naskah publikasi - Fakultas Psikologi UII

advertisement
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN
MOTIVASI KERJA KARYAWAN PT. USMANTEK
KABUPATEN MAGELANG
Oleh:
FIRDAUS CHRISTYOADI
SUKARTI
MIFTAHUN NI’MAH SUSENO
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2009
2
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN MOTIVASI KERJA
KARYAWAN PT. USMANTEK KABUPATEN MAGELANG
Telah Disetujui Pada Tanggal
_______________________________
Dosen Pembimbing Utama
(Dr. Sukarti)
3
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN MOTIVASI
KERJA KARYAWAN PT. USMANTEK KABUPATEN MAGELANG
Firdaus Christyoadi
Sukarti
Miftahun Ni’mah Suseno
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empirik hubungan antara
dukungan sosial dengan motivasi kerja karyawan. Hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah Ada hubungan positif antara dukungan sosial dengan
motivasi kerja pada karyawan, semakin tinggi dukungan sosial yang diterima
maka semakin tinggi juga motivasi kerja karyawan, begitu juga sebaliknya
semakin rendah dukungan sosial yang diterima karyawan maka semakin rendah
juga motivasi yang dimiliki karyawan. Subjek dalam penelitian ini adalah
karyawan yang bekerja di PT. Usman Jaya Mekar Textile Industry berjumlah 99
orang. Alat ukur yang digunakan adalah skala motivasi kerja yang disusun
berdasarkan aspek-aspek motivasi kerja dari Sagir (Sastrohadiwiryo, 2003) dan
skala dukungan sosial yang disusun berdasarkan aspek-aspek dukungan sosial dari
Cohen, dkk (Smet, 1994).
Metode analisis data yang diakukan dalam penelitian ini menggunakan
fasilitas program SPSS 12.0 untuk menguji apakah terdapat hubungan antara
dukungan sosial dengan motivasi kerja. Uji korelasi Pearson menunjukkan
korelasi sebesar r = 0.635 dengan p = 0.000 (p < 0.01) yang artinya ada hubungan
yang sangat signifikan antara dukungan sosial dengan motivasi kerja, dengan
demikian hipotesis penelitian ini diterima.
Kata Kunci: Motivasi Kerja, Dukungan Sosial
4
PENGANTAR
Konstelasi ekonomi global selama satu tahun terakhir ini cenderung
berpotensi mengguncang ekonomi Indonesia pada tahun 2008. Meningkatnya
harga minyak dunia, yang sempat menembus US$126 per barel, dan harga-harga
komoditas pangan akan membayang-bayangi kinerja ekonomi Indonesia di tahun
tikus ini. Resesi di Negeri Paman Sam dan Eropa diperkirakan akan memengaruhi
Indonesia
dari
sisi
ekspor,
impor,
pasar
saham,
dan
pasar
uang
(www.wartaekonomi.com/02/12/2008). Masalah krisis global yang ada saat ini
dikhawatirkan dapat berdampak langusng pada motivasi kerja karyawan, ancaman
pemecatan karyawan secara besar-besaran dikhawatirkan akan terjadi. Sehingga
dalam bekerja seorang karyawan diliputi perasaan was-was dan khawatir
mengenai masa depan pekerjaannya. Untuk menanggulangi hal tersebut seorang
karyawan dalam bekerja membutuhkan dukungan yang berasal dari keluarga,
rekan kerja dan atasan ditempat kerja.
Robbins (2003) mengatakan bahwa motivasi adalah proses yang ikut
menentukan intensitas, arah, dan ketekunan individu dalam usaha mencapai
sasaran. Intensitas terkait dengan seberapa keras seseorang berusaha. Akan tetapi,
intensitas yang tinggi kemungkinan tidak akan menghasilkan kinerja yang
diinginkan jika upaya itu tidak disalurkan ke arah yang menguntungkan
organisasi.
Individu-individu
yang
termotivasi
tetap
bertahan
dengan
pekerjaannya dalam waktu cukup lama untuk mencapai sasaran mereka.
Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan kehadiran manusia lain
untuk berinteraksi. Kehadiran orang lain di dalam kehidupan pribadi seseorang
5
begitu dibutuhkan. Hal ini terjadi karena seseorang tidak mungkin memenuhi
kebutuhan fisik maupun psikologisnya secara sendirian. Karyawan dalam
menjalankan tugasnya tidak lepas dari bekerja sama dengan orang lain, dalam
perjalanannya setiap pekerjaan yang dilakukan terkadang tidak selamanya dapat
dipertahankan secara baik, banyak hal yang dapat mempengaruhi karyawan
menjalankan pekerjaannya dalam kaitannya dengan motivasi kerja karyawan.
Salah satu yang mempengaruhi motivasi kerja karyawan adalah dukungan sosial,
dimana individu dalam menyelesaikan tugas-tugasnya membutuhkan dukungan
sosial baik yang berasal dari atasan, teman sekerja maupun dari keluarga (Ganster
dkk, 1986).
Motivasi kerja
Gibson dkk (1996) menyatakan bahwa motivasi adalah suatu konsep yang
digunakan untuk menggambarkan dorongan-dorongan yang timbul pada atau di
dalam seorang individu yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku. Dengan
kata lain motivasi adalah kekuatan yang mendorong seorang karyawan untuk
menimbulkan dan mengarahkan perilaku.
Robbins (2003) mengatakan bahwa motivasi adalah proses yang ikut
menentukan intensitas, arah, dan ketekunan individu dalam usaha mencapai
sasaran. Intensitas terkait dengan seberapa keras seseorang berusaha. Akan tetapi,
intensitas yang tinggi kemungkinan tidak akan menghasilkan kinerja yang
diinginkan jika upaya itu tidak disalurkan ke arah yang menguntungkan
organisasi. Oleh karena itu, karyawan harus mempertimbangkan kualitas upaya itu
6
maupun intesitasnya. Pada akhirnya, motivasi memiliki dimensi berlangsung
lama. Individu-individu yang termotivasi tetap bertahan dengan pekerjaannya
dalam waktu cukup lama untuk mencapai sasaran mereka. Herzberg (dalam
Robbins, 2003) meyakini bahwa hubungan individu dengan pekerjaannya
merupakan hubugan dasar dan bahwa sikap seseorang terhadap kerja sangat
menentukan kesuksesan atau kegagalan individu tersebut.
Mohyi (1996) mendefinisikan motivasi kerja sebagai dorongan untuk
melakukan dan menyelesaikan sesuatu pekerjaan dengan bersemangat dan cepat
namun tetap berhati-hati. Motivasi kerja sangat penting bagi karyawan, manajer
atau para pemimpin karena dengan motivasi yang tinggi, maka pekerjaan (tugas)
dilakukan dengan bersemangat dan bergairah sehingga akan dicapai suatu hasil
yang optimal (prestasi tinggi) yang tentunya akan mendukung tercapainya tujuan
yang diinginkan dengan efisien dan efektif.
Munandar (2001) mengatakan bahwa motivasi kerja seseorang dapat lebih
bercorak proaktif atau reaktif. Pada motivasi kerja yang proaktif orang akan
berusaha untuk meningkatkan kemampuan-kemampuannya sesuai dengan yang
dituntut oleh pekerjaannya atau akan berusaha untuk mencari, menemukan dan
menciptakan peluang dimana seseorang menggunakan seluruh kemampuannya
untuk dapat bekerja dengan baik. Sebaliknya motivasi kerja seseorang yang lebih
reaktif, cenderung menunggu upaya atau tawaran dari lingkungannya. Seseorang
baru mau bekerja jika mendapat dorongan, dipaksa (dari luar dirinya) untuk
bekerja.
7
Aspek-aspek Motivasi
Sagir (Sastrohadiwiryo, 2003), membagi faktor penggerak tersebut
kedalam tujuh bagian, yaitu :
a. Kinerja (Achievement)
Individu yang mempunyai keinginan bekerja sebagai suatu kebutuhan atau
need dapat mendorongnya mencapai sasaran. McClelland menjelaskan bahwa
tingkat need for Achievement yang telah menjadi naluri kedua merupakan
kunci keberhasilan individu.
b. Penghargaan (Recognition)
Penghargaan, pengakuan atau recognition atas suatu kinerja yang telah dicapai
individu akan menjadi perangsang yang kuat. Pengakuan atas suatu kinerja
akan memberikan kepuasan batin yang lebih tinggi daripada penghargaan
dalam bentuk materi atau hadiah. Penghargaan atau pengakuan dalam bentuk
piagam penghargaan atau mendali dapat menjadikan perangsang yang lebih
kuat dibandingkan dengan hadiah berupa barang atau bonus uang.
c. Tantangan (Challange)
Ada tantangan yang dihadapi merupakan perangsang yang kuat bagi manusia
untuk mengatasinya. Suatu sasaran yang tidak menantang atau dengan mudah
dapat dicapai biasanya tidak mampu menjadi perangsang, bahkan cenderung
menjadi
kegiatan
rutin.
Tantangan
demi
menumbuhkan semangat untuk mengatasinya.
d. Tanggung Jawab (Responsibility)
tantangan
biasanya
akan
8
Ada rasa ikut memiliki (sense of belonging) akan menimbulkan motivasi
untuk turut merasa bertanggungjawab.
e. Pengembangan (Development)
Pengembangan kemampuan individu, baik dari pengalaman kerja atau
kesempatan untuk maju, dapat menjadi perangsang yang kuat bagi karyawan
untuk bekerja lebih giat atau bergairah, apalagi jika pengembangan
perusahaan selalu dikaitkan dengan kinerja atau produktivitas tenaga kerja.
f. Keterlibatan (involvement)
Rasa ikut terlibat (involved) dalam proses pengambilan keputusan, yang dapat
berupa kotak saran dari karyawan dan dapat dijadikan masukan untuk
manajemen perusahaan, merupakan perangsang yang cukup kuat untuk
karyawan. Karyawan merasa diikutsertakan dalam proses pengambilan
keputusan atau langkah-langkah kebijakan yang diambil manajemen melalui
kotak saran.
g. Kesempatan (Oppurtunity)
Kesempatan untuk maju dalam bentuk jenjang karir yang terbuka dari tingkat
bawah sampai manajemen puncak menjadi perangsang yang cukup kuat bagi
karyawan. Bekerja tanpa harapan atau tidak ada kesempatan untuk meraih
kemajuan atau perbaikan nasib, tidak akan menjadi perangsang untuk
berkinerja atau bekerja produktif.
9
Faktor-Faktor VD
Hezberg (Munandar, 2001) membagi dua faktor motivasi, faktor tesebut
terbagi dua menjadi faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.
a. Faktor Intrinsik
atau faktor motivator, merupakan faktor-faktor yang
menimbulkan motivasi kerja yang lebih bercorak proaktif (Munandar, 2001)
1) Tanggung jawab (responsibility), besar kecilnya tanggung jawab yang
dirasakan diberikan kepada seorang tenaga kerja.
2) Kemajuan (advancement), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja dapat
maju dalam pekerjaannya.
3) Pekerjaan itu sendiri, besar kecilnya tantangan yang dirasakan tenaga kerja
dari pekerjaannya.
4) Capaian (ahievment), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja mencapai
prestasi kerja yang tinggi.
5) Pengakuan (recognition), besar kecilnya pengakuan yang diberikan kepada
tenaga atas unjuk kerjanya.
b. Faktor Ekstrinsik atau faktor hygiene yang cederung menghasilkan motivasi
kerja yang lebih reaktif.
1) Administrasi dan kebijakan perusahaan, derajat kesesuaian yang dirasakan
tenaga kerja dari semua kebijakan dan peraturan yang berlaku dalam
perusahaan.
2) Penyeliaan, derajat kewajaran penyeliaan yang dirasakan diterima oleh
tenaga kerja.
3) Gaji, derajat kewajaran dari gaji diterima sebagai imbalan unjuk kerjanya.
10
4) Hubungan antar pribadi, derajat kesesuaian yang dirasakan dalam
berinteraksi dengan tenaga kerja lainnya.
5) Kondisi kerja, derajat kesesuaian kondisi kerja dengan proses pelaksanaan
tugas pekerjaannya.
Dukungan Sosial
Manusia sebagai makhluk sosial, keberadaannya selalu membutuhkan dan
dibutuhkan orang lain. Interaksi timbal balik ini pada akhirnya akan menciptakan
hubungan ketergantungan satu sama lain. Kehadiran orang lain di dalam
kehidupan pribadi seseorang tidak bersifat “dengan” sesama, melainkan
“bersama” sesama. Hal ini terjadi karena seseorang tidak mungkin memenuhi
kebutuhan fisik maupun psikologisnya sendiri. Individu membutuhkan dukugan
terutama dari orang-orang terdekat. Coyne & Downey (Smet, 1994) membeberkan
dukungan sosial sehubungan dengan hubungan-hubungan intim, hubungan yang
bermutu kurang baik (banyak pertentangan) jauh lebih banyak mempengaruhi
kekurangan dukungan yang dirasakan daripada tidak ada hubungan sama sekali.
Gottlieb (Smet, 1994) menyatakan dukungan sosial terdiri dari informasi
atau nasehat verbal dan atau non-verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang
diberikan oleh keakraban sosial atau didapat karena kehadiran merekadan
mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima. Cobb
(Smet, 1994) menekankan orientasi subyektif yang memperlihatkan bahwa
dukungan sosial itu terdiri atas informasi yang menuntun orang meyakini bahwa
ia diurus dan disayangi.
11
Dukungan sosial adalah tindakan yang sifatnya membantu dengan
melibatkan emosi, pemberian informasi, bantuan materi dan penilaian yang positif
pada individu dalam menghadapi permasalahannya. Dukungan sosial tersebut
sangat berpengaruh bagi individu dalam beradaptasi dan berinteraksi dengan
lingkungan. Dukungan tersebut berkaitan dengan pembentukan keseimbangan
mental dan kepuasan psikologis. Dukungan sosial secara luas didefinisikan
sebagai tersedianya atau adanya hubungan yang bersifat menolong dan
mempunyai nilai khusus bagi individu yang menerimanya. Definisi ini juga
memberikan pengertian adanya ikatan-ikatan sosial yang bersifat positif dimana
hubungan antar individu baik yang bersifat horizontal maupun vertikal memiliki
ikatan positif yang menyenangkan.
Aspek-Aspek Dukungan Sosial
Cohen dkk (Smet, 1994) memperinci empat aspek dukungan sosial, yaitu:
a. Aspek Emosional
Mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap orang
yang bersangkutan.
b. Aspek penghargaan
terjadi lewat ungkapan penghargaan positif untuk orang itu, dorongan
maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu, dan perbandingan
positif orang itu dengan orang-orang lain.
12
c. Aspek instrumental
Mencakup bantuan langsung, seperti kalau orang-orang memberi pinjaman
uang kepada orang itu atau menolong dengan pekerjaan pada waktu mengalami
stress.
d. Aspek Informatif
mencakup memberi nasehat, petunjuk-petunjuk, saran-saran atau umpan
balik.
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
skala motivasi dan skala dukungan sosial. Skala ini berfungsi untuk mengetahui
sejauh mana tingkat dukungan sosial yang didapat karyawan dan tingkat motivasi
kerja karyawan.
Metode Analisis Data
Metode analisis data untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah
menggunakan model analisis korelasi product moment dari Pearson, dengan
menggunakan analisis statistik SPSS 12 for windows. Dengan menggunakan
teknik korelasi product moment, nantinya dapat diketahui apakah ada hubungan
antara variabel bebas dengan variabel tergantung dalam penelitian ini ataupun
sebaliknya tidak ada hubungan diantara kedua variabel tersebut.
13
Hasil Penelitian
Analisa data dilakukan untuk menguji hipotesis penelitian, sebelumnya
dilakukan terlebih dahulu uji asumsi yang terdiri dari uji normalitas dan uji
linearitas. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan teknik One-Sample
Kolmogorov-Smirnov Test dari program SPSS 12.0 for windows. Diperoleh
sebaran skor pada variabel motivasi kerja adalah normal (K-S Z = 0.922 ; p =
0.363 atau p > 0.05) dan sebaran variabel dukungan sosial adalah normal (K-S Z
=0.923 ; p = 0.362 atau p > 0.05), karena data ini memiliki signifikan lebih dari
0.05 maka data ini normal. Hasil uji linearitas yang dilakukan didapat F Linearity
49.020 dengan P = 0.000; P < 0.05 menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut
linear. Uji hipotesis yang dilakukan menunjukkan besarnya koefisien antara
dukungan sosial dan motivasi kerja r = 0.635 dengan p = 0.000 (p < 0.01). Hal ini
menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara dukungan
sosial dengan motivasi kerja. Artinya, Semakin tinggi dukungan sosial, maka
semakin tinggi motivasi kerja. Sebaliknya, semakin rendah dukungan sosial, maka
semakin rendah motivasi kerja. Dengan demikian hipotesis pada penelitian ini
diterima. Analisis regresi dilakukan untuk mengetahui besar sumbangan masingmasing aspek dukungan sosial dengan variabel motivasi kerja. Berdasarkan
analisis regresi aspek dukungan sosial yang memiliki sumbangan terbesar
terhadap motivasi kerja adalah aspek emosional r square change = 0.327 dengan p
= 0.000 (p < 0.01) atau berpengaruh sebesar 32.7%. Aspek kedua yang memiliki
sumbangan tersbesar adalah aspek informatif r square change = 0.073 dengan p =
0.001 (p < 0.01) atau berpengaruh sebesar 7.3%. Aspek ketiga yang memiliki
14
pengaruh terbesar terhadap motivasi kerja adalah aspek penghargaan r square
change = 0.036 dengan p = 0.022 (p < 0.05) atau berpengaruh sebesar 3.6%.
Sedangkan aspek instrumen tidak memiliki pengaruh karena p > 0.05.
Analisis regresi juga dilakukan untuk mengetahui sumber dukungan
terbesar yang berpengaruh terhadap motivasi kerja. Berdasarkan hasil anilisis
regresi sumber dukungan yang memiliki pengaruh terbesar adalah sumber
dukungan yang berasal dari keluarga r square change = 0.251 dengan p = 0.000 (p
< 0.000) atau berpengaruh sebesar 25.1%. Sumber dukungan kedua yang memiliki
pengaruh terbesar terhadap motivasi kerja adalah sumber dukungan yang berasal
dari atasan r square change = 0.144 dengan p = 0.000 (p < 0.000) atau
berpengaruh sebesar 14.4%. Sumber dukungan ketiga yang mememiliki pengaruh
terbesar terhadap motivasi kerja adalah sumber dukungan yang berasal dari rekan
kerja r square change = 0.049 dengan p = 0.011 (p < 0.05) atau berpengaruh
sebesar 4.9%.
Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa ada hubungan positif yang
sangat signifikan antara dukungan sosial dengan motivasi. Dengan demikian
maka hipotesis di terima dan ditunjukkan dengan nilai r = 0.635 dengan p = 0.000
(p < 0.01). hubungan positif antara dukungan sosial dan motivasi senada dengan
pendapat Zajonc (Rohman, 1997) bahwa berada di tengah orang lain akan
meningkatkan motivasi seseorang. Ketiadaan hubungan yang saling membantu
antar karyawan, dan antara sumber-sumber dukungan sosial akan menyebabkan
15
karyawan gugup, merasa kacau, tidak tahu apa yang harus dilakukan, tidak siap
melakukan sesuatu, tidak mampu memberikan pertolongan dan bantuan kepada
rekan sekerja yang membutuhkan pertolongan, gelisah, bersikap oposisi, tidak
peduli pada kemampuan dirinya sendiri, dan tidak tahu usul-usul apa yang harus
diketengahkan, Smith (Rohman, 1997). Selanjutnya dikemukakan bahwa
hubungan supportive dari atasan bukan hanya sekedar basa-basi, tetapi
membutuhkan keakraban dan perhatian kepada karyawan dan keluarganya.
Ketiadaan dukungan sosial akan berpengaruh negatif terhadap tenaga kerja
maupun organisasi tempat bekerja.
Selain itu dari hasil analisis menunjukkan mean empirik motivasi kerja
dan dukungan sosial lebih tinggi dari mean hipotetik yaitu sebesar 131,4242 dan
196.7879 sehingga bila dikategorikan maka motivasi kerja dan dukungan sosial
subyek dalam penelitian ini termasuk dalam kategori tinggi.
Tingginya skor dukungan sosial dan motivasi kerja dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa subyek dalam penelitian ini hampir semuanya merasa bahwa
dukungan sosial yang diterimanya baik yang berasal dari keluarga, rekan kerja,
maupun atasan akan mampu membawa motivasi kerja yang baik. Skor tertinggi
motivasi kerja dalam penelitian ini yang diperoleh subyek sebesar 157 dan skor
terendah yang diperoleh subyek dalam penelitian ini yaitu 106. Sedangkan skor
tertinggi dukungan sosial yang diperoleh subyek sebesar 256 dan skor terendah
yang diperoleh subyek dalam penelitian ini yaitu sebesar 153.
Kontribusi variabel dukungan sosial dan motivasi kerja pada penelitian ini
dapat diketahui dari skor r square sebesar 0.403 Hal ini menunjukkan bahwa
16
dukungan sosial memberi sumbangan efektif sebesar 40.3 % pada motivasi kerja
karyawan. Sisanya sebesar 59.7 % merupakan sumbangan dari faktor lain yang
mungkin dapat mempengaruhi motivasi kerja, namun faktor tersebut tidak diteliti
lebih lanjut oleh peneliti. Munandar (2001) mengatakan bahwa motivasi kerja
seseorang dapat lebih bercorak proaktif atau reaktif. Pada motivasi kerja yang
proaktif orang akan berusaha untuk meningkatkan kemampuan-kemampuannya
sesuai dengan yang dituntut oleh pekerjaannya atau akan berusaha untuk mencari,
menemukan dan menciptakan peluang dimana seseorang menggunakan seluruh
kemampuannya untuk dapat bekerja dengan baik. Sebaliknya motivasi kerja
seseorang yang lebih reaktif, cenderung menunggu upaya atau tawaran dari
lingkungannya. Seseorang baru mau bekerja jika mendapat dorongan, dipaksa
(dari luar dirinya) untuk bekerja. Sejalan dengan teori X dan Y dari McGregor,
dimana orang-orang dengan tipe X memerlukan orang lain guna memacu motivasi
mereka dalam bekerja (Munandar, 2001)
Robbins (2003) mengatakan bahwa motivasi adalah proses yang ikut
menentukan intensitas, arah, dan ketekunan individu dalam usaha mencapai
sasaran. Intensitas terkait dengan seberapa keras seseorang berusaha. Akan tetapi,
intensitas yang tinggi kemungkinan tidak akan menghasilkan kinerja yang
diinginkan jika upaya itu tidak disalurkan ke arah yang menguntungkan
organisasi. Firth & Britton (Niven, 1995) menyatakan bahwa kelelahan secara
emosional dan kurangnya dukungan yang dirasakan dapat mempengaruhi
motivasi seorang karyawan dalam bekerja. Pengakuan dari pihak manajemen
dapat berdampak positif terhadap motivasi kerja karyawan, pengakuan atas unjuk
17
kerja yang ditampilkan seorang karyawan dari pihak manajemen atasan
merupakan suatu bentuk dukungan yang dirasakan oleh karyawan tersebut
(Robbins, 2003). Sebuah perusahaan layaknya organisasi lain terdiri dari berbagai
macam individu yang terdapat didalamnya, salah satu upaya yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan motivasi adalah dengan membentuk kelompok kecil diantara
karyawan guna memecahkan suatu permasalahan kerja yang dihadapi (Munandar,
2001) dengan membentuk kelompok-kelompok kecil diharapkan adanya
dukungan dari rekan kerja ketika seorang karyawan dihadapkan pada suatu
permasalahan.
Berdasarkan hasil analisis regresi sumber dukungan yang paling
berpengaruh adalah dukungan yang berdasar dari keluarga, sumbangan yang
diberikan terhadap motivasi kerja karyawan sebesar 25.1%. Seorang karyawan
yang telah berkeluarga memiliki kebutuhan yang berbeda dibandingkan dengan
karyawan yang belum berkeluarga, hal ini dapat menjadi dorongan baginya untuk
lebih berprestasi (Robbins, 2003). Berdasarkan analisis regresi yang dilakukan
aspek dukungan sosial yang memiliki pengaruh terbesar terhadap motivasi adalah
aspek emosional, sumbangan yang diberikan terhadap motivasi kerja sebesar
32.7%, hal ini sejalan dengan pendapat yang diutarakan oleh Firth & Britton
(Niven, 1995) yang menyatakan bahwa kelelahan secara emosional dan
kurangnya dukungan yang dirasakan dapat mempengaruhi motivasi seorang
karyawan dalam bekerja.
18
Kesimpulan
Hasil analisis menunjukkan besarnya koefisien antara dukungan sosial dan
motivasi kerja r = 0.635 dengan p = 0.000 (p < 0.01). Hal ini menunjukkan bahwa
ada hubungan positif yang sangat signifikan antara dukungan sosial dengan
motivasi kerja. Dengan demikian hipotesis pada penelitian ini diterima.
Saran
Ada beberapa saran yang dikemukakan peneliti berkaitan dengan hasil
penelitian, antara lain:
1. Bagi Perusahaan
Disarankan bagi perusahaan untuk mempertahankan motivasi kerja karyawan
yang termsuk dalam kategori tinggi, dalam bentuk memberikan dukungan
yang terbaik bagi karyawan dalam bekerja agar tujuan dan produktivitas
perusahaan tercapai denhgan sempurna
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti dengan tema yang
sama disarankan untuk:
a. Sebaiknya mencoba penerapannya pada setting subjek yang berbeda.
Sehingga dapat memperkuat teori yang telah ada.
b. Mencoba variabel lain yang mempengaruhi motivasi kerja karyawan,
sebagai mana yang ditemukan dalam penelitian ini bahwa variabel
dukungan sosial memberi sumbangan efektif sebesar 37.5 % pada motivasi
19
kerja karyawan, dan sisanya sebesar 62.5 % merupakan sumbangan dari
faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi motivasi kerja.
20
DAFTAR PUSTAKA
Gibson, J. L., Ivancevich, J. M., & Donnelly, J. H. 1996. Organization: Behavior
Structure Processes. McGraw-Hill. Boston.
Kuncoro, M. Indonesia Bangkit 2008. www.wartaekonomi.com 02/12/2008
Mohyi, A. Drs. 1996. Teori dan Perilaku Organisasi, Malang : UMMPress
Munandar, A. S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI press
Niven, N. 1995. Psikologi Kesehatan edisi 2. Jakarta: EGC
Robbins. S. P. 2006. Perilaku Organisasi, Klaten. PT Intan Sejati
Rohman, T. N., Prihartanti, N., Rosyid, H. F., 1997. Hubungan Antara Dukungan
Sosial Dengan Burnout Pada Perawat Putri Di Rumah Sakit Swasta:
Psikologika. No. 4 Tahun IV, hal 51-59.
Sastrohadiwiryo, S. 2002. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia Pendekatan
Administratif dan Operasional. Bumi Aksara. Jakarta.
Smet, B. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta: Grasindo
Download