MODUL PERKULIAHAN Managing Identity and Corporate Culture Tipologi Budaya Organisasi Fakultas Program Studi Fakultas Ilmu Komunikasi Public Relations Online 12 Kode MK Disusun Oleh 42029 Ervan Ismail, S.Sos., M.Si. Abstract Kompetensi Dalam modul ini akan dibahas mengenai tipologi budaya organisasi yang terdiri dari: autocratic, paternalistic, consultative or democratic, participative and power sharing dan delegative abdicative. Setelah membaca materi ini mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tipe-tipe budaya organisasi. Tipologi Budaya Organisasi 1. Jenis dan Tipe Budaya Organisasi Tipologi dan makna budaya organisasi penting untuk didiskusikan karena terkait langsung dengan fungsi budaya perusahaan dalam pengembangan dan peningkatan produktivitas kerja. Masing-masing aktor industri (buruh, serikat pekerja, staf administrasi, manajer, pengusaha dan pemilik perusahaan) memiliki kepentingan terhadap kelangsungan organisasi. Istilah atau penamaan tipe nya bisa saja berbeda-beda antara satu ahli dengan ahli lainnya. Ada beberapa varian tipe yang akan dibahas sebagai alternatif yang bisa diterapkan atau disesuaikan dengan kondisi organisasi masing-masing. Want (2006) mengemukakan bahwa tipologi budaya organisasi terdiri dari tujuh tipe sebagai berikut: 1) Predatory Culture. Tipe budaya ini bersifat sangat tertutup terhadap keinginan dan kebutuhan para stakeholders. Fakta menunjukkan banyak perusahaan yang berhasil dan berjaya menjadi tidak lagi peka pada tuntutan dan kebutuhan para stakeholdersnya, khususnya para pelanggan sehingga banyak dari perusahaan berbudaya ini yang mengalami kehancuran. Siklus organisasi seperti manusia yaitu lahir, tumbuh, berkembang, dewasa, menurun (decline) terbukti. Fase decline banyak disebabkan oleh arogansi para pemimpin perusahaan; mereka tidak mau mendengar dan menanggapi secara serius kebutuhan dan tuntutan para pemangku kepentingan khususnya pelanggan yang selalu berkembang. 2) Frozen Culture. Tipe budaya ini cenderung otoriter dan tertutup; ia tidak tanggap pada tuntutan lingkungan bisnis khususnya para pelanggan serta tidak mau berinovasi. 3) Chaotic Culture. Perusahaan dengan tipe budaya ini kurang bahkan tidak memiliki visi, misi atau strategi yang fokus. Perusahaan yang memiliki tipe budaya ini kurang mampu bertahan di pasar karena ia “jalan sendiri” tanpa arah yang jelas serta tak memiliki visi dan misi. 4) Political Culture. Secara umum perusahaan dengan tipe budaya ini memiliki misi dan strategi relatif baik. Kendati demikian, strategi tersebut tidak dijalankan secara taat asas. Salah satu kelemahan budaya ini adalah tingginya perilaku office politicking para anggotanya. 16 2 Managing Identity and Organization Culture Ervan Ismail, S.Sos., M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 5) Burreacratic Culture. Tipe budaya ini mengacu pada mechanistic philosophy yang “menuntut” para anggotanya mengikuti prosedur dan aturan secara kaku. Perilaku birokratis mewarnai perusahaan berbudaya ini. 6) Service Culture. Tipe budaya ini berorientasi pada layanan pelanggan sebab itu ia dikenal sebagai budaya berkinerja tinggi. Perusahaan yang menganut tipe budaya ini mengutamakan layanan dan pemenuhan kebutuhan dan permintaan pelanggan. 7) New Age Culture. Tipe budaya ini sangat khas dan unik; dalam tipe budaya ini inovasi diterjemahkan dalam kinerja bisnis. Selain itu, ia mampu menciptakan perubahan-perubahan di pasar. Tipe budaya ini lazim disebut budaya entrepreneural, inovatif dan sadar mutu. Tipe budaya ini sangat cocok diadopsi oleh perusahaan yang berada dalam lingkungan bisnis yang sangat kompetitif. Gofee & Jones (1998) mengemukakan empat tipe budaya organisasi dengan mendasarkan pada dimensi solidarity dan sociability. Dimensi solidarity mengukur orientasi pada tugas; solidarity yang tinggi menunjukkan karyawan dapat bekerjasama dengan baik untuk mencapai sasaran yang telah disepakati serta mampu memecahkan konflik-konflik personal. Sociability mengukur orientasi organisasi pada manusia (relationship). Berdasarkan dua dimensi tersebut dapat diperoleh empat (4) tipe budaya organisasi yang dapat digambarkan sebagai berikut: Solidarity Low High Socialibility High Networked Communal Fragmented Mercenary Low Gambar 1. Tipologi Budaya Networked Culture. Pada tipe budaya ini anggota organisasi diperlakukan sebagai anggota keluarga. Saling menolong di antara karyawan mewarnai perusahaan yang menganut budaya ini. Communal Culture. Pada tipe budaya ini anggota organisasi mempunyai rasa memiliki yang tinggi serta sangat mengutamakan “relationship” namun mereka juga berorientasi pada tugas (task driven). 16 3 Managing Identity and Organization Culture Ervan Ismail, S.Sos., M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Fragmented Culture. Tipe budaya ini termasuk buruk, karena para anggota organisasi tidak berorientasi baik pada hubungan antar manusia maupun pada tugas. Kerja sama antar anggota sangat lemah; mereka sangat “individualis”. Mercenary Culture. Pada organisasi yang memiliki tipe budaya ini mendorong para anggotanya berorientasi pada tugas/sasaran. Para anggotanya dituntut bermotivasi tinggi agar menghasilkan kinerja optimal. Budaya organisasi dalam praktik mempunyai beberapa jenis dan tipe. Jenis budaya organisasi berdasarkan informasi menurut Robert E. Quinn dan Michael R. McGrath dalam Tika (2006: 7-8) sebagai berikut: 1) Budaya rasional: Proses informasi individual (klarifikasi sasaran pertimbangan logika, perangkat pengarahan) diasumsikan sebagai sarana bagi tujuan kinerja yang ditunjukkan (efisien, produktivitas, dan keuntungan atau dampak). 2) Budaya ideologi: Proses informasi intuitif (dari pengetahuan yang dalam, pendapat dan inovasi) diasumsikan sebagai sarana tujuan revitalisasi (dukungan dari luar, dukungan sumber daya dan pertumbuhan). 3) Budaya konsensus: Proses informasi kolektif (diskusi, partisipasi, dan konsensus) diasumsikan sebagai sarana tujuan kohesi (iklim, moral, dan kerja sama kelompok). 4) Budaya hierarkis: Proses informasi formal (dokumen, kompetensi, dan evaluasi) diasumsikan sebagai sarana bagi tujuan kesinambungan (stabilitas, kontrol, dan koordinasi). Adapun tipe budaya organisasi menurut pendapat Handy (1978: 25) berdasarkan tingkat formalisasi dan sentralisasi, dengan konfigurasi tersebut budaya perusahaan/organisasi dapat kelompokkan menjadi empat jenis, yaitu: 1) Formalisasi tinggi – sentralisasi tinggi 2) Formalisasi rendah – sentralisasi tinggi 3) Formalisasi tinggi – sentralisasi rendah 4) Formalisasi rendah – sentralisasi rendah Jenis yang pertama memiliki ciri-ciri birokrasi yang tinggi, dikelola secara ilmiah dan memiliki disiplin tinggi. Semua pekerjaan sudah diatur secara sistematis melalui berbagai macam prosedur, bahkan kalau perlu dengan time and motion study yang cermat. Dengan demikian porsi pekerjaan seseorang sudah ditetapkan dan bersifat rutin. Harrison (1972:119) menamakannya budaya Apollo. Jenis budaya yang kedua bercirikan hubungan lisan yang kuat dan intuitif. Kekuasaan tertinggi ada di tangan satu orang atau sebuah kelompok dari pusat, seperti seekor laba- 16 4 Managing Identity and Organization Culture Ervan Ismail, S.Sos., M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id laba yang berada di tengah jaringnya. Jenis budaya ini dikenal dengan istilah budaya Zeus atau budaya kuasa. Jenis budaya yang ketiga adalah jenis budaya tugas atau matriks. Dalam budaya ini orang-orang terkumpul dari berbagai latar belakang ilmu dan keterampilan yang berbeda (interdisipliner) namun mereka terfokus pada tugas yang sama. Cara kerja masing-masing elemen ini sangat independen namun terikat oleh berbagai prosedur yang ketat. Handy menamakan budaya ini sebagai budaya Athena. Jenis keempat suasananya afeksi, saling menghargai, dan keceriaan. Jenis budaya ini informal dan sangat desentralisasi. Para anggotanya mempunyai tujuan atau kepentingan yang sama tetapi masih menikmati kebebasan individu yang tinggi. Handy menamakan budaya Dionysius. Dalam budaya Apollo atau peran, kekuasaan ada di pihak pimpinan sehingga tanggungjawab bawahan hanyalah menjalankan tugas sesuai dengan perintah atasan. Demikian juga dengan budaya Zeus atau kuasa, bawahan hanyalah kepanjangan tangan pimpinan sehingga lebih ditentukan oleh pimpinan berdasarkan berbagai pertimbangan dan masukan dari bawahan. Itulah sebabnya budaya tersebut dikelompokkan ke dalam budaya formalisasi tinggi dan sentralisasi tinggi. Berbeda dengan budaya Athena atau Tugas, setiap aktor diberi tanggungjawab sesuai dengan posisinya. Pimpinan bertugas mengkoordinir bawahan, namun top management tidak dapat menegur langsung pada buruh sesuai dengan struktur organisasi yang ada harus melalui middle management, selanjutnya middle management menegur staf, dan staf menegur mandor, terakhir mandor menegur buruh. Budaya Dionysius atau Atomistis memiliki kesamaan dengan budaya Athena atau Tugas, sebab setiap aktor memiliki tanggungjawab tugas yang diembannya. Itulah sebabnya budaya tersebut dikelompokkan ke dalam budaya formalisasi rendah sentralisasi rendah. Keempat jenis budaya tersebut memiliki kekuatan dan kelemahan. Kekuatan budaya Apollo atau Peran yaitu adanya kerapian dan keteraturan sehingga kesalahan-kesalahan yang bersifat fatal dapat dihindari. Kelemahan budaya Apollo atau Peran yaitu kurang fleksibel dan cepat untuk menghadapi tantangan baru sehingga kalah apabila dibandingkan dengan perusahaan yang menerapkan budaya Dionysius. Di pihak lain, kekuasaan organisasi yang menerapkan budaya Zeus atau Kuasa memiliki birokrasi yang kuat dan kemampuan melindungi perusahaan dengan kukuh. Kelemahan penerapan budaya ini yaitu tidak adanya kehangatan dan keakraban antara pimpinan dengan bawahan, sebab semua masalah diselesaikan dengan pendekatan struktural. 16 5 Managing Identity and Organization Culture Ervan Ismail, S.Sos., M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Kekuatan penerapan budaya Athena atau Tugas yaitu adanya keterbukaan untuk berdialog dan berbeda pandangan apabila perlu. Kelemahan penerapan budaya ini, yaitu kemungkinan timbul inkonsistensi dengan keputusan yang diambil dan tidak adanya stabilitas serta ketenangan kerja dalam kehidupan perusahaan tersebut. Kekuasaan budaya Dionysius dapat memelihara kehangatan dan kekeluargaan antara pihak pimpinan dengan bawahan. Kelemahan budaya ini apabila diterapkan yaitu adanya resiko yang besar group think syndrome. Dari ahli lainnya terdapat beberapa tipe-tipe budaya perusahaan. Gibson (2006), mengemukakan empat tipe budaya perusahaan, di antaranya yaitu: 1) Budaya Birokrasi (Bureauractic Culture) Suatu perusahaan yang mementingkan peraturan, kebijakan, prosedur, perintah dan pengambilan keputusan yang terpusat memiliki budaya birokratis. Pihak militer, instansi pemerintah dan perusahaan memulai dan mengelola dengan manajer yang otokrat merupakan contoh dari birokratis. Beberapa individual lebih memilih yang pasti, hierarki, dan perusahaan yang ketat, seperti perusahaan ini. 2) Budaya Keluarga (Clan Culture) Menjadi bagian dari keluarga yang bekerja, mengikuti tradisi dan adaptasi, kerjasama dan semangat, manajemen diri, dan pengaruh sosial merupakan karakteristik budaya keluarga. Karyawan bersedia untuk bekerja keras untuk suatu kompensasi yang adil, sesuai dan paket tunjangan tambahan. Dalam budaya keluarga, karyawan bersosialisasi dengan karyawan lainnya. Anggota saling menolong sesama dan sukses bersama. 3) Budaya Wirausaha (Entrepreneurial Culture) Inovasi, kreativitas, pengambilan resiko dan secara agresif mencari kesempatan menggambarkan budaya wirausaha. Karyawan mengerti akan dinamika perubahan, inisiatif individu dan otonomi dari praktik-praktik standar. 4) Budaya Pasar (Market Culture) Suatu penekanan pada pertumbuhan penjualan, peningkatan pangsa pasar, stabilitas keuangan dan keuntungan merupakan atribut-atribut budaya pasar. Karena karyawan mempunyai hubungan yang bersifat kontrak dengan perusahaan. Hanya terdapat sedikit rasa kerjasama dan hubungan dalam tipe budaya seperti ini. 16 6 Managing Identity and Organization Culture Ervan Ismail, S.Sos., M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Sedangkan menurut Cameron dan Quinn, Handy (dalam Amstrong 2003) yang diterjemahkan oleh Sudarmanto (2009), mengemukakan 4 (empat) tipe budaya perusahaan. Tipe budaya perusahaan menurut Cameron dan Quinn, Handy (dalam Amstrong 2003) di antaranya yaitu: 1) Budaya Kekuasaan (Power Culture). Merupakan sumber kekuatan inti yang menonjolkan kontrol. ada beberapa peraturan atau prosedur dan atmosfer kompetitif, berorientasi pada kekuatan, dan politis. 2) Budaya Peran (Role Culture). Pekerjaan dikontrol oleh prosedur dan peraturan. Peran atau deskripsi jabatan adalah lebih penting daripada orang yang mengisi jabatan tersebut. 3) Budaya Pendukung (Support Culture). Tujuannya bersama-sama membawa orang yang tepat dan membiarkan mereka melakukan tugas. Pengaruhnya lebih didasarkan pada kekuatan ahli daripada kekuatan posisi atau pribadi. 4) Budaya Orang (People Culture). Individu adalah titik utama, perusahaan hanya ada untuk melayani individu yang ada dalam perusahaan. 2. Tipologi Budaya Menurut Sonnenfeld dari Universitas Emory (Robbins, 1996: 290-291), ada empat tipe budaya organisasi: 1) Akademi Perusahaan suka merekrut para lulusan muda universitas, memberi mereka pelatihan istimewa, dan kemudian mengoperasikan mereka dalam suatu fungsi yang khusus. Perusahaan lebih menyukai karyawan yang lebih cermat, teliti, dan mendetail dalam menghadapi dan memecahkan suatu masalah. 2) Kelab Perusahaan lebih condong ke arah orientasi orang dan orientasi tim dimana perusahaan memberi nilai tinggi pada karyawan yang dapat menyesuaikan diri dalam sistem organisasi. Perusahaan juga menyukai karyawan yang setia dan mempunyai komitmen yang tinggi serta mengutamakan kerja sama tim. 3) Tim Bisbol Perusahaan berorientasi bagi para pengambil resiko dan inovator, perusahaan juga berorientasi pada hasil yang dicapai oleh karyawan, perusahaan juga lebih menyukai karyawan yang agresif. Perusahaan cenderung untuk mencari orang-orang berbakat 16 7 Managing Identity and Organization Culture Ervan Ismail, S.Sos., M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id dari segala usia dan pengalaman, perusahaan juga menawarkan insentif finansial yang sangat besar dan kebebasan besar bagi mereka yang sangat berprestasi. 4) Benteng Perusahaan condong untuk mempertahankan budaya yang sudah baik. Menurut Sonnenfield banyak perusahaan tidak dapat dengan rapi dikategorikan dalam salah satu dari empat kategori karena merek memiliki suatu paduan budaya atau karena perusahaan berada dalam masa peralihan. Sedangkan Schneider dalam (Pearse dan Bear, 1998) mengklasifikasikan budaya organisasi ke dalam empat tipe dasar: 1) Control culture. Budaya impersonal nyata yang memberikan perhatian pada kekonkretan, pembuatan keputusan yang melekat secara analitis, orientasi masalah dan preskriptif. 2) Collaborative culture. Berdasarkan pada kenyataan individu terhadap pengambilan keputusan yang dilakukan secara people-driven, organic dan informal. Interaksi dan keterlibatan menjadi elemen pokok. 3) Competence culture. Budaya personal yang dilandaskan pada kompetensi diri, yang memberikan perhatian pada potensi, alternatif, pilihan-pilihan kreatif dan konsepkonsep teoretis. Orang-orang yang termasuk dalam tipe budaya ini memiliki standar untuk meraih sukses yang lebih tinggi. 4) Cultivation culture. Budaya yang berlandaskan pada kemungkinan seorang individu mampu memperoleh inspirasi. Cameron dan Quinn adalah sedikit dari banyak ahli yang mencoba mendiferensiasikan berbagai budaya organisasi. Dalam hal ini, Cameron dan Quinn memandang budaya organisasi sebagai bentukan dari 4 kekuatan yang berbeda. Budaya Clan, budaya Adhocracy, budaya Hierarchy, dan budaya Market. Seperti namanya, organisasi dengan budaya Clan adalah tempat kerja yang atmosfirnya sangat bersahabat seperti layaknya sebuah keluarga besar. Pimpinan-pimpinan dianggap seperti pembimbing, bahkan mungkin sudah seperti seperti figur bapak. Perekat dalam organisasi ini adalah adanya loyalitas bersama serta adanya tradisi yang bertahan. Organisasi memberi perhatian besar pada pengembangan orang-orangnya serta sangat mementingkan kohesivitas dan semangat kerja. Keberhasilan menurut mereka adalah apabila organisasi bisa menunjukkan kepekaan pada customer dan kalau karyawan merasa senang menjadi anggota di sana. Di organisasi seperti ini kerjasama, partisipasi, dan usaha untuk mempertemukan pendapat adalah tema umum yang dianggap penting. 16 8 Managing Identity and Organization Culture Ervan Ismail, S.Sos., M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Lalu, seperti apa organisasi dengan budaya Adhocracy? Organisasi ini sangat dinamis, berjiwa entrepreneur dan kreatif. Orang-orangnya berani mengambil risiko untuk mencoba sesuatu yang baru. Jika di dunia Clan pimpinan itu seperti bapak, maka di sini pimpinan adalah figur pengambil risiko dan inovator. Dalam organisasi dengan budaya Adhocracy, yang menjadi perekat dalam organisasi adalah karena orang-orangnya samasama punya komitmen untuk bereskperimen dan berinovasi. Impian organisasi adalah menjadi yang terdepan dalam inovasi. Organisasi ingin terus tumbuh dan mampu mendapatkan sumberdaya sumberdaya baru. Sukses bagi mereka adalah apabila berhasil melempar produk baru dan unik yang membuat mereka direspek atas inovasinya. Di organisasi seperti ini, kebebasan dan inisiatif karyawan sangat dihargai. Bagaimana dengan organisasi Hierarchy? Dari namanya saja kok sepertinya birokratis sekali ya? Birokratis di sini lebih dalam artian sangat formal dan serba tertata. Orangorangnya bekerja mengikuti prosedur. Pemimpin yang dianggap baik adalah mereka yang mampu menjadi koordinator dan organisator handal serta mengutamakan efisiensi di segala bidang. Yang sangat penting bagi mereka adalah menjaga agar proses-proses organisasi bergulir dengan lancar. Oleh karena itu, yang menjadi perekat antara karyawan adalah peraturan dan prosedur. Kenapa demikian? Peraturan dan prosedur menjadi alat untuk mencapai stabilitas, efisiensi, dan mulusnya operasi. Sukses itu adalah kalau bisa menghasilkan keluaran yang andal, jadwal-jadwalnya tepat waktu, dan biayanya rendah. Dalam menangani karyawan, yang menjadi perhatian adalah adanya kepastian dan rasa aman dalam bekerja. Lalu, bagaimana dengan budaya Market? Nah yang ini orientasinya adalah hasil, orangorangnya sangat kompetitif dan goal-oriented. Jajaran pimpinan biasanya tipe pekerja keras, sangat prestatif. Perekat dalam organisasi seperti ini adalah semangat untuk menang. Mereka sangat peduli pada reputasi organisasi dan keberhasilan mengalahkan kompetitor. Fokus jangka panjangnya ada pada tindakan-tindakan kompetitif dan tercapainya targettarget yang terukur. Sukses organisasi mereka ukur dari besarnya pangsa pasar dan keberhasilan melakukan penetrasi pasar. Nah, bagaimana dengan organisasi Anda? Jika dilakukan pengukuran (Cameron dan Quinn juga membuat alat ukurnya), maka akan muncul sebuah profil dalam 4 dimensi budaya tersebut. Profil itu menunjukkan seberapa kuat karakter budaya Clan ada di organisasi Anda, seberapa karakter Adhocracy-nya, Hierarchy-nya, dan seberapa karakter Market-nya. Kalau dipetakan, biasanya ada yang lebih menonjol, nah itulah ciri dominan organisasi Anda. Apa gunanya mengetahui semua ini? Anda akan bisa menentukan strategi kualitas (quality strategy) yang sesuai, bisa mengetahui peran unit SDM yang cocok untuk organisasi, bisa juga untuk mengetahui pendekatan kepemimpinan seperti apa yang paling 16 9 Managing Identity and Organization Culture Ervan Ismail, S.Sos., M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id pas. Dalam hal ini tidak ada satu budaya yang lebih baik dari yang lain. Tapi yang paling penting adalah mengenali apakah budaya yang ada sudah cocok dengan tuntutan usaha. Misalnya, kalau Anda bergerak di industri perangkat elektronik yang kompetisinya pada inovasi, maka akan sulit kalau budaya organisasi Anda Hierarchy. Kalau bergerak di manufaktur, mungkin bisa kacau kalau kekuatannya pada Clan. Kemudian, bisa juga antar unit kerja yang satu dengan yang lain diperlukan budaya yang berbeda. Intinya pemahaman tentang “karakter” organisasi membuat Anda lebih bisa menghayati dampaknya pada kehidupan organisasi dan bisa mengambil tindakan perubahan apabila diperlukan. Studi Kasus: Kaitan antara Budaya Organisasi dengan Inovasi Oleh : Ir. Erlinda M. Nusron, Ph.D Ketika Google mengakuisisi Android pada tahun 2005 sebagai bagian dari strategi untuk masuk ke industri platform telepon seluler, banyak pihak termasuk para pimpinan puncak Microsoft, menganggap enteng langkah ini. CEO Microsoft bahkan menyatakan dengan lugas bahwa ia tidak terkesan dengan langkah Google dan justru lebih mengunggulkan keandalan platform Microsoft saat itu, yaitu Windows Mobile. Kenyataannya, hanya dalam beberapa tahun berikutnya terbukti bahwa Android menjadi platform telepon seluler nomor satu, tidak hanya di pasar Amerika, namun juga pasar global. Prestasi Google di bidang produk (sebutlah Gmail, Chrome, dan YouTube) membuat masyarakat bisnis bertanya-tanya dan ingin belajar rahasia sukses mereka. Google dikenal sebagai perusahaan super-kreatif dan tempat bekerja yang menyenangkan. Perusahaan ini menerapkan aturan “20% Time” dalam bekerja, dimana karyawan didorong untuk menghabiskan 20 persen waktu kerja mereka untuk melakukan apa pun yang mereka sukai. Memang, karyawan tidak selalu berhasil menciptakan produk-baru unggulan yang menguntungkan perusahaan, namun aturan “20% Time” ini dipercaya telah menjadil muara lahlrnya kreasi-kreasi besar Google yang telah kita nikmati. Suasana kerja, hubungan antar-karyawan dan antar-bawahan dengan atasan, hierarki, formalitas, serta aturan baku, keseluruhannya menjadi bagian dari budaya organisasi yang turut membentuk perilaku karyawan perusahaan. Berbagai penelitian ilmiah telah menunjukkan bahwa budaya organisasi mampu menmgkatkan kemampuan perusahaan dalam berkreasi dan menghasilkan produk baru. Namun, seperti halnya dua sisi mata uang, budaya organisasi juga dapat ‘menjadi penghambat bagi organisasi dalam berinovasi. 16 10 Managing Identity and Organization Culture Ervan Ismail, S.Sos., M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Sebuah studi dari Naranjo-Valencia, Jimenez-Jimenez, dan Sanz-Valle (2011), yang meneliti 471 perusahaan di Spanyol, menunjukkan bahwa budaya organisasi merupakan penentu keberhasilan strategi inovasi. Naranjo-Valencia dan kawan-kawan mengelompokkan perusahaan-perusahaan tersebut ke dalam dua dari empat tipe budaya, yaitu Adhocracy, perusahaan yang mengedepankan fleksibilitas serta berfokus pada hubungan kerjasama dengan pihak eksternal perusahaan, dan perusahan dengan tipe budaya Hierarchy, yakni perusahaan yang senantiasa mengupayakan kestabilan dan berorientasi pada penataan internal perusahaan. Hasil penelitian mereka membuktikan bahwa budaya Adhocracy mendukung terbentuknya perubahan dan inovasi di perusahaan. Sementara Budaya Hierarchy, sebaliknya, justru secara tidak langsung menghambat partisipasi karyawan dalam berinovasi melalui aturan baku, struktur, dan sistem di perusahaan. Dalam konteks Indonesia, sebuah studi yang dilakukan oleh Center of Innovation and Collaboration (CIC) PPM Manajemen (2013) atas 208 perusahaan menyajikan bukti empiris yang sejalan dengan studi di atas. Studi yang digelar CIC ini menunjukkan bahwa perusahaan yang sukses berinovasi tidak harus memiliki unit Riset dan Pengembangan (R&D) secara khusus. Perusahaan yang inovatif adalah perusahaan yang selalu memberi kesempatan pada karyawan untuk berkreasi (salah satu ciri budaya Adhocracy). Pemimpin perusahaan tersebut bukan sekedar memiliki visi, namun yang lebih utama adalah memiliki keberanian untuk mengambil keputusan terkait perubahan dalam organisasi. Tentu, studi-studi ini masih dapat terus divalidasi dengan penelitian senada mengenai budaya organisasi di Indonesia. Perusahaan perlu lebih menyadari pentingnya menerapkan budaya organisasi yang sesuai dengan strategi inovasi mereka. Pemimpin perusahaan perlu memastikan bahwa budaya di organisasinya dapat menstimulasi perubahan-perubahan yang mampu meningkatkan daya saing perusahaan. 16 11 Managing Identity and Organization Culture Ervan Ismail, S.Sos., M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Daftar Pustaka Budiharjo, Andreas. Corporate Culture in Action: Membangun Budaya Profesional untuk Memenangkan Persaingan Bisnis. Jakarta: Prasetya Mulya Publishing, 2014. Uha, Ismail Nawawi. Budaya Organisasi Kepemimpinan dan Kinerja. Jakarta: Kencana, 2013. http://www.lptui.com/artikel/organizational-assessment-human-performancesystem/yang-mana-karakter-organisasi-anda#sthash.16JIUW1y.dpuf 16 12 Managing Identity and Organization Culture Ervan Ismail, S.Sos., M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id