II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ibu Hamil Kehamilan menyebabkan daya metabolisme energi meningkat. Dua proses anabolik fundamental yang saling bebas terjadi selama kehamilan. Proses pertama adalah pertumbuhan serta pematangan janin dan plasenta. Proses kedua adalah penyesuaian fisiologik dan metabolik tubuh ibu selama kehamilan. Kedua proses tersebut menyebabkan kebutuhan zat gizi meningkat (Duhring, 1988). Selama masa kehamilan, kebutuhan energi meningkat menjadi sekitar 80.000 kkal, dimana 36.000 kkal untuk pembakaran tubuh dan 44.000 kkal untuk pembuatan jaringan baru (Nadesul, 2005). Masa kehamilan dibagi dalam tiga tahapan atau trimester. Trimester pertama (usia kehamilan 1-3 bulan) merupakan masa penyesuaian tubuh ibu terhadap awal kehamilannya. Penambahan kebutuhan zat-zat gizi pada tahap ini masih relatif kecil karena pertumbuhan janin masih lambat. Pada trimester kedua (usia kehamilan 4-6 bulan) pertumbuhan janin mulai pesat. Kecepatan pertumbuhannya mencapai 10 g per hari. Peningkatan kualitas gizi sangat dibutuhkan karena pada tahap ini tubuh ibu mulai mengalami perubahan dan adaptasi, serta mulai menyimpan cadangan zat-zat gizi untuk membentuk air susu. Pada tahap terakhir atau trimester ketiga (usia kehamilan 7-9 bulan), janin tumbuh dengan pesat dan terjadi pembentukan otak sehingga dibutuhkan vitamin dan mineral yang cukup (Haryanto, 1999). Jika ibu hamil berusia 1929 tahun, angka kecukupan gizi (AKG) yang dianjurkan per hari dapat dilihat pada Tabel 1. Protein merupakan zat gizi yang penting selama kehamilan. Menurut Nadesul (2005), hampir 70% protein digunakan untuk kebutuhan janin. Protein pada ibu hamil digunakan untuk pertumbuhan janin, pembuatan ari-ari, pembuatan cairan ketuban, perkembangan jaringan tubuh ibu, dan cadangan energi. Kekurangan protein dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin, keguguran, bayi lahir dengan berat badan kurang, serta tidak optimalnya pertumbuhan jaringan tubuh dan jaringan pembentuk otak (Haryanto, 1999). Tabel 1. Angka kecukupan gizi ibu hamil (19-29 tahun) per orang per hari Angka kecukupan gizi Ibu hamil Ibu non hamil Trimester 1 Trimester 2 dan 3 Energi (kkal) 1900 2080 2200 Protein (g) 50 67 67 Vitamin A (RE) 500 800 800 Vitamin D (µg) 5 5 5 Vitamin E (mg) 15 15 15 Vitamin K (µg) 55 55 55 Tiamin (mg) 1 1.3 1.3 Riboflavin (mg) 1.1 1.4 1.4 Niasin (mg) 14 18 18 Asam folat (µg) 400 600 600 Piridoksin (mg) 1.3 1.7 1.7 Vitamin B12 (µg) 2.4 2.6 2.6 Vitamin C (mg) 75 85 85 Kalsium (mg) 800 950 950 Fosfor (mg) 600 600 600 Magnesium (mg) 240 270 270 Besi (mg) 26 26 35 dan 39 Iodium (µg) 150 200 200 Seng (mg) 9.3 11 13.5 dan 19.5 Selenium (µg) 30 35 35 Mangan (mg) 1.8 2 2 Flour (mg) 2.5 2.7 2.7 Sumber: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, LIPI (2004) Kriteria Vitamin yang penting selama masa kehamilan, antara lain vitamin A, asam folat, dan vitamin C. Vitamin A dalam bentuk retinol diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin (Sizer dan Whitney, 2000). Pada hewan betina telah diketahui bahwa status vitamin A yang rendah dapat menyebabkan keguguran atau kesusahan dalam melahirkan (Almatsier, 2002). Konsumsi vitamin A juga tidak boleh berlebihan. Menurut Nadesul (2005), konsumsi vitamin A yang berlebihan dapat menyebabkan cacat bawaan. Asam folat berfungsi membantu sintesis DNA yang diperlukan untuk pembentukan sel-sel baru. Kekurangan folat dapat mengubah morfologi inti sel terutama sel-sel yang dapat cepat membelah, seperti serviks rahim. Menurut Sizer dan Whitney (2000), kekurangan asam folat pada ibu hamil dapat menyebabkan neural tube defects pada anak yang dilahirkan. Neural tube defects menyebabkan kerusakan tulang belakang, retardasi mental, kerusakan otak, dan kematian anak tidak lama setelah kelahiran. Vitamin C berperan dalam pembentukan kolagen, meningkatkan daya tahan terhadap infeksi, mencegah pembentukan nitrosamin yang bersifat karsinogenik, dan meningkatkan absorpsi besi dalam bentuk nonhaem sampai empat kali lipat. Kolagen adalah protein yang menjadi dasar pembentukan jaringan penghubung yang juga diperlukan oleh fetus (Sizer dan Whitney, 2000). Menurut Nadesul (2005), ibu hamil yang kekurangan vitamin C cenderung mengalami ketuban pecah lebih awal. Keadaan tersebut membahayakan janin bahkan dapat menyebabkan janin meninggal karena terjadinya infeksi dalam kandungan. Selain vitamin, beberapa mineral juga penting selama kehamilan. Mineral yang penting selama kehamilan di antaranya kalsium, besi, iodium, dan seng. Kalsium digunakan untuk menunjang pembentukan tulang dan gigi, serta persendian janin. Jika ibu hamil kekurangan kalsium, kebutuhan kalsium akan diambilkan dari cadangan kalsium pada tulang ibu. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya osteoporosis (Haryanto, 1999). Zat besi dibutuhkan untuk mengikat oksigen, pembentukan sel-sel baru, asam-asam amino, hormon-hormon, dan neurotransmiter. Kekurangan zat besi menyebabkan terjadinya anemia atau kekurangan sel darah merah. Anemia defisiensi besi merupakan gangguan yang sering terjadi selama masa kehamilan (Duhring, 1988). Haryanto (1999) menerangkan bahwa keadaan tersebut merupakan adaptasi dari adanya perubahan fisiologis selama kehamilan. Kekurangan iodium pada ibu hamil dapat menyebabkan bayi lahir dalam keadaan cacat mental yang permanen serta hambatan pertumbuhan yang dikenal sebagai kretinisme. Menurut Almatsier (2002), hal tersebut dapat dicegah apabila kekurangan iodium tersebut terdeteksi dan diobati pada enam bulan pertama kehamilan. Apabila hal tersebut tidak berhasil dilakukan, anak yang lahir akan memiliki IQ (Intelligent Quotient) sekitar 20, sehingga kemampuan belajarnya rendah. Seng merupakan kofaktor enzim sehingga seng berperan dalam sintesis dan degradasi karbohidrat, protein, lipid, asam nukleat, dan kolagen. Kekurangan seng mengganggu fungsi tiroid, memperlambat energi metabolisme tubuh, dan menghilangkan nafsu makan. Pada tikus yang sedang hamil, kekurangan seng memberikan efek pada pertumbuhan fetus, yaitu secara umum terjadi kesalahan pembentukan hampir semua organ. Jika kekurangan terjadi pada pertengahan periode kehamilan (6-14 hari), maka fetus berukuran kecil (Winick, 1976 yang dikutip Dhopeshwarkar, 1983). B. Kacang Tunggak Kacang tunggak (Vigna unguiculata L. Walp.) termasuk dalam famili Leguminoceae. Kacang tunggak dikenal juga dengan nama cowpea, southern pea, black-eye pea, crowder pea, lubia, niebe, coupe atau frijole. Kacang tungak berasal dari Afrika dan tumbuh secara luas di Afrika, Amerika Latin, Asia Tenggara, dan Amerika selatan (Davis et al, 2003). Biji kacang tunggak sangat bervariasi dalam ukuran, bentuk, warna, dan pola mata, yaitu area berwarna di sekitar hilum. Biasanya biji kacang tunggak memiliki panjang 2 – 12 mm dan berbentuk globular atau menyerupai ginjal. Kulit bijinya halus, kasar atau berkerut, dan warnanya bervariasi dari putih, kekuning-kuningan, hijau, coklat, merah dan ungu, sampai hitam, kadang dengan pola burik atau bintik. Hilumnya berwarna putih dengan panjang sekitar 3 mm, dan pada tipe black-eyed dikelilingi oleh cincin gelap. Rata-rata berat biji sekitar 5 – 30 g /100 biji (Kay, 1979). Kacang tunggak merupakan komponen yang bergizi di dalam diet manusia. Komposisi biji kacang tunggak, terutama kandungan protein, pati dan vitamin B, sangat bervariasi tergantung pada kultivar dan asal bijinya (Kay, 1979). Menurut Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (2008), varietas unggul kacang tunggak di Indonesia memiliki kandungan protein 20.5 – 22.11%. Secara umum, komposisi zat gizi dan nilai energi kacang tunggak dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi zat gizi dan nilai energi kacang tunggak Komponen Energi (kkal) Total karbohidrat (g) Protein (g) Lemak (g) Abu (g) Serat kasar (g) Neutral detergent fiber (g) Thiamin (mg) Riboflavin (mg) Niacin (mg) B6 (mg) Total folacin (mg) Total asam pantotenat (mg) β karoten (mg) Phosphorus (mg) Potasium (mg) Sodium (mg) Kalsium (mg) Magnesium (mg) Seng (mg) Mangan (mg) Tembaga (mg) Besi (mg) Sumber: Matthews (1989) Jumlah (per 100 gram) 346 63.4 22 1.3 3.3 4.5 7.7 0.94 0.227 2.36 0.44 0.545 1.39 28 426.5 1450.3 23 80.3 250.2 3.77 1.28 0.94 7.54 Jika dibandingkan dengan protein jagung kuning, protein kacang tunggak kaya akan asam amino lisin. Namun, jika dibandingkan dengan protein telur, protein kacang tunggak defisien dalam asam amino metionin dan sistin. Oleh sebab itu, kacang tunggak bernilai sebagai suplemen nutrisional untuk serealia dan extender untuk protein hewani. Komposisi dan skor asam amino kacang tunggak, jagung kuning, dan telur dapat dilihat pada Tabel 3. Sama halnya dengan kacang-kacangan lainnya, kacang tunggak mengandung komponen anti-nutrisi. Komponen anti-nutrisi dapat menyebakan penurunan nilai gizi suatu bahan pangan. Komponen anti-nutrisi yang terdapat di dalam kacang tunggak di antaranya inhibitor tripsin, asam fitat, dan tanin. Inhibitor tripsin membentuk kompleks dengan enzim tripsin sehingga daya cerna protein turun. Asam fitat membentuk kompleks dengan logam-logam bivalen (Mg, Ca, Fe) yang menyebabkan logam-logam tersebut tidak dapat diserap oleh usus. Sedangkan tanin akan menghambat penyerapan mineral Fe. Kacang tunggak mentah mengandung inhibitor tripsin sebesar 13.7 ± 0.5 mg/g, asam fitat sebesar 12.8 ± 0.2 mg/g, dan tanin sebesar 9.7 ± 0.4 mg/g (Vasagam et al, 2006). Menurut Rackis (1966), inhibitor tripsin relatif labil terhadap panas dan perlakuan panas yang cukup telah diketahui dapat mengatasinya. Sedangkan asam fitat sangat tahan terhadap panas. Kadar asam fitat akan turun atau bahkan nol dengan adanya fermentasi. Tabel 3. Komposisi dan skor asam amino kacang tunggak, jagung, dan telur c Skor asam amino Kadar (mg/g protein) b Jenis asam amino Kacang Kacang Jagung Jagung b Telur tunggak tunggak kuning kuning Isoleusin 38.24 35.83 53.37 72 67 Leusin 70.40 126.35 86.40 81 100 Lisin 68.32 28.20 72.58 94 39 Metionin 11.68 20.96 30.20 39 69 Sistin 10.88 18.08 21.60 50 84 Fenilalanin 51.68 49.29 54.08 96 91 Tirosin 26.08 40.77 39.71 66 100 Treonin 36.00 37.69 44.15 82 85 Triptofan 10.88 7.12 13.27 82 54 Valin 45.28 50.77 68.24 66 74 Arginin 64.00 50.00 65.20 98 77 Histidin 32.64 30.51 24.54 100 100 Alanin 41.12 75.00 58.43 70 100 Asam aspartat 110.24 69.68 105.59 100 66 Asam glutamat 164.32 188.14 133.07 100 100 Glisin 37.44 41.09 34.31 100 100 Prolin 39.04 87.44 40.75 96 215 Serin 42.88 47.56 77.25 56 62 a Sumber: Kay (1979) b USDA SR-21, 2008 c Hasil perhitungan sendiri dengan telur sebagai standar a C. Tepung Beras Tepung beras merupakan hasil penggilingan beras. Penggilingan beras menjadi bentuk tepung dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara kering dan cara basah. Prinsip dari kedua cara ini adalah berusaha memisahkan lembaga dari bagian tepung (Hubeis, 1984). Penggilingan secara kering dapat dilakukan melalui tahapan pembersihan bahan, pengeringan (sangrai atau oven) hingga kadar air 14%, dan penggilingan kasar untuk memisahkan lembaga dan endospermnya. Hasil penggilingan tersebut kemudian dikeringkan kembali hingga mencapai kadar air 14-16%. Setelah itu, dilakukan penggilingan halus dengan alat penggilas. Hasil penggilingan diayak dengan pengayak bertingkat untuk mendapatkan berbagai tingkat kehalusan, yaitu butir halus (> 10 mesh), tepung kasar atau bubuk (< 40 mesh), tepung agak halus (65-80 mesh), dan tepung halus (≥ 100 mesh) (Hubeis, 1984). Ukuran partikel tepung beras sangat dipengaruhi oleh alat giling yang digunakan. Burr dan blade mill menghasilkan tepung dengan ukuran partikel kasar, roller mill akan menghasilkan tepung berukuran sedang, dan pin, hammer, serta turbo mill akan menghasilkan tepung yang berukuran halus (Nishita dan Bean, 1982). Tepung beras dapat dihasilkan dari beras patah maupun menir, baik dari beras pratanak maupun beras biasa. Selain itu, dapat pula digunakan beras berbutir panjang, sedang, maupun pendek. Tepung beras yang dibuat dari beras patah mempunyai komposisi kimia yang sama dengan tepung beras yang dibuat dari beras utuh. Namun, antar varietas terdapat perbedaan terutama dalam kandungan protein, lemak, pati, dan rasio amilosa dengan amilopektin. Perbedaan komposisi kimia beras turut menentukan keragaman sifat fisikokimia tepung beras (Luh dan Liu, 1980). Penggilingan beras menjadi bentuk tepung dapat meningkatkan daya guna beras, meskipun kandungan zat gizinya menjadi lebih rendah. Komposisi zat gizi dan nilai energi tepung beras disajikan pada Tabel 4. Tepung beras mempunyai kandungan asam amino lisin yang lebih rendah dibandingkan dengan beras utuh. Hal ini disebabkan dalam perikarp, embrio, dan lapisan aleuron terdapat kandungan lisin yang lebih tinggi, padahal ketiga bagian tersebut terlepas dari beras pada saat proses penggilingan (Hubeis, 1984). Komposisi asam amino pada beras dan tepung beras dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 4. Komposisi zat gizi dan nilai energi tepung beras Komposisi Kalori (kkal) Air (g) Abu (g) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Serat pangan(g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Magnesium (mg) Potasium (mg) Seng (mg) Tembaga (mg) Mangan (mg) Selenium (µg) Vitamin E (mg) Thiamin (mg) Niasin (mg) Vitamin B6 (mg) Folat (µg) Asam pantotenat (mg) Kolin (mg) Sumber: USDA SR-21 (2008) Jumlah (per 100 gram) 578 11.90 0.63 5.95 1.39 80.38 2.40 10.00 98.10 0.38 35.00 75.95 0.82 0.13 1.20 15.13 0.13 0.13 2.59 0.44 3.99 0.82 5.82 Beras beramilosa rendah (9-20%) cocok untuk pembuatan makanan bayi, makanan sarapan, dan makanan selingan, karena sifat gelnya yang lunak. Sedangkan beras yang mengandung kadar amilosa sedang sampai tinggi (2027%) dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan beras pratanak dalam kaleng dan sup nasi dalam kaleng. Beras beramilosa tinggi juga dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan bihun. Beras beramilosa tinggi mempunyai stabilitas dan daya tahan untuk tetap utuh dalam pemanasan yang tinggi, serta mempunyai sifat retrogradasi yang kuat, sehingga setelah dingin pasta yang terbentuk menjadi kuat, tidak mudah hancur, atau remuk (Siwi dan Damardjati, 1986). Tabel 5. Komposisi asam amino beras dan tepung beras Jenis asam amino Triptofan Treonin Isoleusin Leusin Lisin Metionin Sistin Fenilalanin Tirosin Valin Arginin Histidin Alanin Asam aspartat Asam glutamat Glisin Prolin Serin Sumber: USDA SR-21 (2008) Kadar (mg/g protein) Beras Tepung beras 11.54 12.13 35.85 35.32 43.23 41.06 82.77 82.02 36.15 34.79 23.54 24.26 20.46 17.98 53.54 53.30 33.38 51.67 61.08 57.29 83.38 86.70 23.54 25.00 58.00 55.85 94.00 92.23 195.08 184.36 45.54 44.89 47.08 46.70 52.62 52.13 D. Cookies Menurut SNI 01-2973-1992, biskuit adalah sejenis makanan yang terbuat dari tepung terigu dengan penambahan bahan makanan lain, dengan proses pemanasan dan pencetakan. Biskuit terbagi menjadi biskuit keras, cracker, cookies, dan wafer. Cookies adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, relatif renyah, dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang padat (Manley, 1983). Berdasarkan hal tersebut, syarat mutu cookies mengikuti syarat mutu biskuit (SNI 01-29731992), seperti yang tercantum pada Tabel 6. 1. Bahan Baku Cookies Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan cookies terbagi menjadi bahan pengikat dan bahan pelembut. Bahan yang berfungsi sebagai sebagai bahan pengikat adalah tepung, air, susu, dan putih telur, sedangkan bahan yang berfungsi sebagai pelembut adalah gula, lemak, leavening agent, dan kuning telur (Husain, 1993). Bahan lain yang biasa digunakan adalah garam dan flavor. Tabel 6. Syarat mutu biskuit menurut SNI 01-2973-1992 Kriteria uji Air (%) Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat (%) Abu (%) Logam berbahaya Serat kasar (%) Energi (kkal/100 gram) Bau dan rasa Warna Sumber : BSN (1992) Syarat maksimum 5 minimum 9 minimum 9.5 minimum 70 maksimum 1.5 negatif maksimum 0.5 minimum 400 normal dan tidak tengik normal Tepung merupakan komposisi dasar pada produk bakery. Tepung berfungsi sebagai pembentuk tekstur adonan, pengikat dan pendistribusi bahan-bahan lain, serta berperan dalam pembentukan cita rasa (Matz dan Matz, 1978). Perubahan komponen pati dan protein tepung akan menghasilkan perubahan struktur cookies. Penggunaan tepung yang mempunyai kadar protein tinggi menyebabkan struktur cookies menjadi keras dan penampakannya menjadi kasar (Matz, 1984). Karena itu, semakin tinggi kadar protein tepung yang digunakan, semakin banyak jumlah gula dan lemak (shortening) yang harus ditambahkan. Lemak merupakan salah satu komponen penting dalam pembuatan cookies. Lemak berfungsi memberikan efek shortening dan memberi flavor pada produk. Tipe dan jumlah lemak (shortening) dan emulsifier dalam formula akan mempengarui respon adonan selama pembentukan dan kualitas produk akhir. Shortening dapat dibedakan menjadi natural shortening (mentega, lemak babi, lemak sapi, dan minyak nabati) dan modified shortening (margarin) (Matz dan Matz, 1978). Margarin sering digunakan karena memberikan rasa lembut dan halus, serta penampakan yang baik. Selain itu, harga juga lebih murah dibandingkan dengan mentega atau shortening lainnya. Gula berfungsi sebagai pemanis nutritif, pembentuk tekstur, pemberi warna, dan pengontrol penyebaran cookies. Jumlah gula yang ditambahkan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tekstur, penampakan produk, dan flavor. Sifat adonan dan respon adonan terhadap kondisi oven juga berkaitan dengan tipe dan jumlah gula yang ditambahkan (Matz dan Matz, 1978). Gula yang umumnya digunakan adalah gula pasir dan gula pasir halus (tepung gula). Besarnya partikel gula akan mempengaruhi penyebaran cookies. Menurut Kaplan (1971), gula halus paling baik digunakan karena tidak menyebabkan pelebaran cookies yang terlalu besar. Menurut Winarno (2002), leavening agent adalah senyawa kimia yang terurai dengan menghasilkan gas di dalam adonan. Leavening agent akan menghasilkan gas setelah dicampur dengan air dan diberi panas (Daniel, 1978). Leavening agent berfungsi mengembangkan dan memperbaiki tekstur cookies. Leavening agent dapat mengembangkan produk karena dapat menghasilkan CO2 (Matz dan Matz, 1978). Leavening agent yang umumnya digunakan adalah amonium bikarbonat, sodium bikarbonat (NaHCO3), dan baking powder. Amonium bikarbonat digunakan hanya pada produk panggangan yang mempunyai kadar air rendah karena jika kadar air masih tinggi bau amoniak akan lebih terasa. Natrium bikarbonat lebih sering digunakan karena harganya murah, toksisitasnya rendah, mudah ditangani, relatif tidak berasa pada produk akhir, dan kemurniannya tinggi. Baking powder merupakan campuran dari natrium bikarbonat dengan pereaksi asam, dengan atau tanpa pati atau tepung. Pereaksi asam yang sering digunakan dalam baking powder adalah asam tartarat atau garamnya, garam dari asam fosfat, komponen aluminium, atau berbagai kombinasi dari asam-asam tersebut (Matz dan Matz, 1978). Garam digunakan untuk membentuk efek rasa dan menguatkan flavor. Jumlah garam yang ditambahkan tergantung pada beberapa faktor, di antaranya jenis tepung dan formula yang digunakan. Tepung yang mempunyai kadar protein lebih rendah akan membutuhkan lebih banyak garam karena garam akan memperkuat struktur protein. Menurut Hanafi (1999), semakin lengkap formula yang digunakan semakin banyak jumlah garam yang harus ditambahkan. Matz dan Matz (1978) meyatakan bahwa sebagian besar formula cookies menggunakan 1% garam atau kurang. Penambahan flavor pada cookies ditujukan untuk memberi rasa tertentu guna meningkatkan penerimaan produk. Bahan-bahan yang dapat ditambahkan pada produk cookies sebagai flavor antara lain vanila, keju, almond, coklat, kopi, dan caramel. Flavor relatif stabil pada suhu pemanggangan, tetapi dapat berubah drastis bila dibakar dengan api. Menurut Manley (1983), flavor pada biskuit dapat ditambahkan dengan tiga cara, yaitu ditambahkan dalam adonan sebelum dipanggang, ditaburkan atau disemprotkan setelah dipanggang, dan flavor tidak ikut dipanggang, seperti pelapisan cream-jam, icing, atau mallow. 2. Proses Pembuatan Cookies Pembuatan cookies meliputi tiga tahap, yaitu pembuatan adonan, pencetakan, dan pemanggangan (Matz, 1992). Pembuatan adonan dilakukan dengan mencampur bahan, kemudian mengaduknya. Menurut Whiteley (1971), terdapat dua metode dasar pencampuran adonan, yaitu metode krim (creaming method) dan metode all in. Pada metode krim bahan dicampur secara bertahap. Campuran pertama adalah lemak dan gula, kemudian ditambah pewarna dan flavor, kemudian susu dan bahan kimia aerasi berikut garam. Tepung ditambahkan pada bagian paling akhir. Sementara itu, pada metode all in semua bahan dicampur secara langsung bersama tepung. Pencampuran dilakukan sampai adonan cukup mengembang. Menurut Faridi (1994), terdapat dua jenis prosedur pembuatan krim, yaitu two-stage method dan three-stage method. Pembuatan krim two-stage method dilakukan dengan mencampur semua bahan, termasuk air, lemak, gula, emulsifier, dan komponen minor lainnya, kecuali leavening agent. Pencampuran dilakukan selama 4-10 menit, sampai semua bahan padat terlarut dan krim terbentuk. Setelah itu, tepung dan acidic leavening agent dicampurkan sampai konsistensi yang diinginkan tercapai. Berbeda dengan two stage-method, pembuatan krim three-stage method dilakukan dengan cara mencampurkan lemak, gula, susu bubuk, dan bahan kering lainnya sampai terbentuk krim yang lembut. Setelah itu, emulsifier dan sebagian besar air ditambahkan. Garam, alkaline leavening, flavor, dan pewarna disuspensikan dalam air dan dicampurkan ke dalam krim yang telah dibuat. Tepung dan acidic leavening agent ditambahkan pada bagian paling akhir. Tahap pembuatan cookies selanjutnya adalah tahap pencetakan. Pecetakan dilakukan dengan menggiling adonan dengan ketebalan tertentu, kemudian mencetaknya sesuai selera. Penggilingan dilakukan berulang-ulang agar dihasilkan adonan yang halus dan kompak, serta memiliki ketebalan yang seragam. Tahap terakhir adalah pemanggangan. Menurut Faridi (1994), selama pemanggangan terjadi perubahan yang kompleks. Pada awal pemanggangan belum terjadi perubahan, tetapi setelah lemak meleleh pada suhu 37-40 oC, ada tiga perubahan yang terjadi, yaitu lemak menjadi bentuk tetesan, emulsi air dalam minyak (W/O) berubah menjadi minyak dalam air (O/W), gelembung udara bergerak dari fase lemak ke fase air. Pada suhu 52-99 oC terjadi gelatinisasi pati. Udara dibebaskan dari adonan pada suhu 65 oC. Selanjutnya pada suhu 70 oC terjadi penguapan air serta denaturasi dan koagulasi protein. Lama waktu dan suhu pemanggangan akan mempengarui kadar air cookies. Cookies yang telah selesai dipanggang segera didinginkan untuk menurunkan suhu dan mencegah pengerasan akibat memadatnya gula dan lemak.