BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Engagement sering kali dipandang sebagai kunci untuk mengangkat organisasi ke tingkat yang lebih tinggi dalam perusahaan untuk menjalankan dan mecapai bisnis yang sukses (Corace, Charles J, 2007). Di dalam organisasi, employee engagement merupakan kekuatan utama untuk mencapai tujuan organisaasi (Corace, Charles J, 2007). Menurut Gallup (2001) Employee engagement adalah ikatan kerja yang melibatkan karyawan secara penuh dan mau benar-benar terikat dalam suatu organisasi. Ikatan kerja melibatkan karyawan secara penuh atau keseluruhan, baik secara kognitif, atau secara emosi terlibat, karena dalam employee engagement dua hal tersebut secara penuh dilibatkan untuk membentuk hubungan yang penuh arti. Employee engagement melibatkan seorang pekerja yang secara penuh terlibat dalam pekerjaannya, sehingga orang tersebut mempunyai tanggungjawab yang besar terhadap pekerjaannya. Employee engagement adalah ikatan kerja yang secara penuh melibatkan diri pada suatu pekerjaan secara penuh, bertanggung jawab bukan hanya pada pekerjaannya saja, mau mengutamakan pekejaan, bekerja dengan sungguh-sungguh, menyelesaikan pekerjaan dengan tidak menunda-nunda dan menggunakan jam kerja sebagaimana mestinya. Untuk mencapai tujuan suatu organisasi, employee engagement merupakan hal yang sangat dibutuhkan. 1 Disisi lain Khan (1990) menyatakan perikatan karyawan memusat pada pengalaman secara psikologis tentang pekerjaan dan konteks kerja membentuk proses dari orang-orang yang aktif dan tidak aktif selama mereka bekerja. Untuk meningkatkan ikatan kerja harus ada ikatan yang kuat antara karyawan dan pemimpin. Karyawan yang semakin dilibatkan dalam suatu kegiatan organisasi akan lebih merasa terikat pada suatu organisasi tersebut (Khan, 1990). Dalam pengertian lain, karyawan yang dirinya dilibatkan atau ikut terlibat pada suatu kegiatan diorganisasinya akan merasa bahwa dirinya dibutuhkan dan punya peran penting dalam organisasi, sehingga dengan adanya dukungan secara psikologis dan fisik akan berpengaruh pada dirinya, sehingga merasa benar-benar terikat pada organisasi tersebut. Agar karyawan lebih terikat dalam pekerjaannya, maka harus ada dukungan dari pemimpin, dan hubungan dengan pemimpin yang kuat, terutama dalam hal komunikasi. Komunikasi menurut Octavianus (1986) adalah, proses pertukaran dan penyampaian ide dari seseorang kepada orang lain. Komunikasi merupakan bagian yang penting dalam kehidupan kerja, hal ini mudah dipahami, sebab komunikasi yang tidak baik bisa mempunyai dampak yang luas terhadap kehidupan organisasi, misalnya konflik antar pegawai, dan sebaliknya komunikasi yang baik akan dapat meningkatkan rasa saling pengertian, kerjasama dan juga kepuasan kerja. Mengingat yang bekerjasama dalam suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuan merupakan sekelompok sumber daya manusia dengan berbagai karakter, maka komunikasi yang terbuka haruslah dikembangkan dengan baik. Dengan demikian masing-masing karyawan dalam organisasi mengetahui 2 tanggung jawab dan wewenag masing-masing, sehingga dapat lebih engage dalam bekerja. Pada dasarnya dalam suatu organisasi, komunikasi sangat dibutuhkan antara pemimpin dan bawahannya atau karyawan, terutama pemimpin, yang nantinya dapat dijadikan teladan bagi karyawan, seharusnya pemimpin mampu berinteraksi atau berkomunikasi dengan baik kepada karyawannya, sehingga karyawan dapat berkomunikasi dengan baik pula kepada pemimpin, sehingga antara atasan dan bawahan terdapat hubungan interaksi timbal balik yang baik terutama dalam hal komunikasi, sehingga karyawan merasa engage dengan pekerjaannya, kemudian dapat mewujudkan tujuan organisasi perusahaan. Menurut Octavianus, (1986) komunikasi kepemimpinan adalah, proses dan transaksi pengiriman pesan secara dua arah, yaitu dari pemimpin kepada mereka yang dikomunikasii dan sebaliknya. Secara signifikan komunikasi merupakan suatu proses yang melibatkan pengirim informasi yang memulai proses, dan melibatkan penerima yang melengkapi keterikatan dalam suatu proses terjadinya komunikasi tersebut (Sujak, 1990: 85, 86). Auer dalam Shaw (2005) mengatakan bahwa, komunikasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu, intern dan ekstern. Intern yaitu hubungan komunikasi dengan langsung atau tatap muka, sedangkan ekstern yaitu hubungan atau komunikasasi jarak jauh. Komunikasi ekstern adalah komunukasi yang menggunakan alat komunikasi tertentu, misalnya telephone, e-mail, atau fax dan lain sebagainya. 3 Seperti yang telah dikatakan Junaedi (2006) bahwa, “Keberhasilan atau kegagalan suatu organisasi dalam mencapai tujuannya berhubungan dengan peranan seorang pemimpin”. Berangkat dari teori Multiple Intelligence, Howard Gardner dari Universitas Harvard menemukan bahwa seorang pemimpin memiliki “linguistic intelligence” (kecerdasan berbahasa)”, artinya seorang pemimpin dapat memakai bahasa, baik dengan kata-kata maupun tulisan, untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya. Memang tidak semua pemimpin memiliki tingkat kecerdasan yang sama, akan tetapi kecakapan dalam berkomunikasi bisa diperoleh melalui belajar (Octavianus, 1986). “Kunci keberhasilan seorang pemimpin dalam berkomunikasi adalah, kejernihan pikiran dan kejelasan akan apa yang hendak disampaikan, bukan sekedar kalimat-kalimat yang tak jelas maknanya” (Octavianus, 1986). Selain itu, tanpa keterampilan mendengar aktif, pemimpin pasti akan melewatkan untuk bertindak sebagai pembimbing bagi bawahannya yang sedang kesulitan. Pemimpin yang tidak terampil dalam mendengar aktif berpeluang untuk membuntukan aliran komunikasi dengan pesan-pesan yang tidak tepat, dan karena itu kehilangan kesempatan untuk membantu bawahannya untuk menyelesaikan suatu masalah dan mengembangkan wawasan baru, atau mendapatkan pemecahan yang baik (Gordon, 1994: 92). Untuk meningkatkan engagement karyawan, pemimpin harus meningkatkan komunikasi, aktif berinteraksi, dan menanggapi pembicaraan karyawan, karena dengan terbiasanya berkomunikasi dan berinteraksi antara pimpinan dengan karyawan maka akan menimbulkan rasa keberanian karyawan untuk berbicara menyampaikan pendapat atau inspirasinya kepada pemimpin, sehingga karyawan merasa bahwa dirinya 4 sangat dibutuhkan dan diperhatikan di dalam organisaasi tersebut, maka dengan sendirinya karyawan ini merasa bahwa dirinya sangat terikat dalam tanggung jawabnya sebagai seorang pekerja atau karyawan. Selain itu karyawan yang mempunyai kompetensi komunikasi yang baik akan mampu memperoleh dan mengembangkan tugas yang diembannya, sehingga tingkat employee engagement menjadi semakin meningkat. Komunikasi memegang peranan penting dalam menunjang kelancaran aktivitas karyawan di perusahaan, dan sangat berpengaruh dengan employee engagement. Seorang pemimpin yang ingin memperbaiki kemampuannya guna mempengaruhi pihak lain, perlu mengerti dirinya sendiri, bawahannya, situasi dimana sekelompok bekerja dan teknik-teknik komunikasi dengan apa dilaksanakan memiliki pengaruh (Winardi, 1990: 84). Dengan adanya hubungan komunikasi yang baik antara pemimpin dan karyawan, diharapkan akan meningkatkan engagement karyawan dalam suatu perusahaan atau organisasi sehingga dapat mencapai tujuan perusahaan. Berdasarkan latar belakang diatas penulis ingin mengetahui apakah komunikasi pemimpin yang diterapkan pada suatu organisasi akan memiliki pengaruh yang signifikan dalam meningkatkan employee engagement. Dalam penelitian ini penulis mengambil sampel karyawan PT. PLN Klaten sebagai obyek penelitian. PT. PLN adalah salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa, yaitu pembangkit listrik yang terletak di jalan Perintis Kemerdekaan no. 3A, Kabupaten Klaten, provinsi Jawa Tengah. Topik ini diteliti di PT. PLN karena ingin mengetahui bagaimanakah hubungan komunikasi PT. PLN dengan 5 employee engagement, karena melihat perusahaan PLN adalah perusahaan milik negara (BUMN) yang sangat besar dan berkembang yang dilatar belakangi pada suatu artikel Gallup (2001) yang megatakan bahwa, dalam manajemen index perikatan karyawan, terdapat 54% karyawan yang tidak terikat (tidak engaged) pada pekerjaannya. Salah satu dampak dari banyaknya prosentase karyawan (54%) tersebut adalah kurangnya komunikasi antara pemimpin dan karyawan. Dari latar belakang diatas, bagaimanakah prosentase tingkat employee engagement PT. PLN Klaten, adakah hubungannya antara employee engagement dengan komunikasi pemimpin, jika ada bagaimanakah hubungannya. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis mengidentifikasi masalah yang akan diteliti adalah: Bagaimanakah hubungan komunikasi kepemimpinan dengan employee enggement PT. PLN? C. Batasan Masalah Agar tujuan dari peneletin ini terfokuskan pada permasalahan yang akan dibahas dan tidak menyimpang dari tujuan awal, maka peneliti memberikan beberapa batasan. Batasan masalah dalam penelitian ini terdiri dari: 1. Komunikasi kepemimpinan Definisi komunikasi kepemimpinan menurut Octavianus (1986) adalah, proses pertukaran dan penyampaian informai dan ide dari seseorang kepada orang lain. Definisi yang lain menjelaskan komunikasi dalam 6 kaitannya dengan kepemimpinan adalah, sebagai suatu proses dan transaksi pengiriman pesan secara dua arah, yaitu dari pemimpin kepada mereka yang dipimpin, dan sebaliknya. Menurut Sujak (1990: 85) komunikasi diartikan sebagai suatu proses transfer informasi beserta pemahamannya dari suatu fihak kepada fihak lain melalui alat-alat berupa simbol-simbol yang penuh arti. Suatu komunikasi paling tidak merupakan suatu media tukar menukar ide, sikap nilai-nilai, opini-opini, dan fakta-fakta. Menurut O’Leary (2001: 27) komunikasi adalah kemampuan dalam menyampaikan informasi, pemikiran, dan ide-ide sehingga dapat dipahami dengan memuaskan oleh seseorang atau sekelompok pendengar. Dimensi komunikasi kepemimpinan yang diteliti dalam penelitian ini akan mengarah pada tiga hal, sebagaimana dilakukan pemimpin kepada karyawannya, menurut Shaw (2005): a. Time (Waktu) b. Willingness (Kemauan) c. Skills (Kemampuan) 2. Employee engagement Definisi employee engagement menurut Thatcher (2005) adalah Perikatan yang membentuk suatu prioritas bisnis atau kunci dalam bisnis. perikatan juga bisa dihubungkan untuk meningkatkan hasil bisnis, kepemimpinan harus lebih dulu melatih agar persisnya tau orang-orang yang bagaimana, yang diperlukan untuk lebih dilibatkan dalam organisasi, menemukan dan mengenali orang yang memilki rasa kepemilikan yang lebih 7 pada perusahaan dan memiliki intelektual tentang perikatan di dalam melibatkan untuk meningkatkan hasil bisnis. Engagement bisa dikatakan sebagai orang yang memiliki secara penuh, terlibat penuh pada sutu organisasi, bertanggung jawab dan benar-benar tulus, serius dalam bekerja. Menurut Susanto (2006) Sejatinya employee engagement memiliki tingkatantingkatan atau memiliki 4 aspek, yaitu: a. Kognitif b. Emotional (afektif ) c. Konatif d. Perilaku D. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui hubungan komunikasi kepemimpinan terhadap employee engagement PT. PLN E. Manfaat Penelitian 1. Bagi perusahaan atau bisnis. Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi manajemen dan pemimpin perusahaan dalam membangun atau meningkatkan mengenai employee engagement melalui gaya komunikasi yang tepat.. 3. Akademi. Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai bahan bacaan yang bermanfaat dalam menambah pengetahuan atau wawasan, khususnya dalam 8 bidang SDM (sumber daya manusia), yang berkaitan dengan employee engagement. F. Kerangka Penelitian Tinggi rendahnya tingkat employee engagement sangat dipengaruhi oleh pemimpin, dalam hal ini menyangkut masalah komunikasi antara pimpinan dan karyawan. Komunikasi kepemimpinan sangat dibutuhkan dan merupakan alat penting untuk mencapai tujuan organisasi. Jika komunikasi antara bawahan dan atasan seimbang maka akan terjalin sebuah kerjasama yang baik, dan karyawan merasa bahwa dirinya mempunyai ikatan kerja yang kuat dalam perusahaan tersebut. Strategi komunukasi kepemimpinan menurut Shaw (2005:14) mencakup tiga aspek. Tiga aspek tersebut mempunyai pengaruh antara komunikasi pemimpin terhadap employee engagement, tiga aspek tersebut adalah, 1) time 2) willingness 3) skills. Hubungan komunikasi pemimpinan yang diteliti mengacu pada tiga aspek diatas. Karyawan yang mempunyai hubungan komunikasi yang kuat terhadap pemimpinnya biasanya akan mempengaruhi tingginya tingkat employee engagement yang menurut Susanto (2006) terdiri dari empat aspek yaitu, kognitif, emotional (afektif), konatif, perilaku. 9