A. KONSEP TARBIYAH,TA’LIM DAN TA’DIB 1. Makna Tarbiyah Menurut Anis (1972:109), terma tarbiyah berasal dari kata rabb yang bermakna tummbuh dan berkembang. Pengertian seperti ini juga diberikan oleh al-qurthubiy (1989:120), yang menyatakan bahwa pengertian dasar kata rabb menunjukan makna tumbuh, berkembang, memelihara, merawat, mengatur dan menjaga kelestarian atau eksistensisnya. Sementara itu, menurut al-Asfahany (1990:189), kata al-rabb bisa berarti mengantarkan sesuatu kepada kesempurnaan dengan bertahap atau membuat sesuatu untuk mencapai kesempurnaan secara bertahap. Menurut al-Nahlawi (1992:31),terma tarbiyah berasal dari tiga kata, yaitu: a. Rabba yarbu,yang berarti bertambah atau tumbuh, seperti tertera pada firman Allah Swt: Q.S, al-rum: 39. “dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah pada harta manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)” b. rabiya-yarba,dengan wazan Khafiya-yakhf, yang berarti menjadi besar.(Q.S, Al-isra’: 24) c. rabba-yarubbu, dengan mazan madda yamuddu, yang berarti memperbaiki, menguasai urusan, menuntun dan memelihara Menurut al-Yasu’iy (1978:247), secara etimologi, terma tarbiyah mempunyai tiga pengertian, yaitu: 1. nasy’at yang berarti pertumbuhan, berusia muda meningkat dewasa 2. taghdiyyah yang berarti memberi makan dan mendewasakan. 3. memperkembangkan, seperti yurby al-shadaqah, yang berarti membuat berembang harta yang telah disedekahkan sebagaimana ungkapan Q.S, alBaqarah:276. Shihab(2004:41) menyatakan bahwa kata rabb sebagaimana terdapat pada ayat kedua surah al-fatihah,seakar dengan kata tarbiyah, yaitu mengarahkan sesuatu tahap demi tahap menuju kesempurnaan kejadian dan fungsinya Bedasar hal itu, shihab kemudian memberi arti rububiyah sebagai kependidikan atau pemeliharaan Dalam arti ini, maka apapun bentuk perlakuan tuhan (al-rabb) kepada makhluknya, harus diyakini bahwa yang demikian itu, sama sekali tidak terlepas dari sifat kepemmeliharaan dan kependidikannya. Karenanya,kata rabb dalam surah al-fatihah di atas dapat berarti Murabbi atau Pendidik. Dalam konteks pemeliharaan Allah terhadap manusia, menurut Ridha, tarbiyyah itu mencakup : 1. tarbiyyah khalqiyyah (pemeliharaan fisikal), yakni menumbuhkan dan menyempurnakan bentuk tubuh serta memberikan daya jiwa ad akal. 2. tarbiyah syariyyah ta’limiyyah (pemeliharaan dan syariat dan pengajaran), yaitu menurunkan wahyu kepada salah satu seorang diantara mereka untuk menyempurnakan fithrah manusia dengan ilmu dan amal. 2. Makna Ta’lim Menurut al-Manzhur(1992:72) Akar kata ta’lim adalah a’lima. Menurut ibn alManzhur. kata ini bisa memiliki beberapa arti, seperti mengetahui atau mengenal, mengetahui atau merasa, dan memberi kabar kepadanya. Kemudian menurut Luis Ma’luf, kata al-‘ilm yang merupakan mashdar dari ‘alama bermakna mengetahui sesuatu dengan sebenar-benarnya (idrak al-syai’bihaqiqatih), sementara kata ‘alima bermakna mengetahui dan menyakininya (‘arafatuh wa tayaqqanah). Dalam al-qur’an, kata ta’lim disebutkan dalam bentuk ism dan fi’il. Dalam bentuk ism, kata yang seakar dengan ta’lim hanya disebut sekali, yaitu mu’allamun yang terdapat dalam surah ad-dukhan: 41. Kemudian, dalam bentuk fi’il, kata yang seakar dengan ta’lim talim disebut dalam dua bentuk, yaitu fi’il madhi dan fi’il mudhori. Dalam bentuk fi’il madhi, kata ini disebutkan sebanyak 25 kali dalam 25 ayat pada 15 surah. Kemudian dalam bentuk fi’il mudhori, kata yang setara dengan talim disebutkan sebanyak 16 kali dalam 16 ayat pada delapan surah. Menurut Atabik Ali A. Muhdlor(1998:13-14), kata talim sepadan dengan kata darrosa, terambil dari a’lama yu’allimu, ta’liman, yang secara bahasa berarti mengajar atau mendidik.10 Menurut ridha ta’lim adalah proses transmisi ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu. Argumentasinya didasarkan pada firman ALLAH dalam Q.S, al-baqarah ayat 31: “Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar! "Sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. Al-Asfahany (1987:358)menyatakan bahwa ta’lim adalah pemberitahuan yang dilakukan dengan berulang-ulang dan sering, sehingga berbekas pada diri muta’allim. Menurt Jalal (1987:27) Di samping itu, ta’lim juga adalah menggugah untuk mempersepsikan makna dalam pikiran. Karenanya, sebagaimana dikemukakan jalal, dalam konteks ta’lim, apa yang dillakukan Rasulullah saw bukan sekedar membuat umat islam bisa membaca apa yang tertulis, melainkan dapat membaca dengan renungan, pemahaman, pengertian, tanggung jawab dan amanah. Karenanya masih menurut jalal, ta’lim mencakup: 1. Pengetahuan teoritis 2. Mengulang kaji secara lisan 3. Pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam kehidupan 4. Perintah untuk melaksanakan apa yang diketahui 5. Pedoman bertingkah laku. Pendapat jalal ini dengan sendirinya membantah pandangan yang menyatakan bahwa pengertian yang paling tepat untuk menterjemahkan ta’lim adalah pengajaran. Padahal, dalam terma ta’lim terkandung makna ilmu dan amal. Allah swt berfirman:Q.S, muhammad :19 “Maka ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, Tuhan) selain Allah” Kalimat fa’lam pada ayat diatas tentu tidak memadai bila diterjemahkan dan dimaknai hanya sekedar mengetahui secara teoritis. Sebab, bagaimana mungkin seseorang yang hanya memiliki pengetahuan teoritik bisa sampai pada tingkatan pengakuan bahwa tiada tuhan selain allah? Karenanya, kalimat fa’lam harus dimaknai mengetahui dalam arti berpengaruh dan berinteraksi dalam jiwa seseorang. Sebab dalam al-qur’an,Allah swt menyatakan bahwa:Q.S, AL-FATIR:28. “Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatangbinatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun”. Dalam konteks ini, yang dimaksud dengan ulama adalah orang-orang yang mengetahui kebenaran dan berilmu pengetahuan dan ia sendiri hidup dan mengamalkan kebenaran atau semua al-ilm yang diketahuinya tersebut. 3. Makna Ta’dib Menurut ibn al-manzhur, arti asal kata addaba adalah al-dua’ yang berarti undangan kepada suatu perjamuan. Dalam salah satu hadist rasulullah saw bersabda: Al-qur’an ini adalah (undangan) perjamuan allah diatas bumi, maka belajarlah dari perjamuan-Nya.(H.R, Al-Darimi). Menurut shalaby,(1976:32) terma ta’dib sudah digunakan pada masa islam klasik, terutama untuk pendidikan yang diselenggarakan di kalangan istana para khalifah.pada masa itu, sebutan yang digunakan untuk memanggil guru adalah muaddib. Shalaby, dengan mengutip al-jahiz, menyatakan bahwa terma muaddib berasal dari kata adab, dan adab itu bisa berarti budi pekerti atau meriwayatkan. Guru para putera khaliffah disebut muaddib dikarenakan mereka brtugas mendidikkan budi pekerti dan meriwayatkan kecerdasan orang-orang terdahulu kepada mereka.Ibn khutaibah, sebagaimana dikutib shalaby(1976:34), menukilkan pesan yang disampaikan abdul malik bin marwan kepada muaddib puteranya: Ajarkanlah kepada mereka berkata benar, disamping mengajarkan al-qur”an, jauhkanlah mereka dari orang-orang jahat, karena orang-orang jahat itu tidak mengindahkan perintah tuhan dan tidak berlaku sopan. Dan jauhkan pula dari khadam dan pelayan-pelayan, karena pergaulan dengan khadam dan pelayanpelayan itu dapat merusakkan moralnya. Lunakkanlah perasaan mereka agar keras pundaknya. Berilah mereka makan daging, agar mereka berbadan kuat. Ajarkanlah syair kepada mereka, agar mereka mulia dan berani. Suruhlah mereka bersugi dengan melintang, dan meminum air dengan dihirup pelan-pelan, jangan diminumnya saja dengan tidak senonoh. Dan bila kamu memerlukan menegurnya, maka hendaklah dengan tertutup, jangan sampai diketahui oleh pelayan-pelayan dan tamu-tamu, agar ia tidak dipandang rendah oleh mereka. Berdasarkan kutipan diatas, tampak bahwa terma ta’dib tidak hanya menekankan aspek pemberian ilmu pengetahuan, tetapi juga pembentukan watak, sikap dan kepribadian peserta didik. Karenanya, tugas seorang muaddib bukan hanya mengajarkan ilmu, tetapi juga melatih dan membimbing peserta didik agar mereka hidup dengan adab, baik secara jasmani maupun ruhani. Pendapat al-zubaidi (1330H:144) yang menyatakan bahwa kata adab dalam bahasa arab bermakna husn al-akhlaq wa fi’l al-makarim, yang berarti budi pekerti yang baik dan perilaku terpuji, atau riyadlah alnafs mahasin al-akhlaq, yaitu melatih/mendidik jiwa dan mempeerbaiki akhlaq.Dalam konteks inilah, rasulullah saw mwenyatakan: “Sesungguhnya aku diutus adalah untuk menyempurnajkan akhlaq yang mulia”. Berdasarkan hadist tersebut, maka misi utama kerasulan muhammad saw untuk mendidik umat manusia dengan pendidikan akhlaq atau prilaku yang mulia dan terpuji. Munurut al-zakarny(1306:256) sebagai upaya dalam pembentukan adab, ta’dib bisa di klasifikasikan ke dalam empat macam: a. Ta’dib al-Akhlaq, yaitu pendidikan tata krama spritual dalam kebenaran,yang memerlukan pengetahuan tentang wujud kebenran.yang didalamnya segala yang ada memiliki kebenaran tersendiri dan yang denganya segala sesuatu diciptakan. b. Ta’dib al- khidmah,yaitu pendidikan tata krama spritual dalam pengabdian. c. Ta’dib al-syari’ah, pendidikan tatakrama spiritual dalam syari’ah. d. Ta’dib al-shuhbah, yaitu pendidikan tatakram spiritual dalam persahabatan. Naquid al-Attas (1994:61) berkesimpulan bahwa ta’dib adalah istilah yang paling cocok, untuk menyebutkan pendidikan dalam konteks islam, karena didalamnya terkandung arti ilmu, kearifan, keadilan, kebijaksanaan, pengajaran dan pengasuhan yang baik. Dengan demikian, pendidik berfungsi sebagai pembimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat tuhan yang tepat dalam tatanan wujud dan keberadaan. Al-qur.an menyatakan bahwa contoh manusia ideal yang beraddap adalah Muhammad SAW. Secara implisit, hal ini dinyatakan Allah swt dalam surah al-ahzab ayat 21: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”. Karenanya, Allah swt memberikan pujian kepada Muhammad saw disebabkan ketinggian atau keluhuran adab beliau. B. Pengertian Pendidikan Islam Dikutipdari rasyid (2017:19),Konperensi internasional pertama tentang pendidikan islam yang berlangsung di university of king Abdul Azis pada tahun 1977 mendefinisikan bahwa pendidikan islam sebagai keseluruhan makna atau pengertian yang tersimpul dalam terma ta,lim, tarbiyyah dan ta’dib. Berdasarkan makna tarbiyah, ta’lim, ta’dib sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, maka pendidikan islam dapat didefinisikan sebagai suatu proses penciptaan lingkungan yang kondusip bagi memungkinkan manusia sebagai peserta didik untuk mengembangkan diri-fisik-jasmani dan non fisik-ruhani- dan potensi yang dimilikinya-aljims, al’aql, al-nafs, dan al-qabl-agar berkemampuan merealisasikan syahadah primordialnya terhadap keberadaan dan kemahaesaan Allah swt, melalui pemenuhan fungsi dan tugas penciptaannya, yakni sebagai ‘abd Allah dan khalifah allah. Dalam definisi di atas, kalimat penciptaan lingkungan yang jkondusif bermakna bahwa pendidikan islam pada hakikatnya adalah upaya manusia muslim dalam menciptakan dan memperdayakan lingkungan yang baik bagi memungkinkan pengembangan diri dan potensi manusia peserta didik. Dalam definisi pendidikan islami, secara ekspilisit harus tampak konsepsi islam tentang manusia sebagai subjek dan objek didik. Karenanya, dalam definisi manusia ditempatkan sebagai makhluk yang merupakan kesatuan utuh integral antara diri jasmani-ruhani, fisik-nonfisik, atau materi-non materi. Itu artinya, praktik pendidikan islam harus merupakan upaya harus membantu peserta didik mengembangkan potensi jasmani dan ruhaninya secara utuh, integral dan seimbang. Dalam defenisi pendidikan Islam, secara eksplisit harus tampak konsepsi Islam tentang manusia sebagai subjek dan objek didik. Karenanya, dalam defenisi di atas, manusia ditempatkan sebagai makhluk yang merupakan kesatuan utuh dan integral antara diri dan jasmani rohani, fisik non fisik, atau materi non-materi,. Itu artinya, praktik pendidikan islami harus merupakan upaya membantu peserta didik mengembangkan potensi jasmani dan rohaninya secara utuh, integral, antara seimabang antara tarbiyah-ta’lim-ta’dib jismiyyah wa al-ruhiyah (aqliyah, nafsiyah, wa qalbiyah). Implimentasi konsep pendidikan seperti inilah yang mampu menghantarkan manusia pada kesempurnaan kemanuisannya (insa kamil). Dalam presefektik islami, pendidikan harus melatih dan membiasakan berbagai keterampilan yang dibutuhkan sehingga diri jasmani-fisik-materi mampu memenuhi fungsi dan tugas diciptakannya. Demikian pula pendidikan islam harus mengasah rasionalitas manusia melakukan penalaran yang benar, menanamkan ahklaq dan adab ke dalam jiwa, dan mensucikan nafs agar mampu meraih pencerahan diri dan senantiasa berada dekat dengan Tuhan. C. Tujuan Pendidikan Islam Dalam tataran yang lebih operasional, rumusan tujuan pendidikan islami setidaknya harus merujuk kepada dua hal pokok, yaitu: 1. Tujuan, fungsi, dan tugas pencapaian manusia oleh allah swt, yakni sebagai syuhud, ‘abd Allah, dan khalifah fi al- ard. Dalam konteks ini, maka pendidikn islam harus ditujukan untuk: a. Mengembangkan potensi fitrah tauhid peserta didik agar mereka memiliki kapasitas atau kemampuan merealisasikan syahadah primordialnya terhadap Allah Swt sepanjang kehidupannnya dimuka bumi. b. Mengembangkan potensi ilahiyah peserta didik agar mereka berkemampuan membimbing dan mengarahkan,atau mengenali dan mengakui, atau merealisasikan dan mengaktualisasikan diri dan masyarakat sebagai ‘abd Allah yang tulus ikhlas secara kontinum beribadah atau mengabdikan diri kepadanya. c. Mengembangkan potensi insaniyah peserta didik. 2. Hakikat manusia sebagai integrasi yang utuh antara dimensi jismiyah dann ruhiyah. a. Mengembangkan, merealisasikan atau mnegaktualisasikan potensi jismiyah peserta didik secara maksimal. b. Mengembangkan, merealisasikan atau mengaktualisasikan potensi ruhiyah pesert didik secara maksimal. Berdasarkan rumusan tujuan diatas, maka dalam tataran operasional, praktik pendidikan islam merupakan integerasi yang utuh dan seimbang antara ta’lim, tarbiyyah atau ta’dib al-jismmiyah wa al-ruhiyyah. Pendidikan Islami berupaya mengembangkan seluruh dimensi kedirian manusia-jismiyah-ruhiyah, fisik-nonfisik, materi-non-materi agar dapat mendorong mereka ke arah realisasi atau aktualisasi seluruh dimensi kediriannya tersebut ke arah pemenuhan tujuan, fungsi, dan tugas penciptaannya oleh Allah Swt. D. Asas-Asas Pendidikan Islam 1. Al-qur’an Dalam islam, al-qura’an merupakan sumber pokok ajaran islam. Ia adalah kalam alllah, ysng di nuzulkan kepada nabi muhammad, yang berisi bimbingan allah swt kepada manusia sebagai makhluk ciptaannya. Dalam konteks pendidikan islami, seluruh ide, pandangan, konsep, teori, konstitusi, dan praktik pendidikan harus merujuk kepada apa yang di tunjuk, dijelaskan, diidentifikasi, digaris bawahi, dirumuskan, dan disimpulkan oleh alqur’an. Untuk mampu menangkap isyarat dan rumusan-rumusan al-Qur’an tentang pendidikan islam tersebut, maka manusia harus menginterpretasi Al-qur’an. Proses tersebut bisa dilakukan melalui penalaran logika yang mendalam, sistematis, dan universal. Disamping itu, proses interpretasi juga bisa dilakukan melalui survey yang cermat dan mendalam terhadap hadist-hadist nabi saw dan contoh atau praktik yang ditampilkan para syahadah. 2. Hadist Hadis adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi muhammad saw, baik berupa, perbuatan, perkataan, dan harapan atau cita-citanya. Dalam islam, hadis juga berfungsi sebagai konfirmasi dan informasi tentang kebenaran yang diketahui manusia lewat penalaran dan eksperimentasi. Sebagai asas pendidikan islam, setidaknya, hadis berfungsi sebagai: a. Sumber informasi yang lebih memperjelas ayat-ayat Al-qur’an berkaitan dengan esensi, unsur, bahkan praktik pendidikan islam sebagaiman dikehendaki oleh allah swt. b. Menginformasikan berbagai hal yang berkaitan dengan pendidikan islam. c. Menerangkan dan menyimpilkan tujuan, materi, sitem, metode, strategi dan peraktik pendidikan islam. d. Menjustifikasi gagasan, pemikiran dan prakti-praktik pendidikan yang telah dilakukan umas islam sepanjang kesejarahannya. 3. Ijihad Selain kedua sumber diatas, al-qur’an dan hadis, asa yang digunakan sebagai landasan dalam pelaksanaan pendidikan islam juga bersumber dari hasil ijtihad, kontemplasi, atau pemikiran para ulama atau ilmuan muslim. Secara luas ijtihad adalah upaya sungguh-sunggu yang dilakukan para pemikir atau intelektual muslim, dengan menngerahkan daya atau energi intelektualnya, dalam melakukan penalaran mendalam, sistematis dan universall untuk memahami hakikat atau esensi tertentu. dalam konteks ini, dari suatu sisi, harus dipahami bahwa Ijtihad atau hasil pemikiran para ulama atau intelektual muslim hanyalah sebagai upaya untuk atau menangkap secara lebih baik dan mendalam, isyarat-isyarat yang dikemukakan Al-Qur’an dan Hadist yang berkaitan dengan pendidikan Islami. Sedangkan dari sisi lain, Ijtihad atau hasil-hasil pemikiran para Ulama atau intelektual Muslim hanyalah sebagai upaya menalar atau menangkap secara lebih baik dan mendalam setiap denyut yang sedang dan bakal terjadi dalam kehidupan manusia sepanjang perjalanan kesejarahannya.