BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1. Pengertian Quality of Work Life

advertisement
BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1. Pengertian Quality of Work Life
Kualitas kehidupan kerja atau yang dikenal dengan istilah
Quality of Work life
(QWL) didefinisikan oleh Nawawi (2001)
sebagai program yang mencakup cara untuk meningkatkan kualitas
kehidupan dengan menciptakan pekerjaan yang lebih baik. Robbins
(2002) mendefinisikan QWL sebagai suatu proses bagaimana suatu
organisasi merespon kebutuhan karyawan sehingga karyawan
tersebut memiliki kesempatan membuat keputusan untuk merancang
kehidupannya di dalam lingkup pekerjaan. Selanjutnya, QWL
menurut Flippo (2005)
sebagai setiap kegiatan perbaikan yang
terjadi pada setiap tingkatan dalam suatu organisasi untuk
meningkatkan efektifitas organisasi yang lebih besar melalui
peningkatan martabat dan pertumbuhan manusia. Menurut Siagian
(2007) Quality of Work Life merupakan upaya yang sistematik dalam
kehidupan organisasional melalui cara dimana para karyawan diberi
kesempatan untuk turut berperan dalam menentukan cara mereka
bekerja dan sumbangan yang mereka berikan kepada organisasi
dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasarannya.
Hal ini sejalan dengan pendapat Parvar et al., (2013) yang
mendefinisikan kualitas kehidupan kerja adalah suatu program yang
efektif dalam memperbaiki kondisi kerja dan efektifitas organisasi.
Menurut Parvar, kualitas kehidupan kerja memiliki peranan dalam
memantau karyawan berkaitan dengan kualitas pekerjaan mereka dan
kualitas kehidupan kerja karyawan sendiri juga dapat membantu para
atasan untuk dapat melakukan perbaikan dalam suatu organisasi.
5
Disisi lain, pengertian Quality of Work Life Cascio (2006)
dapat diartikan menjadi dua pandangan. Pandangan pertama,
menyebutkan bahwa QWL merupakan sekumpulan keadaan dan
praktek dari tujuan organisasi. Sementara, pandangan kedua,
menyebutkan bahwa QWL diartikan sebagai persepsi-persepsi
karyawan seperti perasaan aman, kesempatan bertumbuh dan
berkembang selayaknya individu. Kemudian, Sirgy (2001) dikutip
dari Tongo (2015) memberikan definisi lain mengenai QWL, yaitu
kepuasan karyawan dengan berbagai ragam kebutuhan melalui
sumber daya, kegiatan, dan hasil dari berpartisipasi di perusahaan.
Dari definisi-definisi mengenai QWL yang telah dipaparkan
diatas maka dapat disimpulkan bahwa Quality of Work life atau
kualitas kehidupan kerja adalah suatu bentuk kepedulian organisasi
atau perusahaan untuk memenuhi kepuasan karyawan melalui
praktek-praktek yang efektif untuk memperbaiki kondisi kerja dan
meningkatkan efektifitas organisasi.
2.1.1 Dimensi Quality of Work Life
Menurut
Walton
(1975) dikutip
dari Kanten (2012)
menyebutkan terdapat delapan dimensi dari Quality of Work Life.
Adapun dimensi tersebut:
1. Adequate and fair compensation
Gaji yang diterima karyawan dari perusahaan dapat
memenuhi standar gaji yang yang diterima secara umum,
cukup untuk memenuhi suatu tingkat hidup yang layak
dan mempunyai perbandingan yang sama dengan gaji
yang diterima oleh orang lain dalam posisi yang sama.
Disisi lain, gaji yang memadai dan adil menunjukkan pada
komponen dasar dari kualitas kehidupan kerja yang
6
berguna untuk memotivasi, menarik, dan menahan para
karyawan.
2. Safe and healthy environment
Lingkungan yang aman dan sehat berkaitan dengan
lingkungan kerja karyawan termasuk kenyamanan situasi
untuk fisik dan kesehatan mereka. Kondisi kerja yang
tidak sehat dan berbahaya juga dapat menyebabkan
permasalahan bagi pemberi kerja. Oleh karena itu,
karyawan tidak ditempatkan dalam keadaan yang dapat
membahayakan diri mereka, namun pada kondisi yang
meminimalisir resiko yang timbul akibat kecelakaan. Hal
ini berkaitan pula dengan waktu atau jam kerja yang layak
dan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.
3. Development of human capacity
Komponen
pengembangan
kapasitas
manusia
menunjukkan pada kecenderungan perusahaan untuk
menyediakan
lingkungan
kerja
yang
mengijinkan
karyawan untuk mendapatkan kesempatan untuk belajar
dan memperoleh otonomi. Kualitas kehidupan kerja
karyawan akan lebih baik apabila perusahaan mengijinkan
karyawan untuk menggunakan ketrampilan, keahlian,
serta
memberikan
otonomi
untuk
menyelesaikan
pekerjaan.
4. Growth and security
Dicirikan sebagai beberapa faktor penting yang berkaitan
untuk
memelihara
diklasifikasikan
kualitas
sebagai
kehidupan
keamanan
kerja
pekerjaan,
pertumbuhan pribadi, dan kemajuan karir. Suatu pekerjaan
dapat memberi sumbangan dalam menetapkan dan
7
mengembangkan kapasitas individu. Kemahiran dan
kapasitas
individu
dipergunakan
itu
dapat
dengan
dikembangkan
sepenuhnya,
dan
selanjutnya
peningkatan peluang kenaikan pangkat dan promosi dapat
diperhatikan
serta
mendapatkan
jaminan
terhadap
pendapatan.
5. Social integration
Social integration mengacu pada komponen penting yang
berkaitan dengan bagimana karyawan memiliki perasaan
kepemilikan terhadap perusahaan, seperti misalnya, jika
karyawan merasa bebas, terbuka, dan adanya kepercayaan
dalam hubungan dan adanya perasaan kebersamaan maka
mereka akan merasa puas dengan kehidupan kerja mereka
serta memiliki keterikatan dengan perusahaan.
6. Constitutionalism
Constitutionalism mengacu pada hak-hak yang dimiliki
karyawan
dan
melindungi
bagaimana
karyawan.
dikategorikan
seperti
hak-hak
Hak-hak
hak-hak
tersebut
tersebut
pribadi
yang
dapat
dapat
harus
dihormati, kebebasan untuk berekspresi, dan hukum
perburuhan.
7. Total life space
Dikarakteristikan sebagai salah satu komponen penting
dari kualitas kehidupan kerja karyawan yang berhubungan
dengan waktu senggang karyawan. Seperti waktu untuk
beristirahat, waktu bersama keluarga, dan keseimbangan
waktu untuk bekerja dan istirahat. Hal ini dikarenakan
karyawan memiliki peranan lain diluar pekerjaan, seperti
8
sebagai sorang suami atau bapak, atau istri, dan anak yang
perlu memiliki waktu dengan keluarga.
8. Social relevance
Social relevance mengacu pada sikap tanggung jawab
perusahaan untuk menjaga kualitas dari kondisi kerja.
Perilaku ini mencakup perilaku etis seperti perilaku
praktek
yang
tidak
merusak
lingkungan
dan
bertanggungjawab pada produk. Hal ini berkaitan dengan
pelanggan dan masyarakat luas secara keseluruhan dimana
perusahaan beroperasi. Organisasi atau perusahaan yang
mengabaikan peranan dan tanggung jawab sosialnya akan
menyebabkan karyawan kurang menghargai pekerjaan
mereka.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dimensi
kualitas kehidupan kerja meliputi gaji yang adil dan memadai;
lingkungan kerja yang sehat, selamat dan aman; adanya peluang
untuk
tumbuh
pengembangan
dan
berkembang;
kemampuan;
peluang
keseimbangan
penggunaan
antara
dan
pekerjaan,
kehidupan pribadi dan kehidupan keluarga; hubungan kerja yang
baik; dan tanggung jawab sosial perusahaan yang membangun
kebanggaan karyawan.
2.2. Pengertian Employee Engagement
Karyawan yang memiliki keterikatan pada pekerjaan dan
perusahaan dimana dia bekerja akan cenderung memberikan
performa yang lebih baik, yang penting bagi keberhasilan bisnis.
Mereka memahami peran dalam pekerjaan, memiliki hubungan yang
kuat dengan perusahaan, dan berusaha untuk terus memberika yang
lebih baik. Employee engagement pertama kali didefinisikan oleh
Kahn (1990) yaitu sebagai upaya dari anggota organisasi untuk
9
mengikatkan diri mereka dengan perannya di pekerjaan. Dalam
kondisi ini, orang akan melibatkan dan mengekspresikan dirinya
secara fisik, secara kognitif dan secara emosional selama ia sedang
memainkan peran kerjanya. Aspek kognitif dalam employee
engagement melibatkan kepercayaan karyawan terhadap organisasi,
pemimpin dan kondisi kerjanya. Aspek emosional melibatkan
perasaan karyawan terhadap ketiga hal diatas, apakah karyawan
bersikap positif atau negatif terhadap organisasi dan para
pemimpinnya. Aspek fisik melibatkan seberapa banyak energi fisik
yang didayagunakan oleh karyawan dalam menyelesaikan tugasnya.
Sejalan dengan Kahn, Lewis, Donaldson, and Tharani (2011)
berpendapat bahwa employee engagement adalah:
“Being focused in what you do (thinking), feeling good about
yourself in your role and the organisation (feeling), and acting in a
way that demonstrates commitment to the organisational values and
objectives (acting)”
Selanjutnya, Harter, et.al (2002) mendefinisikan employee
engagement sebagai keterlibatan karyawan terkait dengan pekerjaan
yang ditandai dengan antusiasme dan dedikasi. Kemudian, Schaufeli
& Bakker (2004) mendefinisikan engagement sebagai sikap yang
positif, penuh makna, dan motivasi, yang dikarakteristikkan dengan
vigor, dedikasi, dan absorsi. Bernthal (2007) dalam laporan DDI
menyebutkan bahwa engagement adalah “to give it their all” dan
sejauh mana seorang karyawan menikmati dan percaya akan apa
yang mereka lakukan dan merasa dihargai untuk melakukannya.
Kemudian, Truss et al (dalam Pandey, 2013) menyebutkan bahwa
employee engagement adalah passion for work.
Kemudian,
Institute
of
Employment
Studies
(2004)
memberikan pendapat bahwa employee engagement adalah sikap
10
positif yang ditunjukkan oleh karyawan terhadap organisasi dan nilai
organisasi. Seorang karyawan yang engaged sadar akan bisnis dan
akan bekerjasama dengan rekan kerja untuk meningkatkan kinerja
perusahaan demi kepentingan perusahaan. Berkaitan dengan hal ini,
perusahaan harus berusaha untuk mengembangkan dan menjaga
keterikatan, dimana ini membutuhkan two-way relationship antara
atasan dengan karyawan. Dari definisi tersebut Markos et al (2010)
menyimpulkan bahwa keterikatan karyawan merupakan hasil dari
hubungan dua arah antara employer dan employee dan terdapat halhal yang perlu dilakukan oleh kedua belah pihak.
Berdasarkan yang definisi yang dikemukakan diatas maka
dapat disimpulkan bahwa employee engagement adalah sikap positif
karyawan terhadap perusahaan yang dihasilkan dari hubungan antara
karyawan dan perusahaan, yang ditunjukkan dengan antusiasme,
dedikasi dan fokus dalam pekerjaan serta bersedia untuk
mengerahkan upaya terbaiknya untuk meningkatkan kinerja demi
keberhasilan perusahaan.
Adapun karakteristik karyawan yang engaged menurut
Robinson, Perryman, & Hayday (2004), yaitu memiliki kepercayaan
terhadap perusahaan, bekerja untuk keberhasilan perusahaan,
memahami gambaran besar perusahaan,
peduli dan membantu
karyawan lain, dan adanya keinginan untuk „go extra miles‟. Sejalan
dengan Robinson et al, Baniewics (2008) menambahkan bahwa
karyawan yang engaged menyukai pekerjaan mereka, memiliki
sikap yang positif, memahami pentingnya pelayanan pelanggan, dan
bersedia menjadi pemimpin maupun anggota tim.
Selanjutnya, terdapat tiga kategori dari employee engagement
menurut Gallup (2006), yaitu:
11
1. Engaged employee: karyawan yang bekerja dengan
semangat, antusiasme, dan komitmen mereka terhadap
pekerjaan. Mereka merasakan hubungan yang mendalam
dengan perusahaan. Selain itu, mereka merupakan orangorang yang mendorong inovasi dan membawa perusahaan
menjadi lebih maju.
2. Not engaged: karyawan yang bekerja tanpa energi dan
semangat dalam pekerjaan. Karyawan hanya berfokus
pada penyelesaian tugas dan tidak ada niat untuk
membawa organisasi menjadi lebih maju.
3. Actively disengaged: merupakan karyawan yang dapat
merusak organisasi karena karyawan kategori ini merusak
semangat karyawan lain dan merasa sangat tidak bahagia
dengan pekerjaannya.
2.3. Pengertian Loyalitas
Fletcher dalam Sudimin (2003) merumuskan bahwa loyalitas
sebagai kesetiaan kepada seseorang dan tidak meninggalkan atau
membelot serta tidak mengkhianati yang lain pada waktu tertentu.
Selanjutnya, Siagian (2005) mendefinisikan loyalitas sebagai
kecenderungan karyawan untuk tidak pindah ke perusahaan lain.
Sejalan dengan pendapat kedua peneliti tersebut, Rishipal & Misha
(2013)
menambahkan
definisi
loyalitas
sebagai
ketulusan,
pengabdian, keterhubungan, dan kesetiaan terhadap organisasi.
Disisi lain, Hasibuan (2005) mengemukakan bahwa loyalitas
atau kesetiaan merupakan salah satu unsur yang digunakan dalam
penilaian karyawan yang mencakup kesetiaan terhadap pekerjaannya,
jabatannya dan organisasi. Kesetiaan ini dicerminkan oleh kesediaan
karyawan menjaga dan membela organisasi didalam maupun diluar
pekerjaan dari dorongan orang yang tidak bertanggung jawab. Hal
12
tersebut sejalan dengan Stefanus, et.al (2010) bahwa loyalitas bukan
hanya berupa kesetiaan fisik semata, namun lebih pada kesetiaan non
fisik seperti pikiran dan perhatian. Sehingga loyalitas dapat diartikan
sebagai kesetiaan atau kesediaan karyawan untuk bekerja dengan
perusahaan karena adanya keterikatan.
Menurut Poerwopoespito (2004) karyawan yang loyal
tercermin dari terciptanya suasana yang menyenangkan dan
mendukung ditempat kerja, menjaga citra perusahaan, dan adanya
kesediaan untuk bekerja dalam jangka waktu yang panjang.
Reichheld (dalam Utomo, 2002) menyatakan bahwa loyalitas
karyawan sangat diperlukan perusahaan untuk mencapai tujuantujuan perusahaan itu sendiri.
Dengan
demikian
dapat
disimpulkan
bahwa
loyalitas
karyawan adalah kesetiaan karyawan terhadap perusahaan, sehingga
tidak ada kecenderungan keinginan karyawan untuk berpindah
tempat kerja.
2.4. Penelitian Terdahulu
Penelitian Febriana et al, 2015, mengenai Analisis Pengaruh
Quality Of Work Life Terhadap Employee Engagement: Studi Kasus
pada American Petroleum Company Indonesia, terdapat permasalah
yang muncul akibat dari ketidakpastian kondisi pasar yaitu
menurunnya motivasi dan semangat kerja karyawan serta banyak
proyek yang terbengkalai. Secara keseluruhan pihak perusahaan
menganggap perilaku yang muncul diantara karyawan tersebut
mengarah pada disengagement. Ini merupakan sebuah studi yang
dimaksudkan untuk mengetahui menganalisis pengaruh kualitas
kehidupan kerja terhadap keterikatan karyawan. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif quality of
work life terhadap employee engagement pada American Petroleum
13
Company Indonesia. Studi ini memberikan kontribusi bagi pihak
perusahaan untuk meningkatkan quality of work life karyawan
khususnya dimensi work occupy, use of capacity, dan fair and
appropriate salary.
Vokic, Nina Poloski & Tomislav Hernaus, 2015, The Triad of
Job Satisfaction, Work Engagement, and Employee loyalty-The
Interplay among Concepts, EFGZ Working Paper Series, No. 15-07.
Penelitian ini menguji hubungan antara kepuasan kerja, keterikatan
kerja, dan loyalitas karyawan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat hubungan positif dan signifikan diantara ketiganya.
Kepuasan kerja merupakan prediktor yang signifikan pada work
engagement, sementara itu work engagement mempengaruhi loyalitas
karyawan. Selain itu, analisis mediasi menegaskan bahwa work
engagement memediasi hubungan antara kepuasan kerja dan loyalitas
karyawan.
Penelitian yang dilakukan oleh Fajrin, 2014, mengenai
Pengaruh Kualitas Kehidupan Kerja dan Kepuasan Kerja terhadap
Loyalitas Karyawan, menunjukkan bahwa kualitas kehidupan kerja
dan kepuasan kerja bersama-sama mempengaruhi loyalitas karyawan.
Disamping itu, kualitas kehidupan kerja menjadi prediktor terbesar
yang memprediksi loyalitas karyawan. Hasil penelitian tersebut
menegaskan bahwa dengan meningkatkan kualitas kehidupan kerja
karyawan maka karyawan akan loyal pada perusahaan.
2.5. Perumusan Hipotesis
2.5.1
Pengaruh Quality of work life terhadap Employee
engagement
Srivastava dan Kanpur (2014) berpendapat bahwa bekerja
merupakan salah satu bagian pengalaman dari kehidupan seseorang
dan membuat seseorang sibuk secara mental dan fisik. Oleh karena
14
itu, quality of work life sebagai bentuk respon perusahaan akan
kebutuhan karyawan merupakan sesuatu yang penting bagi karyawan
karena memiliki dampak pada kehidupan karyawan, seperti
kehidupan keluarga, kehidupan sosial, dan kesejahteraan mereka
(Sirgy, 2013; Robbins, 2002). Dengan terpenuhinya kebutuhan
karyawan akan memberikan keuntungan bagi perusahaan, yaitu
karyawan akan engaged terhadap perusahaan. Kanten (2012)
menemukan dalam penelitiannya bahwa quality of work life dapat
meningkatkan
engagement
karyawan
terhadap
perusahaan.
Disamping itu, Truss et al (2006) menyatakan bahwa quality of
working life merupakan cara untuk mengetahui keterikatan karyawan
terhadap perusahaan.
Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis pertama dinyatakan
sebagai berikut:
H1: Quality of work life berpengaruh positif terhadap Employee
Engagement.
2.5.2
Pengaruh Employee engagement terhadap loyalitas
Vazirani (2005) menyebutkan bahwa employee engagement
merupakan hal yang penting bagi sebuah perusahaan karena
karyawan yang engaged dengan perusahaan cenderung loyal terhadap
perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Nagra dan Sreejesh
(2011)
mengenai
faktor-faktor
loyalitas
karyawan,
mereka
menemukan bahwa employee engagement memiliki pengaruh positif
terhadap loyalitas karyawan. Karyawan yang engaged memiliki
hubungan yang positif terhadap perusahaan, peduli terhadap
pekerjaannya, dan akan tinggal lebih lama di perusahaan tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis kedua dinyatakan
sebagai berikut:
H2: Employee Engagement berpengaruh positif terhadap loyalitas.
15
2.5.3
Employee Engagement sebagai variabel mediasi
Menurut Kanten (2012) keterikatan kerja karyawan dapat
meningkat apabila perusahaan memperhatikan kualitas kehidupan
kerja karyawan, karena kualitas kehidupan kerja karyawan membantu
karyawan dalam mengelola kehidupan personal mereka. Disamping
itu, karyawan yang memiliki keterikatan dengan perusahaan
kemungkinan
kecenderungan
untuk
meninggalkan
perusahaan
rendah.
Selanjutnya, Yazdanpanah et a,(2014) berpendapat bahwa
yang membuat karyawan loyal terhadap perusahaan dimana dia
bekerja adalah kualitas kehidupan kerja
Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis keempat dinyatakan
sebagai berikut:
H3: Quality of work life memiliki pengaruh positif terhadap loyalitas
dengan employee engagement sebagai variabel mediasi.
2.6. Model Penelitian
Berdasarkan hipotesis yang telah dikemukakan diatas maka
model penelitian digambarkan sebagai berikut:
Quality of
Work Life
H1
Employee
engagement
16
H2
Loyalitas
Download