BAB. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bakso merupakan makanan yang sangat populer di Indonesia. Bakso dapat dijumpai mulai dari pedagang gerobak yang berkeliling hingga restoran di hotel berbintang. Bahan dasar pembuatan bakso adalah daging. Bakso dapat dibuat dari daging sapi, kerbau, ayam, kelinci maupun babi. Umumnya produsen bakso menggunakan daging sapi dan daging ayam. Mahalnya harga daging sapi, umumnya menjadi alasan bagi para produsen yang tidak bertanggung jawab untuk mencampurkan daging babi pada produk buatannya. Daging babi merupakan sumber protein hewani yang harganya murah dan mudah diperoleh di pasaran. Daging babi sering digunakan untuk campuran bakso, dendeng, abon dan produk berbasis bakso lainnya. Produsen yang tidak bertanggung jawab, mencampur produknya dengan daging babi tanpa label atau keterangan yang jelas dengan alasan ekonomi, demi meraih keuntungan yang besar. Hal ini terbukti dengan munculnya beberapa kasus yang beredar mengenai pemalsuan produk berbasis daging yang dicampur dengan daging babi, yang cukup meresahkan masyarakat Indonesia Pada Desember 2012, Dinas Peternakan dan Perikanan Jakarta Selatan, menemukan sebuah kios bakso yang menjual bakso babi, di wilayah Kebayoran Baru (Syailendra, 2012). Pada waktu yang sama Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia, Kalimantan Timur, menemukan produk bakso di Samarinda dan Kabupaten Kutai Kartanegara yang terindikasi bercampur daging babi (Amirullah, 2012). 1 2 Transparansi jenis daging pada poduk makanan berkaitan erat dengan keamanan pangan yang bertujuan untuk meningkatkan permintaan konsumen serta sangat penting untuk melindungi agama, kepercayaan dan hak para konsumen (Ali M.E et.al, 2012). Menurut Undang-Undang No.18 tahun 2012 tentang pangan, pada salah satu pasal disebutkan bahwa keamanan pangan diselenggarakan untuk menjaga pangan tetap aman, hiegenis, bermutu, bergizi dan tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya masyarakat. Apabila terdapat pelanggaran terhadap keamanan pangan, misalnya pemalsuan produk makanan maka akan dikenai sanksi yang sesuai. Tidak hanya di Indonesia, di Eropa (European Commission) menerapkan undang-undang tentang pangan terkait dengan keamanan pangan yang diterapkan dengan ketat (Ali M.E et.al, 2012) Apabila ditinjau dari segi agama, keberadaan daging babi dan derivatnya pada makanan menjadi perhatian serius bagi pemeluk agama Islam. Menurut sudut pandang Islam, pemilihan makanan didasarkan pada status halal yang diajarkan dalam Al-Quran (Nakyinsige et.al, 2012). Islam mengharamkan secara keseluruhan segala macam produk yang mengandung babi. Identitas dan keaslian bahan makanan serta produknya ditunjukkan dalam ketetapan atau persetujuan dari badan sertifikasi halal, seperti Halal Food Authority (HFA) di Inggris, Islamic Food and Nutrition Council of America (IFANCA), Australian Federation of Islamic Council (AFIC), Islamic Religious Council of Singapore (MUIS) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Secara krusial, mereka bertugas untuk mengklarifikasi keaslian atau kehalalan suatu produk makanan serta 3 memastikan pelabelan yang akurat untuk melindungi para konsumen Muslim (Nakyinsige et.al, 2012) Umumnya setiap jenis daging mempunyai ciri khas masing-masing karena memiliki komposisi kimia yang berbeda. Komposisi kimia tersebut berpengaruh terhadap sifat fisik suatu daging seperti kenampakan, rasa, warna, aroma dan tekstur. Warna, aroma dan tekstur serta kenampakan secara keseluruhan antara daging satu dengan daging yang dapat dibedakan secara indrawi. Sebagai contoh, jumlah mioglobin yang semakin besar, memberikan warna yang semakin intensif pada daging. (Heinz et.al, 2007). Warna daging sapi yang merah, berbeda dengan warna daging ayam yang oranye keputihan karena mioglobin pada daging sapi jauh lebih besar daripada daging ayam. Sifat fisik daging yang sudah matang atau sudah tercampur homogen dengan daging lainnya sulit diamati secara indrawi. Misalnya, daging babi yang telah dimasak mempunyai rasa dan kekenyalan yang mirip dengan daging anak lembu (Heinz et.al, 2007). Dibutuhkan pengujian yang lebih spesifik supaya bisa membedakan spesies hewan satu dengan spesies lain pada suatu produk makanan berbasis daging. Salah satu pengujian yang memungkinkan untuk membedakan spesies satu dengan lainnya adalah identifikasi berbasis protein dan DNA. Pengujian berbasis protein misalnya dengan metode ELISA (Enzym-Linked Immuno Sorbent Assay), merupakan metode immunologi yang melibatkan enzim untuk mendeteksi keberadaan antibodi atau antigen di dalam sampel (Asensio et.al, 2007). Selain itu juga terdapat metode yang sangat cepat untuk mendeteksi keberadaan spesies babi 4 pada sampel menggunakan KIT yaitu porcine detection KIT yang menggunakan prinsip immunokromatografi. Sedangkan identifikasi spesies berbasis DNA dapat dilakukan dengan metode PCR (Polymerase Chain Reaction) yaitu dengan membuat salinan DNA sampel sebanyak-banyaknya, kemudian diikuti elektroforesisi untuk menentukan besarnya fragment DNA yang terbentuk dan memverifikasi hasil uji. Dewasa ini kemajuan teknologi telah mengalami peningkatan yang sangat pesat dibidang molekuler. Teknologi tersebut dapat diaplikasikan untuk mendeteksi kandungan DNA pada bahan. Manfaat menggunakan metode analisis menggunakan DNA adalah lebih akurat karena DNA dapat ditemukan di semua tipe sel pada suatu individu dengan informasi genetik yang identik. DNA merupakan molekul yang stabil dalam proses ekstraksi dan analisis DNA sangat mungkin dikerjakan dari beberapa tipe sampel yang berbeda (Jain, 2004). Dengan demikian upaya untuk mendeteksi cemaran daging lain yang ada pada produk daging dapat diketahui. PCR dapat mengamplifikasi DNA dalam jumlah besar dan mempunyai batas deteksi yang sangat rendah dibandingkan dengan pengujian yang berbasis protein (Nakyinsige et al, 2012). Metode Polymerase Chain Reaction (PCR) telah banyak dipakai dan telah berhasil untuk mendeteksi kandungan babi pada produk berbasis daging. Bentuk lain dari modifikasi PCR adalah PCR-RLF (Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism) namun metode ini justru membutuhkan waktu yang cukup lama karena melalui dua tahapan yaitu analisis PCR itu sendiri dan pemotongan DNA hasil PCR (Erwanto 5 et.al, 2012). Multilex PCR adalah salah satu bentuk pengembangan dari metode PCR yang memanfaatkan primer lebih dari satu dalam satu kali running. Penggunaan metode multiplex PCR untuk analisa sampel dalam jumlah banyak dapat menghemat waktu, terjangkau serta memiliki sensitifitas yang tinggi (Dalmasso et.al, 2003) Ghovvati et.al (2008) dari Iran telah mengunakan metode multiplex PCR untuk mendeteksi kandungan babi pada produk sosis, cold cut dan daging giling. Martin et.al (2007) menggunakan metode multiplex PCR untuk mendeteksi kandungan kucing, anjing dan tikus pada produk makanan hewan. Metode multiplex PCR ini juga telah diaplikasikan untuk mendeteksi keaslian produk obat tradisional Cina dari hewan rusa (Dai-Ming Zha et.al, 2011). Melalui penelitianpenelitian tersebut, terbukti penggunaan metode multiplex PCR dapat menghemat waktu dan biaya serta sangat sensitif dan mempunyai batas deteksi yang sangat rendah (Dai-Ming Zha et.al, 2011; Ghovvati et.al, 2008; Dalmasso et.al,2003) 1.2 Perumusan Masalah Masalah yang dihadapi adalah: Maraknya berita pemalsuan produk makanan berbasis daging yang dicampur dengan daging babi di beberapa wilayah di Indonesia meresahkan masyarakat, terutama yang memeluk agama Islam Dibutuhkan metode identifikasi yang cepat untuk mengetahui ada atau tidaknya cemaran babi pada produk bakso 6 Dibutuhkan metode analisis yang akurat, cepat dan murah untuk mendeteksi jenis daging yang terdapat pada produk bakso dalam jumlah yang banyak Kondisi optimum amplifikasi DNA dengan multiplex PCR untuk spesies babi,sapi dan ayam pada produk bakso belum diketahui. 1.3 Tujuan Penelitian Menggunakan Porcine Detection KIT sebagai uji cepat dalam mendeteksi ada tidaknya daging babi pada sampel Mendeteksi jenis daging yang terkandung dalam sepuluh sampel bakso mengunakan metode multiplex PCR dengan primer spesies babi (Sus scrofa), sapi (Bos taurus) dan ayam (Gallus gallus) 1.4 Manfaat Penelitian Dapat mengaplikasikan Porcine Detection KIT untuk tujuan uji kualitatif secara cepat dalam mengetahui kandungan daging babi pada produk bakso Dapat mengaplikasikan teknologi multiplex PCR untuk mendeteksi sampel bakso dengan primer babi, sapi dan ayam Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai data untuk menunjukkan jenis daging yang terkandung pada beberapa sampel bakso yang diambil di wilayah Yogyakarta Utara Melindungi kepercayaan konsumen, khususnya yang beragama Islam serta memberi dan melindungi hak konsumen untuk mengetahui asal usul yang jelas atas produk yang akan dibelinya.