BAB 2 LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Bank 2.1.1. Pengertian Bank Pengertian bank menurut UU No.10 tahun 1998 tentang perubahan UU No.7 tahun 1992 tentang perbankan, bab 1 pasal 1 ayat (2), mengatakan sebagai berikut: “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk kredit dan bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”. Bank menurut PSAK No.31 (revisi 2000) dalam Standar Akuntansi Keuangan menyatakan,” Bank adalah lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang memerlukan dana, serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran”. Sememtara itu, menurut Kasmir (2002) mendefinisikan bank sebagai berikut: “Bank adalah perusahaan yang bergerak di bidang keuangan, artinya aktivitas perbankan selalu berkaitan dalam bidang keuangan. Kegiatan utama bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya”. Menurut Hasibuan (2006), bank pada dasarnya merupakan perantara Surplus Spending Unit (SSU) dengan Defisit Spending Unit (DSU), usaha pokok bank didasarkan atas empat hal pokok, yaitu: 1. Denomination Divisibility, artinya bank menghimpun dana dari SSU yang masing-masing nilainya relatif kecil tetapi secara keseluruhan jumlahnya akan besar dengan demikian bank dapat memenuhi permintaan DSU yang membutuhkan dana tersebut dalam bentuk kredit. 13 13 2. Monarity Flexibility, artinya bank dalam menghimpun dana menyelenggarakan bentuk-bentuk simpanan yang bervariasi jangka waktu dan penarikannya, seperti deposito berjangka, buku tabungan. 3. Liquidity Transformation, artinya dana yang disimpan oleh para penabung (SSU) kepada bank umumnya bersifat liquid. Karena itu, SSU dapat dengan mudah dicairkan sesuai dengan bentuk tabungannya. 4. Risk Diversification, artinya bank dalam menyalurkan kredit kepada banyak pihak dan sektor-sektor ekonomi yang beraneka macam sehingga risiko yang dihadapi bank dengan cara menyebarkan kredit semakin kecil. Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan tugas bank adalah menghimpun dana dari masyarakat, memberikan kredit kepada pihak yang memerlukan dana, dan memperlancar lalu lintas pembayaran dari masyarakat. 2.1.2. Sumber Dana Perbankan Menurut Kasmir (2008), sumber-sumber dana bank adalah usaha bank dalam memperoleh dana dalam rangka membiayai kegiatan operasinya. Dana yang bersumber dari bank itu sendiri: modal sendiri, yaitu setoran modal dari para pemegang sahamnya. Apabila saham belum habis terjual, maka akan dijual kepada pemegang saham lama untuk mencari dana. Secara garis besar dapat disimpulkan pencairan dana sendiri terdiri dari: 1. Dana yang bersumber dari bank itu sendiri: a. Setoran modal dari pemegang saham b. Cadangan-cadangan laba bank tahun lalu yang tidak dibagi kepada para pemegang sahamnya. 14 c. Laba bank yang belum dibagi: laba yang memangbelum dibagikan pada tahun yang bersangkutan sehingga dapat dimanfaatkan sebagai modal untuk sementara waktu. 2. Dana yang berasal dari masyarakat luas: a. Simpanan giro merupakan dana murah bagi bank, karena bunga atau balas jasa dibayar paling murah jika dibandingkan dengan simpanan tabungan dan simpanan deposito. b. Simpanan tabungan c. Simpanan deposito d. Simpanan tabungan dan simpanan deposito disebut dana mahal, hal ini disebabkan bunga yang dibayar kepada pemegangnya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan jasa giro. 3. Dana yang bersumber dari lembaga lainnya: a. Kredit likuiditas dari Bank Indonesia: kredit yang diberikan Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditasnya. b. Pinjaman antar bank (call money): pinjaman yang diberikan kepada bank-bank yang mengalami kalah kliring di dalam lembaga kliring. c. Pinjaman dari bank-bank luar negeri: pinjaman yang diperoleh dari pihak luar negeri. d. Surat Berharga Pasar Uang (SPBU): pihak perbankan menerbitkan SPBU kemudian diperjualbelikan kepada pihak yang berminat. 2.1.3. Biaya Dana Perbankan Berbagai jenis perhitungan biaya dana perbankan antara lain: a. Cost of borrowing 15 Biaya dana yang langsung dikeluarkan oleh bank untuk mendapatkan dana dari pinjaman yang dilakukan. Biaya ini terutama sebesar suku bunga dana yang dibayarkan oleh bank terhadap pemilik dana. b. Cost of fund Biaya dana yang langsung dikeluarkan oleh bank untuk mendapatkan sejumlah dana. c. Cost of loanable fund Biaya dana yang dapat ditanamkan di bidang perkreditan. d. Marginal cost of fund Biaya dana yang dikeluarkan oleh bank untuk mendapatkan suatu tambahan dana pada suatu periode tertentu. e. Cost of money Biaya dana yang dikeluarkan oleh bank setelah diperhitungkan dengan biaya overhead. f. Cost of operable fund (Cost of investible fund) Biaya atas dana yang dapat diinvestasikan ke dalam earning asset. 2.1.4. Fungsi Perbankan Fungsi spesifik bank menurut Susilo et al (2006), dapat sebagai: 1. Agent of trust: Kegiatan perbankan berdasarkan kepercayaan, baik dalam hal penghimpunan dana maupun penyaluran dana. 2. Agent of development: Penghimpun dan penyaluran dana untuk kelancaran kegiatan perekonomian di sektor riil, seperti memperlancar kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi. 16 3. Agent of service: Memberikan penawaran jasa-jasa perbankan yang lain kepada masyarakat, seperti jasa pengiriman uang, jasa penitipan barang berharga, jasa pemberian jaminan bank, dan lain-lain. 2.1.5. Peranan Bank Menurut Triandaru & Budisantoso (2008), “Bank mempunyai peran yang penting dalam sistem keuangan, yaitu: 1. Pengalihan asset (Asset transmutation): Pengalihan dana atau asset dari unit surplus ke unit defisit. 2. Transaksi (transaction): Pemberian kemudahan transaksi barang dan jasa. 3. Likuiditas (liquidity): Pemberian alternatif pengelolaan likuiditas. 4. Efisiensi (efficiency): Interaksi unit surplus dan unit defisit secara efisien.” 2.1.6. Jenis-jenis Bank Praktik perbankan di Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan memiliki beberapa jenis bank. Menurut UU Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 yang dijelaskan kembali oleh Kasmir (2008:32), jenis bank dilihat dari segi kepemilikan adalah sebagai berikut: a) Bank milik pemerintah Bank milik pemerintah merupakan bank yang dimiliki oleh pemerintah, baik akta pendirian, modal dan seluruh keuntungannya. b) Bank milik swasta nasional Bank milik swasta nasional merupakan bank yang dimiliki oleh swasta nasional, baik seluruh atau sebagian besar modal, akta pendirian, dan keuntungannya. c) Bank milik asing 17 Bank milik asing merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri. Cabang tersebut dapat merupakan milik swasta asing maupun pemerintah asing suatu negara. d) Bank milik campuran Bank milik campuran merupakan bank yang kepemilikan sahamnya dimiliki oleh pihak asing dan pihak swasta nasional. Kepemilikan sahamnya secara mayoritas dipegang oleh warga Negara Indonesia. e) Bank milik koperasi Kepemilikan saham-saham bank ini dimiliki oleh perusahaan yang berbadan hukum koperasi. 2.2. Peraturan Basel 2.2.1. Sejarah Peraturan Basel Idroes (2006:35) menjelaskan awal mula peraturan basel dibentuk atas dasar melemahnya peran regulasi keuangan bank sentral. Fungsi bank sentral sebagai lender of last resort membuat perbankan menyandarkan sepenuhnya kepada bank sentral dalam mengatasi setiap masalah yang terjadi baik dalam sektor likuiditas maupun solvency. Sejak pertengahan dekade 1970an, pendekatan “pengawasan dengan prinsip kehati-hatian” mulai dipertimbangkan dalam melakukan regulasi. Adapun dasar pertimbangan untuk menggeser pendekatan regulasi dari hanya lender of the last resort kepada prudential banking adalah sebagai berikut: 1. Perbankan secara signifikan harus mengukur sendiri performanya berdasarkan hasil (return) yang ingin dicapai dan risiko yang ditanggung dalam tujuannya mencapai return. Tugas bank sentral adalah untuk menciptakan regulasi yang sesuai dengan kebutuhan industri perbankan. 18 Regulasi yang dimaksud adalah penetapan standar tentang risiko yang diambil. 2. Peningkatan globalisasi dari pasar uang, pasar modal, serta komoditas secara internasional sangat membutuhkan norma prudential yang dapat berlaku secara internasional serta dapat diimplementasikan secara konsisten. Untuk itu unsur-unsur yang harus diperhatikan yaitu: penetapan standar minimum dalam kesepakatan kontrak dan hukum kepailitan, akuntansi dan standar audit. Dengan adanya pendekatan prinsip kehati-hatian diharapkan masing-masing bank dapat mengevaluasi dan mempertimbangkan setiap kegiatan usaha yang dikakukan agar dapat mengelola setiap risiko yang ada. Terciptanya keseragaman regulasi secara internasional menjadi acuan bagi regulator pada masing-masing negara dan menjadi dasar munculnya kesepakatan Basel. Kesepakatan Basel yang dievaluasi secara terus-menerus sesuai dengan perkembangan industri perbankan diharapkan dapat menjawab kebutuhan yang mendasari pembuatan regulasi oleh bank sentral pada tiap-tiap negara. 2.2.2 Kesepakatan Basel I Basel I merupakan hasil usaha pertama The Basel Committee on Banking Supervision (BCBS) dalam menciptakan metodologi standar untuk menghitung besarnya risk based capital yang harus dimiliki bank. Komite Basel untuk pertama kali menetapkan metodologi yang dibakukan dalam penghitungan besarnya “modal berdasarkan risiko” dari suatu bank yang perlu disediakan. Pada tahun 1988, komite Basel mempublikasikan “Kesepakatan Basel Pertama”. Komite Basel menetapkan kecukupan modal minimum yang harus dimiliki oleh bank adalah sebesar 8%. (www.bis.org) 19 Tiga tujuan utama dalam mengembangkan kesepakatan Basel I (global association of risk professional dan badan sertifikasi manajemen risiko: 2005,A.50): 1. Meningkatkan kekuatan dan stabilitas dari sistem perbankan internasional. 2. Untuk menciptakan kerangka pengukuran kecukupan dari bank-bank yang aktif secara internasional. 3. Untuk membentuk kerangka yang dapat diaplikasikan secara konsisten dengan berpandangan untuk mengurangi “ketidaksetaraan dalam persaingan” antara bank-bank yang aktif secara internasional. 2.2.3 Kesepakatan Basel II Kesepakatan Basel II dibentuk pada tahun 1999 dengan tujuan utamanya adalah untuk mengarahkan semua risiko perbankan ke dalam suatu kerangka pemikiran kecukupan modal secara menyeluruh. Basel II bertujuan meningkatkan keamanan dan kesehatan sistem keuangan dengan menitikberatkan pada perhitungan permodalan yang berbasis risiko. Kerangka baru Basel II dirancang mencakup tiga konsep yang dikenal sebagai tiga pilar yaitu: (Idroes, 2006:46) 1. Kewajiban penyediaan modal minimum (Minimum Capital Requirment) yang memperbaiki dan memperluas aturan standar yang telah dibuat pada kesepakatan tahun 1988; 2. Individual Capital Adequacy Assessment Process (Supervisory Review Process) yang akan menjadi tantangan bagi bank dan pengawas. 3. Disiplin pasar yang efektif (Market Dicipline) sebagai pengungkit untuk memperkuat keterbukaan dan mendorong agar bank lebih aman, sehat dan stabil dalam prakteknya. 20 2.3. Laporan Keuangan 2.3.1 Pengertian dan Tujuan Laporan Keuangan Setiap perusahaan mempunyai laporan keuangan yang bertujuan menyediakan informasi yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai laporan keuangan dalam pengambilan keputusan secara ekonomi. Menurut Sundjaja dan Barlian ( 2008 : 47), laporan keuangan adalah suatu laporan yang menggambarkan hasil dari proses akuntansi yang digunakan sebagai alat komunikasi untuk pihakpihak yang berkepentingan dengan data keuangan atau aktivitas perusahaan. Sedangkan, menurut Munawir (2004), laporan keuangan merupakan ikhtisar mengenai keadaan keuangan suatu bank pada suatu periode tertentu. Secara umun ada empat bentuk laporan keuangan yang pokok yang dihasilkan perusahaan yaitu laporan neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan modal, dan laporan aliran kas. Dari keempat laporan tersebut hanya 2 macam yang umum digunakan untuk analisis, yaitu laporan neraca dan laporan laba rugi. Menurut Munawir (2004), analisis laporan keuangan merupakan analisis mengenai kondisi keuangan suatu bank yang melibatkan neraca dan laporan laba rugi. Neraca suatu bank menggambarkan jumlah kekayaan, kewajiban, dan modal dari bank tersebut pada saat tertentu. Neraca biasanya disusun pada akhir tahun pembukuan (31 Desember). Kekayaan atau harta disajikan pada sisi aktiva, sedangkan kewajiban atau hutang dan modal disajikan pada sisi pasiva. Laporan laba rugi suatu bank menggambarkan jumlah penghasilan atau pendapatan dan biaya dari bank tersebut pada periode tertentu. Sebagaimana halnya dengan neraca, laporan laba rugi biasanya disusun setiap akhir tahun pembukuan (31 Desember). Dalam laporan laba rugi, disusun jumlah pendapatan dan jumlah biaya yang terjadi selama satu tahun yaitu mulai tanggal 1 Januari-31 Desember . apabila 21 jumlah pendapatan melebihi jumlah biaya akan menghasilkan laba, sedangkan apabila jumlah pendapatan lebih kecil dari jumlah biaya maka perusahaan mengalami kerugian. Tujuan penyusunan laporan keuangan suatu bank secara umum adalah sebagai berikut: 1) Memberikan informasi keuangan tentang jumlah aktiva, kewajiban, dan modal bank pada waktu tertentu. 2) Memberikan informasi tentang hasil usaha yang tercermin dari pendapatan yang diperoleh dan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam periode tertentu. 3) Memberikan informasi tentang perubahan-perubahan yang terjadi dalam aktiva, kewajiban, dan modal suatu bank. 4) Memberikan informasi tentang kinerja manajemen bank dalam suatu periode. Berikut merupakan penjelasan mengenai tujuan dibuatnya laporan keuangan menurut beberapa ahli: 1. Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (2009:3) a. Menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan. b. Laporan keuangan tidak menyediakan semua informasi yang mungkin dibutuhkan pemakai dalam mengambil keputusan ekonomi karena secara umum menggambarkan pengaruh keuangan dan kejadian masa lalu, dan tidak diwajibkan untuk menyediakan informasi nonkeuangan. 22 c. Laporan keuangan juga menunjukkan apa yang telah dilakukan manajemen, atau pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang dipercaya kepadanya. 2. Menurut Suwardjono (2003:30) a. Menyediakan informasi keuangan yang dapat dipercaya dan bermanfaat bagi investor dan kreditor untuk dasar pengambilan keputusan investasi dan pemberian kredit. b. Menyediakan informasi posisi keuangan perusahaan dengan menunjukkan sumber-sumber ekonomik (asset) perusahaan serta asal kekayaan tersebut (siapa pihak yang mempunyai hak atas asset tersebut). c. Menyediakan informasi keuangan yang dapat menunjukkan prestasi perusahaan dalam menghasilkan laba. d. Menyediakan informasi keuangan yang dapat menunjukkan sumbersumber pembiayaan (pendanaan) perusahaan. e. Menyediakan informasi keuangan yang dapat menunjukkan kemampuan perusahaan dalam melunasi hutang-hutangnya. f. Menyediakan informasi keuangan yang dapat membantu para pemakai dalam memprediksi aliran kas perusahaan. g. Menyediakan informasi lain yang membantu pemakai untuk menilai prestasi dan pertanggungjawaban keuangan manajemen. Kesimpulan yang dapat ditarik atas penjelasan diatas yaitu bahwa tujuan laporan keuangan yaitu memberikan segala informasi keuangan perusahaan yang dibutuhkan oleh investor dan kreditor serta pihak-pihak terkait yang memiliki kepentingan atas suatu perusahaan. Informasi atas laporan keuangan digunakan 23 dalam pengambilan keputusan oleh pihak-pihak terkait dan penentuan strategi perusahaan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan. 2.3.2. Jenis Laporan Keuangan Mengacu pada penjelasan Kasmir (2008), terdapat beberapa macam laporan keuangan yaitu: 1. Neraca Neraca adalah bagian dari laporan keuangan yang berisikan jenis-jenis maupun jumlah dari asset, kewajiban, dan modal yang dibuat untuk menunjukkan kondisi perusahaan pada periode tertentu. 2. Laporan laba rugi Laporan laba rugi adalah bagian dari laporan keuangan yang berisikan pendapatan yang dikurangi beban untuk menghasilkan keuntungan atau kerugian yang dialami oleh perusahaan pada suatu periode tertentu. 3. Laporan perubahan modal Laporan perubahan modal adalah bagian dari laporan keuangan yang berisikan perubahan modal yang terjadi pada suatu periode tertentu. 4. Laporan catatan atas laporan keuangan Laporan catatan atas laporan keuangan adalah laporan yang dibuat agar pihak yang berkepentingan dapat memahami dengan jelas data-data yang disajikan dalam laporan keangan karena laporan ini menjelaskan lebih rinci mengenai hal yang berkaitan pada laporan keuangan. 5. Laporan Arus kas Laporan Arus kas adalah bagian dari laporan keuangan yang berisikan arus kas masuk dan arus kas keluar, arus kas masuk berupa pendapatan yang 24 dihasilkan oleh perusahaan serta pinjaman dari pihak lain sedangkan arus kas keluar berasal dari biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan. 2.3.3. Sifat Laporan Keuangan Laporan keuangan disajikan untuk memberikan gambaran kemajuan (progress report) perusahaan secara periodik. Menurut Nainggolan (2004), laporan keuangan terdiri dari data-data yang merupakan hasil dari kombinasi antara fakta yang telah dicatat , prinsip-prinsip dan kebiasaan-kebiasaan dalam akuntansi serta pendapat pribadi (personal judgement). Laporan keuangan dibuat berdasarkan fakta dari catatan akuntansi yang merupakan catatan dari peristiwa yang telah terjadi di masa lalu dan jumlah uang yang tercatat dinyatakan dalam harga pada waktu terjadinya peristiwa tersebut. Dengan sifat yang demikian maka laporan keuangan tidak dapat mencerminkan posisi keuangan dari suatu perusahaan dalam kondisi perekonomian paling akhir. Data yang dicatat didasarkan pada prosedur maupun anggapan-anggapan tertentu yang merupakan prinsip-prinsip akuntansi yang biasa digunakan, seperti perusahaan akan tetap melanjutkan kegiatan usahanya (going concern). Konsep ini menganggap bahwa perusahaan akan berjalan terus dan sebagai akibatnya jumlah yang tercantum dalam laporan merupakan nilai-nilai untuk perusahaan yang masih berjalan yang didasarkan pada nilai atau harga pada terjadinya peristiwa itu. Jadi jumlah uang yang tercantum dalam laporan bukanlah nilai realisasi jika aktiva tersebut dijual. Proses pencatatan akuntansi diatur oleh dasar yang telah ditetapkan yang berpedoman pada standar praktek akuntansi, tetapi penggunaannyatergantung oleh akuntan atau pihak manajemen perusahaan yang bersangkutan. 25 2.3.4. Keterbatasan Laporan Keuangan Laporan keuangan juga memiliki keterbatasan yang perlu diketahui, antara lain: a) Laporan keuangan dibuat secara periodik pada dasarnya merupakan integritas report (laporan yang harus dibuat antara waktu tertentu yang sifatnya sementara) dan bukan laporan yang final. Karena itu jumlah dan hal-hal interim report ini terdapat pendapat pribadi yang dilakukan oleh akuntan maupun manajemen. b) Laporan keuangan menunjukkan angka dalam rupiah yang kelihatannya bersifat pasti dan tepat, tetapi sebenarnya dasar penyusunannya dengan standar nilai yang mungkin berbeda atau berubah-ubah. c) Laporan keuangan disusun berdasarkan hasil pencatatan transaksi keuangan nilai rupiah dari berbagai waktu atau tanggal yang lalu dimana daya beli uang tersebut berubah dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya sehingga kenaikan volume penjualan yang dinyatakan dalam rupiah belum tentu menunjukkan unit yang dijual semakin besar, mungkin kenaikan itu disebabkan turunnya nilai uang yang diikuti dengan kenaikan inflasi. d) Laporan keuangan tidak dapat mencerminkan berbagai fakta yang dapat mempengaruhi posisi atau keadaan keuangan perusahaan karena faktor-faktor tersebut tidak dapat dinyatakan dalam satuan uang. 2.3.5 Pengguna Laporan keuangan Informasi tentang laporan keuangan diperlukan oleh pengguna untuk memenuhi beberapa kebutuhan informasi yang berbeda seperti yang tertuang dalam IAI (2007 : 2) sebagai berikut: 1) Investor 26 Penanam modal beresiko pensihat mereka berkepentingan dengan resiko yang melekat serta hasil pengembangan dari investasi yang mereka lakukan. Mereka membutuhkan informasi untuk membantu menentukan apakah harus membeli, menahan, atau menjual investasi tersebut. Pemegang saham juga tertarik pada informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan perusahaan untuk membayar dividen. 2) Karyawan Karyawan dan kelompok-kelompok yang mewakili mereka tertarik pada informasi mengenai stabilitas dan profitabilitas perusahaan. Mereka juga tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memberikan balas jasa, imbalan pascakerja, dan kesempatan kerja. 3) Pemberi pinjaman Pemberi pinjaman tertarik dengan informasi keuangan yang memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah pinjaman serta bunganya dapat dibayar pada saat jatuh tempo. 4) Pemasok dan kreditor usaha lainnya Pemasok dan kreditor usaha lainnya tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah jumlah yang terutang akan dibayar pada saat jatuh tempo. Kreditor usaha berkepentingan pada perusahaan dalam tenggang waktu yang lebih pendek daripada pemberi pinjaman kecuali kalau sebagai pelanggan utama mereka bergantung pada kelangsungan hidup perusahaan. 5) Pelanggan 27 Para pelanggan berkepentingan dengan informasi mengenai kelangsungan hidup perusahaan, terutama kalau mereka terlibat dalam perjanjian jangka panjang dengan atau bergantung pada perusahaan. 6) Pemerintah Pemerintah dan berbagai lembaga yang berada di bawah kekuasaannya berkepentingan dengan alokasi sumber daya dan karena itu berkepentingan dengan aktivitas perusahaan. Mereka juga membutuhkan informasi untuk mengatur aktivitas perusahaan, menetapkan kebijakan pajak, dan sebagai dasar untuk menyusun statistik pendapatan nasional dan statistik lainnya. 2.4. Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 13/1/PBI/2011 yang sebagaimana telah diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 13/24/DPNP tanggal 25 Oktober 2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, disebutkan bahwa bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan profil risiko (risk profile), good corporate governance (GCG), rentabilitas (earning), dan permodalan (capital), dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai sebuah standar penilaian untuk bank yang ada di Indonesia yang mewajibkan Bank Umum untuk melakukan penilaian sendiri (self assessment) dengan menggunakan pendekatan risiko (Risk based Bank Rating/RBBR). Dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 13/24/DPNP/2011 dijelaskan mengenai perhitungan berdasarkan metode RGEC untuk mengukur kinerja dan tingkat kesehatan bank dan dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 15/15/DPNP/2013 tanggal 29 April 2013 perihal Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum. 28 2.4.1. Profil risiko (risk profile) Penilaian terhadap faktor profil risiko merupakan penilaian terhadap risiko inheren dan kualitas penerapan manajemen risiko dalam operasional bank yang dilakukan terhadap 8(delapan) risiko yaitu: 1. Risiko kredit: risiko kerugian yang disebabkan oleh ketidakmampuan (gagal bayar) dari debitur atas kewajiban pembayaran utangnya baik utang pokok maupun bunganya ataupun keduanya. Risiko kredit dapat bersumber dari berbagai aktivitas bisnis bank. Pada sebagian besar bank, pemberian kredit merupakan sumber risiko kredit yang terbesar. Risiko kredit dapat meningkat karena terkonsentrasinya penyediaan dana antara lain pada debitur, wilayah geografis, produk, jenis pembiayaan, atau lapangan usaha tertentu. Risiko ini lazim disebut risiko konsentrasi kredit. 2. Risiko pasar: risiko pada posisi neraca dan rekening administratif termasuk transaksi derivatif, akibat perubahan secara keseluruhan dari kondisi pasar, termasuk risiko perubahan harga option. Risiko pasar meliputi antara lain risiko suku bunga, risiko nilai tukar, risiko ekuitas, dan risiko komoditas. 3. Risiko operasional: risiko yang antara lain disebabkan adanya ketidakcukupan dan atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau adanya problem eksternal yang mempengaruhi operasional bank. Risiko operasional dapat bersumber antara lain dari sumber daya manusia (SDM), proses internal, sistem dan infrastruktur, serta kejadian eksternal. 4. Risiko likuiditas: risiko akibat ketidakmampuan bank untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan atau dari 29 aset likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan bank. Ketidakmamuan memperoleh sumber pendanaan arus kas sehingga menimbulkan risiko likuiditas dapat disebabkan antara lain: 1) Ketidakmampuan menghasilkan arus kas yang berasal dari aset produktif maupun yang berasal dari penjualan aset termasuk aset likuid 2) Ketidakmampuan menghasilkan arus kas yang berasal dari penghimpunan dana, transaksi antar bank, dan pinjaman yang diterima. 5. Risiko strategik: risiko akibat ketidaktepatan dalam pengambilan dan atau pelaksanaan suatu keputusan stratejik serta kegagalan dalam mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis. Risiko stratejik dapat bersumber antara lain dari kelemahan dalam proses formulasi strategi dan ketidaktepatan dalam perumusan strategi, sistem informasi manajemen yang kurang memadai, hasil analisa lingkungan internal dan eksternal yang kurang memadai, penetapan tujuan stratejik yang terlalu agresif, ketidaktepatan dalam implementasi strategi, dan kegagalan mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis. 6. Risiko kepatuhan: risiko yang disebabkan bank tidak mematuhi atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku. Risiko Kepatuhan dapat bersumber antara lain dari perilaku hukum yakni perilaku atau aktivitas bank yang menyimpang atau melanggar dari ketentuan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku dan perilaku organisasi yakni perilaku atau aktivitas bank yang menyimpang atau bertentangan dari standar yang berlaku secara umum. 30 7. Risiko hukum: risiko akibat tuntutan hukum dan atau kelemahan aspek yuridis. Risiko hukum dapat bersumber antara lain dari kelemahan aspek yuridis yang disebabkan oleh lemahnya perikatan yang dilakukan oleh bank, ketiadaan dan atau perubahan peraturan perundang-undangan yang menyebabkan suatu transaksi yang telah dilakukan bank menjadi tidak sesuai dengan ketentuan yang akan ada, dan proses litigasi baik yang timbul dari gugatan pihak ketiga terhadap bank maupun bank terhadap pihak ketiga. 8. Risiko reputasi: risiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan pemangku kepentingan (stakeholder) yang bersumber dari persepsi negatif terhadap bank. Risiko Reputasi dapat bersumber dari berbagai aktivitas bisnis bank sebagai berikut: 1) Kejadian-kejadian yang telah merugikan reputasi bank, misalnya pemberitaan negatif di media massa, pelanggaran etika bisnis, dan keluhan nasabah. 2) Hal-hal lain yang dapat menyebabkan risiko reputasi, misalnya kelemahan-kelemahan pada tata kelola, budaya perusahaan, dan praktik bisnis bank. 2.4.2. Good Corporate Governance (GCG) 2.4.2.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan merupakan teori dasar yang digunakan dalam pemahaman konsep good corporate governance. Hubungan keagenen dalam teori agensi muncul karena adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang yaitu investor dengan pihak yang menerima wewenang yaitu manajer, dalam bentuk kontrak kerja sama dimana prinsipal mendelegasikan otoritas pengambilan keputusan kepada agen dalam mengelola kekayaan investor (Brigham dan Houston, 2004). Investor 31 mempunyai harapan bahwa dengan medelegasikan wewenang pengelolaan tersebut akan memperoleh keuntungan dengan bertambahnya kekayaan dan kemakmuran investor. Menurut Dwiyanti (2010), manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham atau investor). Oleh sebab itu, manajer mempunyai kewajiban memberikan informasi mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Informasi yang diberikan oleh manajer dapat dilakukan dengan mengungkapkan informasi akuntansi seperti laporan keuangan perusahaan. Dalam hubungan agensi terdapat tiga masalah utama yang dihadapi antara pemegang saham (prinsipal) dan manajer (agen). Masalah-masalah keagenan ini dapat diatasi dengan tata kelola perusahaan yang merupakan seperangkat aturan yang mengontrol perilaku perusahaan terhadap para direktur, manajer, karyawan, pemegang saham, kreditor, pelanggan, competitor dan komunitasnya (Brigham dan Ehrhardt, 2010). 2.4.2.2 Stewardship Theory Teori Stewardship adalah teori yang menggambarkan situasi dimana para manajer tidaklah termotivasi oleh tujuan-tujuan individu tetapi lebih ditujukan pada sasaran hasil utama mereka untuk kepentingan organisasi, sehingga teori ini mempunyai dasar psikologi dan sosiologi yang telah dirancang dimana para eksekutif sebagai steward termotivasi untuk bertindak sesuai keinginan prinsipal, selain itu perilaku steward tidak akan meninggalkan organisasinya sebab steward berusaha mencapai sasaran organisasinya. Teori ini didesain bagi para peneliti untuk menguji situasi dimana para eksekutif dalam perusahaan sebagai pelayan dapat termotivasi untuk bertindak dengan cara terbaik pada prinsipalnya (Suyanto, 2008). 32 Inti dari teori ini yaitu kepercayaan. Para manajer digambarkan sebagai good steward dalam teori ini, dimana para manajer setia menjalankan setiap tugas dan tanggung jawab yang diberikan oleh para stakeholder. Dari penjelasan teori ini, maka setiap aktivitas bisnis para manajer dapat berdapak pada kepentingan stakeholder lainnya. Oleh sebab itu dibutuhkan good corporate governance untuk mengelola mengendalikan kegiatan operasional perusahaan guna memenuhi keinginan semua pemangku kepentingan dan meningkatkan kepercayaan dalam bisnis yang dijalankannya. 2.4.2.3 Stakeholder Theory Pengertian teori Stakeholder adalah sekelompok orang yang dapat mempengaruhi kegiatan perusahaan atau dapat dipengaruhi oleh kegiatan perusahaan (Phillips, 2011). Dalam teori ini, manajer diharapkan dapat melakukan aktivitasaktivitas yang dianggap penting oleh para stakeholder dan melaporkan aktivitasaktivitas tersebut. Artinya perusahaan perlu menjelaskan tanggung jawabnya kepada para stakeholder dan perlu menerapkan good corporate governance untuk memenuhi harapan para stakeholdenya. 2.4.2.4 Pengertian dan Konsep Dasar GCG 2.4.2.4.1. Pengertian Good Corporate Governance Corporate Governance dapat didefinisikan sebagai seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.(FCGI,2002). Menurut IICG (2008), konsep Corporate Governance dapat didefinisikan sebagai serangkaian mekanisme yang mengarahkan dan mengendalikan suatu 33 perusahaan agar operasional perusahaan berjalan sesuai dengan harapan para pemangku kepentingan (stakeholders). Good Corporate Governance dapat didefinisikan sebagai struktur, sistem, dan proses yang digunakan oleh pihak-pihak internal maupun eksternal yang berkaitan dengan perusahaan sebagai upaya untuk memberikan nilai tambah perusahaan secara berkesinambungan dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa GCG merupakan: 1. Suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis tentang peran dewan komisaris, direksi, pemegang saham, dan para stakeholder lainnya. 2. Suatu sistem pengawasan dan keseimbangan kewenangan atas pengendalian perusahaan yang dapat membatasi munculnya dua peluang, yaitu pengelolaan yang salah dan penyalahgunaan aset perusahaan. 3. Suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian, berikut dengan pengukuran kinerjanya. Menurut Van der Stede (2007), tata kelola perusahaan merujuk pada seperangkat mekanisme dan proses yang membantu memastikan bahwa perusahaan diarahkan dan dikelola untuk menciptakan nilai bagi pemiliknya sementara secara bersamaan memenuhi tanggung jawab kepada para pemangku kepentingan lain (misalnya karyawan, pemasok, masyarakat pada umumnya). Banyak mekanisme termasuk dewan direksi, auditor eksternal, penilaian tata kelola perusahaan, hak pemegang saham suara, dan ancaman pengambilalihan dapat memiliki efek tata kelola perusahaan. 34 2.4.2.4.2. Prinsip GCG Menurut KNKG (Komite Nasional Kebijakan Governance) Setiap perusahaan harus memberikan kepastian atas penerapan prinsip atau asas GCG di setiap aspek bisnisnya. Menurut KNKG (2012), prinsip-prinsip GCG terdiri dari transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kewajaran dan kesetaraan diperlukan untuk mencapai kesinambungan usaha (sustainability) perusahaan dengan memperhatikan pemangku kepentingan (stakeholders). 1. Transparansi (Transparency) Prinsip dasar: Transparansi (transparency) mengandung unsur pengungkapan (disclosure) dan penyediaan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat, dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan dan masyarakat. Transparansi diperlukan agar bank menjalankan bisnis secara objektif, profesional, dan melindungi kepentingan konsumen. Pedoman pokok pelaksanaannya: a. Bank harus mempunyai kebijakan untuk mengungkapkan berbagai informasi penting yang diperlukan oleh pemangku kepentingan. b. Bank harus mengungkapkan informasi sesuai dengan ketentuan perundang‐undangan yang berlaku, antara lain meliputi tetapi tidak terbatas pada hal‐hal yang bertalian dengan visi, misi, nilai‐nilai serta sasaran usaha dan strategi, kondisi keuangan, susunan dan kompensasi Komisaris dan Direksi, pemegang saham pengendali, struktur organisasi beserta pejabat eksekutif, manajemen risiko, sistem pengawasan dan pengendalian internal, sistem dan pelaksanaan GCG 35 serta tingkat kepatuhannya dan kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi bank. c. Bank harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang‐undangan, tetapi juga hal‐hal lain yang diperlukan untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, nasabah serta pemangku kepentingan lainnya. d. Prinsip transparansi yang dianut oleh bank tidak mengurangi kewajiban melindungi informasi rahasia mengenai bank dan nasabah sesuai dengan peraturan perundang‐undangan serta informasi yang dapat mempengaruhi daya saing bank. e. Kebijakan bank harus tertulis dan dikomunikasikan kepada pemangku kepentingan yang berhak memperoleh informasi tentang kebijakan tersebut. 2. Akuntabilitas (Accountability) Prinsip dasar: Akuntabilitas (accountability) mengandung unsur kejelasan fungsi dalam organisasi dan cara mempertanggungjawabkannya. Bank sebagai lembaga dan pejabat yang memiliki kewenangan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan akuntabel. Untuk itu bank harus dikelola secara sehat, terukur dan professional dengan memperhatikan kepentingan pemegang saham, nasabah, dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan. Pedoman pokok pelaksanaannya: 36 a. Bank harus menetapkan sasaran usaha jangka panjang dan target usaha jangka pendek untuk dapat dipertanggungjawabkan kepada pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya. b. Direksi dan Dewan Komisaris bank harus menyampaikan laporan tahunan dan pertanggungjawaban keuangan dalam rapat umum pemegang saham (RUPS) serta menjelaskan pokok-pokok isinya kepada pemangku kepentingan dan masyarakat pada umumnya. c. Bank harus menyampaikan laporan sesuai dengan ketentuan yang berlaku kepada otoritas pengawas bank dan kepada pemangku kepentingan lainnya sesuai ketentuan yang berlaku. d. Bank harus menetapkan tugas dan tanggung jawab yang jelas bagi masing-masing organ, anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta seluruh jajaran dibawahnya yang selaras dengan visi, misi, nilai perusahaan sasaran usaha dan strategi bank. e. Bank harus meyakini bahwa masing-masing Dewan Komisaris dan Direksi maupun seluruh jajaran dibawahnya mempunyai kompetensi sesuai dengan tanggung jawabnya dan memahami perannya dalam pelaksanaan GCG. f. Bank harus memiliki sistem pengendalian internal yang efektif dalam pengelolaan bank. g. Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, masing-masing anggota Dewan Komisaris dan Direksi maupun seluruh jajaran dibawahnya harus berpegang pada etika bisnis dan pedoman perilaku yang telah disepakati. 37 3. Responsibilitas (Responsibility) Prinsip dasar: Responsibilitas mengandung unsur kepatuhan terhadap peraturan perundang‐undangan dan ketentuan internal bank serta tanggung jawab bank terhadap masyarakat dan lingkungan. Responsibilitas diperlukan agar dapat menjamin terpeliharanya kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai warga korporasi yang baik atau dikenal dengan good corporate citizen. Pedoman pokok pelaksanaannya: a. Pemegang saham pengendali, Dewan Komisaris dan Direksi beserta seluruh jajaran dibawahnya harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan menjamin dilaksanakannya peraturan perundang-undangan, anggaran dasar serta peraturan internal bank. b. Bank harus dapat menafsirkan secara baik ketentuan perundangundangan, anggaran dasar dan peraturan internal bank, tidak hanya dari perumusan kata-kata yang tercantum didalamnya, tetapi juga dari latar belakang yang mendasari dikeluarkannya peraturan dan ketentuan tersebut. c. Bank harus dapat memelihara kelestarian alam melalui kebijakan perkreditan dan kebijakan lain yang mendukung terpeliharanya sumber daya alam. d. Bank harus bertindak sebagai warga korporasi yang baik melalui tanggung jawab sosial dan lingkungan. 4. Independensi (Independency) Prinsip dasar: 38 Independensi mengandung unsur kemandirian dari dominasi pihak lain dan objektifitas dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Dalam hubungan dengan asas independensi (independency), Bank harus dikelola secara independen agar masing‐masing organ Perusahaan beserta seluruh jajaran dibawahnya tidak boleh saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak manapun yang dapat mempengaruhi obyektivitas dan profesionalisme dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Pedoman pokok pelaksanaannya: a. Masing-masing organ bank beserta seluruh jajaran dibawahnya harus menghindari dominasi dari pihak manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas dari benturan kepentingan dan segala pengaruh atau tekanan sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan secara obyektif. b. Masing-masing organ bank harus melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai dengan anggaran dasar, peraturan internal bank dan peraturan perundang-undangan, tidak saling mendominasi dan atau melempar tanggung jawab antara satu dengan yang lain. c. Seluruh jajaran bank dibawah Direksi dan Dewan Komisaris harus melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai dengan uraian tugas serta standar operasi yang berlaku untuk jenis pekerjaan yang bersangkutan. 5. Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness) Prinsip dasar: Kewajaran dan kesetaraan (fairness) mengandung unsur perlakuan yang adil dan kesempatan yang sama sesuai dengan proporsinya. Dalam melaksanakan kegiatannya, bank harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang 39 saham, konsumen dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan dari masing‐masing pihak yang bersangkutan. Pedoman pokok pelaksanaannya: a. Bank harus memberikan perlakuan yang wajar dan setara kepada pemangku kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan kepada bank. b. Bank harus memberikan kesempatan kepada seluruh pemangku kepentingan untuk memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan bank serta membuka akses terhadap informasi sesuai prinsip keterbukaan. c. Bank harus memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan pegawai, berkarir dan melaksanakan tugas secara profesional tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin (gender), dan kondisi fisik. 2.4.2.4.3 Dasar Tata Kelola Perusahaan yang Efektif Menurut OECD Perusahaan harus memastikan dasar kerangka tata kelola perusahaan yang efektif (OECD, 2004). Kerangka tata kelola perusahaan harus menunjukkan transparansi dan pasar yang efisien, konsisten dengan aturan hukum dan jelas mengartikulasikan pembagian tanggung jawab antara berbagai pengawasan dan penegakan hukum yang berlaku. Dasar kerangka tata kelola perusahaan yang efektif yaitu: 1. Kerangka tata kelola perusahaan harus dikembangkan dengan tujuan untuk berdampak pada kinerja ekonomi secara keseluruhan, integritas pasar dan insentif untuk menciptakan pelaku pasar dan kenaikan pasar yang transparan dan efisien. 40 2. Persyaratan hukum dan peraturan yang mempengaruhi praktik tata kelola perusahaan dalam yurisdiksi harus konsisten dengan aturan hukum, transparan dan dapat dilaksanakan. 3. Pembagian tanggung jawab antara otoritas yang berbeda dalam yurisdiksi harus jelas diartikulasikan dan memastikan bahwa kepentingan umum disajikan. 4. Pengawas, pihak berwenang, dan penegak hukum harus memiliki wewenang, integritas dan sumber daya untuk memenuhi tugas mereka secara profesional dan obyektif. 2.4.2.4.4 Tujuan dan Manfaat Good Corporate Governance (GCG) Menurut Siswanto Sutojo dan E. John Aldridge (2005:5-6), good corporate governance mempunyai tujuan dan manfaat yaitu: 1. Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham dan para anggota nonpemegang saham yang bersangkutan. 2. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kinerja dewan pengurus atau board of directors dan manajemen perusahaan. 3. Meningkatkan mutu hubungan board of directors dengan manajemen senior perusahaan. 4. Meningkatkan nilai saham perusahaan sehingga dapat meningkatkan citra perusahaan kepada publik lebih luas dalam jangka panjang. 5. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di suatu perusahaan. 2.4.2.4.5 Implementasi GCG di Perbankan Dalam rangka memastikan 5 (lima) prinsip dasar GCG, penilaian sendiri (self assessment) pelaksanaan GCG dilakukan terhadap 11 (sebelas) Faktor Penilaian 41 Pelaksanaan GCG yang diatur dalam Surat Edaran No. 15/15/DPNP/2013 tanggal 29 April 2013, yaitu: 1. Faktor pertama: Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris. 1) Jumlah, Komposisi, Kriteria Dewan Komisaris a. jumlah anggota dewan komisaris paling kurang tiga orang dan paling banyak sama dengan jumlah anggota direksi. b. Paling kurang satu orang anggota dewan komisaris wajib berdomisili di Indonesia. c. Paling kurang 50% dari jumlah anggota dewan komisaris adalah komisaris independen. d. Mayoritas anggota dewan komisaris dilarang saling memiliki hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua dengan sesama anggota dewan komisaris dan atau anggota direksi. 2) Tugas dan Tanggung Jawab Dewan Komisaris a. Melaksanakan tugas dan tanggung jawab secara independen. b. Memastikan terselenggaranya pelaksanaan Good Corporate Governance dalam setiap kegiatan usaha Bank pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi. c. Mengarahkan, memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan strategis Bank. d. Memastikan bahwa komite yang telah dibentuk menjalankan tugasnya secara efektif. e. Memberitahukan kepada Bank Indonesia apabila ditemukan pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang keuangan 42 dan perbankan, serta keadaan yang dapat membahayakan kelangsungan usaha Bank. f. Menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara optimal. 3) Rapat Dewan Komisaris a. Wajib diselenggarakan paling kurang setahun 4 (empat) kali. b. Wajib dihadiri seluruh anggota Dewan Komisaris secara fisik paling kurang 2 (dua) kali setahun. c. Pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah mufakat. d. Hasil rapat Dewan Komisaris wajib dituangkan dalam risalah rapat dan didokumentasikan secara baik. e. Perbedaan pendapat yang terjadi dalam rapat dewan komisaris wajib dicantumkan secara jelas dalam risalah rapat beserta alasan perbedaan pendapatnya. 2. Faktor kedua: Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi. 1) Jumlah, Komposisi, Kriteria dan Independensi Direksi a. Jumlah anggota Direksi paling kurang 3 (tiga) orang b. Seluruh anggota Direksi wajib berdomisili di Indonesia. c. Direktur Utama wajib berasal dari pihak yang independen terhadap pemegang saham pengendali. d. Setiap usulan penggantian dan atau pengangkatan anggota Direksi oleh Dewan Komisaris kepada RUPS, harus memperhatikan rekomendasi Komite Remunerasi dan Nominasi. 43 e. Mayoritas anggota Direksi paling kurang memiliki pengalaman 5 (lima) tahun di bidang operasional sebagai Pejabat Eksekutif Bank. 2) Tugas dan Tanggung Jawab Direksi a. Direksi bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan kepengurusan bank. b. Direksi wajib melaksanakan prinsip-prinsip Good Corporate Governance dalam setiap kegiatan usaha bank pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi. c. Direksi wajib membentuk Satuan Kerja Audit Intern, Satuan Kerja Manajemen, Risiko dan Komite Manajemen Risiko, serta Satuan Kerja Kepatuhan. d. Direksi wajib mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada pemegang saham melelui RUPS. 3) Rapat Direksi a. Setiap kebijakan dan keputusan strategis wajib diputuskan melalui rapat direksi. b. Pengambilan keputusan rapat Direksi dilakukan berdasarkan musyawarah mufakat. c. Perbedaan pendapat yang terjadi dalam rapat Direksi, wajib dicantumkan secara jelas dalam risalah rapat beserta alasan perbedaan pendapat tersebut. 3. Faktor ketiga: Kelengkapan dan Pelaksanaan Tugas Komite. 1) Struktur dan Keanggotaan komite serta jabatan rangkap ketua komite. a. Anggota direksi dilarang menjadi anggota Komite 44 b. Komisari Independen dan Pihak Independen yang menjadi anggota Komite Audit dan Komite pemantau risiko paling kurang 51% dari jumlah anggota Komite. 2) Tugas dan Tnggung Jawab Komite a. Pamantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan tugas satuan kerja audit intern. b. Pemantauan dan evaluasi terhadap kesesuaian laporan keuangan dan standar akuntansi yang berlaku. c. Untuk memberikan rekomendasi kepada Dewan Komisaris, komite pemantau risiko melakukan evaluasi tentang kesesuaian antara kebijakan dengan pelaksanaan kebijakan manajemen risiko. 3) Rapat Komite a. Keputusan rapat didasarkan musyawarah mufakat. b. Dalam hal tidak ada musyawarah mufakat, pengambilan keputusan didasarkan pada suara terbanyak. c. Hasil rapat dan dissenting opinions (jika ada) wajib dicantumkan dalam risalah rapat dan didokumentasikan dengan baik. 4. Faktor keempat: Penanganan benturan kepentingan. 1) Untuk pengelolaan benturan kepentingan, bank telah menyusun kebijakan, sistem dan prosedur penyelesaian benturan kepentingan sesuai ketentuan yang ada dan melaksanakannya sehingga bank sangat mampu menghindari potensi terjadinya benturan kepentingan yang merugikan atau mengurangi keuntungan bank. 5. Faktor kelima: Penerapan Fungsi Kepatuhan. 1) Fungsi Kepatuhan Bank: 45 a. Memastikan kepatuhan terhadap perundang-undangan yang berlaku. b. Membentuk satuan kerja kepatuhan yang independen terhadap satuan kerja operasional. 6. Faktor keenam: Penerapan fungsi audit intern. 1) Fungsi Audit Intern: a. Menerapkan fungsi Audit Intern secara efektif b. Membentuk SKAI yang independen terhadap satuan kerja operasional. 7. Faktor ketujuh: Penerapan fungsi audit ekstern. 1) Fungsi Audit Ekstern: a. Untuk pelaksanaan fungsi audit ekstern Bank wajib: “Menunjuk Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik yang terdaftar di Bank Indonesia berdasarkan calon yang diajukan dewan komisaris sesuai rekomendasi Komite Audit dan mendapat persetujuan RUPS.” 8. Faktor kedelapan: Penerapan manajemen risiko termasuk sistem pengendalian intern. 1) Bank wajib menerapkan manajemen risiko secara efektif sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum (PBI No. 5/8/PBI/2003). 9. Faktor kesembilan: Penyediaan Dana Kepada Pihak Terkait dan Penyediaan Dana Besar. 46 1) Bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dan penyediaan dana, antara lain dengan menerapkan diversifikasi portofolio penyediaan dana yang diberikan. 2) Pelaksanaan penyediaan dana kepada pihak terkait dan atau penyediaan dana besar wajib berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia tentang batas maksimum penyediaan kredit Bank Umum (PBI No. 7/3/PBI/2005). 10. Faktor kesepuluh: Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan bank, laporan pelaksanaan GCG, dan pelaporan internal. Bank wajib melaksanakan: 1) Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan kepada stakeholders, dengan berpedoman kepada ketentuan Bank Indonesia tentang Tranparansi Kondisi Keuangan Bank (PBI No. 3/22/PBI/2001). 2) Transparansi informasi produk dan penggunaan data nasabah bank dengan berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah (PBI No. 7/6/PBI/2005). 3) Cakupan laporan pelaksanaan GCG harus disajikan secara lengkap dan akurat dengan berpedoman kepada Surat Edaran Bank Indonesia tentang pelaksanaan GCG Bagi Bank Umum (Surat Edaran BI No. 15/15/DPNP tanggal 29 April 2013). 4) Sistem informasi manajemen yang memadai sehingga mampu meyediakan pelaporan internal yang lengkap, akurat, dan tepat waktu serta dapat digunakan untuk pengambilan keputusan secara efektif. 47 11. Faktor kesebelas: Rencana Strategis Bank Bank wajib menyusun: 1) Rencana strategis dalam bentuk rencana korporasi dengan berpedoman kepada ketentuan Bank Indonesia tentang Bank Umum (PBI No. 2/27/PBI/2000) dan; 2) Rencana bisnis dengan berpedoman kepada ketentuan Bank Indonesia (PBI No. 6/25/PBI/2004). Gambar 2.1 Penilaian GCG Gambar 2.2 Peringkat GCG 48 2.4.3. Rentabilitas (earning) Penilaian ini menunjukkan kemampuan bank dalam menciptakan laba. Sementara rasio yang digunakan untuk menilai rentabilitas adalah rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (Rasio BOPO). Rasio ini digunakan untuk mengetahui tingkat perbandingan antara biaya opersional yang ditanggung bank dengan pendapatan operasional yang diperoleh bank. Kegunaan rasio ini juga untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai bank yang bersangkutan. Bank yang sehat adalah bank yang diukur secara rentabilitas yang terus meningkat di atas standar yang telah ditetapkan. Besarnya nilai BOPO dapat dihitung dengan rumus: BOPO = beban operasional pendapatan operasional x 100% 2.4.4. Permodalan (capital) Dalam aspek ini yang dinilai adalah permodalan yang dimiliki oleh bank yang didasarkan pada kewajiban penyediaan modal minimum bank. Penilaian tersebut didasarkan kepada CAR yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia. perbandingan rasio CAR adalah rasio modal terhadap aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR). Sesuai ketentuan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia, maka perbankan harus mempunyai CAR minimal 8% (PBI No. 10/15/PBI/2008 pasal 2 ayat 1). Menurut Peraturan Bank Indonesia (2001), bagi bank yang memiliki CAR dibawah 8%, maka bank tersebut dalam pengawasan khusus Bank Indonesia. Ketetapan CAR sebesar 8% bertujuan untuk: Menjaga kepercayaan masyarakat kepada perbankan 49 Melindungi dana pihak ketiga bank bersangkutan Untuk memenuhi ketetapan standar BIS (Bank for International Settlement) Rasio ini dirumuskan sebagai berikut: CAR = 2.5. Modal bank × 100 % Aktiva tertimbang menurut risiko Return Saham Pada dasarnya investor termotivasi untuk melakukan investasi pada suatu instrumen dengan harapan mendapatkan return yang sesuai. Return menrupakan tingkat keuntungan yang diperoleh investor atau investasi yang dilakukan. Return investasi tergantung pada instrumen investasinya. Ada yang menjamin tingkat pengembalian yang akan diterima, misalnya sertifikat deposito di bank yang memberikan bunga sebesar persentase tertentu. Lain halnya dengan saham. Saham tidak menjanjikan return yang pasti bagi investor sehingga dalam melakukan investasi, investor akan selalu memperhitungkan hasil atas saham (return) yang dimilikinya. Menurut Wahyudi (2003), return saham adalah keuntungan yang dinikmati investor atas investasi saham yang dilakukannya. Return yang diterima oleh investor di pasar modal dibedakan menjadi dua jenis yaitu current income (pendapatan lancar) dan capital gain/capital loss (keuntungan selisih harga). Current income adalah keuntungan yang didapat melalui pembayaran yang bersifat periodik seperti dividen. Keuntungan ini biasanya diterima dalam bentuk kas atau setara kas sehingga dapat diuangkan secara cepat. Misalnya, dividen saham yaitu dibayarkan dalam bentuk saham yang bisa dikonversi menjadi uang kas dengan cara menjual saham yang diterimanya. Sedangkan capital gain merupakan 50 keuntungan yang diperoleh dari selisih positif harga beli dan harga jual saham. Umumnya pemodal dengan orientasi jangka pendek mengejar keuntungan melalui capital gain. Misalnya seorang investor membeli saham pada pagi hari, kemudian menjualnya pada siang hari jika harga saham mengalami kenaikan. Jika harga saham sekarang lebih tinggi dari harga saham periode sebelumnya, maka pemegang saham mengalami capital gain. Jika yang terjadi sebaliknya maka pemegang saham akan mengalami capital loss. Menurut Jogiyanto (2010:109), return saham dibedakan menjadi dua yaitu return realisasi (realized return) dan return ekspektasi (expected return). Return realisasi merupakan return yang sudah terjadi yang dihitung berdasarkan data historis. Return realisasi ini penting dalam mengukur kinerja perusahaan dan sebagai dasar penentuan return ekspektasi dan risiko dimasa mendatang. Return ekspektasi merupakan return yang diharapkan di masa mendatang dan masih bersifat tidak pasti. Dalam melakukan investasi, investor dihadapkan pada ketidakpastian antara return yang akan diperoleh dengan risiko yang akan dhadapinya. Semakin besar return yang diharapkan akan diperoleh dari investasi, semakin besar pula risikonya, sehingga dikatakan bahwa return ekspektasi memiliki hubungan positif dengan risiko. Menurut Ganto (2008) bahwa kinerja keuangan yang baik dari sebuah perusahaan merupakan pertimbangan utama bagi investor. Semakin baik tingkat kinerja keuangan suatu perusahaan maka diharapkan harga saham meningkat dan akan memberikan keuntungan (return) saham bagi investor. Gitman (2006:226) mendefinisikan return sebagai total keuntungan atau kerugian yang berasal dari investasi dalam periode waktu yang ditentukan. Return saham yang tinggi merupakan salah satu daya tarik bagi investor untuk menanamkan dananya di pasar modal. Dengan demikian kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba 51 meningkat maka harga saham juga meningkat. Semakin tinggi return atau keuntungan yang diperoleh, maka semakin baik posisi pemilik perusahaan. Return tersebut dapat dihitung dengan rumus: Dimana: Pt : Harga saham pada periode sekarang Pt-1 : Harga saham pada periode lalu 2.5.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi return saham Informasi yang tersedia di pasar modal memiliki peranan yang penting untuk mempengaruhi segala macam bentuk transaksi perdagangan di pasar modal tersebut. Hal ini disebabkan karena para pelaku di pasar modal akan melakukan analisis lebih lanjut terhadap setiap pengumuman atau informasi yang masuk ke bursa efek tersebut. Informasi atau pengumuman-pengumuman yang diterbitkan oleh emiten akan mempengaruhi para (calon) investor dalam mengambil keputusan untuk memilih portofolio investasi yang efisien. Menurut Jogiyanto (2000:351), para pelaku pasar modal akan mengevaluasi setiap pengumuman yang diterbitkan oleh emiten, sehingga hal tersebut akan menyebabkan beberapa perubahan pada transaksi perdagangan saham, misalnya adanya perubahan pada volume perdagangan saham, perubahan pada harga saham, proporsi kepemilikan, dan lain-lain. Hal ini mengindikasikan bahwa pengumuman yang masuk ke pasar memiliki kandungan informasi, sehingga direaksi oleh para pelaku di pasar modal. Suatu pengumuman memiliki kandungan informasi jika pada saat transaksi perdagangan terjadi, terdapat perubahan terutama perubahan harga 52 saham. Berubahnya harga saham akan mempengaruhi return saham yaitu semakin tinggi harga saham berarti semakin meningkat return yang diperoleh investor. Menurut Alwi (2003:87) bahwa pergerakan naik turun harga saham dari suatu perusahaan go public menjadi fenomena umum yang sering dilihat di bursa efek. Sebagai salah satu instrumen ekonomi ada faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham di suatu bursa efek, baik harga saham individual maupun harga saham gabungan misalnya IHSG dan Indeks LQ45, yaitu faktor internal (lingkugan mikro) dan faktor eksternal (lingkungan makro). Lingkungan mikro yang mempengaruhi harga saham antara lain: 1. Pengumuman tentang pemasaran, produksi, penjualan seperti rincian kontrak, produk baru, perubahan harga, laporan produksi, laporan penjualan. 2. Pengumuman badan direksi manajemen seperti perubahan dan penggantian direksi, manajemen dan struktur organisasi. 3. Pengumuman investasi seperti melakukan ekspansi pabrik, pengembangan riset, dan lainnya. 4. Pengumuman ketenagakerjaan seperti negosiasi baru, kontrak baru, dan lainnya. 5. Pengumuman laporan keuangan perusahaan seperti peramalan laba sebelum akhir tahun dan setelah akhir tahun fiskal, price earning ratio, earning per share, return on asset, return on equity, dan lain-lain. Sedangkan lingkungan makro yang mempengaruhi harga saham antara lain (Alwi, 2003:88): 1. Pengumuman dari pemerintah seperti perubahan suku bunga tabungan dan deposito, kurs valuta asing, inflasi, serta berbagai regulasi dan deregulasi ekonomi yang dikeluarkan pemerintah. 53 2. Pengumuman hukum seperti tuntutan karyawan terhadap perusahaan atau terhadap manajernya dan tuntutan perusahaan terhadap manajernya. 3. Pengumuman industri sekuritas seperti laporan pertemuan tahunan, harga saham perdagangan, pembatasan atau penundaan trading. 4. Gejolak sosial politik dalam negeri dan fluktuasi nilai tukar juga merupakan faktor yang berpengaruh signifikan pada terjadinya volatilitas harga saham di bursa efek suatu negara. 2.6 Model Penelitian Kerangka pemikiran yang digunakan dalam model penelitian ini yaitu bagaimana pengaruh tingkat kesehatan bank berdasarkan metode RGEC terhadap return saham perusahaan perbankan go public. Gambaran dari kerangka pemikiran penelitian ini akan digambarkan dalam gambar 2.5 berikut ini. Gambar 2.5 Model Penelitian Laporan Keuangan Metode RGEC PR GCG BOPO Return Saham CAR Return Saham Uji Statistik Hasil Penelitian & Pembahasan Simpulan & Saran 54 2.7 Pengembangan Hipotesis Tingkat kesehatan bank yang diukur dengan menggunakan metode RGEC menjadi tolak ukur para investor untuk melihat kinerja suatu bank apakah sehat atau tidak, atau dengan kata lain suatu bank tersebut memiliki manajemen yang baik dan telah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam pengelolaannya atau tidak. Semakin sehat suatu bank, maka semakin tinggi profit yang dihasilkan serta peluang dalam pembagian dividen semakin besar. Dalam kondisi seperti ini, harga saham akan mengalami peningkatan. Bagi investor, peningkatan harga saham merupakan kejadian yang diharapkan karena akan meningkatkan return sahamnya. 2.7.1 Pengaruh Risk Profile terhadap return saham Dalam penilaian risiko, dilakukan analisis dan penetapan peringkat risiko inheren dan kualitas penerapan manajemen risiko. Penilaian risiko inheren merupakan penilaian atas risiko melekat pada kegiatan bisnis bank, baik yang dapat dikuantifikasikan maupun yang tidak, yang berpotensi mempengaruhi posisi keuangan bank. Penilaian kualitas penerapan manajemen risiko terdiri atas enam penilaian yaitu tata kelola risiko, kerangka manajemen risiko, proses manajemen risiko, kecukupan sumber daya manusia, kecukupan sistem informasi manajemen, dan kecukupan sistem pengendalian risiko. Penilaian terhadap faktor profil risiko merupakan penilaian terhadap risiko inheren dan kualitas penerapan manajemen risiko dalam operasional bank yang dilakukan terhadap 8(delapan) risiko yaitu: risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional, risiko likuiditas, risiko strategik, risiko kepatuhan, risiko hukum, risiko reputasi. Dalam usaha perbankan, bank memiliki risiko yang melekat secara sistemis dimana risk loss yang terjadi pada suatu bank akan menimbulkan dampak tidak 55 hanya terhadap bagi bank yang bersangkutan tetapi juga akan berdampak terhadap nasabah dan perekonomian secara keseluruhan. Menurut Idroes (2006:6), risiko dapat dikatakan sebagai suatu peluang terjadinya kerugian atau kehancuran. Menurut Jogiyanto (2010:227), mengatakan bahwa risiko dan return adalah dua hal yang tidak terpisah. Risiko dan return memiliki hubungan yang positif, yang artinya semakin besar risiko yang ditanggung, semakin besar return yang harus dikompensasikan. Berdasarkan teori tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: Ha1 : Risk Profile berpengaruh positif terhadap return saham. 2.7.2 Pengaruh Good Corporate Governance terhadap return saham Menurut IICG (2008), konsep Corporate Governance dapat didefinisikan sebagai serangkaian mekanisme yang mengarahkan dan mengendalikan suatu perusahaan agar operasional perusahaan berjalan sesuai dengan harapan para pemangku kepentingan (stakeholders). Good Corporate Governance dapat didefinisikan sebagai struktur, sistem, dan proses yang digunakan oleh pihak-pihak internal maupun eksternal yang berkaitan dengan perusahaan sebagai upaya untuk memberikan nilai tambah perusahaan secara berkesinambungan dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku. Menurut Van der Stede (2007), tata kelola perusahaan merujuk pada seperangkat mekanisme dan proses yang membantu memastikan bahwa perusahaan diarahkan dan dikelola untuk menciptakan nilai bagi pemiliknya sementara secara bersamaan memenuhi tanggung jawab kepada para pemangku kepentingan lain (misalnya karyawan, pemasok, masyarakat pada umumnya). 56 Berdasarkan teori tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: Ha2 : Good Corporate Governance berpengaruh negatif terhadap return saham. 2.7.3 Pengaruh Rentabilitas (earning) terhadap return saham Beban operasi terhadap pendapatan operasi digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya. (Veithzal, 2007 : 722). Rasio ini menggambarkan bagaimana kinerja bank di dalam memaksimalkan setiap biaya operasional yang terjadi ke dalam pendapatan operasionalnya. Dalam hal ini, bank berusaha untuk memaksimalisasi pendapatan yang bersumber dari kredit yang diberikan dengan harapan dapat menyerap bunga kredit yang diterima. Suardana (2007) berpendapat bahwa semakin besar rasio Beban Operasi terhadap Pendapatan Operasi, maka operasional perusahaan cenderung kurang efisien atau dengan kata lain beban yang dikeluarkan relatif lebih besar terhadap pendapatan yang diterima. Semakin kecilnya biaya operasi yang digunakan, maka dapat menghasilkan pendapatan yang lebih besar. Peningkatan pendapatan secara stabil dapat menarik perhatian masyarakat dengan melihat kinerja perusahaan mengalami peningkatan. Oleh karena itu, peningkatan pendapatan dapat mmpengaruhi pembelian harga saham yang akan cenderung meningkat abikat peningkatan kinerja perusahaan. Dengan kata lain, return perusahaan akan meningkat. Berdasarkan teori tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: 57 Ha3 : Beban Operasi terhadap Pendapatan Operasi berpengaruh positif terhadap return saham. 2.7.4 Pengaruh Capital Adequacy Ratio terhadap return saham Capital adequacy ratio merupakan rasio yang menggambarkan tingkat permodalan. Semakin tinggi CAR, maka semakin solvable suatu bank. Veithzal (2007 : 713), menyimpulkan bahwa Capital Adequacy Ratio sebagai salah satu indikator kemampuan bank dalam menutup penurunan aktiva sebagai akibat kerugian yang diderita bank. Dengan kata lain, CAR merupakan rasio yang mengukur katahanan bank di dalam menghadapi setiap risiko-risiko yang mungkin akan timbul. Tingkat Capital Adequacy Ratio yang tinggi menunjukkan bahwa kinerja perusahaan dapat dikatakan baik sehingga masyarakat dan investor akan percaya terhadap kemampuan permodalan bank dan dana yang diserap dari masyarakat meningkat yang akhirnya akan meningkatkan harga saham (Wongso 2012). Jika terjadi peningkatan CAR, maka tingkat modal yang dimiliki bank akan meningkat sehingga tersedia dana yang cukup dalam menyalurkan kredit dan pengembangan usaha. Secara tidak langsung, dapat dikatakan bahwa penilaian kinerja bank telah meningkat, sehingga akan memicu peningkatan pembelian harga saham yang pada akhirnya akan meningkatkan return saham perusahaan tersebut. Kecukupan modal (capital adequacy) sebagai sumber terpenting dari sebuah bank dalam memastikan tingkat solvency. Bank-bank diharapkan untuk memiliki modal yang cukup dalam upaya untuk melindungi dari risiko yang mungkin timbul dalam menjalankan kegiatan usahanya. Apabila sebuah bank telah memiliki modal yang mencukupi, maka bank tersebut memiliki sumber daya finansial untuk mengalokasikan aktiva-aktivanya dan melunasi kewajiban pada saat jatuh tempo. 58 Minat investor terhadap saham suatu perusahaan didasari oleh keyakinannya terhadap kinerja perusahaan. Cara umum yang digunakan untuk mrlihat kelayakan kinerja suatu perusahaan adalah dengan cara menganalisis kinerja finansialnya dan return yang akan diterima atas investasi pada saham tersebut. Semakin besar rasio ini, maka mengindikasikan bank tersebut dapat memberikan return saham yang tinggi bagi investor. Sehingga antara CAR dan return saham mempunyai hubungan yang searah. Berdasarkan teori tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai beikut: Ha4 : Capital Adequacy Ratio berpengaruh positif terhadap return saham. 59