MODUL PERKULIAHAN Managing Identity and Corporate Culture Model-model untuk Mengubah Budaya Organisasi Fakultas Program Studi Fakultas Ilmu Komunikasi Public Relations Tatap Muka 14 Kode MK Disusun Oleh 42029 Ervan Ismail, S.Sos., M.Si. Abstract Kompetensi Dalam modul ini akan dibahas tentang model-model untuk mengubah budaya organisasi: Model-model untuk mengubah budaya organisasi. Setelah membaca materi ini mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskan bagaimana perubahan para pimpinan organisasi mengubah budaya organisasi. Model-model untuk Mengubah Budaya Organisasi 1. Model-model untuk Mengubah Budaya Organisasi Kotler (1996) menawarkan delapan langkah untuk pengelolaan perubahan budaya sebagai berikut: a) Establishing a sense of urgency menciptakan keterdesakan untuk berubah. Dengan kata lain, pihak manajemen perlu mengkomunikasikan pada para karyawan perlunya berubah agar perusahaan dapat “survive” dan bertumbuh. Suatu contoh, perusahaan yang dahulu berorientasi pada produk dan kurang mengindahkan strategi pemasaran padahal kenyataannya bahwa produk yang bagus belum tentu laku. Perusahaan tersebut harus berubah menjadi perusahaan yang mengimplementasi strategi pemasaran yang efektif. Demikian pula dengan perubahan dalam penggunaan teknologi untuk bertransaksi yang sudah perlu diimplementasi sebab tuntutan para pelanggan tersebut. Perubahan harus memacu sistem kerja dan budaya perusahaan dan pemimpin puncak harus menjelaskan jika perusahaan tidak berubah, maka cepat atau lambat perusahaan akan mengalami kesulitan dan bahkan berakhir dengan kebangkrutan. b) Creating a guiding coalition membentuk suatu kelompok yang berwenang untuk memimpin perubahan. Perusahaan perlu memberdayakan kelompok untuk mengarahkan dan memimpin perubahan budaya. Kelompok khusus tersebut ditugasi memberi arahan pada para karyawan mengenai apa, mengapa serta bagaimana harus berubah. Kelompok tersebut lazim dikenal sebagai The Winning Team atau The Dreaming Team yang bertugas mempersiapkan, memimpin serta mengevaluasi suatu perubahan. Agar berkinerja optimal, anggota kelompok harus dipilih secara selektif dengan mempergunakan kriteriakriteria tertentu antara lain kompetensi, komitmen, motivasi dan kematangan emosional. Mereka kemudian diberi arahan dan pelatihan-pelatihan yang diperlukan. Para anggota kelompok atau team harus berkomitmen tinggi serta berkompeten melakukan perubahan serta implikasinya. Kematangan emosional yang tinggi sangat diperlukan karena sering terjadi agen perubah harus mampu 16 2 Managing Identity and Organization Culture Ervan Ismail, S.Sos., M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id mengatasi konflik antar karyawan atau penolakan-penolakan kolektif terhadap perubahan tersebut. c) Developing a vision and strategy merumuskan dan mengembangkan visi baru perusahaan untuk mengarahkan pada suatu perubahan serta memilih strategi yang tepat untuk mencapai visi tersebut. Visi yang jelas dan tepat merupakan peta yang sejak awal perlu disiapkan serta dikomunikasikan secara efektif; visi perusahaan memberi arah pada semua anggota organisasi. Perusahaan X yang sebelumnya bervisi menjadi yang terbaik di Indonesia namun mulai tahun ini visinya berubah menjadi yang terbaik di dunia. Perubahan visi perusahaan tersebut berdampak langsung pada strategi, struktur, kepemimpinan dan budaya perusahaan sebab itu perlu pengelolaan perubahan yang diaplikasi secara seksama. Sebagai contoh, Pertamina yang visinya menjadi perusahaan minyak nasional berkelas dunia (World Class National oil Company) pasti berimplikasi pada elemen organisasi antara lain budaya perusahaan, strategi dan struktur perusahaan. Para BOD perlu menganalisis tuntutan lingkungan bisnis kemudian merumuskan visi perusahaan yang berfungsi sebagai pemberi arah ke mana perusahaan akan dibawa. d) Communicating the change vision menggunakan sarana yang tepat untuk mengkomunikasikan visi dan strategi baru. Perubahan visi harus dikomunikasikan secara efektif dan cepat agar para karyawan mengetahui kemana perusahaan akan dibawa serta agar mereka memahami pentingnya perubahan tersebut sehingga mereka bersikap positif dan terlihat aktif terhadap perubahan. Komunikasi dan pendekatan yang efektif merupakan salah satu faktor pendukung perubahan yang efektif. Kendati komunikasi tampaknya mudah untuk dilakukan, faktanya menunjukkan bahwa kegagalan pada perubahan banyak disebabkan oleh miskomunikasi. Pihak manajemen sering merasa bahwa para karyawan seharusnya memahami dan bisa menerima perubahan karena mereka bekerja di perusahaan tersebut. Fakta menunjukkan bahwa perubahan sering membawa ketidakpastian dan kecemasan bagi para anggota organisasi. Komunikasi yang efektif perlu dirancang untuk mengantisipasi resistensi para karyawan, selain itu perlu dipersiapkan masa penyesuaian. Khusus pada perubahan yang bisa berdampak negatif seperti rasionalisasi karyawan dalam jumlah besar, perusahaan seyogjanya secara seksama mengkomunikasikan serta mempersiapkan “fair treatment” bagi karyawan yang dirasionalisasi. Selain itu, perlu diaplikasi sistem yang efektif agar semangat dan motivasi kerja mereka yang tidak terkena rasionalisasi tetap tinggi. 16 3 Managing Identity and Organization Culture Ervan Ismail, S.Sos., M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id e) Empowering broad-based action menghilangkan hambatan pada perubahan dengan cara mengubah sistem atau struktur perusahaan. Perubahan hampir pasti memiliki atau rintangan yang perlu diatasi dengan melakukan perubahan struktur atau sistem yang menghambat. Memang perubahan pada sistem atau struktur tersebut belum tentu menjamin bahwa rintangan terrsebut dapat diatasi namun setidaknya hambatan tersebut diupayakan dikurangi sebanyak- banyaknya. Selain menangani hambatan melalui perubahan pada struktur, pendekatan pada anggota organisasi seyogyanya dilakukan. f) Generating short-term wins merencanakan perbaikan-perbaikan kinerja yang tampak, serta memberi reward pada karyawan yang berkontribusi pada kemenangan tersebut. Short-term wins adalah kemenangan atau keberhasilan kecil yang dicapai oleh karyawan. Agar perubahan yang dilakukan berhasil, keberhasilan-keberhasilan kecil para karyawan yang tercerminkan pada kinerja mereka perlu dirayakan. Karyawan perlu diberi “reward” untuk memacu semua karyawan bekerja lebih baik sehingga mencapai sasaran-sasaran yang jauh lebih besar dan akhirnya perusahaan mampu berkinerja optimal. g) Consolidating gains and producing more change, mengkonsolidasi semua capaian dan berpaya mencapai lebih banyak lagi hasil dari suatu perubahan melalui kredibilitas. Semua sistem, struktur dan kebijakan yang tidak selaras satu dengan yang lain diciptakan. Perusahaan perlu mempekerjakan karyawan serta mengembangkan kompetensinya agar dapat mengimplementasi perubahan. Selain itu, perusahaan senantiasa perlu menyemangati proses perubahan dengan mempersiapkan proyek-proyek baru. h) Anchoring new approaches in the culture yaitu upaya meletakkan pendekatanpendekatan baru pada budaya organisasi demi peningkatan kinerja organisasi. Kinerja yang optimal perlu diraih melalui perilaku karyawan yang berorientasi pada pelanggan dan peningkatan produktivitas kerja, melalui kepemimpinan yang efektif. Keterkaitan antara perilaku-perilaku baru denga keberhasilan organisasi perlu dikomunikasikan, selain peningkatan sarana untuk pengembangan organisasi dan suksesi kepemimpinan. Berkaitan dengan pengelolaan perubahan khususnya budaya, Lewin menawarkan pengelolaan perubahan budaya perusahaan melalui tiga tahapan sebagai berikut: a. Unfreezing (Pencairan). Pada tahap ini semua nilai-nilai, praktik-praktik, kebiasaankebiasaan atau perilaku-perilaku yang dihayati dan dianut para karyawan “dicairkan”. 16 4 Managing Identity and Organization Culture Ervan Ismail, S.Sos., M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Artinya dilakukan suatu gebrakan bahwa mulai saat ini tidak berlaku lagi. Tahap ini seyogyanya didahului oleh evaluasi sejauh mana nilai-nilai atau praktik-praktik yang ada relevan dan mendukung pencapaian sasaran perusahaan. Selain itu, visi yang baru sebaiknya sudah dirumuskan. Bertitik tolak dari visi dan misi, pola pikir dan perilaku karyawan harus mengacu pada pencapaian sasaran-sasaran perusahaan. Pada tahap ini, dilakukan pencairan antara lain nilai-nilai tertentu misalnya tidak disiplin dan boros. Kebiasaan buruk para karyawan masuk dan pulang seenaknya, kerjasama tim yang lemah serta layanan pelanggan yang tidak optimal. Setelah didiagnosis secara seksama, perusahaan X perlu melakukan perubahan budaya yaitu menjadi profesional, berorientasi pada pelanggan dan kerjasama tim. b. Moving (Perubahan). Pada tahap ini perubahan dilakukan; budaya baru mulai diperkenalkan dan disosialisasikan; para karyawan mulai memahami perlunya perubahan. Peraturan-peraturan baru, kebiasaan-kebiasaan baru serta sistem kerja baru mulai diberlakukan. Pelatihan-pelatihan, program sosialisasi dan ritual-ritual yang efektif dilakukan untuk mendukung pembudayaan nilai-nilai baru. Simbol, logo dan slogan perusahaan sering kali diganti untuk mendukung nilai-nilai baru tersebut. Beberapa yang lalu perusahaan Indosat, PLN, serta Pertamina melakukan perubahan budaya perusahaan disertai perubahan logo, slogan, serta sistem kerja. Keberhasilan perubahan budaya perusahaan sangat tergantung pada para pemimpin dalam mentransformasi nilai-nilai baru melalui keteladanan serta ritual-ritual yang efektif. Pada tahap ini kadang-kadang masih terjadi pelanggaran, namun mereka hanya diberi peringatan; “hukumannya” belum disiapkan secara tegas. c. Refreezing (Pembekuan Kembali). Lewin mendefinisikan sebagai the institutionalization of the new equilibrium, or reconstructurization of the social field. Pada tahap ini, karyawan mulai bermotivasi sebab kepastian situasi sudah mulai muncul. Mereka menerima nilai-nilai dan kebiasaan-kebiasaan baru tersebut. Konflik dan politicking yang kadang terjadi pada perubahan budaya mulai berkurang. Para karyawan mulai berfikir dan bekerja secara profesional. Pada tahap ini nilai-nilai baru harus di-refreeze (dibekukan) sebagai implikasinya para pelanggar mulai mendapat sanksi/punishment. Berbeda dengan Lewin, Silverweig & Allen (1976) menawarkan model sistem normatif untuk mengelola perubahan budaya perusahaan. Pendekatan sistem normatif ini memiliki empat tahapan; 16 5 Managing Identity and Organization Culture Ervan Ismail, S.Sos., M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id a. Mengidentifikasi budaya perusahaan. Pada tahap ini, karyawan dilibatkan dalam mengidentifikasi budaya (enacted culture) untuk kemudian membandingkannya dengan budaya yang diharapkan (espoused culture). Delapan dimensi budaya perusahaan yang perlu diidentifikasi di tahap ini yaitu leadership modelling behaviour, tim kerja, sistem komunikasi dan informasi, sistem pengimbalan dan kinerja, kebijakan organisasi, struktur, anggaran dan prosedur, orientasi dan pelatihan, kinerja manajer madya dan orientasi hasil. Contohnya, pertanyaan untuk mengidentifikasi keteladan yang ada (das sein) sebagai berikut : Sejauh mana para pemimpin perusahaan anda memberi contoh atau teladan yang baik pada para bawahannya? 1 2 Tidak pernah 3 4 Kadang- 5 Sangat sering kadang Catatan: Seandainya sebagian besar para karyawan menjawab tidak pernah (skor rerata 1) padahal ekspektasi perusahaan adalah sangat sering (skor rerata 5) maka kesenjangan yang ada dapat diidentifikasi untuk kemudian dikelola secara tepat. b. Mengalami dan merasakan budaya yang diinginkan. Pada tahap ini, para karyawan perlu mengalami budaya yang dikehendaki (experiencing the desired culture) melalui berbagai cara antara lain sistem dan pelibatan. Semua karyawan dilibatkan dalam mendiskusikan dan merumuskan budaya yang dikehendaki, menilai norma-norma yang ada, serta menyepakati cara serta menetapkan sasaran yang akan dicapai. Suatu contoh, para karyawan dilibatkan secara aktif mendiskusikan suatu nilai (misalnya customer oriented). Mereka terlibat dalam merumuskan definisi operasional nilai tersebut serta menentukan cara membudayakannya. Bahkan para karyawan diminta untuk merumuskan indikator perilaku utama nilai-nilai tersebut. c. Memodifikasi budaya yang ada. Pada tahap ini, dilakukan modifikasi budaya (modifying the existing culture) melalui berbagai cara antara lain pelatihan yang berorientasi pada kedelapan ranah seperti telah dipaparkan pada tahap pertama, sosialisasi serta modifikasi perilaku. Suatu contoh, jika perusahaan ingin mengubah budaya dari tidak menghargai waktu menjadi menghargai waktu maka perusahaan perlu mempertimbangkan cara yang efektif untuk melakukan perubahan tersebut. 16 6 Managing Identity and Organization Culture Ervan Ismail, S.Sos., M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Sistem “reward and punishment” merupakan salah satu cara tepat untuk diaplikasikan oleh perusahaan. Kendati tampak efektif, sering pendekatan ini hanya menyentuh pada perubahan perilaku dan tidak menyentuh perubahan nilai. d. Mempertahankan nilai-nilai yang sudah berubah. Pada tahap ini, pihak manajemen perusahaan mempertahankan nilai-nilai yang sudah berubah serta mensosialisasikannya secara taat asas. Selain itu, evaluasi perubahan-perubahan yang sudah terjadi untuk penyempurnaan. 2. Strategi Perubahan Budaya Organisasi A. Pendahuluan Meski telah disadari bahwa budaya organisasi bersifat dinamik dan pluralistik, perdebatan tentang apakah budaya organisasi dapat dikelola dan dikendalikan masih terjadi. Pandangan pertama yang diwakili oleh Gagliardi menyatakan bahwa budaya organisasi dapat dikelola dan dikendalikan. Argumentasi yang digunakan adalah bahwa budaya organisasi merupakan komponen illusive yang menyatu dalam diri setiap orang pada dataran yang paling mendasar (alam bawah sadar), sehingga untuk merubah budaya organisasi membutuhkan pengetahuan yang mendalam tentang bagaimana alam bawah sadar terbentuk dan berfungsi serta memungkinkan akan menimbulkan konsekuensi yang tidak diinginkan. Pandangan kedua menyatakan bahwa budaya organisasi dapat dikelola dan dikendalikan. Pandangan ini terpecah menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu pendapat bahwa perubahan budaya organisasi sangat bergantung kemauan para eksekutif dan pendapat yang mengatakan bahwa perubahan hanya mungkin dilakukan jika memenuhi syarat-syarat tertentu, misalnya kondisi-kondisi yang memungkinkan terjadinya perubahan budaya organisasi. Sementara ada pandangan yang lebihmoderat dalam mensikapi terjadinya perdebatan ini, yaitu pandangan yang tidak mempertentangkan apakah budaya organisasi dapat dikelola dan dikendalikan ataukah tidak, tetapi lebih menekankan tentang bagaimana, kapan dan dalam keadaan apa sebaiknya budaya organisasi diubah. Di antara kondisi lingkungan yang memerlukan perubahan antara lain terjadinya krisis organisasi, pergantian kepemimpinan dan pembentukan organisasi baru. 16 7 Managing Identity and Organization Culture Ervan Ismail, S.Sos., M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id B. Siklus Hidup Organisasi (Organizational Life Cycle) Siklus organisasi tidak berhenti sampai organisasi tersebut lahir dan bisa berjalan, namun sangat diharapkan dapat hidup tanpa batas waktu meski kita tidak tahu kapan organisasi bisa terus tumbuh dan kapan kita terpaksa menghentikan kegiatan organisasi. Setiap orang yang mendirikan organisasi tidak hanya berharap organisasinya hanya sekedar hidup dan menjalankan kegiatannya, namun juga berharap organisasinya terus tubuh berkelanjutan (sustainable growth) Tujuan memahami siklus hidup organisasi adalah agar dapat memahami karakteristik dan budaya pada setiap tahapan dalam siklus hidup organisasi, karena setiap tahapan mempunyai perbedaan. Dengan memahami karakteristik ini, maka setiap manajer akan lebih mudah menetapkan skala prioritas yang berbeda pada setiap tahapan. Di samping itu tujuan memahami siklus hidup organisasi adalah agar setiap orang lebih memiliki keterlibatan dalam organisasi, sehingga manajer lebih mudah menetapkan kapan dan bagaimana perubahan dilakukan untuk mempertahankan hidup organisasi dan menjamin keberlangsungan organisasi. Ada beberapa pendapat tentang siklus hidup organisasi, namun penulis mencoba mencari yang lebih sederhana. Siklus hidup organisasi (SHO) bermula dari sebuah organisasi didirikan (birth stage). Setelah melewati masa kritis, bisa survive dan eksis, siklus organisasi berlanjut ketingkat berikutnya yaitu tumbuh dan menjadi besar (growth stage). Pertumbuhan organisasi ini pada titik tertentu akan berhenti (stagnan karena mengalami kejenuhan (maturity stagnant). Jika situasi kejenuhan ini bisa diatasi maka organisasi akan bangkit kembali (revival stage). Namun sebaliknya jika situasi ini terus berlanjut bukan tidak mungkin siklus akan berlanjut ke tahap penurunan (declining stage) dan boleh jadi sampai ke tahap kematian (death). C. Siklus Hidup Organisasi dan Perubahan Budaya Organisasi Mengubah budaya organisasi bukan perkara mudah, karena sekali budaya sudah terkristalisasi ke dalam masing-masing anggota organisasi dan tersistem dalam kehidupan organisasi, maka para anggota organisasi akan cenderung mempertahankannya tanpa memperhatikan apakah budaya organisasi tersebut functional atau dysfunctional terhadap kehidupan organisasi. Dengan kata lain perubahan budaya hampir selalu berhadapan dengan resistensi para karyawan, sehingga perubahan budaya seringkali berjalan secara gradual dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Perubahan budaya umumnya diawali dengan adanya krisis organisasi (vicious cycle) yakni ketika organisasi berusaha mengatasi situasi kritis baik yang berasal dari dalam organisasi maupun dari luar lingkungan organisasi. Namun demikian tidak berarti bahwa pada tahap pertumbuhan tidak dimungkinkan adanya perubahan budaya organisasi. Hal ini 16 8 Managing Identity and Organization Culture Ervan Ismail, S.Sos., M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id berarti bahwa pada setiap tahap organisasi dimungkinkan adanya perubahan budaya, hanya yang membedakan adalah tujuan dari perubahan tersebut. a. Mekanisme perubahan pada tahap berdiri dan pertumbuhan Pada tahap ini organisasi belum begitu kompleks dan peran pendiri dan atau keluarganya sangat dominant, sehingga budaya organisasi merupakan cerminan nilainilai dan pandangan para pendiri dan para pekerja yang datang belakangan hanya sekedar mengikuti, mempelajari dan mengikuti saja seolah-olah tidak mempunyai peran dalam membangun budaya organisasi. Bagi para pendiri budaya organisasilebih berfungsi sebagai alat untuk mengintegrasikan pekerja dengan organisasi, alat perekat diantara anggota organisasi dan alat untuk membangun komitmen dalam rangka menunjukkan identitas diri organisasi sehingga jika ada perubahan budaya organisasi lebih disebabkan karena adanya tuntutan internal dan agar terjadinya kohesivitas atau integrasi internal yang semakin kokoh. Ada 4 (empat) mekanisme perubahan yang bisa digunakan yaitu: 1) Perubahan evolutif yang bersifat natural; Perubahan budaya yang bersifat natural tanpa adanya rekayasa perencanaan sebelumnya dan lebih berorientasi internal dalam kerangka memperkokoh nilai-nilai yang sudah ada. 2) Perubahan evolutif yang dipandu dari dalam organisasi (self guided) dengan menggunakan terapi organisasi; Perubahan budaya karena adanya kesadaran akan pentingnya memantau terus kondisi internal organisasi, melakukan penilaian dan evaluasi sehingga mengetahui kelemahan dan kelebihan organisasi. Perubahan ini terkadang membutuhkan keterlibatan orang luar dengan tujuan memberikan jaminan secara psikologis kepada orang-orang dalam organisasi bahwa perubahan tidak perlu ditakutkan. 3) Perubahan evolutif dengan hybrids; Perubahan budaya dengan membiarkan budaya lama tetap eksis namun pada saat yang bersamaan mulai diperkenalkan budaya baru sampai pada saatnya nanti budaya baru benar-benar bisa menggantikan budaya yang lama. Untuk perubahan ini diperlukan bantuan orang dalam yang sudah lama bergabung dengan perusahan, sehingga keberadaannya dapat diterima semua pihak. 4) Perubahan revolutif terkendali dengan bantuan pihak luar organisas; Perubahan ini bisa dikatakan revolusioner karena perubahanya melibatkan orang luar meski perubahannya masih dalam batas kendali organisasi (para pendiri). 16 9 Managing Identity and Organization Culture Ervan Ismail, S.Sos., M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id b. Mekanisme perubahan pada tahap perkembangan Pada tahap ini tujuan perubahan budaya adalah untuk melakukan adaptasi eksternal yang dilakukan secara sistematis dan terencana. Adapun mekanisme yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut: 1) Perubahan terencana dan pengembangan organisasi (Planned change and organizational development); Perubahan yang dilakukan secara terencana untuk menselaraskan budaya dengan perkeambangan organisasi di masa yang akan datang. Hal ini dikarenakan perkembangan organisasi tidak sesuai lagi dengan budaya organisasi yang ada. 2) Perubahan budaya dengan memperkenalkan teknologi baru (technological seduction); Perubahan budaya dikarenakan adanya perubahan penggunaan teknologi baru. Perubahan teknologi akan mendorong perubahan perilaku yang merupakan hasil adopsi nilai, keyakinan dan asumsi baru dalam menjalankan aktifitas perusahaan. 3) Perubahan budaya dengan memaparkan sisi negatif dari mitos yang selama ini berkembang di dalam organisasi; Perubahan dilakukan dengan mengembangkan asumsi atau mitos lain yang lebih relevan dalam menjalankan aktifitas perusahaan. 4) Perubahan sedikit demi sedikit tetapi konsisten (Incrementalism); Perubahan dilakukan dengan memanfaatkan setiap kesempatan yang ada dalam upayanya untuk mempengaruhi semua pihak yang terlibat dalam perusahan sehingga tujuan akhir tercapai. c. Mekanisme perubahan pada tahap penurunan Penurunan biasanya diawali dengan adanya krisis organisasi yang disebabkan perubahan internal dan eksternal organisasi. Pada situasi seperti ini biasanya perubahan dilakukan secara structural atau radikal dengan 2 (dua) opsi yang berkembang yaitu transformasi dan destruksi. Adapun mekanisme perubahan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut: 1) Perubahan yang bersifat persuasi dengan sedikit ancaman (coercive persuasion); Perubahan dengan memaksa orang membuka pbikirannya agar bisa memotivasi dirinya untuk mencari informasi baru sehingga ia bisa mendefinisikan ulang kedudukan dirinya dan menentukan apa yang dilakukannya. 2) Perubahan budaya melalui strategi penyehatan organisasi (turnaround); Perubahan ini biasanya dilakukan dengan mulai memperkenalkan budaya baru dengan cara mengedukasi dan coaching para anggota organisasi, merubah struktur dan proses organisasi, memberi perhatian dan penghargaan, menciptakan 16 10 Managing Identity and Organization Culture Ervan Ismail, S.Sos., M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id slogan di samping memberikan sedikit ancaman bagi mereka yang tidak mau berubah. 3) Perubahan budaya melalui reorganisasi dan melahirkan kembali organisasi baru (reorganization and rebirth); Perubahan ini dimulai dengan pembubaran organisasi kemudian membentuk organisasi yang baru baik secara simbolik yaitu dengan cara menata ulang visi, misi dan tujuan jangka panjang serta pergantian kepemimpinan. Sedangkan secara riil berupa berbentuk akuisisi dan merger bahkan joint venture (aliansi strategis). D. Strategi Generik Perubahan Budaya Secara umum Paul Bate menawarkan 4 (empat) pendekatan perubahan budaya yaitu: 1) Pendekatan agresif (Aggressive approach); Perubahan budaya dengan menggunakan pendekatan kekuasaan, non-kolaboratif, membuat konflik, sifatnya dipaksakan, sifatnya win lose, unilateral dan menggunakan dekrit. Menurut Schein disebut pendekatan struktural karena mencabut akar-akar budaya yang ada. 2) Pendekatan jalan damai (Conciliative approach); Perubahan budaya dilakukan secara kolaboratif, dipecahkan bersama, win-win, integratif dan memperkenalkan budaya yang baru terlebih dahulu sebelum mengganti budaya yang lama. 3) Pendekatan korosif (Corrosive approach; Perubahan budaya yang dilakukan dengan pendekatan informal, evolutif, tidak terencana, politis, koalisi dan mengandalkan networking. Budaya lama sedikit demi sedikit dirusak dan diganti dengan budaya baru 4) Pendekatan indoktrinasi (Indoctrinative approachI); Pendekatan yang bersifat normatif dengan menggunakan program pelatihan dan pendidikan ulang terhadap pemahaman budaya yang baru. Berdasarkan pendekatan tersebut di atas, maka Paul Bate menyampaikan ada 5 (lima) tahap perubahan budaya yaitu: 1) Deformative (Tahap gagasan perubahan) yaitu perubahan budaya belum benarbenar terjadi, baru sebatas gagasan yang menegaskan bahwa perubahan budaya perlu dilakukan. Pada tahap ini biasanya terjadi shock therapy dan mendramatisir pemaparan perlunya perubahan budaya. 2) Reconsiliative (Tahap dukungan gagasan perubahan) yaitu Adanya dukungan berbagai pihak terhadap gagasan perubahan budaya. Pada tahap ini terjadinya negosiasi terhadap pelaku budaya baik dari pihak inisiator atau pendorong perubahan maupun pihak yang tidak setuju perubahan budaya. 16 11 Managing Identity and Organization Culture Ervan Ismail, S.Sos., M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 3) Acculturative (Tahap komunikasi dan komitmen) yaitu terjadinya komunikasi yang intensif terhadap kesepakatan yang diperloleh pada tahap sebelumnya untuk menciptakan komitmen. Pada tahap ini perlu dilakukan proses sosialisasi dan edukasi untuk membantu penetrasi perubahan budaya 4) Enactive (Tahap pelaksanaan perubahan) yaitu pelaksanaan hasil pemikiran, pembahasan dan diskusi tentang budaya baru. Pelaksanaan ini terdapat 2 (dua) bentu yaitu personal enactment (masing-masing individu melakukan tindakan yang memungkinkan budaya menjadi bagian dari kehidupan mereka) dan collective enactment (para pelaku budaya secara bersama-sama memecahkan persoalan cultural yang selama ini masih menggantung). 5) Formative (Tahap pembentukan struktur dan bentuk budaya) yaitu saat membentuk dan mendesain struktur budaya sehingga budaya yang dulunya invisible menjadi visible bagi semua anggota organisasi. Dalam melaksanakan perubahan budaya perlu memperhatikan beberapa dimensi perubahan antara lain: 1) Dimensi struktural (budaya yang akan diubah); Tujuannya bukan hanya sekedar mengetahui budaya yang ada tetapi juga agar pelaku perubahan bisa belajar tentang pola pikir organisasi dan orang-orang yang terlibat di dalamnya. 2) Dimensi ruang dan waktu (asal muasal terbentuknya budaya dan perjalanannya sepanjang waktu); Tujuannya agar dalam perubahan budaya tidak terjadi kesalahan yang sama di masa dating. 3) Dimensi proses perubahan (posisi budaya dalam siklus kehidupan budaya). 4) Dimensi konstekstual (situasi lingkungan di mana budaya berada). 5) Dimensi subyektif (tujuan dan keterlibatan orang per orang dalam perubahan). Di samping itu untuk menilai efektifitas perubahan budaya Paul Bate juga menentukan parameternya antara lain: 1) Daya ekspresi yaitu kemampuan untuk menyampaikan ide-ide baru. 2) Daya komonolitas yaitu kemampuan untuk membentuk satu set nilai. 3) Daya penetrasi yaitu kemampuan untuk menembus berbagai level organisasi. 4) Daya adaptif yaitu kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang selalu berubah. 5) Daya tahan yaitu kemampuan untuk menciptakan perubahan yang hasilnya bisa tahan lama. 16 12 Managing Identity and Organization Culture Ervan Ismail, S.Sos., M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id E. Resistensi Terhadap Perubahan Budaya Meski sebagai manusia kita sadar bahwa perubahan merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari, namun ketika perubahan itu menimpa diri kita belum tentu kita mau menerimanya dengan sukarela. Ada beberapa bentuk resistensi (perlawanan) terhadap perubahan budaya yaitu: 1) Culture of denial (Pengingkaran); Munculnya persepsi tentang pengingkaran komitmen perusahan kepada karyawan untuk tetap mempertahankan lingkungan kerja yang lama. 2) Culture of fear (Ketakutan); Munculnya kekhawatiran, stres, depresi dan takut terhadap dampak perubahan yang akan terjadi. Resistensi para karyawan antara lain: 1) Kebiasaan (habit). Dalam organisasi, karyawan khususnya yang telah lama bekerja memiliki kebiasaan yang memungkinkan mereka dapat bekerja dengan cepat. Misalnya seorang karyawan yang terbiasa mengerjakan dengan program tertentu (software), kemudian program tersebut diganti dengan program yang lain maka mereka akan mengalami kesulitan. Perubahan sekecil apapun membutuhkan waktu untuk mengkondisikannya. 2) Khawatir. Sistem manajemen yang sudah diterima oleh sebagian besar karyawan jika berubah jelas akan menimbulkan rasa tidak aman, sebab mereka khawatir tidak mampu menyesuaikannya. Misalnya komputerisasi menyebabkan banyak karyawan, khususnya yang sudah sangat senior merasa tidak nyaman karena sulit menyesuaikannya. Setidaknya perubahan tersebut menuntut karyawan bekerja ekstra yang seringkali hasilnya belum tentu sesuai yang diharapkan perusahaan. 3) Faktor ekonomis. Setiap perubahan sistem kemungkinan dapat mempengaruhi sistem renemurasi, bonus, serta fasilitas-fasilitas lain yang dapat merugikan karyawan. Misalnya penghapusan tunjangan, dan lain-lain. 4) Kehilangan pekerjaan. Saat perubahan dilakukan karyawan sering merasa terancam, stres, cemas dan khawatir karena sistem baru yang diterapkan membawa ketidakpastian. Penerapan IT dibeberapa bank untuk menggantikan fungsi kerja manusia berimplikasi pada pengurangan jumlah karyawan. Perubahan perusahaan selalu membawa dampak pada para karyawan, baik positif maupun negatif. Sebab itu perubahan budaya perlu dikelola secara efektif untuk meminimalkan dampak resistensi, baik yang bersifat individual maupun yang bersifat organisasional. 16 13 Managing Identity and Organization Culture Ervan Ismail, S.Sos., M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi dan mengatasi resistensi terhadap perubahan antara lain: 1) Pendekatan riset, yaitu penelitian mengenai sejauh mana perubahan tersebut diperlukan dan apa dampaknya jika perubahan dilakukan atau tidak dilakukan. Selain itu perlu dianalisis dampak-dampak dari perubahan untuk kemudian mempersiapkan langkah-langkah konkret mengantisipasinya. Sejalan dengan pengelolaan perubahan tersebut perlu dipilih intervensi yang tepat. 2) Dalam beberapa situasi dan kondisi, perusahaan harus berubah secara radikal jika tidak perusahaan akan mengalami persoalan besar dan berakhir dengan kerugian. Namun, perubahan yang drastis sering berimplikasi besar pada karyawan baik secara psikologis maupun teknis. Setelah langkah dan arah perubahan ditentukan, seyogjanya dilakukan pelaksanaan perubahan yang dilakukan secara efektif yang dilakukan oleh change agents. Komunikasi yang efektif, pelibatan karyawan, stress management, negosiasi bahkan kadang-kadang “pemaksaan” perlu dilakukan namun harus dilandasi oleh kehendak yang baik serta diupayakan dilakukan dengan cara yang sebaik-baiknya. Pemantauan proses perubahan perlu dilakukan secara taat asas; masalah-masalah potensial perlu diantisipasi. Perubahan perlu dievaluasi secara berkala. Dengan kata lain, sejauh mana suatu perubahan sudah terjadi dan sesuai dengan yang diharapkan. 16 14 Managing Identity and Organization Culture Ervan Ismail, S.Sos., M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Daftar Pustaka Budiharjo, Andreas. Corporate Culture in Action: Membangun Budaya Profesional untuk Memenangkan Persaingan Bisnis. Jakarta: Prasetya Mulya Publishing, 2014. Uha, Ismail Nawawi. Budaya Organisasi Kepemimpinan dan Kinerja. Jakarta: Kencana, 2013. 16 15 Managing Identity and Organization Culture Ervan Ismail, S.Sos., M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id