BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia. Pangan termasuk didalamnya bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman (UndangUndang Nomor 18 Tahun 2012). Penyelenggaraan pangan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan memproduksi pangan secara mandiri, memenuhi persyaratan keamanan, meningkatkan nilai tambah dan daya saing komoditas pangan (Anonim, 2012). Problematika pangan Indonesia berupa kendala produksi, terbatasnya tenaga penyuluh pertanian, mahalnya harga bibit, subsidi pangan masih belum efektif, ketergantungan pangan impor kian meningkat, petani sulit mengakses sumber-sumber pembiayaan murah, peran bulog (badan urusan logistik) masih lemah, dan strategi agriculture dikalahkan oleh strategi agribusiness (Ika, 2014). Startegi agribusiness seringkali lebih mementingkan keuntungan daripada keamanan pangan. Keamanan pangan bertujuan untuk melindungi manusia dari resiko yang ditimbulkan dari bahan tambahan (additives) dalam pangan, pemalsuan, racun (toxins), organisme penyebab penyakit dalam makanan atau 1 2 penyakit zoonosis, serta agar makanan dapat berfungsi baik dengan kandungan zat gizi yang tercukupi dan memenuhi kriteria seperti yang diharapkan (Zulfanita et al., 2013; Marwanti, 2010). Persyaratan keamanan pangan adalah standar dan ketentuan-ketentuan lain yang harus dipenuhi untuk mencegah pangan dari kemungkinan adanya bahaya, baik karena cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia (Anonim, 2004). Prosedur keamanan pangan bermanfaat untuk meningkatkan nilai kepercayaan masyarakat terhadap kebutuhan pangan terutama hewani. Berita Antara (14 Agustus 2014) melaporkan bahwa kebutuhan pangan hewani masyarakat Yogyakarta sudah tercukupi bahkan tingkat konsumsi masyarakat juga meningkat, terutama daerah Sleman. Peningkatan konsumsi ditandai dengan peningkatan produksi telur sebesar 3,51 %, susu sebesar 14,08 %, ikan 18,2 persen, dan daging 5,80% dari produksi tahun 2012 (Anonim, 2014b; Billah, 2012). Daging dikonsumsi umumnya berupa daging segar maupun daging olahan. Daging olahan yang umumnya digemari masyarakat, misalnya bakso. Minat bakso di Indonesia sangatlah tinggi, sehingga menjadikan bakso sebagai peluang usaha yang menjanjikan. Namun, beberapa oknum menyalahgunakan makanan kegemaran masyarakat demi memperoleh keuntungan yang besar, seperti yang diberitakan oleh Liputan6.com pada 28 Mei 2011. Bakso yang seharusnya berupa daging sapi, ikan atau ayam digantikan dengan daging tikus. Bakso tikus sangat berbahaya bagi kesehatan karena dapat menularkan penyakit, seperti leptospirosis, 3 toxoplasmosis, salmonellosis, plague, dan lain-lain (Belmain, 2006; Wahyudi 2006). Bakso tikus yang dimasak sempurna tetap dapat menularkan penyakit (Stitt, 2006). Bakso tikus tidak termasuk dalam kriteria aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH). Bakso tikus tidak aman karena mengandung bahaya biologik maupun kimiawi seperti toksin. Bakso tikus tidak sehat karena gizi yang terkandung rendah tidak seperti bakso pada umumnya. Bakso tikus merupakan bakso dari daging sapi yang dicampur dengan daging tikus sehingga tidak utuh (Afianti, 2009). Bakso tikus yang berasal dari daging tikus berdasarkan Al Hadist Muslim dan Al Quran surah Al Maidah ayat 88 termasuk binatang yang haram untuk dikonsumsi. Bakso tikus yang diberitakan oleh Liputan6.com tempo itu berasal dari bakso keliling. Bakso keliling yang menjual bakso tikus, kemungkinan juga menjual ke distributor lain untuk mendapat keuntungan lebih, seperti pasar tradisional atau pasar swalayan. Secara umum pasar swalayan ini menjual berbagai kebutuhan pokok, baik pangan dan sandang. Pasar swalayan juga menjual bahan baku kebutuhan pangan seperti bakso, baik bakso yang sudah sejak awal dalam kemasan atau bakso yang dibuat oleh pasar swalayan itu sendiri, demi memenuhi kebutuhan konsumen dengan manajemen keamanan yang sudah diterapkan oleh tiap pasar swalayan. Manajemen keamanan yang diterapkan tiap pasar swalayan berbeda, sehingga kemungkinan bakso tikus tersebut bisa masuk dan dijual ke konsumen. Seiring perkembangan teknologi yang pesat, kini telah ditemukan metodemetode yang dapat diaplikasikan untuk mendeteksi adanya bakso tikus atau 4 daging tikus dalam bakso. Metode yang digunakan berdasarkan pendeteksian protein seperti enzyme linked immunosorbent assay (ELISA) atau pendeteksian DNA seperti polymerase chain reaction (PCR) (Anonim, 2013; Martin et al., 2007). Namun, metode ELISA memiliki kelemahan seperti spesies yang digunakan tidak spesifik dan spesifitas rendah walaupun memiliki keunggulan seperti biaya murah dan waktu cepat (Anonim, 2013; Utami et al., 2008). Metode yang lebih sering digunakan adalah metode berdasarkan pendeteksian DNA yaitu amplifikasi DNA dengan teknik PCR. Metode PCR memiliki keunggulan dapat mendeteksi sampel dalam keadaan mentah maupun yang telah mengalami proses pengolahan dan spesifik terhadap spesies tertentu (Anonim, 2013; Marlina et al., 2013; Martin et al., 2007). Metode PCR telah dilakukan pada pangan, baik mentah maupun olahan, seperti pendeteksian daging kucing, anjing, ayam, babi, tikus, dan deteksi daging babi dalam kapsul atau bakso (Marlina et al., 2013; Nuraini et al., 2012; Sahilah et al., 2011; Martin et al., 2007). Metode PCR yang digunakan dalam penelitian, sering menggunakan DNA mitokondria (mtDNA) sebagai target. Cytochrome b salah satu yang menggunakan mtDNA sebagai penanda berupa ribosom DNA subunit 12S dan 16S (Nuraini et al., 2012). Pada penelitian, metode PCR diaplikasikan untuk mendeteksi ada atau tidaknya daging tikus dalam bakso dengan primer yang memiliki target berupa DNA mitokondria gen ribosom RNA subunit 12S. Primer yang digunakan spesifik untuk jenis tikus Rattus norvegicus dan Mus musculus. 5 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi ada atau tidaknya daging tikus pada produk pangan bakso dari pasar swalayan dengan teknik PCR. Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang ada tidaknya bakso yang dicampur dengan daging tikus yang dijual di pasar swalayan dan diharapkan dapat meningkatkan kewaspadaan konsumen dalam memilih bakso.