BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Aset dan Aset Negara

advertisement
 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Aset dan Aset Negara
Aset merupakan harta atau kekayaan yang dimiliki oleh individu atau
suatu organisasi. Karena aset merupakan harta atau kekayaan, maka aset harus
dijaga dan dipelihara dengan baik.Dengan demikian nilai dari aset tersebut tidak
mengalami
penurunan dan untuk beberapa aset-aset tertentu bisa ditingkatkan.
Saat ini, pemahaman mengenai aset telah mengalami perkembangan. Untuk lebih
jelasnya mengenai pemahaman tentang aset, berikut akan dijelaskan mengenai
aset dan jenis aset.
Menurut Siregar (2004), aset adalah barang (thing) atau sesuatu barang
(anything) yang mempunyai nilai tukar (exchange value) yang dimiliki oleh badan
usaha, instansi atau individu. Selain itu, pengertian aset berdasarkan perspektif
pembangunan berkelanjutan, yakni ada tiga aspek pokok sebagai berikut.
1. Sumber daya alam adalah semua kekayaan alam yang dapat digunakan dan
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan manusia.
2. Sumber daya manusia adalah semua potensi yang terdapat pada manusia
seperti akal pikiran, seni, keterampilan, dan sebagainya yang dapat digunakan
untuk memenuhi kebutuhan bagi dirinya sendiri maupun orang lain atau
masyarakat pada umumnya.
3. Infrastruktur adalah sesuatu buatan manusia yang dapat digunakan sebagai
sarana untuk kehidupan manusia dan sebagai saran untuk dapat memanfaatkan
sumber daya.
Sedangkan berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 2005
tentang Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), telah ditetapkan definisi yang tegas
tentang aset. Dalam Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan, diuraikan
dengan jelas tentang definisi aset, yaitu bahwa:
10
”Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki
oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari
mana manfaat ekonomidan/atau sosial di masa depan diharapkan
dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta
dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya
nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi
masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena
alasan sejarah dan budaya”.
Dari beberapa pendapat tersebut diatas maka penulis simpulkan bahwa aset
adalah barang atau suatu barang yang mempunyai nilai ekonomi, nilai tukar yang
dimiliki
oleh individu ataupun instansi maupun badan usaha yang berpotensi
untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan. Berdasarkan definisi di atas, aset
dapat berarti kekayaan (harta kekayaan) atau aktiva/properti dari suatu
perusahaan, badan usaha, institusi atau individu perorangan. Pengertian umum
dari aset di atas adalah sesuatu yang memiliki nilai.Dua elemen dari definisi
tersebut yaitu nilai dan umur manfaat merupakan hal yang fundamental jika suatu
departemen atau organisasi mengidentifikasi dan mencatat seluruh aset.
Sedangkan pengertian aset negara adalah :
Bagian dari kekayaan negara atau harta kekayaan negara (HKN) yang
terdiri dari barang bergerak atau barang tidak bergerak yang dimiliki,
dikuasai oleh instansi pemerintah, yang sebagian atau seluruhnya dibeli
atas beban Anggaran Pedapatan dan Belanja Negara (APBN) serta dari
perolehan yang sah, tidak termasuk kekayaan negara yang dipisahkan
(dikelola BUMN) dan kekayaan Pemerintah Daerah ( Siregar, 2004;
179).
2.2
Definisi Investasi
Menurut Haming dan Basalamah dalam Irwan (2007) Investasi secara
umum dapat diartikan sebagai keputusan mengeluarkan dana pada saat sekarang
untuk membeli aktiva riil seperti tanah, rumah dan sebagainya atau aktiva
keuangan seperi saham,obligasi dan sebagainya dengan tujuan mendapatkan
penghasilan yang lebih besar dimasa yang akan datanng.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahunn 2005 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) “ investasi adalah aset yang dimaksudkan
unutk memperoleh manfaat ekonomi seperti bunga, deviden, dan royalti atau
11
manfaat sosial sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam
rangka pelayanan kepada masyarakat”.
Investasi pemerintah dibgi menjadi ua bagin yaitu investasi jangkapendek
dan investasi jangka panjang. Investasi jangka pendek merupakan
kelompok
umur aset lancar sedangkan investasi jangka panjang merupakan aset non lancar,
investasi jangka panjang dibagi menjadi dua bagian yaitu menurut sifat
penanaman investasinya yaitu permanen dan non permanen. Investasi permanen
adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara
berkelanjutan,
sedangkan investasi non permanen adalah investasi jangka panjang
yan dimaksudkan untuk dimiliki secara berkelanjutan.
2.2.1
Jenis investasi
Menurut Podjosumarto dalam Irawan (2007) menjelaskan bahwa investasi
dapat dilihat sebagai :
a. Autonomous Investment ,merupakan investasi yang tidak dipengaruhi oleh
tingkat pendapatan I=Io. Seperti rehabilitasi sarana jalan, irigasi, gedung
dan sebagainya. Dimana investasi tersebut dalam kenyataannya tidak
mempunyai ikatan dengan tingkat pendapatan, tetapi dengan sendirinya
dilaksanakan untuk tujuan memperlancar roda perekonomian itu sendiri.
b. Induce Investment, merupakan investasi yang mempunyai ikatan dengan
tingkat pendapatan I=f(Y). Misalnya ada kenaikan pendapatan masyarakat
menyebabkan kenikan kebutuhan barang, sehingga terjadi kenaikan
permintaan terhadap barang yang dapat mendorong untuk melakukan
investasi.
c. Investasi yang sifatnya dipengaruhi oleh adanya tingkat bunga uang atau
modal yang berlaku dimasyarakat I=f(r). Misalnya investasinya pada suatu
badan
usaha
atau
perusahaan
dan
kegiatan-kegitan
lain
yang
mengutungkan, akan dilakukan bila tingka bunga yang berlaku pada saat
itu rendah jika dibandingkan dengan keuntungan (return) investasi.
12
2.2.2
Investasi Sektor Publik
Investasi sektor publik atau social overhead investment merupakan
mandatori yaitu aktiva tetap yang diadakan oleh suatu organisasi semata-mata
karena
perintah atau peraturan yang diteapkan pemerintah karena memiliki
dampak sosial, politik, budaya dan dampak lainnya. Investasi yang bersifat publik
dapat ditemui pada pemangunan jembatan, jalan, gedung dan lain-lain. Investasi
publik memiliki kaitan yang erat dengan penganggaran modal (capital budgeting).
Pengarahan modal merupakan proses untuk menganalisis proyek-proyek
dan memutuskan apakah proyek tersebut dapat diakomodasi oleh anggaran
modal. Untuk memberikan mekanisme dalam mengatur proyek investasi
publik secara efisien dan efektif, maka perlu dilakukan analisis investasi
secara mendalam. Analisis investasi berhubungan erat dengan
penganggaran fungsional, alokasi sumber daya dan praktik manajemen
keuangan disektor publik (Mardiasmo,2002)
Menurut Handono (2004) unsur- unsur pokok penganggaran modal antara
lain :
1. Arus kas keluar (Cash Outflow) atau investasi awal (initial investment)
Merupakan seluruh tambahan arus kas
yang dibutuhkan untuk
melaksanakan investasi pada aktiva tetap.
2. Arus kas masuk ( Cash inflow)
Merupakan seluruh tambahan arus kas masuk yang akan dierima selama
aktiva tetap digunakan.
3. Biaya Modal ( Cost of Capital)
Merupakan tingkat imbal hasil yang diterima oleh investor (required of
return).
Sedangkan menurut Ruhadi (2009) metode yang paling banyak digunakan
oleh manajer keuangan untuk mengevaluasi penerimaan proyek yang diusulkan
tergantung pada estimasi cash flows atau arus kas. Idealnya metode ini harus :
a. Memasukan seluruh arus kas selama usia proyek yang dusulkan.
b. Mempertimbangkan nilai waktu uang.
c. Memperhitungkan tingkat return yang diharapkan
13
Analisis proyek menekankan pada arus kas karena arus kas memiliki
opportunity cost, sehingga menyebabkan preferensi pada waktu dari arus kas.
Proyek konvensional memerlukan pengeluaran kas pada waktu nol dan mendapat
arus kas masuk pada waktu yang akan datang. Arus kas masuk terdiri dari :
1. Arus kas masuk yang berasal dari operasi perusahaan (operating cash
inflow).
2. Arus kas yang berasal dari akhir suatu proyek (disposal cashflows/ DCF),
contohnya yang berasal dari penjualan sisa aset.
Menurut
Mardiasmo
(2002),
ada
beberapa
faktor
yang
harus
dipertimbangkan dalam investasi publik antar lain :
1. Tingkat diskonto yang digunakan
Tingkat diskonto mereflesikan tingkat keuntungan (rate of return) yang
dipeoleh dari suatu proyek dengan tingkat resiko tertentu. Jika suatu
proyek tidak memberikan keuntungan yang disyaratkan (required rate of
return), maka proyek terebut harus ditolak. Tingkat diskonto (disconto
rate) merupakan pendekatn yang diadopsi pemerintah dalam investasi
sektor publik yang dinilai dengan pengujian tingkat diskonto sosial ( social
disconto rate). Suatu pemecahan untuk membatasi social disconto rate.
Suatu pemecahan untuk membatasi tingkat perdiskontoan, artinya biaya
dan manfaat diharapkan berubah pada tingkat kemabalian investasi yang
sama sebagai perubahan dalam kebutuhan tingkat harga- harga umum
(general price levels).
2. Inflasi
Dalam investasi harus memperhitungkan perkiraan inflasi. Semakin tinggi
inflasi, semakin rendah nilai riil keuntungan dimasa mendatang yang
diharapkan (expected future return). Inflasi yang tinggi menyebabkan
required rate of return semakin tinggi.
3. Resiko dan ketidakpastian
Ketidakpastian ekonomi dan hukum, kekacauan sosial politik, tidak
adanya jaminan keamanan dan kebijakan yang tidak konsisten dapat
14
menyebabkan resiko investasi. Jika resiko investasi naik maka required
rate of return semakin tinggi.
4. Capital rationing
dana unutk melakukan pengeluaran investasi . Hal ini dilakukan dengan
perangkingan investasi dengan cara menggunakan rasio manfaat/ biaya.
Aspek- aspek Investasi
Terdapat beberapa aspek yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan
2.2.3
Merupakan keadaan ketika organisasi meghadapi masalah ketersediaan
dan analisis investasi. Menurut Mardiasmo (2002) dijelaskan aspek-aspek harus
dipertimbangkan secara
bersama-sama menunjukan keuntungan dan manfaat
yang diperoleh akibat adanya suatu investasi meliputi aspek- aspek berikut :
1. Aspek Teknis
Menurut Husnan dalam Irwan (2007) dijelaskan bahwa aspek tekis
merupakam suatu proses yang berkenaan dengan proses pembangunan
proyek secara teknis dam pengoperasiannya setelah proyek selesai
dibangun. Berdasarkan analisis teknis ini dapat diketahui rancangan awal
penaksiran biaya investasi termasuk biaya eksploitasinya. Oleh karena itu
aspek teknis merupakan bagian penting dari analisis investasi yang harus
dipertimbangkan. Jika suatu usulan investasi sudah tidak layak dari aspek
teknisnya maka usulan tersebut menduduki prioritas utama untuk ditolak.
2. Aspek Sosial Budaya
Dalam melaksanakan suatu proyek perlu mempertibangkan implikasi
sosial yang lebih luas dari investasi yang diusulkan. Menurut Mardiasmo
(2002), dijelaskan bahwa aspek sosia budaya menyangkut pertimbangan
pendistribusian pelayanan secara adil dan merata, sehingga mampu
memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat. Aspek sosial budaya ini
juga menyangkut aspek legal lingkungan yang terkena dampaknya.
3. Aspek Ekonomi dan Finansial
Menurut Mardiasmo (2002) bahwa pertimbangan aspek ekonomi meliputi
kegiatan menganalisis apakah suatu proyek yang diusulkan akan
15
memberikan kontribusi yang nyata terhadap pembangunan perekonomian
secara keseluruhn dan apakah kontribusinya cukup besar dalam
menentukan penggunaan sumber-sumber daya yang digunakan sedangkan
aspek finansial menerangkan pengaruh-pengaruh finansial dari suatu
proyek yang diusulkan.
4. Aspek Distribusi
Menurut Mardiasmo (2002) dijelakan bahwa aspek distribusi terkait
dengan keadilan dan persamaan kesempatan untuk mendapatkan
pelayanan publik (equity&equality)
2.2.4
Tahapan Analisis Investasi
Tahapan yang harus dicermati dalam Capital Budgeting atau melakukan
investasi yaitu:
1. Menghitung investasi awal / perhitungan arus kas keluar
Dalam menghitung investasi awal dipengaruhi oleh suku bungan dan
inflasi.
Menurut
Weston
&
Copeland
dalam
Irawan
(2007),
mengelompokan suku bunga kedalam dua bagian yaitu :
a. Suku bunga sebenarnya (real Interest rate) yaitu suku bunga yang
harus dihasilkan dari setiap surat berharga pada kondisi pada kondisi
tanpa inflasi.
b. Suku bunga nominal (nominal interest rate)yaitu suku bunga yang
diamati oleh pasar keuangan (money market) yaitu suku bunga
nominal merupakan suku bunga sebenarnya ditambah inflasi.
2. Estimasi Arus Kas Masuk
Cash inflow (CF) atau arus kas masuk yaitu menghitung perkiraan
tambahan aruskas masuk selama umur proyek (n), diestimasi dengan
menggunakan rumus :
CFn = [ ( S-OE) – (D)]x (i-t) + (D)
Keterangan :
a) S (sale) atau penjualan
16
Dalam hal ini besarnya penerimaan kas atas proyek yang dijalankan
selama umur ekonomis proyek.
Yaitu biaya yang dikeluarkan secara rutin dalam setiap tahunnya
selama kegiatan berlangsung atau selama umur ekonomis aset tersebut.
Pudjosumarto (1998), menyebutkan bahwa yang dihitung sebagai
b) OE (operating expenses) atau beban operasional
biaya atau pengeluaran proyek (project expenditures) yaitu biaya-
biaya (cost) atau ongkos-ongkos yang akan dikeluarkan pada masa
yang akan datang (future
return).
Biaya
dikeluarkan secara rutin tahunan selama
–biaya
umur
yang
ekonomis
harus
proyek,
meliputi biaya-biaya untuk :
(1) Bahan baku (untuk kegiatan yang bersifat produksi)
(2) Bahan bakar
(3) Utilitas : .Listrik, telepon, gas dan lain-lain
(4) Gaji, upah dan tunjangan lain bagi karyawan
(5) Lain-lain biaya seperti jasa konsultasi, overhead atau office
supplies yang berhubungan dengan kegiatan proyek.
c) Depresiasi atau penyusutan
Menurt Keputusan Menteri Kimpraswil Nomor : 332/KPTS/2001
tentang pedoman Teknis Gedung yang dmaksud penyusutan adalah
nilai degradasi bangunan yang dihitung secara sama besar setiap
tahunnya selama jangka waktu umur bangunan.
Depresiasi pada suatu aset biasanya disebabkan karena satu atau lebih
faktor- faktor berikut :
1. Kerusakan fisik akibat pemakaian dari bangunan
2. Aset tersebut menjadi usang karena adanya perkembangan
teknologi
3. Kebutuhan produksi atau jasa yang lebih baru atau lebih besar.
4. Penemuan fasilitas- fasilitas yang bisa menghasilakan prosuk / jasa
yang lebih baik dengan biaya yang lebih rendah dan tingkat
keselamatan yang lebih memadai.
17
Besarnya depresiasi tahunan yang dikenakan pada suatu aset akan
tergantung pada beberapa hal yaitu :
1. Harga Pembelian / harga perolehan , dalam hubungannya dengan
bangunan dapat dikatakan harga pembangunan (konstruksi)
gedung.
2. Umur
Umur suatu aktiva tetap dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Umur teknis yaitu umur atau lama pemakaian atas aktiva tetap
tanpa
memperhatikan
keuntungan
yang
dapat
dipertanggungjawabkan secara ekonomis.
b. Umur ekonomis yaitu umur dari aset sejenak siap digunakan
sampai
dengan
aset
tersebut
secara
ekonomis
tidak
mengguntungakan lagi.
3. Nilai sisa, yaitu nilai aset setelah umur ekonomisnya berakhir
4. Nilai reproduksi , yaitu nilai aset yang harus dihapuskan menjadi
beban biaya perusahaan, yatu sebesar harga pembelian dikurangi
dengan nilai sisa.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan, metode penyusutan yang digunakan sebagai
berikut :
1. Metode Garis Luru (Straight Line Methode)
2. Metode Saldo Menurun Ganda (Double Delining Balance
Methode)
3. Metode Unit Produksi (Unit of Production Method)
Dari bebapa metode tersebut yang lebih tepat digunakam pada aset
bangunan dalah Metode Garis Lurus. Metode ini didasarkan atas
asumsi bahwa berkurangnya niali sutu aset secara linier terhadap
waktu atau umur dari suatu aset. Untuk penyusutan aset tetap tiap- tiap
tahun ditentukan sama besarnya.
18
Besarnya depresiasi tiap tahun dihitung berdasarkan rumus sebagai
berikut :
Depresiasitahunan 
h arg aperolehan  nilairesid u
xRp1
umurekonomis
d) T (Tax)
e) Arus kas dari nilai sisa
Menurut Ruhadi (2009) proyek yang diusulkan memiliki waktu yang
terbtas untuk beberapa tahun tertentu, analisis anggaran modal
memaasukan arus kas yang berhubungan dengan akhir proyek.
2.3
Analisis Manfaat – Biaya
Analisis manfaat dan biaya digunakan untuk mengevaluasi penggunaan
sumbersumber ekonomi agar sumber yang langka tersebut dapat digunakan secara
efisien. Pemerintah mempunyai banyak program atau proyek yang harus
dilaksanakan sedangkan biaya yang tersedia sangat terbatas. Analisis manfaat dan
biaya merupakan alat bantu untuk membuat keputusan publik dengan
mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat. Analisis manfaat dan biaya ini
hanya menitikberatkan pada efisiensi penggunaan faktor produksi tanpa
mempertimbangkan masalah lain seperti distribusi, stabilisasi ekonomi dan
sebagainya.
Menghitung nilai manfaat ekonomis nasional tidak semudah menghitung
tolok ukur profitabilitas proyek-proyek swasta. Hal ini disebabkan karena manfaat
ekonomis cukup kompleks dan tidak mudah dinilai secara kuantitatif. Manfaat
yang diterima masyarakat juga sering kali tidak dapat dinilai secara kuatitatif.
Manfaat yang diterima masyarakat juga sering kali tidak dapat dinilai secara
financial, contohnya analisis benefit cost dibidang kesehatan, karena sulitnya
mengukur degan uang nilai-nilai seperti keadaan badan atau nyawa manusia
(Sutojo, 2006).
19
2.3.1
Manfaat Ekonomis dan Sosial
Pengukuran manfaat ekonomi utama (primair) yang berupa output utama
dan penentuan manfaatnya dilakukan dengan penghasilan devisa, maka perlu juga
mendapatkan
penyesuaian dengan konsep harga bayangan. Pengukuran manfaat
lebih sulit dibanding pengukuran biaya ekonomi, karena selain manfaat ekonomi
yang diterima secara langsung berupa output proyek yang dapat diukur dengan
satuan moneter, terdapat manfaat sekunder dan manfaat intangible yang sulit
diukur dengan satuan moneter.
Adapun beberapa manfaat sekunder dari suatu proyek yang kadang-
kadang sulit diukur dalam satuan moneter adalah menaiknya tingkat konsumsi,
membantu proses pemerataan pendapatan, meningkatkan pertumbuhan ekonomi,
mengurangi
ketergantungan
(menambah
swadaya
negara),
mengurangi
pengangguran (menambah lapangan kerja/kesempatan kerja), manfaat sosial
budaya. Ditinjau dari beberapa manfaat sekunder tersebut jika misalnya suatu
proyek lebih menekankan pada efek sosial dan distributif, maka manfaat tersebut
hendaknya diusahakan agar dinyatakan dalam satuan ukuran yang jelas, terkecuali
jika memang proyek yang dijalankan menekankan pada aspek financial. Akan
tetapi pernyataan tersebut tidak berarti bahwa dalam analisis ekonomi tidak
terdapat statement (laporan) biaya dan manfaat secara jelas dan dari laporan ini
setelah dilakukan penyesuaian biaya dan manfaat maka diterapkan kriteria
investasi yang lazim berlaku.
Dari keseluruhan uraian di atas dapat dilihat bahwa pengukuran manfaat
ekonomi lebih sulit dibandingkan biaya ekonomi, antara lain disebabkan oleh:
1. Beberapa manfaat bersifat langsung (primair) sulit diukur dengan uang,
karena biasanya tidak dinyatakan dalam harga pasar, melainkan harga
pasar bayangan.
2. Kebanyakan manfaat memerlukan perkiraan jangka panjang.
3. Banyak manfaat yang bersifat tidak langsung dan dalam perwujudannya
perlu proyek tambahan.
20
4. Adanya
manfaat-manfaat yang dinikmati oleh pihak-pihak yang
berkepentingan secara tidak seimbang, artinya kadang-kadang sulit untuk
tercapainya efek distributif yang seimbang.
(Husnan dan Suwarsono, 1997: 323)
2.3.2
Perhitungan Analisis Manfaat dan Biaya
Menurut Sugiyono (2008), menyatakan bahwa pada dasarnya untuk
menganalisis efisiensi suatu proyek langkah-langkah yang harus diambil adalah :
1. Menentukan
semua manfaat dan biaya dari proyek yang akan
dilaksanakan.
2. Menghitung manfaat dan biaya dalam nilai uang.
3. Menghitung masing-masing manfaat dan biaya dalam nilai uang sekarang.
Ada tiga parameter untuk menganalisis manfaat dan biaya suatu proyek
yaitu perbandingan manfaat dan biaya (Benefit / Cost, B/C), selisih manfaat dan
biaya (Net Benefit), tingkat pengembalian (rate of return). Penjelasan ketiga
parameter yang tersebut adalah sebagai berikut:
a. Perbandingan manfaat dan biaya (Benefit / Cost, B/C)
Perbandingan manfaat dan biaya dijelaskan dalam contoh
perhitungan berikut:
2M
i = 5%
O dan P = Rp.50 juta
30 th
Manfaat 252 juta
B
C
=
=
Rp.252 juta x (P/A,5,30)
Rp.2M+50juta x (P/A,5,30)
3,875 M
2,769 M
=
1,40
Berdasarkan nilai sekarang
Perhitungan di atas dilakukan dengan memasukkan unsure O dan P
sebagai bagian dari biaya.
Bila kita melihat dari awal proyek, biaya yang diperlukan seakanakan hanya dari biaya modal (2M) dan biaya O dan P dianggap merupakan
21
pengurangan dari biaya dan manfaat berdasarkan nilai sekarang, maka
hasilnya adalah:
=
(Rp.252 juta – Rp.50 juta )x (P/A,5,30)
Rp.2M
= 1,55
Dari perhitungan diatas, jika tidak memasukkan unsur biaya O dan
B
C
P maka nilai B/C yang dihasilkan lebih besar karena perbandingan
manfaat dan biaya lebih besar dari satu, yaitu berubah dari nilai B/C = 1,4
menjadi B/C = 1,55. Akan tetapi pada kenyataan dilapangan yang
digunakan adalah B/C karena sesungguhnya biaya O dan P merupakan
bagian dan biaya keseluruhan proyek yang harus dikeluarkan.
b. Selisih manfaat dan biaya (Net Benefit)
Dilihat dari contoh pada butir I, maka olahan perhiutngan B – C dapat
dihitung sebagai berikut:
B – C = Rp. 3,873 M – Rp.2,769 M = Rp.1,104 M
Maka dapat diketahui selisih manfaat dan biaya adalah Rp.1,104 M.
c. Tingkat pengembalian (rate of return)
Tingkat pengembalian adalah tingkat suku bunga yang membuat manfaat
dan biaya mempunyai nilai yang sama atau B – C = 0 atau tingkat suku
bunga yang membuat B/C = 1.
Gross Benefit Cost Ratio dan Net Benefit Cost Rasio adalah termasuk
parameter criteria investasi yang digunakan untuk menilai/mengevaluasi
kelayakan suatu proyek. Secara umum rumus Gross B/C dan Net B/C
ditulis sebagai berikut:
a) Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C)
Istilah Gross B/C ratio merupakan perbandingan dari jumlah manfaat
kotor dengan biaya kotor yang telah dibuat nilai sekarang. Kriteria ini
memberikan pedoman proyek akan dipilih apabila gross B/C ratio > 1,
sebaliknya jika gross B/C ratio < 1, proyek tidak akan dipilih.
Rumus Gross B/C ratio > 1 adalah sebagai berikut:
22
bt
gross B/C ratio > 1 = ∑ (1+i)t
∑ ct+kt
(1+i)t
Keterangan:
bt = benefit pada periode t
ct = cost pada periode t
kt = capital pada periode invenstasi
I = tingkat discount rate
b) Net Benefit Cost Rasio (Net B/C)
Net b/c ratio merupakan perbandingan antara manfaat bersih dari
tahun-tahun yang bersangkutan yang telah dibuat nilai sekarangnya
(pembilang/bersifat +) dengan biaya bersih dalam tahun dimana Bt –Ct
(penyebut/bersifat -) yang telah dibuat nilai sekarangnya, yaitu biaya
kotor > benefit kotor.
Rumus Net B/C ratio adalah sebagai berikut:
Berdasarkan Kriteria investasi ini, proyek akan dipilih apabila Net B/C
>1, sebaliknya bila Net B/C ratio <1, proyek tidak layak.
2.3.3
Metode Benefit Cost Ratio (BCR)
Menurut Sugiyono (2001), metode benefit cost ratio (BCR) merupakan
salah satu metode yang sering digunakan dalam tahap-tahap evaluasi awal
perencanaan investasi atau sebagai analisis tambahan dalam rangka memvalidasi
hasil dari evaluasi yang telah dilakukan dengan metode lainnya. Selain itu,
metode ini sangat baik dilakukan dalam rangka mengevaluasi proyek-proyek
23
pemerintah yang berdampak langsung pada masyarakat (public government
project), dampak yang dimaksudkan yaitu baik bersifat positif maupun negative
bagi masyarakat. Metode BCR ini memberikan penekanan terhadap nilai
perbandingan
antara manfaat (benefit) yang akan diperoleh dalam aspek biaya dan
kerugian yang akan ditanggung (cost) dengan adanya investasi tersebut.
Aspek benefit dan cost dalam proyek-proyek pemerintah mempunyai
pengertian yang lebih luas daripada pengertian biasa, dimana benefit dan cost itu
sendiri sering kalil ditemukan dalam bentuk-bentuk manfaat maupun biaya tidak
langsung
yang diperoleh pemerintah atau masyarakat. Pengertian dari BCR itu
sendiri adalah perbandingan nilai ekuivalen dari semua biaya. Perhitungan nilai
ekuivalen dapat dilakukan menggunakan salah satu dari analisis nilai sekarang,
nilai pada waktu yang akan datang atau nilai tahunan.
Rumus BCR adalah sebagai berikut:
Kriteria dalam Analisis:
Jika BCR ≥ 1, itu artinya inventasi tersebut layak (feasible) / menguntungkan,
sedangkan jika BCR < 1, itu artinya bahwa investasi tersebut tidak layak
(unfeasible) / tidak menguntungkan.
BCR yang dihitung adalah BCR conventional, yang dimana biaya
operasional dan maintenance merupakan bagian dari keseluruhan biaya-biaya
yang dikeluarkan dalam suatu proyek, dan Net BCR yang menganggap bahwa
biaya operasiomal dan maintenance merupakan pengurangan dari benefit yang
diperoleh.
Rumus perhitungannya sebagai berikut:
1. B/C Conventional
24
2. B/C Modified atau Net B/C
Keterangan dimana:
B
O+M = Biaya Operational dan Maintenance
= Benefit
I
= Investasi awal
Analisis BCR atau manfaat dan biaya ini hanya menitikberatkan pada
efisiensi penggunaan faktor produksi tanpa mempertimbangkan masalah lain
seperti distribusi, stabilisasi ekonomi dan sebagainya. Analisis ini hanya
menentukan program dari segi efisiensi sedangkan pemilihan pelaksanaan
program berada di tangan pemegang kekuasaan eksekutif yang dalam memilih
juga mempertimbangkan faktor lain. Suatu program yang efisien mungkin tidak
akan dilaksanakan karena menimbulkan distribusi pendapatan yang semakin
lebar. Sebaliknya program yang menimbulkan distribusi pendapatan yang
semakin baik akan dipilih meskipun program tersebut tidak terlalu efisien ditinjau
dari hasil analisis manfaat dan biaya.
2.4
Pemanfaatan Aset
Menurut PP No 6 tahun 2006 pemanfaatan adalah pendayagunaan barang
milik Negara/daerah yang tidak dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan
fungsi kementrian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah, dalam bentuk sewa,
pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, dan bangun serah guna/bangun guna serah
dengan tidak mengubah status kepemilikan. Sedangkan menurut Hariyono (2007)
pemanfaatan aset merupakan ukuran seberapa intensif suatu aset digunakan untuk
memenuhi tujuan pemberian pelayanan, sehubungan dengan potensi kapasitas
aset.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan
aset adalah pendayagunaan dan ukuran seberapa intensif suatu aset digunakan
diluar Tupoksi Perusahaan.
25
2.4.1
Tujuan Pemanfaatan
Aset yang belum dimanfaatkan dapat didayagunakan secara optimal
dengan
tujuan :
1. Agar tidak membebani Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)
khususnya biaya dikaitkan dengan segi pemeliharaan dan pengamanannya
terutama untuk mencegah kemungkinan adanya penyerobotan dari pihak ketiga
yang tidak bertanggungjawab.
2. Jika
barang daerah tersebut dimanfaatkan secara optimal akan dapat
meningkatkan atau menciptakan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Selanjutnya dalam Permenkeu No 96/PMK.06/2007 juga mengatur tentang
pemanfaatan lebih lanjut yaitu :
1. Pemanfaatan Barang Milik Negara dilakukan terhadap barang Milik Negara
yang tidak digunakan untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi kementrian
Negara/lembaga.
2. Pemanfaatan Barang Milik Negara dapat pula dilakukan terhadap sebagian
Barang Milik Negara yang tidak digunakan oleh pengguna barang sepanjang
penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi kementrian/lembaga tersebut.
3. Pemanfaatan sebagaimana dimaksud diatas tidak mengubah status kepemilikan
Barang Milik Negara.
4. Pemanfaatan Barang Milik Negara sebagaimana dimaksud dilakukan dalam
bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaaatan dan bangun guna serah
serta bangun serah guna.
2.4.2
Bentuk Pemanfaatan
Berdasarkan PP No 6 tahun 2006 dan juga Peraturan Menteri Keuangan
No 97/PMK.06/2007, pemanfaatan bisa dilakukan dalam bentuk sewa, pinjam
pakai, kerjasama pemanfaatan dan bangun serah guna atau bangun guna serah
dengan tidak mengubah status kepemilikan.Berikut ini akan dijelaskan mengenai
bentuk pemanfaatan aset.
26
1. Sewa
Sewa adalah pemanfaatan Barang Milik Negara oleh pihak lain dalam
jangka waktu tertentu dan menerima imbalan berupa uang tunai.
Penyewaan Barang Milik Negara dilakukan untuk mengoptimalkan
pemanfaatan Barang Milik Negara yang belum/tidak dipergunakan dalam
pelaksanaan tugas pokok dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan.Jenis
Barang Milik Negara yang dapat disewakan antara lain Tanah dan
Bangunan Ketentuan dalam penyewaan Barang Milik Negara:
a. Barang Negara yang dalam kondisi belum atau tidak digunakan oleh
Pengguna Barang atau Pengelola Barang
b. Jangka waktu sewa barang milik negara paling lama 5 (lima) tahun sejak
ditandatanganinya perjanjian, dan dapat diperpanjang dengan ketentuan
sebagai berikut :
1) Untuk sewa yang dilakukan oleh Pengelola Barang, perpanjangan
dilakukan setelah dilakukan evaluasi oleh Pengelola Barang;
2) Untuk sewa yang dilakukan oleh Pengguna Barang, perpanjangan
dilakukan setelah dievaluasi oleh Pengguna Barang dan disetujui
oleh Pengelola Barang.
c. Penghitungan besaran sewa minimum didasarkan pada Peraturan Menteri
Keuangan
d. Penghitungan nilai Barang Milik Negara dalam rangka penentuan besaran
sewa minimum dilakukan sebagai berikut :
1) Penghitungan nilai Barang Milik Negara berupa tanah dan/atau
bangunan yang berada pada Pengelola Barang dilakukan oleh
penilai yang ditugaskan oleh Pengelola Barang;
2) Penghitungan nilai Barang Milik Negara untuk sebagian tanah
dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang dilakukan oleh
tim yang ditetapkan oleh Pengguna Barang dan dapat melibatkan
instansi teknis terkait dan/atau penilai;
27
3) Penghitungan nilai Barang Milik Negara selain tanah dan atau
bangunan, dilakukan oleh tim yang ditetapkan oleh Pengguna Barang
4) Penetapan besaran sewaBesaran sewa atas Barang Milik Negara
berupa tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengelola Barang
ditetapkan oleh Pengelola Barang berdasarkan hasil perhitungan nilai;
dan dapat melibatkan instansi teknis terkait dan/atau penilai.
5) Besaran sewa atas Barang Milik Negara sebagian tanah dan/atau
bangunan yang berada pada Pengguna Barang dan barang milik negara
selain tanah dan/atau bangunan, ditetapkan oleh Pengguna Barang
setelah mendapat persetujuan Pengelola Barang.
e. Pembayaran uang sewa dilakukan secara sekaligus paling lambat pada saat
penandatanganan kontrak.
f. Selama masa sewa, pihak penyewa atas persetujuan Pengelola Barang
hanya dapat mengubah bentuk Barang Milik Negara tanpa mengubah
konstruksi dasar bangunan, dengan ketentuan bagian yang ditambahkan
pada bangunan tersebut menjadi Barang Milik Negara.
2. Pinjam Pakai
Pinjam pakai Barang Milik Negara adalah penyerahan penggunaan Barang
Milik Negara antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam
jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu
berakhir, Barang Milik Negara tersebut diserahkan kembali kepada
pemerintah pusat.Barang Milik Negara yang dapat dipinjam pakaikan adalah
tanah dan/atau bangunan, serta Barang Milik Negara selain tanah dan/atau
bangunan.
a. Kerjasama Pemanfaatan
Kerjasama pemanfaatan adalah pendayagunaan Barang Milik Negara oleh
pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan
pendapatan dan sumber pembiayaan lainnya.
Kerjasama pemanfaatan
Barang Milik Negara dilakukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan
28
Barang Milik Negara yang belum/tidak dipergunakan, meningkatkan
penerimaan negara dan mengamankan Barang Milik Negara.
b. Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna
Bangun Guna Serah (BGS) adalah pemanfaatan tanah milik pemerintah
pusat oleh pihak lain dengan mendirikan bangunan dan/atau sarana,
berikut fasilitasnya, kemudian di dayagunakan oleh pihak lain tersebut
dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati. Selanjutnya tanah
beserta bangunan dan/atau sarana, berikut fasilitasnya, diserahkan kembali
kepada Pengelola Barang setelah berakhirnya jangka waktu yang telah
disepakati.Berikut ini Gambar: 2.5 Bentuk pemanfaatan:
Sewa
Pinjam Pakai
Bentuk Pemanfaatan
Aset
Kerjasama Pemanfaatan
BGS DAN BSG
Sumber: Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2006
Gambar :2.1
Bentuk Pemanfaatan Aset
2.5
Pemeliharaan Aset
Pemeliharaan merupakan fungsi di dalam suatu kegiatan teknis yang sama
pentingnya dengan fungsi pelayanan. Tampubolon (hal.247, 2004) mendefinisikan
“pemeliharaan (maintenance) merupakan semua akativitas, termasuk menjaga
sistem peralatan dan mesin agar selalu dapat melaksanakan pesanan pekerjaan”.
Sedangkan manajemen pemeliharaan adalah pengelolaan infrastruktur agar
selalu optimum dalam menjalankan fingsinya. Oleh karenanya, kegiatan
pemeliharaan harus dilakukan secara tetap dan konsisten. Sasaran utama fungsi
pemeliharaan gedung adalah sebagai berikut:
29
1. Menjaga kemampuan dan stabilitas gedung untuk mendukung pelayanan.
2. Mempertahankan kualitas gedung pada tingkat yang tepat.
3. Menjaga modal yang diinvestasikan dalam gedung
sehingga selama
waktu tertentu dapat terjamin dan produktif.
4. Mengusahakan tingkat biaya pemeliharaan dilakukan secara efektif dan
efisien.
5. Menghindari efek kerusakan yang dapat membahayakan pemakai maupun
pengguna gedung.
2.5.1
Jenis Pemeliharaan
Jenis pemeliharaan dibagi menjadi dua, yaitu pemeliharaan preventif dan
pemeliharaan korektif. Pemeliharaan preventif berfungsi untuk mencegah
terjadinya kerusakan yang tidak terduga sehingga harus direncanakan yang terdiri
dari pemeliharaan rutin dan pemeliharaan periodik. Sedangkan pemeliharaan
korektif berfungsi untuk pemeliharaan yang tidak direncanakan.
1. Pemeliharaan Preventif
Pemeliharaan preventif yaitu kegiatan pemeliharaan atau perawatan untuk
mencegah terjadinya kerusakan yang tak terduga yang dapat menyebabkan
fasilitas gedung mengalami kerusakan total. Program pemeliharaan ini
berdasarkan inspeksi regular, sebagai upaya menemukan sumber masalah
sedini mungkin dan mengatasinya guna mencegah kerusakan menjadi
masalah yang besar. Pemeliharaan preventif dapat dilakukan dan
dibedakan sebagai berikut:
a. Pemeliharaan Rutin
Pemeliharaan rutin yaitu kegiatan pemeliharaan yang dilakukan secara
rutin.
b. Pemeliharaan periodik
Pemeliharaan periodic dapat dilakukan dengan memakai lamanya
siklus waktu kerja gedung , sehingga perlu dibuat jadwal kerja yang
sifatnya periodic dan berkala. Kegiatan ini jauh lebih berat dari
kegiatan pemeliharaan rutin.
30
2.
Pemeliharaan korektif berfungsi untuk pemeliharaan yang tidak terduga.
Kegiatan pemeliharaan ini dilakukan setelah terjadinya kerusakan atau
terjadi kelainan pada fasilitas dan peralatan penerangan jalan umum
sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik sebagaimana mestinya.
Sehingga pemeliharaan ini tidak bersifat periodik dan tidak terjadwal.
2.6 Pemeliharaan Korektif
Komponen Biaya
Biaya yang harusdikeluarkan selama Mess Cicendo beroperasi yaitu :
1. Biaya perolehan
Biaya perolehan dalam hal ini biaya pembangunan gedung menggambarkan
jumlah biaya yang telah dikeluarkan untuk membangun gedung tersebut
sampai siap pakai.
2. Depresiasi
Besarnya depresiasi total adalah biaya perolehan dikurangi nilai residu/ sisa
yang apabila nilai sisa sama dengan 0 (nol) maka besarnya depresiasi total
adalah sama dengan biaya perolehan.
3. Biaya operasional dan pemeliharaan
Biaya ini merupakan biaya yang harus dikeluarkan secara rutin dalam setiap
tahunnya selam kegiatan berlangsung, dalam hal ini meliputi :
a. Biaya air, listrik dan telepon
b. Gaji dan upah atau tunjangan karyawan
c. Biaya lainnya seperti keperluan kantor (office supplies) dan sebagainya
yang berhubungan dengan kegiatan.
4. Pajak
Menurut Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan,
besarnya pajak yang dikenakan dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini :
31
Tabel 2.1
Tarif Pajak Untuk Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap
No
1.
Sampai dengan Rp. 50.000.000,00
2.
Di
Tarif
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
atas
Rp.
50.000.000,00
Pajak
10 %
sampai
dengan
Rp.
15 %
100.000.000,00
3.
Di atas Rp. 100.000.000,-
30 %
Sumber : Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000
2.7
Landasan Normatif
Landasan Normatif yang menjadi dasar hukum dalam penyelesaian
masalah yang dibahas pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pasal 23 dan Pasal 33 UUD 1945;
2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN;
3. PP No. 41 tahun 2003 tentang Pelimpahan Kedudukan, Tugas dan
Kewenangan Menteri Keuangan Pada Perusahaan Perseroan (Persero),
Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Jawatan (Perjan) Kepada
Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara;
4. PMK 96 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pelaksanaan, Penggunaan,
Pemanfaatan, Penghapusan, Dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara.
5. Peraturan Pemerintah no 6 tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1995. Peraturan
Pemerintah tersebut berisi tentang pengalihan bentuk awal Pos Indonesia
yang berupa perusahaan umum (perum) menjadi sebuah perusahaan
(persero).
7. Keputusan
Direksi
PT
Pos
Indonesia
(Persero)
Nomor:
KD.01/DIRUT/0111 Tentang Organisasi dan Tata Kerja PT Pos Indonesia
(Persero).
32
8. Surat Edaran Nomor 108/DIRPRANTEKSAR/2000 Tentang Penetapan
Prosedur
Perjanjian
Kerjasama
Bidang
Properti
di
Lingkungan PT Pos Indonesia (Persero).
9. Keputusan
Direksi PT
Pos
Indonesia (Persero) Nomor : KD.
68/DIRUT/1007 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Strategic Business
Pelaksanaan
Unit (SBU) Real Property
10. Rancangan Peraturan Daerah Kota Bandung Tahun 2011 Tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kota Bandung Tahun 2011-2031.
11. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2007 Tentang
Penataan Dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan Dan Toko
Modern.
33
Download