Faktor Manusia dalam Human Relations

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
Human
Relations
Faktor Manusia dalam Human
Relations (lanjutan)
Fakultas
Program Studi
Fakultas Ilmu
Komunikasi
Public Relations
Tatap Muka
06
Kode MK
Disusun Oleh
42012
Ervan Ismail, S.Sos., M.Si.
Abstract
Kompetensi
Dalam modul ini akan dibahas nilai,
persepsi, sikap dan personalitas, ego
states, stroking, posisi hidup (life
position) dan permainan, analisis
transaksi dan manajemen interaktif.
Setelah membaca materi ini mahasiswa
diharapkan dapat memahami akan
sikap-sikap manusia dalam human
relations.
Faktor Manusia dalam Human Relations
1. Personalitas
Personalitas adalah keadaan di dalam diri seseorang baik secara psikologi
maupun karakteristik seseorang mempengaruhi bagaimana cara orang merespon
lingkungan sekitarnya .
A. Pengenalan Personalitas
1) Personalitas menghasilkan individu yang berbeda beda.
2) Personalitas itu stabil dan konsisten.
3) Personalitas dapat berubah.
B. Teori Personalitas
1) Teori Fraudian
Kebutuhan atau dorongan dalam hati suatu individu.
2) Teori Personalitas Neo-Fraudian
Hubungan Sosial adalah landasan penting dalam pengambangan personalitas dalam
individu.
3) Teori Sifat
Pendekatan kuantitif kepada suatu indivudu sangat mempengaruhi sifat psikologinya.
Teori Fraudian
Berdasarkan hubungan antara anak dengan orang tua maka individu dapat di
klasifikasikan menjadi:
1) Individu yang murah hati
Individu yang murah hati adalah individu yang menginginkan dirinya untuk dicintai,
dipuji dan dihargai oleh orang lain
2) Individu yang agresif
Individu yang agresif adalah individu yang bergerak untuk melawan individu yang
lainnya, mempunyai rasa kompetisi yang tinggi dan mempunyai keinginan yang kuat
untuk menang.
3) Individu yang terpisah
16
2
Human Relations
Ervan Ismail, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Individu yang terpisah adalah individu yang menjauh dengan individu lainnya,
individu ini independen dan mementingkan diri sendiri.
Teori sifat
1) Teori kepribadian memfokuskan pada karakteristik seseorang.
2) Sifat-sifat adalah yang membedakan satu individu dengan yang lainnya.
3) Kepribadian ini terkait dengan bagaimana konsumen memilih jenis konsumen apa
yang mereka harus gunakan, apa secara luas atau dengan produk tertentu.
Freud
Neo Freud
Trait/Sifat
Dasar Pemikiran: manusia,
Dasar pemikiran:
Dasar pemikiran: kepribadian
memiliki dorongan yang tidak
pembentukan dan
manusia bisa diukur menurut
disadari
pengembangan kepribadian
karakteristik psikologis
didasari hubungan sosial
khusus yang disebut sifat
Kepribadian manusia
Kepribadian manusia
Manusia berbeda karena
dipengaruhi tiga komponen:
digolongkan ke dalam tiga
adanya sifat berbeda pada
Id, Superego, Ego.
kelompok: Patuh, Agresif,
setiap individu. Keinovatifan,
Lepas dari orang lain
Materialisme, Etnosentrisme
(detached)
Kepercayaan bahwa sifat kepribadian atau kecenderungan perilaku diteruskan
melalui keturunan mungkin masih lumrah bagi kebanyakan orang awam. Akan tetapi, para
ahli ilmu sosial masa kini, umumnya tidak menerima penjelasan mengenai perilaku yang
didasarkan pada keturunan. Sesungguhnya sejak zaman Nazi di Jerman, kebanyakan ahli
ilmu sosial kelihatannya mau menarik diri sebanyak mungkin dari teori apa saja yang
mengandung kemungkinan perbedaan antarindividu, ras, atau kelompok etnis yang bersifat
bawaan, yang dapat digunakan sebagai dasar untuk mencap mereka sebagai orang yang
superior atau rendahan. Sebaliknya, perbedaan-perbedaan antarindividu atau kelompok
dijelaskan oleh para ahli ilmu sosial masa kini menurut lingkungan sosial atau persyaratan
budaya. Kurangnya sukses di kalangan kelompok yang tidak berprivilese dalam masyarakat
adalah hasil dari posisi mereka dalam struktur sosial, bukan karena kurangnya kemampuan
bawaan, menurut keyakinan para ahli ilmu sosial masa kini.
Juga implikasi politik laissez-faire dari Darwinisme sosial tidak seluruhnya diterima
oleh para ahli sosiologi masa kini. Banyak dari mereka mungkin mengakui perlunya
16
3
Human Relations
Ervan Ismail, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
keterlibatan pemerintah dalam mengatur suatu sistem ekonomi yang kompleks, dan banyak
juga yang memiliki komitmen terhadap suatu bentuk kebijaksanaan negara yang
mementingkan kesejahteraan sosial. Perubahan-perubahan nilai dan orientasi intelektual
yang mendasar dari para ahli ini menghasilkan suatu keretakan yang tajam antara teori
sosial di Amerika masa kini dan periode Darwinisme sosial pada mulanya. Para ahli teori
masa kini cenderung untuk menerima model Darwinisme sosial awal sebagai kekeliruan
yang menyedihkan dan memalukan, dan mereka sangat curiga akan model teori apa saja
yang sangat percaya akan sifat-sifat biologis yang diwariskan.
C. Kepribadian
Menurut Allport (Pasaribu & Simandjuntak, 1984:95) Kepribadian didefinisikan
sebagai: Personality is the dynamic organization within the individual of those
psychophysical system that determine his unique adjustment to his environment, yang
kurang lebih memiliki arti bahwa kepribadian adalah organisasi yang dinamis pada individu
di dalam system psychophysical yang menentukan keunikan penyesuaian diri terhadap
lingkungan. Psychophysical berarti bahwa kepribadian meliputi mental dan neural (susunan
syaraf) atau keseluruhan fisik-psikologis yang dimiliki seseorang Kepribadian (Muchlas,
2005:84) didefinisikan sebagai gabungan dari semua cara dimana individu bereaksi dan
berinteraksi dengan orang-orang lain, atau kadang-kadang didefenisikan sebagai organisasi
internal dari proses psikologis dankecenderungan perilaku seseorang.
Menururt Stephen dan Timothy, (2008:127), kepribadan juga merupakan organisasi
yang dinamis dalam sistem psikofisiologis individu yang menentukan caranya untuk
menyesuaikan diri secara unik terhadap lingkungan, atau dengan kata lain kepribadian
merupakan keseluruhan cara dimana seseorang individu berekasi dan berinteraksi dengan
individu lain.
Faktor-faktor Penentu Kepribadian
Kepribadian seseorang dihasilkan oleh faktor keturunan, lingkungan dan kondisi
situasional (Stephen dan Timothy, 2008:127), antara lain:
1). Faktor Keturunan.
Faktor keturunan ditransimisikan melalui ”gen”, yang berada dalam kromosom, yang
menentukan keseimbangan hormon, bentuk fisik, dan menentukan atau membentuk
kepribadian. Kepribadian tidak seluruhnya dipengaruhi oleh faktor keturunan, faktor
lingkungan juga dapat mempengaruhi bentuk kepribadian seseorang.
2). Faktor Lingkungan.
16
4
Human Relations
Ervan Ismail, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Faktor lingkungan yang dapat memberikan tekanan kepada kepribadian seseorang
adalah kultur masyarakat dimana seseorang dibesarkan, norma-norma keluarga, temanteman dan kelompok sosial, serta pengaruh-pengaruh lain yang kita alami. Kultur akan
membentuk norma, sikap, dan nilai-nilai yang diwariskan dari satu generasi ke genarasi
berikutnya yang terus menerus berlangsung secara konsisten.
3). Kondisi Situasional.
Kondisi situsional dapat mempengaruhi efek dari faktor-faktor keturunan dan
lingkungan terhadapa kepribadian. Kepribadian seseorang meskipun relatif stabil dan
konsisten, namun dapat berubah pada situasi-situasi yang berbeda. Tuntutan yang berbeda
pada situasi yang berbeda dapat menimbulkan reaksi dan aspek yang berbeda pada
kepribadian seseorang. Oleh karena itu, sebaiknya tidak melihat corak kepribadian secara
terisolasi, tetapi juga mengetahui bahwa situasi-situasi tertentu lebih relevan dari situasisituasi lain dalam mempengaruhi kepribadian sehingga dapat dilihat adanya perbedaanperbedaan individual yang signifikan.
2. Analisa Transaksional
Berdasarkan penjelasan di modul sebelumnya, maka dapat dikatakan bahwa AT
adalah psikoterapi yang mendorong orang-orang mengenali dan memahami perwakilanperwakilan ego-nya.
A. Cara Mengetahui Sikap Ego (Berne)
Bagaimana cara mengetahui sikap ego yang dimiliki setiap orang? Berne mengajukan
empat cara, yaitu:
1) Melihat tingkah laku nonverbal maupun verbal yang digunakannya. Tingkah laku
non¬verbal tersebut pada umumnya sama namun dapat dibedakan kode-kode
simbolnya pada setiap orang sesuai dengan budaya yang melingkupinya. Di
samping nonverbal ada verbal, misalnya pilihan kata, umumnya tingkah laku melalui
komunikasi verbal dan nonverbal muncul sekaligus bersama-sama.
2) Mengamati bagaimana sikap seseorang ketika bergaul dengan orang lain. Dominasi
satu sikap dapat dilihat kalau A sangat menggurui orang lain maka A sangat dikuasai
oleh sikap orangtua dalam hal ini critical parent. Si B suka ngambek maka B dikuasai
oleh sikap anak. Si C suka bertanya dan mencari fakta-fakta atau latar belakang
suatu kejadian maka ia dikuasai oleh sikap dewasa.
16
5
Human Relations
Ervan Ismail, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
3) Mengingat kembali keadaan dirinya sewaktu masih kecil; hal demikian dapat terlihat
misalnya dalam ungkapan: buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Cara berbicara,
gerak-gerik nonverbal mengikuti cara yang dilakukan ayah dan ibunya yang anda
kenaI.
4) Mengecek perasaan diri sendiri, perasaan setiap orang muncul pada konteks, tempat
tertentu yang sangat mempengaruhi apakah lebih banyak sikap orang tua, dewasa,
ataupun anak-anak sangat menguasai mempengaruhi seorang.
Ada dua faktor yang menghambat terlaksananya keseimbangan ego sebagai sikap yang
dimiliki seseorang itu yaitu:
1) Eksklusi (exclusion):
Penguasaan salah satu sikap atau lebih yang terlalu lama pada diri seseorang
sehingga menghambat berfungsinya status ego yang lain. Misalnya sikap orang tua
yang sangat mempengaruhi seseorang dalam satu waktu yang lama sehingga orang
itu terus menerus memberikan nasihat, melarang perbuatan tertentu, mendorong dan
menghardik.
2) Kontaminasi (contamination):
Merupakan suatu situasi dimana batas antara status ego yang satu dengan yang lain
menjadi lemah, sehingga status ego tertentu mengalami pencemaran atau pengaruh
dari status ego lain. Kontaminasi dapat terjadi dalam sikap orangtua ke dewasa dan
dewasa ke anak dan juga dapat terjadi kontaminasi ganda, yaitu jika orangtua dan
anak mencemari dewasa. Individu dikatakan mempunyai kepribadian yang baik jika
status ego dewasa dapat menjadi manajer dari ketiga status ego secara efektif dan
sehat.
Berne mengajukan tiga bentuk transaksi dalam kaitannya dengan interaksi yang terjadi
antara dua individu yaitu:
1) Transaksi komplementer (saling mengisi)
Transaksi jenis ini dapat terjadi jika antara stimulus dan respon cocok, tepat dan
memang diharapkan. Transaksi ini merupakan jenis terbaik dalam komunikasi
antarpribadi karena ter¬jadi kesamaan makna terhadap pesan yang mereka
pertukarkan, pesan yang satu dilengkapi oleh pesan yang lain meskipun dalam jenis
sikap ego yang berbeda. Transaksi komplementer terjadi antara dua sikap yang sama,
sikap dewasa. Transaksi terjadi antara dua sikap yang berbeda namun komplementer,
misalnya sikap orang tua dan sikap anak-anak. Komunikasi antarpribadi dapat
dilanjutkan manakala terjadi tran¬saksi yang bersifat komplementer karena di antara
mereka dapat memahami pesan yang sama dalam suatu makna.
16
6
Human Relations
Ervan Ismail, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
2) Transaksi silang
Transaksi ini terjadi jika antara stimulus dan respon tidak cocok atau diharapkan karena
pesan yang dikirimkan komunikator tidak mendapat respons sewajarnya. Akibat dari
transaksi silang adalah terputusnya komunikasi antarpribadi karena kesalahan dalam
memberikan makna pesan. Komunikator tidak menghendaki jawaban demikian, terjadi
kesalahpahaman sehingga kadang-kadang orang beralih ke tema pembicaraan lain.
3) Transaksi terselubung
Transaksi ini terjadi jika antara dua status ego beroperasi bersama-sama dan ada
campuran beberapa sikap di antara kedua pribadi sehingga salah satu sikap
menyembunyikan sikap yang lainnya. Sikap tersembunyi ini sebenarnya yang ingin
mendapatkan respons tetapi ditanggap lain oleh si penerima. Biasanya dapat dirasakan
-meliputi sikap dewasa di arahkan ke dewasa, akan tetapi menyembunyikan suatu
pesan yang sebenarnya.
Dalam AT orang-orang yang terlibat dalam transaksi-transaksi memainkan permainan
dan menciptakan jarak di antara mereka sendiri. Transaksi itu sekurang-kurangnya
melibatkan dua orang yang memainkan permainan. Segitiga drama Karpman dapat
membantu orang-orang memahami permainan-permainan:
Penuntut
Penyelamat
Korban
Pada segitiga terdapat Penuntut, Penyelamat dan Korban. Dalam sebuah keluarga,
drama itu melibatkan para anggotanya yang masing-masing memainkan peranan seperti
yang terdapat dalam segitiga drama tersebut. Korban memainkan permainan ‘tendang aku’
dengan mengajak bahkan acapkali menuntut agar orang lain menendangnya. Anggota
keluarga yang lainnya buru-buru menyelamatkan si korban dari kekejaman si Penuntut.
Tidak jarang Korban pun menuntut si Penyelamat. Dan Penyelamat dengan pura-pura
menolong bertindak mempertahankan Korban dalam posisi dependen. Seringkali terjadi
perpindahan dari satu posisi ke posisi lain, misalnya dari posisi Penyelamat kepada
Penuntut, atau dari Korban kepada Penuntut.
16
7
Human Relations
Ervan Ismail, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
B. Tujuan Analisis Transaksional
Berdasarkan sifat kontraktual proses terapi AT maka kekuasaan terapis dan klien
cenderung sama, sehingga klien lah yang bertanggungjawab dalam menentukan apa yang
akan diubahnya. Selama pertemuan terapi, klien melakukan evaluasi terhadap arah
hidupnya, berusaha memahami putusan-putusan awal yang telah dibuatnya.
Salah satu sasaran AT adalah membantu orang-orang agar memahami sifat transaksitransaksi mereka dengan orang lain sehingga mereka bisa merespon orang lain secara
langsung dan akrab.
Pada dasarnya AT berasumsi bahwa orang-orang bisa belajar mempercayai dirinya
sendiri, berpikir dan memutuskan untuk dirinya sendiri dan mengungkapkan perasaanperasaannya. Maka dapat dikatakan target yang ingin dicapai dalam terapi ini adalah
adanya tingkat kesadaran pada klien untuk mempunyai kemampuan mental dalam membuat
keputusan-keputusan baru berkaitan dengan tingkah laku ke depan dan arah yang akan
dituju dalam hidupnya. Caranya dengan jalan membantu klien mendapatkan kesadaran
tentang bagaimana ia menghadapi masalahnya yang berkaitan dengan kebebasan memilih
dan memberikan pilihan untuk menentukan cara hidupnya.
Dengan menggunakan prinsip AT, orang-orang bisa sadar akan jenis belaian yang
diperolehnya dan mereka bisa mengubah respon-respon belaian dari negatif ke positif. AT
memainkan permainan belaian untuk melarutkan perasaan-perasaaan tidak enak sehingga
menjadi positif.
3. Manajemen Interaktif
Manajemen interaktif merupakan sebuah pendekatan yang dilakukan untuk membangun
hubungan antara manajer dan pekerja yang positif dan konstruktif. Asumsi dasar dari
pendekatan interaktif dalam manajemen adalah bahwa: “Seseorang akan bekerja dengan
baik dan efektif karena ia merasa bisa mengerti atasannya dan sebaliknya ia juga merasa
dimengerti oleh atasannya”.
Dalam dunia bisnis, manajemen hampir selalu dilihat dalam kerangka produktivitas.
Mengapa? Karena ukuran sukses sebuah organisasi atau unit usaha selalu dilihat dari
tingkat produktivitasnya, apa pun jenis produk dari organisasi atau unit usaha itu. Dan di
sanalah juga terletak ukuran sukses Anda sebagai manajer.
Akibatnya, Anda, sebagai manajer, akan menilai bawahan berdasarkan seberapa
banyak atau seberapa baik produk yang dihasilkannya. Demikian juga, Anda akan dinilai
menurut seberapa tinggi produktivitas bawahan Anda. Implikasi dari cara pandang ini
16
8
Human Relations
Ervan Ismail, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
adalah, tenaga kerja akan diperlakukan sebagai barang atau mesin, yang bisa dieksploitasi
sedemikian rupa untuk keuntungan perusahaan.
Dalam masa-masa terakhir ini, cara pandang seperti ini, kendati berhasil, tidak jarang
menim-bulkan akibat yang negatif, yakni terlantarnya kesejahteraan bawahan yang pada
gilirannya akan merupakan kerugian bagi perusahaan secara keseluruhan, Bertolak dari
masalah itu, maka berkembanglah apa yang disebut pendekatan interaktif dalam
manajemen. Asumsi dasar dari pendekatan ini adalah bahwa “seseorang akan bekerja
dengan baik dan efektif karena ia merasa bisa mengerti atasannya dan sebaliknya ia juga
merasa dimengerti oleh atasannya”.
Jika diperhatikan, ciri-ciri yang dimiliki oleh perilaku manajemen interaktif ini akan
berbeda secara mendasar dengan manajemen yang lebih berorientasi pada teknis. Untuk
lebih menjelaskan apa dan bagaimana ciri-ciri manajemen interaktif, mari kita coba bedakan
dengan ciri-ciri yang ada pada manajemen teknis.
1) Orientasi Pada Pekerja vs. Orientasi Pada Perusahaan
Pada manajemen yang berorientasi teknis, para rnanajer lebih mementingkan
penyelesaian tugas bawahannya. Tugas selesai berapa pun human cost-nya, adalah
diktum utama para manajer. Maka perilaku yang tampil selalu ditandai dengan urgensi,
ketidakjsabaran, dan dominasi.
Di pihak lain, seorang manajer, interaktif akan lebih berperan sebagai konselor,
konsultan atau problem solver. Mereka lebih menekankan upaya membantu bawahan
untuk bisa mengerja-kan tugas sebaik-baiknya. Maka perilaku yang muncul sering
ditandai dengan kepercayaan, kesabaran, empati, dan tidak enggan memberi bantuan.
Dalam derajatnya yang tertinggi, situasi ini akan membangun rasa saling percaya
antara atasan dan bawahan.
2) Menerangkan dan Mendengarkan vs. Memerintah
Manajer berorientasi teknis seringkali mendominasi pembicaraan, dan selalu
menekankan pada tugas dan kewajiban bawahan. Sebaliknya, di dalam manajemen
interaktif penekanartnya selalu pada pemecahan masalah yang membuka komunikasi
dua arah. Salah satu syarat keahlian yang harus dimiliki sang manajer ialah rasa
percaya diri dan kemampuan berkomunikasi secara verbal, baik dalam melontarkan
pertanyaan maupun dalam mendengarkan umpan balik.
3) Membangun Komitmen vs. Penekanan Pada Tugas
Kekuasaan dan wewenang adalah kata kunci pada manajer yang berorientasi teknis.
Maka seringkali muncul kata-kata seperti: “Kerjakan sesuai dengan perintah!” “Manajer
16
9
Human Relations
Ervan Ismail, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
memikirkan, bawahan mengerjakan”. Tampak sekali di sini bahwa tugas seorang
manajer adalah mengendalikan dan memerintah bawahan untuk mengerjakan suatu
tugas secepatnya, tak peduli mereka siap atau tidak. Memang, dalam jangka dekat,
cara seperti ini berhasil. Akan tetapi tak jarang juga cara ini menimbulkan
ketidaksenangan bawahan.
Dalam manajemen interaktif, harus ada perpaduan antara sasaran jangka-pendek
dan jangka panjang. Karena itu di sini diberikan kesempatan pada bawahan untuk
memecahkan masalahnya sendiri, dalam jangka waktu tertentu. Ada ruang untuk
bernapas. Maka di sini yang dipentingkan adalah membangun tim kerja yang efektif dan
efisien, bukan pelaksanaan tugas yang segera. Walaupun akan memakan waktu lebih
banyak untuk mencapai hasil yang nyata, toh, dengan cara ini, keluhan akan berkurang,
akan tumbuh rasa saling percaya dan goodwill antara atasan-bawahan, semangat kerja
akan terjaga, dan akan terbentuk tim kerja yang lebih efektif.
4) Orientasi Pada Manusia vs. Orientasi Pada Tugas
Memenuhi batas waktu pelaksanaan tugas adalah satu hal yang amat penting bagi
manajer yang berorientasi teknis, sehingga upaya maksimal sering diabaikan, demi
memenuhi deadline.
Ini seringkali menyebabkan frustasi di kalangan bawahan. Mereka raerasa tidak
diberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuannya. Manajemen interaktif
berorientasi pada manusia, Maka masalah dan/atau kebutuhan bawahan sama
pentingnya dengan tugas itu sendiri. Tujuan utama seorang manajer interaktif adalah
membangun hubungan dengan bawahan, sehingga motivasi untuk mencapai tujuan
organisasi akan muncul dengan sendirinya pada diri bawahan itu.
5) Mudah Beradaptasi vs. Kekakuan
Manajer berorientasi teknis biasanya menampilkan pola interaksi yang sama
meskipun terhadap bawahan yang berbeda-beda. la tidak mampu bervariasi, karena
tidak peka terhadap gaya, kebutuhan, maupun masalah yang dimiliki oleh setiap
bawahannya. Manajer berorientasi teknis nyaris tidak sensitif terhadap pertandapertanda yang ditampilkan oleh bawahannya yang sebenarnya pertanda itu mewakili
kebutuhan yang terpendam dalam diri si bawahan.
Fleksibilitas atau keluwesan adalah keahlian utama yang dituntut dari seorang
manajer interaktif. la harus luwes berkomunikasi dengan segala tipe bawahan.
Sehingga gaya manajemennya pun bisa disesuaikan dengan tipe bawahan dalam
segala situasi. Terlebih lagi, ia juga perseptif terhadap bahasa verbal dan non-verbal,
dan tidak segan untuk mengubah pendekatan bilamana itu diperlukan.
16
10
Human Relations
Ervan Ismail, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
6) Memuaskan Kebutuhan vs Menghalangi Pemenuhan Kebutuhan.
Jika Anda merasa tahu masalah yang dihadapi seseorang, lalu Anda mengatakan
padanya cara pemecahannya, tanpa menghiraukan umpan balik dari orang itu, maka
biasanya orang tersebut cenderung defensif, menutupi masalah sebenarnya, atau
bahkan merasa tidak senang. Akibatnya interaksi menjadi semacam perdebatan, yang
mengarah pada situasi kalah-menang. Dalam situasi seperti itu, seorang bawahan tidak
mungkin akan berbagi informasi berharga dengan manajernya. Sebaliknya, justru akan
membuat “tabir asap” memberikan informasi-informasi semu yang akan menyulitkan
manajer. Hubungan seperti ini sangat tidak produktif.
Dalam manajemen interaktif, seorang atasan harus ahli dalam menjaring informasi,
sehingga bawahan bisa secarajujur dan terbuka mengungkapkan masalah dan
kebutuhan-kebutuhannya.
Dengan
pendekatan
seperti
itu,
bawahan
akan
mempersepsikan hubungannya dengan atasan sebagai hubungan yang wajar dan
terbuka.
Di sini, sekali lagi, kepercayaan, keyakinan, dan keterbukaan akan secara otomatis
mengalir di tengah-tengah interaksi yang sehat itu. Sementara itu si bawahan juga akan
semakin terlibat secara total dengan proses penyelesaian masalah. Pada gilirannya, hal
ini akan melahirkan komitmen pribadi pada diri bawahan untuk menyukseskan rencana
yang telah disepakati bersama.
7) Membangun Pengertian dan Rasa Saling Percaya
Perilaku manajemen yang telah diuraikan di atas pada akhirnya bersumbu pada
situasi hubungan yang ada antara atasan-bawahan. Apakah hubungan itu bertolak dari
rasa takut dan tegang? Ataukah berdasar pada pengertian dan rasa saling percaya?
Dalam manajemen teknis, biasanya, tingkat rasa takut dan was-was amat tinggi. Baik
manajer dan bawahan saling melakukan “permainan”. Tindak manajemen lebih berupa
persuasi dan kontrol, daripada pemecahan masalah. Hubungan atasan-bawahan
menurun derajatnya, memunculkan sikap defensif dan saling curiga.
Sebaliknya, dalam manajemen interaktif, maka hal-hal seperti kepercayaan,
penerimaan, dan pengertian, adalah norma-norma yang dianut oleh seluruh organisasi.
Komunikasi atasan-bawahan berlangsung dalam suasana terbuka, jujur, dan terus
terang.
Mereka
saling
berbagi
informasi,
dan
masalah
dipecahkan
dengan
kesungguhan. Ada atau tidak ada pengambilan keputusan, baik bawahan maupun
atasan. merasa tenteram. Mereka yakin bahwa mereka bisa sama-sama berbuat bagi
organisasi.
16
11
Human Relations
Ervan Ismail, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Mengamati beberapa perbedaan yang ada antara dua gaya manajemen, sebagaimana
dikontraskan dalam uraian di atas, maka kita bisa menyimpulkan beberapa prinsip dasar
yang ada pada manajemen interaktif:
1) Bahwa semua proses manajemen dibangun di atas hubungan yang berdasar rasa
saling percaya, yang menuntut keterbukaan dan kejujuran, baik dari pihak atasan
maupun bawahan.
2) Bahwa bawahan mau melaksanakan tugas, bukan semata-mata karena perintah,
melainkan karena merasa dimengerti oleh atasannya dan merasa paham akan
masalah yang dihadapi.
3) Bahwa seseorang memiliki kebutuhan untuk ikut serta dalam proses pengambilan
keputusan. Ini bisa dipenuhi dengan melibatkan mereka dalam proses pemecahan
masalah.
4) Jangan mencoba memecahkan masalah yang dihadapi bawahan. Karena kita tidak
akan paham betul akan masalah yang sebenarnya. Anda bisa menunjuk adanya
problem; tapi jangan coba memecahkannya. Beri kesempatan pada bawahan untuk
memecahkan masalahnya sendiri, dengan bantuan Anda, tentunya, sebagai atasan.
16
12
Human Relations
Ervan Ismail, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
Effendy, Drs. Onong Uchjana. Human Relations & Public Relations, Mandar Maju,
Bandung, 1993.
Johnson, Paul Doyle. Diindonesiakan oleh : Robert M.Z. Lawang, Teori Sosiologi :
Klasik dan Modern, Gramedia, Jakarta, 1990
Jefkins, Frank disempurnakan oleh Daniel Yadin. Public Relations. Edisi Kelima.
Terjemahan Haris Munandar, M.A. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2003.
Kasali, Rhenald. Manajemen Public Relations: Konsep dan Aplikasinya di Indonesia.
Jakarta: PT. Pusaka Utama Grafiti, 2003.
Artikel-artikel dari internet, majalah, dan lain-lain.
Majalah Eksekutif edisi Oktober 1989.
16
13
Human Relations
Ervan Ismail, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download