NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN PT. USMANTEK KABUPATEN MAGELANG Oleh: FIRDAUS CHRISTYOADI SUKARTI MIFTAHUN NI’MAH SUSENO PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2009 2 NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN PT. USMANTEK KABUPATEN MAGELANG Telah Disetujui Pada Tanggal _______________________________ Dosen Pembimbing Utama (Dr. Sukarti) 3 HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN PT. USMANTEK KABUPATEN MAGELANG Firdaus Christyoadi Sukarti Miftahun Ni’mah Suseno INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empirik hubungan antara dukungan sosial dengan motivasi kerja karyawan. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah Ada hubungan positif antara dukungan sosial dengan motivasi kerja pada karyawan, semakin tinggi dukungan sosial yang diterima maka semakin tinggi juga motivasi kerja karyawan, begitu juga sebaliknya semakin rendah dukungan sosial yang diterima karyawan maka semakin rendah juga motivasi yang dimiliki karyawan. Subjek dalam penelitian ini adalah karyawan yang bekerja di PT. Usman Jaya Mekar Textile Industry berjumlah 99 orang. Alat ukur yang digunakan adalah skala motivasi kerja yang disusun berdasarkan aspek-aspek motivasi kerja dari Sagir (Sastrohadiwiryo, 2003) dan skala dukungan sosial yang disusun berdasarkan aspek-aspek dukungan sosial dari Cohen, dkk (Smet, 1994). Metode analisis data yang diakukan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS 12.0 untuk menguji apakah terdapat hubungan antara dukungan sosial dengan motivasi kerja. Uji korelasi Pearson menunjukkan korelasi sebesar r = 0.635 dengan p = 0.000 (p < 0.01) yang artinya ada hubungan yang sangat signifikan antara dukungan sosial dengan motivasi kerja, dengan demikian hipotesis penelitian ini diterima. Kata Kunci: Motivasi Kerja, Dukungan Sosial 4 PENGANTAR Konstelasi ekonomi global selama satu tahun terakhir ini cenderung berpotensi mengguncang ekonomi Indonesia pada tahun 2008. Meningkatnya harga minyak dunia, yang sempat menembus US$126 per barel, dan harga-harga komoditas pangan akan membayang-bayangi kinerja ekonomi Indonesia di tahun tikus ini. Resesi di Negeri Paman Sam dan Eropa diperkirakan akan memengaruhi Indonesia dari sisi ekspor, impor, pasar saham, dan pasar uang (www.wartaekonomi.com/02/12/2008). Masalah krisis global yang ada saat ini dikhawatirkan dapat berdampak langusng pada motivasi kerja karyawan, ancaman pemecatan karyawan secara besar-besaran dikhawatirkan akan terjadi. Sehingga dalam bekerja seorang karyawan diliputi perasaan was-was dan khawatir mengenai masa depan pekerjaannya. Untuk menanggulangi hal tersebut seorang karyawan dalam bekerja membutuhkan dukungan yang berasal dari keluarga, rekan kerja dan atasan ditempat kerja. Robbins (2003) mengatakan bahwa motivasi adalah proses yang ikut menentukan intensitas, arah, dan ketekunan individu dalam usaha mencapai sasaran. Intensitas terkait dengan seberapa keras seseorang berusaha. Akan tetapi, intensitas yang tinggi kemungkinan tidak akan menghasilkan kinerja yang diinginkan jika upaya itu tidak disalurkan ke arah yang menguntungkan organisasi. Individu-individu yang termotivasi tetap bertahan dengan pekerjaannya dalam waktu cukup lama untuk mencapai sasaran mereka. Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan kehadiran manusia lain untuk berinteraksi. Kehadiran orang lain di dalam kehidupan pribadi seseorang 5 begitu dibutuhkan. Hal ini terjadi karena seseorang tidak mungkin memenuhi kebutuhan fisik maupun psikologisnya secara sendirian. Karyawan dalam menjalankan tugasnya tidak lepas dari bekerja sama dengan orang lain, dalam perjalanannya setiap pekerjaan yang dilakukan terkadang tidak selamanya dapat dipertahankan secara baik, banyak hal yang dapat mempengaruhi karyawan menjalankan pekerjaannya dalam kaitannya dengan motivasi kerja karyawan. Salah satu yang mempengaruhi motivasi kerja karyawan adalah dukungan sosial, dimana individu dalam menyelesaikan tugas-tugasnya membutuhkan dukungan sosial baik yang berasal dari atasan, teman sekerja maupun dari keluarga (Ganster dkk, 1986). Motivasi kerja Gibson dkk (1996) menyatakan bahwa motivasi adalah suatu konsep yang digunakan untuk menggambarkan dorongan-dorongan yang timbul pada atau di dalam seorang individu yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku. Dengan kata lain motivasi adalah kekuatan yang mendorong seorang karyawan untuk menimbulkan dan mengarahkan perilaku. Robbins (2003) mengatakan bahwa motivasi adalah proses yang ikut menentukan intensitas, arah, dan ketekunan individu dalam usaha mencapai sasaran. Intensitas terkait dengan seberapa keras seseorang berusaha. Akan tetapi, intensitas yang tinggi kemungkinan tidak akan menghasilkan kinerja yang diinginkan jika upaya itu tidak disalurkan ke arah yang menguntungkan organisasi. Oleh karena itu, karyawan harus mempertimbangkan kualitas upaya itu 6 maupun intesitasnya. Pada akhirnya, motivasi memiliki dimensi berlangsung lama. Individu-individu yang termotivasi tetap bertahan dengan pekerjaannya dalam waktu cukup lama untuk mencapai sasaran mereka. Herzberg (dalam Robbins, 2003) meyakini bahwa hubungan individu dengan pekerjaannya merupakan hubugan dasar dan bahwa sikap seseorang terhadap kerja sangat menentukan kesuksesan atau kegagalan individu tersebut. Mohyi (1996) mendefinisikan motivasi kerja sebagai dorongan untuk melakukan dan menyelesaikan sesuatu pekerjaan dengan bersemangat dan cepat namun tetap berhati-hati. Motivasi kerja sangat penting bagi karyawan, manajer atau para pemimpin karena dengan motivasi yang tinggi, maka pekerjaan (tugas) dilakukan dengan bersemangat dan bergairah sehingga akan dicapai suatu hasil yang optimal (prestasi tinggi) yang tentunya akan mendukung tercapainya tujuan yang diinginkan dengan efisien dan efektif. Munandar (2001) mengatakan bahwa motivasi kerja seseorang dapat lebih bercorak proaktif atau reaktif. Pada motivasi kerja yang proaktif orang akan berusaha untuk meningkatkan kemampuan-kemampuannya sesuai dengan yang dituntut oleh pekerjaannya atau akan berusaha untuk mencari, menemukan dan menciptakan peluang dimana seseorang menggunakan seluruh kemampuannya untuk dapat bekerja dengan baik. Sebaliknya motivasi kerja seseorang yang lebih reaktif, cenderung menunggu upaya atau tawaran dari lingkungannya. Seseorang baru mau bekerja jika mendapat dorongan, dipaksa (dari luar dirinya) untuk bekerja. 7 Aspek-aspek Motivasi Sagir (Sastrohadiwiryo, 2003), membagi faktor penggerak tersebut kedalam tujuh bagian, yaitu : a. Kinerja (Achievement) Individu yang mempunyai keinginan bekerja sebagai suatu kebutuhan atau need dapat mendorongnya mencapai sasaran. McClelland menjelaskan bahwa tingkat need for Achievement yang telah menjadi naluri kedua merupakan kunci keberhasilan individu. b. Penghargaan (Recognition) Penghargaan, pengakuan atau recognition atas suatu kinerja yang telah dicapai individu akan menjadi perangsang yang kuat. Pengakuan atas suatu kinerja akan memberikan kepuasan batin yang lebih tinggi daripada penghargaan dalam bentuk materi atau hadiah. Penghargaan atau pengakuan dalam bentuk piagam penghargaan atau mendali dapat menjadikan perangsang yang lebih kuat dibandingkan dengan hadiah berupa barang atau bonus uang. c. Tantangan (Challange) Ada tantangan yang dihadapi merupakan perangsang yang kuat bagi manusia untuk mengatasinya. Suatu sasaran yang tidak menantang atau dengan mudah dapat dicapai biasanya tidak mampu menjadi perangsang, bahkan cenderung menjadi kegiatan rutin. Tantangan demi menumbuhkan semangat untuk mengatasinya. d. Tanggung Jawab (Responsibility) tantangan biasanya akan 8 Ada rasa ikut memiliki (sense of belonging) akan menimbulkan motivasi untuk turut merasa bertanggungjawab. e. Pengembangan (Development) Pengembangan kemampuan individu, baik dari pengalaman kerja atau kesempatan untuk maju, dapat menjadi perangsang yang kuat bagi karyawan untuk bekerja lebih giat atau bergairah, apalagi jika pengembangan perusahaan selalu dikaitkan dengan kinerja atau produktivitas tenaga kerja. f. Keterlibatan (involvement) Rasa ikut terlibat (involved) dalam proses pengambilan keputusan, yang dapat berupa kotak saran dari karyawan dan dapat dijadikan masukan untuk manajemen perusahaan, merupakan perangsang yang cukup kuat untuk karyawan. Karyawan merasa diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan atau langkah-langkah kebijakan yang diambil manajemen melalui kotak saran. g. Kesempatan (Oppurtunity) Kesempatan untuk maju dalam bentuk jenjang karir yang terbuka dari tingkat bawah sampai manajemen puncak menjadi perangsang yang cukup kuat bagi karyawan. Bekerja tanpa harapan atau tidak ada kesempatan untuk meraih kemajuan atau perbaikan nasib, tidak akan menjadi perangsang untuk berkinerja atau bekerja produktif. 9 Faktor-Faktor VD Hezberg (Munandar, 2001) membagi dua faktor motivasi, faktor tesebut terbagi dua menjadi faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. a. Faktor Intrinsik atau faktor motivator, merupakan faktor-faktor yang menimbulkan motivasi kerja yang lebih bercorak proaktif (Munandar, 2001) 1) Tanggung jawab (responsibility), besar kecilnya tanggung jawab yang dirasakan diberikan kepada seorang tenaga kerja. 2) Kemajuan (advancement), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja dapat maju dalam pekerjaannya. 3) Pekerjaan itu sendiri, besar kecilnya tantangan yang dirasakan tenaga kerja dari pekerjaannya. 4) Capaian (ahievment), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja mencapai prestasi kerja yang tinggi. 5) Pengakuan (recognition), besar kecilnya pengakuan yang diberikan kepada tenaga atas unjuk kerjanya. b. Faktor Ekstrinsik atau faktor hygiene yang cederung menghasilkan motivasi kerja yang lebih reaktif. 1) Administrasi dan kebijakan perusahaan, derajat kesesuaian yang dirasakan tenaga kerja dari semua kebijakan dan peraturan yang berlaku dalam perusahaan. 2) Penyeliaan, derajat kewajaran penyeliaan yang dirasakan diterima oleh tenaga kerja. 3) Gaji, derajat kewajaran dari gaji diterima sebagai imbalan unjuk kerjanya. 10 4) Hubungan antar pribadi, derajat kesesuaian yang dirasakan dalam berinteraksi dengan tenaga kerja lainnya. 5) Kondisi kerja, derajat kesesuaian kondisi kerja dengan proses pelaksanaan tugas pekerjaannya. Dukungan Sosial Manusia sebagai makhluk sosial, keberadaannya selalu membutuhkan dan dibutuhkan orang lain. Interaksi timbal balik ini pada akhirnya akan menciptakan hubungan ketergantungan satu sama lain. Kehadiran orang lain di dalam kehidupan pribadi seseorang tidak bersifat “dengan” sesama, melainkan “bersama” sesama. Hal ini terjadi karena seseorang tidak mungkin memenuhi kebutuhan fisik maupun psikologisnya sendiri. Individu membutuhkan dukugan terutama dari orang-orang terdekat. Coyne & Downey (Smet, 1994) membeberkan dukungan sosial sehubungan dengan hubungan-hubungan intim, hubungan yang bermutu kurang baik (banyak pertentangan) jauh lebih banyak mempengaruhi kekurangan dukungan yang dirasakan daripada tidak ada hubungan sama sekali. Gottlieb (Smet, 1994) menyatakan dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasehat verbal dan atau non-verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial atau didapat karena kehadiran merekadan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima. Cobb (Smet, 1994) menekankan orientasi subyektif yang memperlihatkan bahwa dukungan sosial itu terdiri atas informasi yang menuntun orang meyakini bahwa ia diurus dan disayangi. 11 Dukungan sosial adalah tindakan yang sifatnya membantu dengan melibatkan emosi, pemberian informasi, bantuan materi dan penilaian yang positif pada individu dalam menghadapi permasalahannya. Dukungan sosial tersebut sangat berpengaruh bagi individu dalam beradaptasi dan berinteraksi dengan lingkungan. Dukungan tersebut berkaitan dengan pembentukan keseimbangan mental dan kepuasan psikologis. Dukungan sosial secara luas didefinisikan sebagai tersedianya atau adanya hubungan yang bersifat menolong dan mempunyai nilai khusus bagi individu yang menerimanya. Definisi ini juga memberikan pengertian adanya ikatan-ikatan sosial yang bersifat positif dimana hubungan antar individu baik yang bersifat horizontal maupun vertikal memiliki ikatan positif yang menyenangkan. Aspek-Aspek Dukungan Sosial Cohen dkk (Smet, 1994) memperinci empat aspek dukungan sosial, yaitu: a. Aspek Emosional Mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan. b. Aspek penghargaan terjadi lewat ungkapan penghargaan positif untuk orang itu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu, dan perbandingan positif orang itu dengan orang-orang lain. 12 c. Aspek instrumental Mencakup bantuan langsung, seperti kalau orang-orang memberi pinjaman uang kepada orang itu atau menolong dengan pekerjaan pada waktu mengalami stress. d. Aspek Informatif mencakup memberi nasehat, petunjuk-petunjuk, saran-saran atau umpan balik. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala motivasi dan skala dukungan sosial. Skala ini berfungsi untuk mengetahui sejauh mana tingkat dukungan sosial yang didapat karyawan dan tingkat motivasi kerja karyawan. Metode Analisis Data Metode analisis data untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah menggunakan model analisis korelasi product moment dari Pearson, dengan menggunakan analisis statistik SPSS 12 for windows. Dengan menggunakan teknik korelasi product moment, nantinya dapat diketahui apakah ada hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung dalam penelitian ini ataupun sebaliknya tidak ada hubungan diantara kedua variabel tersebut. 13 Hasil Penelitian Analisa data dilakukan untuk menguji hipotesis penelitian, sebelumnya dilakukan terlebih dahulu uji asumsi yang terdiri dari uji normalitas dan uji linearitas. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan teknik One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test dari program SPSS 12.0 for windows. Diperoleh sebaran skor pada variabel motivasi kerja adalah normal (K-S Z = 0.922 ; p = 0.363 atau p > 0.05) dan sebaran variabel dukungan sosial adalah normal (K-S Z =0.923 ; p = 0.362 atau p > 0.05), karena data ini memiliki signifikan lebih dari 0.05 maka data ini normal. Hasil uji linearitas yang dilakukan didapat F Linearity 49.020 dengan P = 0.000; P < 0.05 menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut linear. Uji hipotesis yang dilakukan menunjukkan besarnya koefisien antara dukungan sosial dan motivasi kerja r = 0.635 dengan p = 0.000 (p < 0.01). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara dukungan sosial dengan motivasi kerja. Artinya, Semakin tinggi dukungan sosial, maka semakin tinggi motivasi kerja. Sebaliknya, semakin rendah dukungan sosial, maka semakin rendah motivasi kerja. Dengan demikian hipotesis pada penelitian ini diterima. Analisis regresi dilakukan untuk mengetahui besar sumbangan masingmasing aspek dukungan sosial dengan variabel motivasi kerja. Berdasarkan analisis regresi aspek dukungan sosial yang memiliki sumbangan terbesar terhadap motivasi kerja adalah aspek emosional r square change = 0.327 dengan p = 0.000 (p < 0.01) atau berpengaruh sebesar 32.7%. Aspek kedua yang memiliki sumbangan tersbesar adalah aspek informatif r square change = 0.073 dengan p = 0.001 (p < 0.01) atau berpengaruh sebesar 7.3%. Aspek ketiga yang memiliki 14 pengaruh terbesar terhadap motivasi kerja adalah aspek penghargaan r square change = 0.036 dengan p = 0.022 (p < 0.05) atau berpengaruh sebesar 3.6%. Sedangkan aspek instrumen tidak memiliki pengaruh karena p > 0.05. Analisis regresi juga dilakukan untuk mengetahui sumber dukungan terbesar yang berpengaruh terhadap motivasi kerja. Berdasarkan hasil anilisis regresi sumber dukungan yang memiliki pengaruh terbesar adalah sumber dukungan yang berasal dari keluarga r square change = 0.251 dengan p = 0.000 (p < 0.000) atau berpengaruh sebesar 25.1%. Sumber dukungan kedua yang memiliki pengaruh terbesar terhadap motivasi kerja adalah sumber dukungan yang berasal dari atasan r square change = 0.144 dengan p = 0.000 (p < 0.000) atau berpengaruh sebesar 14.4%. Sumber dukungan ketiga yang mememiliki pengaruh terbesar terhadap motivasi kerja adalah sumber dukungan yang berasal dari rekan kerja r square change = 0.049 dengan p = 0.011 (p < 0.05) atau berpengaruh sebesar 4.9%. Pembahasan Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara dukungan sosial dengan motivasi. Dengan demikian maka hipotesis di terima dan ditunjukkan dengan nilai r = 0.635 dengan p = 0.000 (p < 0.01). hubungan positif antara dukungan sosial dan motivasi senada dengan pendapat Zajonc (Rohman, 1997) bahwa berada di tengah orang lain akan meningkatkan motivasi seseorang. Ketiadaan hubungan yang saling membantu antar karyawan, dan antara sumber-sumber dukungan sosial akan menyebabkan 15 karyawan gugup, merasa kacau, tidak tahu apa yang harus dilakukan, tidak siap melakukan sesuatu, tidak mampu memberikan pertolongan dan bantuan kepada rekan sekerja yang membutuhkan pertolongan, gelisah, bersikap oposisi, tidak peduli pada kemampuan dirinya sendiri, dan tidak tahu usul-usul apa yang harus diketengahkan, Smith (Rohman, 1997). Selanjutnya dikemukakan bahwa hubungan supportive dari atasan bukan hanya sekedar basa-basi, tetapi membutuhkan keakraban dan perhatian kepada karyawan dan keluarganya. Ketiadaan dukungan sosial akan berpengaruh negatif terhadap tenaga kerja maupun organisasi tempat bekerja. Selain itu dari hasil analisis menunjukkan mean empirik motivasi kerja dan dukungan sosial lebih tinggi dari mean hipotetik yaitu sebesar 131,4242 dan 196.7879 sehingga bila dikategorikan maka motivasi kerja dan dukungan sosial subyek dalam penelitian ini termasuk dalam kategori tinggi. Tingginya skor dukungan sosial dan motivasi kerja dalam penelitian ini menunjukkan bahwa subyek dalam penelitian ini hampir semuanya merasa bahwa dukungan sosial yang diterimanya baik yang berasal dari keluarga, rekan kerja, maupun atasan akan mampu membawa motivasi kerja yang baik. Skor tertinggi motivasi kerja dalam penelitian ini yang diperoleh subyek sebesar 157 dan skor terendah yang diperoleh subyek dalam penelitian ini yaitu 106. Sedangkan skor tertinggi dukungan sosial yang diperoleh subyek sebesar 256 dan skor terendah yang diperoleh subyek dalam penelitian ini yaitu sebesar 153. Kontribusi variabel dukungan sosial dan motivasi kerja pada penelitian ini dapat diketahui dari skor r square sebesar 0.403 Hal ini menunjukkan bahwa 16 dukungan sosial memberi sumbangan efektif sebesar 40.3 % pada motivasi kerja karyawan. Sisanya sebesar 59.7 % merupakan sumbangan dari faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi motivasi kerja, namun faktor tersebut tidak diteliti lebih lanjut oleh peneliti. Munandar (2001) mengatakan bahwa motivasi kerja seseorang dapat lebih bercorak proaktif atau reaktif. Pada motivasi kerja yang proaktif orang akan berusaha untuk meningkatkan kemampuan-kemampuannya sesuai dengan yang dituntut oleh pekerjaannya atau akan berusaha untuk mencari, menemukan dan menciptakan peluang dimana seseorang menggunakan seluruh kemampuannya untuk dapat bekerja dengan baik. Sebaliknya motivasi kerja seseorang yang lebih reaktif, cenderung menunggu upaya atau tawaran dari lingkungannya. Seseorang baru mau bekerja jika mendapat dorongan, dipaksa (dari luar dirinya) untuk bekerja. Sejalan dengan teori X dan Y dari McGregor, dimana orang-orang dengan tipe X memerlukan orang lain guna memacu motivasi mereka dalam bekerja (Munandar, 2001) Robbins (2003) mengatakan bahwa motivasi adalah proses yang ikut menentukan intensitas, arah, dan ketekunan individu dalam usaha mencapai sasaran. Intensitas terkait dengan seberapa keras seseorang berusaha. Akan tetapi, intensitas yang tinggi kemungkinan tidak akan menghasilkan kinerja yang diinginkan jika upaya itu tidak disalurkan ke arah yang menguntungkan organisasi. Firth & Britton (Niven, 1995) menyatakan bahwa kelelahan secara emosional dan kurangnya dukungan yang dirasakan dapat mempengaruhi motivasi seorang karyawan dalam bekerja. Pengakuan dari pihak manajemen dapat berdampak positif terhadap motivasi kerja karyawan, pengakuan atas unjuk 17 kerja yang ditampilkan seorang karyawan dari pihak manajemen atasan merupakan suatu bentuk dukungan yang dirasakan oleh karyawan tersebut (Robbins, 2003). Sebuah perusahaan layaknya organisasi lain terdiri dari berbagai macam individu yang terdapat didalamnya, salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan motivasi adalah dengan membentuk kelompok kecil diantara karyawan guna memecahkan suatu permasalahan kerja yang dihadapi (Munandar, 2001) dengan membentuk kelompok-kelompok kecil diharapkan adanya dukungan dari rekan kerja ketika seorang karyawan dihadapkan pada suatu permasalahan. Berdasarkan hasil analisis regresi sumber dukungan yang paling berpengaruh adalah dukungan yang berdasar dari keluarga, sumbangan yang diberikan terhadap motivasi kerja karyawan sebesar 25.1%. Seorang karyawan yang telah berkeluarga memiliki kebutuhan yang berbeda dibandingkan dengan karyawan yang belum berkeluarga, hal ini dapat menjadi dorongan baginya untuk lebih berprestasi (Robbins, 2003). Berdasarkan analisis regresi yang dilakukan aspek dukungan sosial yang memiliki pengaruh terbesar terhadap motivasi adalah aspek emosional, sumbangan yang diberikan terhadap motivasi kerja sebesar 32.7%, hal ini sejalan dengan pendapat yang diutarakan oleh Firth & Britton (Niven, 1995) yang menyatakan bahwa kelelahan secara emosional dan kurangnya dukungan yang dirasakan dapat mempengaruhi motivasi seorang karyawan dalam bekerja. 18 Kesimpulan Hasil analisis menunjukkan besarnya koefisien antara dukungan sosial dan motivasi kerja r = 0.635 dengan p = 0.000 (p < 0.01). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara dukungan sosial dengan motivasi kerja. Dengan demikian hipotesis pada penelitian ini diterima. Saran Ada beberapa saran yang dikemukakan peneliti berkaitan dengan hasil penelitian, antara lain: 1. Bagi Perusahaan Disarankan bagi perusahaan untuk mempertahankan motivasi kerja karyawan yang termsuk dalam kategori tinggi, dalam bentuk memberikan dukungan yang terbaik bagi karyawan dalam bekerja agar tujuan dan produktivitas perusahaan tercapai denhgan sempurna 2. Bagi Peneliti Selanjutnya Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti dengan tema yang sama disarankan untuk: a. Sebaiknya mencoba penerapannya pada setting subjek yang berbeda. Sehingga dapat memperkuat teori yang telah ada. b. Mencoba variabel lain yang mempengaruhi motivasi kerja karyawan, sebagai mana yang ditemukan dalam penelitian ini bahwa variabel dukungan sosial memberi sumbangan efektif sebesar 37.5 % pada motivasi 19 kerja karyawan, dan sisanya sebesar 62.5 % merupakan sumbangan dari faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi motivasi kerja. 20 DAFTAR PUSTAKA Gibson, J. L., Ivancevich, J. M., & Donnelly, J. H. 1996. Organization: Behavior Structure Processes. McGraw-Hill. Boston. Kuncoro, M. Indonesia Bangkit 2008. www.wartaekonomi.com 02/12/2008 Mohyi, A. Drs. 1996. Teori dan Perilaku Organisasi, Malang : UMMPress Munandar, A. S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI press Niven, N. 1995. Psikologi Kesehatan edisi 2. Jakarta: EGC Robbins. S. P. 2006. Perilaku Organisasi, Klaten. PT Intan Sejati Rohman, T. N., Prihartanti, N., Rosyid, H. F., 1997. Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan Burnout Pada Perawat Putri Di Rumah Sakit Swasta: Psikologika. No. 4 Tahun IV, hal 51-59. Sastrohadiwiryo, S. 2002. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia Pendekatan Administratif dan Operasional. Bumi Aksara. Jakarta. Smet, B. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta: Grasindo