BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Aset dan Aset Negara Aset merupakan kekayaan yang dimiliki, dan dapat dimanfaatkan oleh pemiliknya dalam rangka meningkatkan Pendapatan atau penghasilan. Aset bisa berupa barang bergerak dan barang tidak bergerak yang dalam pengelolaannya memerlukan pengidentifikasian baik jenis, jumlah, kondisi, potensi dan statusnya, yang hasilnya digunakan untuk strategi pemanfaatan, penghapusan dan optimasi aset itu sendiri. Pengertian aset adalah sebagai berikut: Aset secara umum adalah barang (thing) atau sesuatu barang (anything) yang mempunyai nilai ekonomi (economic value), nilai komersial (commercial value) atau nilai tukar (exchange value) yang di miliki oleh badan usaha, instansi atau individu (perorangan ). Aset adalah barang yang dalam pengertian hukum disebut benda, yang terdiri dari benda tidak bergerak dan benda bergerak. Barang yang dimaksud meliputi barang tidak bergerak ( tanah dan atau bangunan), dan barang bergerak, baik yang berwujud (tangible) maupun yang tidak berwujud (intangible), yang tercakup dalam aktiva/kekayaan atau harta kekayaan dari suatu perusahaan, badan usaha, institusi atau individu perorangan (Doli, 2004, hal 178). Jadi aset adalah sesuatu yang bernilai dan dapat dipertukarkan yang dimiliki oleh perorangan ataupun organisasi atau aset adalah barang (thing) atau segala sesuatu (anything) yang bernilai baik berwujud (tangible) maupun yang tidak berwujud (intangible) yang dimiliki oleh siapa saja untuk mencapai tujuan sesuai dengan fungsi aset itu sendiri. Pengertian aset negara adalah: Bagian dari kekayaan negara atau harta kekayaan negara (HKN) yang terdiri dari barang bergerak atau barang tidak bergerak yang dimiliki, dikuasai oleh instansi pemerintah, yang sebagian atau seluruhnya dibeli atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta dari perolehan yang sah, tidak termasuk kekayaan negara yang dipisahkan (dikelola BUMN) dan kekayaan Pemerintah Daerah (Siregar, 2004, hal 179). 10 Jadi berdasarkan pengertian Manajemen dan Aset menurut para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa pengertian Manajemen Aset adalah Suatu proses untuk mengatur segala sesuatu yang bernilai, baik berupa barang berwujud (Tangible) maupun yang tidak berwujud (Intangible) yang dimiliki oleh perorangan/organisasi/Negara untuk meningkatkan pendapatan dan penghasilan. 2.2 Pendapatan Pendapatan menurut Hadiwijaya dan Rivai (2000:146) mengatakan “Pendapatan adalah imbalan dari penyerahan barang atau jasa yang disebut juga dengan penjualan”. Dari pengertian diatas, pendapatan terdiri dari beberapa komponen yaitu pendapatan operasional dan non operasional. 2.2.1 Pendapatan Operasional Pendapatan operasional adalah semua pendapatan yang merupakan hasil langsung dari kegiatan usaha suatu perusahaan yang benar-benar diterima. Pendapatan operasional secara terperinci adalah sebagai berikut : 1) Hasil bunga. Hasil bunga adalah pendapatan bunga bank dari pinjaman yang diberikan maupun dari penanaman-penanaman yang dilakukan oleh bank. 2) Provisi dan komisi. Provisi dan komisi adalah pendapatan yang terima oleh perusahaan dari berbagai kegiatan yang dilakukan, seperti provisi kredit, provisi transfer, komisi pembelian/penjualan efek-efek dan lain-lainnya. 3) Pendapatan lainnya. Adalah pendapatan yang merupakan hasil langsung dari kegiatan lainnya yang merupakan kegiatan operasional suatu perusahaan. 2.2.2 Pendapatan Non Operasional Pendapatan non opersional adalah pendapatan yang tidak berhubungan dengan kegiatan usaha perusahaan, misalnya penyewaan gedung, atau kegiatan tidak langsung suatu organisasi. Dalam pengertian umum pendapatan adalah hasil pencaharian usaha. Budiono (1992 : 180) mengemukkan bahwa pendapatan adalah hasil dari penjualan faktor-faktor produksi yang dimilikinya kepada sektor produksi. 11 Sedangkan menurut Winardi (1992 : 171) pendapatan adalah hasil berupa uang atau materi lainnya yang dapat dicapai dari pada penggunaan faktor-faktor produksi. Berdasarkan kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendapatan merupakan nilai dari seluruh barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu badan usaha dalam suatu periode tertentu. Dengan demikian maka yang dimaksud dengan pendapatan non operasional adalah nilai dari seluruh jasa yang dihasilkan suatu badan usaha dalam suatu periode tertentu. 2.3 Program Pemeliharaan/Maintenance Program Beberapa definisi pemeliharaan (maintenance) menurut para ahli: a. Menurut Dufffuaa, Raouf, dan Campbell (1999:1), “Maintenance is defined as the combination of activities by which equipment or a system is kept in, or restored to, a state in which it can perform its designated functions.” Pemeliharaan merupakan kombinasi dari beberapa kegiatan untuk mengembalikan performa dari suatu aset dimana sesuai dengan fungsi yang ditentukan. Pemeliharaan ini merupakan faktor yang sangat penting dalam menghasilkan kualitas dan dapat digunakan sebagai strategi untuk kesuksesan kompetisi. b. Menurut Corder (1988), maintenance adalah kombinasi dari berbagai tindakan yang dilakukan untuk menjaga suatu barang atau memperbaikinya, sampai pada suatu kondisi yang bisa diterima. c. Supandi (1992), istilah pemeliharaan dapat diartikan sebagai pekerjaan yang dilakukan untuk menjaga atau memperbaiki setiap fasilitas, seperti: bagian dari pabrik, peralatan gedung beserta isinya, sehingga mencapai standar yang dapat diterima. d. Menurut Patrick (2001), maintenance adalah suatu kegiatan untuk memelihara dan menjaga fasilitas yang ada serta memperbaiki, melakukan penyesuaian atau penggantian yang diperlukan untuk mendapatkan suatu kondisi operasi produksi agar sesuai dengan perencanaan yang ada. e. Menurut Assauri (2008), maintenance merupakan kegiatan untuk memelihara atau menjaga fasilitas atau peralatan pabrik dengan mengadakan perbaikan atau penyesuaian atau penggantian 12 yang diperlukan supaya tercipta suatu keadaan operasional produksi yang memuaskan sesuai dengan apa yang telah direncanakan. 2.3.1 Tujuan Pemeliharaan Menurut Lee, Reginald (1987), tujuan utama dari proses pemeliharaan adalah : 1. Untuk memperpanjang usia bangunan. 2. Untuk menjamin ketersediaan perlengkapan yang ada dan juga mendapatkan keuntungan dari investasi yang maksimal. 3. Untuk menjamin keselamatan manusia yang menggunakan bangunan tersebut. Untuk menjamin kesiapan. 4. Operasianal dari setiap peralatan atau perlengkapan dalam menghadapi situasi darurat seperti kebakaran. Hubungan antara proses pekerjaan, dan pemeliharaan Lee, Reginald. (1987) akan digambarkan oleh gambar berikut: Gambar 2.1 Hubungan antara Operasi dan Pemeliharaan (Lee, Reginald 1987) Pemeliharaan menyangkut juga terhadap proses produksi sehari-hari dalam menjaga agar seluruh fasilitas dan peralatan perusahaan tetap berada pada kodisi yang baik dan siap selalu untuk digunakan. Kegiatan hendaknya tidak mengganggu jadwal produksi. 13 2.3.2 Bentuk-bentuk Pemeliharaan a. Supandi (1992) menyebutkan, ada (5) lima bentuk dari pemeliharaan, yaitu : Preventive Maintenance. Merupakan salah satu komponen penting dalam aktivitas perawatan (maintenance). Preventive maintenance adalah aktivitas perawatan yang dilakukan sebelum terjadinya kegagalan atau kerusakan pada sebuah sistem atau komponen, dimana sebelumnya sudah dilakukan perencanaan dengan pengawasan yang sistematik, deteksi, dan koreksi, agar sistem atau komponen tersebut dapat mempertahankan kapabilitas fungsionalnya. Beberapa tujuan dari preventive maintenance adalah mendeteksi lebih awal terjadinya kegagalan/kerusakan, meminimalisasi terjadinya kegagalan, dan meminimalisasi kegagalan produk yang disebabkan oleh kerusakan sistem. Sedangkan manajemen perawatan (maintenance management) adalah pengorganisasian perawatan untuk memberikan pandangan umum mengenai perawatan fasilitas produksi. Sebuah fasilitas atau peralatan produksi akan termasuk dalam golongan critical unit apabila : • Kerusakan fasilitas atau peralatan produksi akan membahayakan keselamatan atau kesehatan para pekerja. • Kerusakan fasilitas akan mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan. • Kerusakan fasilitas tersebut akan menyebabkan kemacetan seluruh proses produksi. • Modal yang ditanamkan dalam fasilitas tersebut cukup besar atau mahal. Keuntungan dari perawatan yang direncanakan adalah : • Mengurangi down-time, meningkatkan up-time. • Mengurangi breakdown maintenance. • Meningkatkan efisiensi peralatan. • Memperpanjang umur hidup peralatan/umur produktif. • Mengurangi persediaan/stock spare parts. • Penjadwalan pekerja yang lebih efektif. • Distribusi pekerja yang lebih seimbang. • Mengurangi overtime. 14 - Standarisasi : prosedur operasi, baiya dan waktu untuk menyelesaikan pekerjaan. - Meningkatkan produktivitass, biaya lebih efisien dalam cost perawatan. - Meningkatkan kualitas peralatan. b. Corrective Maintenance. Merupakan kegiatan perawatan yang dilakukan untuk mengatasi kegagalan atau kerusakan yang ditemukan selama masa waktu preventive maintenance. Pada umumnya, corrective maintenance bukanlah aktivitas perawatan yang terjadwal, karena dilakukan setelah sebuah komponen mengalami kerusakan dan bertujuan untuk mengembalikan kehandalan sebuah komponen atau sistem ke kondisi semula. Perawatan korektif tidak dapat menghilangkan semua kerusakan, karena bagaimanapun juga suatu alat atau mesin-mesin yang dipakai lambat laun akan rusak. Namun demikian, dengan adanya tindakan perbaikan yang memadai akan dapat membatasi terjadinya kerusakan. Dalam pelaksanaan kerjanya, untuk mengatasi kerusakan dan mengambil tindakan korektif yang diperlukan adalah tanggung jawab bersama dari bagian teknik, produksi dan perawatan. Secara umum, pengelolaan dan pengkoordinasian untuk penerapan program perawatan preventif adalah tanggung jawab manajer teknik dan perawatan. c. Running Maintenance. Yaitu dimana pekerjaan perawatan dilakukan ketika fasilitas atau peralatan dalam keadaan bekerja. Perawatan berjalan diterapkan pada peralatan-peralatan yang harus beroperasi terus dalam melayani proses produksi. d. Predictive Maintenance. Dilakukan untuk mengetahui terjadinya perubahan atau kelainan dalam kondisi fisik maupun fungsi dari sistem peralatan. Biasanya perawatan prediktif dilakukan dengan bantuan panca indra atau alat-alat monitor yang canggih. e. Breakdown Maintenance. Yaitu perawatan dilakukan setelah terjadi kerusakan pada peralatan, dan untuk memperbaikinya harus disiapkan suku cadang, material, alat-alat dan tenaga kerjanya. 15 2.3.3 Perhitungan Biaya Pemeliharaan dan Perawatan Menurut Kepmen Kimpraswil nomor 332/KPTS/M/2002 Menurut Kepmen Kimpraswil No. 332/KPTS/M/2002 besarnya biaya pemeliharaan bangunan gedung tergantung pada fungsi dan klasifikasi bangunan/jembatan. Biaya pemeliharaan per m2 bangunan/jembatan setiap tahunnya maksimum adalah sebesar 2% dari harga satuan per m2 tertinggi yang berlaku. Untuk menghitung kebutuhan biaya perawatan bangunan gedung berdasarkan Kepmen nomor 332/KPTS/M/2002 dengan usia layanan 10-15 tahun dapat dikategorikan kedalam tiga tingkatan yaitu: 1. Perawatan ringan jika tigkat kerusakan kurang dari 30% 2. Perawatan sedang jika tingkat kerusakan 30% sampai dengan 45% 3. 2.4 Perawatan berat jika tingkat kerusakan 45% sampai dengan 65%. Biaya Ada beberapa pengertian menurut para ahli mengenai biaya, diantaranya sebagai berikut : • Menurut Supriyono (2000;16), dikorbankan atau Biaya digunakan dalam adalah harga perolehan yang rangka memperoleh penghasilan atau revenue yang akan dipakai sebagai pengurang penghasilan. • Menurut Henry Simamora (2002;36), Biaya adalah kas atau nilai setara kas yang dikorbankan untuk barang atau jasa yang diharapkan memberi manfaat pada saat ini atau di masa mendatang bagi organisasi. • Menurut Mulyadi (2001;8), Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomis yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi, sedang terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu. • Menurut Masiyah Kholmi, Biaya adalah pengorbanan sumber daya atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberi manfaat di saat sekarang atau di masa yang akan datang bagi perusahaan. 16 2.4.1 Penggolongan Biaya Pemeliharaan Biaya pemeliharaan adalah segenap biaya yang dikeluarkan untuk melakukan perawatan maupun perbaikan pada aset agar menjaga kemampuan aset tersebut sehingga menjadi optimal (Assauri, 2004). Adapun biaya pemeliharaan menurut Handoko (1987), yaitu biaya pemeliharaan preventif, yang terdiri atas biaya-biaya yang timbul dari kegiatan pemeriksaan dan penyesuaian peralatan, penggantian atau perbaikan komponen-komponen, dan kehilangan waktu produksi yang diakibatkan kegiatan-kegiatan tersebut. Sedangkan, biaya pemeliharaan korektif adalah biaya-biaya yang timbul bila suatu aset rusak atau tidak dapat beroperasi, yang meliputi kehilangan waktu produksi, biaya pelaksanaan pemeliharaan, ataupun biaya penggantian peralatan. 2.5 Jenis Investasi Menurut Pudjosumarto dalam Irawan (2007) menjelaskan bahwa investasi dapat dilihat sebagai : a. Autonomous Investment, macam investasi yang tidak dipengaruhi oleh tingkat pendapatan I=Io. seperti rehabilitasi sarana jalan, irigasi, gedung dan sebagainya. Dimana investasi tersebut dalam kenyataannya tidak mempunyai ikatan dengan tingkat pendapatan, tetapi dengan sendirinya dilaksanakan untuk tujuan memperlancar roda perekonomian itu sendiri. b. Induce investment, macam investasi yang mempunyai ikatan dengan tingkat pendapatan I=f(Y). Misalnya ada kenaikan pendapatan masyarakat menyebabkan kenaikan kebutuhan barang, sehingga terjadi kenaikan permintaan terhadap barang yang dapat mendorong untuk melakukan investasi. c. Investasi yang sifatnya dipengaruhi oleh adanya tingkat bunga uang atau modal yang berlaku dimasyarakat I=f(r). Misalnya investasi pada suatu badan usaha atau perusahaan dan kegiatan-kegiatan lain yang menguntungkan, akan dilakukan bila tingkat bunga yang berlaku pada saat itu rendah jika dibandingkan dengan keuntungan (return) investasi. Dari semua bentuk – bentuk model diatas maka model investasi seperti point a, banyak dilakukan oleh sektor pemerintah karena menyangkut aspek sosial yang ada dimasyarakat, sedangkan model bentuk investasi point b dan c banyak 17 melibatkan sektor swasta, walaupun kenyataannya juga banyak badan usaha pemerintah yang ikut dalam kelompok investasi model ini. 2.5.1 Investasi Sektor Publik Investasi sektor publik atau social overhead invesment merupakan mandatori yaitu aktiva tetap yang diadakan oleh suatu organisasi semata-mata karena perintah atau peraturan yang ditetapkan pemerintah karena memiliki dampak sosial, politik, budaya dan dampak lainnya. Investasi yang bersifat publik dapat ditemui pada pembangunan jembatan, jalan, gedung dan lain-lain. Investasi publik memiliki kaitan yang erat dengan penganggaran modal (capital bugdeting). Penganggaran modal merupakan proses untuk menganalisis proyek-proyek dan memutuskan apakah proyek tersebut dapat diakomodasi oleh anggaran modal. Untuk memberikan mekanisme dalam mengatur proyek investasi publik secara efisien dan efektif, maka perlu dilakukan analisis investasi secara mendalam. Analisis investasi berhubungan erat dengan penganggaran fungsional, alokasi sumber daya dan praktik manajemen keuangan disektor publik (Mardiasmo, 2002) Menurut Handono (2004) Unsur – unsur pokok penganggaran modal antara lain : 1. Arus Kas Keluar (Cash outflow) atau investasi awal (initial investment) seluruh tambahan arus kas yang dibutuhkan untuk melaksanakan investasi pada aktiva tetap. 2. Arus Kas Masuk (Cash inflow) adalah seluruh tambahan arus kas masuk yang akan diterima selama aktiva tetap digunakan. 3. Biaya Modal (Cost of capital) atau tingkat imbal hasil yang diminta oleh investor (required of return). Sedangkan menurut Ruhadi (2009) metode yang paling banyak digunakan oleh manajer keuangan untuk mengevaluasi penerimaan proyek yang diusulkan tergantung pada estimasi cash flows atau arus kas. Idealnya metode ini harus : a. Memasukkan seluruh arus kas selama usia proyek yang diusulkan. b. Mempertimbangkan nilai waktu uang. c. Memperhitungkan tingkat return yang diharapkan. 18 Analisis proyek menekankan pada arus kas karena arus kas memiliki opportunity cost, sehingga menyebabkan preferensi pada waktu dari arus kas. Proyek konvensional memerlukan pengeluaran kas pada waktu nol dan mendapat arus kas masuk pada waktu yang akan datang. Arus kas masuk terdiri dari : 1) Arus kas masuk yang berasal dari operasi perusahaan (operating cash inflow) 2) Arus kas yang berasal dari akhir suatu proyek (disposal cashflows/DCF), contohnya yang berasal dari penjualan sisa aset. Menurut Mardiasmo (2002) dalam bukunya: ”Akuntansi Sektor Publik” ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam investasi publik antara lain : 1. Tingkat diskonto yang digunakan Tingkat diskonto merefleksikan tingkat keuntungan (rate of return) yang diperoleh dari suatu proyek dengan tingkat resiko tertentu. Jika suatu proyek tidak memberikan keuntungan yang disyaratkan (required rate of return), maka proyek tersebut harus ditolak. Tingkat diskonto (disconto rate) merupakan pendekatan yang diadopsi pemerintah dalam investasi sektor publik yang dinilai dengan pengujian tingkat diskonto sosial (social disconto rate). Suatu pemecahan untuk membatasi social disconto rate adalah dengan cara menggunakan tingkat pendiskontoan, artinya biaya dan manfaat diharapkan berubah pada tingkat kembalian investasi yang sama sebagai perubahan dalam kebutuhan tingkat harga-harga umum (general price levels). 2. Inflasi Dalam investasi harus memperhitungkan perkiraan inflasi. Semakin tinggi inflasi, semakin rendah nilai riil keuntungan dimasa mendatang yang diharapkan (expected future return). Inflasi yang tinggi menyebabkan required rate of return semakin tinggi. 3. Resiko dan ketidakpastian Ketidakpastian ekonomi dan hukum, kekacauan sosial politik, tidak adanya jaminan keamanan dan kebijakan yang tidak konsisten dapat menyebabkan resiko investasi. Jika resiko investasi naik maka required rate of return semakin tinggi. 4. Capital rationing 19 Merupakan keadaan ketika organisasi menghadapi masalah ketersediaan dana untuk melakukan pengeluaran investasi. Hal ini dilakukan dengan perangkingan investasi dengan cara menggunakan rasio manfaat/biaya. 2.5.2 Tahapan Analisis Investasi Bagi pimpinan suatu organisasi pemerintah maupun swasta, sering dihadapkan pada masalah usulan proyek. Sebagai bahan pertimbangan dalam keputusan proyek, perlu diadakan studi kelayakan, bagian dari studi kelayakan diantanya menyangkut fungsi ekonomi P = f (E). Dasar pertimbangan fungsi ekonomi diantaranya melalui analisis keputusan investasi (investment decision analysis). Maka untuk mengukur kelayakan baik perencanaan proyek maupun proyek yang telah dilaksanakan ditinjau dengan kelayakan investasi. Tahapan yang harus dicermati dalam Capital Budgeting atau melakukan investasi yaitu : 1. Menghitung Investasi Awal/Perhitungan Arus Kas Keluar Didalam menghitung investasi awal dipengaruhi oleh suku bunga dan inflasi. Menurut Weston & Copeland dalam Irawan (2007), mengelompokkan suku bunga kedalam 2 (dua) bagian yaitu : a. Suku bunga sebenarnya (real interest rate) yaitu suku bunga yang harus dihasilkan dari setiap surat berharga pada kondisi tanpa inflasi. b. Suku Bunga Nominal (nominal interest rate) yaitu suku bunga yang diamati oleh pasar keuangan (money market), suku bunga nominal merupakan Suku bunga sebenarnya ditambah dengan premi inflasi. Suku Bunga Nominal = Suku bunga sebenarnya + inflasi Premi asuransi mencerminkan laju inflasi yang diharapkan dalam jangka panjang. Akibatnya suatu kenaikan prakiraan laju inflasi akan diterjemahkan dalam bentuk tingginya suku bunga, maka laju inflasi yang semakin tinggi berarti bahwa biaya untuk memperoleh dana bagi pemerintah, bisnis maupun perorangan meningkat. Dalam perhitungan biaya konstruksi dan peralatan, dihindari adanya double counting artinya bila biaya tersebut telah dibebankan pada saat investasi dikeluarkan maka pada waktu pelunasannya nanti tidak boleh dimasukkan lagi sebagai biaya. 20 Berkaitan dengan biaya konstruksi dan peralatan terdapat 3 (tiga) aspek utama meliputi : 1. Peralatan adalah segala perkakas yang dipergunakan dalam mengerjakan proyek. Bila nilai peralatan tersebut terdapat perkakas/barang yang harus diimpor maka apakah perlu tidaknya menerapkan shadow price dari devisa. 2. Bahan-bahan, yakni segala bahan yang relevan untuk diperlukan dalam mengerjakan proyek. Penilaian bahan-bahan menggunakan harga yang berlaku tetapi dibatasi (border price). Untuk bahan-bahan import dipakai c.i.f (cost, insurance, freight) atau biaya, asuransi dan ongkos muat. Untuk bahanbahan export dipakai harga sampai pengapalan atau f.o.b (free on board). Segala macam pajak tidak langsung (misalnya bea masuk), dikurangkan terlebih dahulu. Hal itu karena tidak termasuk kedalam real resources cost (biaya sumber nyata) dari pada bahan-bahan tersebut. 3. Tenaga kerja yaitu semua pekerja yang digunakan dalam mengerjakan proyek. Dalam hal ini, berhubungan dengan gaji dan upah. Tenaga kerja dibebankan kedalam tenaga kerja terlatih (skilled labour) dan tenaga kerja tidak terlatih (unskilled labour). Pengeluaran biaya pelatihan merupakan economic cost. Secara umum dinegara yang sedang berkembang (development countries), pembayaran gaji dan upah tidak mencerminkan nilai yang sebenarnya bahkan relatif sering terjadi nilainya lebih besar dari biaya oportunis sosial (social opportunity cost) sehingga perlu diadakan biaya bayang-bayang (shadow pricing). Menurut Ruhadi (2009) Investasi awal/Net Investment Cash Outflows (NICO) adalah Depreciable asset (harga beli+ongkos pengiriman+asuransi dan pemasangan dan lain-lain, sehingga aset tersebut siap digunakan) ditambah Net working capital (current asset-current liabilities) dan Cash Inflows merupakan operating cashflows (OCF) ditambah disposal cash flows. Hal ini dapat ditunjukkan pada Gambar 2.2 Investasi Modal (Capital Investment) berikut ini : 21 Gambar 2.2 Investasi Modal (Capital Investment) NICO OCF OCF OCF + DCF Sumber : Hand Out Manajemen Keuangan, 2009 Tambahan arus kas pertama yang terjadi pada investasi modal adalah NICO. Arus kas ke luar ini diukur dengan estimasi harga beli dari aset yang didepresiasi yaitu meliputi (contoh peralatan dan bangunan), termasuk pajak penjualan, ongkos pengiriman dan biaya pemasangan dan dikurangi dengan pajak jika ada ditambah modal kerja bersih. 2. Estimasi Arus Kas Masuk Cash inflow (CF) atau arus kas masuk (AKM) yaitu menghitung perkiraan tambahan arus kas masuk selama umur proyek (n), diestimasi dengan menggunakan rumus : CFn = [( S − OE ) − ( D )]X (1 − t ) + ( D ) Keterangan: a) S (sale) atau penjualan Dalam hal ini besarnya penerimaan kas atas proyek yang dijalankan selama umur ekonomis proyek b) OE (operating expenses) atau beban operasional Yaitu biaya yang dikeluarkan secara rutin dalam setiap tahunnya selama kegiatan berlangsung atau selama umur ekonomis aset tersebut. Pudjosumarto dalam Irawan (2007) menyebutkan bahwa yang dihitung sebagai biaya atau pengeluaran proyek (project expenditures) yaitu biaya-biaya (cost) atau ongkos-ongkos yang akan dikeluarkan pada masa yang akan datang (future return). Biaya–biaya yang harus dikeluarkan secara rutin tahunan selama umur ekonomis proyek, meliputi biayabiaya untuk : (1) Bahan baku (untuk kegiatan yang bersifat produksi) (2) Bahan bakar (3) Utilitas : listrik, telepon, gas dan lain-lain (4) Gaji, upah dan tunjangan lain bagi karyawan (5) Lain-lain biaya seperti jasa konsultasi, overhead atau office berhubungan dengan kegiatan proyek. c) D (Depreciation) atau penyusutan Menurut Keputusan Menteri Kimpraswil Nomor:332/KPTS/M/2002 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Gedung yang dimaksud penyusutan (depresiasi) adalah nilai degradasi bangunan yang dihitung secara sama besar setiap tahunnya selama jangka waktu umur bangunan. Sedangkan Pujawan (2004) mengemukakan depresiasi adalah penurunan nilai suatu properti atau aset karena waktu dan pemakaian. Depresiasi pada suatu aset biasanya disebabkan karena satu atau lebih faktor-faktor berikut : 1. Kerusakan fisik akibat pemakaian dari bangunan tersebut 2. Aset tersebut menjadi usang karena adanya perkembangan teknologi 3. Kebutuhan produksi atau jasa yang lebih baru atau lebih besar 4. Penemuan fasilitas-fasilitas yang bisa menghasilkan produk/jasa yang lebih baik dengan biaya yang lebih rendah dan tingkat keselamatan yang lebih memadai. Besarnya depresiasi tahunan yang dikenakan pada suatu aset akan tergantung pada beberapa hal yaitu : 1. Harga pembelian/harga perolehan, dalam hubungannya dengan bangunan dapat dikatakan harga pembangunan (konstruksi) gedung. 2. Umur. Umur suatu aktiva tetap dapat dibedakan menjadi 2 yaitu : a. Umur teknis, yaitu umur atau lama pemakaian atas aktiva tetap tanpa memperhatikan keuntungan yang dapat dipertanggungjawabkan secara ekonomis. b. Umur ekonomis, yaitu umur dari aset sejak siap digunakan sampai dengan aset tersebut secara ekonomis tidak menguntungkan lagi jika digunakan. 3. Nilai sisa, yaitu nilai dari aset setelah umur ekonomisnya berakhir. 23 4. Nilai reproduksi, yaitu nilai aset yang harus dihapuskan menjadi beban biaya perusahaan, yaitu sebesar harga pembelian dikurangi dengan nilai sisanya. Untuk menentukan besarnya beban depresiasi tiap-tiap tahun, menurut UU No.17 tahun 2000 beberapa metode yang sering digunakan : 1. Metode Garis Lurus (Straight Line Method) 2. Metode Saldo Menurun Ganda (Double Declining Balance Method) Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah, metode penyusutan yang digunakan sebagai berikut : 1. Metode Garis Lurus (Straight Line Method) 2. Metode Saldo Menurun Ganda (Double Declining Balance Method) 3. Metode Unit Produksi (Unit of Production Method) Dari beberapa metode tersebut yang lebih tepat digunakan pada aset bangunan adalah Metode Garis Lurus (Straight Line Method). Metode ini didasarkan atas asumsi bahwa berkurangnya nilai suatu aset secara linier (proporsional) terhadap waktu atau umur dari suatu aset. Untuk penyusutan aset tetap tiap-tiap tahun ditentukan sama besarnya. Besarnya depresiasi tiap tahun dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut: Harga perolehan – nilai residu Depresiasi tahunan = ------------------------------------- x Rp 1 Umur ekonomis d) T (Tax) atau pajak artinya pendapatan yang diterima dari hasil penyewaan toko dan los pasar Limbur Raya tidak dikenakan pajak. 24 e) Arus kas dari nilai sisa (disposal cash flows) Menurut Ruhadi (2009) Proyek yang diusulkan memilki waktu yang terbatas untuk beberapa tahun tertentu. Analisis anggaran modal memasukkan arus kas yang berhubungan dengan akhir proyek. Ada 2 bagian disposal cashflows, yakni: 1. Penjualan aset yang didepresiasi 2. Pengembalian modal kerja bersih yang sudah tidak akan digunakan lagi dimasa yang akan datang. Disposal cash flows yang berasal dari depreciable asset berarti penjualan aset pada akhir periode proyek dapat menimbulkan keuntungan atau mungkin kerugian. Di sisi lain dapat berdampak pada pajak perusahaan. Keuntungan yang terkena pajak (capital gain), terjadi ketika depreciable asset lebih besar dari nilai bukunya. Sebaliknya kerugian capital atau capital loss adalah dapat mengurangi pajak sebagai pengeluaran lain-lain, karena menunjukkan terlalu rendahnya pencantuman biaya depresiasi yang lalu. 2.6 Analisis Manfaat – Biaya Studi kelayakan proyek sektor publik berfungsi menganalisis apakah proyek yang dibangun diharapkan dapat memenuhi Tujuan nasional yang beraneka ragam dan dapat memberikan sumbangan manfaat ekonomis nasional paling besar. Hasil kajian akan memberi kesimpulan apakah nilai manfaat ekonomis nasional (social benefit) akan lebih besar dari biaya atau pengorbanan (social cost) untuk membangun dan mengoperasikannya. Apabila nilai social benefit lebih besar dari nilai social cost maka dapat disimpulkan bahwa proyek layak. Menghitung nilai manfaat ekonomis nasional tidak semudah menghitung tolok ukur profitabilitas proyek-proyek swasta. Hal ini disebabkan karena manfaat ekonomis cukup kompleks dan tidak mudah dinilai secara kuantitatif. Manfaat yang diterima masyarakat juga seringkali tidak dapat di nilai secara financial, contohnya analisis benefit cost di bidang kesehatan, karena sulitnya mengukur dengan uang nilai-nilai seperti keadaan badan atau nyawa manusia. (Sutojo, 2006) 2.6.1 Manfaat Ekonomis dan Sosial 25 Pengukuran manfaat lebih sulit dibanding pengukuran biaya ekonomi; karena disamping manfaat ekonomi yang diterima secara langsung berupa output proyek yang dapat diukur dengan satuan moneter, terdapat manfaat sekunder dan manfaat intengible yang sulit diukur dengan satuan moneter. Pengukuran manfaat ekonomi utama (primair) yang berupa output utama dan penentuan manfaatnya dilakukan dengan penghasilan devisa, maka perlu juga mendapatkan penyesuaian dengan konsep harga bayangan. Beberapa manfaat sekunder dari suatu proyek yang kadang-kadang sulit diukur dalam satuan moneter adalah. a. Menaiknya tingkat konsumsi. b. Membantu proses pemerataan pendapatan. c. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi. d. Mengurangi ketergantungan (menambah swadaya negara) e. Mengurangi penganguran ( menambah kesempatan kerja). f. Manfaat sosial budaya dan lai-lain. Dari beberapa manfaat tersebut jika misalnya suatu proyek lebih menekankan pada efek sosial dan distributif, maka manfaat tersebut hendaknya diusahakan dinyatakan dalam satuan ukuran yang jelas, terkecuali jika memang proyek ini menekankan pada aspek finansial. Ini tidak berarti bahwa dalam analisa ekonomi tidak terdapat statement (laporan) biaya dan manfaat secara jelas dan dari laporan ini setelah dilakukan penyesuaian biaya dan manfaat maka diterapkan kriteria investasi yang lazim berlaku. Dari keseluruhan uraian di atas dapat dilihat bahwa pengukuran manfaat ekonomi lebih sulit dibandingkan biaya ekonomi, antara lain disebabkan : a. Beberapa manfaat kendatipun bersifat langsung (primair) sulit diukur dengan uang, karena biasanya tidak dinyatakan dalam harga pasar, melainkan harga bayangan. b. Kebanyakan manfaat memerlukan perkiraan jangka panjang. c. Banyak manfaat yang bersifat tidak langsung dan dalam perwujudannya perlu proyek tambahan. d. Adanya manfaat-manfaat yang dinikmati oleh pihak-pihak yang berkepentingan secara tidak seimbang, artinya kadang-kadang sulit untuk tercapainya efek distributif yang seimbang. (Husnan dan Suwarsono, 1997, hlm.323) 26 2.6.2 Perhitungan Analisis Manfaat dan Biaya Menurut Sugiyono (2008), menyatakan bahwa pada dasarnya untuk menganalisis efisiensi suatu proyek langkah-langkah yang harus diambil adalah: 1. Menentukan semua manfaat dan biaya dari proyek yang akan dilaksanakan. 2. Menghitung manfaat dan biaya dalam nilai uang. 3. Menghitung masing-masing manfaat dan biaya dalam nilai uang sekarang. Ada tiga parameter untuk menganalisis manfaat dan biaya suatu proyek yaitu perbandingan manfaat dan biaya (Benefit / Cost), selisih manfaat dan biaya (Net Benefit), tingkat pengembalian (Rate of Return). Penjelasan ketiga parameter yang tersebut adalah sebagai berikut: a. Perbandingan manfaat dan biaya (Benefit / Cost, B/C) Perbandingan manfaat dan biaya dijelaskan dalam contoh perhitungan berikut: Diketahui Capital investment = 2 M Benefit / Manfaat didapat Rp 252 juta Operasi dan Pemeliharaan (O dan P) = Rp 50 juta i = 5% Umur ekonomis = 30 tahun 2M i = 5% O dan P = Rp.50 juta 30 th Manfaat 252 juta B = C B C (Investasi atau modal) + (Operasi dan Pemeliharaan) x (Suku Bunga dengan masa 30 tahun) = = Benefit x (Suku Bunga dengan masa 30 tahun) Rp.252 juta x (5%,30) Rp.2M+50juta x (5%,30) 3,875 M 2,769 M = 1,40 Berdasarkan nilai sekarang 27 Perhitungan di atas dilakukan dengan memasukkan unsur O dan P sebagai bagian dari biaya. dari biaya modal (2M) dan biaya O dan P dianggap merupakan pengurangan dari biaya dan manfaat berdasarkan nilai sekarang, maka hasilnya adalah: Bila kita melihat dari awal proyek, biaya yang diperlukan seakan-akan hanya B C = (Rp.252 juta – Rp.50 juta )x (P/A,5,30) Rp.2M = 1,55 Dari perhitungan diatas, jika tidak memasukkan unsur biaya O dan P maka nilai B/C yang dihasilkan lebih besar karena perbandingan manfaat dan biaya lebih besar dari satu, yaitu berubah dari nilai B/C = 1,4 menjadi B/C = 1,55. Akan tetapi pada kenyataan dilapangan yang digunakan adalah B/C karena sesungguhnya biaya O dan P merupakan bagian dan biaya keseluruhan proyek yang harus dikeluarkan. b. Selisih manfaat dan biaya (Net Benefit) Dilihat dari contoh pada butir I, maka olahan perhiutngan B – C dapat dihitung sebagai berikut: B – C = Rp. 3,873 M – Rp.2,769 M = Rp.1,104 M Maka dapat diketahui selisih manfaat dan biaya adalah Rp.1,104 M. c. Tingkat pengembalian (Rate of Return) Tingkat pengembalian adalah tingkat suku bunga yang membuat manfaat dan biaya mempunyai nilai yang sama atau B – C = 0 atau tingkat suku bunga yang membuat B/C = 1. Dalam beberapa buku yang mengulas tentang evaluasi proyek, perhitungan analisis biaya dan manfaat yaitu Gross Benefit Cost Ratio dan Net Benefit Cost Rasio adalah termasuk parameter criteria investasi yang digunakan untuk menilai/mengevaluasi kelayakan suatu proyek. Secara umum rumus Gross B/C dan Net B/C ditulis sebagai berikut: 28 Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C) a) Istilah Gross B/C ratio merupakan perbandingan dari jumlah manfaat kotor dengan biaya kotor yang telah dibuat nilai sekarang. Criteria ini memberikan pedoman proyek akan dipilih apabila gross B/C ratio > 1, sebaliknya jika gross B/C ratio < 1, proyek tidak akan dipilih. Rumus Gross B/C ratio > 1 adalah sebagai berikut: bt gross B/C ratio > 1 = ∑ (1+i)t ∑ ct+kt (1+i)t Keterangan: bt = benefit pada periode t ct = cost pada periode t kt = capital pada periode invenstasi i = tingkat discount rate b) Net Benefit Cost Rasio (Net B/C) Net b/c ratio merupakan perbandingan antara manfaat bersih dari tahuntahun yang bersangkutan yang telah dibuat nilai sekarangnya (pembilang/bersifat +) dengan biaya bersih dalam tahun dimana Bt –Ct (penyebut/bersifat -) yang telah dibuat nilai sekarangnya, yaitu biaya kotor > benefit kotor. Rumus Net B/C ratio adalah sebagai berikut: ∑ ⁄ = ∑ ⟹ − − > − − < − ( + − ( + − ) − ) Berdasarkan Kriteria investasi ini, proyek akan dipilih apabila Net B/C >1, sebaliknya bila Net B/C ratio <1, proyek tidak layak. 29 2.6.3 Metode Benefit Cost Ratio (BCR) Metode benefit cost ratio (BCR) adalah salah satu metode yang sering digunakan dalam tahap-tahap evaluasi awal perencanaan investasi atau sebagai analisis tambahan dalam rangka memvalidasi hasil evaluasi yang telah dilakukan dengan metode lainnya. Di samping itu, metode ini sangat baik dilakukan dalam mengevaluasi proyek pemerintah yang berdampak langsung pada masyarakat (public government project), dampak yang dimaksud baik yang bersifat positif maupun negatif. Metode BCR ini memberikan penekanan terhadap nilai perbandingan antara manfaat (benefit) yang akan diperoleh dalam aspek biaya dan kerugian yang akan ditanggung (cost) dengan adanya investasi tersebut. Aspek benefit dan cost dalam proyek-proyek pemerintah mempunyai pengertian yang lebih luas daripada pengertian biasa, di mana benefit dan cost itu sendiri sering kali ditemukan dalam bentuk manfaat maupun biaya tidak langsung yang diperoleh pemerintah atau masyarakat. BCR adalah perbandingan nilai ekuivalen semua manfaat terhadap nilai ekuivalen semua biaya. Perhitungan nilai ekuivalen dapat dilakukan menggunakan salah satu dari analisis nilai sekarang, nilai pada waktu yang datang atau nilai tahunan. 30 Rumus umum BCR adalah: ∑ Benefit Benef it BCR = Cost atau ∑ Cost Kriteria Analisis : Untuk mendapatkan nilai BCR, maka harus ditentukan nilai Net Present Value (NPV). NPV diperoleh dengan menggunakan persamaan: NPV = Present Worthpendapatan –Present Worthpengeluaran Untuk alternatif tunggal, jika diperoleh nilai NPV ≥ 0, maka alternatif tersebut layak diterima. Sementara untuk situasi di mana terdapat lebih dari satu alternatif, maka nilai dengan alternatif NPV terbesar merupakan alternatif yang paling menarik untuk dipilih. Pada situasi di mana alternatif yang ada bersifat independent, dipilih semua alternatif yang memiliki nilai NPV ≥ 0 (Raharjo. F, 2007). BCR yang dihitung adalah BCR Conventional, dimana biaya operasional dan maintence merupakan bagian dari keseluruhan biaya yang dikeluarkan dalam suatu proyek dan Net BCR yang menganggap bahwa biaya operasional dan maintenance merupakan pengurangan dari benefit yang diperoleh. Rumus perhitungannya sebagai berikut: 1) B/C Conventional B B/ C Conventional = I – ( O+M ) 31 2) B/C Modified / Net B/C B – ( O+M ) Net B/ C = I Dimana, B = Benefit O+M = Biaya Operasional dan Maintenance I = Investasi awal 32