BAB 2 LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1.
Bank
2.1.1. Pengertian Bank
Pengertian bank menurut UU No.10 tahun 1998 tentang perubahan UU No.7
tahun 1992 tentang perbankan, bab 1 pasal 1 ayat (2), mengatakan sebagai berikut:
“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
kredit dan bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.
Bank menurut PSAK No.31 (revisi 2000) dalam Standar Akuntansi
Keuangan menyatakan,” Bank adalah lembaga yang berperan sebagai perantara
keuangan antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang memerlukan dana, serta
sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran”.
Sememtara itu, menurut Kasmir (2002) mendefinisikan bank sebagai berikut:
“Bank adalah perusahaan yang bergerak di bidang keuangan, artinya aktivitas
perbankan selalu berkaitan dalam bidang keuangan. Kegiatan utama bank adalah
menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke
masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya”.
Menurut Hasibuan (2006), bank pada dasarnya merupakan perantara Surplus
Spending Unit (SSU) dengan Defisit Spending Unit (DSU), usaha pokok bank
didasarkan atas empat hal pokok, yaitu:
1. Denomination Divisibility, artinya bank menghimpun dana dari SSU yang
masing-masing nilainya relatif kecil tetapi secara keseluruhan jumlahnya akan
besar dengan demikian bank dapat memenuhi permintaan DSU yang
membutuhkan dana tersebut dalam bentuk kredit.
13
13
2. Monarity Flexibility, artinya bank dalam menghimpun dana menyelenggarakan
bentuk-bentuk simpanan yang bervariasi jangka waktu dan penarikannya, seperti
deposito berjangka, buku tabungan.
3. Liquidity Transformation, artinya dana yang disimpan oleh para penabung
(SSU) kepada bank umumnya bersifat liquid. Karena itu, SSU dapat dengan
mudah dicairkan sesuai dengan bentuk tabungannya.
4. Risk Diversification, artinya bank dalam menyalurkan kredit kepada banyak
pihak dan sektor-sektor ekonomi yang beraneka macam sehingga risiko yang
dihadapi bank dengan cara menyebarkan kredit semakin kecil.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan tugas bank adalah
menghimpun dana dari masyarakat, memberikan kredit kepada pihak yang
memerlukan dana, dan memperlancar lalu lintas pembayaran dari masyarakat.
2.1.2. Sumber Dana Perbankan
Menurut Kasmir (2008), sumber-sumber dana bank adalah usaha bank dalam
memperoleh dana dalam rangka membiayai kegiatan operasinya. Dana yang
bersumber dari bank itu sendiri: modal sendiri, yaitu setoran modal dari para
pemegang sahamnya. Apabila saham belum habis terjual, maka akan dijual kepada
pemegang saham lama untuk mencari dana. Secara garis besar dapat disimpulkan
pencairan dana sendiri terdiri dari:
1. Dana yang bersumber dari bank itu sendiri:
a. Setoran modal dari pemegang saham
b. Cadangan-cadangan laba bank tahun lalu yang tidak dibagi kepada
para pemegang sahamnya.
14
c. Laba bank yang belum dibagi: laba yang memangbelum dibagikan
pada tahun yang bersangkutan sehingga dapat dimanfaatkan sebagai
modal untuk sementara waktu.
2. Dana yang berasal dari masyarakat luas:
a. Simpanan giro merupakan dana murah bagi bank, karena bunga atau
balas jasa dibayar paling murah jika dibandingkan dengan simpanan
tabungan dan simpanan deposito.
b. Simpanan tabungan
c. Simpanan deposito
d. Simpanan tabungan dan simpanan deposito disebut dana mahal, hal
ini disebabkan bunga yang dibayar kepada pemegangnya relatif lebih
tinggi dibandingkan dengan jasa giro.
3. Dana yang bersumber dari lembaga lainnya:
a. Kredit likuiditas dari Bank Indonesia: kredit yang diberikan Bank
Indonesia kepada bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditasnya.
b. Pinjaman antar bank (call money): pinjaman yang diberikan kepada
bank-bank yang mengalami kalah kliring di dalam lembaga kliring.
c. Pinjaman dari bank-bank luar negeri: pinjaman yang diperoleh dari
pihak luar negeri.
d. Surat Berharga Pasar Uang (SPBU): pihak perbankan menerbitkan
SPBU kemudian diperjualbelikan kepada pihak yang berminat.
2.1.3. Biaya Dana Perbankan
Berbagai jenis perhitungan biaya dana perbankan antara lain:
a. Cost of borrowing
15
Biaya dana yang langsung dikeluarkan oleh bank untuk mendapatkan dana
dari pinjaman yang dilakukan. Biaya ini terutama sebesar suku bunga dana
yang dibayarkan oleh bank terhadap pemilik dana.
b. Cost of fund
Biaya dana yang langsung dikeluarkan oleh bank untuk mendapatkan
sejumlah dana.
c. Cost of loanable fund
Biaya dana yang dapat ditanamkan di bidang perkreditan.
d. Marginal cost of fund
Biaya dana yang dikeluarkan oleh bank untuk mendapatkan suatu tambahan
dana pada suatu periode tertentu.
e. Cost of money
Biaya dana yang dikeluarkan oleh bank setelah diperhitungkan dengan biaya
overhead.
f. Cost of operable fund (Cost of investible fund)
Biaya atas dana yang dapat diinvestasikan ke dalam earning asset.
2.1.4. Fungsi Perbankan
Fungsi spesifik bank menurut Susilo et al (2006), dapat sebagai:
1. Agent of trust: Kegiatan perbankan berdasarkan kepercayaan, baik dalam hal
penghimpunan dana maupun penyaluran dana.
2. Agent of development: Penghimpun dan penyaluran dana untuk kelancaran
kegiatan perekonomian di sektor riil, seperti memperlancar kegiatan
produksi, distribusi, dan konsumsi.
16
3. Agent of service: Memberikan penawaran jasa-jasa perbankan yang lain
kepada masyarakat, seperti jasa pengiriman uang, jasa penitipan barang
berharga, jasa pemberian jaminan bank, dan lain-lain.
2.1.5. Peranan Bank
Menurut Triandaru & Budisantoso (2008), “Bank mempunyai peran yang
penting dalam sistem keuangan, yaitu:
1. Pengalihan asset (Asset transmutation): Pengalihan dana atau asset dari unit
surplus ke unit defisit.
2. Transaksi (transaction): Pemberian kemudahan transaksi barang dan jasa.
3. Likuiditas (liquidity): Pemberian alternatif pengelolaan likuiditas.
4. Efisiensi (efficiency): Interaksi unit surplus dan unit defisit secara efisien.”
2.1.6. Jenis-jenis Bank
Praktik perbankan di Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang
Perbankan memiliki beberapa jenis bank. Menurut UU Perbankan Nomor 10 Tahun
1998 yang dijelaskan kembali oleh Kasmir (2008:32), jenis bank dilihat dari segi
kepemilikan adalah sebagai berikut:
a) Bank milik pemerintah
Bank milik pemerintah merupakan bank yang dimiliki oleh pemerintah, baik
akta pendirian, modal dan seluruh keuntungannya.
b) Bank milik swasta nasional
Bank milik swasta nasional merupakan bank yang dimiliki oleh swasta
nasional, baik seluruh atau sebagian besar modal, akta pendirian, dan
keuntungannya.
c) Bank milik asing
17
Bank milik asing merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri.
Cabang tersebut dapat merupakan milik swasta asing maupun pemerintah
asing suatu negara.
d) Bank milik campuran
Bank milik campuran merupakan bank yang kepemilikan sahamnya dimiliki
oleh pihak asing dan pihak swasta nasional. Kepemilikan sahamnya secara
mayoritas dipegang oleh warga Negara Indonesia.
e) Bank milik koperasi
Kepemilikan saham-saham bank ini dimiliki oleh perusahaan yang berbadan
hukum koperasi.
2.2.
Peraturan Basel
2.2.1. Sejarah Peraturan Basel
Idroes (2006:35) menjelaskan awal mula peraturan basel dibentuk atas dasar
melemahnya peran regulasi keuangan bank sentral. Fungsi bank sentral sebagai
lender of last resort membuat perbankan menyandarkan sepenuhnya kepada bank
sentral dalam mengatasi setiap masalah yang terjadi baik dalam sektor likuiditas
maupun solvency.
Sejak pertengahan dekade 1970an, pendekatan “pengawasan dengan prinsip
kehati-hatian” mulai dipertimbangkan dalam melakukan regulasi. Adapun dasar
pertimbangan untuk menggeser pendekatan regulasi dari hanya lender of the last
resort kepada prudential banking adalah sebagai berikut:
1. Perbankan
secara
signifikan
harus
mengukur
sendiri
performanya
berdasarkan hasil (return) yang ingin dicapai dan risiko yang ditanggung
dalam tujuannya mencapai return. Tugas bank sentral adalah untuk
menciptakan regulasi yang sesuai dengan kebutuhan industri perbankan.
18
Regulasi yang dimaksud adalah penetapan standar tentang risiko yang
diambil.
2. Peningkatan globalisasi dari pasar uang, pasar modal, serta komoditas secara
internasional sangat membutuhkan norma prudential yang dapat berlaku
secara internasional serta dapat diimplementasikan secara konsisten. Untuk
itu unsur-unsur yang harus diperhatikan yaitu: penetapan standar minimum
dalam kesepakatan kontrak dan hukum kepailitan, akuntansi dan standar
audit.
Dengan adanya pendekatan prinsip kehati-hatian diharapkan masing-masing
bank dapat mengevaluasi dan mempertimbangkan setiap kegiatan usaha yang
dikakukan agar dapat mengelola setiap risiko yang ada.
Terciptanya keseragaman regulasi secara internasional menjadi acuan bagi
regulator pada masing-masing negara dan menjadi dasar munculnya kesepakatan
Basel. Kesepakatan Basel yang dievaluasi secara terus-menerus sesuai dengan
perkembangan industri perbankan diharapkan dapat menjawab kebutuhan yang
mendasari pembuatan regulasi oleh bank sentral pada tiap-tiap negara.
2.2.2
Kesepakatan Basel I
Basel I merupakan hasil usaha pertama The Basel Committee on Banking
Supervision (BCBS) dalam menciptakan metodologi standar untuk menghitung
besarnya risk based capital yang harus dimiliki bank.
Komite Basel untuk pertama kali menetapkan metodologi yang dibakukan
dalam penghitungan besarnya “modal berdasarkan risiko” dari suatu bank yang perlu
disediakan. Pada tahun 1988, komite Basel mempublikasikan “Kesepakatan Basel
Pertama”. Komite Basel menetapkan kecukupan modal minimum yang harus
dimiliki oleh bank adalah sebesar 8%. (www.bis.org)
19
Tiga tujuan utama dalam mengembangkan kesepakatan Basel I
(global association of risk professional dan badan sertifikasi manajemen risiko:
2005,A.50):
1. Meningkatkan kekuatan dan stabilitas dari sistem perbankan internasional.
2. Untuk menciptakan kerangka pengukuran kecukupan dari bank-bank yang
aktif secara internasional.
3. Untuk membentuk kerangka yang dapat diaplikasikan secara konsisten
dengan berpandangan untuk mengurangi “ketidaksetaraan dalam persaingan”
antara bank-bank yang aktif secara internasional.
2.2.3 Kesepakatan Basel II
Kesepakatan Basel II dibentuk pada tahun 1999 dengan tujuan utamanya
adalah untuk mengarahkan semua risiko perbankan ke dalam suatu kerangka
pemikiran kecukupan modal secara menyeluruh. Basel II bertujuan meningkatkan
keamanan dan kesehatan sistem keuangan dengan menitikberatkan pada perhitungan
permodalan yang berbasis risiko. Kerangka baru Basel II dirancang mencakup tiga
konsep yang dikenal sebagai tiga pilar yaitu: (Idroes, 2006:46)
1. Kewajiban penyediaan modal minimum (Minimum Capital Requirment) yang
memperbaiki dan memperluas aturan standar yang telah dibuat pada
kesepakatan tahun 1988;
2. Individual Capital Adequacy Assessment Process (Supervisory Review
Process) yang akan menjadi tantangan bagi bank dan pengawas.
3. Disiplin pasar yang efektif (Market Dicipline) sebagai pengungkit untuk
memperkuat keterbukaan dan mendorong agar bank lebih aman, sehat dan
stabil dalam prakteknya.
20
2.3.
Laporan Keuangan
2.3.1
Pengertian dan Tujuan Laporan Keuangan
Setiap
perusahaan
mempunyai
laporan
keuangan
yang
bertujuan
menyediakan informasi yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai laporan
keuangan dalam pengambilan keputusan secara ekonomi. Menurut Sundjaja dan
Barlian ( 2008 : 47), laporan keuangan adalah suatu laporan yang menggambarkan
hasil dari proses akuntansi yang digunakan sebagai alat komunikasi untuk pihakpihak yang berkepentingan dengan data keuangan atau aktivitas perusahaan.
Sedangkan, menurut Munawir (2004), laporan keuangan merupakan ikhtisar
mengenai keadaan keuangan suatu bank pada suatu periode tertentu. Secara umun
ada empat bentuk laporan keuangan yang pokok yang dihasilkan perusahaan yaitu
laporan neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan modal, dan laporan aliran kas.
Dari keempat laporan tersebut hanya 2 macam yang umum digunakan untuk analisis,
yaitu laporan neraca dan laporan laba rugi.
Menurut Munawir (2004), analisis laporan keuangan merupakan analisis
mengenai kondisi keuangan suatu bank yang melibatkan neraca dan laporan laba
rugi. Neraca suatu bank menggambarkan jumlah kekayaan, kewajiban, dan modal
dari bank tersebut pada saat tertentu. Neraca biasanya disusun pada akhir tahun
pembukuan (31 Desember). Kekayaan atau harta disajikan pada sisi aktiva,
sedangkan kewajiban atau hutang dan modal disajikan pada sisi pasiva.
Laporan laba rugi suatu bank menggambarkan jumlah penghasilan atau
pendapatan dan biaya dari bank tersebut pada periode tertentu. Sebagaimana halnya
dengan neraca, laporan laba rugi biasanya disusun setiap akhir tahun pembukuan (31
Desember). Dalam laporan laba rugi, disusun jumlah pendapatan dan jumlah biaya
yang terjadi selama satu tahun yaitu mulai tanggal 1 Januari-31 Desember . apabila
21
jumlah pendapatan melebihi jumlah biaya akan menghasilkan laba, sedangkan
apabila jumlah pendapatan lebih kecil dari jumlah biaya maka perusahaan
mengalami kerugian.
Tujuan penyusunan laporan keuangan suatu bank secara umum adalah
sebagai berikut:
1) Memberikan informasi keuangan tentang jumlah aktiva, kewajiban, dan
modal bank pada waktu tertentu.
2) Memberikan informasi tentang hasil usaha yang tercermin dari pendapatan
yang diperoleh dan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam periode tertentu.
3) Memberikan informasi tentang perubahan-perubahan yang terjadi dalam
aktiva, kewajiban, dan modal suatu bank.
4) Memberikan informasi tentang kinerja manajemen bank dalam suatu periode.
Berikut merupakan penjelasan mengenai tujuan dibuatnya laporan keuangan
menurut beberapa ahli:
1. Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (2009:3)
a.
Menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan kinerja,
serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat
bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan.
b.
Laporan keuangan tidak menyediakan semua informasi yang mungkin
dibutuhkan pemakai dalam mengambil keputusan ekonomi karena
secara umum menggambarkan pengaruh keuangan dan kejadian masa
lalu, dan tidak diwajibkan untuk menyediakan informasi nonkeuangan.
22
c.
Laporan keuangan juga menunjukkan apa yang telah dilakukan
manajemen, atau pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya
yang dipercaya kepadanya.
2. Menurut Suwardjono (2003:30)
a.
Menyediakan informasi keuangan yang dapat dipercaya dan
bermanfaat bagi investor dan kreditor untuk dasar pengambilan
keputusan investasi dan pemberian kredit.
b.
Menyediakan
informasi
posisi
keuangan
perusahaan
dengan
menunjukkan sumber-sumber ekonomik (asset) perusahaan serta asal
kekayaan tersebut (siapa pihak yang mempunyai hak atas asset
tersebut).
c.
Menyediakan informasi keuangan yang dapat menunjukkan prestasi
perusahaan dalam menghasilkan laba.
d.
Menyediakan informasi keuangan yang dapat menunjukkan sumbersumber pembiayaan (pendanaan) perusahaan.
e.
Menyediakan
informasi
keuangan
yang
dapat
menunjukkan
kemampuan perusahaan dalam melunasi hutang-hutangnya.
f.
Menyediakan informasi keuangan yang dapat membantu para pemakai
dalam memprediksi aliran kas perusahaan.
g.
Menyediakan informasi lain yang membantu pemakai untuk menilai
prestasi dan pertanggungjawaban keuangan manajemen.
Kesimpulan yang dapat ditarik atas penjelasan diatas yaitu bahwa tujuan
laporan keuangan yaitu memberikan segala informasi keuangan perusahaan yang
dibutuhkan oleh investor dan kreditor serta pihak-pihak terkait yang memiliki
kepentingan atas suatu perusahaan. Informasi atas laporan keuangan digunakan
23
dalam pengambilan keputusan oleh pihak-pihak terkait dan penentuan strategi
perusahaan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan.
2.3.2. Jenis Laporan Keuangan
Mengacu pada penjelasan Kasmir (2008), terdapat beberapa macam laporan
keuangan yaitu:
1. Neraca
Neraca adalah bagian dari laporan keuangan yang berisikan jenis-jenis
maupun jumlah dari asset, kewajiban, dan modal yang dibuat untuk
menunjukkan kondisi perusahaan pada periode tertentu.
2. Laporan laba rugi
Laporan laba rugi adalah bagian dari laporan keuangan yang berisikan
pendapatan yang dikurangi beban untuk menghasilkan keuntungan atau
kerugian yang dialami oleh perusahaan pada suatu periode tertentu.
3. Laporan perubahan modal
Laporan perubahan modal adalah bagian dari laporan keuangan yang
berisikan perubahan modal yang terjadi pada suatu periode tertentu.
4. Laporan catatan atas laporan keuangan
Laporan catatan atas laporan keuangan adalah laporan yang dibuat agar pihak
yang berkepentingan dapat memahami dengan jelas data-data yang disajikan
dalam laporan keangan karena laporan ini menjelaskan lebih rinci mengenai
hal yang berkaitan pada laporan keuangan.
5. Laporan Arus kas
Laporan Arus kas adalah bagian dari laporan keuangan yang berisikan arus
kas masuk dan arus kas keluar, arus kas masuk berupa pendapatan yang
24
dihasilkan oleh perusahaan serta pinjaman dari pihak lain sedangkan arus kas
keluar berasal dari biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan.
2.3.3. Sifat Laporan Keuangan
Laporan keuangan disajikan untuk memberikan gambaran kemajuan
(progress report) perusahaan secara periodik. Menurut Nainggolan (2004), laporan
keuangan terdiri dari data-data yang merupakan hasil dari kombinasi antara fakta
yang telah dicatat , prinsip-prinsip dan kebiasaan-kebiasaan dalam akuntansi serta
pendapat pribadi (personal judgement).
Laporan keuangan dibuat berdasarkan fakta dari catatan akuntansi yang
merupakan catatan dari peristiwa yang telah terjadi di masa lalu dan jumlah uang
yang tercatat dinyatakan dalam harga pada waktu terjadinya peristiwa tersebut.
Dengan sifat yang demikian maka laporan keuangan tidak dapat mencerminkan
posisi keuangan dari suatu perusahaan dalam kondisi perekonomian paling akhir.
Data yang dicatat didasarkan pada prosedur maupun anggapan-anggapan
tertentu yang merupakan prinsip-prinsip akuntansi yang biasa digunakan, seperti
perusahaan akan tetap melanjutkan kegiatan usahanya (going concern). Konsep ini
menganggap bahwa perusahaan akan berjalan terus dan sebagai akibatnya jumlah
yang tercantum dalam laporan merupakan nilai-nilai untuk perusahaan yang masih
berjalan yang didasarkan pada nilai atau harga pada terjadinya peristiwa itu. Jadi
jumlah uang yang tercantum dalam laporan bukanlah nilai realisasi jika aktiva
tersebut dijual.
Proses pencatatan akuntansi diatur oleh dasar yang telah ditetapkan yang
berpedoman pada standar praktek akuntansi, tetapi penggunaannyatergantung oleh
akuntan atau pihak manajemen perusahaan yang bersangkutan.
25
2.3.4. Keterbatasan Laporan Keuangan
Laporan keuangan juga memiliki keterbatasan yang perlu diketahui, antara
lain:
a) Laporan keuangan dibuat secara periodik pada dasarnya merupakan integritas
report (laporan yang harus dibuat antara waktu tertentu yang sifatnya
sementara) dan bukan laporan yang final. Karena itu jumlah dan hal-hal
interim report ini terdapat pendapat pribadi yang dilakukan oleh akuntan
maupun manajemen.
b) Laporan keuangan menunjukkan angka dalam rupiah yang kelihatannya
bersifat pasti dan tepat, tetapi sebenarnya dasar penyusunannya dengan
standar nilai yang mungkin berbeda atau berubah-ubah.
c) Laporan keuangan disusun berdasarkan hasil pencatatan transaksi keuangan
nilai rupiah dari berbagai waktu atau tanggal yang lalu dimana daya beli uang
tersebut berubah dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya sehingga
kenaikan volume penjualan yang dinyatakan dalam rupiah belum tentu
menunjukkan unit yang dijual semakin besar, mungkin kenaikan itu
disebabkan turunnya nilai uang yang diikuti dengan kenaikan inflasi.
d) Laporan keuangan tidak dapat mencerminkan berbagai fakta yang dapat
mempengaruhi posisi atau keadaan keuangan perusahaan karena faktor-faktor
tersebut tidak dapat dinyatakan dalam satuan uang.
2.3.5 Pengguna Laporan keuangan
Informasi tentang laporan keuangan diperlukan oleh pengguna untuk
memenuhi beberapa kebutuhan informasi yang berbeda seperti yang tertuang dalam
IAI (2007 : 2) sebagai berikut:
1) Investor
26
Penanam modal beresiko pensihat mereka berkepentingan dengan resiko
yang melekat serta hasil pengembangan dari investasi yang mereka lakukan.
Mereka membutuhkan informasi untuk membantu menentukan apakah harus
membeli, menahan, atau menjual investasi tersebut. Pemegang saham juga
tertarik pada informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai
kemampuan perusahaan untuk membayar dividen.
2) Karyawan
Karyawan dan kelompok-kelompok yang mewakili mereka tertarik pada
informasi mengenai stabilitas dan profitabilitas perusahaan. Mereka juga
tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai
kemampuan perusahaan dalam memberikan balas jasa, imbalan pascakerja,
dan kesempatan kerja.
3) Pemberi pinjaman
Pemberi pinjaman tertarik dengan informasi keuangan yang memungkinkan
mereka untuk memutuskan apakah pinjaman serta bunganya dapat dibayar
pada saat jatuh tempo.
4) Pemasok dan kreditor usaha lainnya
Pemasok dan kreditor usaha lainnya tertarik dengan informasi yang
memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah jumlah yang terutang
akan dibayar pada saat jatuh tempo. Kreditor usaha berkepentingan pada
perusahaan dalam tenggang waktu yang lebih pendek daripada pemberi
pinjaman kecuali kalau sebagai pelanggan utama mereka bergantung pada
kelangsungan hidup perusahaan.
5) Pelanggan
27
Para pelanggan berkepentingan dengan informasi mengenai kelangsungan
hidup perusahaan, terutama kalau mereka terlibat dalam perjanjian jangka
panjang dengan atau bergantung pada perusahaan.
6) Pemerintah
Pemerintah dan berbagai lembaga yang berada di bawah kekuasaannya
berkepentingan dengan alokasi sumber daya dan karena itu berkepentingan
dengan aktivitas perusahaan. Mereka juga membutuhkan informasi untuk
mengatur aktivitas perusahaan, menetapkan kebijakan pajak, dan sebagai
dasar untuk menyusun statistik pendapatan nasional dan statistik lainnya.
2.4.
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 13/1/PBI/2011 yang sebagaimana
telah diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 13/24/DPNP tanggal 25 Oktober
2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, disebutkan bahwa bank
wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan profil risiko (risk
profile), good corporate governance (GCG), rentabilitas (earning), dan permodalan
(capital), dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum yang dikeluarkan oleh
Bank Indonesia sebagai sebuah standar penilaian untuk bank yang ada di Indonesia
yang mewajibkan Bank Umum untuk melakukan penilaian sendiri (self assessment)
dengan menggunakan pendekatan risiko (Risk based Bank Rating/RBBR). Dalam
Surat Edaran Bank Indonesia No. 13/24/DPNP/2011 dijelaskan mengenai
perhitungan berdasarkan metode RGEC untuk mengukur kinerja dan tingkat
kesehatan bank dan dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 15/15/DPNP/2013
tanggal 29 April 2013 perihal Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank
Umum.
28
2.4.1. Profil risiko (risk profile)
Penilaian terhadap faktor profil risiko merupakan penilaian terhadap risiko
inheren dan kualitas penerapan manajemen risiko dalam operasional bank yang
dilakukan terhadap 8(delapan) risiko yaitu:
1. Risiko kredit: risiko kerugian yang disebabkan oleh ketidakmampuan (gagal
bayar) dari debitur atas kewajiban pembayaran utangnya baik utang pokok
maupun bunganya ataupun keduanya. Risiko kredit dapat bersumber dari
berbagai aktivitas bisnis bank. Pada sebagian besar bank, pemberian kredit
merupakan sumber risiko kredit yang terbesar. Risiko kredit dapat meningkat
karena terkonsentrasinya penyediaan dana antara lain pada debitur, wilayah
geografis, produk, jenis pembiayaan, atau lapangan usaha tertentu. Risiko ini
lazim disebut risiko konsentrasi kredit.
2. Risiko pasar: risiko pada posisi neraca dan rekening administratif termasuk
transaksi derivatif, akibat perubahan secara keseluruhan dari kondisi pasar,
termasuk risiko perubahan harga option. Risiko pasar meliputi antara lain
risiko suku bunga, risiko nilai tukar, risiko ekuitas, dan risiko komoditas.
3. Risiko
operasional:
risiko
yang
antara
lain
disebabkan
adanya
ketidakcukupan dan atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan
manusia,
kegagalan
sistem,
atau
adanya
problem
eksternal
yang
mempengaruhi operasional bank. Risiko operasional dapat bersumber antara
lain dari sumber daya manusia (SDM), proses internal, sistem dan
infrastruktur, serta kejadian eksternal.
4. Risiko likuiditas: risiko akibat ketidakmampuan bank untuk memenuhi
kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan atau dari
29
aset likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu
aktivitas dan kondisi keuangan bank.
Ketidakmamuan memperoleh sumber pendanaan arus kas sehingga
menimbulkan risiko likuiditas dapat disebabkan antara lain:
1)
Ketidakmampuan menghasilkan arus kas yang berasal dari aset
produktif maupun yang berasal dari penjualan aset termasuk aset
likuid
2)
Ketidakmampuan
menghasilkan
arus
kas
yang
berasal
dari
penghimpunan dana, transaksi antar bank, dan pinjaman yang
diterima.
5. Risiko strategik: risiko akibat ketidaktepatan dalam pengambilan dan atau
pelaksanaan suatu keputusan stratejik serta kegagalan dalam mengantisipasi
perubahan lingkungan bisnis. Risiko stratejik dapat bersumber antara lain dari
kelemahan dalam proses formulasi strategi dan ketidaktepatan dalam
perumusan strategi, sistem informasi manajemen yang kurang memadai, hasil
analisa lingkungan internal dan eksternal yang kurang memadai, penetapan
tujuan stratejik yang terlalu agresif, ketidaktepatan dalam implementasi
strategi, dan kegagalan mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis.
6. Risiko kepatuhan: risiko yang disebabkan bank tidak mematuhi atau tidak
melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain yang
berlaku. Risiko Kepatuhan dapat bersumber antara lain dari perilaku hukum
yakni perilaku atau aktivitas bank yang menyimpang atau melanggar dari
ketentuan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku dan perilaku
organisasi yakni perilaku atau aktivitas bank yang menyimpang atau
bertentangan dari standar yang berlaku secara umum.
30
7. Risiko hukum: risiko akibat tuntutan hukum dan atau kelemahan aspek
yuridis. Risiko hukum dapat bersumber antara lain dari kelemahan aspek
yuridis yang disebabkan oleh lemahnya perikatan yang dilakukan oleh bank,
ketiadaan dan atau perubahan peraturan
perundang-undangan
yang
menyebabkan suatu transaksi yang telah dilakukan bank menjadi tidak sesuai
dengan ketentuan yang akan ada, dan proses litigasi baik yang timbul dari
gugatan pihak ketiga terhadap bank maupun bank terhadap pihak ketiga.
8. Risiko reputasi: risiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan pemangku
kepentingan (stakeholder) yang bersumber dari persepsi negatif terhadap
bank. Risiko Reputasi dapat bersumber dari berbagai aktivitas bisnis bank
sebagai berikut:
1) Kejadian-kejadian yang telah merugikan reputasi bank, misalnya
pemberitaan negatif di media massa, pelanggaran etika bisnis, dan
keluhan nasabah.
2) Hal-hal lain yang dapat menyebabkan risiko reputasi, misalnya
kelemahan-kelemahan pada tata kelola, budaya perusahaan, dan
praktik bisnis bank.
2.4.2. Good Corporate Governance (GCG)
2.4.2.1 Teori Keagenan (Agency Theory)
Teori keagenan merupakan teori dasar yang digunakan dalam pemahaman
konsep good corporate governance. Hubungan keagenen dalam teori agensi muncul
karena adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang yaitu investor
dengan pihak yang menerima wewenang yaitu manajer, dalam bentuk kontrak kerja
sama dimana prinsipal mendelegasikan otoritas pengambilan keputusan kepada agen
dalam mengelola kekayaan investor (Brigham dan Houston, 2004). Investor
31
mempunyai harapan bahwa dengan medelegasikan wewenang pengelolaan tersebut
akan memperoleh keuntungan dengan bertambahnya kekayaan dan kemakmuran
investor.
Menurut Dwiyanti (2010), manajer sebagai pengelola perusahaan lebih
banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan
datang dibandingkan pemilik (pemegang saham atau investor). Oleh sebab itu,
manajer mempunyai kewajiban memberikan informasi mengenai kondisi perusahaan
kepada pemilik. Informasi yang diberikan oleh manajer dapat dilakukan dengan
mengungkapkan informasi akuntansi seperti laporan keuangan perusahaan.
Dalam hubungan agensi terdapat tiga masalah utama yang dihadapi antara
pemegang saham (prinsipal) dan manajer (agen). Masalah-masalah keagenan ini
dapat diatasi dengan tata kelola perusahaan yang merupakan seperangkat aturan yang
mengontrol perilaku perusahaan terhadap para direktur, manajer, karyawan,
pemegang saham, kreditor, pelanggan, competitor dan komunitasnya (Brigham dan
Ehrhardt, 2010).
2.4.2.2 Stewardship Theory
Teori Stewardship adalah teori yang menggambarkan situasi dimana para
manajer tidaklah termotivasi oleh tujuan-tujuan individu tetapi lebih ditujukan pada
sasaran hasil utama mereka untuk kepentingan organisasi, sehingga teori ini
mempunyai dasar psikologi dan sosiologi yang telah dirancang dimana para
eksekutif sebagai steward termotivasi untuk bertindak sesuai keinginan prinsipal,
selain itu perilaku steward tidak akan meninggalkan organisasinya sebab steward
berusaha mencapai sasaran organisasinya. Teori ini didesain bagi para peneliti untuk
menguji situasi dimana para eksekutif dalam perusahaan sebagai pelayan dapat
termotivasi untuk bertindak dengan cara terbaik pada prinsipalnya (Suyanto, 2008).
32
Inti dari teori ini yaitu kepercayaan. Para manajer digambarkan sebagai good
steward dalam teori ini, dimana para manajer setia menjalankan setiap tugas dan
tanggung jawab yang diberikan oleh para stakeholder.
Dari penjelasan teori ini, maka setiap aktivitas bisnis para manajer dapat
berdapak pada kepentingan stakeholder lainnya. Oleh sebab itu dibutuhkan good
corporate governance untuk mengelola mengendalikan kegiatan operasional
perusahaan guna memenuhi keinginan semua pemangku kepentingan dan
meningkatkan kepercayaan dalam bisnis yang dijalankannya.
2.4.2.3 Stakeholder Theory
Pengertian teori Stakeholder adalah sekelompok orang yang dapat
mempengaruhi kegiatan perusahaan atau dapat dipengaruhi oleh kegiatan perusahaan
(Phillips, 2011). Dalam teori ini, manajer diharapkan dapat melakukan aktivitasaktivitas yang dianggap penting oleh para stakeholder dan melaporkan aktivitasaktivitas tersebut. Artinya perusahaan perlu menjelaskan tanggung jawabnya kepada
para stakeholder dan perlu menerapkan good corporate governance untuk memenuhi
harapan para stakeholdenya.
2.4.2.4 Pengertian dan Konsep Dasar GCG
2.4.2.4.1. Pengertian Good Corporate Governance
Corporate Governance dapat didefinisikan sebagai seperangkat peraturan
yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan,
pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan internal dan
eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan
kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.(FCGI,2002).
Menurut IICG (2008), konsep Corporate Governance dapat didefinisikan
sebagai serangkaian mekanisme yang mengarahkan dan mengendalikan suatu
33
perusahaan agar operasional perusahaan berjalan sesuai dengan harapan para
pemangku kepentingan
(stakeholders).
Good
Corporate Governance dapat
didefinisikan sebagai struktur, sistem, dan proses yang digunakan oleh pihak-pihak
internal maupun eksternal yang berkaitan dengan perusahaan sebagai upaya untuk
memberikan nilai tambah perusahaan secara berkesinambungan dalam jangka
panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan
peraturan perundangan dan norma yang berlaku. Dari definisi tersebut dapat
disimpulkan bahwa GCG merupakan:
1. Suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis tentang peran dewan
komisaris, direksi, pemegang saham, dan para stakeholder lainnya.
2. Suatu sistem pengawasan dan keseimbangan kewenangan atas pengendalian
perusahaan yang dapat membatasi munculnya dua peluang, yaitu pengelolaan
yang salah dan penyalahgunaan aset perusahaan.
3. Suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian,
berikut dengan pengukuran kinerjanya.
Menurut Van der Stede (2007), tata kelola perusahaan merujuk pada
seperangkat mekanisme dan proses yang membantu memastikan bahwa perusahaan
diarahkan dan dikelola untuk menciptakan nilai bagi pemiliknya sementara secara
bersamaan memenuhi tanggung jawab kepada para pemangku kepentingan lain
(misalnya karyawan, pemasok, masyarakat pada umumnya). Banyak mekanisme
termasuk dewan direksi, auditor eksternal, penilaian tata kelola perusahaan, hak
pemegang saham suara, dan ancaman pengambilalihan dapat memiliki efek tata
kelola perusahaan.
34
2.4.2.4.2. Prinsip GCG Menurut KNKG (Komite Nasional Kebijakan
Governance)
Setiap perusahaan harus memberikan kepastian atas penerapan prinsip atau
asas GCG di setiap aspek bisnisnya. Menurut KNKG (2012), prinsip-prinsip GCG
terdiri dari transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kewajaran
dan kesetaraan diperlukan untuk mencapai kesinambungan usaha (sustainability)
perusahaan dengan memperhatikan pemangku kepentingan (stakeholders).
1. Transparansi (Transparency)
Prinsip dasar:
Transparansi (transparency) mengandung unsur pengungkapan (disclosure)
dan penyediaan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat, dan
dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan dan
masyarakat. Transparansi diperlukan agar bank menjalankan bisnis secara
objektif, profesional, dan melindungi kepentingan konsumen.
Pedoman pokok pelaksanaannya:
a.
Bank harus mempunyai kebijakan untuk mengungkapkan berbagai
informasi penting yang diperlukan oleh pemangku kepentingan.
b.
Bank harus mengungkapkan informasi sesuai dengan ketentuan
perundang‐undangan yang berlaku, antara lain meliputi tetapi tidak
terbatas pada hal‐hal yang bertalian dengan visi, misi, nilai‐nilai serta
sasaran usaha dan strategi, kondisi keuangan, susunan dan kompensasi
Komisaris dan Direksi, pemegang saham pengendali, struktur
organisasi beserta pejabat eksekutif, manajemen risiko, sistem
pengawasan dan pengendalian internal, sistem dan pelaksanaan GCG
35
serta tingkat kepatuhannya dan kejadian penting yang dapat
mempengaruhi kondisi bank.
c.
Bank harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya
masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang‐undangan, tetapi
juga hal‐hal lain yang diperlukan untuk pengambilan keputusan oleh
pemegang saham, nasabah serta pemangku kepentingan lainnya.
d.
Prinsip transparansi yang dianut oleh bank tidak mengurangi
kewajiban melindungi informasi rahasia mengenai bank dan nasabah
sesuai dengan peraturan perundang‐undangan serta informasi yang
dapat mempengaruhi daya saing bank.
e.
Kebijakan bank harus tertulis dan dikomunikasikan kepada pemangku
kepentingan yang berhak memperoleh informasi tentang kebijakan
tersebut.
2. Akuntabilitas (Accountability)
Prinsip dasar:
Akuntabilitas (accountability) mengandung unsur kejelasan fungsi dalam
organisasi dan cara mempertanggungjawabkannya. Bank sebagai lembaga
dan
pejabat
yang
memiliki
kewenangan
harus
dapat
mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan akuntabel.
Untuk itu bank harus dikelola secara sehat, terukur dan professional dengan
memperhatikan kepentingan pemegang saham, nasabah, dan pemangku
kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk
mencapai kinerja yang berkesinambungan.
Pedoman pokok pelaksanaannya:
36
a.
Bank harus menetapkan sasaran usaha jangka panjang dan target usaha
jangka pendek untuk dapat dipertanggungjawabkan kepada pemegang
saham dan pemangku kepentingan lainnya.
b.
Direksi dan Dewan Komisaris bank harus menyampaikan laporan
tahunan dan pertanggungjawaban keuangan dalam rapat umum
pemegang saham (RUPS) serta menjelaskan pokok-pokok isinya
kepada pemangku kepentingan dan masyarakat pada umumnya.
c.
Bank harus menyampaikan laporan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku kepada otoritas pengawas bank dan kepada pemangku
kepentingan lainnya sesuai ketentuan yang berlaku.
d.
Bank harus menetapkan tugas dan tanggung jawab yang jelas bagi
masing-masing organ, anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta
seluruh jajaran dibawahnya yang selaras dengan visi, misi, nilai
perusahaan sasaran usaha dan strategi bank.
e.
Bank harus meyakini bahwa masing-masing Dewan Komisaris dan
Direksi maupun seluruh jajaran dibawahnya mempunyai kompetensi
sesuai dengan tanggung jawabnya dan memahami perannya dalam
pelaksanaan GCG.
f.
Bank harus memiliki sistem pengendalian internal yang efektif dalam
pengelolaan bank.
g.
Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, masing-masing
anggota Dewan Komisaris dan Direksi maupun seluruh jajaran
dibawahnya harus berpegang pada etika bisnis dan pedoman perilaku
yang telah disepakati.
37
3. Responsibilitas (Responsibility)
Prinsip dasar:
Responsibilitas
mengandung
unsur
kepatuhan
terhadap
peraturan
perundang‐undangan dan ketentuan internal bank serta tanggung jawab bank
terhadap masyarakat dan lingkungan. Responsibilitas diperlukan agar dapat
menjamin terpeliharanya kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan
mendapat pengakuan sebagai warga korporasi yang baik atau dikenal dengan
good corporate citizen.
Pedoman pokok pelaksanaannya:
a.
Pemegang saham pengendali, Dewan Komisaris dan Direksi beserta
seluruh jajaran dibawahnya harus berpegang pada prinsip kehati-hatian
dan
menjamin
dilaksanakannya
peraturan
perundang-undangan,
anggaran dasar serta peraturan internal bank.
b.
Bank harus dapat menafsirkan secara baik ketentuan perundangundangan, anggaran dasar dan peraturan internal bank, tidak hanya dari
perumusan kata-kata yang tercantum didalamnya, tetapi juga dari latar
belakang yang mendasari dikeluarkannya peraturan dan ketentuan
tersebut.
c.
Bank harus dapat memelihara kelestarian alam melalui kebijakan
perkreditan dan kebijakan lain yang mendukung terpeliharanya sumber
daya alam.
d.
Bank harus bertindak sebagai warga korporasi yang baik melalui
tanggung jawab sosial dan lingkungan.
4. Independensi (Independency)
Prinsip dasar:
38
Independensi mengandung unsur kemandirian dari dominasi pihak lain dan
objektifitas dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Dalam hubungan
dengan asas independensi (independency), Bank harus dikelola secara
independen agar masing‐masing organ Perusahaan beserta seluruh jajaran
dibawahnya tidak boleh saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh
pihak manapun yang dapat mempengaruhi obyektivitas dan profesionalisme
dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.
Pedoman pokok pelaksanaannya:
a.
Masing-masing organ bank beserta seluruh jajaran dibawahnya harus
menghindari dominasi dari pihak manapun, tidak terpengaruh oleh
kepentingan tertentu, bebas dari benturan kepentingan dan segala
pengaruh atau tekanan sehingga pengambilan keputusan dapat
dilakukan secara obyektif.
b.
Masing-masing organ bank harus melaksanakan fungsi dan tugasnya
sesuai dengan anggaran dasar, peraturan internal bank dan peraturan
perundang-undangan, tidak saling mendominasi dan atau melempar
tanggung jawab antara satu dengan yang lain.
c.
Seluruh jajaran bank dibawah Direksi dan Dewan Komisaris harus
melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai dengan uraian tugas serta
standar operasi yang berlaku untuk jenis pekerjaan yang bersangkutan.
5. Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness)
Prinsip dasar:
Kewajaran dan kesetaraan (fairness) mengandung unsur perlakuan yang adil
dan kesempatan yang sama sesuai dengan proporsinya. Dalam melaksanakan
kegiatannya, bank harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang
39
saham, konsumen dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas
kewajaran dan kesetaraan dari masing‐masing pihak yang bersangkutan.
Pedoman pokok pelaksanaannya:
a.
Bank harus memberikan perlakuan yang wajar dan setara kepada
pemangku kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang
diberikan kepada bank.
b.
Bank harus memberikan kesempatan kepada seluruh pemangku
kepentingan untuk memberikan masukan dan menyampaikan pendapat
bagi kepentingan bank serta membuka akses terhadap informasi sesuai
prinsip keterbukaan.
c.
Bank harus memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan
pegawai, berkarir dan melaksanakan tugas secara profesional tanpa
membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin (gender), dan
kondisi fisik.
2.4.2.4.3 Dasar Tata Kelola Perusahaan yang Efektif Menurut OECD
Perusahaan harus memastikan dasar kerangka tata kelola perusahaan yang
efektif (OECD, 2004). Kerangka tata kelola perusahaan harus menunjukkan
transparansi dan pasar yang efisien, konsisten dengan aturan hukum dan jelas
mengartikulasikan pembagian tanggung jawab antara berbagai pengawasan dan
penegakan hukum yang berlaku. Dasar kerangka tata kelola perusahaan yang efektif
yaitu:
1. Kerangka tata kelola perusahaan harus dikembangkan dengan tujuan untuk
berdampak pada kinerja ekonomi secara keseluruhan, integritas pasar dan
insentif untuk menciptakan pelaku pasar dan kenaikan pasar yang transparan
dan efisien.
40
2. Persyaratan hukum dan peraturan yang mempengaruhi praktik tata kelola
perusahaan dalam yurisdiksi harus konsisten dengan aturan hukum,
transparan dan dapat dilaksanakan.
3. Pembagian tanggung jawab antara otoritas yang berbeda dalam yurisdiksi
harus jelas diartikulasikan dan memastikan bahwa kepentingan umum
disajikan.
4. Pengawas, pihak berwenang, dan penegak hukum harus memiliki wewenang,
integritas dan sumber daya untuk memenuhi tugas mereka secara profesional
dan obyektif.
2.4.2.4.4 Tujuan dan Manfaat Good Corporate Governance (GCG)
Menurut Siswanto Sutojo dan E. John Aldridge (2005:5-6), good corporate
governance mempunyai tujuan dan manfaat yaitu:
1.
Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham dan para anggota nonpemegang saham yang bersangkutan.
2.
Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kinerja dewan pengurus atau board of
directors dan manajemen perusahaan.
3.
Meningkatkan mutu hubungan board of directors dengan manajemen senior
perusahaan.
4.
Meningkatkan nilai saham perusahaan sehingga dapat meningkatkan citra
perusahaan kepada publik lebih luas dalam jangka panjang.
5.
Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di suatu
perusahaan.
2.4.2.4.5 Implementasi GCG di Perbankan
Dalam rangka memastikan 5 (lima) prinsip dasar GCG, penilaian sendiri (self
assessment) pelaksanaan GCG dilakukan terhadap 11 (sebelas) Faktor Penilaian
41
Pelaksanaan GCG yang diatur dalam Surat Edaran No. 15/15/DPNP/2013 tanggal 29
April 2013, yaitu:
1. Faktor pertama: Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris.
1) Jumlah, Komposisi, Kriteria Dewan Komisaris
a. jumlah anggota dewan komisaris paling kurang tiga orang dan
paling banyak sama dengan jumlah anggota direksi.
b. Paling kurang satu orang anggota dewan komisaris wajib
berdomisili di Indonesia.
c. Paling kurang 50% dari jumlah anggota dewan komisaris adalah
komisaris independen.
d. Mayoritas anggota dewan komisaris dilarang saling memiliki
hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua dengan sesama
anggota dewan komisaris dan atau anggota direksi.
2) Tugas dan Tanggung Jawab Dewan Komisaris
a. Melaksanakan tugas dan tanggung jawab secara independen.
b. Memastikan terselenggaranya pelaksanaan Good Corporate
Governance dalam setiap kegiatan usaha Bank pada seluruh
tingkatan atau jenjang organisasi.
c. Mengarahkan,
memantau
dan
mengevaluasi
pelaksanaan
kebijakan strategis Bank.
d. Memastikan bahwa komite yang telah dibentuk menjalankan
tugasnya secara efektif.
e. Memberitahukan kepada Bank Indonesia apabila ditemukan
pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang keuangan
42
dan perbankan, serta keadaan yang dapat membahayakan
kelangsungan usaha Bank.
f. Menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya secara optimal.
3) Rapat Dewan Komisaris
a. Wajib diselenggarakan paling kurang setahun 4 (empat) kali.
b. Wajib dihadiri seluruh anggota Dewan Komisaris secara fisik
paling kurang 2 (dua) kali setahun.
c. Pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah mufakat.
d. Hasil rapat Dewan Komisaris wajib dituangkan dalam risalah
rapat dan didokumentasikan secara baik.
e. Perbedaan pendapat yang terjadi dalam rapat dewan komisaris
wajib dicantumkan secara jelas dalam risalah rapat beserta alasan
perbedaan pendapatnya.
2. Faktor kedua: Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi.
1) Jumlah, Komposisi, Kriteria dan Independensi Direksi
a. Jumlah anggota Direksi paling kurang 3 (tiga) orang
b. Seluruh anggota Direksi wajib berdomisili di Indonesia.
c. Direktur Utama wajib berasal dari pihak yang independen
terhadap pemegang saham pengendali.
d. Setiap usulan penggantian dan atau pengangkatan anggota Direksi
oleh Dewan Komisaris kepada RUPS, harus memperhatikan
rekomendasi Komite Remunerasi dan Nominasi.
43
e. Mayoritas anggota Direksi paling kurang memiliki pengalaman 5
(lima) tahun di bidang operasional sebagai Pejabat Eksekutif
Bank.
2) Tugas dan Tanggung Jawab Direksi
a. Direksi bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan kepengurusan
bank.
b. Direksi wajib melaksanakan prinsip-prinsip Good Corporate
Governance dalam setiap kegiatan usaha bank pada seluruh
tingkatan atau jenjang organisasi.
c. Direksi wajib membentuk Satuan Kerja Audit Intern, Satuan
Kerja Manajemen, Risiko dan Komite Manajemen Risiko, serta
Satuan Kerja Kepatuhan.
d. Direksi wajib mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya
kepada pemegang saham melelui RUPS.
3) Rapat Direksi
a. Setiap kebijakan dan keputusan strategis wajib diputuskan
melalui rapat direksi.
b. Pengambilan keputusan rapat Direksi dilakukan berdasarkan
musyawarah mufakat.
c. Perbedaan pendapat yang terjadi dalam rapat Direksi, wajib
dicantumkan secara jelas dalam risalah rapat beserta alasan
perbedaan pendapat tersebut.
3. Faktor ketiga: Kelengkapan dan Pelaksanaan Tugas Komite.
1) Struktur dan Keanggotaan komite serta jabatan rangkap ketua komite.
a. Anggota direksi dilarang menjadi anggota Komite
44
b. Komisari Independen dan Pihak Independen yang menjadi anggota
Komite Audit dan Komite pemantau risiko paling kurang 51% dari
jumlah anggota Komite.
2) Tugas dan Tnggung Jawab Komite
a. Pamantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan tugas satuan kerja
audit intern.
b. Pemantauan dan evaluasi terhadap kesesuaian laporan keuangan dan
standar akuntansi yang berlaku.
c. Untuk memberikan rekomendasi kepada Dewan Komisaris, komite
pemantau risiko melakukan evaluasi tentang kesesuaian antara
kebijakan dengan pelaksanaan kebijakan manajemen risiko.
3) Rapat Komite
a. Keputusan rapat didasarkan musyawarah mufakat.
b. Dalam hal tidak ada musyawarah mufakat, pengambilan keputusan
didasarkan pada suara terbanyak.
c. Hasil rapat dan dissenting opinions (jika ada) wajib dicantumkan
dalam risalah rapat dan didokumentasikan dengan baik.
4. Faktor keempat: Penanganan benturan kepentingan.
1) Untuk pengelolaan benturan kepentingan, bank telah menyusun
kebijakan, sistem dan prosedur penyelesaian benturan kepentingan
sesuai ketentuan yang ada dan melaksanakannya sehingga bank
sangat mampu menghindari potensi terjadinya benturan kepentingan
yang merugikan atau mengurangi keuntungan bank.
5. Faktor kelima: Penerapan Fungsi Kepatuhan.
1) Fungsi Kepatuhan Bank:
45
a. Memastikan kepatuhan terhadap perundang-undangan yang
berlaku.
b. Membentuk satuan kerja kepatuhan yang independen terhadap
satuan kerja operasional.
6. Faktor keenam: Penerapan fungsi audit intern.
1) Fungsi Audit Intern:
a. Menerapkan fungsi Audit Intern secara efektif
b. Membentuk SKAI yang independen terhadap satuan kerja
operasional.
7. Faktor ketujuh: Penerapan fungsi audit ekstern.
1) Fungsi Audit Ekstern:
a. Untuk pelaksanaan fungsi audit ekstern Bank wajib: “Menunjuk
Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik yang terdaftar di
Bank Indonesia berdasarkan calon yang diajukan dewan
komisaris sesuai rekomendasi Komite Audit dan mendapat
persetujuan RUPS.”
8. Faktor kedelapan: Penerapan manajemen risiko termasuk sistem pengendalian
intern.
1) Bank wajib menerapkan manajemen risiko secara efektif sebagaimana
diatur dalam ketentuan Bank Indonesia tentang Penerapan Manajemen
Risiko bagi Bank Umum (PBI No. 5/8/PBI/2003).
9. Faktor kesembilan: Penyediaan Dana Kepada Pihak Terkait dan Penyediaan
Dana Besar.
46
1) Bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dan penyediaan dana,
antara lain dengan menerapkan diversifikasi portofolio penyediaan
dana yang diberikan.
2) Pelaksanaan penyediaan dana kepada pihak terkait dan atau
penyediaan dana besar wajib berpedoman pada ketentuan Bank
Indonesia tentang batas maksimum penyediaan kredit Bank Umum
(PBI No. 7/3/PBI/2005).
10. Faktor kesepuluh: Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan bank,
laporan pelaksanaan GCG, dan pelaporan internal.
Bank wajib melaksanakan:
1) Transparansi
kondisi
keuangan
dan
non
keuangan
kepada
stakeholders, dengan berpedoman kepada ketentuan Bank Indonesia
tentang
Tranparansi
Kondisi
Keuangan
Bank
(PBI
No.
3/22/PBI/2001).
2) Transparansi informasi produk dan penggunaan data nasabah bank
dengan berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia tentang
Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi
Nasabah (PBI No. 7/6/PBI/2005).
3) Cakupan laporan pelaksanaan GCG harus disajikan secara lengkap
dan akurat dengan berpedoman kepada Surat Edaran Bank Indonesia
tentang pelaksanaan GCG Bagi Bank Umum (Surat Edaran BI No.
15/15/DPNP tanggal 29 April 2013).
4) Sistem informasi manajemen yang memadai sehingga mampu
meyediakan pelaporan internal yang lengkap, akurat, dan tepat waktu
serta dapat digunakan untuk pengambilan keputusan secara efektif.
47
11. Faktor kesebelas: Rencana Strategis Bank
Bank wajib menyusun:
1) Rencana
strategis
dalam
bentuk
rencana
korporasi
dengan
berpedoman kepada ketentuan Bank Indonesia tentang Bank Umum
(PBI No. 2/27/PBI/2000) dan;
2) Rencana bisnis dengan berpedoman kepada ketentuan Bank Indonesia
(PBI No. 6/25/PBI/2004).
Gambar 2.1
Penilaian GCG
Gambar 2.2
Peringkat GCG
48
2.4.3. Rentabilitas (earning)
Penilaian ini menunjukkan kemampuan bank dalam menciptakan laba.
Sementara rasio yang digunakan untuk menilai rentabilitas adalah rasio Beban
Operasional terhadap Pendapatan Operasional (Rasio BOPO). Rasio ini digunakan
untuk mengetahui tingkat perbandingan antara biaya opersional yang ditanggung
bank dengan pendapatan operasional yang diperoleh bank. Kegunaan rasio ini juga
untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai bank yang
bersangkutan. Bank yang sehat adalah bank yang diukur secara rentabilitas yang
terus meningkat di atas standar yang telah ditetapkan. Besarnya nilai BOPO dapat
dihitung dengan rumus:
BOPO =
beban operasional
pendapatan operasional
x 100%
2.4.4. Permodalan (capital)
Dalam aspek ini yang dinilai adalah permodalan yang dimiliki oleh bank
yang didasarkan pada kewajiban penyediaan modal minimum bank. Penilaian
tersebut didasarkan kepada CAR yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia.
perbandingan rasio CAR adalah rasio modal terhadap aktiva tertimbang menurut
risiko (ATMR). Sesuai ketentuan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia, maka
perbankan harus mempunyai CAR minimal 8% (PBI No. 10/15/PBI/2008 pasal 2
ayat 1). Menurut Peraturan Bank Indonesia (2001), bagi bank yang memiliki CAR
dibawah 8%, maka bank tersebut dalam pengawasan khusus Bank Indonesia.
Ketetapan CAR sebesar 8% bertujuan untuk:

Menjaga kepercayaan masyarakat kepada perbankan
49

Melindungi dana pihak ketiga bank bersangkutan

Untuk memenuhi ketetapan standar BIS (Bank for International Settlement)
Rasio ini dirumuskan sebagai berikut:
CAR =
2.5.
Modal bank
× 100 %
Aktiva tertimbang menurut risiko
Return Saham
Pada dasarnya investor termotivasi untuk melakukan investasi pada suatu
instrumen dengan harapan mendapatkan return yang sesuai. Return menrupakan
tingkat keuntungan yang diperoleh investor atau investasi yang dilakukan. Return
investasi tergantung pada instrumen investasinya. Ada yang menjamin tingkat
pengembalian yang akan diterima, misalnya sertifikat deposito di bank yang
memberikan bunga sebesar persentase tertentu.
Lain halnya dengan saham. Saham tidak menjanjikan return yang pasti bagi
investor sehingga dalam melakukan investasi, investor akan selalu memperhitungkan
hasil atas saham (return) yang dimilikinya. Menurut Wahyudi (2003), return saham
adalah keuntungan yang dinikmati investor atas investasi saham yang dilakukannya.
Return yang diterima oleh investor di pasar modal dibedakan menjadi dua jenis yaitu
current income (pendapatan lancar) dan capital gain/capital loss (keuntungan selisih
harga). Current income adalah keuntungan yang didapat melalui pembayaran yang
bersifat periodik seperti dividen. Keuntungan ini biasanya diterima dalam bentuk kas
atau setara kas sehingga dapat diuangkan secara cepat. Misalnya, dividen saham
yaitu dibayarkan dalam bentuk saham yang bisa dikonversi menjadi uang kas dengan
cara menjual saham yang diterimanya. Sedangkan capital gain merupakan
50
keuntungan yang diperoleh dari selisih positif harga beli dan harga jual saham.
Umumnya pemodal dengan orientasi jangka pendek mengejar keuntungan melalui
capital gain. Misalnya seorang investor membeli saham pada pagi hari, kemudian
menjualnya pada siang hari jika harga saham mengalami kenaikan. Jika harga saham
sekarang lebih tinggi dari harga saham periode sebelumnya, maka pemegang saham
mengalami capital gain. Jika yang terjadi sebaliknya maka pemegang saham akan
mengalami capital loss.
Menurut Jogiyanto (2010:109), return saham dibedakan menjadi dua yaitu
return realisasi (realized return) dan return ekspektasi (expected return). Return
realisasi merupakan return yang sudah terjadi yang dihitung berdasarkan data
historis. Return realisasi ini penting dalam mengukur kinerja perusahaan dan sebagai
dasar penentuan return ekspektasi dan risiko dimasa mendatang. Return ekspektasi
merupakan return yang diharapkan di masa mendatang dan masih bersifat tidak pasti.
Dalam melakukan investasi, investor dihadapkan pada ketidakpastian antara return
yang akan diperoleh dengan risiko yang akan dhadapinya. Semakin besar return yang
diharapkan akan diperoleh dari investasi, semakin besar pula risikonya, sehingga
dikatakan bahwa return ekspektasi memiliki hubungan positif dengan risiko.
Menurut Ganto (2008) bahwa kinerja keuangan yang baik dari sebuah
perusahaan merupakan pertimbangan utama bagi investor. Semakin baik tingkat
kinerja keuangan suatu perusahaan maka diharapkan harga saham meningkat dan
akan memberikan keuntungan (return) saham bagi investor. Gitman (2006:226)
mendefinisikan return sebagai total keuntungan atau kerugian yang berasal dari
investasi dalam periode waktu yang ditentukan. Return saham yang tinggi
merupakan salah satu daya tarik bagi investor untuk menanamkan dananya di pasar
modal. Dengan demikian kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba
51
meningkat maka harga saham juga meningkat. Semakin tinggi return atau
keuntungan yang diperoleh, maka semakin baik posisi pemilik perusahaan. Return
tersebut dapat dihitung dengan rumus:
Dimana:
Pt : Harga saham pada periode sekarang
Pt-1 : Harga saham pada periode lalu
2.5.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi return saham
Informasi yang tersedia di pasar modal memiliki peranan yang penting untuk
mempengaruhi segala macam bentuk transaksi perdagangan di pasar modal tersebut.
Hal ini disebabkan karena para pelaku di pasar modal akan melakukan analisis lebih
lanjut terhadap setiap pengumuman atau informasi yang masuk ke bursa efek
tersebut. Informasi atau pengumuman-pengumuman yang diterbitkan oleh emiten
akan mempengaruhi para (calon) investor dalam mengambil keputusan untuk
memilih portofolio investasi yang efisien.
Menurut Jogiyanto (2000:351), para pelaku pasar modal akan mengevaluasi
setiap pengumuman yang diterbitkan oleh emiten, sehingga hal tersebut akan
menyebabkan beberapa perubahan pada transaksi perdagangan saham, misalnya
adanya perubahan pada volume perdagangan saham, perubahan pada harga saham,
proporsi kepemilikan, dan lain-lain. Hal ini mengindikasikan bahwa pengumuman
yang masuk ke pasar memiliki kandungan informasi, sehingga direaksi oleh para
pelaku di pasar modal. Suatu pengumuman memiliki kandungan informasi jika pada
saat transaksi perdagangan terjadi, terdapat perubahan terutama perubahan harga
52
saham. Berubahnya harga saham akan mempengaruhi return saham yaitu semakin
tinggi harga saham berarti semakin meningkat return yang diperoleh investor.
Menurut Alwi (2003:87) bahwa pergerakan naik turun harga saham dari suatu
perusahaan go public menjadi fenomena umum yang sering dilihat di bursa efek.
Sebagai salah satu instrumen ekonomi ada faktor-faktor yang mempengaruhi harga
saham di suatu bursa efek, baik harga saham individual maupun harga saham
gabungan misalnya IHSG dan Indeks LQ45, yaitu faktor internal (lingkugan mikro)
dan faktor eksternal (lingkungan makro).
Lingkungan mikro yang mempengaruhi harga saham antara lain:
1. Pengumuman tentang pemasaran, produksi, penjualan seperti rincian kontrak,
produk baru, perubahan harga, laporan produksi, laporan penjualan.
2. Pengumuman badan direksi manajemen seperti perubahan dan penggantian
direksi, manajemen dan struktur organisasi.
3. Pengumuman investasi seperti melakukan ekspansi pabrik, pengembangan
riset, dan lainnya.
4. Pengumuman ketenagakerjaan seperti negosiasi baru, kontrak baru, dan
lainnya.
5. Pengumuman laporan keuangan perusahaan seperti peramalan laba sebelum
akhir tahun dan setelah akhir tahun fiskal, price earning ratio, earning per
share, return on asset, return on equity, dan lain-lain.
Sedangkan lingkungan makro yang mempengaruhi harga saham antara lain
(Alwi, 2003:88):
1. Pengumuman dari pemerintah seperti perubahan suku bunga tabungan dan
deposito, kurs valuta asing, inflasi, serta berbagai regulasi dan deregulasi
ekonomi yang dikeluarkan pemerintah.
53
2. Pengumuman hukum seperti tuntutan karyawan terhadap perusahaan atau
terhadap manajernya dan tuntutan perusahaan terhadap manajernya.
3. Pengumuman industri sekuritas seperti laporan pertemuan tahunan, harga
saham perdagangan, pembatasan atau penundaan trading.
4. Gejolak sosial politik dalam negeri dan fluktuasi nilai tukar juga merupakan
faktor yang berpengaruh signifikan pada terjadinya volatilitas harga saham di
bursa efek suatu negara.
2.6
Model Penelitian
Kerangka pemikiran yang digunakan dalam model penelitian ini yaitu
bagaimana pengaruh tingkat kesehatan bank berdasarkan metode RGEC terhadap
return saham perusahaan perbankan go public. Gambaran dari kerangka pemikiran
penelitian ini akan digambarkan dalam gambar 2.5 berikut ini.
Gambar 2.5
Model Penelitian
Laporan
Keuangan
Metode RGEC
PR
GCG
BOPO
Return Saham
CAR
Return
Saham
Uji Statistik
Hasil Penelitian &
Pembahasan
Simpulan & Saran
54
2.7
Pengembangan Hipotesis
Tingkat kesehatan bank yang diukur dengan menggunakan metode RGEC
menjadi tolak ukur para investor untuk melihat kinerja suatu bank apakah sehat atau
tidak, atau dengan kata lain suatu bank tersebut memiliki manajemen yang baik dan
telah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam
pengelolaannya atau tidak. Semakin sehat suatu bank, maka semakin tinggi profit
yang dihasilkan serta peluang dalam pembagian dividen semakin besar. Dalam
kondisi seperti ini, harga saham akan mengalami peningkatan. Bagi investor,
peningkatan harga saham merupakan kejadian yang diharapkan karena akan
meningkatkan return sahamnya.
2.7.1
Pengaruh Risk Profile terhadap return saham
Dalam penilaian risiko, dilakukan analisis dan penetapan peringkat risiko
inheren dan kualitas penerapan manajemen risiko. Penilaian risiko inheren
merupakan penilaian atas risiko melekat pada kegiatan bisnis bank, baik yang dapat
dikuantifikasikan maupun yang tidak, yang berpotensi mempengaruhi posisi
keuangan bank. Penilaian kualitas penerapan manajemen risiko terdiri atas enam
penilaian yaitu tata kelola risiko, kerangka manajemen risiko, proses manajemen
risiko, kecukupan sumber daya manusia, kecukupan sistem informasi manajemen,
dan kecukupan sistem pengendalian risiko. Penilaian terhadap faktor profil risiko
merupakan penilaian terhadap risiko inheren dan kualitas penerapan manajemen
risiko dalam operasional bank yang dilakukan terhadap 8(delapan) risiko yaitu: risiko
kredit, risiko pasar, risiko operasional, risiko likuiditas, risiko strategik, risiko
kepatuhan, risiko hukum, risiko reputasi.
Dalam usaha perbankan, bank memiliki risiko yang melekat secara sistemis
dimana risk loss yang terjadi pada suatu bank akan menimbulkan dampak tidak
55
hanya terhadap bagi bank yang bersangkutan tetapi juga akan berdampak terhadap
nasabah dan perekonomian secara keseluruhan. Menurut Idroes (2006:6), risiko
dapat dikatakan sebagai suatu peluang terjadinya kerugian atau kehancuran. Menurut
Jogiyanto (2010:227), mengatakan bahwa risiko dan return adalah dua hal yang tidak
terpisah. Risiko dan return memiliki hubungan yang positif, yang artinya semakin
besar risiko yang ditanggung, semakin besar return yang harus dikompensasikan.
Berdasarkan teori tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian
sebagai berikut:
Ha1 : Risk Profile berpengaruh positif terhadap return saham.
2.7.2 Pengaruh Good Corporate Governance terhadap return saham
Menurut IICG (2008), konsep Corporate Governance dapat didefinisikan
sebagai serangkaian mekanisme yang mengarahkan dan mengendalikan suatu
perusahaan agar operasional perusahaan berjalan sesuai dengan harapan para
pemangku kepentingan
(stakeholders).
Good
Corporate Governance dapat
didefinisikan sebagai struktur, sistem, dan proses yang digunakan oleh pihak-pihak
internal maupun eksternal yang berkaitan dengan perusahaan sebagai upaya untuk
memberikan nilai tambah perusahaan secara berkesinambungan dalam jangka
panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan
peraturan perundangan dan norma yang berlaku. Menurut Van der Stede (2007), tata
kelola perusahaan merujuk pada seperangkat mekanisme dan proses yang membantu
memastikan bahwa perusahaan diarahkan dan dikelola untuk menciptakan nilai bagi
pemiliknya sementara secara bersamaan memenuhi tanggung jawab kepada para
pemangku kepentingan lain (misalnya karyawan, pemasok, masyarakat pada
umumnya).
56
Berdasarkan teori tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian
sebagai berikut:
Ha2 : Good Corporate Governance berpengaruh negatif terhadap return
saham.
2.7.3
Pengaruh Rentabilitas (earning) terhadap return saham
Beban operasi terhadap pendapatan operasi digunakan untuk mengukur
tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya.
(Veithzal, 2007 : 722). Rasio ini menggambarkan bagaimana kinerja bank di dalam
memaksimalkan setiap biaya operasional yang terjadi ke dalam pendapatan
operasionalnya. Dalam hal ini, bank berusaha untuk memaksimalisasi pendapatan
yang bersumber dari kredit yang diberikan dengan harapan dapat menyerap bunga
kredit yang diterima.
Suardana (2007) berpendapat bahwa semakin besar rasio Beban Operasi
terhadap Pendapatan Operasi, maka operasional perusahaan cenderung kurang
efisien atau dengan kata lain beban yang dikeluarkan relatif lebih besar terhadap
pendapatan yang diterima.
Semakin kecilnya biaya operasi yang digunakan, maka dapat menghasilkan
pendapatan yang lebih besar. Peningkatan pendapatan secara stabil dapat menarik
perhatian masyarakat dengan melihat kinerja perusahaan mengalami peningkatan.
Oleh karena itu, peningkatan pendapatan dapat mmpengaruhi pembelian harga
saham yang akan cenderung meningkat abikat peningkatan kinerja perusahaan.
Dengan kata lain, return perusahaan akan meningkat.
Berdasarkan teori tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian
sebagai berikut:
57
Ha3 : Beban Operasi terhadap Pendapatan Operasi berpengaruh positif
terhadap return saham.
2.7.4 Pengaruh Capital Adequacy Ratio terhadap return saham
Capital adequacy ratio merupakan rasio yang menggambarkan tingkat
permodalan. Semakin tinggi CAR, maka semakin solvable suatu bank. Veithzal
(2007 : 713), menyimpulkan bahwa Capital Adequacy Ratio sebagai salah satu
indikator kemampuan bank dalam menutup penurunan aktiva sebagai akibat kerugian
yang diderita bank. Dengan kata lain, CAR merupakan rasio yang mengukur
katahanan bank di dalam menghadapi setiap risiko-risiko yang mungkin akan timbul.
Tingkat Capital Adequacy Ratio yang tinggi menunjukkan bahwa kinerja
perusahaan dapat dikatakan baik sehingga masyarakat dan investor akan percaya
terhadap kemampuan permodalan bank dan dana yang diserap dari masyarakat
meningkat yang akhirnya akan meningkatkan harga saham (Wongso 2012). Jika
terjadi peningkatan CAR, maka tingkat modal yang dimiliki bank akan meningkat
sehingga tersedia dana yang cukup dalam menyalurkan kredit dan pengembangan
usaha. Secara tidak langsung, dapat dikatakan bahwa penilaian kinerja bank telah
meningkat, sehingga akan memicu peningkatan pembelian harga saham yang pada
akhirnya akan meningkatkan return saham perusahaan tersebut.
Kecukupan modal (capital adequacy) sebagai sumber terpenting dari sebuah
bank dalam memastikan tingkat solvency. Bank-bank diharapkan untuk memiliki
modal yang cukup dalam upaya untuk melindungi dari risiko yang mungkin timbul
dalam menjalankan kegiatan usahanya. Apabila sebuah bank telah memiliki modal
yang mencukupi, maka bank tersebut memiliki sumber daya finansial untuk
mengalokasikan aktiva-aktivanya dan melunasi kewajiban pada saat jatuh tempo.
58
Minat investor terhadap saham suatu perusahaan didasari oleh keyakinannya
terhadap kinerja perusahaan. Cara umum yang digunakan untuk mrlihat kelayakan
kinerja suatu perusahaan adalah dengan cara menganalisis kinerja finansialnya dan
return yang akan diterima atas investasi pada saham tersebut. Semakin besar rasio
ini, maka mengindikasikan bank tersebut dapat memberikan return saham yang
tinggi bagi investor. Sehingga antara CAR dan return saham mempunyai hubungan
yang searah.
Berdasarkan teori tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian
sebagai beikut:
Ha4 : Capital Adequacy Ratio berpengaruh positif terhadap return saham.
59
Download