Document

advertisement
ISSN 0215 - 8250
252
PENTINGNYA PENGEMBANGAN MODUL KESEHATAN
REPRODUKSI REMAJA BERWAWASAN SAINS TEKNOLOGI
MASYARAKAT SEBAGAI SUPLEMEN BAHAN AJAR BIOLOGI
DI SMA
oleh
Desak Made Citrawathi
Jurusan Pendidikan Biologi
Fakultas MIPA, Universitas Pendidikan Ganesha
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah melakukan analisis kebutuhan tentang
pentingnya pengembangan modul kesehatan reproduksi sebagai sumber
belajar siswa SMA tentang kesehatan reproduksi remaja (KRR). Penelitian
ini merupakan penelitian pengembangan, yaitu pengembangan modul
kesehatan reproduksi remaja berwawasan sains teknologi masyarakat.
Model pengembangan yang digunakan mengacu pada model
pengembangan Dick dan Carey. Populasi penelitian ini adalah guru-guru
Biologi, Guru Bimbingan konseling, siswa kelas II SMA, kepala sekolah,
dan orang tua siswa. Sampel penelitian ditentukan dengan tehnik
pengambilan sampel berganda. Jumlah sampel adalah 466 siswa yang
berasal dari 8 sekolah. Data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi
profil pengetahuan KRR siswa SMA, mitos-mitos yang berkaitan dengan
KRR, sumber informasi remaja tentang KRR, masalah KRR yang dihadapi
remaja, kendala instruksional yang dialami oleh guru Biologi dan BK
dalam membahas KRR, dan pandangan guru, kepala sekolah, siswa, dan
orang tua siswa tentang pengembangan modul KRR sebagai suplemen
bahan ajar Biologi dan sumber belajar siswa SMA mengenai KRR. Data
yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan diuraikan secara naratif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepala sekolah, guru Biologi, guru
BK, siswa, dan orang tua siswa menyambut positif disusunnya modul
kesehatan reproduksi remaja berwawasan sains teknologi masyarakat
______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 2 TH. XXXX April 2007
ISSN 0215 - 8250
253
sebagai suplemen bahan ajar Biologi di kelas II SMA, dan sebagai sumber
belajar bagi remaja tentang kesehatan reproduksi.
Kata kunci : modul, kesehatan reproduksi remaja (KRR)
ABSTRACT
This research aimed at analyzing the need on the development of
adolescent reproduction health (Kesehatan Reproduksi Remaja/KRR)
module as learning resource for SMA students. This was a development
research which focuses on the development of adolescent health
reproduction learning module oriented in science tecnology and society.
The development model used in this research was based on Dick and
Carey’s model. The population of this research were biology and
counseling teachers, second grade students of SMA, school headmasters,
and student’s parent. The samples were selected through multistage
sampling tecnique. They were 466 student from 8 schools. The data
collected in this research were: the students’ knowledge profile on KRR,
the mythos related to KRR, information resources of the adolescents,
problems faced by the adolescents, intructional problems encountered by
biology teachers and counselors in discusing KRR and; the perspectives of
the teachers, the headmaster, the students and their parents on the
development KRR module as teaching supplement for biology subject
matter and learning resource for SMA students. The data were analyzed
descriptively and presented in narration.The results of the analysis showed
that the school headmasters, biology and counseling teachers, the students
and their parents responded positively on the development of the module.
They considered that the learning module about adolescents’ health
reproduction oriented in science tecnology and society was very significant
to be used as teaching supplement for biology subject matterr in second
grade of SMA. It was also considered as a sifnificant learning resource for
the adolescents about health reproduction.
Key words : module, adolescent health reproduction
______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 2 TH. XXXX April 2007
ISSN 0215 - 8250
254
1. Pendahuluan
Pelaksanaan fungsi reproduksi pada manusia, selain merupakan
fungsi Biologis juga dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal.
Perkembangan seksual sebenarnya telah dimulai sejak awal kehidupan
manusia dan ketika seorang bayi dilahirkan, secara Biologis atau fisik, telah
dapat diidentifikasi sebagai laki-laki atau wanita. Perkembangan seksual
secara fisik (fisikoseksual) kemudian terus berlangsung sesuai dengan
perkembangan fisik. Seiring dengan perkembangan fisikoseksual, terjadilah
perkembangan psikoseksual anak. Perkembangan fisikoseksual dan
psikoseksual harus berjalan selaras agar kehidupan seksual normal
(Pangkahila, 2001).
Setelah memasuki masa remaja, setiap manusia baik laki-laki
maupun perempuan merasakan adanya dorongan seksual. Dorongan seksual
ini menjadi semakin kuat bila ada rangsangan seksual dari luar, baik yang
bersifat fisik maupun psikis. Pada masa kini rangsangan seksual dari luar
sangat mudah didapat dan diterima khususnya oleh remaja. Kepada anak
sekolah dan remaja diekspos barang-barang cetak (buku, majalah, foto) atau
film (vidio,VCD) yang bersifat porno atau cabul (Iskandar,1995). Keadaan
ini dapat mendorong seseorang ingin melakukan aktivitas seksual, bahkan
hubungan seksual. Karena ketidakmengertian dan ketidaksiapan, hubungan
seksual menimbulkan banyak masalah di kalangan remaja yang akhirnya
merugikan diri sendiri dan keluarga.
Persoalan reproduksi remaja menjadi sorotan karena setiap keluarga
menginginkan anaknya sehat berkualitas termasuk kesehatan
reproduksinya. Upaya memberdayakan remaja melalui pendidikan
kesehatan reproduksi dihadang oleh mitos, yaitu tabu membicarakan
masalah yang berbau seks, baik di rumah maupun di sekolah. Hal ini
mengakibatkan informasi reproduksi yang dimiliki remaja (siswa SMA)
______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 2 TH. XXXX April 2007
ISSN 0215 - 8250
255
sangat minim. Ini terbukti dari penelitian yang dilakukan oleh Lembaga
Demografi FEUI dan Yayasan Kusuma Buana di berbagai tempat di
Indonesia (Beni,1995). Rendahnya pengetahuan tentang kesehatan
reproduksi ditunjukkan pula oleh hasil penelitian Hatmadji dan Siregar
yang menggunakan responden remaja belum menikah berumur 15 – 24
tahun. Dari hasil penelitian tersebut terungkap bahwa sebagian besar
responden memiliki pengetahuan yang rendah tentang keterkaitan antara
terjadinya kehamilan, tingkat kedewasaan wanita, dan pengetahuan tentang
terjadinya kehamilan (Hatmadji,1995). Ketidaktahuan remaja tentang
masalah kesehatan reproduksi tersebut membuat mereka rentan terhadap
informasi yang keliru dan perilaku yang negatif sehingga menimbulkan
kecemasan dan frustasi dalam menghadapi masalah seksual mereka.
Kefrustasian itu sering berwujud dalam bentuk seks bebas (berhubungan
seks dengan sembarang orang), peningkatan tindak kejahatan (kekerasan)
seks yang memprihatinkan, penyakit menular seksual termasuk AIDS,
kehamilan yang tidak dikehendaki, ibu-ibu yang masih remaja, dan perilaku
seks yang menyimpang (Kothari,2001). Salah satu sumber yang diharapkan
dapat memberikan informasi tersebut terutama adalah pendidikan di
sekolah, selain seminar, lokakarya, dan media masa (Djaelani J,1995).
Tentang pentingnya pendidikan kesehatan reproduksi diberikan
kepada remaja sebagai upaya untuk membantu remaja dalam menghadapi
permasalahan reproduksinya telah sering dibicarakan dalam pertemuanpertemuan ilmiah baik di tingkat suatu lembaga, daerah, regional, nasional,
maupun tingkat internasional. Akan tetapi, implementasi pendidikan
kesehatan reproduksi khususnya di sekolah belum didisain dengan baik.
Dalam kurikulum 2004 untuk mata pelajaran Biologi yang berlaku
di SMA, disebutkan bahwa salah satu kompetensi dasar yang harus dimiliki
siswa adalah memahami struktur dan fungsi sistem reproduksi manusia.
______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 2 TH. XXXX April 2007
ISSN 0215 - 8250
256
Materi pokok meliputi menstruasi, fertilisasi, kehamilan, kelainan pada
sistem reproduksi, dan ASI. Hal ini berarti bahwa dalam pelajaran Biologi
telah terdapat pembahasan yang menyentuh tentang kesehatan reproduksi,
dan berarti pula bahwa siswa (remaja) SMA seyogyanya telah mempunyai
pengetahuan tentang kesehatan reproduksi. Hanya saja seberapa jauh proses
pembelajaran tersebut dapat menjangkau permasalahan kesehatan
reproduksi remaja? Hal inilah yang perlu dikaji lebih lanjut, dengan
mengupayakan proses pembelajaran yang lebih efektif.
Dari hasil telaah buku paket Biologi dan buku Biologi yang
digunakan di SMA dalam pokok bahasan Sistem Reproduksi, diketahui
bahwa sebagian besar permasalahan kesehatan reproduksi belum diuraikan
secara rinci. Untuk mengatasi keadaan tersebut, dipandang perlu
dikembangkan suatu modul tentang kesehatan reproduksi remaja sebagai
suplemen bahan ajar Biologi. Siswa tidak hanya dituntut untuk memahami
tentang kesehatan reproduksi, tetapi juga diharapkan dapat menggunakan
pemahamannya tersebut dalam menghadapi permasalahan kesehatan
reproduksi dalam kehidupan sehari-hari khususnya permasalahan kesehatan
reproduksi remaja. Melalui proses pembelajaran dengan menggunakan
modul berwawasan Sains-Teknologi-Masyarakat (STM), diharapkan siswa
dapat meningkatkan pemahamannya tentang kesehatan reproduksi yang
dapat membantu siswa (remaja) dalam memberdayakan dirinya untuk
kehidupan reproduksi yang sehat.
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini bertujuan untuk
melakukan analisis kebutuhan tentang pentingnya pendidikan kesehatan
reproduksi remaja, dan ditindaklanjuti dengan pengembangan modul
kesehatan reproduksi remaja berwawasan sains-teknologi masyarakat yang
nantinya dapat digunakan sebagai salah satu sumber belajar kesehatan
reproduksi remaja siswa SMA.
______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 2 TH. XXXX April 2007
ISSN 0215 - 8250
257
2. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan, yaitu
pengembangan modul kesehatan reproduksi remaja yang nantinya
digunakan sebagai salah satu sumber belajar kesehatan reproduksi di SMA.
Model pengembangan yang digunakan mengacu pada model
pengembangan Dick dan Carey (1990). Pengembangan terdiri dari lima
tahap, yaitu (1) tahap penetapan mata pelajaran; (2) tahap analisis
kebutuhan; (3) tahap pengembangan modul kesehatan reproduksi remaja
berwawasan STM; (4) tahap penyusunan modul kesehatan reproduksi
remaja berwawasan STM; dan (5) tahap review/ujicoba.
Populasi penelitian ini adalah guru-guru Biologi, guru Bimbingan
Konseling, siswa kelas II SMA, dan orang tua siswa kelas II SMA di
Kecamatan Buleleng. Sampel penelitian ditentukan dengan tehnik
pengambilan sampel berganda (multistage sampling), dan jumlah kelas
yang digunakan sebagai sampel penelitian adalah 16 kelas, dengan jumlah
siswa 466 orang.
Objek penelitian ini adalah (1) profil pengetahuan kesehatan
reproduksi remaja siswa SMA; (2) mitos-mitos yang ada di kalangan siswa
SMA yang berkaitan dengan proses dan sistem reproduksi pada remaja; (3)
sumber informasi pengetahuan kesehatan reproduksi remaja siswa SMA,
(4) masalah-masalah yang dihadapi siswa SMA berkaitan dengan kesehatan
reproduksinya; (5) konsep-konsep yang telah diberikan di SMA yang
berkaitan KRR; (6) pandangan siswa, guru Biologi, guru BK, orang tua
siswa, dan kepala sekolah tentang pendidikan KRR di SMA; (7) masalah
dan kendala-kendala instruksional yang dihadapi guru Biologi dalam
pembelajaran yang berkaitan dengan system reproduksi pada manusia; dan
(8) konsep-konsep yang perlu dibahas atau dicantumkan dalam modul KRR
______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 2 TH. XXXX April 2007
ISSN 0215 - 8250
258
berwawasan STM Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif,
kemudian diuraikan secara naratif.
Berdasarkan hasil analisis kebutuhan tersebut, disusun modul
kesehatan reproduksi remaja sebagai suplemen bahan ajar Biologi di kelas
II SMA dan sebagai sumber belajar kesehatan reproduksi remaja, sehingga
dapat membantu remaja mendapatkan informasi yang benar tentang
kesehatan reproduksi.
3. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Dari penyebaran kuesioner kepada siswa, guru Biologi, guru BK,
orang tua siswa, dan wawancara dengan kepala sekolah, guru Biologi, guru
BK, serta observasi kegiatan pembelajaran di kelas, diperoleh data sebagai
berikut.
3.1 Profil Pengetahuan Awal Siswa tentang Kesehatan Reproduksi
Remaja
Dalam penelitian ini, materi kesehatan reproduksi remaja (KRR)
yang diukur meliputi pemahaman remaja tentang anatomi dan fisiologi
sistem reproduksi manusia, aborsi, alat kontrasepsi, penyakit menular
seksual (PMS) dan AIDS, serta teknologi reproduksi. Hasil tes pada 466
siswa SMA kelas II, yang terdiri dari 269 orang siswa laki-laki dan 197
orang siswa perempuan menunjukkan bahwa pengetahuan siswa masih
rendah mengenai fisiologi sistem reproduksi, terutama yang berkaitan
dengan fungsi hormonal pada sistem reproduksi. Pengetahuan tentang
perubahan fisik yang terjadi pada masa remaja juga masih kurang
(ketercapaian16,74%). Siswa juga mempunyai pengetahuan yang masih
rendah (ketercapaiannya 8,15%) mengenai mekanisme kerja alat
kontrasepsi. Untuk sejumlah konsep tentang penyakit menular seksual
______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 2 TH. XXXX April 2007
ISSN 0215 - 8250
259
(PMS) termasuk HIV/AIDS, pengetahuan siswa cukup baik mengenai cara
penularan PMS dan AIDS (dengan ketercapaian 64,38% dan 77,25%).
Hasil tes ini menunjukkan bahwa siswa SMA sudah memiliki
pengetahuan awal tentang KRR, hanya saja masih rendah. Dengan
mengetahui profil pengetahuan awal yang dimiliki siswa, guru Biologi dan
guru BK diharapkan dapat mengemas materi KRR, merencanakan strategi
pembelajaran dengan lebih efektif dan efisien.
3.2 Mitos-mitos yang Ada pada Siswa SMA tentang KRR
Hasil wawancara dengan guru Biologi, guru BK, dan jawaban
kuesioner siswa, serta hasil observasi kegiatan pembelajaran di kelas,
menunjukkan bahwa didapat mitos-mitos masih dimiliki siswa SMA, antara
lain (1) darah yang dikeluarkan pada saat menstruasi adalah darah kotor; (2)
masalah reproduksi hanya merupakan masalah suami-istri; (3) memakai
celana ketat dapat menyebabkan disfungsi ereksi; (4) dorongan seks lakilaki lebih besar dibandingkan perempuan; (5) keperawanan dapat
diindikasikan dengan keluarnya darah pada saat selaput dara (hymen)
robek; (6) masturbasi dapat menyebabkan engsel lutut berbunyi; (7) seks
adalah sesuatu yang kotor, jahat, dan buruk; dan (8) masturbasi yang terlalu
sering dapat menyebabkan kemandulan
Mitos KRR dapat menghambat pemahaman remaja tentang KRR.
Oleh karena itu dengan mengetahui sejumlah mitos yang masih dipercaya
oleh remaja, guru berupaya memberikan informasi secara ilmiah sehingga
remaja (siswa) mempunyai pengetahuan KRR yang benar.
3.3 Sumber Informasi Kesehatan Reproduksi Remaja Siswa SMA
Dari penelitian diperoleh bahwa sumber informasi KRR terbanyak
bagi remaja pria adalah teman sebaya (59,11%) dan dari media elektronik
______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 2 TH. XXXX April 2007
ISSN 0215 - 8250
260
(52,79%). Sedangkan sumber informasi remaja putri mengenai KRR paling
banyak mereka dapatkan dari guru (65,48%) dan dari media cetak
(62,44%). Dengan mengetahui sumber informasi KRR bagi siswa,
pendidikan KRR dapat diprogramkan dengan lebih baik. Misalnya,
pendidikan KRR dapat diberikan oleh guru yang berkompeten di sekolah,
dan dilengkapi dengan buku acuan yang memadai agar remaja lebih
mengetahui dan memahami tentang KRR. Modul KRR yang disusun dapat
digunakan sebagai salah satu sumber informasi bagi guru dan siswa.
Remaja mendapatkan informasi KRR dari teman sebaya. Keadaan
ini dapat berakibat kurang baik karena teman sebaya (sesama remaja)
memiliki pengetahuan reproduksi yang masih minim, di samping sejumlah
mitos yang masih dipercaya oleh remaja. Akan tetapi, jika remaja sudah
disiapkan dengan baik dan benar mengenai pemahamannya tentang KRR,
pemanfaatan teman sebaya sebagai sumber informasi tentunya akan
berhasil dengan baik. Hal ini sesuai dengan perkembangan psikologi di
masa remaja, di mana pada masa ini remaja mulai membentuk kelompokkelompok (peer group). Hal ini dapat dimanfaatkan dengan memberi
pelayanan KRR menggunakan sistem “peer councelor” atau “peer
educator”. Agar kegiatan tersebut dapat dilaksanakan dan berhasil dengan
baik, program pemberdayaan remaja dalam bidang KRR harus dikemas
dengan baik dan berkelanjutan, sehingga remaja yang telah memiliki
pengetahuan dan pemahaman yang memadai tentang KRR akan dapat
menularkannya pada teman-teman sesama remaja.
3.4
Masalah-masalah Kesehatan Reproduksi yang Dihadapi Siswa
SMA dan Pandangan Mereka tentang Kesehatan Reproduksi
Dari kuesioner didapat data bahwa remaja perempuan SMA
mengalami masalah reproduksi seputar proses menstruasi dan keluhan yang
______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 2 TH. XXXX April 2007
ISSN 0215 - 8250
261
merupakan sindroma pramenstrual sebanyak 42 orang (21,32 %), masalah
keputihan sebanyak 11 orang (5,58%), dan perubahan fisik yang dialami
remaja sebanyak 13 orang (6,60%). Sedangkan remaja laki-laki mengalami
masalah pada perubahan fisik dengan munculnya tanda kelamin sekunder
(10,41%) dan masalah sulitnya mengendalikan dorongan seksual (4,5%).
Sebagian besar siswa laki-laki menyampaikan masalah yang dihadapi
dengan temannya, demikian juga siswa perempuan. Ada pula siswa lakilaki (7,5%) dan siswa perempuan (9,1%) tidak menceriterakan kepada
siapapun masalah reproduksi yang dihadapinya.
Sebagian besar siswa, baik laki-laki maupun perempuan, tidak
menganggap tabu pembicaraan tentang masalah kesehatan reproduksi.
Alasan yang mereka sampaikan bahwa menghadapi derasnya arus
informasi tentang reproduksi pada zaman globalisasi akan dapat berakibat
kurang baik bagi remaja jika mereka tidak memahami tentang reproduksi.
Untuk itu, mereka harus mendapatkan informasi yang benar dan seluasluasnya berkaitan dengan proses reproduksi ataupun permasalahan yang
berkaitan dengan KRR. Menurutnya, mereka harus mendapatkan penjelasan
yang benar dari sumber yang relevan tentang proses reproduksi beserta
permasalahan yang sering muncul berkaitan dengan KRR, sehingga mereka
menjadi lebih memahami dan dapat menjaga diri agar tetap sehat. Oleh
karena itu membicarakan masalah reproduksi yang sesuai untuk remaja
bukan lagi merupakan masalah yang tabu.
Sebagian besar siswa (laki-laki = 78,81% dan perempuan = 85,78%)
menyatakan perlu diberikan pendidikan kesehatan reproduksi remaja
(KRR) di sekolah, dengan alasan bahwa guru (terutama guru Biologi)
dianggap relevan untuk memberikan informasi tentang kesehatan
reproduksi. Dengan mengetahui dan memahami KRR, remaja dapat
menjaga organ reproduksinya dan dapat mengambil keputusan dengan
______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 2 TH. XXXX April 2007
ISSN 0215 - 8250
262
benar bila menghadapi permasalahan tentang reproduksi. Sejumlah siswa
(laki-laki = 21,19%, dan perempuan = 14,22%) tidak setuju diberikan
pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah, karena lebih baik diberikan
oleh orang tua atau petugas kesehatan, seperti dokter ahli, bidan, dan
petugas kesehatan yang lain.
3.5 Konsep-konsep yang Diberikan di SMA yang Berkaitan dengan
KRR
Salah satu standar kompetensi dasar mata pelajaran Biologi kelas XI
di Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah pada Kurikulum 2004
adalah mengaitkan struktur, fungsi, proses dan kelainan/penyakit yang
terjadi pada sistem reproduksi organisme. Materi pokok yang diberikan
meliputi anatomi sistem reproduksi, fungsi organ-organ reproduksi, proses
menstruasi, fertilisasi, kehamilan, kesehatan reproduksi, dan ASI. Hasil
telaah terhadap perangkat pembelajaran menunjukkan bahwa materi
kesehatan reproduksi lebih banyak ditekankan pada anatomi dan fisiologi
sistem reproduksi serta pada upaya mencegah penyakit atau gangguan yang
berkaitan dengan sistem reproduksi. Kajian tentang isu-isu yang
berkembang di masyarakat mengenai KRR kurang mendapatkan perhatian.
Strategi pembelajaran yang digunakan didominasi oleh diskusi informasi
dan pemberian tugas.
Materi pokok mata pelajaran Biologi tentang KRR sudah memadai,
tetapi strategi pembelajaran yang digunakan perlu disempurnakan, misalnya
dengan menggunakan pendekatan sains teknologi masyarakat (STM).
Dengan pendekatan STM dapat dikaji secara bermakna isu-isu KRR yang
ada di masyarakat. Dengan demikian, siswa belajar reproduksi tidak hanya
untuk ulangan, tetapi yang lebih penting dari itu adalah untuk menjaga dan
memelihara kesehatan organ reproduksinya.
______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 2 TH. XXXX April 2007
ISSN 0215 - 8250
263
3.6
Pandangan Guru Biologi dan Guru BK tentang Pendidikan
Kesehatan Reproduksi
Hasil telaah terhadap buku-buku Biologi yang digunakan
menunjukkan bahwa belum ada buku yang disusun dengan berwawasan
sains teknologi masyarakat. Isu-isu yang berkaitan dengan KRR (seperti
penyakit menular seksual dan bayi tabung) dikemas dalam bentuk tugas
pada rancangan pembelajaran atau skenario pembelajaran, sedangkan HIV
dan AIDS lebih banyak dibahas pada sistem sirkulasi. Pada saat
pelaksanaan pembelajaran di kelas, isu-isu yang berkaitan dengan KRR
akan dibahas jika ada pertanyaan dari siswa. Alasan yang diberikan, dan
kenyataan aktual di kelas, guru kekurangan waktu untuk menjelaskan lebih
luas dan mendalam. Dengan menggunakan modul KRR berwawasan STM,
waktu tatap muka di kelas dapat dikurangi karena, dengan modul, siswa
dapat belajar di rumah, baik secara mandiri maupun berkelompok.
Program BK yang disusun berkaitan dengan kesehatan reproduksi
remaja adalah perkembangan remaja (biofisik remaja), psikologi remaja
(ciri-ciri remaja dan permasalahan remaja), dan tugas-tugas perkembangan
remaja serta perencanaan hidup berkeluarga. Program ini diberikan di kelas
satu (X) SMA. Untuk mendukung program tersebut, buku-buku yang
digunakan, antara lain: Modul Bimbingan Konseling (Depdiknas DKI
Jakarta) dan buku-buku yang berkaitan dengan psikologi remaja. Buku
yang digunakan belum ada yang disusun berwawasan sains-teknologi
masyarakat.
Permasalahan yang cukup sering disampaikan oleh siswa
perempuan kepada guru BK adalah rasa sakit pada saat menstruasi,
menstruasi tidak teratur, sedangkan oleh siswa laki-laki adalah dorongan
seksual yang tinggi, dan hubungan seksual sebelum menikah. Kendala yang
dihadapi guru BK dalam menangani masalah reproduksi adalah kurangnya
______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 2 TH. XXXX April 2007
ISSN 0215 - 8250
264
buku sumber yang diacu dan kurang memiliki pengetahuan dan pemahaman
yang berkaitan dengan anatomi dan fisiologi sistem reproduksi pada
remaja.
3.7
Pandangan Orang Tua Siswa tentang Pendidikan Kesehatan
Reproduksi Remaja di SMA
Permasalahan yang umumnya disampaikan oleh remaja kepada orang
tuanya adalah pengaruh pertumbuhan fisik pada proses reproduksi,
keputihan, sakit pada saat menjelang atau pada saat menstruasi (haid),
masalah libido yang meningkat, kekerasan seksual, menikah pada usia
remaja, proses melahirkan, dan penyakit kandungan.
Orang tua menjelaskan permasalahan yang disampaikan putra/putri
mereka dengan cara menjelaskan seadanya sesuai dengan yang diketahui
dengan bahasa yang mudah dipahami (karena sebagian besar orang tua
kurang memahami tentang proses reproduksi), mendiskusikan dengan anak
masalah yang disampaikan, menyediakan bacaan yang relevan,
menjelaskan secara santai segi negatif dari perilaku seksual.
Menurut orang tua siswa, remaja (siswa) perlu mendapatkan
informasi tentang kesehatan reproduksi dengan alasan sebagai berikut. (1)
Selama ini para remaja belum memiliki pengetahuan kesehatan reproduksi
yang benar dan memadai. Dengan mengetahui kesehatan reproduksi dengan
benar remaja akan dapat menyiapkan diri dan memfungsikan dirinya sesuai
hakikatnya sebagai manusia; dan (2) Pengetahuan dan wawasan remaja
tentang kesehatan reproduksi perlu ditambah sehingga remaja dapat
merawat organ reproduksinya agar tetap sehat, mencegah perilaku
reproduksi yang kurang baik, membuat keputusan yang tepat jika
berhadapan dengan masalah kesehatan reproduksi sehingga remaja dapat
tumbuh berkembang menjadi remaja sehat reproduksi.
______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 2 TH. XXXX April 2007
ISSN 0215 - 8250
265
Kendala yang dihadapi orang tua dalam memberikan informasi
tentang KRR pada anak mereka adalah berikut ini (1) 73,3 % orang tua
menyatakan kurang percaya diri menginformasikan atau menjelaskan
tentang kesehatan reproduksi karena terbatasnya pengetahuan yang mereka
miliki. (2) 20,28 % orang tua merasa sulit menyampaikan karena tidak tahu
metode yang tepat. Mereka mempunyai kekhawatiran bahwa penjelasan
yang mereka berikan tentang kesehatan reproduksi justru akan mendorong
anak mereka untuk berperilaku yang tidak baik berdasarkan norma, agama,
dan kesehatan. 3) 43,61 % dari orang tua merasa tidak biasa, malu, dan tabu
membicarakan masalah reproduksi dengan anak-anak mereka.
Sebanyak 88,06% orang tua setuju remaja diberikan informasi
kesehatan reproduksi melalui pelajaran Biologi dengan menggunakan
modul dengan alasan (1) dengan modul, remaja akan mengetahui dan
menggali sendiri informasi tentang KRR; (2) pelajaran Biologi adalah
pelajaran yang paling berkaitan dengan KRR; (3) guru Biologi (seharusnya)
dapat memberikan informasi secara ilmiah dan terhindar dari kesan porno;
dan (4) remaja lebih dapat memahami KRR, dapat membedakan mana yang
benar dan yang salah, serta dapat menerapkannya dalam kehidupan seharihari, sehingga remaja dapat tumbuh dan berkembang menjadi remaja yang
sehat reproduksi
Sebanyak 11,94% orang tua tidak setuju informasi KRR diberikan
bersama pelajaran Biologi dengan menggunakan modul, dengan alasan
sebagai berikut. (1) Sistem modul kurang pas untuk anak yang kesempatan
membacanya terbatas, dan jika ada yang kurang jelas tidak bisa ditanyakan
secara langsung. (2) Walaupun Biologi berkaitan erat dengan KRR, tetapi
sebaiknya informasi KRR diberikan tersendiri (merupakan mata pelajaran
tersendiri) agar remaja lebih banyak menerima informasi KRR. (3)
______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 2 TH. XXXX April 2007
ISSN 0215 - 8250
266
Informasi tentang KRR lebih baik diberikan oleh petugas kesehatan atau
ahli di bidang itu
3.8 Pandangan Kepala Sekolah
tentang Pendidikan Kesehatan
Reproduksi Remaja di SMA
Dari hasil wawancara dengan kepala-kepala sekolah didapatkan data
bahwa pada prinsipnya semua kepala sekolah setuju jika kepada siswa
SMA diberikan pendidikan kesehatan reproduksi dengan alasan bahwa
karena derasnya arus informasi di era globalisasi seperti saat ini, remaja
sangat mudah mengakses tentang proses reproduksi yang tidak
bertanggungjawab yang dapat menimbulkan dampak negatif pada KRR.
Sementara ini, pihak sekolah sudah mencoba mengantisipasi dampak
negatif dari informasi yang diterima remaja yang secara alami sedang
mengalami perkembangan seksualitas melalui kegiatan-kegiatan, antara lain
kegiatan ekstrakurikuler, mengikutkan siswa pada seminar-seminar tentang
KRR, menghadirkan pembicara/nara sumber KRR di sekolah, dan ikut
pelatihan tenaga kader yang dilakukan BKKBN. Karena dalam kurikulum
yang sedang berlaku di SMA belum ada pendidikan KRR, semua kepala
sekolah setuju bahwa pendidikan KRR diberikan melalui pelajaran Biologi
dan merupakan salah satu program BK, sehingga siswa yang tidak
mendapatkan pelajaran Biologi juga mendapatkan informasi yang cukup
memadai mengenai KRR. Bahkan untuk ke depan, sejumlah kepala sekolah
(62,5%) mengharapkan kepada pemerintah, khususnya Departemen
Pendidikan Nasional, agar benar-benar merancang adanya mata pelajaran
yang khusus berkaitan dengan kesehatan reproduksi remaja seperti yang
pernah diwacanakan.
Untuk jangka pendek, sejumlah kepala sekolah (62,5%)
mengharapkan Departemen Pendidikan Nasional dengan pihak-pihak
______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 2 TH. XXXX April 2007
ISSN 0215 - 8250
267
terkait seperti Departemen Kesehatan merancang suatu program yang dapat
dilaksanakan secara kontinu yang bertujuan untuk memberdayakan remaja
dalam bidang kesehatan reproduksi.
4. Penutup
Berdasarkan rumusan masalah dan pembahasan di depan, dapat
diambil simpulan sebagai berikut. (1) Siswa SMA telah memiliki
pengetahuan awal tentang kesehatan reproduksi remaja, walaupun masih
minim. (2) Ada sejumlah mitos yang berkaitan tentang sistem reproduksi
yang disetujui kebenarannya oleh siswa. Mitos ini akan dapat memperburuk
tanggapan dan pemahaman siswa tentang KRR. (3) Ada sejumlah
permasalahan kesehatan reproduksi yang dihadapi remaja, dan sumber
informasi utama remaja (siswa SMA) tentang reproduksi adalah guru,
teman sebaya, media cetak, media elektronik, dan orang tua. (4) Siswa,
guru Biologi, guru BK, kepala sekolah, dan juga orang tua siswa setuju
dengan adanya pendidikan kesehatan reproduksi remaja di SMA yang dapat
diintegrasikan dengan mata pelajaran Biologi. (5) Masalah instruksional
yang dihadapi oleh guru Biologi dan guru BK adalah kurang tersedianya
buku yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi remaja di sekolah. (6)
Untuk membantu siswa (remaja) mendapatkan sumber informasi yang
benar tentang kesehatan reproduksi, diperlukan pengembangan modul
kesehatan reproduksi remaja berwawasan sains teknologi masyarakat.
Berdasarkan temuan-temuan dalam penelitian ini, dapat diajukan
saran-saran sebagai berikut. (1) Siswa SMA (remaja) sangat perlu informasi
tentang KRR agar mereka dapat menjalani kehidupan reproduksi dengan
sehat pada saat ini dan di masa mendatang. Guru Biologi dipercaya oleh
siswa sebagai salah satu sumber informasi yang relevan untuk memberikan
pengetahuan tentang KRR. Oleh karena itu, diharapkan sekolah dengan
______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 2 TH. XXXX April 2007
ISSN 0215 - 8250
268
pihak terkait dapat mengambil kebijakan untuk mengemas informasi KRR
dalam program yang terencana dan dapat diimplementasikan dengan baik.
(2) Guru Biologi dan guru BK hendaknya meningkatkan kompetensinya
dalam bidang KRR melalui kegiatan ilmiah seperti seminar, lokakarya,
pelatihan, dan penyediaan sumber belajar, karena mereka merupakan
sumber informasi KRR bagi siswa. Dengan menggunakan modul kesehatan
reproduksi remaja berwawasan sains teknologi masyarakat, diharapkan
guru Biologi dan guru BK dapat membantu remaja dalam memahami
tentang kesehatan reproduksinya. (3) Media cetak dan elektronik juga
merupakan sumber informasi KRR bagi remaja. Oleh karena itu, buku-buku
yang berkaitan dengan KRR dan media audio-visual serta informasi KRR
melalui internet hendaknya mengemas informasi mengenai KRR secara
edukatif, menarik, dan mudah dipahami. Sumber informasi KRR dari media
cetak maupun elektronik tidak saja dimanfaatkan oleh remaja, tetapi juga
orang tua dan anggota masyarakat lain. Orang tua sebenarnya merupakan
sumber informasi yang pertama dan utama bagi anak dan remaja mengenai
KRR. Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa sebagian besar
pengetahuan dan pemahaman orang tua tentang KRR kurang memadai.
Oleh karena itu, diharapkan orang tua siswa dapat menyerap informasi
KRR dari berbagai sumber sehingga dapat membantu putra-putrinya dalam
masalah KRR. (4) Masalah kesehatan reproduksi remaja merupakan
tanggungjawab bersama, bukan hanya tanggungjawab sekolah maupun
keluarga. Oleh karena itu, kepada pemerintah melalui lembaga terkait
hendaknya dalam menyusun program yang berkaitan dengan pemberdayaan
remaja dalam KRR memperhatikan tentang apa yang dihadapi dan
diinginkan oleh remaja, sehingga implementasi program tersebut dapat
terlaksana secara efisien dan efektif.
______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 2 TH. XXXX April 2007
ISSN 0215 - 8250
269
DAFTAR PUSTAKA
Beni, R. 1995. Kesehatan Reproduksi Remaja: Ikhtiar Meretas Mitos.
Warta Demografi, 25(4): 4-8.
Dick, W. dan l. Carey.1990. The Systematic design of instruction, 3rd ed.
USA: Harper Cllins.
Djaelani, J. 1995. Kebijakan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja.
Warta Demografi, 25(4):25-29.
Hatmaji, DH. 1995. Kesehatan Reproduksi: Hasil Peneltian Dari Beberapa
Negara. Warta Demografi, 25(4):18-24.
Iskandar. 1995. Fenomena Sosial Dalam Kesehatan Reproduksi. Warta
Demografi, 25(4): 30-35.
Mohamad, K. 1998. Kontradiksi dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta:
Sinar Agave.
Pangkahila, W. 2001. Seksualitas Remaja dan Permasalahannya. Makalah.
Disampaikan pada seminar akademik Program Studi Biologi STKIP
Singaraja.
Wiyono, N.H. 1995. Kesehatan Reproduksi: Antara Kenyataan dan
Harapan. Warta Demografi, 25(4):9-13.
______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 2 TH. XXXX April 2007
Download