1 BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1 Pengetian Kreativitas Anak Kreativitas merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, yaitu kebutuhan akan perwujudan diri (aktualisasi diri) dan merupakan kebutuhan paling tinggi bagi manusia (Maslow, dalam Munandar, 2009: 15). Pada dasarnya, setiap orang dilahirkan di dunia dengan memiliki potensi kreatif. Kreativitas dapat diidentifikasi (ditemukenali) dan dipupuk melalui pendidikan yang tepat (Munandar, 2009: 15). Kreativitas merupakan suatu bidang yang sangat menarik untuk dikaji namun cukup rumit sehingga menimbulkan berbagai perbedaan pandangan. Menurut Supriadi (2001: 29) kreativitas didefinisikan secara berbeda-beda tergantung pada bagaimana orang mendefinisikannya. Tidak ada satu definisipun yang dianggap dapat mewakili pemahaman yang beragam tentang kreativitas atau tidak ada satu definisi pun yang dapat diterima secara universal. Hal ini disebabkan oleh dua alasan. Pertama kreativitas merupakan ranah psikologis yang kompleks dan multidimensional yang mengundang berbagai tafsiran yang beragam Kedua, definisi-definisi kreativitas memberikan tekanan yang berbedabeda, tergantung pada dasar teori yang menjadi acuan pembuatan definisi kreativitas tersebut. Walaupun demikian akan dipaparkan beberapa definisi kreativitas yang dikemukakan oleh para ahli. 6 2 Menurut NACCCE (National Advisory Committee on Creative and Cultural Education) (dalam Craft, 2005: 3), kreativitas adalah aktivitas imaginatif yang menghasilkan hasil yang baru dan bernilai. Selanjutnya, Menurut Munandar (2009: 16) kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi atau unsur-unsur yang ada. Hasil yang diciptakan tidak selalu hal-hal yang baru, tetapi juga dapat berupa gabungan (kombinasi) dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya. Selain itu, Csikszentmihalyi (dalam Clegg, 2008: 4) menyatakan kreativitas sebagai suatu tindakan, ide, atau produk yang mengganti sesuatu yang lama menjadi sesuatu yang baru. Guilford (dalam Munandar, 2009: 16) menyatakan kreativitas merupakan kemampuan berpikir divergen atau pemikiran menjajaki bermacam-macam alternatif jawaban terhadap suatu persoalan, yang sama benarnya (Guilford, dalam Munandar 2009: 17). Sedangkan menurut Rogers (dalam Zulkarnain, 2002: 5), kreativitas merupakan kecenderungan-kecenderungan manusia untuk mengaktualisasikan dirinya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Campbell (dalam Manguhardjana, 1986: 5-6) mengemukakan kreativitas sebagai suatu kegiatan yang mendatangkan hasil yang sifatnya: a. Baru atau novel, yang diartikan sebagai inovatif, belum ada sebelumnya, segar, menarik, aneh dan mengejutkan. b. Berguna atau useful, yang diartikan sebagai lebih enak, lebih praktis, mempermudah, mendorong, mengembangkan, mendidik, memecahkan masalah, mengurangi hambatan, mengatasi kesulitan, mendatangkan hasil yang baik. 3 c. Dapat dimengerti atau understandable, yang diartikan hasil yang sama dapat dimengerti dan dapat dibuat di lain waktu, atau sebaliknya peristiwa-peristiwa yang terjadi begitu saja, tak dapat dimengerti, tak dapat diramalkan dan tak dapat diulangi. Oleh karena beragamnya pendapat para ahli akan pengertian kreativitas, maka dapat disimpulkan bahwa kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk menghasilkan suatu produk yang baru ataupun kombinasi dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya, yang berguna, serta dapat dimengerti. 2.2 Ciri-ciri Kreativitas Guilford (dalam Munandar, 2009: 17) mengemukakan ciri-ciri dari kreativitas antara lain: a. Kelancaran berpikir (fluency of thinking), yaitu kemampuan untuk menghasilkan banyak ide yang keluar dari pemikiran seseorang secara cepat. Dalam kelancaran berpikir, yang ditekankan adalah kuantitas, dan bukan kualitas. b. Keluwesan berpikir (flexibility), yaitu kemampuan untuk memproduksi sejumlah ide, jawaban-jawaban atau pertanyaan-pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda, mencari alternatif atau arah yang berbeda-beda, serta mampu menggunakan bermacammacam pendekatan atau cara pemikiran. Orang yang kreatif adalah orang yang luwes dalam berpikir. Mereka dengan mudah dapat meninggalkan cara berpikir lama dan menggantikannya dengan cara berpikir yang baru. 4 c. Elaborasi (elaboration), yaitu kemampuan dalam mengembangkan gagasan dan menambahkan atau memperinci detail-detail dari suatu objek, gagasan atau situasi sehingga menjadi lebih menarik. d. Originalitas (originality), yaitu kemampuan untuk mencetuskan gagasan unik atau kemampuan untuk mencetuskan gagasan asli. Menurut Sund (dalam Slameto, 2003: 147-148), bahwa individu dengan potensi kreatif dapat dikenal melalui pengamatan ciri-ciri sebagai berikut: 1. Hasrat keingintahuan yang cukup besar 2. Bersikap terbuka terhadap pengalaman baru 3. Panjang akal 4. Keinginan untuk menemukan dan meneliti 5. Cenderung lebih menyukai tugas yang berat dan memuaskan 6. Memiliki dedikasi bergairah serta aktif dalam melaksanakan tugas. 7. Menaggapi pertanyaan yang diajukan serta cenderung memberi jawaban lebih banyak 8. Kemampuan membuat analisis dan sintesis 9. Memiliki semangat bertanya serta meneliti 10. Memiliki daya abstraksi yang cukup baik 11. Memiliki latar belakang membaca yang cukup luas. Sedangkan Kecerdasan kreatif menurut Rowe (2005: 12) adalah mengetahui bagaimana cara kita memecahkan masalah sehari-hari. Menurut Alan J. Rowe, Ciri-ciri kecerdasan kreatif adalah sebaga berikut: 5 1. Tidak menanti masalah sampai memuncak. Mereka terlebih dahulu mengenali masalah itu jauh sebelum masalah itu menjalar kemana-mana dan secepatnya memproses pemecahannya. 2. Mendefinisikan masalah dengan benar. Dengan begitu, mereka memecahkan masalah yang sangat menghambatnya. Tidak membiarkan masalah tersebut terjadi lagi dalam kehidupan mereka. Mereka juga berusaha memutuskan mana masalah yang pertama kali harus segera dipecahkan, dan mana yang bisa dipecahkan kemudian. Jadi dia mempunyai prioritas dalam pemecahan masalahnya. 3. Sungguh-sungguh merumuskan strategi pemecahan masalah. Khususnya, mereka fokus pada rencana jangka panjang daripada terburu-buru. Lalu mereka memikirkan kembali apa strategi mereka. “orang yang memiliki kecerdasan itu tidak selalu membuat keputusan yang benar, tapi mereka memonitor dan mengevaluasi keputusan-keputusan mereka dan selanjutnya memperbaiki kesalahan-kesalahan yang mereka temukan. 4. Memecahkan masalah secara behavioristik. Mereka tidak merumuskan atau memastikan masalah, mereka menginkubasikan masalah. Dalam menghadapi masalah mereka menganalisanya terlebih dahulu dengan teliti baru kemudian menggunakan strategi yang tepat dan kreatif dalam memecahkannya. 5. Mengenali rasionalitas berpikir. Pemecahan dan keputusan mereka itu intuitif atau rasional, atau dengan mengkombinasikan keduanya. Mereka jarang salah dalam hal proses pemikiran mereka sehingga mereka tidak salah dalam membuat keputusan. 6 2.3 Tahap-tahap Perkembangan Kreativitas Menurut Cropley (1999: 9-10), terdapat 3 tahapan perkembangan kreativitas diantaranya: 1) Tahap prekonvensional (Preconventional phase) Tahap ini terjadi pada usia 6–8 tahun. Pada tahap ini, individu menunjukkan spontanitas dan emosional dalam menghasilkan suatu karya, yang kemudian mengarah kepada hasil yang aestetik dan menyenangkan. Individu menghasilkan sesuatu yang baru tanpa memperhatikan aturan dan batasan dari luar. 2) Tahap konvensional (Conventional phase) Tahap ini berlangsung pada usia 9–12 tahun. Pada tahap ini kemampuan berpikir seseorang dibatasi oleh aturan-aturan yang ada sehingga karya yang dihasilkan menjadi kaku. Selain itu, pada tahap ini kemampuan kritis dan evaluatif juga berkembang. 3) Tahap poskonvensional (Postconventional phase) Tahap ini berlangsung pada usia 12 tahun hingga dewasa. Pada tahap ini, individu sudah mampu menghasilkan karya-karya baru yang telah disesuaikan dengan batasan-batasan eksternal dan nilai-nilai konvensional yang ada di lingkungan. Setiap orang pada dasarnya memiliki potensi kreatif dan kemampuan mengungkapkan dirinya secara kreatif dalam bidang dan kadar yang berbeda – beda. Yang penting dalam pendidikan adalah bahwa bakat kreatif dapat dan perlu ditingkatkan dan dikembangkan. 7 2.4 Pengembangan Kreatifitas dengan Pendekatan 4P Menurut Baruki artikel.php?id.Kreativitas-Anak) (www. bahwa melindahospital. pengembangan com/detail- kreatifitas dengan pendekatan 4P, yakni sebagai berikut: 1. Pribadi Kreatifitas adalah ungkapan keunikan individu dalam interaksi dengan lingkungan. Dari pribadi yang unik inilah diharapkan timbul ide – ide baru dan produk – produk yang inovatif. 2. Pendorong Untuk mewujudkan bakat kreatif siswa diperlukan dorongan dan dukungan dari lingkungan (motivasi eksternal) yang berupa apresiasi, dukungan, pemberian penghargaan, pujian, insentif, dan dorongan dari dalam diri siswa sendiri (motivasi internal) untuk menghasilkan sesuatu. Bakat kreatif dapat berkembang dalam lingkungan yang mendukung, tetapi dapat pula dihambat dalam lingkungan yang tidak mendukung. Banyak orang tua yang kurang menghargai kegiatan kreatif anak mereka dan lebih memprioritaskan pencapaian prestasi akademik yang tinggi dan memperoleh rangking tinggi dalam kelasnya. Demikian pula guru meskipun menyadari pentingnya perkembangan kreatifitas tetapi dengan kurikulum yang ketat dan kelas dengan jumlah murid yang banyak maka tidak ada waktu bagi pengembangan kreativitas. 8 3. Proses Untuk mengembangkan kreativitas siswa, ia perlu diberi kesempatan untuk bersibuk secara aktif. Pendidik hendaknya dapat merangsang siswa untuk melibatkan dirinya dalam berbagai kegiatan kreatif. Untuk itu yang penting adalah memberi kebebasan kepada siswa untuk mengekspresikan dirinya secara kreatif. Pertama – tama yang perlu adalah proses bersibuk diri secara kreatif tanpa perlu selalu atau terlalu cepat menuntut dihasilkan produk kreatif yang bermakna. 4. Produk Kondisi yang memungkinkan seseorang menciptakan produk kreatif yang bermakna adalah kondisi pribadi dan lingkungan yaitu sejauh mana keduanya mendorong seseorang untuk melibatkan dirinya dalam proses (Kesibukan , kegiatan) kreatif. Yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa pendidik menghargai produk kreatifitas anak dan mengkomunikasikannya kepada yang lain, misalnya dengan mempertunjukkan atau memamerkan hasil karya anak. Ini akan lebih menggugah minat anak untuk berkreasi. 2.5 Peran Guru dalam Mengembangkan Kreativitas Anak Menurut Gagne mengajar atau “teaching” merupakan bagian dari pembelajaran (intuction), dimana peran guru lebih ditekanka kepada bagaiman cara merancang atau mengaransemen berbagai sumber dan fasilitas yang tersedia untuk digunakn atau dimanfaatkan siswa dalam mempelajari sesuatu. Dalam istilah ‘pembelajaran’ yang lebih dipengaruhi oleh perkembangan hasil–hasil teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan belajar, siswa 9 diposisikan sebagi subjek belajar yang memegang peranan yang utama, sehingga dalam Setting proses belajar mengajar siswa dituntut beraktifitas secara penuh bahkan secara individual mempejari bahan pelajaran. Berbicara tentang peran guru dalam proses belajar mengajar meliputi banyak hal sebagaiman yang dikemukakan oleh Adams Dan Decey dalam Basic Prinsipiles of student teaching, antara lain guru sebagai pengajar, pemimpin kelas, pembimbing, pengatur lingkungan, partisipan, ekspeditor, perencanaan, supervisor, motifator dan konselor. Adapun yang akan dikemukan adalah peranan yang dianggap paling dominan adalah dan diklasipikasikan sebagai berikut: 1. Guru Sebagai Demonstrator Melalui peranannya sebagai demonstrator, atau pengajar guru hendaknya senantiasa menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkan serta senantiasa mengembangkannya dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya karena hal ini akan sangat menentukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa. 2. Guru Sebagai Pengelola Kelas Dalam peranannya sebagai pengelola kelas, guru hendaknya mampu mengelola kelas sebagai lingkungan belajar serta merupakan aspek dari lingkungan sekolah yang perlu diorganisasi. Tujuan umum pengelolaan kelas ialah menyediakan dan menggunakan pasilitas kelas untuk bermacam-macam kegiatan belajar dan mengajar agar mencapai hasil yang baik. Sedangkan tujuan khusus adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam menggunakan alat-alat belajar, menyediakan 10 kondisi-kondisi yang memungkinkan siswa bekerja dan belajar, serta membantu siswa untuk memperoleh hasil yang diharapkan. 3. Sebagai Mediator dan Fasilitator Sebagai mediator guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan karena media pendidikan merupakan alat komunikasi untuk lebih mengefektifkan proses belajar-mengajar. Dengan demikian media pendidikan merupakan dasar yang sangat diperlukan yang bersifat melengkapi dan merupakan bagian yang integral demi keberhasilannya proses pendidikan dan pengajaran disekolah. Sebagai mediator guru pun menjadi perantara antara hubungan dengan manusia. Untuk keperluan ini, guru harus terampil mempergunakan pengetahuan tentang bagaimana orang berintegrasi dan berkomunikasi. Tujuan utamanya agar guru dapat menciptakan secara masksimal kualitas lingkungan yang interaktif. Dalam hal ini ada tiga macam kegiatan yang dapat dilakukan oleh guru, yaitu mendorong berlangsungnya tingkah laku sosial yang baik, mengembangkan daya interaksi pribadi, dan menumbuhkan hubungan positif dengan siswa. 4. Guru Sebagai Evaluator Kalau kita perhatikan dunia pendidikan, akan kita ketahui bahwa setiap jenis pendidikan atau bentuk pendidikan pada waktu-waktu tertentu selama periode pendidikan orang selalu mengadakan evaluasi, artinya pada waktuwaktu tertentu selama satu periode pendidikan, selalu mengadakan penilaian terhadap yang telah dicapai, baik oleh siswa maupun oleh pihak guru. 11 Demikian pula dalam satu kali proses belajar mengajar guru hendaknya menjadi seorang evaluator yang baik. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui kegiatan yang telah dirumuskan itu tercapai atau belum dan apakah materi yang diajarkan sudah cukup tepat. Semua pertanyaan tersebut akan dapat dijawab melalui kegiatan evaluasi atau penilaian. Dengan demikian, guru dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta ketepatan atau efektifitas metode mengajar. Tujuan lain dari penilaian di antaranya ialah untuk mengetahui kedudukan siswa di dalam kelas atau kelompoknya. Dengan penilaian, guru dapat mengklarifikasikan apakah seseorang siswa termasuk kelompok siswa yang pandai, sedang, kurang, atau cukup baik di kelasnya jika dibandingkan dengan teman- temannya.