BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Aset dan Aset Negara Aset merupakan harta atau kekayaan yang dimiliki oleh individu atau suatu organisasi. Karena aset merupakan harta atau kekayaan, maka aset harus dijaga dan dipelihara dengan baik.Dengan demikian nilai dari aset tersebut tidak mengalami penurunan dan untuk beberapa aset-aset tertentu bisa ditingkatkan. Saat ini, pemahaman mengenai aset telah mengalami perkembangan. Untuk lebih jelasnya mengenai pemahaman tentang aset, berikut akan dijelaskan mengenai aset dan jenis aset. Menurut Siregar (2004), aset adalah barang (thing) atau sesuatu barang (anything) yang mempunyai nilai tukar (exchange value) yang dimiliki oleh badan usaha, instansi atau individu. Selain itu, pengertian aset berdasarkan perspektif pembangunan berkelanjutan, yakni ada tiga aspek pokok sebagai berikut. 1. Sumber daya alam adalah semua kekayaan alam yang dapat digunakan dan diperlukan untuk memenuhi kebutuhan manusia. 2. Sumber daya manusia adalah semua potensi yang terdapat pada manusia seperti akal pikiran, seni, keterampilan, dan sebagainya yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan bagi dirinya sendiri maupun orang lain atau masyarakat pada umumnya. 3. Infrastruktur adalah sesuatu buatan manusia yang dapat digunakan sebagai sarana untuk kehidupan manusia dan sebagai saran untuk dapat memanfaatkan sumber daya. Sedangkan berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), telah ditetapkan definisi yang tegas tentang aset. Dalam Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan, diuraikan dengan jelas tentang definisi aset, yaitu bahwa: 10 ”Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomidan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya”. Dari beberapa pendapat tersebut diatas maka penulis simpulkan bahwa aset adalah barang atau suatu barang yang mempunyai nilai ekonomi, nilai tukar yang dimiliki oleh individu ataupun instansi maupun badan usaha yang berpotensi untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan. Berdasarkan definisi di atas, aset dapat berarti kekayaan (harta kekayaan) atau aktiva/properti dari suatu perusahaan, badan usaha, institusi atau individu perorangan. Pengertian umum dari aset di atas adalah sesuatu yang memiliki nilai.Dua elemen dari definisi tersebut yaitu nilai dan umur manfaat merupakan hal yang fundamental jika suatu departemen atau organisasi mengidentifikasi dan mencatat seluruh aset. Sedangkan pengertian aset negara adalah : Bagian dari kekayaan negara atau harta kekayaan negara (HKN) yang terdiri dari barang bergerak atau barang tidak bergerak yang dimiliki, dikuasai oleh instansi pemerintah, yang sebagian atau seluruhnya dibeli atas beban Anggaran Pedapatan dan Belanja Negara (APBN) serta dari perolehan yang sah, tidak termasuk kekayaan negara yang dipisahkan (dikelola BUMN) dan kekayaan Pemerintah Daerah ( Siregar, 2004; 179). 2.2 Definisi Investasi Menurut Haming dan Basalamah dalam Irwan (2007) Investasi secara umum dapat diartikan sebagai keputusan mengeluarkan dana pada saat sekarang untuk membeli aktiva riil seperti tanah, rumah dan sebagainya atau aktiva keuangan seperi saham,obligasi dan sebagainya dengan tujuan mendapatkan penghasilan yang lebih besar dimasa yang akan datanng. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahunn 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) “ investasi adalah aset yang dimaksudkan unutk memperoleh manfaat ekonomi seperti bunga, deviden, dan royalti atau 11 manfaat sosial sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan kepada masyarakat”. Investasi pemerintah dibgi menjadi ua bagin yaitu investasi jangkapendek dan investasi jangka panjang. Investasi jangka pendek merupakan kelompok umur aset lancar sedangkan investasi jangka panjang merupakan aset non lancar, investasi jangka panjang dibagi menjadi dua bagian yaitu menurut sifat penanaman investasinya yaitu permanen dan non permanen. Investasi permanen adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara berkelanjutan, sedangkan investasi non permanen adalah investasi jangka panjang yan dimaksudkan untuk dimiliki secara berkelanjutan. 2.2.1 Jenis investasi Menurut Podjosumarto dalam Irawan (2007) menjelaskan bahwa investasi dapat dilihat sebagai : a. Autonomous Investment ,merupakan investasi yang tidak dipengaruhi oleh tingkat pendapatan I=Io. Seperti rehabilitasi sarana jalan, irigasi, gedung dan sebagainya. Dimana investasi tersebut dalam kenyataannya tidak mempunyai ikatan dengan tingkat pendapatan, tetapi dengan sendirinya dilaksanakan untuk tujuan memperlancar roda perekonomian itu sendiri. b. Induce Investment, merupakan investasi yang mempunyai ikatan dengan tingkat pendapatan I=f(Y). Misalnya ada kenaikan pendapatan masyarakat menyebabkan kenikan kebutuhan barang, sehingga terjadi kenaikan permintaan terhadap barang yang dapat mendorong untuk melakukan investasi. c. Investasi yang sifatnya dipengaruhi oleh adanya tingkat bunga uang atau modal yang berlaku dimasyarakat I=f(r). Misalnya investasinya pada suatu badan usaha atau perusahaan dan kegiatan-kegitan lain yang mengutungkan, akan dilakukan bila tingka bunga yang berlaku pada saat itu rendah jika dibandingkan dengan keuntungan (return) investasi. 12 2.2.2 Investasi Sektor Publik Investasi sektor publik atau social overhead investment merupakan mandatori yaitu aktiva tetap yang diadakan oleh suatu organisasi semata-mata karena perintah atau peraturan yang diteapkan pemerintah karena memiliki dampak sosial, politik, budaya dan dampak lainnya. Investasi yang bersifat publik dapat ditemui pada pemangunan jembatan, jalan, gedung dan lain-lain. Investasi publik memiliki kaitan yang erat dengan penganggaran modal (capital budgeting). Pengarahan modal merupakan proses untuk menganalisis proyek-proyek dan memutuskan apakah proyek tersebut dapat diakomodasi oleh anggaran modal. Untuk memberikan mekanisme dalam mengatur proyek investasi publik secara efisien dan efektif, maka perlu dilakukan analisis investasi secara mendalam. Analisis investasi berhubungan erat dengan penganggaran fungsional, alokasi sumber daya dan praktik manajemen keuangan disektor publik (Mardiasmo,2002) Menurut Handono (2004) unsur- unsur pokok penganggaran modal antara lain : 1. Arus kas keluar (Cash Outflow) atau investasi awal (initial investment) Merupakan seluruh tambahan arus kas yang dibutuhkan untuk melaksanakan investasi pada aktiva tetap. 2. Arus kas masuk ( Cash inflow) Merupakan seluruh tambahan arus kas masuk yang akan dierima selama aktiva tetap digunakan. 3. Biaya Modal ( Cost of Capital) Merupakan tingkat imbal hasil yang diterima oleh investor (required of return). Sedangkan menurut Ruhadi (2009) metode yang paling banyak digunakan oleh manajer keuangan untuk mengevaluasi penerimaan proyek yang diusulkan tergantung pada estimasi cash flows atau arus kas. Idealnya metode ini harus : a. Memasukan seluruh arus kas selama usia proyek yang dusulkan. b. Mempertimbangkan nilai waktu uang. c. Memperhitungkan tingkat return yang diharapkan 13 Analisis proyek menekankan pada arus kas karena arus kas memiliki opportunity cost, sehingga menyebabkan preferensi pada waktu dari arus kas. Proyek konvensional memerlukan pengeluaran kas pada waktu nol dan mendapat arus kas masuk pada waktu yang akan datang. Arus kas masuk terdiri dari : 1. Arus kas masuk yang berasal dari operasi perusahaan (operating cash inflow). 2. Arus kas yang berasal dari akhir suatu proyek (disposal cashflows/ DCF), contohnya yang berasal dari penjualan sisa aset. Menurut Mardiasmo (2002), ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam investasi publik antar lain : 1. Tingkat diskonto yang digunakan Tingkat diskonto mereflesikan tingkat keuntungan (rate of return) yang dipeoleh dari suatu proyek dengan tingkat resiko tertentu. Jika suatu proyek tidak memberikan keuntungan yang disyaratkan (required rate of return), maka proyek terebut harus ditolak. Tingkat diskonto (disconto rate) merupakan pendekatn yang diadopsi pemerintah dalam investasi sektor publik yang dinilai dengan pengujian tingkat diskonto sosial ( social disconto rate). Suatu pemecahan untuk membatasi social disconto rate. Suatu pemecahan untuk membatasi tingkat perdiskontoan, artinya biaya dan manfaat diharapkan berubah pada tingkat kemabalian investasi yang sama sebagai perubahan dalam kebutuhan tingkat harga- harga umum (general price levels). 2. Inflasi Dalam investasi harus memperhitungkan perkiraan inflasi. Semakin tinggi inflasi, semakin rendah nilai riil keuntungan dimasa mendatang yang diharapkan (expected future return). Inflasi yang tinggi menyebabkan required rate of return semakin tinggi. 3. Resiko dan ketidakpastian Ketidakpastian ekonomi dan hukum, kekacauan sosial politik, tidak adanya jaminan keamanan dan kebijakan yang tidak konsisten dapat 14 menyebabkan resiko investasi. Jika resiko investasi naik maka required rate of return semakin tinggi. 4. Capital rationing dana unutk melakukan pengeluaran investasi . Hal ini dilakukan dengan perangkingan investasi dengan cara menggunakan rasio manfaat/ biaya. Aspek- aspek Investasi Terdapat beberapa aspek yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan 2.2.3 Merupakan keadaan ketika organisasi meghadapi masalah ketersediaan dan analisis investasi. Menurut Mardiasmo (2002) dijelaskan aspek-aspek harus dipertimbangkan secara bersama-sama menunjukan keuntungan dan manfaat yang diperoleh akibat adanya suatu investasi meliputi aspek- aspek berikut : 1. Aspek Teknis Menurut Husnan dalam Irwan (2007) dijelaskan bahwa aspek tekis merupakam suatu proses yang berkenaan dengan proses pembangunan proyek secara teknis dam pengoperasiannya setelah proyek selesai dibangun. Berdasarkan analisis teknis ini dapat diketahui rancangan awal penaksiran biaya investasi termasuk biaya eksploitasinya. Oleh karena itu aspek teknis merupakan bagian penting dari analisis investasi yang harus dipertimbangkan. Jika suatu usulan investasi sudah tidak layak dari aspek teknisnya maka usulan tersebut menduduki prioritas utama untuk ditolak. 2. Aspek Sosial Budaya Dalam melaksanakan suatu proyek perlu mempertibangkan implikasi sosial yang lebih luas dari investasi yang diusulkan. Menurut Mardiasmo (2002), dijelaskan bahwa aspek sosia budaya menyangkut pertimbangan pendistribusian pelayanan secara adil dan merata, sehingga mampu memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat. Aspek sosial budaya ini juga menyangkut aspek legal lingkungan yang terkena dampaknya. 3. Aspek Ekonomi dan Finansial Menurut Mardiasmo (2002) bahwa pertimbangan aspek ekonomi meliputi kegiatan menganalisis apakah suatu proyek yang diusulkan akan 15 memberikan kontribusi yang nyata terhadap pembangunan perekonomian secara keseluruhn dan apakah kontribusinya cukup besar dalam menentukan penggunaan sumber-sumber daya yang digunakan sedangkan aspek finansial menerangkan pengaruh-pengaruh finansial dari suatu proyek yang diusulkan. 4. Aspek Distribusi Menurut Mardiasmo (2002) dijelakan bahwa aspek distribusi terkait dengan keadilan dan persamaan kesempatan untuk mendapatkan pelayanan publik (equity&equality) 2.2.4 Tahapan Analisis Investasi Tahapan yang harus dicermati dalam Capital Budgeting atau melakukan investasi yaitu: 1. Menghitung investasi awal / perhitungan arus kas keluar Dalam menghitung investasi awal dipengaruhi oleh suku bungan dan inflasi. Menurut Weston & Copeland dalam Irawan (2007), mengelompokan suku bunga kedalam dua bagian yaitu : a. Suku bunga sebenarnya (real Interest rate) yaitu suku bunga yang harus dihasilkan dari setiap surat berharga pada kondisi pada kondisi tanpa inflasi. b. Suku bunga nominal (nominal interest rate)yaitu suku bunga yang diamati oleh pasar keuangan (money market) yaitu suku bunga nominal merupakan suku bunga sebenarnya ditambah inflasi. 2. Estimasi Arus Kas Masuk Cash inflow (CF) atau arus kas masuk yaitu menghitung perkiraan tambahan aruskas masuk selama umur proyek (n), diestimasi dengan menggunakan rumus : CFn = [ ( S-OE) – (D)]x (i-t) + (D) Keterangan : a) S (sale) atau penjualan 16 Dalam hal ini besarnya penerimaan kas atas proyek yang dijalankan selama umur ekonomis proyek. Yaitu biaya yang dikeluarkan secara rutin dalam setiap tahunnya selama kegiatan berlangsung atau selama umur ekonomis aset tersebut. Pudjosumarto (1998), menyebutkan bahwa yang dihitung sebagai b) OE (operating expenses) atau beban operasional biaya atau pengeluaran proyek (project expenditures) yaitu biaya- biaya (cost) atau ongkos-ongkos yang akan dikeluarkan pada masa yang akan datang (future return). Biaya dikeluarkan secara rutin tahunan selama –biaya umur yang ekonomis harus proyek, meliputi biaya-biaya untuk : (1) Bahan baku (untuk kegiatan yang bersifat produksi) (2) Bahan bakar (3) Utilitas : .Listrik, telepon, gas dan lain-lain (4) Gaji, upah dan tunjangan lain bagi karyawan (5) Lain-lain biaya seperti jasa konsultasi, overhead atau office supplies yang berhubungan dengan kegiatan proyek. c) Depresiasi atau penyusutan Menurt Keputusan Menteri Kimpraswil Nomor : 332/KPTS/2001 tentang pedoman Teknis Gedung yang dmaksud penyusutan adalah nilai degradasi bangunan yang dihitung secara sama besar setiap tahunnya selama jangka waktu umur bangunan. Depresiasi pada suatu aset biasanya disebabkan karena satu atau lebih faktor- faktor berikut : 1. Kerusakan fisik akibat pemakaian dari bangunan 2. Aset tersebut menjadi usang karena adanya perkembangan teknologi 3. Kebutuhan produksi atau jasa yang lebih baru atau lebih besar. 4. Penemuan fasilitas- fasilitas yang bisa menghasilakan prosuk / jasa yang lebih baik dengan biaya yang lebih rendah dan tingkat keselamatan yang lebih memadai. 17 Besarnya depresiasi tahunan yang dikenakan pada suatu aset akan tergantung pada beberapa hal yaitu : 1. Harga Pembelian / harga perolehan , dalam hubungannya dengan bangunan dapat dikatakan harga pembangunan (konstruksi) gedung. 2. Umur Umur suatu aktiva tetap dapat dibedakan menjadi dua yaitu: a. Umur teknis yaitu umur atau lama pemakaian atas aktiva tetap tanpa memperhatikan keuntungan yang dapat dipertanggungjawabkan secara ekonomis. b. Umur ekonomis yaitu umur dari aset sejenak siap digunakan sampai dengan aset tersebut secara ekonomis tidak mengguntungakan lagi. 3. Nilai sisa, yaitu nilai aset setelah umur ekonomisnya berakhir 4. Nilai reproduksi , yaitu nilai aset yang harus dihapuskan menjadi beban biaya perusahaan, yatu sebesar harga pembelian dikurangi dengan nilai sisa. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, metode penyusutan yang digunakan sebagai berikut : 1. Metode Garis Luru (Straight Line Methode) 2. Metode Saldo Menurun Ganda (Double Delining Balance Methode) 3. Metode Unit Produksi (Unit of Production Method) Dari bebapa metode tersebut yang lebih tepat digunakam pada aset bangunan dalah Metode Garis Lurus. Metode ini didasarkan atas asumsi bahwa berkurangnya niali sutu aset secara linier terhadap waktu atau umur dari suatu aset. Untuk penyusutan aset tetap tiap- tiap tahun ditentukan sama besarnya. 18 Besarnya depresiasi tiap tahun dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut : Depresiasitahunan h arg aperolehan nilairesid u xRp1 umurekonomis d) T (Tax) e) Arus kas dari nilai sisa Menurut Ruhadi (2009) proyek yang diusulkan memiliki waktu yang terbtas untuk beberapa tahun tertentu, analisis anggaran modal memaasukan arus kas yang berhubungan dengan akhir proyek. 2.3 Analisis Manfaat – Biaya Analisis manfaat dan biaya digunakan untuk mengevaluasi penggunaan sumbersumber ekonomi agar sumber yang langka tersebut dapat digunakan secara efisien. Pemerintah mempunyai banyak program atau proyek yang harus dilaksanakan sedangkan biaya yang tersedia sangat terbatas. Analisis manfaat dan biaya merupakan alat bantu untuk membuat keputusan publik dengan mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat. Analisis manfaat dan biaya ini hanya menitikberatkan pada efisiensi penggunaan faktor produksi tanpa mempertimbangkan masalah lain seperti distribusi, stabilisasi ekonomi dan sebagainya. Menghitung nilai manfaat ekonomis nasional tidak semudah menghitung tolok ukur profitabilitas proyek-proyek swasta. Hal ini disebabkan karena manfaat ekonomis cukup kompleks dan tidak mudah dinilai secara kuantitatif. Manfaat yang diterima masyarakat juga sering kali tidak dapat dinilai secara kuatitatif. Manfaat yang diterima masyarakat juga sering kali tidak dapat dinilai secara financial, contohnya analisis benefit cost dibidang kesehatan, karena sulitnya mengukur degan uang nilai-nilai seperti keadaan badan atau nyawa manusia (Sutojo, 2006). 19 2.3.1 Manfaat Ekonomis dan Sosial Pengukuran manfaat ekonomi utama (primair) yang berupa output utama dan penentuan manfaatnya dilakukan dengan penghasilan devisa, maka perlu juga mendapatkan penyesuaian dengan konsep harga bayangan. Pengukuran manfaat lebih sulit dibanding pengukuran biaya ekonomi, karena selain manfaat ekonomi yang diterima secara langsung berupa output proyek yang dapat diukur dengan satuan moneter, terdapat manfaat sekunder dan manfaat intangible yang sulit diukur dengan satuan moneter. Adapun beberapa manfaat sekunder dari suatu proyek yang kadang- kadang sulit diukur dalam satuan moneter adalah menaiknya tingkat konsumsi, membantu proses pemerataan pendapatan, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mengurangi ketergantungan (menambah swadaya negara), mengurangi pengangguran (menambah lapangan kerja/kesempatan kerja), manfaat sosial budaya. Ditinjau dari beberapa manfaat sekunder tersebut jika misalnya suatu proyek lebih menekankan pada efek sosial dan distributif, maka manfaat tersebut hendaknya diusahakan agar dinyatakan dalam satuan ukuran yang jelas, terkecuali jika memang proyek yang dijalankan menekankan pada aspek financial. Akan tetapi pernyataan tersebut tidak berarti bahwa dalam analisis ekonomi tidak terdapat statement (laporan) biaya dan manfaat secara jelas dan dari laporan ini setelah dilakukan penyesuaian biaya dan manfaat maka diterapkan kriteria investasi yang lazim berlaku. Dari keseluruhan uraian di atas dapat dilihat bahwa pengukuran manfaat ekonomi lebih sulit dibandingkan biaya ekonomi, antara lain disebabkan oleh: 1. Beberapa manfaat bersifat langsung (primair) sulit diukur dengan uang, karena biasanya tidak dinyatakan dalam harga pasar, melainkan harga pasar bayangan. 2. Kebanyakan manfaat memerlukan perkiraan jangka panjang. 3. Banyak manfaat yang bersifat tidak langsung dan dalam perwujudannya perlu proyek tambahan. 20 4. Adanya manfaat-manfaat yang dinikmati oleh pihak-pihak yang berkepentingan secara tidak seimbang, artinya kadang-kadang sulit untuk tercapainya efek distributif yang seimbang. (Husnan dan Suwarsono, 1997: 323) 2.3.2 Perhitungan Analisis Manfaat dan Biaya Menurut Sugiyono (2008), menyatakan bahwa pada dasarnya untuk menganalisis efisiensi suatu proyek langkah-langkah yang harus diambil adalah : 1. Menentukan semua manfaat dan biaya dari proyek yang akan dilaksanakan. 2. Menghitung manfaat dan biaya dalam nilai uang. 3. Menghitung masing-masing manfaat dan biaya dalam nilai uang sekarang. Ada tiga parameter untuk menganalisis manfaat dan biaya suatu proyek yaitu perbandingan manfaat dan biaya (Benefit / Cost, B/C), selisih manfaat dan biaya (Net Benefit), tingkat pengembalian (rate of return). Penjelasan ketiga parameter yang tersebut adalah sebagai berikut: a. Perbandingan manfaat dan biaya (Benefit / Cost, B/C) Perbandingan manfaat dan biaya dijelaskan dalam contoh perhitungan berikut: 2M i = 5% O dan P = Rp.50 juta 30 th Manfaat 252 juta B C = = Rp.252 juta x (P/A,5,30) Rp.2M+50juta x (P/A,5,30) 3,875 M 2,769 M = 1,40 Berdasarkan nilai sekarang Perhitungan di atas dilakukan dengan memasukkan unsure O dan P sebagai bagian dari biaya. Bila kita melihat dari awal proyek, biaya yang diperlukan seakanakan hanya dari biaya modal (2M) dan biaya O dan P dianggap merupakan 21 pengurangan dari biaya dan manfaat berdasarkan nilai sekarang, maka hasilnya adalah: = (Rp.252 juta – Rp.50 juta )x (P/A,5,30) Rp.2M = 1,55 Dari perhitungan diatas, jika tidak memasukkan unsur biaya O dan B C P maka nilai B/C yang dihasilkan lebih besar karena perbandingan manfaat dan biaya lebih besar dari satu, yaitu berubah dari nilai B/C = 1,4 menjadi B/C = 1,55. Akan tetapi pada kenyataan dilapangan yang digunakan adalah B/C karena sesungguhnya biaya O dan P merupakan bagian dan biaya keseluruhan proyek yang harus dikeluarkan. b. Selisih manfaat dan biaya (Net Benefit) Dilihat dari contoh pada butir I, maka olahan perhiutngan B – C dapat dihitung sebagai berikut: B – C = Rp. 3,873 M – Rp.2,769 M = Rp.1,104 M Maka dapat diketahui selisih manfaat dan biaya adalah Rp.1,104 M. c. Tingkat pengembalian (rate of return) Tingkat pengembalian adalah tingkat suku bunga yang membuat manfaat dan biaya mempunyai nilai yang sama atau B – C = 0 atau tingkat suku bunga yang membuat B/C = 1. Gross Benefit Cost Ratio dan Net Benefit Cost Rasio adalah termasuk parameter criteria investasi yang digunakan untuk menilai/mengevaluasi kelayakan suatu proyek. Secara umum rumus Gross B/C dan Net B/C ditulis sebagai berikut: a) Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C) Istilah Gross B/C ratio merupakan perbandingan dari jumlah manfaat kotor dengan biaya kotor yang telah dibuat nilai sekarang. Kriteria ini memberikan pedoman proyek akan dipilih apabila gross B/C ratio > 1, sebaliknya jika gross B/C ratio < 1, proyek tidak akan dipilih. Rumus Gross B/C ratio > 1 adalah sebagai berikut: 22 bt gross B/C ratio > 1 = ∑ (1+i)t ∑ ct+kt (1+i)t Keterangan: bt = benefit pada periode t ct = cost pada periode t kt = capital pada periode invenstasi I = tingkat discount rate b) Net Benefit Cost Rasio (Net B/C) Net b/c ratio merupakan perbandingan antara manfaat bersih dari tahun-tahun yang bersangkutan yang telah dibuat nilai sekarangnya (pembilang/bersifat +) dengan biaya bersih dalam tahun dimana Bt –Ct (penyebut/bersifat -) yang telah dibuat nilai sekarangnya, yaitu biaya kotor > benefit kotor. Rumus Net B/C ratio adalah sebagai berikut: Berdasarkan Kriteria investasi ini, proyek akan dipilih apabila Net B/C >1, sebaliknya bila Net B/C ratio <1, proyek tidak layak. 2.3.3 Metode Benefit Cost Ratio (BCR) Menurut Sugiyono (2001), metode benefit cost ratio (BCR) merupakan salah satu metode yang sering digunakan dalam tahap-tahap evaluasi awal perencanaan investasi atau sebagai analisis tambahan dalam rangka memvalidasi hasil dari evaluasi yang telah dilakukan dengan metode lainnya. Selain itu, metode ini sangat baik dilakukan dalam rangka mengevaluasi proyek-proyek 23 pemerintah yang berdampak langsung pada masyarakat (public government project), dampak yang dimaksudkan yaitu baik bersifat positif maupun negative bagi masyarakat. Metode BCR ini memberikan penekanan terhadap nilai perbandingan antara manfaat (benefit) yang akan diperoleh dalam aspek biaya dan kerugian yang akan ditanggung (cost) dengan adanya investasi tersebut. Aspek benefit dan cost dalam proyek-proyek pemerintah mempunyai pengertian yang lebih luas daripada pengertian biasa, dimana benefit dan cost itu sendiri sering kalil ditemukan dalam bentuk-bentuk manfaat maupun biaya tidak langsung yang diperoleh pemerintah atau masyarakat. Pengertian dari BCR itu sendiri adalah perbandingan nilai ekuivalen dari semua biaya. Perhitungan nilai ekuivalen dapat dilakukan menggunakan salah satu dari analisis nilai sekarang, nilai pada waktu yang akan datang atau nilai tahunan. Rumus BCR adalah sebagai berikut: Kriteria dalam Analisis: Jika BCR ≥ 1, itu artinya inventasi tersebut layak (feasible) / menguntungkan, sedangkan jika BCR < 1, itu artinya bahwa investasi tersebut tidak layak (unfeasible) / tidak menguntungkan. BCR yang dihitung adalah BCR conventional, yang dimana biaya operasional dan maintenance merupakan bagian dari keseluruhan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam suatu proyek, dan Net BCR yang menganggap bahwa biaya operasiomal dan maintenance merupakan pengurangan dari benefit yang diperoleh. Rumus perhitungannya sebagai berikut: 1. B/C Conventional 24 2. B/C Modified atau Net B/C Keterangan dimana: B O+M = Biaya Operational dan Maintenance = Benefit I = Investasi awal Analisis BCR atau manfaat dan biaya ini hanya menitikberatkan pada efisiensi penggunaan faktor produksi tanpa mempertimbangkan masalah lain seperti distribusi, stabilisasi ekonomi dan sebagainya. Analisis ini hanya menentukan program dari segi efisiensi sedangkan pemilihan pelaksanaan program berada di tangan pemegang kekuasaan eksekutif yang dalam memilih juga mempertimbangkan faktor lain. Suatu program yang efisien mungkin tidak akan dilaksanakan karena menimbulkan distribusi pendapatan yang semakin lebar. Sebaliknya program yang menimbulkan distribusi pendapatan yang semakin baik akan dipilih meskipun program tersebut tidak terlalu efisien ditinjau dari hasil analisis manfaat dan biaya. 2.4 Pemanfaatan Aset Menurut PP No 6 tahun 2006 pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik Negara/daerah yang tidak dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi kementrian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah, dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, dan bangun serah guna/bangun guna serah dengan tidak mengubah status kepemilikan. Sedangkan menurut Hariyono (2007) pemanfaatan aset merupakan ukuran seberapa intensif suatu aset digunakan untuk memenuhi tujuan pemberian pelayanan, sehubungan dengan potensi kapasitas aset. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan aset adalah pendayagunaan dan ukuran seberapa intensif suatu aset digunakan diluar Tupoksi Perusahaan. 25 2.4.1 Tujuan Pemanfaatan Aset yang belum dimanfaatkan dapat didayagunakan secara optimal dengan tujuan : 1. Agar tidak membebani Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) khususnya biaya dikaitkan dengan segi pemeliharaan dan pengamanannya terutama untuk mencegah kemungkinan adanya penyerobotan dari pihak ketiga yang tidak bertanggungjawab. 2. Jika barang daerah tersebut dimanfaatkan secara optimal akan dapat meningkatkan atau menciptakan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Selanjutnya dalam Permenkeu No 96/PMK.06/2007 juga mengatur tentang pemanfaatan lebih lanjut yaitu : 1. Pemanfaatan Barang Milik Negara dilakukan terhadap barang Milik Negara yang tidak digunakan untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi kementrian Negara/lembaga. 2. Pemanfaatan Barang Milik Negara dapat pula dilakukan terhadap sebagian Barang Milik Negara yang tidak digunakan oleh pengguna barang sepanjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi kementrian/lembaga tersebut. 3. Pemanfaatan sebagaimana dimaksud diatas tidak mengubah status kepemilikan Barang Milik Negara. 4. Pemanfaatan Barang Milik Negara sebagaimana dimaksud dilakukan dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaaatan dan bangun guna serah serta bangun serah guna. 2.4.2 Bentuk Pemanfaatan Berdasarkan PP No 6 tahun 2006 dan juga Peraturan Menteri Keuangan No 97/PMK.06/2007, pemanfaatan bisa dilakukan dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan dan bangun serah guna atau bangun guna serah dengan tidak mengubah status kepemilikan.Berikut ini akan dijelaskan mengenai bentuk pemanfaatan aset. 26 1. Sewa Sewa adalah pemanfaatan Barang Milik Negara oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan berupa uang tunai. Penyewaan Barang Milik Negara dilakukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan Barang Milik Negara yang belum/tidak dipergunakan dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan.Jenis Barang Milik Negara yang dapat disewakan antara lain Tanah dan Bangunan Ketentuan dalam penyewaan Barang Milik Negara: a. Barang Negara yang dalam kondisi belum atau tidak digunakan oleh Pengguna Barang atau Pengelola Barang b. Jangka waktu sewa barang milik negara paling lama 5 (lima) tahun sejak ditandatanganinya perjanjian, dan dapat diperpanjang dengan ketentuan sebagai berikut : 1) Untuk sewa yang dilakukan oleh Pengelola Barang, perpanjangan dilakukan setelah dilakukan evaluasi oleh Pengelola Barang; 2) Untuk sewa yang dilakukan oleh Pengguna Barang, perpanjangan dilakukan setelah dievaluasi oleh Pengguna Barang dan disetujui oleh Pengelola Barang. c. Penghitungan besaran sewa minimum didasarkan pada Peraturan Menteri Keuangan d. Penghitungan nilai Barang Milik Negara dalam rangka penentuan besaran sewa minimum dilakukan sebagai berikut : 1) Penghitungan nilai Barang Milik Negara berupa tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengelola Barang dilakukan oleh penilai yang ditugaskan oleh Pengelola Barang; 2) Penghitungan nilai Barang Milik Negara untuk sebagian tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang dilakukan oleh tim yang ditetapkan oleh Pengguna Barang dan dapat melibatkan instansi teknis terkait dan/atau penilai; 27 3) Penghitungan nilai Barang Milik Negara selain tanah dan atau bangunan, dilakukan oleh tim yang ditetapkan oleh Pengguna Barang 4) Penetapan besaran sewaBesaran sewa atas Barang Milik Negara berupa tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengelola Barang ditetapkan oleh Pengelola Barang berdasarkan hasil perhitungan nilai; dan dapat melibatkan instansi teknis terkait dan/atau penilai. 5) Besaran sewa atas Barang Milik Negara sebagian tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang dan barang milik negara selain tanah dan/atau bangunan, ditetapkan oleh Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan Pengelola Barang. e. Pembayaran uang sewa dilakukan secara sekaligus paling lambat pada saat penandatanganan kontrak. f. Selama masa sewa, pihak penyewa atas persetujuan Pengelola Barang hanya dapat mengubah bentuk Barang Milik Negara tanpa mengubah konstruksi dasar bangunan, dengan ketentuan bagian yang ditambahkan pada bangunan tersebut menjadi Barang Milik Negara. 2. Pinjam Pakai Pinjam pakai Barang Milik Negara adalah penyerahan penggunaan Barang Milik Negara antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu berakhir, Barang Milik Negara tersebut diserahkan kembali kepada pemerintah pusat.Barang Milik Negara yang dapat dipinjam pakaikan adalah tanah dan/atau bangunan, serta Barang Milik Negara selain tanah dan/atau bangunan. a. Kerjasama Pemanfaatan Kerjasama pemanfaatan adalah pendayagunaan Barang Milik Negara oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan pendapatan dan sumber pembiayaan lainnya. Kerjasama pemanfaatan Barang Milik Negara dilakukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan 28 Barang Milik Negara yang belum/tidak dipergunakan, meningkatkan penerimaan negara dan mengamankan Barang Milik Negara. b. Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna Bangun Guna Serah (BGS) adalah pemanfaatan tanah milik pemerintah pusat oleh pihak lain dengan mendirikan bangunan dan/atau sarana, berikut fasilitasnya, kemudian di dayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati. Selanjutnya tanah beserta bangunan dan/atau sarana, berikut fasilitasnya, diserahkan kembali kepada Pengelola Barang setelah berakhirnya jangka waktu yang telah disepakati.Berikut ini Gambar: 2.5 Bentuk pemanfaatan: Sewa Pinjam Pakai Bentuk Pemanfaatan Aset Kerjasama Pemanfaatan BGS DAN BSG Sumber: Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2006 Gambar :2.1 Bentuk Pemanfaatan Aset 2.5 Pemeliharaan Aset Pemeliharaan merupakan fungsi di dalam suatu kegiatan teknis yang sama pentingnya dengan fungsi pelayanan. Tampubolon (hal.247, 2004) mendefinisikan “pemeliharaan (maintenance) merupakan semua akativitas, termasuk menjaga sistem peralatan dan mesin agar selalu dapat melaksanakan pesanan pekerjaan”. Sedangkan manajemen pemeliharaan adalah pengelolaan infrastruktur agar selalu optimum dalam menjalankan fingsinya. Oleh karenanya, kegiatan pemeliharaan harus dilakukan secara tetap dan konsisten. Sasaran utama fungsi pemeliharaan gedung adalah sebagai berikut: 29 1. Menjaga kemampuan dan stabilitas gedung untuk mendukung pelayanan. 2. Mempertahankan kualitas gedung pada tingkat yang tepat. 3. Menjaga modal yang diinvestasikan dalam gedung sehingga selama waktu tertentu dapat terjamin dan produktif. 4. Mengusahakan tingkat biaya pemeliharaan dilakukan secara efektif dan efisien. 5. Menghindari efek kerusakan yang dapat membahayakan pemakai maupun pengguna gedung. 2.5.1 Jenis Pemeliharaan Jenis pemeliharaan dibagi menjadi dua, yaitu pemeliharaan preventif dan pemeliharaan korektif. Pemeliharaan preventif berfungsi untuk mencegah terjadinya kerusakan yang tidak terduga sehingga harus direncanakan yang terdiri dari pemeliharaan rutin dan pemeliharaan periodik. Sedangkan pemeliharaan korektif berfungsi untuk pemeliharaan yang tidak direncanakan. 1. Pemeliharaan Preventif Pemeliharaan preventif yaitu kegiatan pemeliharaan atau perawatan untuk mencegah terjadinya kerusakan yang tak terduga yang dapat menyebabkan fasilitas gedung mengalami kerusakan total. Program pemeliharaan ini berdasarkan inspeksi regular, sebagai upaya menemukan sumber masalah sedini mungkin dan mengatasinya guna mencegah kerusakan menjadi masalah yang besar. Pemeliharaan preventif dapat dilakukan dan dibedakan sebagai berikut: a. Pemeliharaan Rutin Pemeliharaan rutin yaitu kegiatan pemeliharaan yang dilakukan secara rutin. b. Pemeliharaan periodik Pemeliharaan periodic dapat dilakukan dengan memakai lamanya siklus waktu kerja gedung , sehingga perlu dibuat jadwal kerja yang sifatnya periodic dan berkala. Kegiatan ini jauh lebih berat dari kegiatan pemeliharaan rutin. 30 2. Pemeliharaan korektif berfungsi untuk pemeliharaan yang tidak terduga. Kegiatan pemeliharaan ini dilakukan setelah terjadinya kerusakan atau terjadi kelainan pada fasilitas dan peralatan penerangan jalan umum sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik sebagaimana mestinya. Sehingga pemeliharaan ini tidak bersifat periodik dan tidak terjadwal. 2.6 Pemeliharaan Korektif Komponen Biaya Biaya yang harusdikeluarkan selama Mess Cicendo beroperasi yaitu : 1. Biaya perolehan Biaya perolehan dalam hal ini biaya pembangunan gedung menggambarkan jumlah biaya yang telah dikeluarkan untuk membangun gedung tersebut sampai siap pakai. 2. Depresiasi Besarnya depresiasi total adalah biaya perolehan dikurangi nilai residu/ sisa yang apabila nilai sisa sama dengan 0 (nol) maka besarnya depresiasi total adalah sama dengan biaya perolehan. 3. Biaya operasional dan pemeliharaan Biaya ini merupakan biaya yang harus dikeluarkan secara rutin dalam setiap tahunnya selam kegiatan berlangsung, dalam hal ini meliputi : a. Biaya air, listrik dan telepon b. Gaji dan upah atau tunjangan karyawan c. Biaya lainnya seperti keperluan kantor (office supplies) dan sebagainya yang berhubungan dengan kegiatan. 4. Pajak Menurut Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan, besarnya pajak yang dikenakan dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini : 31 Tabel 2.1 Tarif Pajak Untuk Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap No 1. Sampai dengan Rp. 50.000.000,00 2. Di Tarif Lapisan Penghasilan Kena Pajak atas Rp. 50.000.000,00 Pajak 10 % sampai dengan Rp. 15 % 100.000.000,00 3. Di atas Rp. 100.000.000,- 30 % Sumber : Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 2.7 Landasan Normatif Landasan Normatif yang menjadi dasar hukum dalam penyelesaian masalah yang dibahas pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pasal 23 dan Pasal 33 UUD 1945; 2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN; 3. PP No. 41 tahun 2003 tentang Pelimpahan Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan Pada Perusahaan Perseroan (Persero), Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Jawatan (Perjan) Kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara; 4. PMK 96 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pelaksanaan, Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, Dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara. 5. Peraturan Pemerintah no 6 tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara 6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1995. Peraturan Pemerintah tersebut berisi tentang pengalihan bentuk awal Pos Indonesia yang berupa perusahaan umum (perum) menjadi sebuah perusahaan (persero). 7. Keputusan Direksi PT Pos Indonesia (Persero) Nomor: KD.01/DIRUT/0111 Tentang Organisasi dan Tata Kerja PT Pos Indonesia (Persero). 32 8. Surat Edaran Nomor 108/DIRPRANTEKSAR/2000 Tentang Penetapan Prosedur Perjanjian Kerjasama Bidang Properti di Lingkungan PT Pos Indonesia (Persero). 9. Keputusan Direksi PT Pos Indonesia (Persero) Nomor : KD. 68/DIRUT/1007 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Strategic Business Pelaksanaan Unit (SBU) Real Property 10. Rancangan Peraturan Daerah Kota Bandung Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung Tahun 2011-2031. 11. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2007 Tentang Penataan Dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern. 33