11.3.1 Hukum Benda - Universitas Mercu Buana

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
Kapita Selekta
Ilmu Sosial
Hukum Perdata
Fakultas
Program Studi
IlmuKomunikasi
Penyiaran
TatapMuka
09
Kode MK
DisusunOleh
A11436AA
Finy F. Basarah, SH, M.Si
Abstract
Kompetensi
Mengenai Hukum Perdata secara
umum dan yang berlaku di Indonesia
Mahasiswa memahami sistem hukum
perdata terutama yang berlaku di
Indonesia

Utrecht: Hukum adalah himpunan petunjuk hidup, berupa perintah dan larangan dalam
suatu masyarakat yang harus ditaati oleh anggota masyarakat, jika dilanggar akan
melahirkan tindakan dari pemerintah.

Mochtar Kusumaatmadja: Hukum adalah seluruh kaedah serta asas-asas yang
mengatur pergaulan hidup manusia dalam masyarakat yang bertujuan memelihara
ketertiban yang meliputi lembaga-lembaga dan proses-proses guna mewujudkan
berlakunya kaedah tersebut dalam masyarakat.

Hukum perdata material mengatur mengenai:
1. Hukum pribadi(personenrecht)
2. Hukum keluarga(familierecht)
3. Hukum kekayaan(vermogensrecht)
4. Hukum waris(erfecht)

Hukum perdata material yang diatur dalam hukum Eropa berbentuk tertulis dan
dikodifikasikan, yang ketentuannya terdapat di dalam Kitab Undang – Undang Hukum
Perdata (KUHPer) atau Burgelijk Wetboek dan Kitab Undang – Undang Hukum Dagang
(KUHD) atau Wetboek van Koophandel.

KUHPer diundangkan pertama kali tgl 1 Mei 1848 melalui Staatblad 1847:23.
11.1 HukumPribadi

Merupakan ketentuan – ketentuan hukum yang
mengatur tentang hak dan
kewajiban dan kedudukannya dalam hukum.

Hukum pribadi mengatur hak – hak dan kewajiban – kewajiban pribadi sebagai
“Subjek Hukum”. Pribadi sebadai subjek hukum ialah orang dalam arti hukum,
artinya, memiliki hak dan kewajiban.

Hak dan kewajiban dimiliki oleh setiap orang secara kodrati sejak dilahirkan sampai
meninggal dunia.
2014
1
Kapita SelektaI lmu Sosial
Finy F. Basarah. SH., M.Si
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id

Pasal 2 KUHPer: Anak yang ada dalam kandungan seorang wanita dianggap
sebagai telah dilahirkan, bilamana juga kepentingan anak menghendakinya.
Kematian sewaktu dilahirkannya dianggaplah ia tidak pernah ada” untuk keperluan
pewarisan.

Pasal 1330 KUHPerpribadi yang dinyatakan tidak mampu melaksanakan hak dan
kewajibannya:
1. anak di bawah umur
2. orang sakit ingatan dan keborosan
3. wanita yang bersuami
Cat. : Ketentuan butir 3 telah dihapus oleh Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3
tahun 1963.

Pasal 330 ayat (1) KUHPer: Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai
umur genap dua puluh satu tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin.

Pasal 6 ayat (2) UU No. 1/1974 tentang Perkawinan: Untuk melangsungkan
perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun harus
mendapat izin kedua orang tuanya.

“Dewasa” menurut UU  dikaitkan dengan tindakan hukum tertentu yang dilakukan
oleh seseorang

“Dewasa” menurut adat  umumnya tergantung kepada penilaian masyarakat adat
masing-masing.

Selain manusia, yang juga dianggap sebagai “Subjek Hukum” adalah “Badan
Hukum”, yang ditimbulkan sebagai akibat:
1. Adanya suatu kebutuhan untuk memenuhi kepentingan tertentu, atas dasar
kegiatan yang dilakukan bersama.
2. Adanya tujuan ideal yang perlu dicapai tanpa selalu tergantung kepada
pribadi secara perorangan.
2014
2
Kapita SelektaI lmu Sosial
Finy F. Basarah. SH., M.Si
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id

Badan Hukum sebagai subjek hukum harus mempunyai tujuan dan memiliki
kekayaan sendiri, terlepas dari kekayaan subjek hukum yang menjalankannya.

Badan Hukum juga memiliki hak dan kewajiban, dapat mengadakan hubungan
hukum, terlibat dalam suatu peristiwa hukum.Contoh: Negara, PT, Yayasan,
Koperasi
11.2. HukumKeluarga

Merupakan ketentuan - ketentuan hukum yang mengatur tentang hubungan lahir
batin antara dua orang yang berbeda jenis kelamin (dalam perkawinan) dan akibat
hukumnya.
11.2.1 Keturunan

Pasal 55 UU 1/1974: “Asal-usul seorang anak hanya dapat dibuktikan dengan akta
kelahiran yang outentik, yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang”

Pasal 42 UU No. 1/1974: “Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau
sebagai akibat perkawinan yang sah”

Pasal 43 UU No. 1/1974: “Seorang anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya
mempunyai hubungan perdata dengan ibunya serta keluarga ibunya”

Pasal 44 UU No. 1974: “Seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang
dilahirkan oleh istrinya, bilamana ia dapat membuktikan bahwa istrinya telah berzina,
dan anak itu adalah karena perbuatan zina”
11.2.2 Kekuasaan Orang Tua

Pasal 45 UU No. 1/1974:
1. Kedua orang tua wajib untuk memelihara dan mendidik anak-anak mereka
dengan sebaik-baiknya.
2014
3
Kapita SelektaI lmu Sosial
Finy F. Basarah. SH., M.Si
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
2. Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai
anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus
meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus”

Pasal 49 UU No. 1/1974:
1. Salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasaannya terhadap
seorang anak atau lebih untuk waktu yang tertentu atas permintaan orang tua
yang lain, keluarga anak dalam garis lurus ke atas dan saudara kandung
yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang, dengan keputusan
pengadilan dalam hal-hal:
a. Ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya
b. Ia berkelakuan buruk sekali
2. Meskipun
orang
tua
dicabut
kekuasaannya,
mereka
masih
tetap
berkewajiban untuk memberi biaya pemeliharaan kepada anak tersebut.
11.2.3 Perwalian

Pasal 50 UU No. 1/1974:
1. Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum
pernah melangsungkan perkawinan, yang tidak berada di bawah kekuasaan
orang tua, berada di bawah kekuasaan wali.
2. Perwalian itu mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun harta
bendanya.

Pasal 51 UU No. 1/1974:
1. Wali dapat ditunjuk oleh satu orang tua yang menjalankan kekuasaan orang
tua, sebelum ia meninggal, dengan surat wasiat atau dengan lisan di
hadapan 2 (dua) orang saksi.
2014
4
Kapita SelektaI lmu Sosial
Finy F. Basarah. SH., M.Si
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
2. Wali sedapat-dapatnya diambil dari keluarga anak tersebut atau orang lain
yang sudah dewasa, berpikiran sehat, adil, jujur, dan berkelakuan baik.
3. Wali wajib mengurus anak yang di bawah penguasaannya dan harta
bendanya sebaik-baiknya dengan menghormati agama dan kepercayaan
anak itu.
4. Wali wajib membuat daftar harta benda anak yang berada di bawah
kekuasaannya pada waktu memulai jabatannya dan mencatat semua
perubahan-perubahan harta benda anak atau anak-anak itu.
5. Wali bertanggung jawab tentang harta benda anak yang berada di bawah
perwaliannya serta kerugian yang ditimbulkan karena kesalahan atau
kelalaiannya.
11.2.4 Pendewasaan

Pendewasaan merupakan suatu pernyataan bahwa seseorang yang belum
mencapai usia dewasa atau untuk beberapa hal tertentu dipersamakan kedudukan
hukumnya dengan seseorang yang telah dewasa, misalny adalam hal mengurus
perusahaan.

Pendewasaan itu dapat diberikan atas keputusan pengadilan bagi yang telah berusia
delapan belas tahun.
11.2.5 Pengampuan

Seseorang yang telah dewasa dan sakit ingatan, menurut undang-undang harus
diletakkan di bawah pengampuan.

Demikian juga bagi seseorang yang terlalu mengabaikan harta bendanya, sebab
kurang mampu mengurus kepentingan dirinya.

Yang berhak meminta seseorang di bawah pengampuan, karena gila:
1) Setiap anggota keluarga
2) Suami atau istri
3) Jaksa, kalau orang itu dapat membahayakan umum
2014
5
Kapita SelektaI lmu Sosial
Finy F. Basarah. SH., M.Si
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id

Sementara itu, yang berhak meminta pengampuan bagi orang yang keborosan ialah:
1) Anggota keluarga yang sangat dekat
2) Suami atau istri.

Permintaan itu harus diajukan ke Pengadilan. Kedudukan seseorang yang berada di
bawah pengampuan adalah sama dengan seorang yang belum dewasa. Akan tetapi,
seorang karena keborosan masih dapat membuat surat wasiat dan menikah.
11.2.6 Perkawinan

Dasarhukum: Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan
Pemerintah No. 9 tahun 1975.

Pasal 1 UU No. 1/1974: “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Pasal 2 UU No. 1/1974:
1. Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaannya itu.
2. Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

Pasal 3 UU No. 1/1974:
1. Pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai
seorang istri. Seorang wanita hanya boleh memiliki seorang suami.
2. Pengadilan, dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih
dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
2014
6
Kapita SelektaI lmu Sosial
Finy F. Basarah. SH., M.Si
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id

Asas perkawinan di Indonesia: Monogami tidak mutlak.

Pasal 7 UU No. 1/1974: Syarat usia untuk menikah, pria min 19 (sembilan belas)
tahun, wanita min 16 (enam belas) tahun. Apabila kurang dari usia yang ditentukan
harus mendapat dispensasi pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua
orang tua para pihak.

Pasal 57 UU No.1/1974: “Perkawinan campuran ialah perkawinan antara dua orang
yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan
kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Asing dan pihak
lainnya berkewarganegaraan Indonesia”.

Perkawinan dapat putus, karena:
1. Kematian
2. Perceraian
3. Keputusan Pengadilan
11.3. HukumKekayaan

Merupakan ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur tentang hak-hak perolehan
seseorang dalam hubungannya dengan orang lain yang mempunyai nilai uang.
11.3.1 Hukum Benda

Benda, sebagai “Objek Hukum”, yaitu segala sesuatu yang menjadi bagian dari
keadaan yang dapat dikuasai dan mempunyai nilai uang.

Hukum Benda ialah ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai hal yang
diartikan dengan benda dan hak-hak yang melekat di atasnya.

Jenis-jenis benda menurut Hukum Perdata Eropa:
1. Benda yang dapat diganti dan benda yang tidak dapat diganti
2014
7
Kapita SelektaI lmu Sosial
Finy F. Basarah. SH., M.Si
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
2. Benda
yang
dapat
diperdagangkan
dan
benda
yang
tidak
dapat
diperdagangkan
3. Benda yang dapat dibagi dan benda yang tidak dapat dibagi
4. Benda bergerak dan benda tidak bergerak (tetap)  merupakan hal
terpenting karena mempunyai akibat hukum tersendiri.

Ketentuan mengenai “benda tetap” yang diatur dalam KUHPer Buku II telah diganti
oleh Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria (UUPA).

UUPA merupakan undang-undang yang mengatur mengenai hak-hak atas tanah
Indonesia, yaitu:
1. Hak milikturun temurun
2. Hak guna usahamengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh
Negara.
3. Hak guna bangunan  mendirikan dan mempunyai bangunan di atas tanah
yang bukan miliknya sendiri.
4. Hak pakai  menggunakan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai
langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain.
5. Hak sewa untuk bangunan  penyewaan tanah dari orang lain untuk
keperluan bangunan melalui perjanjian sewa-menyewa tanah.
6. Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan  ditentukan oleh Peraturan
Pemerintah tanpa dapat memiliki tanahnya.
7. Hak guna air  pemeliharaan dan penangkapanikan
8. Hak guna ruang angkasa.
9. Hak-hak tanah untuk kepentingan suci dan sosial.
2014
8
Kapita SelektaI lmu Sosial
Finy F. Basarah. SH., M.Si
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id

Hukum benda bergerak merupakan benda lepas yang menciptakan hak-hak di
atasnya menurut hukum adat;
1. Hak atas rumah
2. Hak atas tumbuh-tumbuhan
3. Hak atas ternak
4. Hak atas benda bergerak lainnya
11.3.2 HukumPerikatan

Hukum Perikatan merupakan ketentuan-ketentuan yang mengatur hak dan
kewajiban subjek hukum dalam tindakan hukum kekayaan. Hukum perikatan Eropa
mengenal adanya perikatan yang ditimbulkan karena undang-undang dan perikatan
yang ditimbulkan karena perjanjian.

Pasal 1338 KUHPer: “Semua perjanjian yang dibuat dengan memenuhi syarat-syarat
yang ditentukan oleh undang-undang mempunyai ketentuan sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya”

Pasal 1320 KUHPer: “Untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat:
1. sepakatmereka yang mengikatkandirinya
2. kecakapanuntukmembuatsuatuperikatan
3. suatuhaltertentu
4. suatusebab yang halal
11.4. HukumWaris

Merupakan ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur tentang cara pemindahan
hak milik seseorang yang meninggal dunia kepada yang berhak memilki selanjutnya.

Hukum waris adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur nasib kekayaan orang
setelah pemiliknya meninggal dunia.
2014
9
Kapita SelektaI lmu Sosial
Finy F. Basarah. SH., M.Si
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id

Orang yang meninggal: “Perwaris”

Orang yang ditinggal (berhak mendapatkan harta peninggalan): “Ahli waris”

Pasal 832 KUHPer: “Menurut undang-undang yang berhak menjadi ahli waris ialah,
para keluarga sedarah, baik sah, maupun luar kawin, dan si suami atau istri yang
hidup terlama, semua menurut peraturan tertera di bawah ini. Dalam hal, bilamana
baik keluarga sedarah, maupun si yang hidup terlama di antara suami istri, tidak ada,
maka segala harta peninggalan si yang meninggal, menjadi milik Negara, yang mana
berwajib akan melunasi segala hutangnya, sekadar harga harta peninggalan
mencukupi hal itu.

Ada empat golongan dalam keluarga sedarah:
 Golongan I: anak, suami atau istri yang hidup terlama, dan cucu sebagai ahli
waris pengganti.
 Golongan II: orang tua dan saudara-saudara sekandung
 Golongan III: leluhur dari yang meninggal.
 Golongan IV: keluarga sedarah lainnya sampai derajat keenam.

Hak mewaris dari golongan-golongan ini tergantung dari ada tidaknya golongan
sebelumnya.

Yang dimaksud dengan ”Harta peninggalan menjadi milik Negara” yaitu apabila dari
golongan IV tidak ada atau dari yang meninggal dunia tidak mempunyai sanak
keluarga sedarah sampai derajat ke enam.
DaftarPustaka
Djamali. R. Abdoel. 2010. Pengantar Hukum Indonesia. Edisi 2, Cetakan 16 Jakarta: PT
RajaGrafindoPersada.
Dwiyatmi, Sri Harini. 2006. Pengantar Hukum Indonesia. Cetakan Pertama. Bogor: Ghalia
Indonesia.
Undang - Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
2014
10
Kapita SelektaI lmu Sosial
Finy F. Basarah. SH., M.Si
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download