BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem keuangan adalah sebuah set interaksi kompleks antara institusi keuangan dan pasar yang menyalurkan dana untuk investasi dan penyediaan fasilitas, termasuk sistem pembayaran dan pendanaan kegiatan komersial (International Monetary Fund, 2006). Sistem ini menyediakan fasilitas bagi pihak kekurangan dana dan pihak kelebihan dana untuk memenuhi kebutuhannya. Pelaku utama sistem ini tidak hanya institusi keuangan seperti bank komersial, bank sentral, asuransi, lembaga sekuritas dan lain-lain, tetapi institusi yang secara langsung dan tidak langsung berkaitan dengan institusi keuangan, seperti rumah tangga, institusi nonfinansial, pemerintah, sektor publik, pasar finansial, dan properti. Keterkaitan antarpihak dalam sistem ini memiliki keuntungan dan kerugian. Jika sistem ini secara bersama-sama tumbuh sehat, sistem ini akan menjadi kuat dan mampu mendukung perekonomian negara. Bagaimana jika salah satu anggota sistem tersebut tidak sehat? Sebagai sebuah sistem, sistem akan pincang dan tidak dapat memfasilitasi pihak kelebihan dana dan kekurangan dana. Kesehatan sistem terancam dan secara langsung akan berdampak pada ekonomi secara makro dan konsumen akan secara langsung merasakan dampaknya. Oleh karena itu, sistem yang rentan ini memerlukan stabilitas dalam kondisi apapun. Stabilitas keuangan dapat dicapai dengan pendekatan mikroprudensial dan makroprudensial. Mikroprudensial adalah kewenangan yang dimiliki entitas tertentu untuk mengawasi kinerja institusi keuangan secara individual dan makroprudensial ! 1 adalah kewenangan yang dimiliki oleh entitas tertentu untuk mengawasi sistem keuangan secara keseluruhan. Stabilitas sistem keuangan adalah suatu kondisi yang menunjukkan mekanisme ekonomi dalam penetapan harga, alokasi dana dan pengelolaan risiko agar berfungsi secara baik dan mendukung pertumbuhan ekonomi (Bank Indonesia, 2014). Sistem keuangan yang stabil adalah sistem yang dapat bertahan jika terdapat syok internal ataupun eksternal. Seperti yang disebutkan di atas, pendekatan makroprudensial menjadi kata kunci utama dalam menjaga stabilitas sistem keuangan karena dengan pendekatan makroprudensial, risiko yang dihadapi adalah risiko sistemik, bukan lagi hanya risiko idiosinkratik. Risiko sistemik adalah kumpulan dari berbagai jenis hubungan bisnis antara institusi keuangan selama periode krisis melalui ketidaklikuidan, kekurangan modal finansial, dan kerugian (Billi, Getmansky, Lo & Pelizzon, 2012). Alasan mengapa risiko sistemik ini menjadi penting adalah adanya contagion effect. Efek ini muncul akibat salah satu insitusi dalam sistem yang runtuh dan menyebar ke institusi lainnya dalam sistem. Indonesia memiliki kedua mekanisme pendekatan untuk memastikan sistem dan institusi secara individu sehat. Kewenangan makroprudensial saat ini dipegang oleh Bank Indonesia. Kewenangan mikroprudensial dipegang oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang baru saja dibentuk pada awal 2014. Penelitian ini menyoroti aspek makroprudensial karena nantinya makroprudensial yang dapat menjelaskan risiko sistemik sistem keuangan di Indonesia. Penelitian ini juga menyoroti aspek mikroprudensial, yaitu bagaimana peran bank dalam sistem mempengaruhi risiko individual bank. Bank adalah salah satu bagian dari sistem keuangan finansial yang mendominasi sistem. Bank merupakan institusi yang menghimpun dana dari ! 2 masyarakat dan menyalurkannya kepada masyarakat. Selain itu, bank memiliki kemampuan untuk menyerap krisis karena dana masyarakat terhimpun pada bank. Kemampuan menyerap krisis oleh bank dijelaskan oleh Basel III. Basel III merupakan sebuah kerangka revisian dari Basel I dan Basel II yang bertujuan untuk memperbaiki kemampuan sektor perbankan dalam menyerap syok dan stress ekonomi (Bank for International Settlement, 2010). Hoggart et al. (2002) yang dikutip oleh Lehar (2005) menemukan bahwa selama krisis perbankan, Produk Domestik Bruto (PDB) akan turun 15%-20%. Peneliti mencoba untuk mencari perbandingan nilai pinjaman yang diberikan oleh bank dalam rupiah dan valuta asing kepada industri lain terhadap nilai emisi saham pada akhir 2012 dan minggu pertama 2013. Peneliti mendapatkan data dari Statistika Ekonomi dan Keuangan Indonesia (Bank Indonesia, 2015) untuk data nilai total pinjaman yang diberikan bank dalam rupiah dan valuta asing kepada industri lain. Data nilai emisi didapatkan dari laporan Statistika Pasar Modal Minggu Pertama 2013 (Otoritas Jasa Keuangan [OJK], 2013a). Total pinjaman yang diberikan oleh bank kepada industri sebesar Rp 1.916,4441 trilyun dan nilai emisi efek, baik obligasi atau saham, adalah Rp 913,70 trilyun. Besaran pendanaan industri dari perbankan bernilai dua kali lipat daripada besaran pendanaan industri oleh pasar efek pada pergantian tahun 2012-2013. Hal ini menunjukkan bahwa industri menggantungkan pendanaan dari perbankan. Jika sektor perbankan runtuh, berbagai industri akan tergoncang dan ekonomi nasional akan terganggu sehingga peran perbankan dalam menyerap syok akan sangat bermanfaat bagi industri lainnya untuk dapat berkembang. !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 1!Nilai total pinjaman oleh bank kepada industri sebesar Rp 2.738.054 milyar. Nilai ini dikurangi ! 3 Statistik mengatakan bahwa perbankan merupakan sektor yang dominan dalam industri keuangan di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari nilai pasar dari perusahaanperusahaan keuangan yang tercatat pada Bursa Efek Indonesia. Grafik 1.1 menjelaskan bank mendominasi struktur sistem keuangan Indonesia, sebesar 93% dikuasai bank. Bank$ Ins-tusi$Finansial$ Perusahaan$Sekuritas$ Asuransi$ Lainnya$ 1%$ 2%$ 1%$ 3%$ 93%$ Grafik 1.1 Proporsi Nilai Pasar Tiap Sektor dalam Industri Keuangan tahun 2014 Sumber: Indonesia Stock Exchange Fact Book 2014, diolah Otoritas Jasa Keuangan telah mencatat perubahan-perubahan lanskap perbankan Indonesia yang dipengaruhi oleh empat hal, yaitu demografi, investasi pada industri lain, regulasi, dan situasi regional. Otoritas Jasa Keuangan menjelaskan bahwa perubahan demografi menjadi salah satu pendorong perubahan lanskap perbankan Indonesia yang dominan. Saat ini, Indonesia didominasi oleh masyarakat kelas menengah dengan usia produktif yang dominan. Hal ini membuat pola konsumsi dan kebutuhan atas akses keuangan berubah. Konsumen menginginkan bank menjadi sebuah toserba finansial yang ! 4 menyediakan semua jenis produk keuangan dalam satu atap. Pelayanan yang cepat dan kombinasi produk antara bank, pasar modal, dan asuransi saat ini menjadi kebutuhan konsumen. Banyaknya variasi dan inovasi produk keuangan saat ini meningkatkan risiko yang terekspos kepada institusi keuangan karena ada kemungkinan produk tidak disukai konsumen, kebutuhan modal yang besar untuk menyediakan banyak produk, dan lainnya. Regulasi perbankan yang berubah memastikan bahwa institusi tersebut sehat. Reformasi regulasi ini menuntut reformasi yang komprehensif, mencakup struktur permodalan, likuiditas, governance, dan sekuritisasi. Kerangka analisis kesehatan bank yang cukup terkenal adalah CAMEL, capital, assets, management, earnings, dan liquidity. Selain itu, perbankan Indonesia saat ini dihadapkan pada ASEAN Economy Community yang akan mengintegrasikan sistem keuangan di ASEAN pada 2020. Perubahan lanskap perbankan, secara khusus dan industri keuangan secara keseluruhan, membawa risiko dan manfaat bagi institusi sebagai individu, sistem secara keseluruhan, konsumen, dan perekonomian nasional. Secara global, kesepakatan antara bank sentral dan otoritas keuangan di berbagai negara membentuk sebuah rekomendasi sistem pengawasan untuk menjamin stabilitas perbankan di dunia, yaitu Basel I, Basel II, dan Basel III. Basel I 1988 merupakan hasil pemikiran dua belas perwakilan negara melalui bank sentral untuk membahas rekomendasi penanganan risiko yang terjadi pada industri perbankan. Basel I ini berfokus pada risiko kredit (Balthazar, 2006) yang didefinisikan sebagai tingkat kecukupan modal pada on- dan off-balance sheet 2 . Tujuan dari Basel I ini adalah, pertama, peningkatan kesehatan dan stabilitas sistem !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 2!On-balance sheet memiliki definisi tercantum pada laporan keuangan perusahaan dan off-balance sheet memiliki definisi tidak tercantum langsung dalam laporan keuangan tetapi berdampak pada arus kas di masa depan (Saunders & Cornett, 2014)! ! 5 perbankan internasional, dan, kedua, mengurangi sumber dari ketidaksamaan keunggulan pada bank-bank di skala internasional. Konsensus ini berhasil mencapai kesepakatan kecukupan modal minimum perbankan sebesar 8% terhadap aset tertimbang. Selain itu, ketentuan tentang on- dan off-balance sheet diatur dalam Basel I ini. Basel II merupakan modifikasi yang lebih komprehensif daripada Basel I. Basel II memiliki tujuan penting, yaitu mengurangi insentif pengambilan risiko oleh perbankan. Basel II berdiri pada tiga pilar besar, yaitu minimum capital requirement, supervisory review process, dan market disciplines. Minimum capital requirement yang dijelaskan pada Basel I sudah menangkap sensitivitas risiko, tetapi Basel II lebih mengakomodasi sensitivitas risiko yang lebih sensitif daripada Basel I (Elizalde, 2007). Basel II memiliki model risiko yang lebih kompleks daripada Basel I. Pilar kedua condong pada penguatan dan dorongan kepada pengawas nasional untuk mengawal konsensus ini dan menjamin keefektifannya (Elizade, 2007). Pilar ketiga berisi tentang market disciplines. Konsensus ini diharapkan dapat mendorong pasar agar mengembangkan keterbukaan informasi pada aplikasi, modal, ekspos risiko, proses penilaian risiko, dan kecukupan modal dari institusi terkait (Basel Committee on Banking Supervision, 2004 yang dikutip oleh Elizade, 2007). Basel Committee on Banking Supervision (2011) merangkum Basel III yang berisi reformasi penguatan modal dan likuditas global yang bertujuan untuk menguatkan daya serap syok perbankan agar tidak ada risiko yang bocor (spillover risk). Basel III menyediakan kerangka permodalan dunia yang diukur dengan ketentuan dan kualitas permodalan dan jenis-jenis risiko yang dihadapi. Billio et al. (2010) mengukur risiko sistemik dengan lima metoda, yaitu korelasi, autokorelasi, principle component analysis, regime switching model, dan ! 6 pengujian Kausalitas Granger. Billio et al. (2012) mengukur risiko sistemik dengan dua metoda ekonometrika, yaitu principal components analysis dan Kausalitas Granger untuk hedge funds, broker, bank, dan asuransi. Gao & Ren (2013) memperbaiki artikel Billio et al. (2012) yang dilengkapi dengan analisis topologi dasar dan bagaimana hubungan ukuran sentralitas, ukuran peran bank dalam sistem, terhadap risiko individual bank. Peneliti mereplikasi dengan reduksi alat analisis artikel dari Billio et al. (2012) dan Gao & Ren (2013). Peneliti mengukur risiko sistemik dengan Kausalitas Granger sebagai prediksi hubungan masa depan antarbank berdasarkan data masa lalu. Selain itu, Kausalitas Granger dapat menjelaskan hubungan kausal Granger yang menjadi proksi dari interkoneksi antarbank dengan pendekatan risiko pasar. Peneliti memvisualisasikan hubungan kausal antarbank. Hubungan kausal antarbank menghasilkan Derajat Kausalitas Granger sebagai ukuran risiko sistemik. Selanjutnya, peneliti melakukan analisis yang dilakukan oleh Gao & Ren (2013) untuk menguji bagaimana hubungan ukuran sentralias, ukuran peran bank dalam sistem, dengan risiko individual bank. 1.2 Rumusan Masalah Sesuai dengan peran mikro-makroprudensial, fenomena perbankan Indonesia dan konsensus global tentang sistem keuangan, peneliti ingin mengungkap lebih lanjut bagaimana profil risiko sistemik di Indonesia. Selain itu, penelitian tentang risiko sistemik dengan pendekatan risik yang dibagi bersama dalam sistem untuk Indonesia masih terbatas. Penelitian ini menambah kajian tentang profil risiko sistematik ! sistem keuangan Indonesia dengan pendekatan yang berbeda, 7 interconnectedness, dengan pendekatan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, procyclical. Rumusan masalah dapat disarikan menjadi pertanyaan penelitian yang dijawab pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana profil risiko sistemik sistem keuangan Indonesia berdasarkan analisis Kausalitas Granger dengan pendekatan risiko pasar? 2. Apakah ada hubungan antara ukuran sentralitas, ukuran peran bank dalam sistem, terhadap risiko individual bank di Indonesia? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur risiko sistemik sistem keuangan Indonesia dengan pendekatan risiko pasar. Selain itu, penelitian ini untuk menguji bagaimana hubungan ukuran sentralitas terhadap risiko individual bank. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan gambaran secara utuh dan komprehensif tentang profil risiko sistemik Indonesia. Penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan bagi regulator untuk menghindari krisis finansial di beberapa tahun mendatang. 1.5 Pembatasan Masalah Penelitian ini mengacu pada Billio et al. (2012) dan Gao & Ren (2013) seperti yang dijelaskan pada paragraf terakhir subbab 1.1. Alasan peneliti memilih sektor perbankan Indonesia sebagai proksi dari sistem keuangan Indonesia karena proporsi nilai kapitalisasi pasar sektor perbankan lebih dari 90% dari industri keuangan dan ! 8 peneliti menduga bahwa perubahan dalam sektor perbankan secara signifikan mempengaruhi industri keuangan. 1.6 Sistematika Penulisan BAB I: PENDAHULUAN Bab ini membahas tentang latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan pembatasan masalah penelitian ini. BAB II: TINJUAN PUSTAKA Bab ini menjelaskan dasar teori yang digunakan oleh peneliti untuk membahas risiko sistemik Indonesia. Bab ini secara detail membahas tentang kebijakan makroprudensial dan mikroprudensial, lanskap perbankan Indonesia saat ini, dan risiko sistemik yang penelitian tentang risiko sistemik dan pembentukan variabel ukuran risiko sistemik dan analisis risiko individual bank. BAB III: METODA PENELITIAN Bab ini menjelaskan bagaimana peneliti mengukur risiko sistemik. Bab ini membahas secara detail tentang sampel dan data bank, model penelitian, alat analisis yang menjelaskan pengujian stasionaritas dan kausalitas Granger, analisis data panel, dan menjelaskan langkah-langkah analisis secara keseluruhan. BAB IV: HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bab ini membahas deskriptif statistik dari data, hasil analisis kausalitas Granger dan analisis jaringan, dan analisis risiko individual saham. Bab ini menjelaskan interkoneksi antarbank secara kualitatif dan kuantitatif melalui Peta Risiko Sistemik ! 9 Indonesia dan Derajat Kausalitas Granger. Selanjutnya ukuran sentralitas diukur untuk mengetahui hubungannya dengan risiko individual bank. BAB V: KESIMPULAN, REKOMENDASI, SARAN PENELITIAN SELANJUTNYA Bab ini membahas kesimpulan dari penelitian, rekomendasi atas penelitian, dan saran penelitian selanjutnya. Peneliti juga menyampaikan kekurangan penelitian ini untuk melengkapi analisis penelitian di masa depan. ! 10