BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Tentang Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Pendidikan Agama Islam Sebelum membahas pendidikan agama Islam terlebih dahulu perlu diungkapkan definisi pendidikan. Para tokoh berbeda pendapat dalam mendefinisikan pendidikan disebabkan mereka berbeda pendapat dalam penekanan dan tinjauan terhadap pendidikan. Pendidikan berasal dari kata didik, lalu kata ini mendapat awalan pe dan akhiran an sehingga menjadi pendidikan, yang artinya proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia, melalui upaya pengajaran dan pelatihan atau proses perbuatan, cara mendidik.1 Adapun pengertian pendidikan menurut Muhibbin Syah, yaitu memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntunan dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.2 Dalam bahasa inggris, education (pendidikan) berasal dari kata educate (mendidik) artinya memberi peringatan (to elicit, to 1 Departemen Diknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1994), cet. ke-3 2 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru,( Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2002), cet. ke-7, h . 10 give rise to ) , dan mengembangkan (to evolve, to develop). Dalam pengertian yang sempit, education atau pendidikan berarti perbuatan atau proses perbuatan untuk memperoleh pengetahuan. Pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu kepada term atTarbiyah, at-Ta’dib dan at-Ta’lim. Dari ketiga istilah tersebut term yang paling populer digunakan dalam praktek pendidikan Islam ialah term attarbiyah, sedangkan term at-ta’dib dan at-ta’lim jarang sekali digunakan. Padahal kedua istilah tersebut telah digunakan sejak awal pertumbuhan pendidikan Islam. Sedangkan menurut istilah, pendidikan Islam adalah suatu sistem kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba Allah. Oleh karena Islam mempedomani seluruh aspek kehidupan manusia muslim baik duniawi maupun ukhrawi.3 Dari batasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pengertian tentang pendidikan yakni, proses dimana hal itu merupakan perwujudan dari pada aktualisasi generasi, sebab pendidikan merupakan pengalaman dan bimbingan yang dilakukan dengan sadar oleh generasi dewasa (pendidik) kepada generasi muda (anak didik) dalam rangka menumbuhkan dan mengembangkan individu, baik jasmani maupun rohani sehingga mempunyai suatu kepribadian. Islam sebagai agama sekaligus sebagai sistem peradaban mengisyaratkan pentingnya pendidikan. Isyarat ini terjelaskan dari berbagai muatan dalam 3 H. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam , (Jakarta : Bumi Aksara, 1996), cet. ke-4, h . 10 konsep ajarannya. Salah satu diantaranya melalui pandekatan terminologis. Secara derivative Islam itu sendiri memuat berbagai makna, salah satu diantaranya yaitu kata sullam yang makna asalnya adalah tangga. Dalam kaitan dengan pendidikan makna ini setara dengan makna “peningkatan kualitas” sumber daya insani (layaknya tangga, meningkat naik). Selain itu Islam, juga ditengarai sebagi bentukan dari kata istislam (penyerahan diri sepenuhnya kepada ketentuan Allah. Selam (keselamatan), dan salima (kesejahteraan). Dengan demikian, secara terminologis pengertian Islam tak dapat dilepaskan dari makna kata asal dimaksud. Bila Islam di kaitkan dengan pendidikan, maka penyusunan rumusnya setidak-tidaknya harus dapat mengembangkan unsur makna kata tersebut. Menafikkan kenyataan ini akan menjadikan pendidikan Islam kurang lengkap. Untuk jelasnya, maka konsep pendidikan menurut pandangan Islam dirujuk dari berbagai aspek antara lain aspek keagamaan, aspek kesejahteraan, aspek kebahasaan, aspek ruang lingkup. Dan aspek tanggung jawab. Berdasarkan rujukan dan aspek tersebut maka konsep tentang pendidikan dapat disusun sesuai dengan hakekat pendidikan menurut ajaran Islam. Sebab bagaimanapun juga konsep pendidikan Islam identik dengan ajaran Islam itu sendiri, keduanya tak mungkin dipisahkan atas dasar kenyataan ini pula, barangkali munculnya pandangan pesimistis terhadap pendidikan Islam. Islam dinilai tidak ada, yang ada hanyalah Islam sebagai agama wahyu yang mengandung kebenaran yang mutlak, pandangan yang demikian tentu tak sepenuhnya dapat dibenarkan. Sebenarnya bila dirujuk secara tuntas ke sumber ajarannya, Islam syarat akan nilai-nilai ajaran yang berhubungan erat dengan pendidikan. Bahkan bila dilihat dari tujuan utama ajarannya, tergambar dengan jelas akan hubungan itu. Untuk menjelaskan hal itu, maka konsep pendidikan Islam perlu dilihat dari dua sudut pandang yaitu konsep pendidikan Islam secara umum (bahasa) dan konsep pendidikan secara Khusus (istilah).4 Ada tiga istilah yang dianggap memiliki arti yang dekat dan tepat dengan makna pendidikan. Ketiga istilah itu adalah tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib yang masing-masing memiliki karakteristik makna disamping mempunyai kesesuaian dalam pengertian pendidikan. Meskipun sesungguhnya terdapat beberapa istilah lain yang memiliki makna serupa seperti kata tabyin, tadris dan riyadhah, akan tetapi ketika istilah di atas dianggap cukup representatif dan memang amal sering digunakan dalam rangka mempelajari makna dasar pendidikan Islam.5 Istilah pendidikan Islam dalam konteks Islam pada umumnya mengacu kepada term al-tarbiyah, al-ta’dib dan al-ta’lim. Dari ketiga istilah tersebut term yang populer digunakan dalam praktek pendidikan Islam ialah term altarbiyah, sedangkan term al-ta’dib dan al-ta’lim jarang sekali digunakan 4 Jalaluddin, Theologi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 70-72 Muh. Shofan, Pendidikan Berparadigma Profesik Upaya Konstruktif Membongkar Dikotomi Sistem Pendidikan Islam, (Gresik: UMG Press, 2004), hal. 38 5 padahal istilah tersebut telah digunakan sejak awal pertumbuhan pendidikan Islam. Kendatipun demikian dalam hal-hal tertentu, ketiga term tersebut memiliki perbedaan, baik secara tekstual maupun kontekstual. Untuk itu perlu dimunculkan uraian dan analisis terhadap ketiga term pendidikan Islam tersebut dengan beberapa argumentasi tersendiri dan beberapa pendapat para ahli pendidikan Islam.6 a) Tarbiyah Istilah tarbiyah ( )ت رب يةdalam kamus Al-Munjid berasal dari kata rabba-yurabbi-tarbiyatan yang berarti tumbuh dan berkembang. Menurut Muhammad an-Naqulb Al-Attas sebagaimana dikutip Munardji mengemukakan bahwa kata “tarbiyah” pada dasarnya mengandung arti: mengasuh, menanggung, memberi tekanan, mengembangkan, memelihara, memebuat menjadikan bertambah dalam pertumbuhan, membosankan, memproduksi hasil-hasil yang sudah matang dan menjinakkan.7 Dengan merujuk pada pendapat Al-Nahlawi sebagaimana dikutip As’ani Muhajir Al-tarbiyah itu bisa terdiri dari 4 unsur: 1) Menjaga dan memelihara fitrah anak menjelang baligh. 6 Al-Rasyoidi dan Samsul Nizzar, Edisi Revisi Pendekatan historis, Teoritis dan Praktis Filsafat Pendidikan Islam, (Ciputat: PRESS, 2005), hal. 25 7 Munardji, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bina Ilmu, 2004), hal. 2-3 2) Mengembangkan seluruh potensi dan kesiapan yang bermacammacam. 3) Mengarahkan seluruh fitrah dan potensi ini menuju kepada kebaikan dan kesempurnaan yang layakbaginya, dan 4) Proses pendidikan itu dilaksanakan secara bertahap.8 b) Ta’lim Adapun at-ta’lim secara etimologis berasal dari kata kerja “allama” yang berarti “mengajar”. Jadi makna ta’lim dapat diartikan “pengajaran” seperti dalam bahasa arab dinyatakan tarbiyah wa ta’lim berarti “pendidikan dan pengajaran”, sedangkan pendidikan Islam dalam bahasa arabnya “at-tarbiyah al-Islamiyah”. Dikemukakan juga istilah Ta’lim yang berasal dari kata ”allama” berarti ”mengajar” (pengajaran), yaitu transfer ilmu pengetahuan. Padahal ilmu pengetahuan hanyalah sebgian saja dari unsur yang ditransformasikan dalam pendidikan Islam. Dalam konteks lain Ta’lim masih terbatas pada “pengenalan” belum sampai kepada “pengakuan” sebagaimana menjadi unsur penting daalam konsep pendidikan Islam. Pengenalan dan pengakuan merupakan dua hal penting. Pengenalan yang benar akan membawa kepada pengakuan yang benar. As’ani Muhajir, Meniti Jalan Penidikan Islam, (Tulungagung: P3M STAIN Kerjasama dengan Pustaka Pelajar, 2003), hal. 375 8 Kata ta’lim menurut bahasa mempunyai asal kata dan dasar makna sebagai berikut: 1) Berasal dari kata “allama - ya’lamu” yang berarti mengecap atau memberi tanda. 2) Berasal dari kata dasar “allama – ya’lamu” yang berarti mengerti atau memberi tanda. Sejalan dengan persoalan di atas, istilah ta’lim yang juga digunakan dalam rangka menunjuk konsep pendidikan dalam Islam punya makna: Pertama, ta’lim adalah proses pembelajaran secara terus menerus sejak menusia lehir melalui pengembangan fungsi-fungsi pendengaran, penglihatan dan hati (Q.S. An-Nahl 16-78) sampai akhir usia. Kedua, proses ta’lim tidak saja berhenti pada pencapaian pengetahuan dalam wilayah (domain) kognisi semata, melainkan terus menjangkau psikomotor dan afeksi. Dari makna ini menggambarkan bahwa ta’lim dalam rangka pendidikan tidak sajamenjangkau wilayah intelektual, melainkan juga persoalan sikap moral dan perbuatan dari proses hasil belajar yang dijalaninya. Dengan demikian makna ta’lim tidak saja menguasai dan mengembangkan ilmu, melainkan juga mengembangkan aspek sikap dan tindakan yang sesuai dengan pengetahuan dalam rangka kehidupannya.9 c) Ta’dib 9 Shofan, Ilmu Pendidikan Islam..., hal. 41-43 Ta’dib lazimnya diterjemahkan dengan pendidikan sopan santun, tata karma, adab, budi pekerti, akhlaq, moral dan etika. Ta’dib yang seakar dengan adab memiliki arti pendidikan peradaban atau kebudayaan. Artinya, orang yang berpendidikan adalah orang yang adalah orang yang beradaban, sebaliknya, peradaban yang berkualitas dapat diraih melalui pendidikan. Menurut Al-Naquib al-attas sebagaimana dikutip oleh mujib, ta’dib berarti pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat dan segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan, sehingga membimbing kea rah pengenalan dan pengakuan kekuatan dan keagungan Tuhan. Ta’dib, dalam upaya pembentukan adab (tata karma), terbagi atas empat macam: (1) ta’dib adab al-haqq, pendidikan tata karma spiritual dalam kebenaran, yang memerlukan pengetahuan tentang wujud kebenaran, yang di dalamnya segala yang ada memiliki kebenaran tersendiri dan yang dengannya segala sesuatu diciptakan; (2) ta’dib adab al-khidmah, pendidikan tata karma spiritual dalam pengabdian. Sebagai seorang hamba, manusia haru mengabdi kepada sang Raja (malik) dengan menempuh tata karma yang pantas; (3) ta’dib al-syariah, pendidikan tatakrama spiritual tata karma dalam syariah, yang tata caranya telah digariskan oleh Tuhan melalui wahyu. Segala pemenuhan syariah Tuhan akan berimplikasi pada tata karma yang mulia; (4) ta’dib adab al- shuhbah, pendidikan tata krama spiritual dalam persahabatan, berupa saling menghormati dan berperilaku mulia diantara sesama.10 Istilah tarbiyah, ta’dib, dan ta’lim, setelah dijelaskan dapatlah diambil suatu analisa. Jika ditinjau dari segi penekanannya terdapat titik perbedaan satu sama lain, namun apabila ditilik dari segi unsur kandungannya, terdapat keterkaitan kandungannya yang saling mengikat satu sama lain yakni dalam hal memelihara dan mendidik anak. Dalam ta’dib titik tekannya adalah pada penguasaan ilmu yang benar dalam diri seseorang agar menghasilkan kemantapan amal dan tingkah laku yang baik. Sedang pada at-tarbiyah, titik tekannya difokuskan pada bimbingan anak supaya berdaya (punya potensi) dan tumbuh kelengkapan dasarnya serta dapat berkembang secara sempurna. Yaitu pengembangan ilmu dalam diri manusia dan pemupukan akhlak yakni pengamalan ilmu yang benar dan mendidik pribadi. Kalau ta’lim, titik tekannya pada penyampaian ilmun pengetahuan yang benar, pemahaman, pengertian, tanggung jawab, dan penanaman amanah kepada anak. Ta’lim mencakup aspek-aspek pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan seseorang dalam hidupnya dan pedoman perilaku yang baik. 10 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006), hal. 20-21. Dengan memapaskan ketiga istilah tersebut, maka terlihatlah bahwa istilah ta’dib, tarbiyah, dan ta’lim dapat digunakan secara bersama-sama untuk pendidikan Islam.11 Kata Islam dalam “pendidikan Islam” menunjukkan warna pendidikan tertentu, yaitu pendidikan yang berwarna Islam, yaitu pendidikan yang berdasarkan Islam. Jelas, pernyataan yang hendak dijawab: “Apa pendidikan itu menurut Islam? Untuk menjawab pertanyaan ini terlebih dahulu dibahas definisi menurut para pakar, setelah itu barulah dibahas pendidikan itu menurut Islam. Pembahasan tentang apa pendidikan itu menurut Islam terutama didasarkan atas keterangan Al-Qur’an dan hadis, kadang-kadang diambil juga pendapat para pakar pendidikan Islam. Pembahasan ini tentulah agak berbau filsafat, suatu hal yang sulit dihindari. Pengertian pendidikan Islam ini sebetulnya sudah cukup banyak dikemukakan oleh banyak ahli. Meskipun demikian, perlu dicermati dalam rangka melihat relevasi rumusan, baik dalam hubungan dengan dasar makna, maupun dalam rangka tujuan fungsi dan proses kependidikan Islam yang dikembangkan dalam rangka menjawab permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam kehidupan umat manusia sekarang dan yang akan datang.12 Sesungguhnya, bila bukan untuk kepentingan ilmu, tidaklah begitu penting membuat pembahasan apa pendidikan itu, semua orang toh sudah 11 Ridwan Nasir, editor Adib Abdushomad, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal, (Yogyakarta: PUSTAKA Pelajar, 2005), hal. 53-54 12 Shofan, Ilmu Pendidikan Islam …, hal. 49 tahu apa pedidikan itu. pendidikan, menurut orang awam, adalah mengajar murid di sekolah, melatih anak hidup sehat, melatih silat, menekuni penelitian, membawa anak ke masjid atau kegereja, melatih anak menyanyi, bertukang dan lain-lain. Semua itu adalah pendidikan. Itu sudah mencukupi untuk orang awam; bahkan bagi mereka “pendidikan ialah sekolah”. Akan tetapi untuk kepentingan ilmu, dalam hal ini ilmu pendidikan, perumusan definisi yang teliti tidak dapat dihindari.13 Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani ajaran agama Islam, dibarengi dengan tuntutan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan umat beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.14 Menurut Daradjad (1987: 87) sebagaimana dikutip Mulyasa: Pendidikan agama Islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu mengahyati tujuan, yang pada akhirnya dapat mengenalkan serta menjadikan islam sebagai pandangan hidup. Menurut Azizi (2002) sebagaimana dikutip Mulyasa: Pendidikan adalah adanya proses transfer nilai, pengetahuan, dan keterampilan dari generasi tua kepada generasi muda agar generasi muda mampu hidup. Oleh karena itu ketika kita menyebut pendidikan Islam, maka akan mencakup dua hal, (a) mendidik siswa untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai atau akhlak Islam; (b) mendidik 13 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2005), hal. 21 14 (Kurikulum PM, 3: 2002) siswa-siswi untuk mempelajari materi ajaran Islam, subyek berupa pengetahuan tentang ajaran Islam. Jadi pendidikan Islam disini merupakan Usaha sadar yang dilakukan pendidik dalam rangka mempersiapkan peserta didk untuk meyakini, memahami dan mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau pelatihan yang telah ditentukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.15 Syariat Islam tidak akan dihayati dan diamalkan orang kalau hanya diajarkan saja, tetapi harus dididik melalui proses pendidikan. Nabi telah mengajak orang untuk beriman dan beramal serta berakhlak sesuai ajaran Islam dengan berbagai metode dan pendekatan. Dari satu segi kita melihat, bahwa pendidikan Islam itu lebih banyak ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan, baik bagi keperluan diri sendiri maupun orang lainnya, pendidikan Islam tidak hanya bersifat teoritis saja, tetapi juga praktis. Ajaran Islam tidak memisahkan antara iman dan amal saleh. Oleh karena itu pendidiakan Islam adalah sekaligus pendidikan iman dan pendidikan amal, dank arena ajaran Islam berisi ajaran Islam tentang sikap dan tingkah laku pribadi masyarakat, menuju kesejahteraan hidup perorangandan bersama, maka pendidikan Islam adalah pendidikan individu dan pendidikan masyarakat, semula orang yang bertugas mendidik adalah 15 E. Mulyasa, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 130-132 para nabi dan rasul selanjutnya para ulama dan cerdik pendaian sebagai penerus tugar kewajiban mereka.16 Banyak orang merancukan pengertian istilah “Pendidikan Agama Islam” dan “Pendidikan Islam”. Kedua istilah ini dianggap sama, sehingga ketika seseorang berbicara tentang pendidikan agama Islam justru yang dibahas di dalamnya adalah tentang pendidikan Islam. Padahal kedua istilah itu memiliki substansi yang berbeda. Tafsir (2004) sebagaimana dikutip Muhaimin membedakan antara pendidikan agama Islam (PAI) dan pendidikan Islam. PAI dibakukan sebagai nama kegiatan mendidikkan agama Islam. PAI sebagai mata pelajaran seharusnya dinamakan “Agama Islam” karena yang diajarkan adalah agama Islam, bukan pendidkan agama Islam. Nama kegiatannya atau usaha-usaha dalam mendidikan agama Islam disebut sebagai pendidikan agama Islam. Kata “pendidikan” ini ada pada dan mengikuti setiap mata pelajaran. Dalam hal ini PAI sejajar atau sekategori dengan pendidikan matematika (nama mata pelajarannya adalah matematika), pendidikan olah raga (nama mata pelajarannya adalah olah raga), pendidikan biologi (nama mata pelajarannya adalah Biologi) dan seterusnya. Sedangkan pendidikan Islam adalah nama sistem yaitu, system pendidikan yang Islami, yang 16 memliki komponen-komponen secara keseluruhan mendukung Zakiah Deradjad,dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hal. 28 terwujudnya sosok muslim yang diideakan, pendidikan Islam adalah pendidikan yang teori-teoriny berdasarkan Al-Qur’an dan hadis. Menurut Muhaimin (2003) sebagaimana dikutip dalam buku pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam merupakan salah satu bagian dari pendidikan Islam. Istilah “pendidikan Islam” dapat dipahami dalam berbagai macam perspektif, yaitu: a) Pendidikan menurut Islam, atau pendidikan yang berdasarkan Islam, dan/atau sistem pendidikan yang Islami, yakni pendidikan yang dipahami dan dikembangkan serta disusun dari ajaran dan dari nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam sumber dasarnya, yaitu Al-qur’an dan as-sunnah/hadis. Dalam pengertian yang pertama ini pendidikan dapat berwujud pemikiran dan teori pendidikan yang berdasarkan diri atau dibangun dan dikembangkan dari sumber-sumber dasar tersebut. b) Pendidikan ke-Islaman atau pendidikan agama Islam, yakni upaya mendidikkan agama Islam atau ajaran Islam dan nilai-nilainya, agar menjadi way of life (pandangan dan sikap hidup) seseorang. c) Pendidikan dalam Islam, atau proses dan praktik penyelenggaraan pendidikan yang berlangsung dan berkembang dalam sejarah umat Islam. Dalam arti prosesbertumbuh kembangnya Islam dan umatnya, baik sebagai agama, ajaran amupun system budaya dan peradaban, sejak zaman Nabi Muhammad saw. sampai sekarang. Jadi dalam pengertian yang ketiga ini istilah “pendidikan Islam” dapat dipahami sebagai prosess pembudayaan dan pewarisan ajaran agama, budaya dan peradaban umat Islam dari generasi ke generasi sepanjang sejarahnya. Sungguhpun demikian, dari beberapa definisi tersebut intinya dapat dirumuskan sebagai berikut: pendidikan Islam merupakan system pendidikan yang diselenggarakan atau didirikan dengan niat untuk mengejawantahkan ajaran dan nilai-nilai Islam dalam kegiatan pendidikannya, kata niat mengandung pengertian suatu usaha yang direncanakan dan sungguh-sungguh yang muncul dari hati yang bersih suci karena mengharap ridho-Nya, bukan karena interes-interes yang lain. Niat tersebut ditindak lanjuti dengan mujahadah, yakni berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mewujudkan niat serta berusaha melakukan kebaikan atau konsisten dengan sesuatu yang direncanakan kemudian dilakukan muhasabah, yakni melakukan control dan evaluasi terhadap rencana yang telah dilakukan. Jika berhasil and konsisten dengan niat atau rencana semula, maka hendaklah bersyukur, serta berniat lagi untuk melaksanakan rencana-rencana berikutnya, sebaliknya, jika gagal atau kurang konsisten dengan rencana semula, maka ia segera beristighfar atau bertaubat kepada-Nya agar diberi kekuatan dan kemampuan untuk mewujudkan niat atau rencana tersebut.17 Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan Agama Islam adalah suatu proses bimbingan jasmani dan rohani yang 17 Muhaimin, Penoembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah Madrasah dan Perguruan Tinggi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 6-7 berlandaskan ajaran Islam dan dilakukan dengan kesadaran untuk mengembangkan potensi anak menuju perkembangan yang maksimal, sehingga terbentuk kepribadian yang memiliki nilai-nilai Islam. 2. Landasan dan Tujuan Pendidikan Agama Islam a) Landasan Pendidikan Agama Islam Landasan adalah merupakan dasar pondasi tempat berpijak yang baik dalam setiap usaha kegiatan dan tindakan yang disengaja untuk mencapai tujuan. Fungsi dari landasan atau dari pendidikan Agama Islam tersebut adalah seperti pondasi yang akan mengokohkan suatu bangunan.18 Sebagai aktivitas yang bergerak dalam proses pembinaan kepribadian muslim, maka pendidikan Agama Islam memerlukan adab atau dasar yang dijadikan landasan kerja dengan dasar ini akan memberikan arah bagi pelaksanaan pendidikan yang telah diprogramkan. Dalam konteks ini dasar yang menjadi acuan pendidikan Agama Islam hendaknya merupakan sumber nilai kebenaran dan kekuatan yang dapat menghantarkan peserta didik kearah pencapaian pendidikan.19 Landasan atau pondasi dalam pendidikan Agama Islam adalah terdiri dari Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah saw yang dapat dikembangkan dengan ijma’ qiyas, masalah-masalah saddudz dzari’ah, urf, istihsan dan Munardji, Ilmu Pendidikan …, hal. 48 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, (Jakarta: CIPUTAT PERS, 2002), hal. 34 18 19 lainnya. Karena pendidikan menyangkut ruang lingkup muamalah. AlQr’an dan sunnah adalah dua sumber pokok dalam melakukan ijma’ pada semua amal perbuatan dan cara-cara yang Islami. 1) Al-Qur’an Al-qur’an ialah firman Allah berupa wahyu yang disampaikan oleh jibril kepada nabi Muhammad saw. Di dalamnya terkandung ajaran-ajaran pokok yang dapat dikembangkan untuk keperluan seluruh aspek kehidupan melalui ijtihad.20 Di dalam Al-Qur’an mencangkup segala masalah dalam kehidupan manusia baik mengenai peribadatan maupun yang berhubungan dengan masalahkemasyarakatan dalam segala seginya. Begitu pula kegiatan-kegiatan pendidikan banyak sekali mendapatkan tuntutan yang jelas dari Al-Qur’an terutama yang berhubungan dengan “Tazkiyah, Ta’lim dan tathhir”. Ayat Al-Qur’an yang berhubungan dengan tazkiyah dan ta’lim seperti yang dimaksudkan tadi terdapat dalam firman Allah: 20 Zakiah Daradjad, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hal. 19 Sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.21 (Q.S Al-Baqarah : 151) Adapun ayat al-Qur’an yang berhubungan dengan tathhir adalah sebagaimana firman Allah: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.22(Q.S At-Taubah: 103) Ayat-ayat pendidikan dalam pengertian yang umum dijelaskan AlQur’an: 21 22 Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an Terjemah, (Jakarta: Al-Huda, 2002), hal. 24 Ibid., hal. 204 Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".23 (Q.S al-Isra’: 34) Sebenarnya tuntunan yang jelas dari Al-Qur’an tentang kegiatan pendidikan Islam telah digambarkan Allah dengan memberikan contoh keberhasilan pendidikan dalam keluarga dengan mengabdikan nama Luqman sebagaimana firman Allah: Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu 23 Ibid., hal. 286 mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".24 (Q.S Luqman: 13). Dengan demikian, dari beberapa ayat Al-Qur’an tadi dapat difahami tentang materi dan urutan prioritas pendidikan Ilsam yang berlandaskan al-Qur’an yaitu a) pandidikan keimanan, b) pendidikan kaedah, dan c) pendidikan akhlakul karimah. Jadi, jika kita renungkan kembali isi Al-Qur’an terutama yang terdapat pada surat Luqman ayat 12-19 tadi terdapat ketiga jenis pendidikan di ata dan mengandung masalah keimanan, ibadah, akhlaq dan ilmu pengetahuan, atau paling tidak mengandung dua prinsip dasar, yaitu yang berhubungan masalah aqidah (keimanan) dan yang berhubngan dengan amal (iman amal shaleh). Dengan demikian, jelaslah kiranya bahwa dalam pendidikan Islam harus mengguankan al-Qur’an sebagai landasan dan sumber utama, karena pendidikan ikut menentukan corak dan bentuk amal ibadah dan kehidupan manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai makhluk sosial dan anggota masyarakat yang sekaligus pendidikan tersebut mendukung tujuan hidup manusia sesuai dengan isi Al-Qur’an.25 2) As-sunnah 24 Ibid., hal. 413 Djumransyah dan Abdul Malik Karim Amrullah, Pendidikan Islam Menggali”Tradisi” Mengukuhkan Eksistrm, (Malang: UIN Malang Press, 2007), hal. 46-53 25 Sunnah Rasulullah saw yang dijadikan landsan dalam pendidikan adalah berupa perkataan, perbuatan atau pengakuan Rasulullah saw dalam bentuk isyarat. Yang dimaksud dengan pengakuan pengakuan dalam isyarat suatu perbuatan yang dilakukan oleh sahabat atau orang lain dan Rasulullah membiarkan saja dan perbuatan atau kegiatan serta kejadian itu terus berlangsung. Dari uraian di atas dapatlah dipahami bahwa sunnah nabi menjadi landasan dan sumber kedua setelah Al-Qur’an. Di dalam sunnah nabi juga berisi ajaran tentang aqidah, syariat dan akhlak seperti Al-Qur’an yang juga berkaitan dengan masalah pendidikan. Yang lebih penting lagi dalam sunnah adalah bahwa di dalamnya terdapat cerminan tingkah laku dan kepribadian Rasulullah saw yang menjadi suri tauladan dan harus diikuti oleh setiap muslim sebagai satu media kepribadian Islam. Usaha nabi Muhammad saw dalam pendidikan Islam dapat kita ketahui melalui: a. Nabi Muhammad menggunakan rumah Arqam bin Abi Arqam sebagai pusat kegiatan pendidikan dimana nabi mengajarkan kaedah-kaedah Islam dan membacakan ayat-ayat Al-Qur’an. b. Nabi telah menugaskan orang-orang tawanan dan kaum Quraisy Makkah dalam peperangan Badar yaitu tahu tulis baca agar mengajar anak-anak muslim menulis dan membaca sebagai tebusan dan kebebasan mereka dari tekanan. Disamping itu nabi juga berusaha mengutus para sahabat untuk pergi ke daerah-daerah yang baru masuk Islam dalam rangka menyampaikan dakwah Islamiyah. Karena upaya-upaya yang dilakukan nabi dalam bidang pendidikan sebagaimana disebutkan tadi sehingga para pakar pendidikan Islam menyebut dan memberikan predikat the Prophet Muhammad was the first Citizen of this nation, its techer and its guide, maksudnya, nabi Muhammad adalah warga pertama, dan sekaligus sebagai guru dan pembimbing.26 Oleh karena itu sunnah merupakan landasan kedua cara pembinaan pribadi manusia muslim. Sunnah selalu membuka kemungkinan penafsiran berkembang. Itulah sebabnya mengapa ijtihad perlu ditingkatkan dalam memahaminya termasuk sunnah yang berkaitan dengan pendidikan.27 3) Ijtihad Ijtihad adalah istilah para fuqoha, yaitu: berfikir dengan menggunakan seluruh ilmu yang dimilikioleh ilmuwan syari’at Islam untuk menetapkan/menentukan sesuatu hukum syari’at Islam dalam 26 27 Ibid., hal. 53-56 Dardjad, Ilmu Pendidikan Islam..., hal. 21 hal-hal yang ternyata belum ditegaskan hukumnya oleh Al-Qur’an dan sunnah. Ijtiha dalam hal ini dapat saja meliputi seluruh aspek pendidikan, tetapi tetap berpedoman pada Al-Qur’an dan sunnah. Namun demikian, ijtihad harus mengikuti kaedah-kaedah yaitu diatur oleh para mujtahid tidak boleh bertentangan dengan isi Al-Qur’an dan sunnah tersebut. Karena itu ijtihad dipandang sebagai salah satu sumber hukumIslam yang sangat dibutuhkan sepanjang masa setelah Rasulullah wafat. Sasaran ijtihad ialah segala sesuatu yang diperlukan dalam kehidupan, senantiasa berkembang. Ijtihad bidang pendidikan sejalan dengan perkembangan zaman yang semakin maju, terasa semakin urgen dan mendesak, tidak saja di bidang materi atau isi, melainkan juga di bidang sistem dalam artian yang luas. Ijtihad di bidang pendidikan ternyata semakin perlu sebab ajaran Islam yang terdapat dalam Al-Qur’an dan sunnah adalah bersifat pokok-pokok dan prinsip-prinsip saja. Bila ternyata ada yang agak terperinci, maka perincian itu adlah sekedar contoh dalam menerapkan yang prinsip itu. Sejak diturunkan sampai nabi Muhammad saw. wafat, ajaran Islam telah tumbuh, dan berkembang melalui ijtihad yang dituntut oleh perubahan situasi dan kondisi sosial yang tumbuh dan berkembang pula, sebaliknya ajaran Islam sendiri telah berperan mengubah kehidupan manusia menjadi kehidupan muslim.28 Usaha dan kegiatan pendidikan Islam di Indonesia dilaksanakan didalam negara yang berpedoman pada filsafah hidup pancasila. Dan pancasila merupakan hasil rumusan manusia dan hasil ijihad para pemimpin bangsa dalam menciptakan prinsip-prinsip tentang cita-cita masyarakat beragama di Indonesia. Semua ajaran agama yang ada tidak dibenarkan bertentangan dengan pancasila. Islam sebagai salah satu ajaran agama yang mempunyai pengikut terbesar haruslah diamalkan oleh pemeluknya dalam kehidupan yang tidak bertentangan dengan pancasila. Disinilah diperlukan ijtihad sehingga antara ajaran agama Islam dan pancasila saling isi mengisi, sehingga cita-cita masyarakat pancasila yang dijiwai oleh ajaran Islam dapat tercapai. Hal ini tentunya diperlukan peranan umat Islam terutama dibidang pendidikan untuk membuktikan dengan hasil ijtihad bahwa agama (baca: Islam) dapat tumbuh dengan sabar di negara yang berlandaskan pancasila ini.29 3. Tugas dan Fungsi Pendidikan Agama Islam Pada hakekatnya pendidikan Islam ialah suatu proses yang belangsung secara continue dan berkesinambungan berdasarkan hal 28 29 Ibid., hal. 21-22 Amrullah, Pendidikan Islam Menggali..., hal. 57 ini, maka tugas dan fungsi yang perlu diemban oleh pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya dan berlangsung sepanjang hayat. Konsep ini bermakna bahwa tugas dan fungsi pendidikan memiliki sasaran pada peserta didik yang senantiasa tumbuh dan berkembang secara dinamis, mulai dari kandungan sampai akhir hayatnya. Secara umum tugas pendidikan Islam adalah membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan peserta didih dari tahap ke tahap kehidupannya sampai mencapai titik kemampuan optimal. Sementara fungsinya adalah menyediakan fasilitas yang dapat memungkinkan tugas pendidikan berjalan dengan lancar. Telaah literer di atas, dapat dipahami bahwa tugas pendidikan Islam setidaknya dapat dilihat dari tiga pendekatan, ketiga pendekatan tersebut adalah: pendidikan Islam sebagai pengemban potensi, proses pewarisan budaya, serta interaksi antara potensi dan budaya. a. Sebagai pengemban potensi, tugas pendidikan Islam adalah menemukan dan mengemnbangkan kemampuan dasar yang dimiliki peserta didik, sehingga dapat diaktualisasikan dalam kehidupannya sehari-hari. b. Sementara sebagai pewaris budaya, tugas pendidikan Islam adalah alat transmisi unsur-unsur pokok budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya, sehingga identitas umat tetap terpelihara dan terjamin dalam tantangan zaman. c. Adapun sebagai interaksi antara potensi dan budaya, tugas pendidikan Islam adalah sebagai proses transaksi (memberi dan mengadopsi) antara manusia dan lingkungannya. Degan proses ini peserta didik (manusia) mengembangkan akan dapat keterampilan-keterampilan menciptakan yang dan diperlukan untuk mengubah atau memperbaiki kondisi-kondisi kemanusiaan dan lingkungannya. Untuk menjamin terlaksananya pendidikan Islam secara baik, hendaknya terlebih dahulu dipersiapkan situasi kondisi pendidikan yang bernuansa elastis, dinmis dan kondusif yang memungkinkan bagi pencapaian tugas tersebut. Hal ini berarti bahwa pendidikan Islam dituntut untuk dapat menjallankan funsinya, baik secara struktural maupun instruksional. Secara struktural, pendidikan Islam menuntut adanya struktur organisasi yang mengatur jalannya proses pendidikan, baik pada dimensi vertikal maupun horizontal. Sementara secara institusional ia mengandung implikasi bahwa proses pendidikan yang berjalan hendaknya dapat memenuhi kebutuhan dan mengikuti perkembangan zaman yang terus berkembang. Bila dilihat secara operasional, fungsi pendidikan dapat dilihat dari dua bentuk, yaitu: a. Alat untuk memelihara, memperluas dan menghubungkan tingkat-tingkat kebudayaan nilai-nilai tradisi dan sosialserta ide-ide masyarakat dan nasional. b. Alat untuk mengadakan perubahan inovasi dan perkembangan pada garis besarnya. Upaya ini dilakukan melalui potensi ilmu pengetahuan dan skill yang dimiliki, serta melatih tenaga manusia (peserta didik) yang produktif dalam menemukan perimbangan perubahan sosial dan ekonomi yang demikian dinamis.30 Fungsi pendidikan agama Islam secara makro adalah memilihara dan mengembangkan fitrah dan sumber daya insani yang ada pada subyek didik menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam. Atau dengan istilah lain yang lazim digunakan yaitu menuju terbentuknya kepribadian muslim lebih lanjut secara makro, fungsi pendidikan agama Islam dapat ditinjau dari teromena yang munculdalam perkembangan peradaban manusia, tubuh dan berkembang melalui pendidikan. Dengan demikian ada beberapa fungsi pendidikan agama Islam. 30 Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis …, hal. 32-34 Pertama, pengembangan wawasan yang tepat dan benar mengenai jati diri manusia, alam sekitar dan mengenai kebesaran Ilahi, sehingga tumbih kreatifitas yang benar. Kedua, mensucikan diri manusia dari syirik dan berbagai sikap hidup dan perilaku yang mencemari fitroh kemanusaannya dengan menginternalisasi nilai-nilai insani Illahi pada subyek didik. Ketiga, mengembangkan ilmu pengetahuan untuk menopang dan mengajukan kehidupan baik individu maupun sosial.31 Dari beberapa uraian mngenai tugas dan fungsi pendidikan Islam akhirnya penulis dapat negambil kesimpulan bahwa antara tugas dan fungsi pendidikan Islam, keduanya saling berkaitan. Oleh karena itu pendidikan Islam harus dapat melaksanakan tugasnya dengan berdasarkan nilai-nilai dan norma ajaran Islam, maka pendidikan Islam akan mampu mewujudkan tercapainya kehidupan yang harmonis , seimbang antara duniawiyah dan ukrowiyah. Dengan demikian jelaslah bahwa manusia dalam hidup dan kehidupannya membutuhkan adanya pendidikan. Sedangkan menurut Rimba sebagaimana dikutip Shofan: Fungsi pendidikan agama ada 4 macam, yaitu: a. Mengakhiri usaha 31 333-334 Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hal. b. Mengarahkan usaha c. Tujuan dapat merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan lainnya d. Tujuan bisa bersifat paralel atau garis lurus, bisa juga tuuan deat jauh dan lebih jauh atau tujuan sementara dan tujuan akhir.32 Selain itu pendidikan agama Islam berfungsi di sekolah yaitu: a. Sebagai upaya pengembang, yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga. b. Sebagai upaya penyaluran, yaitu menyalurkan bakat khusus dalam bigdang agama agar bakat tersebut dapat berkembang secara optimal sehingga dapat bermanfaat untuk dirinya sendiri dan dapat bermanfaat bagi orang lain. c. Sebagai upaya perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahankesalahan, kecurangan-kecurangan dan kelemahan-kelemahan dalam keyakinan pemahaman dan pengalaman ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. d. Sebagai upaya pencegahan, yaitu menangkal hal-hal negatif dari lingkungan masyarakat atau dari budaya lain yang dapat 32 Moh. Shofan, Pendidikan Berparadigma Profetik, IECISOID, (Jakarta: t.p, 2004), hal. 55 membahayakan danmmenghambat perkembangan dirinya menuju manusia seutuhnya. e. Sebagi sumber nilai, yaitu memberikan pedoman hidup untuk mencapai kehidupan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. f. Penyesuaian, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik mapun lingkungan sosial dan dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran Islam.33 4. Tujuan Pendidikan Agama Islam Dalam adagium ushuliyah dinyatakan bahwa “al umur bi maqashidiha” bahwa setiap tindakan dan aktivitas harus berorientasi pada tujuan atau rencana yang telah ditetapkan. Adagium ini menunjukkan bahwa pendidikan seharusnya berorientasi pada tujuan yang ingin dicapai, bukan semata-mata berorientasi pada sederetan materi, karena itulah, tujuan pendidikan Islam menjadi komponen pendidikan yang harus dirumuskan terlebih dahulu sebelum merumuskan komponen-komponen pendidikan yang lain. Tujuan merupakan standart usaha yang dapat ditentukan, serta mengarahkan usaha yang akan dilalui dan merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain. Disamping itu, tujuan daat membatasi ruang gerak usaha, agar kegiatan dapat terfokus pada apa 33 Ramayulis, Metodologi Pengajaran Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), hal. 103-104 yang dicita-citakan dan yang terpenting lagi adalah dapat memberi penilaian atau evaluasi pada usaha-usaha pendidikan.34 Adapun konsep tujuan pendidikan, maka definisi yang paling sderhana yang mungkin disebut tentang itu adalah “perubahan yang diingini yang diusahakan oleh proses pendidikan atau usaha pendidikan untuk mencapainya, baik pada tingkah laku individu dan pada pribadinya, atau pada kehidupan masyarakat dan pada alam sekitar tentang individu itu hidup, atau pada proses pendidikan sendiri dan proses pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan sebagai proporsi diantara profesi-profesi asasi dalam masyarakat. Jadi tujuan-tujuan pendidikan mengikut devinisi iniadalah perubahan-perubahan yang diinginkan pada bidang-bidang asasi tersebut yaitu: 1) Tujuan individual yang berkaitan dengan individu. Pelajaran dengan pribadi-pribadi mereka. Perubahan yang diikuti meliputi: tingkah laku, aktivitas dan pencapaiannya, dan pertumbuhan pribadi mereka dan persiapan untuk kehidupan di dunia dan akhirat. 2) Tujuan sosial yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat,baik tingkah laku masyarakat pada umumnya 34 71 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. maupun pertumbuhan, memperkaya pengalaman dan kemajuan-kemajuan yang diinginkan. 3) Tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, seni, profesi dan sebagai suatu aktivitas antara aktivitas-aktivitas masyarakat.35 Mengenal pendidikan adalah proses hidup dan kehidupan umat manusia, maka tujuannyapun mengalami perubahan dan perkembangan sejalan dengan perubahan dan perkembangan zaman. Perumusan tujuan pendidikan Islam harus berorientasi pada hakikat pendidikan yang meliputi beberapa aspeknya, misalnya tentang: Pertama: Tujuan dan tugas hidup manusia, manusia hidup bukan karena kebetulan dan sia-sia. Ia diciptakan dengan membawa tujuan dan tugas hidup tertentu. Tujuan diciptakan manusia hanya untuk mengabdi kepada Allah SWT. Indikasi tugasnya berupa ibadah (sebagai abdi Allah) dan tugas sebagai wakilnya dimuka bumi (kholifah Allah). Kedua: Memerhatikan sifat-sifat dasar (natural) manusia, yaitu konsep tentang manusia sebagai makhluk unik yang mempunyai beberapa potensi bawaan seperti fitrah, bakat, minat, sifat dan 35 Ommar Muhammad Al Toumi Al Syaibani, Filsafat Pendidikan Islam, alih bahasa Hasan Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hal. 399 karakter yang berkecenderungan pada al-hanief (rindu akan kebenaran dari tuhan) berupa agama Islam, sebatas kemampuan, kapasitas dan ukuran yang ada. Ketiga: Tuntutan masyarakat, tuntutan ini baik berupa kelestarian nilai-nilai budaya yang melembaga dalam kehidupan suatu masyarakat, maupun terhadap tuntutan kebutuhan hidupnya dalam mengantisipasi perkembangan dunia modern. Keempat: Dimensi-dimensi kehidupan ideal Islam. Dimensidimensi kehidupan dunia ideal Islam mengandung nilai yang dapat meningkatkan kesejahteraan hidup manusia di dunia untuk mengelola dan memanfaatkan dunia sebagai bekal kehidupan di akhirat, serta mengandung nilai yang mendorong manusia baru. Usaha keras unruk meraih kehidupan di akhirat yang lebih membahagiakan. Sehingga manusia dituntut agar tidak terbelenggu oleh rantai kekayaan duniawi atau materi yang dimiliki.36 Selain iu sebagian ulama juga ada yang merumuskan tujuan pendidikan Islam yang didasarkan atas cita-cita hidup umatIslam yang menginginkan kehidupan duniawidan ukhrowi yang bahagiasecara harmonis yang mana akhirnya secara teoritis tujuan pendidikan Islam dibedakan menjadi 2 jenis bagian yaitu: 1) Tujuan Keagamaan 36 Mujib, Ilmu Pendidikan Islam..., hal. 71-72 Yang dimaksud dengan tujuan keagamaan ini adalah bahwa setiap pribadi orang muslim beramal untuk akhiratatas petunjuk dalam ilham keagamaan yang benar, yang tumbuh dan dikembangkan dari ajaran-ajaran Islam yang bersih dan suci. Disamping itu tujuan keagamaan juga mengandung makna yang lebih luas yakni suatu petunjuk jalan yang benar dimana tiap pribadi muslim mengikutinya dengan ikhlas sepanjanghayatnya, dan juga masyarakat manusia berjalan secara manusiawi. Jika kita mendalami makna dari tujuan keagamaan pendidikan Islam, maka kita jumpai bahwa tujuan itu menyingkapkan kepada kita sejauh mana kedekatan ilmu pengetahuan dengan agama. Kenyataan demikian memperkuat adanya bukti bahwa sesungguhnya agama kita mempergunakan ilmu pengetahuan dalam ketetapan-ketetapan dalam keputusankeputusannya, yang mengajak pada penemuan kenyataan yang benar guna memuaskan akal fikiran (rasio). Oleh karena itu dapat dikatakan bahwaagama itu adalah haq (dogmatika dan rasional) dan ilmu pengetahuan itu juga haq (dengan cara penganalisaan secara agama antara keduanya tidak mungkin bertentangan dan berlawanan.37 37 Ali Al-Jumbulati dan Abdul futuh At-Tawarusi penerjemah H. M Arifin, Perbandingan Pendidikan Islam, (Jakarta: Rhineka Cipta, 2002), hal. 37-38 2) Tujuan Keduniawian Tujuan ini seperti tujuan yang dinyatakan dalam tujaun pendidikan modern saat ini yang diarahkan kepada pekerjaan yang berguna (pragmatis), atau untuk mempersiapkan anak mengahadapi kehidupan masa depan. Adapun saat ini dan zaman teknologis, tujuan ini mengambil kebijakan baru, yang lebih menonjolkan kecekatan bekerja yang cepat di dalam setiap peristiwa kehidupan, dan juga memakai strategi pendidikan seumur hidup (life-long education). Sedangkan pendidikan Islam melihat tujuan penndidikan ini dari aspek dan pendangan baru yaitu berdasarkan Al-Qur’anul Karim, yang sangat memusatkan perhatian kepada pengalaman dimana seluruh kegiatan hidup umat manusia bertumpu kepadanya. Banyak sekali ayat-ayat Al-Qur’an selalu berkaitan antara iman dengan amal perbuatan yang salah, sebagai landasan yang kokoh dalam mengarungi kehidupan manusia. Dalam hubungan ini Allah berfirman sebagai berikut: … “...dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, ...”.38 (Q.S At-Taubah: 105) Struktur pendidikan Islam dibangun di atas landasan yang kokoh, yang menggunakan kedua tujuan keagamaan dan tujuan keduniaan.39 5. Obyek Pendidikan Agama Islam Ilmu pendidikan Agama lsam sebagai disiplin ilmu memiliki obyek pembahasan yang jelas dan bercorak khas kependidikan dalam kaitannya dengan fenomena situasi pendidikan. Fenomena tersebut dimana-mana, di masyarakat, di dalam keluarga dan di sekolah yang terikat dengan aspek normatif nilai-nilai Islam. Karena itu ajaranajaran Islam yang berkaitan dengan masalah-masalah pendidikan juga merupakan obyek studi ilmu dan ilmu pendidikan Islam yang tidak kalah pentingnya dengan fenomena situasi pendidikan itu sendiri. Karena itu pendidikan Agama Islam termasuk ilmu pendidikan maka syarat metodelogik ilmu pendidikan juga harus dipenuhinya. Faktor yang secara eksplisit membedakan ilmu pendidikan Islam dengan ilmu-ilmu lainnya ialah faktor nilai. 38 39 RI, Mushaf Al-Qur’an..., hal. 204 Arifin, Perbandingan Pendidikan..., hal.38-39 Ilmu pendidikan Islam sepenuhnya melibatkan nilai-nilai Islam dalam proses perencanaan, penyusunan instrumen, pembuatan analisa dan pembuatan kesimpulannya. Dengan melibatkan nilai-nilai Islam akan menentukan spesifikasi secara pandang terhadap subyek didik, pendidik, aplikasi pendidikan dan mengenai tujuan pendidikan. Karena itu pendidikan Islam banyak mnegambil dan membahas ajaran atau nilai-nilai islam tentang pendidikan yang bersumber dari Al-Qur’an dan sunnah nabi Muhammad saw. maka maka disini seharusnya digunakan pendekatan tafsir dan tamsir terhadap ayat-ayat Al-qur’an dan sunnah Nabi. Dan metode pendidikan Agama Islam yang digunakan dalam proses pencapaian tujuan adalah metode yang didasarkan atas pendekatan keagamaan (religius), kamanusiaan (humanity) dan ilmu pengetahuan (scientific). Sistem pendekatan tersebut dilakukan atas dasar nilai-nilai moral keagamaan . dengan demikian semboyan kaum atheis yang menyatakan “tujuan dapat menghalalkan cara” (the aim santifies the means) tidak ada tempat dalam pendidikan Islam.40 6. Metode Dalam Pendidikan Agama Islam Dalam adagium ushuliyah dikatakan bahwa, “al-amru bi sya’i amru bi wasallihi, wa li al-wasall hukm al-maqashidi”. Artinya, 40 Munardji, Ilmu Pendidikan Islam..., hal. 10 perintah pada sesuatu (termasuk di dalamnya adalah pendidikan) maka perintah pula mencari mediumnya (metode), dan bagi medium hukumnya sama halnya dengan apa yang dituju senada dengan adagium itu firman allah SWT dinyatakan: Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan”.41 (Q.S Al-Maidah: 35) Implikasi adagium ushuluyah dan ayat tersebut dalam pendidikan Islam adalah bahwa dalam pelaksanaan pendidikan Islam dibutuhkan adanya metode yang tepat, guna menghantar tercapainya tujuan pendidikan yang dicita-citakan. Materi yang benar dan baik, tanpa menggunakan metode yang baik maka akan menjadikan 41 RI, Mushaf Al-Qur’an..., hal. 114 keburukan materi tersebut. Kebaikan materi harus ditopang oleh kebaikan metode juga.42 Segala sesuatu itu harus dilakukan dengan menggunakan cara dan metode. Allah berfirman dalam Al-Qur’an, 5: 35 … “...dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya...”. 43 (Q.S. Al-Maidah : 35 ) Implikasi ayat tersebut dalam pendidikan adalah bahwa dalam proses pendidikan diperlukan metode yang tepat, guna mengahntarkan tercapainya tujuan pendidikan yang diinginkan. Metode pendidikan dalam Islam mempunyai peranan yang penting sebab merupakan jembatan yang menghubungkan pendidik dengan anak didik menuju ke tujuan pendidikan islam yaitu terbentuknya kepribadian muslim.44 Pendidikan Agama Islam dalam pelaksanaannya membutuhkan metode yang tepat untuk menghantarkan kegiatan pendidikan ke arah tujuan yang dicita-citakan. Bagaimanapun baik dan sempurnanya suatu kurikulum pendidikan Islam ia tidak akan berarti apa-apa, 42 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan..., hal. 165 RI, Mushaf Al-Qur’an..., hal. 114 44 Achyak, Meniti Jalan Pendidikan Islam, (Yogyakarta: P3M STAIN Tulungagung dengan Pustaka Pelajar, 2003), hal. 396 43 manakala tidak memiliki metode atas cara yang tepatdalam mentransformasikannya kepada peserta didik, ketidaktepatan dala penerapan metode secara praktis akan mengahmbat proses belajar mengajar yang akan berakibat membuang waktu dan tenaga secara percuma. Karenanya, metode adalah syarat untuk efisiensinya aktivitas kependidikan Islam. Hal ini berarti metode adalah termasuk persoalan yang esensial, karena tujuan pendidikan Islam itu akan tercapai secara tepat guna manakala jalan yang ditempuh menuju cita-cita tersebut benar-benar tepat.45 Secara literer metode berasal dari dua perkataan yaitu meta yang artinya melalui dan hodos yang artinya jalan atau cara. Jadi metode artinya suatu jalan yang dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Adapun istilah metodologi berasal dari bahasa Yunani logos yang berarti akal atau ilmu, jadi metodologi artinya ilmu tentang jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.46 Pada hakikatnya metode pendidikan Islam yaitu: jalan atau cara yang ditempuh untuk menyampaikan bahan atau materi pendidikan Islam kepada anak didik agar terwujud kepribadian muslim.47 45 Al-Rasyidin, Samsul Nizar, Edisi Revisi Pendekatan Historis, Teoris dan Praktis Filsafat Pendidikan Islam, (Ciputat: PT Ciputat Press, 2005), hal. 65 46 Nur Uhbiyah, Ilmu Pendidikan Islam II, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), hal. 99 47 Achyak, Meniti Jalan Pendidikan Islam..., hal. 396-397 Pemilihan dan penggunaan metode pendidikan agama amat bergantung pada sifat pesan yang disampaikan, tingkat perkembangan jiwa siswa, potensi sumber-sumber belajar, sosio budaya yang berada di sekitar sekolah dan kreasi guru. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi metode mengajar itu antara lain; sebagai berikut: a) Tujuan Pengajaran Tujuan atau cita-cita, pada hakikatnya menjadi pedoman pokok dalam penggunaan metode pengajaran. Semua metode apapun harus disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai dan bukan sebaliknya. Oleh karena itu, dalam memilih metode hendaknya disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai dengan menggunakan metode tersebut. b) Bahan Pengajaran Yakni materi pelajaran yang hendak disajikan, apakah mengingat isi dan mutunyamemang telah sesuai dengan kematangan serta kesiapan mental anak, disamping itu mengingat pula sifat bahan pelajaran itu sendiri harus pula disajikan dengan suatu jenis metode yang sesuai pula. c) Guru/ Pendidik Yakni kemampuan guru sendiri dalam hal penguasaan terhadap berbagai metode; adalah merupakan faktor yang menentukan, efektif tiaknya penggunaan metode yang dipilih. d) Anak Didik Maksudnya kondisi murid/ anak didik; apakah mereka memiliki tingkat kemampuan dalam memberikan respons terhadp mereka. e) Situasi Mengajar Maksudnya situasi atau sekitar dalam mana anak didik sedang melaksanakan kegiatan belajar juga menuntut penerapan metode yang berlainan sesuai dengan yang diperlukan. f) Faktor-Faktor Lain Yang Secara Langsung Ataupun Tidak Langsung Dapat Mempengaruhi Jenis Metode Tersebut Maksudnya; bahwa sehubungan dengan faktor guru tersebut di atas, ada faktor lainnya yang juga mempengaruhi pemilihan metode mengajar.48 Metode pendidikan Islami itu secara garis besar terdiri dari lima, yaitu: a) Metode Keteladanan (Uswatun Hasanah) 48 107-109 Achmad Patoni, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Bina Ilmu, 2004), hal. Metode ini merupakan metode yang paling unggul dan paling jitu dibandingkan dengan metode-metode lainnya. Melalui metode inin para orang tua, pendidik atau da’i memberi contoh atau teladan terhadap anak/pserta didiknya sebagaimana cara berbuat, berbuat, bersikap, mengerjakan sesuatu atau cara beribadah dan sebagainya. Melalui metode ini maka anak/peserta didik dapat melihat, menyaksikan dan meyakini cara ynag sebenarnya. Sehingga mereka dapat melaksanakan dengan baik dan lebih mudah.49 Adapun kelebihan dan kekurangan dari metode keteladanan tidak bisa dilihat secara konkrit. Namun secara abstrak dapat diinterpretasikan sebagai berikut: 1) Kelebihan Diantara keuntungan metode keteladanan adalah: a. Akan memudahkan anak didik dalam menerapkan ilmu yang dipelajari di sekolah. b. Akan memudahkan guru dalam mengevaluasi hasil belajarnya. c. Agar tujuan pendidikan lebih terarah dan tercapai dengan baik. 49 Heri Jauhari Muchtar, Fiqih Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 19 d. Bila keteladanan dalam lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat baik, maka akan tercipta situasi yang baik. e. Tercipta hubungan yang harmonis antara guru dan siswa. f. Secara tidak langsung guru dapat menerapkan ilmu yang diajarkannya. g. Mendorong guru untuk selalu berbuat baik karena akan dicontoh oleh siswanya. 2) Kekurangan Adapun kelemahan dari metode keteladanan adalah: a. Jika figur yang mereka contoh tidak baik, maka mereka cenderung untuk mengikuti tidak baik. b. Jika teori tanpa praktek akan menimbulkan verbalisme.50 b) Pendidikan Melalui Kebiasaan Kebiasaan mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia karena ia menghemat banyak sekali kekuatan manusia, karena sudah menjadi kebiasaan yang mudah melekat dan spontan agar kekuatan itu dapat dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan di lapanganlapangan lain seperti untuk bekerja, memproduksi dan mencipta. Bila pembawaan seperti itu tidak diberikan Tuhan kepada manusia, maka tentu mereka akan mengahabiskan hidup mereka hanya untuk belajar 50 Armai, Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hal. 122-123 berjalan, berbicara dan berhitung. Tetapi disamping itu kebiasaan juga merupakan faktor penghalang terutama apabila tidak ada penggeraknya dan berubah menjadi kelambanan yang memperlemah dan mengurangi reaksi jiwa. Islam mempergunakan kebiasaan iu sebagai salah satu teknik pendidikan, lalu mengubah seluruh sifat-sifat baik manjadi kebiasaan, sehingga jiwa dapat menunaikan kebiasaan tanpa susah payah, tanpa kehilangan banyak tenaga dan tanpa menemukan banyak kesulitan.51 Adapun syarat-syarat yang harus dilakukan dalam mengaplikasikan pendekatan pembiasaan dalam pendidikan yaitu: 1) Mulailah pembiasaan itu sebelum terlambat. Sejak usia bayi dinilai waktu yang sangat tepat untuk mengaplikasikan pendekatan ini, karena setiap anak mempunyai rekaman yang cukup kuat dalam menerima pengaruh lingkungan sekitarnya dan secara langsung akan dapat membentuk kepribadian seorang anak. Kebiasaan positif maupun negatif itu akan muncul sesuai dengan lingkungan yang membentuiknya. 2) Pembiasaan hendaklah dilakukan secara kontinu, teratur dan berprogram. Sehingga pada akhirnya akan terbentuk sebuah kebiasaan yang utuh, permanen dan konsisten. Oleh karena itu 51 Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam 1, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), hal. 202 faktor pengawasan sangat menentukan dalam pencapaian keberhasilan dalam proses ini. 3) Pembiasaan hendaknya diawasi secar ketat, konsisten dan tegas, jangan memberi kesempatan yang luas kepada anak didik untuk melanggar kebiasaan yang telah ditanamkan. 4) Pembiasaan yang pada mula hanya bersifat mekanistis, hendaknya secar berangsur-angsur dirubah menjadi kebiasaan yang tidak verbalistik dan menjadi kebiasaan yang disertai kata hati anak didik itu sendiri.52 c) Metode Nasehat Metode inilah yang paling sering digunakan oleh para orang tua, pendidik dan da’i terhadap anak/ peserta didik dalam proses pendidikannya. Dalam jiwa terdapat pembawaan untuk terpengaruh oleh kata-kata yang didengar. Pembawaan itu besarnya toidak tetap dan oleh karena itu kata-kata harus diulang-ulang. Nasehat yang berpengaruh membuka jalannya ke dalam jiwa secara langsung melalui perasaan.53 Supaya nasehat ini dapat terlaksana dengan baik, maka dalam pelaksanaanya perlu memperhatikan beberapa hal yaitu: 52 53 Arief, Pengantar Ilmu Metodologi Pendidikan Islam..., hal. 114-115 Ibid., hal. 197 1) Gunakan kata dan bahasa yang baik dan sopan serta mudah dipahami. 2) Jangan sampai menyinggung perasaan orang yang dinasehati atau orang sekitar. 3) Sesuaikan perkataan kita dengan umur, sifat dan tingkat kemampuan/kedudukan anak atau orang yang kita nasehati. 4) Perhatikan saat yang tepat kita memberi nasehat. Usahakan jangan menasehati ketika kita atau yang dinasehati sedang marah. 5) Perhatikan keadaan sekitar ketika memberi nasehat. Usahakan jangan di hadapan orang lain atau apalagi di hadapan orang banyak (kecuali ketika memberi ceramah/tausiyah) 6) Beri penjelasan, sebab atau kegunaan mengapa kita perlu memberi nasehat. 7) Agar lebih menyentuh perasaan dan hati nuraninya, sertakan ayatayat Al-Qur’an, hadis Rasulullah atau kisah para nabi/rasul, para shabatnya atau orang-orang shalih.54 d) Metode Memberi perhatian Metode ini biasanya berupa pujian dan penghargaan. Betapa jarang orang tua, pendidik atau da’i memuji atau menghargai anak/peserta didiknya. 54 Muchtar, Fiqih..., hal. 20 Sebenarnya tidaklah sukar memuji atau menghargai anak/orang lain. Ada peribahasa mengatakan, “ucapan atau perkataan itu tidak dibeli” hanya ada keengganan atau “gengsi” menyelinap ke dalam hati kita. Mungkin itulah penyebabnya. Pujian dan penghargaan dapat berfungsi efektif apabila dilakukan pada saat dan cara yang tepat, serta tidak berlebihan.55 e) Metode Hukuman Metode hukuman ini sebenarnya berhubungan dengan pujian dan penghargaan. Imbalan atau tanggapan terhadap orang lain itu terdiri dari dua, yakni penghargaan (reward/targhib) dan hukuman (punishment/tarhib). Hukuman dapat diambil sebagai metode pendidikan apabila terpaksa atau tidak ada alternatif lain yang bisa diambil. Agama Islam memberi arahan dalam memberi hukuman terhadap anak (peserta didik) hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) Jangan menghukum ketika marah, karena pemberian hukuman ketika marah akan lebih bersifat emosional yang dipengaruhi nafsu syaithaniyah. 2) Jangan sampai menyakiti perasaan dan harga diri anak atau orang yang kita hukum. 55 Muchtar, Fiqih..., hal. 21 3) Jangan sampai merendahkan derajat dan martabat orang yang bersangkutan, misalnya dengan menghina atau mencaci maki di depan orang lain. Menurut Al-Abrasyi sebagaimana dikutip Nur Uhbiyah mengemukakan 3 syarat apabila seorang pendidik ingin menghukum anak dengan hukuman badan (jasmani). Ketiga syarat itu ialah: 1) Sebelum berumur 10 tahun anak-anak tidak boleh dipukul. 2) Pukulan tidak boleh dari 3 kali. Yang dimaksud jangan pukulan disini ialah lidi atau tongkat kecil bukanlah tongkat besar. 3) Diberikan kesempatan kepada anak-anak untuk tobat dari apa yang mereka lakukan dam memperbaiki kesalahannya tanpa perlu manggunakan pukulan atau merusak nama baiknya (menjadikan ia malu).56 B. Pengamalan Nilai-Nilai Islami 1. Pengamalan Nilai Akidah Akidah secara epistimologis dari kata “ aqada, ya’qidu ‘aqdan ‘aqidatan “ berarti ikatan dan angkutan. Secara terminology adalah iman, kepercayaan dan keyakinan yang menjadi pegangan hidup bagi setiap pemeluk agama Islam. Dan tumbuhnya kepercayaan tentunya di dalam hati, sehingga yang dimaksud akidah adalah kepercayaan yang menghujam atau 56 Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam 1..., hal. 198 simpul di dalam hati. 57Oleh klarena itu, akidah sering ditautkan dengan rukun iman atau arkanul iman yang merupakan asas bagi ajaran islam. Dalam Islam, akidah ialah iman atau kepercayaan. Sumbernya yang pasti adalah Al-Qur’an. Iman, ialah segi teoritis yang dituntut pertama-tama dan terdahulu dari segala sesuatu yang dipercayai dengan suatu keimanan yang tidak boleh dicampuri oleh keragu-raguan dan dipengaruhi oleh persangkaan. Ia ditetapkan dengan positif oleh saling bantu membantunya teks-teks dan ayat-ayat Al-Qur’an, kemudian adanya consensus kaum muslimin yang tidak pernah bertubah, bertolak sejak penyiaran agama Islam pertama dimasa Rasulullah hingga sampai saat ini. Ayat-ayat Al-Qur’an tersebut menuntut kepada manusia untuk memiliki kepercayaan itu, yang mana merupakan seruan utama setiap Rasul yang diutus Allah sebagai sebagai yang dinyatakan Al-Qur’an dalam pembicaraannya mengenai para Nabi dan para Rasul Nilai akidah perlu ditanamkan kepada anak sejak dini agar anak mempunyai pondasi yang kuat. Pendidikan akidah harus dilaksanakan yang pertama kali sebelum pendidika-pendidikan yang lain. Maka dari itu dalam Qs. Al-Lukman, Lukman ketika menasehati anaknya kata-kata yang keluar dari mulutnya adalah larangan untuk syirik. 57 Muhaimin, kawasan dan Wawasan Studi Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2005), hjal. 259 Artinya :“… Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.”58 Bahkan pendidikan akidah atau keimanan ini perlu ditekankan lebih dalam lagi dalam pendidikan agar anak mampu mengahadapi perkembangan globalisasi. Pada intinya akidah ini ditanamkan dengan cara doktrin, namun selanjutnya disertai dasar-dasar yang sesuai dengan perkembangan pemikiran mereka, ayat-ayat redaksinya memakai larangan. Larangan tersebut menunjukkan bahwa mempunyai arti membersihkan diri dari sifat-sifat tercela lebih didahulukan dari pada menghiasi atau mengisi dengan sifat-sifat terpuji. Dalam hal ini, sesuai dengan urutan pendidikan yang dikemukakan oleh alGhazali bahwa seorang anak didik terl;ebih dahulu harus membersihkan diri dari akhlak tercela, kemudian baru menghiasi diri dengan amalan yang terpuji. Demikian juga dalam menanamkan akidah kepada anak, melarang anak dalam hal perbuatan yang menyebabkan syirik lebih didahulukan dari pada menanamkan ajaran tauhuid atau akidah secara lebih mendalam, karena 58 Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an Terjemah, (Jakarta: Al-Huda, 2002), hal. 24 melarang sesuatu yang jelek itu lebih didahulukan dari pada memerintahkan perbuatan yang baik. 2. Pengamalan Nilai Ibadah a. Pengertian ibadah Menurut kamus istilah fiqih, ibadah yaitu memperhambakan diri kepada Allah dengan taat melaksanakan segala perintahnya dan anjurannya, serta menjauhi segala larangan-Nya karena Allah semata, baik dalam bentuk kepercayaan, perkataan maupun perbuatan. Orang beribadah berusaha melengkapi dirinya dengan perasaan cinta, tunduk dan patuh kepada Allah s.w.t. Sedangkan menurut ensiklopedi hukum Islam, ibadah berasal dari bahasa arab yaitu al-ibadah, yang artinya pengabdian, penyembahan, ketaatan, menghinakan/ merendahkan diri dan do.a, secara istilah ibadah yaitu perbuatan yang dilakukan sebagai usaha menghubungkan dan mendekatkan diri kepada Allah swt sebagai tuhan yang disembah.59 Ibadah artinya berbakti kepaada Allah s.w.t secara luas karena didorong dan dibangkitkan oleh akidah tauhid. Ibadah itulah tujuan hidup manusia. Sebagaimana seorang mahasiswa pendidikan tentu tujuan studinya ialah un tuk menjadi seorang pengajar dan selanjutnya akan mengabdikan keahliannya untuk kepentingan kemanusiaan. Maka hidup manusia secara 59 Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta : Ichtiar Baru van Hoeve, 1999), cet. ke-3, jilid II, h. 59 umum didunia ada pula tujuannya yang hakiki, tujuan hidup itu ialah beribadah kepada Allah s.w.t. Firman Allah s.w.t : Artinya :“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.. Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan aku tidak menghendaki supaya mereka memberiKu makan.. Sesungguhnya Allah Dialah Maha pemberi rezki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” Menyembah Allah s.w.t berarti memusatkan penyembahan kepada Allah semata-mata, tidak ada yang disembah dan mengabdikan diri kecuali kepada-Nya. Kemudian dengan menjalani dan mengatur segala segi dan aspek kehidupan didunia ini lahir dan bathin, sesuai dengan kehendak Illahi, baik sebagai orang perseorangan dalam hubungannya dengan Kholik ataupun sebagai anggota masyarakat, dalam hubungannya dengan sesama manusia. Dari uraian di atas, penulis menggabungkan pengertian pengamalan dan pengertian ibadah, maka pengertian pengamalan ibadah yakni perbuatan yang dilakukan seorang hamba sebagai usaha menghubungkan dan mendekatkan diri kepada Allah swt dengan taat melaksanakan segala perintah dan anjuran-Nya serta menjauhi segala larangnnya. Maka selanjutnya kehidupan duniawi ini bukan tujuan. Begitu pula hasil-hasil dari kegiatan dibumi ini bukanlah tujuan yang hakiki. Tujuan hakiki adalah keridlaan Illahi. Keridlaan Illahi yang memungkinkan ciptaanNya hidup yang sebenar hidup yang lebih tinggi mutunya dari hidup duniawi, hidup hidup yang ukhrawi yang puncak kebahagiaannya terletak dalam pertemuan dengan Allah s.w.t. itulah artionya menyembah Allah sebagai tujuan hidup. Maka nampaklah kelebihan manusia dari sejuta makhluk binatang, dimana pada binatang itu hanyalah ada insting dan nafsu, cukup sekedar untuk mengisi kebutuhan hidup secara duniawi, melepas selera, dan berkembang biak guna melangsungkan jenisnya. Bahkan beberapa jenis binatang diciptakan Allah s.w.t. untuk mengabdikan diri kepada manusia. Diantaranya untuk digunakan membajak sawah dan lading, sebagian lagi untuk alat pengangkutan, untuk berburu, untuk meronda, dan akhirnya untuk kebutuhan lauk pauk. Pengabdian binatang-binatang tersebut pada manusia, dimaksudkan agar manusia dapat mengabdi kepada Allah secara efektif. Sebab itulah seorang muslim punya arti dan nilai-nilai fundamental dalam hidup dan kehidupannya. Sudah barang tentu banyak manusia yang belum mengerti tujuan hidupnya. Dengan demikian mereka akan masuk kedalam lingkaran hidup rendah, yaitu hidup untuk makan atau makan untuk hidup. Maka bila terjadi seperti hal tersebut, martabat kemanusiaan akan meluncur jatuh sederajat dengan binatang-binatang bahkan lebih rendah lagi. Kartena itulah, pendidikan ibadah pada manusia penting artinya, ia membawa manusai kedalam kehidupan dunjia yang terang benderang penuh arti dan harapan. Ibadah perlu ditanamkan kepada diri seorang anak, agar anak mempunyai kesadaran tentang pentingnya beribadah kepada Allah s.w.t. Bahkan penanaman nilai ibadah tersebut hendaknya dilakukan orang tua ketika anak masih kecil dan berumur 7 tahun, yaitu ketika terdapat perintah kepada anak untuk menjalankan ibadah sholat. Ketika anak sudah mencapai baligh, sebagai pendidik orang tua tidak boleh lepas dari tanggung jawab begitu saja. Namun sebagai seorang pendidik hendaknya senantiasa mengawasi anak dalam melakukan ibadah, karena ibadah tidak hanya ibadah kepada Allah s.w.t “ibadah mahdlah” saja namun juga mencakup ibadah terhadap sesame manusia “ ghairu mahdlah”. Ibadah disini tidak hanya terbatas pada menunaikan shalat, mangerjakan puasa, mengeluarkan zakat dibulan ramadhan, dan beribadah haji serta mengucapkan syahadat tauhuid dan syahadat Rasul, tetapi juga mencakup segala amal, perasaan manusia, selama manusia itu dihadapkan karena Allah s.w.t. ibadah adalah jalan hidup yang mencakup seluruh aspek kehidupan serta segala yang dilakukan oleh manusia dalam mengabdikan diri kepada Allah s.w.t. ruang lingkup ibadah ini tidak terlepas dari pemahaman terhadap pengertian itu sendiri. Oleh sebab itu menurut Ibnu Taimiyah (661728 H /1262-1327 M) seperti yang telah dikutip oleh Ahmad Ritonga, ibadah mencakup semua bentuk cinta dan kerelaan kepada Allah swt, baik dalam perkataan maupun perbuatan, lahir dan bathin, maka yang termasuk ke dalam hal ini adalah shalat, zakat, puasa, haji, benar dalam pembicaraan, menjalankan amanah, berbuat baik kepada orang tua, menghubungkan silaturrahmi, memenuhi janji, amar ma.ruf nahi munkar, jihad terhadap orang kafir dan munafik, berbuat baik kepada tetangga, anak yatim, fakir miskin, dan ibn sabil, berdo.a, berzikir, membaca Al-Qur.an, ikhlas, sabar, syukur, rela menerima ketentuan Allah swt, tawwakal,berharap atas rahmat, khauf (takut terhadap azab), dan lain sebagainya.60 Keluarga mempunyai peranan penting dalan pendidikan ibadah terhadap anak, karena keluarga merupakan tempat menempuh pendidikan yang pertama dan utama. Apa yang ditanamkan kepada anak akan sangat membekas sehingga tidak akan mudah hilang atau berubah sesudahnya bahkan tidak akan luntur dikikis oleh kehidupan zaman globalisasi. b. Dasar dan hukum ibadah 60 A. Rahman Ritonga, Fiqh Ibadah, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2002), cet. ke-2, hal. 6 Jika kita renungi hakikat ibadah, kita pun yakin bahwa perintah beribadah itu pada hakikatnya berupa peringatan, memperingatkan kita menunaikan kewajiban terhadap Allah yang telah melimpahkan karunia-Nya Firman Allah s.w.t : Artinya : “ Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa,” (Q. S. Al Baqarah/ 2: 21)61 Artinya: "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku". (Q. S. Adz Dzariyat / 51:56)62 c. Hikmah ibadah Melalui peibadahan, banyak hal yang dpat diperoleh oleh seorang muslim yang kepentingannya bukan hanya mencakup individual, melainkan bersifat luas dan universal. Diantara hikmah yang dapat kiota ambil adalah : Pertama, dalam konsepsi islam, melalui ibadah manusia diajari untuk memiliki intensitas kesadaran berfikir. Dilihat dari segi syaratnya, ibadah 61 62 Depag RI, Al-Qur.an dan Terjemahnya, (Jakarta : CV Penerbit J-Art, 2005) hal. 5 Ibid., hal;. 524 yang diterima Allah adalah ibadah yang memiliki dua syarat. Syarat-syarat yang dimaksud adalah : a) Keikhlasan dan ketaatan kepada Allah s.w.t. b) Pelaksanaan ketaatan sesuai dengan cara yang dilakukan Rasulallah saw yang di dalamnya terdapat kontinuitas dalam ketundukan kepada Allah, perenungan atas keagungan-Nya dan perasaan patruh kepadaNya. Selain itu, di dalamnya pun harus terdapat kontinuitas kesadaran manusia uintuk menyembah Allah dan menyelaraskan ibadah itu dengan syariat islam atau ajaran hukum islam, baik dari segi bentuk maupun topiknya. Kedua, dimanapun seorang muslim berada, melalui kegiatan yang ditujukan semata-mata untuk ibadah kepada Allah, dia akan selalu merasa terikat oleh ikatan yang berkesadaran, sistematis, kuat, serta didasarkan atas perasaan jujur dan kepercayaan diri. Dikatakan berkesadaran karena pada dasarnya tidak ada ikatyan yang luput dari perhatian masyarakat atau dilakukan secara membabi buta. Sesungguhnya amal ibadah yang dilakukan melalui kerja sama antara seorang muslim dengan muslim lainnya akan melahirkan rasa kebersamaaan dan kekuatan yang lebih besar. Ketiga, dalam islam ibadah dapat mendidik jiwa seorang muslim untuk merasakan kebanggaan dan kemuliaan terhadap Allah. Dia adalah Yang Paling Besar dari segala yang besar dan paling Agung dari segala yang agung. Dalam kekuasaan Allahlah kehidupan kaum tirani, Allah dapat menjatuhkan mereka kapanpun Dia berkehendak. Dalam kekuasaan-Nyalah kematian, kehidupan, rezekli, kerajaan, keagungan dan kekuasaaan. Konsep seperti itulah ynga senantiasa diulang-ulang oleh seorang muslim dalam ibadah hariannya hingga ibadah tahunannya. Keempat, ibadah yang terus menerus dilakukan dalam kelompok yang padu, dibawah panji Allah yang satu dan semua bermunajat kepada Rabb yang satu, akan melahirkan rasa kebersamaan sehingga kita terdorong untuk saling mengenal, saling menasehati, atau bermusyawarah. Dari situ akan lahir kaum muslimin yang selalu bermusyawarah dengan dasar kerjasama, persamaan dan keadilan. Ibadah pun akan mendidik umat Islam menegakkan keadilan dalam bermuamalah. Artinya setiap orang disikapi sesuai dengan hak, karakter diri, keterampilan, kemampuan, ketakwaan dan kesalehan.63 3. Pengamalan Nilai Akhlak 1. Pengertian Akhlak Dalam pengertian sehari-hari akhlak umumnya disamakan artinya dengan budi pekerti, kesusilaan, sopan santun dalam bahasa Indonesia, dan tidak berbeda pula dengan arti kata moral, ethic dalam bahasa Inggris. Dalam bahasa Yunani, untuk pengertian akhlak ini dipakai kata ethos, ethikos, yang kemudian menjadi ethika ( pakai h ), etika ( tanpa h ) dalam istilah Indonesia. Manusia akan menjadi sempurna jika mempunyai akhlak 63 Abdurrahman, an nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, (Jakarta: gema insani, 2004), hal. 63-64 terpuji ( al-akhlaq al-mahmudah ) serta menjauhkansegala akhlak tercela ( akhlak madzmumah ).64 Dari pengertian etimologi seperti ini, akhlak bukan saja merupakan tata aturan atau norma perilaku yang mengatur hubungan antara sesama manusia, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya dan mengatur hubungan dengan alam sekalipun.65 Untuk menjelaskan mengenai masalah yang berkaitan dengan akhlak agar tidak menimbulkan kesalahpahaman. Perlu juga penulis jelaskan pengertian akhlak secara terminologi, yang di dalam skripsi ini penulis kemukakan beberapa tokoh yang mengemukakan tentang pengertian akhlak antara lain : a. Ibnu Maskawaih Akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran lebih dahulu.66 b. Imam Ghozali 64 65 Ibid,. 221 Yunahar Ilyas, Kuliyah Akhlak. ( Yogyakarta, Pusataka Pelajar, 2002), 1. 66 . Moh. Rifai, Aqidah Akhlak.,,35 Akhlak adalah daya kekuatan (sifat) yang tertanam dalam jiwa yang mendorang perbuatan, perbuatan yang sepontan tanpa memerlukan pertimbangan.67 c. Muhammad bin Ali asy-Syarif al-Jurjani Akhlak adalah istilah bagi sesuatu sifat yang tertanam kuat dalam diri, yang darinya terlahir perbuatan-perbuatan dengan mudah dan ringan, tanpa perlu berpikir dan merenung. d. Ahmad bin Mushthafa Akhlak adalah ilmu yang darinya dapat diketahui jenis-jenis keutamaan. Dan keutamaan itu adalah terwujudnya keseimbangan antara tiga kekuatan, yaitu : kekuatan berpikir, kekuatan marah, kekuatan syahwat. e. Muhammad bin Ali al-Faruqi at-Tahanawi Akhlak adalah keseluruhannya kebiasaan, sifat, alami, agama, dan harga diri.68 f. Abdul Karim Zidan Akhlak adalah nilai-nilai sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengan sorotan dan timbangan seseorang dapat menilai 67 A. Zainuddin Dan Muhammad Jamhri, Al- Isalam 2 Muamalah Dan Akhlaq. ( Pustaka Setia, 1999), 73. 68 Mahmud,Ali Abdul Halim, at- Tarbiyah al-Khuluqiyah. ( Jakarta : Gema Insani Press, 2004), 28-34 perbuatan baik atau buruk, kemudian memilih melakukan atau meninggalkan.69 Para ulama Islam yang menulis tentang akhlak itu menjelaskan, bahwa akhlak yang baik adalah jika ia sesuai dengan syariat Allah, berhak mendapatkan ridha-Nya, dan dalam memegang akhlak yang baik ini sambil memperhatikan pribadi, keluarga, dan masyarakat, sehingga di dalamnya terdapat kebaikan dunia dan akhirat.70 2. Tujuan Akhlak Tujuan utama akhlak adalah agar manusia berada dalam kebenaran dan senantiasa berada di jalan yang lurus, jalan yang telah digariskan oleh Allah swt.. Inilah yang akan mengantarkan manusia kepada kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Akhlak mulia merupakan tujuan pokok dalam pendidikan akhlak Islam. Akhlak seseorang akan dianggap mulia jika perbuatannya mencerminkan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Quran. Oleh karena itu Islam sangat memuji seseorang yang mempunyai akhlak yang mulia dan menyerukan setiap kaum muslim untuk selalu berakhlakul karimah yang pada akhirya bisa menambah keimanan kepada Allah SWT. 69 70 . Ilyas , Kuliyah Akhlak, 2. Mahmud,Ali Abdul Halim, at- Tarbiyah……, 36 Selain itu juga akhlak mempunyai tujuan yang bisa berfungsi dengan baik antara lain yaitu : a. Mendapat Ridho Allah SWT. Orang yang melakukan segala perbuatan karena mengharap ridho Allah berarti ia telah ikhlas atas perbuatan yang dilakukannya. b. Membentuk kepribadian muslim. Maksudnya segala perilaku, baik ucapan, perbuatan, pikiran dan.kata hati mencerminkan sikap ajaran –ajaran agama Islam. c. Mewujudkan perbuatan yang mulia dan terhindar dari perbuatan tercela. Dengan bimbingan hati yang disertai dengan ridho kepada Allah dengan hati yang ikhlas, maka akan terwujudnya perbuatan yang terpuji yang seimbang antara kepentingan dunia dan kepentingan akhirat serta terhindar dari perbuatan yang tercela.71 Di samping itu tujuan akhlak adalah hendak menciptakan manusia sebagai mahkluk yang tinggi dan sempurna untuk membedakan makhlukmakhluk yang lain . Akhlak hendak menjadikan manusia yang berkelakuan baik, bertindak baik terhadap manusia, terhadap sesama makhluk dan terhadap Allah yang telah menciptakan.72 71 72 Zaimuddin Dan Jamhri, Al- Islam 2 Muamalah Dan Akhlaq, 76 Rifai, Aqidah Akhlak., 41. 3. Sumber-Sumber Akhlak Akhlak bersumber pada Al-Quran wahyu Allah yang tidak diragukan keasliannya dan kebenarannya. Dengan Nabi Muhammad sebagai the living Qur’an. Semua pengikut Muhammad juga harus dicelup ( baca: diajarkan ) dengan celupan ( baca: ajaran ) al-Quran, semua muslim harus menjadi duplikat ( mencontoh ) Nabi Muhammad. Akhlak Islam adalah sebagai alat untuk mengontrol semua perbuatan manusia, dan setiap perbuatan manusia diukur dengan suatu sumber yaitu al-Quran dan al-Hadis. Dengan demikian, kita harus selalu mendasarkan pada al-Quran dan al-Hadis sebagai sumber akhlak.73 Ketika Ummul Mukminin, Aisyah r.a., ditanya oleh Jabir bin Nufair tentang akhlak Rasulullah saw., ia berkata, كان خلقه القرأن ” Akhlak beliau adalah Al-Quran.” ( HR Muslim, Abu Dawud, dan Ahmad ). Berangkat dari perkataan Aisyah r.a., istri Rasulullah saw.diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan akhlak yang terangkum dalam al-Quran disertai dengan as-Sunnah sebagai perincinya sudah cukup bagi kita sebagai kaum muslimin. 73 Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini........, 224-225 Al-Quran membahas semua nilai-nilai akhlak tanpa terkecuali. Ayatayatnya tidak meninggalkan suatu pun permasalahan yang berhubungan dengan akhlak. Setiap dimensi yang berkaitan dengan akhlak terdapat di dalamnya baik berbentuk perintah, larangan maupun berbentuk ajaran, baik mengenai akhlak terpuji maupun mengenai perilaku tercela. Bisa dikatakan bahwa al-Quran telah mencakup semua kaidahkaidah dasar tentang akhlak atau jika meminjam istilah perundangundangan. Al-Quran adalah undang-undang moral.74 Dalam As Sunnah sendiri terdapat keteladanan-keteladanaan Nabi Muhammad SAW. dalam kehidupan sehari-hari Beliau. Dan Allah SWT dalam wahyuNya menyerukan agar umat Islam mengikuti keteladanan dan contoh yang dilakukan Rosulullah dalam surat Al-Ahzab ayat 21 yang berbunyi : 74 Mahmud,Ali Abdul Halim, at- Tarbiyah……, 173 Artinya : Sesungguhnya adalah bagi kamu pada (diri) Rosullullah itu satu ketauladanan bagi orang yag percaya kepada Allah dan hari Kemudian dan menyebut Allah dengan (sebutan) yang banyak. (Al-Ahzab ;21)75 Selain itu tingkah laku Nabi Muhammad SAW perilakunya mencerminkan Al-Qur’an, sehingga bisa bermanfaat bagi umat Islam dijadikan sebagai suri ketauladanan dalam kehidupan sehari-hari dan dapat dijadikan dasar dalam menciptakan Akhlakul Karimah bagi umat Islam. Adapun penghargaan untuk memperoleh rahmat Allah adalah mengharapkan penuain (balasan) yang diinginkan kelak di hari kiamat. Setiap orang yang memiliki kejernihan hati tentu menyadari bahwa dunia ini adalah tempat bertanam bagi penuaian kelak di akhirat.76 Di samping itu di dalam As Sunnah Rosulullah memberikan pedoman dan tuntunan yang berarti agar umat Islam mengerjakan hal yang baik dan tidak terjerumus dalam perbuatan-perbuatan dosa atau tercela. Namun daripada itu hati nurani manusia tidak selalu berjalan dengan baik, karena dalam praktek kehidupan sehari-hari banyak di 75 R.H.A. Soenarjo, Al Qur’an Dan Terjemah, 670. 76 Zainuddin Dan Jamhari, Al- Isalam 2 Muamalah Dan Akhlaq, 80. jumpai tantangan-tantangan dan rintangan yang selalu membayangi kita dan menghadang kita bahkan menggoda kita. Tetapi itu semua tergantung pada seseorang itu, apakah ia kuat menerima tantangan itu atau tidak. Itu semua tergantung pada keimanan dan ketakwaan orang tersebut, karena dialah menjalani hidup sendiri, akan tetapi di dalam ajaran agama Islam kita di tuntut untuk berusaha semaksimal mungkin. 4. Pembagian Akhlak Akhlak manusia terdiri atas akhlak yang baik ( al-akhlaq almahmudah ) dan akhlak yang tercela ( akhlaq madzmumah ), sehingga harus diperhatikan baik sejak mau tidur hingga bangun dari tidurnya, sejak bangun tidur sampai akan tidur kembali. Jadi akhlak seseorang itu dapat digolongkan menjadi dua kategori.