin besar memulai & memimpin perubahan & menghalangi orang lain
yang berusaha membawa masyarakat kearah yang berlawanan (James, 1980).
Kepemimpian dipengaruhi oleh situasi dimana faktor-faktor tertentu dari
situasi menentukan ciri-ciri pemimpin yang sesuai untuk situasi tersebut.
Munculnya pemimpin dalam suatu organisasi tergantung pada aspek karakteristik
birokrasi, organisasi informal, karakteristik hubungan antara atasan bawahan,
rancangan tugas yang memungkinkan individu mencapai aktualisasi diri dan
aspek kesesuaian antara sasaran organisasi dengan sasaran individual para
anggotanya (Bennis, 1981).
Kepemimpinan dihasilkan oleh ciri kepribadian pemimpin, karakteristik
kelompok dan anggotanya dan kejadian yang dihadapi pada saat itu (Case, 1993).
b. Kebijakan Kepegawaian
Dari berbagai fenomena penolakan masyarakat terhadap aturan maupun
kebijakan pemerintah khususnya dalam bidang kepegawaian, permasalahan yang
muncul adalah bagaimana sebenarnya aturan dan kebijakan yang baik, aturan dan
kebijakan yang mampu merespons keinginan masyarakat.
Leopold Pospisil dalam bukunya yang berjudul Anthropological of Law,
menyebutkan bahwa aturan atau kebijakan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
Authorian law dan Common Law.
36
Authorian Law adalah hukum yang dibuat oleh penguasa. Hukum ini
mempunyai sifat statis dan nilai keadilannya besifat subyektif, tergantung dari
frame penguasa melihat.
Sebaliknya Common law dalah hukum yang hidup dalam masyarakat.
Secara empiris hukum ini dikenal dengan hukum adat. Hukum adat dibentuk
berdasarkan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Nilai adil dan benar, baik
dan buruk, adalah berdasarkan pada nilai-nilai individu anggota masyarakat yang
terakumulasi dalam satu nilai masyarakat secara keseluruhan. Sehingga common
law merupakan aturan yang bersifat dinamis dan mempunyai obyektifitas dalam
melihat fenomena adil, benar, salah, baik, buruk, jahat dan lainnya.
Pendapat senada disampaikan oleh Sudikno Mertokusumo (1994) yang
menyatakan bahwa “keberlakuan suatu aturan hukum atau kebijakan didasarkan
pada tiga hal penting yaitu philosophisce geltung, jurisdische geltung dan
sosiologische geltung”. Philosophische geltung menyatakan bahwa aturan hukum
akan berlaku apabila memenuhi syarat filosofis. Di negara kita dasar falsafah
adalah Pancasila, sehingga semua produk hukum dan kebijakan harus didasarkan
pada Pancasila.
Jurisdische geltung menyatakan bahwa suatu aturan hukum atau kebijakan
mempunyai kekuatan berlaku apabila memenuhi peryaratan yuridis yaitu dibuat
oleh pejabat atau lembaga yang berwenang sesuai prosedur yang berlaku.
Sosiologische geltung menyatakan bahwa suatu aturan hukum atau kebijakan
mempunyai kekuatan berlaku apabila dapat diterima oleh masyarakat. Dua
pendapat ini setidaknya memberikan sedikit arahan bagaimana suatu aturan atau
37
kebijakan yang baik itu dibuat. Dalam hal pembuatan aturan dan kebijakan di
bidang kepegawaian dalam upaya meminimalisasi resistensi masyarakat perlu
memperhatikan aspirasi masyarakat khususnya masyarakat Pegawai Negeri Sipil.
Ini artinya komunikasi pejabat yang berwenang dengan Pegawai Negeri Sipil
harus intens dilakukan. Sehingga pembuatan aturan dan kebijakan tidak saja dari
atas ke bawah (top down) tetapi juga dari bawah ke atas (bottom up).
Menurut Charles Prather, dalam bukunya Blueprint for Innovation,
meskipun kreativitas dan inovasi sangat dihargai di banyak perusahaan, namun hal
tersebut tidak selalu dikomunikasi kepada para pegawainya. Perusahaan bahkan
seringkali tidak memberikan ruang gerak bagi para pekerjanya untuk berkreasi
dan berinovasi.
Hambatan lain yang mengganggu kreativitas adalah jika pekerjaan yang
kita jalani tidak sesuai dengan minat dan bakat yang kita miliki. Selain itu gaya
kreativitas yang dimiliki tidak “match” dengan tuntutan pekerjaan sehari-hari.
Contoh: gaya kreativitas Anda adalah sebagai “agent of change” tetapi pekerjaan
Anda lebih bersifat rutin, mekanistik dan menuntut anda untuk melakukannya
sesuai dengan aturan atau prosedur yang sudah baku. Hambatan lain datang dari
unsur psikologis. Untuk menjadi kreatif seseorang harus berani untuk dinilai aneh
oleh orang lain. Lihat saja para penemu dan seniman-seniman besar yang pada
saat menciptakan karyanya seringkali dianggap “gila”. Nah, karena itu tidak
semua pegawai siap untuk berbeda pendapat/ide dengan orang lain meskipun ide
tersebut kemudian terbukti benar. Pola pendidikan kita yang kurang mendorong
38
adanya variasi atau perbedaan pendapat juga sangat mendukung kurangnya
kreativitas pegawai.
E.Penelitian Terdahulu
Mangkunegara (2011) dalam penelitiannya dengan judul menghargai
kreativitas karyawan menyimpulkan bahwa kreativitas bisa datangnya tiba-tiba
atau didesain. Karena itu ketika ide timbul maka mereka yang kreatif segera
mengolah misteri itu dalam bentuk nyata. tidak terpesona dengan misterinya. Cara
mengolahnya diawali dengan mengendalikan misteri ke dalam pemikiranpemikiran maju. Dengan kata lain bahwa misteri mendorong seseorang untuk
berbuat sesuatu yang lebih baik. Itulah kreativitas namanya. Semua itu bisa lahir
dari manajer dan bahkan karyawan.
Kreativitas karyawan akan semakin terbuka lagi kalau ada unsur
rangsangan dari luar. Bentuk rangsangan adalah paling tidak perhatian dari
manajernya dalam mendorong karyawan untuk terus mengembangkan kreativitas
sekalipun bentuknya sangat sederhana. Usulan kepada manajer untuk diadakannya
diskusi tentang mutu produk, penciptaan model distribusi pemasaran dan
pelayanan prima adalah beragam contoh tentang kreativitas.
Oleh karena itu, manajer harus mampu menangkap sinyal-sinyal potensi
yang dimiliki karyawannya. Bahkan harus proaktif untuk membuka peluang
mereka dalam mengembangkan kreativitasnya. Sebab maju mundurnya suatu
perusahaan salah satunya sangat ditentukan oleh mutu karyawannya. Bentuk
penghargaan pada karyawan bisa dimulai dari ucapan terimakasih dan dorongan
moril manajer hingga dalam bentuk “award”. Bentuknya bisa berupa pemberian
39
penghargaan uang, trophy, piagam, dan bahkan kompensasi kenaikan golongan
dan gaji serta membuka peluang untuk mengikuti pendidikan lanjutan.
Diharapkan penghargaan tersebut dapat memotivasi karyawan untuk berinovasi.
Sementara itu perusahaan perlu menciptakan suasana persaingan sehat di kalangan
karyawan. Fenomena dorongan untuk berlomba di kalangan karyawan dalam
penciptaan inovasi mencerminkan bahwa perusahaan telah mampu membangun
model pengembangan mutu sumberdaya manusia yang berkelanjutan.
Hasil penelitian lainnya yang di lakukan oleh
Setyowidodo (2000)
mengemukakan bahwa ada pengaruh antara pemikiran kreatif dan perilaku
inovatif terhadap kinerja sumber daya manusia. Penelitian ini menggunakan
metode survey explanatory berfokus pada populasi karyawan PT X di Jakarta.
Teknik sampling yang digunakan adalah probability sampling. Data dikumpulkan
dengan menggunakan observasi, wawancara, dan kuesioner yang validitas dan
reliabilitas telah diuji. Data dianalisis dengan menggunakan metode SEM
(Structural Equation Model) dengan menggunakan program perangkat lunak
LISREL 8.30. Hasil penelitian ini selanjutnya mengilhami produktivitas SDM non
keuangan. Dari tiga indikator produktivitas SDM non finansial yang disebutkan di
atas, hasil penelitian menunjukkan bahwa kepuasan karyawan merupakan faktor
dominan dalam variabel produktivitas SDM non keuangan. Penelitian telah
menguji bahwa peran manajemen adalah pengaruh yang sangat kuat terhadap
pertumbuhan pemikiran kreatif dan perilaku inovatif. Indikator inovatif,
menyatakan
bahwa
usaha
manajemen
untuk
menciptakan
semangat
kewirausahaan rendah. Kedua indikator berkontribusi untuk membangun nilai
40
rata-rata total Wirausaha Praktek dan Wirausaha Kebijakan, namun kontribusi
untuk yang pertama disebutkan adalah lebih rendah daripada kontribusi untuk
yang kedua tersebut. Kita dapat mengatakan bahwa di tingkat manajerial,
kepuasan karyawan terjadi karena fakta bahwa mereka memiliki keterlibatan
karyawan pada pembuatan kebijakan, tetapi tidak ada realisasi belum ide-ide di
lapangan.
Ardani (2010) dalam penelitiannya mengenai pengembangan kreativitas
usaha kafé tenda dan warung Lesehan melalui pelayanan prima sebagai upaya
berwiraswasta untuk mengatasi pengangguran di kota Malang menyimpulkan
bahwa kreativitas dalam pemberian pelayanan terbaik (pelayanan prima) bagi
konsumen akan meningkatkan pendapatan.
Untuk lebih jelasnya hasil penelitian terdahulu akan diuraikan dalam tabel
dibawah ini;
No
Nama Peneliti
1.
Syafri Mangkunegara
2.
Urif Setyowidodo
3.
Tristiadi Ardi Ardani
Judul
Hasil
Menghargai
kreativitas
karyawan.
Pengaruh antara
pemikiran kreatif
dan
perilaku
inovatif terhadap
kinerja sumber
daya manusia.
Pengembangan
kreativitas usaha
kafé tenda dan
warung Lesehan
melalui
pelayanan prima.
Kreativitas
bisa
datangnya tiba-tiba
atau didesain
Ada
pengaruh
antara
pemikiran
kreatif dan perilaku
inovatif
terhadap
kinerja sumber daya
manusia.
Bahwa kreativitas
dalam pemberian
pelayanan terbaik
(pelayanan prima)
bagi
konsumen
akan meningkatkan
pendapatan.
Ket.
41
Jadi menurut peneliti bahwa yang lebih cenderung diikuti oleh peneliti
adalah hasil penelitian yang dikemukakan oleh Setyowidodo dimana hasil
penelitiannya bahwa ada pengaruh antara pemikiran kretif dan prilaku inovatif
terhadap kinerja sumber daya manusia, hal ini ada kaitannya dengan judul
penelitian peneliti yaitu kreatifitas pegawai dalam pelayanan perizinan di kantor
pelayanan perizinan terpadu. Jadi antara pemikiran kreatif dan kreatifitas
muaranya adalah perilaku yang inovatif.
F.Kerangka Pikir Penelitian
Penyediaan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat saat ini
merupakan salah satu kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap pemerintah
daerah. Bahkan dapat dikatakan bahwa keberhasilan pemerintah dalam
memberikan pelayanan publik kepada masyarakat merupakan keberhasilan
penyelenggaraan pemerintahan. Tuntutan tersebut semakin terasa dengan
diberikannya kewenangan yang lebih luas bagi pemerintah kabupaten/kota seiring
dengan diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang
telah diperbaharui dengan UU 32 Tahun 2004. Penetapan dan penerapan program
yang berorientasi pada kreativitas pelayanan perizinan merupakan strategi Kantor
Pelayanan Perizinan Terpadu dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Salah satu upaya untuk meningkatkan kreativitas pelayanan dilakukan dengan
menggali berbagai strategi berdasarkan konsep dan teori yang diterapkan
diberbagai unit pelayanan, dengan menekankan pada prinsip kreativitas pegawai
di KPPT Kabupaten Gorontalo Utara.
42
Berdasarkan hal tersebut, peneliti menyusun kerangka konseptual
penelitian yang dibuat dalam bentuk gambar kerangka pemikiran sebagai berikut;
MANAJEMEN
SUMBER DAYA
MANUSIA
PENDIDIKAN
&
PELATIHAN
PENGEMBANGAN
SDM
PENGEMBANGAN
KEPRIBADIAN
PEMBINAAN
CARA KERJA
FAKTOR
PENDUKUNG :
1. KETERBUKAAN
TERHADAP
PENGALAMAN
2. EVALUASI HASIL
3. KEMAMPUAN
BERPIKIR
KREATIVITAS
FAKTOR
PENGHAMBAT :
1. KEPEMIMPINAN
2. KEBIJAKAN
KEPEGAWAIAN
3. SISTEM PENILAIAN
Gambar 1, Alur Kerangka Pikir
PELAYANAN
Download