BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Latar Belakang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman (Anonim, 2004). Pangan yang beredar telah dipisahkan dari bagian karkas hewan utuh sehingga jenis hewan yang digunakan tidak dapat diketahui. Hal ini menyebabkan para pembeli tidak dapat mengetahui jenis hewan yang digunakan sehingga pembeli hanya mengandalkan kejujuran penjual. Ketidakjujuran penjual itulah yang mengancam keamanan pangan yang sedang beredar di masyarakat. Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia (Anonim, 2004). Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan telah merekomendasikan ketersediaan daging yang ASUH, yaitu Aman, Sehat, Utuh, Halal. Aman berarti tidak mengandung bibit penyakit, racun, residu obat dan hormon, cemaran logam berat, cemaran pestisida, cemaran zat berbahaya, serta bahan-bahan atau unsur-unsur lain yang dapat menyebakan penyakit dan mengganggu kesehatan manusia. Sehat diartikan mengandung zat-zat yang berguna 1 2 bagi kesehatan dan pertumbuhan tubuh. Utuh berarti tidak dicampur dengan bagianbagian lain dari hewan yang tidak layak dikonsumsi (Nurrachmawati, 2014), dan halal berarti tidak mengandung unsur atau bahan haram atau dilarang untuk dikonsumsi umat Islam, dan pengolahannya tidak bertentangan dengan syariat Islam (Anonim, 2001). Kebutuhan pangan yang tinggi menuntut para pelaku usaha untuk selalu menyediakan daging sapi dalam jumlah besar. Akan tetapi, terkadang peningkatan permintaan konsumen terhadap daging terutama daging sapi tidak dapat diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi sehingga memicu timbulnya kenaikan harga daging sapi. Keadaan tersebut kemudian dimanfaatkan oleh beberapa pelaku usaha dengan memalsukan dan mencampur daging sapi dengan daging lainnya pada produk olahan daging sapi seperti bakso dan bakso tusuk. Bakso merupakan salah satu produk olahan daging sapi yang dicampur dengan tepung dan dimasak dengan proses tertentu untuk dikonsumsi, sedangkan bakso tusuk merupakan sejenis makanan jajanan yang terbuat dari tepung dan daging yang dibentuk bulat kemudian direbus atau digoreng hingga matang dan disajikan dengan saus (Hartono et al., 2011; Widati et al., 2012; Djodjoka et al., 2015). Pada awalnya bahan utama pembuatan bakso dan bakso tusuk adalah daging sapi. Seiring berjalannya waktu mulai muncul bakso dan bakso tusuk yang terbuat dari daging ayam, ikan, babi, atau tikus. Keanekaragaman bahan utama pembuatan bakso dan bakso tusuk ini dapat mengganggu keamanan pangan karena tidak memenuhi aspek daging ASUH seperti yang telah direkomendasikan oleh 3 Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Hal ini dapat menimbulkan ketakutan konsumen terhadap terkontaminasinya produk bakso dan bakso tusuk tersebut. Identifikasi sumber daging dari produk olahan daging merupakan hal yang penting dilakukan, terutama di negara-negara Muslim yang menekankan aspek higiene, halal, dan sehat pada makanan. Metode konvensional untuk mengidentifikasi sumber daging dari produk olahan daging yaitu berdasarkan teknik analisis protein, seperti imunokimia (Lenstra et al., 2001), sodium dodecyl sulfate polyacrylamide gel electrophoresis (SDS-PAGE), isoelectric focusing (IEF), HPLC (Ghovvati et al., 2009), dan ELISA (Chen dan Hsieh, 2000). Protein yang digunakan dalam proses identifikasi tersebut mudah rusak karena pemanasan selama pembuatan bakso sehingga menyebabkan protein terdenaturasi. Bakso dan produk olahan daging lainnya merupakan senyawa kompleks yang membutuhkan metode uji yang sensitif untuk mengidentifikasi target DNA yang benar (Roostita et al., 2014), sehingga teknik identifikasi yang lebih modern sekarang ini menggunakan teknik analisis berbasis DNA. Hal ini disebabkan DNA memiliki kelebihan lebih stabil ketika dipanaskan pada suhu pemasakan mencapai 120oC (Erwanto et al., 2014; Lenstra et al., 2001). Kemajuan teknologi di bidang molekuler kemudian menjadi pilihan alternatif untuk mengidentifikasi sumber daging dari produk olahan daging karena metode deteksi yang cepat, sederhana, dan akurat dibutuhkan untuk mendeteksi produk olahan daging tersebut. Pendekatan molekuler telah dilakukan sejak dahulu 4 seperti hibridisasi DNA (Ebbehoj dan Thomsen, 1991), spesies-specific PCR (Che Man et al., 2007), real-time PCR (Sawyer et al., 2003), dan multiplex PCR (Matsunaga et al., 1999). Pada teknik PCR, DNA nukleus dan DNA mitokondria dapat digunakan sebagai target identifikasi, tetapi kebanyakan penelitian menggunakan DNA mitokondria sebagai target. Hal ini disebabkan mitokondria pada tiap sel dan molekul DNA mitokondria di dalam setiap mitokondrion jumlahnya lebih banyak daripada DNA nukleus sehingga membuat DNA mitokondria mudah diamplifikasi (Erwanto et al., 2014). Pada DNA mitokondria, yang paling sering digunakan sebagai target amplifikasi adalah gen 12S dan 16S rRNA, actin, cytochrome b, cytochrome oxidase-II, NADH dehydrogenase 5/6 dan mtD-loop (Edris et al., 2012). Salah satu modifikasi teknik PCR adalah multiplex PCR. Metode ini merupakan metode yang menggunakan lebih dari satu pasangan primer, dimana semua primer tersebut dicampurkan ke dalam campuran PCR yang sama, dan digunakan untuk mengamplifikasi beberapa target DNA yang berbeda pada waktu yang bersamaan (Pelt-Verkuil et al., 2008). Dibandingkan dengan metode deteksi lain, multiplex PCR memiliki kelebihan dapat mengamplifikasi beberapa target gen DNA secara bersamaan dan dapat mendeteksi beberapa spesies daging pada periode waktu yang pendek (Edris et al., 2012). 5 Pada penelitian ini, teknik multiplex PCR diaplikasikan untuk mendeteksi campuran daging ayam, babi, tikus pada produk olahan daging berupa bakso dan bakso tusuk. DNA mitokondria gen 12S rRNA dan 16S rRNA digunakan sebagai target spesifik. Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi pemalsuan bakso daging sapi berupa bakso dan bakso tusuk yang dijual di wilayah Kota Yogyakarta menggunakan teknik multiplex PCR. Manfaat Penelitian Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat sebagai kontrol bakso daging sapi berupa bakso dan bakso tusuk yang pada akhirnya dapat meningkatkan kepercayaan konsumen. Selain itu juga diharapkan dapat mengetahui kemampuan teknik multiplex PCR dalam mendeteksi cemaran jenis daging lain pada bakso tusuk yang dijual di wilayah Kota Yogyakarta.