Modul Managing Identity dan Organization Culture [TM13]

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
Managing Identity
and Corporate
Culture
Tipologi Budaya Organisasi
Fakultas
Program Studi
Fakultas Ilmu
Komunikasi
Public Relations
Online
12
Kode MK
Disusun Oleh
42029
Ervan Ismail, S.Sos., M.Si.
Abstract
Kompetensi
Dalam modul ini akan dibahas
mengenai tipologi budaya organisasi
yang terdiri dari: autocratic,
paternalistic, consultative or democratic,
participative and power sharing dan
delegative abdicative.
Setelah membaca materi ini mahasiswa
mampu memahami dan menjelaskan
tipe-tipe budaya organisasi.
Tipologi Budaya Organisasi
1. Jenis dan Tipe Budaya Organisasi
Tipologi dan makna budaya organisasi penting untuk didiskusikan karena terkait
langsung dengan fungsi budaya perusahaan dalam pengembangan dan peningkatan
produktivitas kerja. Masing-masing aktor industri (buruh, serikat pekerja, staf administrasi,
manajer, pengusaha dan pemilik perusahaan) memiliki kepentingan terhadap kelangsungan
organisasi. Istilah atau penamaan tipe nya bisa saja berbeda-beda antara satu ahli dengan
ahli lainnya. Ada beberapa varian tipe yang akan dibahas sebagai alternatif yang bisa
diterapkan atau disesuaikan dengan kondisi organisasi masing-masing.
Want (2006) mengemukakan bahwa tipologi budaya organisasi terdiri dari tujuh tipe
sebagai berikut:
1) Predatory Culture. Tipe budaya ini bersifat sangat tertutup terhadap keinginan dan
kebutuhan para stakeholders. Fakta menunjukkan banyak perusahaan yang berhasil
dan berjaya menjadi tidak lagi peka pada tuntutan dan kebutuhan para stakeholdersnya, khususnya para pelanggan sehingga banyak dari perusahaan berbudaya ini
yang mengalami kehancuran. Siklus organisasi seperti manusia yaitu lahir, tumbuh,
berkembang, dewasa, menurun (decline) terbukti. Fase decline banyak disebabkan
oleh arogansi para pemimpin perusahaan; mereka tidak mau mendengar dan
menanggapi secara serius kebutuhan dan tuntutan para pemangku kepentingan
khususnya pelanggan yang selalu berkembang.
2) Frozen Culture. Tipe budaya ini cenderung otoriter dan tertutup; ia tidak tanggap
pada tuntutan lingkungan bisnis khususnya para pelanggan serta tidak mau
berinovasi.
3) Chaotic Culture. Perusahaan dengan tipe budaya ini kurang bahkan tidak memiliki
visi, misi atau strategi yang fokus. Perusahaan yang memiliki tipe budaya ini kurang
mampu bertahan di pasar karena ia “jalan sendiri” tanpa arah yang jelas serta tak
memiliki visi dan misi.
4) Political Culture. Secara umum perusahaan dengan tipe budaya ini memiliki misi dan
strategi relatif baik. Kendati demikian, strategi tersebut tidak dijalankan secara taat
asas. Salah satu kelemahan budaya ini adalah tingginya perilaku office politicking
para anggotanya.
16
2
Managing Identity and Organization Culture
Ervan Ismail, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
5) Burreacratic Culture. Tipe budaya ini mengacu pada mechanistic philosophy yang
“menuntut” para anggotanya mengikuti prosedur dan aturan secara kaku. Perilaku
birokratis mewarnai perusahaan berbudaya ini.
6) Service Culture. Tipe budaya ini berorientasi pada layanan pelanggan sebab itu ia
dikenal sebagai budaya berkinerja tinggi. Perusahaan yang menganut tipe budaya ini
mengutamakan layanan dan pemenuhan kebutuhan dan permintaan pelanggan.
7) New Age Culture. Tipe budaya ini sangat khas dan unik; dalam tipe budaya ini
inovasi diterjemahkan dalam kinerja bisnis. Selain itu, ia mampu menciptakan
perubahan-perubahan
di
pasar.
Tipe
budaya
ini
lazim
disebut
budaya
entrepreneural, inovatif dan sadar mutu. Tipe budaya ini sangat cocok diadopsi oleh
perusahaan yang berada dalam lingkungan bisnis yang sangat kompetitif.
Gofee & Jones (1998) mengemukakan empat tipe budaya organisasi dengan
mendasarkan pada dimensi solidarity dan sociability. Dimensi solidarity mengukur orientasi
pada tugas; solidarity yang tinggi menunjukkan karyawan dapat bekerjasama dengan baik
untuk mencapai sasaran yang telah disepakati serta mampu memecahkan konflik-konflik
personal.
Sociability
mengukur
orientasi
organisasi
pada
manusia
(relationship).
Berdasarkan dua dimensi tersebut dapat diperoleh empat (4) tipe budaya organisasi yang
dapat digambarkan sebagai berikut:
Solidarity
Low
High
Socialibility
High
Networked
Communal
Fragmented
Mercenary
Low
Gambar 1. Tipologi Budaya

Networked Culture. Pada tipe budaya ini anggota organisasi diperlakukan sebagai
anggota keluarga. Saling menolong di antara karyawan mewarnai perusahaan yang
menganut budaya ini.

Communal Culture. Pada tipe budaya ini anggota organisasi mempunyai rasa
memiliki yang tinggi serta sangat mengutamakan “relationship” namun mereka juga
berorientasi pada tugas (task driven).
16
3
Managing Identity and Organization Culture
Ervan Ismail, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id

Fragmented Culture. Tipe budaya ini termasuk buruk, karena para anggota
organisasi tidak berorientasi baik pada hubungan antar manusia maupun pada
tugas. Kerja sama antar anggota sangat lemah; mereka sangat “individualis”.

Mercenary Culture. Pada organisasi yang memiliki tipe budaya ini mendorong para
anggotanya berorientasi pada tugas/sasaran. Para anggotanya dituntut bermotivasi
tinggi agar menghasilkan kinerja optimal.
Budaya organisasi dalam praktik mempunyai beberapa jenis dan tipe. Jenis budaya
organisasi berdasarkan informasi menurut Robert E. Quinn dan Michael R. McGrath dalam
Tika (2006: 7-8) sebagai berikut:
1) Budaya rasional: Proses informasi individual (klarifikasi sasaran pertimbangan logika,
perangkat pengarahan) diasumsikan sebagai sarana bagi tujuan kinerja yang
ditunjukkan (efisien, produktivitas, dan keuntungan atau dampak).
2) Budaya ideologi: Proses informasi intuitif (dari pengetahuan yang dalam, pendapat
dan inovasi) diasumsikan sebagai sarana tujuan revitalisasi (dukungan dari luar,
dukungan sumber daya dan pertumbuhan).
3) Budaya konsensus: Proses informasi kolektif (diskusi, partisipasi, dan konsensus)
diasumsikan sebagai sarana tujuan kohesi (iklim, moral, dan kerja sama kelompok).
4) Budaya hierarkis: Proses informasi formal (dokumen, kompetensi, dan evaluasi)
diasumsikan sebagai sarana bagi tujuan kesinambungan (stabilitas, kontrol, dan
koordinasi).
Adapun tipe budaya organisasi menurut pendapat Handy (1978: 25) berdasarkan tingkat
formalisasi dan sentralisasi, dengan konfigurasi tersebut budaya perusahaan/organisasi
dapat kelompokkan menjadi empat jenis, yaitu:
1) Formalisasi tinggi – sentralisasi tinggi
2) Formalisasi rendah – sentralisasi tinggi
3) Formalisasi tinggi – sentralisasi rendah
4) Formalisasi rendah – sentralisasi rendah
Jenis yang pertama memiliki ciri-ciri birokrasi yang tinggi, dikelola secara ilmiah dan
memiliki disiplin tinggi. Semua pekerjaan sudah diatur secara sistematis melalui berbagai
macam prosedur, bahkan kalau perlu dengan time and motion study yang cermat. Dengan
demikian porsi pekerjaan seseorang sudah ditetapkan dan bersifat rutin. Harrison
(1972:119) menamakannya budaya Apollo.
Jenis budaya yang kedua bercirikan hubungan lisan yang kuat dan intuitif. Kekuasaan
tertinggi ada di tangan satu orang atau sebuah kelompok dari pusat, seperti seekor laba-
16
4
Managing Identity and Organization Culture
Ervan Ismail, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
laba yang berada di tengah jaringnya. Jenis budaya ini dikenal dengan istilah budaya Zeus
atau budaya kuasa.
Jenis budaya yang ketiga adalah jenis budaya tugas atau matriks. Dalam budaya ini
orang-orang terkumpul dari berbagai latar belakang ilmu dan keterampilan yang berbeda
(interdisipliner) namun mereka terfokus pada tugas yang sama. Cara kerja masing-masing
elemen ini sangat independen namun terikat oleh berbagai prosedur yang ketat. Handy
menamakan budaya ini sebagai budaya Athena.
Jenis keempat suasananya afeksi, saling menghargai, dan keceriaan. Jenis budaya ini
informal dan sangat desentralisasi. Para anggotanya mempunyai tujuan atau kepentingan
yang sama tetapi masih menikmati kebebasan individu yang tinggi. Handy menamakan
budaya Dionysius.
Dalam budaya Apollo atau peran, kekuasaan ada di pihak pimpinan sehingga
tanggungjawab bawahan hanyalah menjalankan tugas sesuai dengan perintah atasan.
Demikian juga dengan budaya Zeus atau kuasa, bawahan hanyalah kepanjangan tangan
pimpinan sehingga lebih ditentukan oleh pimpinan berdasarkan berbagai pertimbangan dan
masukan dari bawahan. Itulah sebabnya budaya tersebut dikelompokkan ke dalam budaya
formalisasi tinggi dan sentralisasi tinggi.
Berbeda dengan budaya Athena atau Tugas, setiap aktor diberi tanggungjawab sesuai
dengan posisinya. Pimpinan bertugas mengkoordinir bawahan, namun top management
tidak dapat menegur langsung pada buruh sesuai dengan struktur organisasi yang ada
harus melalui middle management, selanjutnya middle management menegur staf, dan staf
menegur mandor, terakhir mandor menegur buruh. Budaya Dionysius atau Atomistis
memiliki kesamaan dengan budaya Athena atau Tugas, sebab setiap aktor memiliki
tanggungjawab tugas yang diembannya. Itulah sebabnya budaya tersebut dikelompokkan ke
dalam budaya formalisasi rendah sentralisasi rendah.
Keempat jenis budaya tersebut memiliki kekuatan dan kelemahan. Kekuatan budaya
Apollo atau Peran yaitu adanya kerapian dan keteraturan sehingga kesalahan-kesalahan
yang bersifat fatal dapat dihindari. Kelemahan budaya Apollo atau Peran yaitu kurang
fleksibel dan cepat untuk menghadapi tantangan baru sehingga kalah apabila dibandingkan
dengan perusahaan yang menerapkan budaya Dionysius.
Di pihak lain, kekuasaan organisasi yang menerapkan budaya Zeus atau Kuasa memiliki
birokrasi yang kuat dan kemampuan melindungi perusahaan dengan kukuh. Kelemahan
penerapan budaya ini yaitu tidak adanya kehangatan dan keakraban antara pimpinan
dengan bawahan, sebab semua masalah diselesaikan dengan pendekatan struktural.
16
5
Managing Identity and Organization Culture
Ervan Ismail, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Kekuatan penerapan budaya Athena atau Tugas yaitu adanya keterbukaan untuk
berdialog dan berbeda pandangan apabila perlu. Kelemahan penerapan budaya ini, yaitu
kemungkinan timbul inkonsistensi dengan keputusan yang diambil dan tidak adanya
stabilitas serta ketenangan kerja dalam kehidupan perusahaan tersebut. Kekuasaan budaya
Dionysius dapat memelihara kehangatan dan kekeluargaan antara pihak pimpinan dengan
bawahan. Kelemahan budaya ini apabila diterapkan yaitu adanya resiko yang besar group
think syndrome.
Dari ahli lainnya terdapat beberapa tipe-tipe budaya perusahaan. Gibson (2006),
mengemukakan empat tipe budaya perusahaan, di antaranya yaitu:
1) Budaya Birokrasi (Bureauractic Culture)
Suatu perusahaan yang mementingkan peraturan, kebijakan, prosedur, perintah dan
pengambilan keputusan yang terpusat memiliki budaya birokratis. Pihak militer, instansi
pemerintah dan perusahaan memulai dan mengelola dengan manajer yang otokrat
merupakan contoh dari birokratis. Beberapa individual lebih memilih yang pasti, hierarki, dan
perusahaan yang ketat, seperti perusahaan ini.
2) Budaya Keluarga (Clan Culture)
Menjadi bagian dari keluarga yang bekerja, mengikuti tradisi dan adaptasi,
kerjasama dan semangat, manajemen diri, dan pengaruh sosial merupakan karakteristik
budaya keluarga. Karyawan bersedia untuk bekerja keras untuk suatu kompensasi yang
adil, sesuai dan paket tunjangan tambahan. Dalam budaya keluarga, karyawan
bersosialisasi dengan karyawan lainnya. Anggota saling menolong sesama dan sukses
bersama.
3) Budaya Wirausaha (Entrepreneurial Culture)
Inovasi, kreativitas, pengambilan resiko dan secara agresif mencari kesempatan
menggambarkan budaya wirausaha. Karyawan mengerti akan dinamika perubahan, inisiatif
individu dan otonomi dari praktik-praktik standar.
4) Budaya Pasar (Market Culture)
Suatu penekanan pada pertumbuhan penjualan, peningkatan pangsa pasar,
stabilitas keuangan dan keuntungan merupakan atribut-atribut budaya pasar. Karena
karyawan mempunyai hubungan yang bersifat kontrak dengan perusahaan. Hanya terdapat
sedikit rasa kerjasama dan hubungan dalam tipe budaya seperti ini.
16
6
Managing Identity and Organization Culture
Ervan Ismail, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Sedangkan menurut Cameron dan Quinn, Handy (dalam Amstrong 2003) yang
diterjemahkan oleh Sudarmanto (2009), mengemukakan 4 (empat) tipe budaya perusahaan.
Tipe budaya perusahaan menurut Cameron dan Quinn, Handy (dalam Amstrong 2003) di
antaranya yaitu:
1) Budaya Kekuasaan (Power Culture). Merupakan sumber kekuatan inti yang
menonjolkan kontrol. ada beberapa peraturan atau prosedur dan atmosfer kompetitif,
berorientasi pada kekuatan, dan politis.
2) Budaya Peran (Role Culture). Pekerjaan dikontrol oleh prosedur dan peraturan.
Peran atau deskripsi jabatan adalah lebih penting daripada orang yang mengisi
jabatan tersebut.
3) Budaya Pendukung (Support Culture). Tujuannya bersama-sama membawa orang
yang tepat dan membiarkan mereka melakukan tugas. Pengaruhnya lebih
didasarkan pada kekuatan ahli daripada kekuatan posisi atau pribadi.
4) Budaya Orang (People Culture). Individu adalah titik utama, perusahaan hanya ada
untuk melayani individu yang ada dalam perusahaan.
2. Tipologi Budaya
Menurut Sonnenfeld dari Universitas Emory (Robbins, 1996: 290-291), ada empat
tipe budaya organisasi:
1) Akademi
Perusahaan suka merekrut para lulusan muda universitas, memberi mereka
pelatihan istimewa, dan kemudian mengoperasikan mereka dalam suatu fungsi yang
khusus. Perusahaan lebih menyukai karyawan yang lebih cermat, teliti, dan
mendetail dalam menghadapi dan memecahkan suatu masalah.
2) Kelab
Perusahaan lebih condong ke arah orientasi orang dan orientasi tim dimana
perusahaan memberi nilai tinggi pada karyawan yang dapat menyesuaikan diri
dalam sistem organisasi. Perusahaan juga menyukai karyawan yang setia dan
mempunyai komitmen yang tinggi serta mengutamakan kerja sama tim.
3) Tim Bisbol
Perusahaan berorientasi bagi para pengambil resiko dan inovator, perusahaan juga
berorientasi pada hasil yang dicapai oleh karyawan, perusahaan juga lebih menyukai
karyawan yang agresif. Perusahaan cenderung untuk mencari orang-orang berbakat
16
7
Managing Identity and Organization Culture
Ervan Ismail, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
dari segala usia dan pengalaman, perusahaan juga menawarkan insentif finansial
yang sangat besar dan kebebasan besar bagi mereka yang sangat berprestasi.
4) Benteng
Perusahaan condong untuk mempertahankan budaya yang sudah baik. Menurut
Sonnenfield banyak perusahaan tidak dapat dengan rapi dikategorikan dalam salah
satu dari empat kategori karena merek memiliki suatu paduan budaya atau karena
perusahaan berada dalam masa peralihan.
Sedangkan Schneider dalam (Pearse dan Bear, 1998) mengklasifikasikan budaya
organisasi ke dalam empat tipe dasar:
1) Control culture. Budaya impersonal nyata yang memberikan perhatian pada
kekonkretan, pembuatan keputusan yang melekat secara analitis, orientasi masalah
dan preskriptif.
2) Collaborative culture. Berdasarkan pada kenyataan individu terhadap pengambilan
keputusan yang dilakukan secara people-driven, organic dan informal. Interaksi dan
keterlibatan menjadi elemen pokok.
3) Competence culture. Budaya personal yang dilandaskan pada kompetensi diri, yang
memberikan perhatian pada potensi, alternatif, pilihan-pilihan kreatif dan konsepkonsep teoretis. Orang-orang yang termasuk dalam tipe budaya ini memiliki standar
untuk meraih sukses yang lebih tinggi.
4) Cultivation culture. Budaya yang berlandaskan pada kemungkinan seorang individu
mampu memperoleh inspirasi.
Cameron
dan
Quinn
adalah
sedikit
dari
banyak
ahli
yang
mencoba
mendiferensiasikan berbagai budaya organisasi. Dalam hal ini, Cameron dan Quinn
memandang budaya organisasi sebagai bentukan dari 4 kekuatan yang berbeda. Budaya
Clan, budaya Adhocracy, budaya Hierarchy, dan budaya Market.
Seperti namanya, organisasi dengan budaya Clan adalah tempat kerja yang
atmosfirnya sangat bersahabat seperti layaknya sebuah keluarga besar. Pimpinan-pimpinan
dianggap seperti pembimbing, bahkan mungkin sudah seperti seperti figur bapak. Perekat
dalam organisasi ini adalah adanya loyalitas bersama serta adanya tradisi yang bertahan.
Organisasi memberi perhatian besar pada pengembangan orang-orangnya serta sangat
mementingkan kohesivitas dan semangat kerja. Keberhasilan menurut mereka adalah
apabila organisasi bisa menunjukkan kepekaan pada customer dan kalau karyawan merasa
senang menjadi anggota di sana. Di organisasi seperti ini kerjasama, partisipasi, dan usaha
untuk mempertemukan pendapat adalah tema umum yang dianggap penting.
16
8
Managing Identity and Organization Culture
Ervan Ismail, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Lalu, seperti apa organisasi dengan budaya Adhocracy? Organisasi ini sangat
dinamis, berjiwa entrepreneur dan kreatif. Orang-orangnya berani mengambil risiko untuk
mencoba sesuatu yang baru. Jika di dunia Clan pimpinan itu seperti bapak, maka di sini
pimpinan adalah figur pengambil risiko dan inovator. Dalam organisasi dengan budaya
Adhocracy, yang menjadi perekat dalam organisasi adalah karena orang-orangnya samasama punya komitmen untuk bereskperimen dan berinovasi. Impian organisasi adalah
menjadi yang terdepan dalam inovasi. Organisasi ingin terus tumbuh dan mampu
mendapatkan sumberdaya sumberdaya baru. Sukses bagi mereka adalah apabila berhasil
melempar produk baru dan unik yang membuat mereka direspek atas inovasinya. Di
organisasi seperti ini, kebebasan dan inisiatif karyawan sangat dihargai.
Bagaimana dengan organisasi Hierarchy? Dari namanya saja kok sepertinya birokratis
sekali ya? Birokratis di sini lebih dalam artian sangat formal dan serba tertata. Orangorangnya bekerja mengikuti prosedur. Pemimpin yang dianggap baik adalah mereka yang
mampu menjadi koordinator dan organisator handal serta mengutamakan efisiensi di segala
bidang. Yang sangat penting bagi mereka adalah menjaga agar proses-proses organisasi
bergulir dengan lancar. Oleh karena itu, yang menjadi perekat antara karyawan adalah
peraturan dan prosedur. Kenapa demikian? Peraturan dan prosedur menjadi alat untuk
mencapai stabilitas, efisiensi, dan mulusnya operasi. Sukses itu adalah kalau bisa
menghasilkan keluaran yang andal, jadwal-jadwalnya tepat waktu, dan biayanya rendah.
Dalam menangani karyawan, yang menjadi perhatian adalah adanya kepastian dan rasa
aman dalam bekerja.
Lalu, bagaimana dengan budaya Market? Nah yang ini orientasinya adalah hasil, orangorangnya sangat kompetitif dan goal-oriented. Jajaran pimpinan biasanya tipe pekerja keras,
sangat prestatif. Perekat dalam organisasi seperti ini adalah semangat untuk menang.
Mereka sangat peduli pada reputasi organisasi dan keberhasilan mengalahkan kompetitor.
Fokus jangka panjangnya ada pada tindakan-tindakan kompetitif dan tercapainya targettarget yang terukur. Sukses organisasi mereka ukur dari besarnya pangsa pasar dan
keberhasilan melakukan penetrasi pasar.
Nah, bagaimana dengan organisasi Anda? Jika dilakukan pengukuran (Cameron dan
Quinn juga membuat alat ukurnya), maka akan muncul sebuah profil dalam 4 dimensi
budaya tersebut. Profil itu menunjukkan seberapa kuat karakter budaya Clan ada di
organisasi Anda, seberapa karakter Adhocracy-nya, Hierarchy-nya, dan seberapa karakter
Market-nya. Kalau dipetakan, biasanya ada yang lebih menonjol, nah itulah ciri dominan
organisasi Anda.
Apa gunanya mengetahui semua ini? Anda akan bisa menentukan strategi kualitas
(quality strategy) yang sesuai, bisa mengetahui peran unit SDM yang cocok untuk
organisasi, bisa juga untuk mengetahui pendekatan kepemimpinan seperti apa yang paling
16
9
Managing Identity and Organization Culture
Ervan Ismail, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
pas. Dalam hal ini tidak ada satu budaya yang lebih baik dari yang lain. Tapi yang paling
penting adalah mengenali apakah budaya yang ada sudah cocok dengan tuntutan usaha.
Misalnya, kalau Anda bergerak di industri perangkat elektronik yang kompetisinya pada
inovasi, maka akan sulit kalau budaya organisasi Anda Hierarchy. Kalau bergerak di
manufaktur, mungkin bisa kacau kalau kekuatannya pada Clan. Kemudian, bisa juga antar
unit kerja yang satu dengan yang lain diperlukan budaya yang berbeda.
Intinya pemahaman tentang “karakter” organisasi membuat Anda lebih bisa menghayati
dampaknya pada kehidupan organisasi dan bisa mengambil tindakan perubahan apabila
diperlukan.
Studi Kasus:
Kaitan antara Budaya Organisasi dengan Inovasi
Oleh : Ir. Erlinda M. Nusron, Ph.D
Ketika Google mengakuisisi Android pada tahun 2005 sebagai bagian dari strategi
untuk masuk ke industri platform telepon seluler, banyak pihak termasuk para pimpinan
puncak Microsoft, menganggap enteng langkah ini.
CEO Microsoft bahkan menyatakan dengan lugas bahwa ia tidak terkesan dengan
langkah Google dan justru lebih mengunggulkan keandalan platform Microsoft saat itu, yaitu
Windows Mobile. Kenyataannya, hanya dalam beberapa tahun berikutnya terbukti bahwa
Android menjadi platform telepon seluler nomor satu, tidak hanya di pasar Amerika, namun
juga pasar global.
Prestasi Google di bidang produk (sebutlah Gmail, Chrome, dan YouTube) membuat
masyarakat bisnis bertanya-tanya dan ingin belajar rahasia sukses mereka. Google dikenal
sebagai perusahaan super-kreatif dan tempat bekerja yang menyenangkan.
Perusahaan ini menerapkan aturan “20% Time” dalam bekerja, dimana karyawan
didorong untuk menghabiskan 20 persen waktu kerja mereka untuk melakukan apa pun
yang mereka sukai. Memang, karyawan tidak selalu berhasil menciptakan produk-baru
unggulan yang menguntungkan perusahaan, namun aturan “20% Time” ini dipercaya telah
menjadil muara lahlrnya kreasi-kreasi besar Google yang telah kita nikmati.
Suasana kerja, hubungan antar-karyawan dan antar-bawahan dengan atasan,
hierarki, formalitas, serta aturan baku, keseluruhannya menjadi bagian dari budaya
organisasi yang turut membentuk perilaku karyawan perusahaan.
Berbagai penelitian ilmiah telah menunjukkan bahwa budaya organisasi mampu
menmgkatkan kemampuan perusahaan dalam berkreasi dan menghasilkan produk baru.
Namun, seperti halnya dua sisi mata uang, budaya organisasi juga dapat ‘menjadi
penghambat bagi organisasi dalam berinovasi.
16
10
Managing Identity and Organization Culture
Ervan Ismail, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Sebuah studi dari Naranjo-Valencia, Jimenez-Jimenez, dan Sanz-Valle (2011), yang
meneliti 471 perusahaan di Spanyol, menunjukkan bahwa budaya organisasi merupakan
penentu keberhasilan strategi inovasi.
Naranjo-Valencia dan kawan-kawan mengelompokkan perusahaan-perusahaan tersebut ke
dalam dua dari empat tipe budaya, yaitu Adhocracy, perusahaan yang mengedepankan
fleksibilitas serta berfokus pada hubungan kerjasama dengan pihak eksternal perusahaan,
dan perusahan dengan tipe budaya Hierarchy, yakni perusahaan yang senantiasa
mengupayakan kestabilan dan berorientasi pada penataan internal perusahaan.
Hasil penelitian mereka membuktikan bahwa budaya Adhocracy mendukung
terbentuknya perubahan dan inovasi di perusahaan. Sementara Budaya Hierarchy,
sebaliknya, justru secara tidak langsung menghambat partisipasi karyawan dalam berinovasi
melalui aturan baku, struktur, dan sistem di perusahaan.
Dalam konteks Indonesia, sebuah studi yang dilakukan oleh Center of Innovation
and Collaboration (CIC) PPM Manajemen (2013) atas 208 perusahaan menyajikan bukti
empiris yang sejalan dengan studi di atas.
Studi yang digelar CIC ini menunjukkan bahwa perusahaan yang sukses berinovasi
tidak harus memiliki unit Riset dan Pengembangan (R&D) secara khusus. Perusahaan yang
inovatif adalah perusahaan yang selalu memberi kesempatan pada karyawan untuk
berkreasi (salah satu ciri budaya Adhocracy). Pemimpin perusahaan tersebut bukan sekedar
memiliki visi, namun yang lebih utama adalah memiliki keberanian untuk mengambil
keputusan terkait perubahan dalam organisasi.
Tentu, studi-studi ini masih dapat terus divalidasi dengan penelitian senada
mengenai budaya organisasi di Indonesia. Perusahaan perlu lebih menyadari pentingnya
menerapkan budaya organisasi yang sesuai dengan strategi inovasi mereka. Pemimpin
perusahaan perlu memastikan bahwa budaya di organisasinya dapat menstimulasi
perubahan-perubahan yang mampu meningkatkan daya saing perusahaan.
16
11
Managing Identity and Organization Culture
Ervan Ismail, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
Budiharjo, Andreas. Corporate Culture in Action: Membangun Budaya Profesional
untuk Memenangkan Persaingan Bisnis. Jakarta: Prasetya Mulya Publishing, 2014.
Uha, Ismail Nawawi. Budaya Organisasi Kepemimpinan dan Kinerja. Jakarta:
Kencana, 2013.
http://www.lptui.com/artikel/organizational-assessment-human-performancesystem/yang-mana-karakter-organisasi-anda#sthash.16JIUW1y.dpuf
16
12
Managing Identity and Organization Culture
Ervan Ismail, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download