II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ibu Hamil Kehamilan

advertisement
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Ibu Hamil
Kehamilan menyebabkan daya metabolisme energi meningkat. Dua
proses anabolik fundamental yang saling bebas terjadi selama kehamilan.
Proses pertama adalah pertumbuhan serta pematangan janin dan plasenta.
Proses kedua adalah penyesuaian fisiologik dan metabolik tubuh ibu selama
kehamilan. Kedua proses tersebut menyebabkan kebutuhan zat gizi meningkat
(Duhring, 1988). Selama masa kehamilan, kebutuhan energi meningkat
menjadi sekitar 80.000 kkal, dimana 36.000 kkal untuk pembakaran tubuh dan
44.000 kkal untuk pembuatan jaringan baru (Nadesul, 2005).
Masa kehamilan dibagi dalam tiga tahapan atau trimester. Trimester
pertama (usia kehamilan 1-3 bulan) merupakan masa penyesuaian tubuh ibu
terhadap awal kehamilannya. Penambahan kebutuhan zat-zat gizi pada tahap
ini masih relatif kecil karena pertumbuhan janin masih lambat. Pada trimester
kedua (usia kehamilan 4-6 bulan) pertumbuhan janin mulai pesat. Kecepatan
pertumbuhannya mencapai 10 g per hari. Peningkatan kualitas gizi sangat
dibutuhkan karena pada tahap ini tubuh ibu mulai mengalami perubahan dan
adaptasi, serta mulai menyimpan cadangan zat-zat gizi untuk membentuk air
susu. Pada tahap terakhir atau trimester ketiga (usia kehamilan 7-9 bulan),
janin tumbuh dengan pesat dan terjadi pembentukan otak sehingga dibutuhkan
vitamin dan mineral yang cukup (Haryanto, 1999). Jika ibu hamil berusia 1929 tahun, angka kecukupan gizi (AKG) yang dianjurkan per hari dapat dilihat
pada Tabel 1.
Protein merupakan zat gizi yang penting selama kehamilan. Menurut
Nadesul (2005), hampir 70% protein digunakan untuk kebutuhan janin. Protein
pada ibu hamil digunakan untuk pertumbuhan janin, pembuatan ari-ari,
pembuatan cairan ketuban, perkembangan jaringan tubuh ibu, dan cadangan
energi. Kekurangan protein dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin,
keguguran, bayi lahir dengan berat badan kurang, serta tidak optimalnya
pertumbuhan jaringan tubuh dan jaringan pembentuk otak (Haryanto, 1999).
Tabel 1. Angka kecukupan gizi ibu hamil (19-29 tahun) per orang per hari
Angka kecukupan gizi
Ibu hamil
Ibu non hamil
Trimester 1
Trimester 2 dan 3
Energi (kkal)
1900
2080
2200
Protein (g)
50
67
67
Vitamin A (RE)
500
800
800
Vitamin D (µg)
5
5
5
Vitamin E (mg)
15
15
15
Vitamin K (µg)
55
55
55
Tiamin (mg)
1
1.3
1.3
Riboflavin (mg)
1.1
1.4
1.4
Niasin (mg)
14
18
18
Asam folat (µg)
400
600
600
Piridoksin (mg)
1.3
1.7
1.7
Vitamin B12 (µg)
2.4
2.6
2.6
Vitamin C (mg)
75
85
85
Kalsium (mg)
800
950
950
Fosfor (mg)
600
600
600
Magnesium (mg)
240
270
270
Besi (mg)
26
26
35 dan 39
Iodium (µg)
150
200
200
Seng (mg)
9.3
11
13.5 dan 19.5
Selenium (µg)
30
35
35
Mangan (mg)
1.8
2
2
Flour (mg)
2.5
2.7
2.7
Sumber: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, LIPI (2004)
Kriteria
Vitamin yang penting selama masa kehamilan, antara lain vitamin A,
asam folat, dan vitamin C. Vitamin A dalam bentuk retinol diperlukan untuk
pertumbuhan dan perkembangan janin (Sizer dan Whitney, 2000). Pada hewan
betina telah diketahui bahwa status vitamin A yang rendah dapat menyebabkan
keguguran atau kesusahan dalam melahirkan (Almatsier, 2002). Konsumsi
vitamin A juga tidak boleh berlebihan. Menurut Nadesul (2005), konsumsi
vitamin A yang berlebihan dapat menyebabkan cacat bawaan.
Asam folat berfungsi membantu sintesis DNA yang diperlukan untuk
pembentukan sel-sel baru. Kekurangan folat dapat mengubah morfologi inti
sel terutama sel-sel yang dapat cepat membelah, seperti serviks rahim.
Menurut Sizer dan Whitney (2000), kekurangan asam folat pada ibu hamil
dapat menyebabkan neural tube defects pada anak yang dilahirkan. Neural
tube defects menyebabkan kerusakan tulang belakang, retardasi mental,
kerusakan otak, dan kematian anak tidak lama setelah kelahiran.
Vitamin C berperan dalam pembentukan kolagen, meningkatkan daya
tahan terhadap infeksi, mencegah pembentukan nitrosamin yang bersifat
karsinogenik, dan meningkatkan absorpsi besi dalam bentuk nonhaem sampai
empat kali lipat. Kolagen adalah protein yang menjadi dasar pembentukan
jaringan penghubung yang juga diperlukan oleh fetus (Sizer dan Whitney,
2000). Menurut Nadesul (2005), ibu hamil yang kekurangan vitamin C
cenderung mengalami ketuban pecah lebih awal. Keadaan tersebut
membahayakan janin bahkan dapat menyebabkan janin meninggal karena
terjadinya infeksi dalam kandungan.
Selain vitamin, beberapa mineral juga penting selama kehamilan.
Mineral yang penting selama kehamilan di antaranya kalsium, besi, iodium,
dan seng. Kalsium digunakan untuk menunjang pembentukan tulang dan gigi,
serta persendian janin. Jika ibu hamil kekurangan kalsium, kebutuhan kalsium
akan diambilkan dari cadangan kalsium pada tulang ibu. Hal tersebut
mengakibatkan terjadinya osteoporosis (Haryanto, 1999).
Zat besi dibutuhkan untuk mengikat oksigen, pembentukan sel-sel baru,
asam-asam amino, hormon-hormon, dan neurotransmiter. Kekurangan zat besi
menyebabkan terjadinya anemia atau kekurangan sel darah merah. Anemia
defisiensi besi merupakan gangguan yang sering terjadi selama masa
kehamilan (Duhring, 1988). Haryanto (1999) menerangkan bahwa keadaan
tersebut merupakan adaptasi dari adanya perubahan fisiologis selama
kehamilan.
Kekurangan iodium pada ibu hamil dapat menyebabkan bayi lahir
dalam keadaan cacat mental yang permanen serta hambatan pertumbuhan yang
dikenal sebagai kretinisme. Menurut Almatsier (2002), hal tersebut dapat
dicegah apabila kekurangan iodium tersebut terdeteksi dan diobati pada enam
bulan pertama kehamilan. Apabila hal tersebut tidak berhasil dilakukan, anak
yang lahir akan memiliki IQ (Intelligent Quotient) sekitar 20, sehingga
kemampuan belajarnya rendah.
Seng merupakan kofaktor enzim sehingga seng berperan dalam sintesis
dan degradasi karbohidrat, protein, lipid, asam nukleat, dan kolagen.
Kekurangan
seng
mengganggu
fungsi
tiroid,
memperlambat
energi
metabolisme tubuh, dan menghilangkan nafsu makan. Pada tikus yang sedang
hamil, kekurangan seng memberikan efek pada pertumbuhan fetus, yaitu
secara umum terjadi kesalahan pembentukan hampir semua organ. Jika
kekurangan terjadi pada pertengahan periode kehamilan (6-14 hari), maka
fetus berukuran kecil (Winick, 1976 yang dikutip Dhopeshwarkar, 1983).
B. Kacang Tunggak
Kacang tunggak (Vigna unguiculata L. Walp.) termasuk dalam famili
Leguminoceae. Kacang tunggak dikenal juga dengan nama cowpea, southern
pea, black-eye pea, crowder pea, lubia, niebe, coupe atau frijole. Kacang
tungak berasal dari Afrika dan tumbuh secara luas di Afrika, Amerika Latin,
Asia Tenggara, dan Amerika selatan (Davis et al, 2003).
Biji kacang tunggak sangat bervariasi dalam ukuran, bentuk, warna, dan
pola mata, yaitu area berwarna di sekitar hilum. Biasanya biji kacang tunggak
memiliki panjang 2 – 12 mm dan berbentuk globular atau menyerupai ginjal.
Kulit bijinya halus, kasar atau berkerut, dan warnanya bervariasi dari putih,
kekuning-kuningan, hijau, coklat, merah dan ungu, sampai hitam, kadang
dengan pola burik atau bintik. Hilumnya berwarna putih dengan panjang
sekitar 3 mm, dan pada tipe black-eyed dikelilingi oleh cincin gelap. Rata-rata
berat biji sekitar 5 – 30 g /100 biji (Kay, 1979).
Kacang tunggak merupakan komponen yang bergizi di dalam diet
manusia. Komposisi biji kacang tunggak, terutama kandungan protein, pati
dan vitamin B, sangat bervariasi tergantung pada kultivar dan asal bijinya
(Kay, 1979). Menurut Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian
(2008), varietas unggul kacang tunggak di Indonesia memiliki kandungan
protein 20.5 – 22.11%. Secara umum, komposisi zat gizi dan nilai energi
kacang tunggak dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi zat gizi dan nilai energi kacang tunggak
Komponen
Energi (kkal)
Total karbohidrat (g)
Protein (g)
Lemak (g)
Abu (g)
Serat kasar (g)
Neutral detergent fiber (g)
Thiamin (mg)
Riboflavin (mg)
Niacin (mg)
B6 (mg)
Total folacin (mg)
Total asam pantotenat (mg)
β karoten (mg)
Phosphorus (mg)
Potasium (mg)
Sodium (mg)
Kalsium (mg)
Magnesium (mg)
Seng (mg)
Mangan (mg)
Tembaga (mg)
Besi (mg)
Sumber: Matthews (1989)
Jumlah (per 100 gram)
346
63.4
22
1.3
3.3
4.5
7.7
0.94
0.227
2.36
0.44
0.545
1.39
28
426.5
1450.3
23
80.3
250.2
3.77
1.28
0.94
7.54
Jika dibandingkan dengan protein jagung kuning, protein kacang
tunggak kaya akan asam amino lisin. Namun, jika dibandingkan dengan
protein telur, protein kacang tunggak defisien dalam asam amino metionin dan
sistin. Oleh sebab itu, kacang tunggak bernilai sebagai suplemen nutrisional
untuk serealia dan extender untuk protein hewani. Komposisi dan skor asam
amino kacang tunggak, jagung kuning, dan telur dapat dilihat pada Tabel 3.
Sama halnya dengan kacang-kacangan lainnya, kacang tunggak
mengandung komponen anti-nutrisi. Komponen anti-nutrisi dapat menyebakan
penurunan nilai gizi suatu bahan pangan. Komponen anti-nutrisi yang terdapat
di dalam kacang tunggak di antaranya inhibitor tripsin, asam fitat, dan tanin.
Inhibitor tripsin membentuk kompleks dengan enzim tripsin sehingga daya
cerna protein turun. Asam fitat membentuk kompleks dengan logam-logam
bivalen (Mg, Ca, Fe) yang menyebabkan logam-logam tersebut tidak dapat
diserap oleh usus. Sedangkan tanin akan menghambat penyerapan mineral Fe.
Kacang tunggak mentah mengandung inhibitor tripsin sebesar 13.7 ± 0.5 mg/g,
asam fitat sebesar 12.8 ± 0.2 mg/g, dan tanin sebesar 9.7 ± 0.4 mg/g (Vasagam
et al, 2006). Menurut Rackis (1966), inhibitor tripsin relatif labil terhadap
panas dan perlakuan panas yang cukup telah diketahui dapat mengatasinya.
Sedangkan asam fitat sangat tahan terhadap panas. Kadar asam fitat akan turun
atau bahkan nol dengan adanya fermentasi.
Tabel 3. Komposisi dan skor asam amino kacang tunggak, jagung, dan telur
c
Skor asam amino
Kadar (mg/g protein)
b
Jenis asam amino
Kacang
Kacang
Jagung
Jagung
b
Telur
tunggak
tunggak
kuning
kuning
Isoleusin
38.24
35.83
53.37
72
67
Leusin
70.40
126.35
86.40
81
100
Lisin
68.32
28.20
72.58
94
39
Metionin
11.68
20.96
30.20
39
69
Sistin
10.88
18.08
21.60
50
84
Fenilalanin
51.68
49.29
54.08
96
91
Tirosin
26.08
40.77
39.71
66
100
Treonin
36.00
37.69
44.15
82
85
Triptofan
10.88
7.12
13.27
82
54
Valin
45.28
50.77
68.24
66
74
Arginin
64.00
50.00
65.20
98
77
Histidin
32.64
30.51
24.54
100
100
Alanin
41.12
75.00
58.43
70
100
Asam aspartat
110.24
69.68
105.59
100
66
Asam glutamat
164.32
188.14
133.07
100
100
Glisin
37.44
41.09
34.31
100
100
Prolin
39.04
87.44
40.75
96
215
Serin
42.88
47.56
77.25
56
62
a
Sumber: Kay (1979)
b
USDA SR-21, 2008
c
Hasil perhitungan sendiri dengan telur sebagai standar
a
C. Tepung Beras
Tepung beras merupakan hasil penggilingan beras. Penggilingan beras
menjadi bentuk tepung dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara kering dan
cara basah. Prinsip dari kedua cara ini adalah berusaha memisahkan lembaga
dari bagian tepung (Hubeis, 1984).
Penggilingan
secara
kering
dapat
dilakukan
melalui
tahapan
pembersihan bahan, pengeringan (sangrai atau oven) hingga kadar air 14%,
dan penggilingan kasar untuk memisahkan lembaga dan endospermnya. Hasil
penggilingan tersebut kemudian dikeringkan kembali hingga mencapai kadar
air 14-16%. Setelah itu, dilakukan penggilingan halus dengan alat penggilas.
Hasil penggilingan diayak dengan pengayak bertingkat untuk mendapatkan
berbagai tingkat kehalusan, yaitu butir halus (> 10 mesh), tepung kasar atau
bubuk (< 40 mesh), tepung agak halus (65-80 mesh), dan tepung halus (≥ 100
mesh) (Hubeis, 1984).
Ukuran partikel tepung beras sangat dipengaruhi oleh alat giling yang
digunakan. Burr dan blade mill menghasilkan tepung dengan ukuran partikel
kasar, roller mill akan menghasilkan tepung berukuran sedang, dan pin,
hammer, serta turbo mill akan menghasilkan tepung yang berukuran halus
(Nishita dan Bean, 1982).
Tepung beras dapat dihasilkan dari beras patah maupun menir, baik dari
beras pratanak maupun beras biasa. Selain itu, dapat pula digunakan beras
berbutir panjang, sedang, maupun pendek. Tepung beras yang dibuat dari
beras patah mempunyai komposisi kimia yang sama dengan tepung beras yang
dibuat dari beras utuh. Namun, antar varietas terdapat perbedaan terutama
dalam kandungan protein, lemak, pati, dan rasio amilosa dengan amilopektin.
Perbedaan komposisi kimia beras turut menentukan keragaman sifat
fisikokimia tepung beras (Luh dan Liu, 1980).
Penggilingan beras menjadi bentuk tepung dapat meningkatkan daya
guna beras, meskipun kandungan zat gizinya menjadi lebih rendah. Komposisi
zat gizi dan nilai energi tepung beras disajikan pada Tabel 4.
Tepung beras mempunyai kandungan asam amino lisin yang lebih
rendah dibandingkan dengan beras utuh. Hal ini disebabkan dalam perikarp,
embrio, dan lapisan aleuron terdapat kandungan lisin yang lebih tinggi,
padahal ketiga bagian tersebut terlepas dari beras pada saat proses
penggilingan (Hubeis, 1984). Komposisi asam amino pada beras dan tepung
beras dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 4. Komposisi zat gizi dan nilai energi tepung beras
Komposisi
Kalori (kkal)
Air (g)
Abu (g)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Serat pangan(g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Besi (mg)
Magnesium (mg)
Potasium (mg)
Seng (mg)
Tembaga (mg)
Mangan (mg)
Selenium (µg)
Vitamin E (mg)
Thiamin (mg)
Niasin (mg)
Vitamin B6 (mg)
Folat (µg)
Asam pantotenat (mg)
Kolin (mg)
Sumber: USDA SR-21 (2008)
Jumlah (per 100 gram)
578
11.90
0.63
5.95
1.39
80.38
2.40
10.00
98.10
0.38
35.00
75.95
0.82
0.13
1.20
15.13
0.13
0.13
2.59
0.44
3.99
0.82
5.82
Beras beramilosa rendah (9-20%) cocok untuk pembuatan makanan
bayi, makanan sarapan, dan makanan selingan, karena sifat gelnya yang lunak.
Sedangkan beras yang mengandung kadar amilosa sedang sampai tinggi (2027%) dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan beras pratanak dalam
kaleng dan sup nasi dalam kaleng. Beras beramilosa tinggi juga dapat
digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan bihun. Beras beramilosa
tinggi mempunyai stabilitas dan daya tahan untuk tetap utuh dalam pemanasan
yang tinggi, serta mempunyai sifat retrogradasi yang kuat, sehingga setelah
dingin pasta yang terbentuk menjadi kuat, tidak mudah hancur, atau remuk
(Siwi dan Damardjati, 1986).
Tabel 5. Komposisi asam amino beras dan tepung beras
Jenis asam amino
Triptofan
Treonin
Isoleusin
Leusin
Lisin
Metionin
Sistin
Fenilalanin
Tirosin
Valin
Arginin
Histidin
Alanin
Asam aspartat
Asam glutamat
Glisin
Prolin
Serin
Sumber: USDA SR-21 (2008)
Kadar (mg/g protein)
Beras
Tepung beras
11.54
12.13
35.85
35.32
43.23
41.06
82.77
82.02
36.15
34.79
23.54
24.26
20.46
17.98
53.54
53.30
33.38
51.67
61.08
57.29
83.38
86.70
23.54
25.00
58.00
55.85
94.00
92.23
195.08
184.36
45.54
44.89
47.08
46.70
52.62
52.13
D. Cookies
Menurut SNI 01-2973-1992, biskuit adalah sejenis makanan yang
terbuat dari tepung terigu dengan penambahan bahan makanan lain, dengan
proses pemanasan dan pencetakan. Biskuit terbagi menjadi biskuit keras,
cracker, cookies, dan wafer. Cookies adalah jenis biskuit yang dibuat dari
adonan lunak, berkadar lemak tinggi, relatif renyah, dan bila dipatahkan
penampang potongannya bertekstur kurang padat (Manley, 1983). Berdasarkan
hal tersebut, syarat mutu cookies mengikuti syarat mutu biskuit (SNI 01-29731992), seperti yang tercantum pada Tabel 6.
1. Bahan Baku Cookies
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan cookies terbagi
menjadi bahan pengikat dan bahan pelembut. Bahan yang berfungsi
sebagai sebagai bahan pengikat adalah tepung, air, susu, dan putih telur,
sedangkan bahan yang berfungsi sebagai pelembut adalah gula, lemak,
leavening agent, dan kuning telur (Husain, 1993). Bahan lain yang biasa
digunakan adalah garam dan flavor.
Tabel 6. Syarat mutu biskuit menurut SNI 01-2973-1992
Kriteria uji
Air (%)
Protein (%)
Lemak (%)
Karbohidrat (%)
Abu (%)
Logam berbahaya
Serat kasar (%)
Energi (kkal/100 gram)
Bau dan rasa
Warna
Sumber : BSN (1992)
Syarat
maksimum 5
minimum 9
minimum 9.5
minimum 70
maksimum 1.5
negatif
maksimum 0.5
minimum 400
normal dan tidak tengik
normal
Tepung merupakan komposisi dasar pada produk bakery. Tepung
berfungsi sebagai pembentuk tekstur adonan, pengikat dan pendistribusi
bahan-bahan lain, serta berperan dalam pembentukan cita rasa (Matz dan
Matz, 1978). Perubahan komponen pati dan protein tepung akan
menghasilkan perubahan struktur cookies. Penggunaan tepung yang
mempunyai kadar protein tinggi menyebabkan struktur cookies menjadi
keras dan penampakannya menjadi kasar (Matz, 1984). Karena itu,
semakin tinggi kadar protein tepung yang digunakan, semakin banyak
jumlah gula dan lemak (shortening) yang harus ditambahkan.
Lemak merupakan salah satu komponen penting dalam pembuatan
cookies. Lemak berfungsi memberikan efek shortening dan memberi
flavor pada produk. Tipe dan jumlah lemak (shortening) dan emulsifier
dalam formula akan mempengarui respon adonan selama pembentukan
dan kualitas produk akhir. Shortening dapat dibedakan menjadi natural
shortening (mentega, lemak babi, lemak sapi, dan minyak nabati) dan
modified shortening (margarin) (Matz dan Matz, 1978). Margarin sering
digunakan karena memberikan rasa lembut dan halus, serta penampakan
yang baik. Selain itu, harga
juga lebih murah dibandingkan dengan
mentega atau shortening lainnya.
Gula berfungsi sebagai pemanis nutritif, pembentuk tekstur,
pemberi warna, dan pengontrol penyebaran cookies. Jumlah gula yang
ditambahkan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tekstur,
penampakan produk, dan flavor. Sifat adonan dan respon adonan terhadap
kondisi oven juga berkaitan dengan tipe dan jumlah gula yang
ditambahkan (Matz dan Matz, 1978). Gula yang umumnya digunakan
adalah gula pasir dan gula pasir halus (tepung gula). Besarnya partikel
gula akan mempengaruhi penyebaran cookies. Menurut Kaplan (1971),
gula halus paling baik digunakan karena tidak menyebabkan pelebaran
cookies yang terlalu besar.
Menurut Winarno (2002), leavening agent adalah senyawa kimia
yang terurai dengan menghasilkan gas di dalam adonan. Leavening agent
akan menghasilkan gas setelah dicampur dengan air dan diberi panas
(Daniel, 1978). Leavening agent berfungsi mengembangkan dan
memperbaiki tekstur cookies. Leavening agent dapat mengembangkan
produk karena dapat menghasilkan CO2 (Matz dan Matz, 1978).
Leavening agent yang umumnya digunakan adalah amonium
bikarbonat, sodium bikarbonat (NaHCO3), dan baking powder. Amonium
bikarbonat digunakan hanya pada produk panggangan yang mempunyai
kadar air rendah karena jika kadar air masih tinggi bau amoniak akan
lebih terasa. Natrium bikarbonat lebih sering digunakan karena harganya
murah, toksisitasnya rendah, mudah ditangani, relatif tidak berasa pada
produk akhir, dan kemurniannya tinggi. Baking powder merupakan
campuran dari natrium bikarbonat dengan pereaksi asam, dengan atau
tanpa pati atau tepung. Pereaksi asam yang sering digunakan dalam
baking powder adalah asam tartarat atau garamnya, garam dari asam
fosfat, komponen aluminium, atau berbagai kombinasi dari asam-asam
tersebut (Matz dan Matz, 1978).
Garam digunakan untuk membentuk efek rasa dan menguatkan
flavor. Jumlah garam yang ditambahkan tergantung pada beberapa faktor,
di antaranya jenis tepung dan formula yang digunakan. Tepung yang
mempunyai kadar protein lebih rendah akan membutuhkan lebih banyak
garam karena garam akan memperkuat struktur protein. Menurut Hanafi
(1999), semakin lengkap formula yang digunakan semakin banyak jumlah
garam yang harus ditambahkan. Matz dan Matz (1978) meyatakan bahwa
sebagian besar formula cookies menggunakan 1% garam atau kurang.
Penambahan flavor pada cookies ditujukan untuk memberi rasa
tertentu guna meningkatkan penerimaan produk. Bahan-bahan yang dapat
ditambahkan pada produk cookies sebagai flavor antara lain vanila, keju,
almond, coklat, kopi, dan caramel. Flavor relatif stabil pada suhu
pemanggangan, tetapi dapat berubah drastis bila dibakar dengan api.
Menurut Manley (1983), flavor pada biskuit dapat ditambahkan dengan
tiga cara, yaitu ditambahkan dalam adonan sebelum dipanggang,
ditaburkan atau disemprotkan setelah dipanggang, dan flavor tidak ikut
dipanggang, seperti pelapisan cream-jam, icing, atau mallow.
2. Proses Pembuatan Cookies
Pembuatan cookies meliputi tiga tahap, yaitu pembuatan adonan,
pencetakan, dan pemanggangan (Matz, 1992). Pembuatan adonan
dilakukan dengan mencampur bahan, kemudian mengaduknya. Menurut
Whiteley (1971), terdapat dua metode dasar pencampuran adonan, yaitu
metode krim (creaming method) dan metode all in. Pada metode krim
bahan dicampur secara bertahap. Campuran pertama adalah lemak dan
gula, kemudian ditambah pewarna dan flavor, kemudian susu dan bahan
kimia aerasi berikut garam. Tepung ditambahkan pada bagian paling akhir.
Sementara itu, pada metode all in semua bahan dicampur secara langsung
bersama
tepung.
Pencampuran
dilakukan
sampai
adonan
cukup
mengembang.
Menurut Faridi (1994), terdapat dua jenis prosedur pembuatan
krim, yaitu two-stage method dan three-stage method. Pembuatan krim
two-stage method dilakukan dengan mencampur semua bahan, termasuk
air, lemak, gula, emulsifier, dan komponen minor lainnya, kecuali
leavening agent. Pencampuran dilakukan selama 4-10 menit, sampai
semua bahan padat terlarut dan krim terbentuk. Setelah itu, tepung dan
acidic leavening agent dicampurkan sampai konsistensi yang diinginkan
tercapai. Berbeda dengan two stage-method, pembuatan krim three-stage
method dilakukan dengan cara mencampurkan lemak, gula, susu bubuk,
dan bahan kering lainnya sampai terbentuk krim yang lembut. Setelah itu,
emulsifier dan sebagian besar air ditambahkan. Garam, alkaline leavening,
flavor, dan pewarna disuspensikan dalam air dan dicampurkan ke dalam
krim yang telah dibuat. Tepung dan acidic leavening agent ditambahkan
pada bagian paling akhir.
Tahap pembuatan cookies selanjutnya adalah tahap pencetakan.
Pecetakan dilakukan dengan menggiling adonan dengan ketebalan
tertentu, kemudian mencetaknya sesuai selera. Penggilingan dilakukan
berulang-ulang agar dihasilkan adonan yang halus dan kompak, serta
memiliki ketebalan yang seragam.
Tahap terakhir adalah pemanggangan. Menurut Faridi (1994),
selama pemanggangan terjadi perubahan yang kompleks. Pada awal
pemanggangan belum terjadi perubahan, tetapi setelah lemak meleleh pada
suhu 37-40 oC, ada tiga perubahan yang terjadi, yaitu lemak menjadi
bentuk tetesan, emulsi air dalam minyak (W/O) berubah menjadi minyak
dalam air (O/W), gelembung udara bergerak dari fase lemak ke fase air.
Pada suhu 52-99 oC terjadi gelatinisasi pati. Udara dibebaskan dari adonan
pada suhu 65 oC. Selanjutnya pada suhu 70 oC terjadi penguapan air serta
denaturasi dan koagulasi protein. Lama waktu dan suhu pemanggangan
akan mempengarui kadar air cookies. Cookies yang telah selesai
dipanggang segera didinginkan untuk menurunkan suhu dan mencegah
pengerasan akibat memadatnya gula dan lemak.
Download