1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Risiko

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Risiko menjadi bagian dari kehidupan manusia, karena manusia selalu
dihadapkan dengan risiko baik risiko itu besar maupun kecil. Menurut Kountur,
(2004) risiko berhubungan dengan ketidakpastian. Ketidakpastian yang dihadapi
perusahaan bisa berdampak merugikan atau saja menguntungkan. Apabila
ketidakpastian yang dihadapi berdampak menguntungkan maka istilah ini dikenal
dengan kesempatan (opportunity). Sedangkan ketidakpastian yang berdampak
merugikan dikenal dengan istilah resiko (risk).
Didalam menjalankan kegiatan usahanya Bank mempunyai tujuan untuk
mendapatkan hasil usaha (return). Namun sering terjadi bahwa ketika ingin
mendapatkan keuntungan usaha maka Bank selalu dihadapkan dengan risiko.
Sebagai ilustrasi sebuah bank memperoleh dana dalam bentuk deposito sebesar
Rp. 1 milyar, bunga 12% per tahun, dengan jangka waktu 1 bulan. Jika ingin
memperoleh keuntungan dari dana tersebut, maka Bank harus mengalokasikan
dana yang diperoleh tersebut kedalam aktiva produktif seperti pinjaman atau
investasi dengan hasil yang lebih besar dari 12% per tahun. Dalam situasi ini
bank diperhadapkan pada suatu pilihan yang paling ektrim jika dimana aktiva
produktif yang telah dialokasikan tidak dapat kembali.
Jika bank memilih mengalokasikan aktiva produktif sebagai pinjaman
maka bank akan di perhadapkan kepada resiko kredit yaitu risiko yang terjadi
karena peminjam tidak mampu atau gagal membayar utang (kewajiban) pada saat
jatuh tempo. Demikian juga yang terjadi jika bank memilih mengalokasikan
1
2
aktiva produktif seperti investasi.
Dalam hal ini bank akan diperhadapkan
dengan risiko pasar yaitu risiko yang terjadi akibat terjadi perubahan atau
pergerakan pada harga pasar yang dipengaruhi oleh perubahan harga saham, nilai
tukar valas, dan pergerakan arah suku bunga.
Selain mengalokasikan dana pada aktiva produktif maka pilihanyang
mungkin timbul dan relative paling aman adalah menghindari risiko dengan
mengendapkan dana (tidak mengalokasikan terhadap aktiva produktif). Secara
sepintas menghindari risiko terlihat aman. Namun sebenarnya pada saat yang
sama risiko terbesar telah terjadi, yaitu dana Rp.1 milyar tersebut tidak dapat
menghasilkan apa-apa. Sedangkan kewajiban bunga terhadap nasabah tetap harus
dibayarkan dan bank akan mengalami kerugian sebesar atas suku bunga yang
harus dibayarkan sesuai jatah waktu.
Dari contoh diatas dapat ditarik sebuah pernyataan bahwa untuk
mendapatkan hasil dari suatu kegiatan maka harus menghadapi risiko. Sebaliknya
jika tidak mengambil risiko sama sekali maka tidak ada peluang untuk
memperleh hasil. Untuk memperoleh hasil yang diinginkan maka risiko yang ada
harus dikelola dengan baik tanpa harus mengurangi hasil yang ingin dicapai,
sehingga memberikan ruang pada terciptanya peluang untuk memperoleh suatu
keuntungan. Untuk memperoleh keuntungan yang dinginkan maka para
pengambil keputusan dan pengelola risiko harus mengerti tentang risiko.
Saat ini industri perbankan di Indonesia, merupakan industry yang
berkembang pesat dan memeliki kegiatan usaha yang semakin beragam. Dengan
kegiatan usaha yang beragam tersebut perbankan di perhadapkan dengan risiko
yang semakin kompleks terutama karena kegiatan usaha perbankan melibatkan
pengelolaan uang masyarakat yang diputar dalam bentuk berbagai investasi
3
seperti pemberian kredit, pembelian surat-surat berharga dan bentuk penanaman
dana lainnya. Dengan kegiatan yang kompleks seperti diatas maka perbankan
membutuhkan praktek serta fungsi manajemen risiko bagi kegiatan usaha yang
baik.
Manajemen
risiko
adalah
pengelolaan
berbentuk
risiko
yang
berhubungan dengan operasional bank yang sesuai dengan prisip kehati-hatian
guna mengontrol risiko pembiayaan atau pendanaan yang terdiri dari risiko
kredit, risiko suku bunga dengan cara cegah risiko (hedging), financial future,
dan batas suku bunga (interest rate caps) dengan tujuan untuk mengendalikan
biaya dana, anggaran biaya bunga, dan membatasi tekanan terhadap perubahan
tingkat suku bunga. Dengan dibentuknya manajemen risiko dalam perbankan
tidak cukup untuk membuktikan suatu Bank mempraktekkan dan menjalankan
kegiatan usahanya dengan baik. Sehingga dibutuhkan suatu aturan atau
kesepakatan dalam melihat dan menilai cara pengelolaan risiko perbankan secara
internasional.
Kesepakatan
yang
dimaksud
adalah
kesepakatan
Basel.
Kesepakatan Basel tentang risiko perbankan telah berkembang dan menjadi tolak
ukur bagi Bank Sentral di berbagai Negara dalam merancang regulasi manajemen
risiko perbankan yang berlaku pada Negara masing-masing.
Sebelum kesepakatan Basel ditetapkan banyak aturan (regulasi) yang
ditetapkan oleh Pemerintah, Lembaga Keuangan dan Bank Indonesia. Tujuan
dari Regulasi tersebut adalah untuk menciptakan keamanan/perlindungan bank
(safety) yaitu mencegah terjadinya kegagalan pasar dan penarikan simpanan oleh
masyarakat yang berakibat pada ambruknya suatu bank. Kedua untuk stabilitas
perekonomian (stability) yaitu mendeteksi kesehatan bank dari aspek permodalan
(capital), kualitas aktiva (Asset quality), kemampuan memperoleh laba (earning
4
power) liquidity (liquidity) dan sensitivitas pasar (sensitivity of Market) aspekaspek sering dikenal dengan CAMELS. Dan yang ketiga adalah pengendalian
stuktur perbankan (Stucture) dengan kata lain sebagai perhatian terhadap masalah
persaingan dan efisiensi bank dimana bank-bank yang ada sedapat mungkin tidak
memonopoli pasar sehingga menciptakan efisiensi ekonomi. Manajemen risiko
adalah proses pengukuran atau penilaian risiko serta pengembangan strategi
pengelolaannya. Manajemen risiko keuangan, terfokus pada risiko yang dapat
dikelola dengan menggunakan instrumen-instrumen keuangan. Dengan demikian
pengelolan risiko sangat penting untuk diperhatikan. Salah satu pengembangan
terakhir dalam pengelolaan risiko adalah pengelolaan risiko berdasarkan Basel II.
Dengan adanya tujuan regulasi diatas para regulator juga membuat
perbaikan dan pengembangan (regulasi) terhadap manajemen resiko yang
berawal dari penetapan Basel I (1998) dan kemudian Market risk Ammendement
(1996), Basel II (2004).
Basel II adalah rekomendasi hukum dan ketentuan perbankan kedua,
sebagai penyempurnaan Basel I, yang diterbitkan oleh Komite Basel.
Rekomendasi ini ditujukan untuk menciptakan suatu standar internasional yang
dapat digunakan regulator perbankan untuk membuat ketentuan berapa banyak
modal yang harus disisihkan bank sebagai perlindungan terhadap risiko keuangan
dan operasional yang mungkin dihadapi bank. Basel II berupaya mencapai hal ini
dengan menyiapkan persyaratan manajemen risiko dan modal yang ketat yang
dirancang untuk meyakinkan bahwa suatu bank memiliki cadangan modal yang
cukup untuk risiko yang dihadapinya karena praktik pemberian kredit dan
investasi yang dilakukannya. Secara umum, aturan-aturan ini menegaskan bahwa
semakin besar risiko yang dihadapi bank, semakin besar pula jumlah modal yang
5
dibutuhkan bank untuk menjaga likuiditas bank tersebut serta stabilitas ekonomi
pada umumnya. Pengukuran risiko yang terdapat dalam Basel II adalah
pengukuran risiko berdasarkan pendekatan standar adalah kumpulan teknik
pengukuran risiko bagi lembaga perbankan. Istilah ini dapat dipergunakan dalam
konteks risiko kredit maupun risiko operasional. Pada pengukuran risiko kredit,
pendekatan standar dilakukan dengan menggunakan lembaga pemeringkat kredit
eksternal untuk mengkuantifikasikan kecukupan modal. Pada kebanyakan negara,
metode ini merupakan satu-satunya metode yang disetujui pada tahap awal
implementasi Basel II. Metode lainnya adalah dengan menggunakan sistem
peringkat internal Foundation IRB dan Advanced IRB. Basel II mengusung
konsep "tiga pilar" yaitu persyaratan modal minimum, tinjauan pengawasan, serta
pengungkapan informasi.
Pengembangan basel II dilakukan karena adanya kelemahan yang
terdapat Basel I yaitu hanya memperhitungkan risiko kredit secara sederhana,
mempertimbangkan sedikit risiko pasar, serta sama sekali tidak menangani risiko
operasional. Dalam basel II Risiko kredit dapat dihitung dengan tiga cara yang
berbeda
tingkat
kerumitannya,
yaitu
pendekatan
standar
(standardized
approach), Foundation IRB (internal rating-based), dan Advanced IRB. Namun
pengukuran risiko kredit dalam penelitian ini mengunakan model internal Bank
yaitu Diskriminant Analysis Models, Sedangkan pendekatan yang biasanya
dipilih untuk perhitungan risiko pasar adalah pendekatan VaR (value at risk).
Seiring dengan perbaikan dan pengembangan yang dilakukan oleh para
regulator tersebut maka memunculkan keinginan para peneliti terdahulu untuk
membuktikan dan mempratikkan manfaat dan hasil yang diperoleh dari regulasi
(aturan) yang ditetapkan. Beberapa penelitian tentang perbankan yang pernah
6
diteliti diantaranya penelitian yang diakukan oleh Stever,Ryan (2005) menolak
hipotesis yang menyatakan bahwa rendahnya leverega dikarenakan Equity
Volatility bank-bank kecil juga rendah”. Penelitian yang lainnya adalah
Bjorne,D.Syversten (2003) menunjukkan adanya hubungan yang rendah/lemah
antara resiko pasar Bank commersial dan tabungan dengan total asset, serta
hubungan yang kuat antara resiko pasar dengan perusahaan asuransi di akhir
tahun. Selain penelitian diatas banyak penelitian tentang perbankan yang
menganalisis kebangkrutan Bank dengan menggunakan model CAMEL (capital
assetqualidity), dan Rasio Permodalan (CAR).
Penelitian ini untuk menguji pengaruh risiko kredit dan risiko pasar
terhadap kebijakan pendanaan yang terjadi pada sektor perbankan di Indonesia.
Kebijakan pendanaan berhubungan dengan pengelolaan dana yang dilakukan
oleh para eksekutif Bank. Contoh kegiatan yang dilakukan adalah mencari dan
memilih sumber dana yang semurah mungkin serta menetapkan alokasi dana
yang paling menguntungkan.
Dalam hal ini Bank harus bijak dalam menggunakan dana yang yang
tersedia dari sumber dana baik dari pihak I (dana yang berasal dari modal
sendiri), pihak II (dana yang berasal dari pinjaman bank lain), maupun pihak III
(dana yang bersal dari masyarakat). Sehingga dengan dana yang tersedia maka
bank akan menghitung seberapa besar biaya yang dikeluarkan untuk dapat
dialokasikan dan digunakan terhadap kegiatan usaha yang menguntungkan.
Judul penelitian yang diambil adalah “ PENGARUH RISIKO KREDIT
DAN RISIKO PASAR TERHADAP KEBIJAKAN PENDANAAN STUDI
EMPIRIS SEKTOR PERBANKAN DI INDONESIA”.
7
1.2. Perumusan Masalah
Setelah melihat masalah diatas maka rumusan masalah dari peneitian ini
adalah untuk menilai pengaruh risiko kredit dan risiko pasar terhadap kebijakan
pendanaan dalam sektor perbankan khususnya sektor perbankan di Indonesia.
1.3. Tujuan Penelitian
Dengan mengetahui batasan masalah dan rumusan masalah diatas maka
tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengukur seberapa
pengaruh kebijakan pendanaan terhadap risiko kredit, dan risiko pasar Lembaga
Perbankan khususnya perbankan di Indonesia.
1.4. Batasan Masalah
a. Penelitian dilakukan terbatas hanya untuk perusahaan perbankan yang
mempublik dan terdaftar di (BEJ).
b. Penetilitian hanya menguji pada risiko pasar dan risiko kredit Perbankan.
c. Hanya menggunakan sumber dana pihak ketiga sebagai pengukur kebijakan
pendanaan bank (variabel dependen).
d. Hanya menggunakan data pada periode pada 2000- 2005.
I.5. Manfaat Penelitian
Setelah melakukan penelitian ini maka penulis berharap penelitian ini
bermanfaat bagi para pelaku pasar keuangan diantaranya yaitu:
1.5.1 Bagi Lembaga Keuangan dan Perbankan
a. Untuk membantu Perbankan dalam mempertahankan kepercayaan dan
reputasi yang dimiliki dari masyarakat atau nasabah, investor,
pemerintah, pelaku dan pengguna jasa Perbankan.
b. Sebagai
pedoman
lembaga
keuangan
pengalokasian dana atau asset yang dimiliki.
dan
perbankan
dalam
8
c.
Sebagai acuan atau pedoman lembaga keuangan dan perbankan dalam
mengendalikan dan memperkecil risiko.
d. Membantu dalam meningkatkan kesehatan dan kinerjanya Lembaga
keuangan dan Perbankan
1.5.2. Bagi pemerintah
Sebagai alat pertimbangan pemerintah dalam menangani dan mengambil
kebijakan terhadap perbankan yang memiliki masalah dalam pengalokasiaan
dana yang tidak tepat yang dapat menimbulkan krisis ekonomi.
Download