Uploaded by User3914

BAB I II III

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kepailitan adalah suatu keadaan yang di mana debitor yang mempunyai dua atau
lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo
dan dapat ditagih sehingga debitor yang bersangkutan dapat memohon sendiri maupun
atas permohonan satu atau lebih kreditornya ke pengadilan untuk dinyatakan pailit.
Istilah kepailitan memang sudah tak asing bagi kebanyakan orang. Namun
kenyataannya, walaupun mereka mengetahui istilah tersebut, tidak sedikit dari mereka
yang tidak tahu apa arti dari kepailitan itu, apa saja yang terlibat dalam kepailitan,
bagaimana prosedurnya, dan bagaimana akibatnya. Maka, dengan disusunnya makalah
ini, diharapkan dapat memberi wawasan mengenai kepailitan dan aspek-aspeknya.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain :
1. Apa pengertian dari kepailitan?
2. Siapa saja pihak-pihak terkait kepailitan?
3. Bagaimana prosedur pengajuan kepailitan?
4. Apa saja akibat yang timbul dari kepailitan?
5. Bagaimana pemutusan harta pailit?
6. Apa saja contoh kasus terkait kepailitan?
C. Tujuan
Tujuan yang diharapkan dari pembuatan makalah antara lain :
1. Dapat memahami pengertian kepailitan
2. Dapat memahami pihak-pihak terkait kepailitan
3. Mengetahui bagaimana langkah-langkah pengajuan kepailitan
4. Dapat memahami apa saja akibat yang timbuln dari kepailitan
5. Dapat memahami bagaimana pemutusan harta pailit dilakukan
6. Dapat menyebutkan contoh-contoh kasus terkait kepailitan.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kepailitan
Istilah Kepailitan berasal dari kata pailit yang diambil dari resapan kata dalam
berbagai bahasa, antara lain Belanda, Inggris, Latin, dan Prancis. Dalam Bahasa
Belanda, pailit digunakan sebagai istilah kata failliet yang memiliki arti bangkrut.
Dalam Bahasa Inggris, pailit dikenal sebagai to faili. Dalam Bahasa Latin, pailit disebut
faillire. Sementara dalam Bahasa Prancis, pailit berasal dari kata failite yang memiliki
arti kemacetan pembayaran utang.
Pengertian kepailitan adalah suatu keadaan yang di mana debitor yang
mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang
yang telah jatuh tempi dan dapat ditagih sehingga debitor yang bersangkutan dapat
memohon sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya ke pengadilan
untuk dinyatakan pailit. Pengadilan Niaga yang berwenang untuk memeriksa,
memutuskan dan juga menyelesaikan kasus kepailitan. Sementara menurut UU Nomor
37 tahun 2004, pengertian kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor
pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah
pengawasan Hakim Pengawasan sebagaimana diatur dalam undang–undang. Dasar
hukum kepailitan diatur dalam Pasal 1131 sampai Pasal 1134 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata dan Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran.
B. Pihak-Pihak Terkait Kepailitan
1. Pihak-Pihak yang Dapat Meminta Permohonan Kepailitan
Berikut ini adalah pihak-pihak yang dapat meminta atau mengajukan
permohonan pailit.
a. Debitor itu sendiri
2
Pihak debitor dapat mengajukan permohonan pailit sendiri kepada pengadilan
niaga. Hal ini telah diatur dalam pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU, yang menyatakan
“Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya
satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit oleh putusan
pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih
kreditornya”. Debitor dinyatakan pailit apabila telah diputuskan oleh pengadilan.
Apabila debitor telah terikat dalam suatu pernikahan, pengajuan pailit hanya
dapat dilakukan atas persetujuan suami atau istri. Hal ini berkaitan dengan harta
bersama yang diperoleh selama pernikahan.
Permohonan debitor mengajukan permintaan pailitnya sendiri disebut Voluntary
Petition. Alasan debitor melakukannya biasanya si debitor dan kegiatan usaha yang
dijalankannya tidak mampu lagi melaksanakan kewajibannya dalam membayar utangutannya kepada para kreditor.
b. Dua kreditor atau lebih.
Hal ini sesuai dengan pasal 2 ayat (1) seperti disebutkan pernyataan nomor dua.
Kreditor yang mengajukan permohonan agar debitor dinyatakan pailit apabila hanya
satu kreditor saja, maka tidak diperbolehkan.
Golongan kreditor dalam kepailitan sebagaimana yang dikenal dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata adalah:
1) Kreditor Konkuren
Kreditor konkuren adalah para kreditor dengan hak pari passu dan pro rata
parte; artinya para kreditor secara bersama-sama memperoleh pelunasan (tanpa ada
yang didahulukan) yang dihitung berdasarkan besarnya piutang masing-masing
dibanding piutang mereka secara keseluruhan dan seluruh harta kekayaan debitor.
Kreditor konkuren mempunyai kedudukan yang sama atas pelunasan piutang dari harta
debitor tanpa ada yang didahulukan.
2) Kreditor Preferen
3
Kreditor preferen adalah kreditor yang diistimewakan oleh undang-undang,
semata-mata karena sifat piutangnya mendapatkan pelunasan terlebih dahulu. Kreditor
preferen merupakan kreditor yang mempunyai
hak istimewa sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 1134 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu suatu hak
yang oleh undang-undang diberikan kepada seseorang yang berpiutang, sehingga
tingkatannya lebih tinggi daripada orang yang berpiutang lainnya, semata-mata
berdasarkan sifat piutangnya.
3) Kreditor Separatis
Kreditor separatis adalah kreditor pemegang hak jaminan kebendaan. Dalam
sistem ini, seorang debitor wajib melepaskan penguasaan atas benda yang akan
dijaminkan tersebut kepada kreditor. Kreditor yang dapat menjual sendiri benda
jaminan seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Dari hasil penjualan benda-benda jaminan
tersebut, kreditor akan mengambil pelunasan atas piutangnya dan sisanya akan
dikembalikan pada harta pailit. Apabila ternyata hasil penjualan benda jaminan itu
kurang dari jumlah piutangnya, maka terhadap sisa piutang yang belum terbayar
tersebut kreditor akan menggabungkan diri dengan kreditor lain sebagai kreditor
konkuren.
c. Kejaksaan, apabila menyangkut kepentingan umum
Permohonan pailit dapat diajukan oleh kejaksaan kepada debitor demi
kepentingan umum. Yang dimaksud kepentinga umum adalah kepentingan bangsa atau
masyarakat luas, seperti :
1) Debitor melarikan diri
2) Debitor menggelapkan bagian dari harta kekayaan
3) Debitor memiliki utang kepada BUMN atau badan usaha lain yang menghimpun
dana dari masyarakat
4) Debitor memiliki utang yang berasal dari penghimpunan masyarakat luas
d. Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM)
Apabila debitor merupakan perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan
penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, pengajuan permohonan pailit
4
hanya dapat diajukan oleh BAPEPAM. Karena lembaga tersebut merupakan lembaga
yang melakukan kegiatan yang berhubungan dengan dana masyarakat yang
diinvestasikan dalam efek di bawah pengawasan BAPEPAM. Selain itu, BAPEPAM
juga mempunyai kewenangan penuh dalam hal pengajuan permohonan pernyataan pailit
untuk instansi-instansi yang berada di bawah pengawasannya
e. Bank Indonesia
Apabila debitornya bank, maka permohonan pernyataan pailit hanya dapat
diajukan oleh Bank Indonesia. Pengajuan permohonan pernyataan pailit bagi bank
sepenuhnya merupakan kewenangan Bank Indonesia dan semata-mata didasarkan atas
penilaian kondisi keuangan dan kondisi perbankan secara keseluruhan, oleh karena itu
tidak perlu dipertanggungjawabkan. Kewenangan Bank Indonesia untuk mengajukan
permohonan pernyataan pailit ini tidak menghapuskan kewenangan Bank Indonesia
terkait dengan ketentuan mengenai pencabutan izin usaha bank, pembubaran badan
hukum, dan likuidasi bank sesuai peraturan perundang-undangan.
f. Kementerian Keuangan
Apabila debitor merupakan perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana
pension, atau BUMN yang bergerak dibidang kepentingan publik, maka permohonan
pernyataan pailit dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.
2. Pihak-Pihak yang Dapat Dinyatakan Pailit
a. Orang perseorangan
Dalam hal ini,
perseorangan dapat laki-laki maupun perempuan, menikah
maupun belum menikah. Untuk debitor yang belum menikah, apabila mengajukan
permohonan pailit atas dirinya sendiri, maka dapat langsung diajukan kepada
pengadilan niaga berwenang.untuk debitor yang telah menikah, apabila mengajukan
permohonan pailit atas dirinya sendiri dalam hal harta yang telah bercampur karena
diperoleh selama pernikahan, maka harus mendapat persetujuan istri atau suaminya dan
menyertakan surat nikah, kecuali jika tidak terjadi pencampuran harta.
b. Perserikatan-perserikatan atau perkumpulan-perkumpulan yang bukan badan hukum
5
Dalam hal ini, yang dinyatakan pailit adalah para anggotanya. Selain itu, dalam
perserikatan ini tidak ada pemisahan antara harta perusahaan dan harta kekayaan pribadi
milik pengurus dan anggotanya. Contoh perserikatan atau perkumpulan bukan badan
hukum ini antara lain maatschap (persekutuan perdata), firma, dan persekutuan
komanditer. Pernyataan permohonan pailit terhadap firma dan persekutuan komanditer
harus memuat nama dan tempat kediaman masing-masing.
c. Perseroan-perseroan atau perkumpulan-perkumpulan yang berbadan hukum
Perseroan-perseroan atau perkumpulan-perkumpulan yang berbadan hukum
yang dapat dinyatakan pailit adalah Perseroan Tebatas (PT), koperasi, dan yayasan.
Apabila suatu Perseroan Terbatas (PT), koperasi, atau badan hukum lain seperti
perkumpulan atau yayasan yang mempunyai status badan hukum dinyatakan pailit,
maka pengurus yang mempunyai kewajiban untuk mempertanggungjawabkan kepailitan
tersebut.
d. Harta Peninggalan
Apabila utang orang yang meninggal, semasa hidupnya tidak dibayar lunas, atau
pada saat meninggalnya orang tersebut, harta peninggalannya tidak cukup untuk
membayar utang-utangnya, maka harta kekayaan orang meninggal tersebut harus
dinyatakan pailit.
e. Holding Company
Dalam permohonan kepailitan terhadap suatu holding company dan anak-anak
perusahaannya harus diajukan dalam satu dokumen yang sama. Namun permohonan
pengajuan dapat pula diajukan secara terpisah menjadi dua permohonan.
f. Penjamin
Penjamin akan menjadi debitor/berkewajiban untuk membayar setelah debitor
utama yang utangnya ditanggung cidera janji dan harta benda milik debitor
utama/debitor yang ditanggung telah disita dan dilelang terlebih dahulu tetapi hasilnya
tidak cukup untuk membayar utangnya, atau debitor utama lalai/cidera janji sudah tidak
mempunyai harta apapun.
g. Bank
6
h. Perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga
penyimpanan dan penyelesaian
i. Perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pensiun, dan BUMN yang
bergerak di bidang kepentingan publik
C. Prosedur Permohonan Pailit
Salah satu substansi penting dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undangundang (PERPU) Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan UU Kepailitan adalah
pembentukan pengadilan niaga sebagai pengadilan khusus yang menangani sengketa
kepailitan. Di dalam PERPU yang kemudian diganti dengan UU Nomor 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang itu diatur tentang
prosedur kepailitan secara terperinci.
1. Pihak pemohon mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan niaga melalui
panitera. Merujuk pada Keputusan Presiden Nomor 97 Tahun 1999
2. Panitera menyampaikan permohonan tersebut kepada ketua pengadilan paling
lambat dua hari setelah tanggal pendaftaran permohonan
3. Sidang pemeriksaan digelar dengan batasan waktu maksimal 20 hari setelah tanggal
pendaftaran permohonan. Jangka waktu sidang pemeriksaan dapat ditunda hingga
25 hari atas permintaan debitor dengan alasan yang cukup, misalnya ada surat
keterangan sakit dari dokter.
4. Pengadilan memanggil debitor jika permohonan diajukan oleh kreditor, Kejaksaan,
Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal yang saat ini digantikan oleh
Otoritas Jasa Keuangan, atau Menteri Keuangan. Apabila yang mengajukan
permohonan adalah debitor, pengadilan dapat memanggil kreditor dalam hal
terdapat keraguan terkait persyaratan pailit. Proses pemanggilan dilaksanakan oleh
petugas juru sita dengan menggunakan surat kilat tercatat paling lambat tujuh hari
sebelum persidangan pertama digelar.
5. Pengadilan membacakan putusan atas permohonan pailit. Jika berdasarkan faktafakta yang terungkap di persidangan persyaratan pailit telah terpenuhi, maka majelis
hakim mengabulkan permohonan. Dan jika sebaliknya, majelis hakim menolak
7
permohonan. Putusan tersebut harus diucapkan dalam sidang terbuka paling lambat
60 hari setelah permohonan didaftarkan.
6. Paling lambat setelah tiga hari putusan diucapkan, juru sita menyampaikan salinan
putusan kepada debitor, pemohon pailit, kurator, hakim pengawas dengan surat kilat
tercatat. Atas putusan ini, para pihak dapat mengajukan upaya hukum kasasi dan
peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.
D. Akibat Kepailitan
Pernyataan pailit menimbulkan segala akibat baik bagi debitor, harta pailit, dan
perjanjian yang dilakukan sebelum dan sesudah pailit. Akibat pernyataan pailit bagi
debitor, adalah debitor kehilangan hak perdata untuk mengurus harta. Pembekuan hak
ini diberlakukan terhitung sejak saat keputusan pernyataan pailit diucapkan. Hal ini juga
berlaku bagi suami juga istri dari debitor pailit yang kawin dalam persatuan harta
kekayaan.
Harta kekayaan debitor merupakan harta yang harus digunakan untuk membayar
utang-utang debitor terhadap para kreditornya sesuai dengan isi perjanjian. Kurator
yang memegang hak tanggungan, hak gadai dan hak agunan atas kebendaan lainnya
maka dapat mengeksekusinya.
Akibat pailit bagi perjanjian yang dilakukan sebelum dan sesudah perjanjian,
maka jika ada perjanjian timbal balik yang baru atau akan dilaksanakan maka debitor
harus mendapat persetujuan dari kurator. Namun jika perjanjian timbal balik tersebut
telah dilaksanakan maka debitor meminta kepastian kepada kurator akan kelanjutan
perjanjian tersebut.
E. Pemutusan Harta Pailit
Pemberesan merupakan salah satu tugas yang dilakukan oleh kurator terhadap
pengurusan harta debitor pailit. Dalam Penjelasan Pasal 16 ayat (1) UUK dan PKPU
dijelaskan bahwa yang dimaksud pemberesan adalah penguangan aktiva untuk
8
membayar atau melunasi utang. Pemberesan baru dapat dilakukan setelah debitor
berada dalam keadaan insolvensi, dimana insolvensi baru dapat terjadi bila:
1. Jika dalam rapat pencocokan piutang tidak ditawarkan rencana perdamaian.
2. Apabila ada penawaran perdamaian oleh si pailit maupun oleh kurator, tetapi tidak
disetujui oleh para kreditor dalam rapat verifikasi (pencocokan piutang).
3. Apabila terdapat perdamaian dan disetujui oleh para kreditor dalam rapat verifikasi
tetapi tidak mendapat homogolasi (pengesahan) oleh hakim pemutusan kepailitan.
Berikut ini diuraikan tentang hal-hal yang dilakukan dalam tahap pemberesan harta
pailit :
1. Mengusulkan agar perusahaan debitor pailit dilanjutkan
Jika dalam rapat pencocokan piutang tidak ditawarkan rencana perdamaian atau
jika rencana perdamaian yang ditawarkan tidak diterima, kurator atau kreditor yang
hadir dalam rapat dapat mengusulkan supaya perusahaan debitor pailit dilanjutkan.
Usulan untuk melanjutkan perusahaan dalam rapat tersebut wajib diterima, apabila usul
tersebut disetujui oleh kreditor yang mewakili lebih dari ½ dari semua piutang yang
diakui dan diterima sementara, yang tidak dijamin dengan hak gadai, jaminan fidusia,
hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya. Namun, kelanjutan
perusahaan dapat dihentikan oleh hakim pengawas atas permintaan kreditor atau
kurator.
2. Mengusulkan dan melaksanakan penjualan harta pailit
Dengan memperhatikan ketentuan Pasal 16 ayat (1) UUK dan PKPU disebutkan,
kurator harus memulai pemberesan dan menjual semua harta pailit, tanpa perlu
memperoleh persetujuan atau bantuan debitor:
a. Usul untuk mengurus perusahaan debitor tidak diajukan dalam jangka waktu
sebagaimana diatur dalam undang-undang ini atau usul tersebut telah diajukan tetapi
ditolak.
b. Pengurusan terhadap perusahaan dihentikan, namun dalam hal perusahaan
dilanjutkan dapat dilakukan penjualan benda termasuk harta pailit, yang tidak
9
diperlukan dalam meneruskan perushaan. Debitor pailit dapat diberikan sekedar
perabot rumah dan perlengkapannya, alat-alat medis yang dipergunakan untuk
kesehatan, atau perabot kantor yang ditentukan oleh hakim pengawas.
Terhadap semua harta kekayaan pailit tersebut harus dijual di muka umum
sesuai dengan tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Dalam hal penjualan di muka umum tidak dapat tercapai, maka dapat dilakukan
penjualan di bawah tangan dengan izin dari hakim pengawas. Sedangkan terhadap
semua barang yang tidak segera atau sama sekali tidak dapat dibereskan, maka kurator
yang memutuskan tindakan yang harus dilakukan terhadap barang tersebut dengan izin
dari hakim pengawas.
3. Mengadakan Rapat Kreditor
Setelah harta pailit berada dalam keadaan insolvensi, maka hakim pengawas
dapat mengadakan suatu rapat kreditor pada hari, jam, dan tempat yang ditentukan
untuk mendengar mereka seperlunya mengenai cara pemberesan harta pailit dan jika
perlu mengadakan pencocokan piutang. Apabila hakim pengawas berpendapat terdapat
cukup uang tunai, kurator diperintahkan untuk melakukan pembagian kepada kreditor
yang piutangnya telah dicocokkan.
4. Membuat Daftar Pembagian
Mengenai masalah daftar pembagian, maka kurator wajib menyusun suatu daftar
pembagian untuk dimintakan persetujuan kepada hakim pengawas. Kurator membuat
daftar pembagian yang berisi jumlah uang yang diterima dan yang dikeluarkan,
termasuk didalamnya upah kurator, nama-nama kreditor dan jumlah tagihannya yang
telah disahkan, pembayaran-pembayaran yang akan dilakukan terhadap tagihan-tagihan
itu atau bagian yang wajib diterimakan kepada kreditor.
Daftar pembagian tersebut dapat dibuat sekali atau lebih dari sekali dengan
memperhatikan kebutuhan. Daftar pembagian yang telah disetujui oleh hakim pengawas
wajib disediakan di kepaniteraan pengadilan agar dapat dilihat oleh kreditor selama
10
tenggang waktu yang ditetapkan oleh hakim pengawas pada waktu daftar tersebut
disetujui dan diumumkan oleh kurator dalam surat kabar harian sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4) UUK dan PKPU.
Daftar pembagian tersebut dapat dilawan oleh kreditor dengan mengajukan surat
keberatan dengan disertai alasan kepada paniteraan pengadilan dengan menerima tanda
bukti penerimaan. Hakim pengawas akan menetapkan hari memeriksa perlawanan di
sidang pengadilan yang terbuka untuk umum Dalam sidang tersebut, hakim pengawas
memberikan laporan tertulis, sedangkan kurator dan setiap kreditor atau kuasanya dapat
mendukung atau membantah daftar pembagian tersebut dengan mengemukakan
alasannya dan pengadilan paling lambat dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari wajib
memberikan putusan yang disertai dengan pertimbagan hukum yang cukup. Terhadap
putusan pengadilan tersebut dapat diajukan permohonan kasasi.
Setelah kurator selesai dalam melaksanakan pembayaran kepada masing-masing
kreditor berdasarkan daftar pembagian, maka berakhirlah kepailitan. Kurator melakukan
pengumuman mengenai berakhirnya kepailitan dalam berita negara republik indonesia
dan surat kabar harian.
5. Membuat daftar perhitungan dan pertanggungjawaban pengurusan dan pemberesan
kepailitan kepada hakim pengawas.
Kurator wajib memberikan pertanggungjawaban mengenai pengurusan dan
pemberesan yang telah dilakukannya kepada hakim pengawas paling lama 30 (tiga
puluh) hari setelah berakhirnya kepailitan. Semua buku dan dokumen mengenai harta
pailit wajib diserahkan kepada debitor dengan tanda bukti penerimaannya.
Sesudah diadakan pembagian penutup,
ada pembagian
yang tadinya
dicadangkan jatuh kembali dalam harta pailit atau apabila ternyata masih terdapat
bagian harta pailit yang sewaktu diadakan pemberesan tidak diketahui, maka atas
perintah pengadilan, kurator membereskan dan membaginya berdasarkan daftar
pembagian dahulu. Selanjutnya, kurator bertanggung jawab terhadap kesalahan atau
11
kelaliannya dalam melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan yang
menyebabkan kerugian terhadap harta pailit.
Tugas dan kewenangan sebagaimana diuraikan di atas dilakukan dengan
menganut asas independen dan tidak memihak hanya pada kepentingan kreditor sendiri
atau semata-mata untuk kepentingan debitor. Apabila kurator dalam menjalankan
tugasnya tidak independen maka para pihak dapat mengajukan penggantian
curator.pemenuhan kembali sisa piutangnya tersebut.
Apabila dalam proses pemberesan, ternyata harta pailit tidak dapat mencukupi
untuk melunasi pembayaran utang-utangnya, maka: jika debitor pailit itu suatu badan
hukum, maka demi hukum badan hukum tersebut menjadi bubar. Dengan bubarnya
badan hukum a. tersebut maka utang-utang badan hukum yang belum terbayarkan
menjadi utang diatas kertas tanpa bisa dilakukan penagihan karena badan hukumnya
sudah bubar. Dalam hal ini, badan hukum pailit harta kekayaannya tidak mencukupi
untuk membayar semua utangnya kepada para kreditornya, tidak dapat mengajukan
pencabutan kepailitan. Hal ini karena demi hukum badan hukum Pailit ini menjadi
bubar, sedangkan jika debitor pailit itu subjek hukum manusia, maka kepailitan tersebut
akan dicabut oleh pengadilan. Atas dicabutnya status pailit terhadap debitor pailit ini,
maka debitor pailit menjadi subjek hukum yang sempuna tanpa status pailit. Sedangkan
sisa utang yang belum terbayarkan masih tetap mengikuti debitor, bahkan secara teoritis
debitor ini masih bisa dimohonkan pailit lagi.
Kontruksi hukum semacam ini terjadi dikarenakan dalam sistem hukum
kepailitan di Indonesia tidak dikenal adanya pengampunan utang terhadap debitor pailit.
Walaupun secana inplisit bahwa setelah tugas pemberesan tersebut selesai, maka selesai
pulalah tugas Balai Harta Peninggalan, tetapi secara explisit masih menyisakan
pekerjaan sehubungan dengan pertanyaan: "Bagaimana seandainya apabila debitor pailit
masih mempunyai harta kekayaan lagi, terutama bagi kreditor konkurent yang belum
dapat pelunasan?" (Hasil wawancara dengan Bapak Tamsir Chalik, Teknis Hukum BHP
Jakarta). Apabila timbul pertanyaan tersebut maka penyelesaiannya akan mengacu pada
Pasal 1131 KUH Perdata, yang berbunyi sebagai berikut "Segala kebendaan siberutang,
12
baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru
akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatannya". Jadi pada
prinsipnya apakah harta kekayaan itu sudah ada pada waktu penyelesaian kepailitan
tetapi disembunyikan oleh debitor pailit, maupun harta kekayaan itu merupakan hasil
pencarian baru sipailit, para kreditor yang belum mendapat pelunasan tadi dapat
menggugat debitor pailit tersebut. Hal ini dimungkinkan jika terdapat alasan dengan
itikad baik ketidaktahuan kreditor akan adanya proses kepailitan tersebut.
F. Contoh Kasus
PUTUSAN NOMOR 835 K/Pdt.Sus/2012
KASUS POSISI
Pihak – pihak dalam perkara ini adalah GRACIANA BUDHI HARTUTI sebagai
Pemohon Pailit – Kreditor dan PT. GRAHA
RAYHAN TRI
PUTRA sebagai
Termohon Pailit – Debitor.
Perkara bermula pada saat Pemohon membeli apartermen dari Termohon yang
merupakan perusahaan yang bergerak dibidang usaha pengembangan properti. Pada saat
itu Pemohon membeli sebuah apartemen yang terletak di Pancoran, Jakarta Selatan yang
lebih dikenal dengan sebutan “Pancoran Riverside”. Atas perjanjian tersebut, maka
Pemohon melakukan kewajibannya untuk melakukan pembayaran dalam beberapa
tahap, yaitu :
1. Pada 26 November 2008, Pemohon Pailit membayar kepada Termohon pailit
sejumlah Rp 11.000.000,00 (sebelas juta rupiah);
2. Pada 22 Desember 2008, Pemohon Pemohon Pailit membayar melalui transfer
perbankan kepada Termohon Pailit sejumlah Rp 21.480.000,00 (dua puluh satu juta
empatRepublikratus delapan puluh ribu rupiah);
3. Pada 29 Januari 2009, Pemohon Pailit membayar lunas harga jual unit apartemen
melalui pembayaran cara transfer perbankan kepada Termohon pailit sejumlah
13
Rp 129.960.000,00 (seratus dua puluh Sembilan juta sembilan ratus enam puluh ribu
rupiah).
Setelah itu perjanjian jual beli apartemen ini diikat dengan Perjanjian Pengikatan
Jual Beli (PPJB) Satuan Unit Apartemen Pancoran Riverside Nomor 0127/PRGRTP/PPJB/I/2011 tertanggal 18 Januari 2011. Dalam Pasal 5 ayat 5.1 PPJB ini
menyatakan “Pihak Pertama (in casu Termohon Pailit) dengan ini berjanji dan
mengikatkan diri untuk menyelesaikan pembangunan apartemen pada tanggal 21
Desember 2011”.
Namun, Termohon Pailit dengan surat tertanggal 21 Desember 2011
yang
ditujukan kepada seluruh konsumen pembeli/pemesan apartemen in casu termasuk
Pemohon Pailit, meminta penundaan waktu 100 (seratus) hari guna penyelesaian
pembangunan apartemen sesuai Pasal 5 ayat 5.3 PPJB atau sampai 1 April 2012.
Namun
dalam
waktu
tersebut
Termohon
tidak
dapat
juga
menyelesaikan
pembangunannya dan menyerahkan unit – unit apartemen kepada para pembeli yang
telah melakukan pembayaran. Sehingga Pemohon Pailit melayangkan teguran/somasi
kepada Termohon
Pailit
supaya
Termohon
Pailit memenuhi
kewajibannya
menyerahkan unit apartemen kepada Pemohon Pailit selambatnya tanggal 30 Juli
2012 namun ternyata Termohon Pailit tetap tidak dapat memenuhi kewajibannya.
1. ANALISA
BERDASARKAN PASAL 2 AYAT (1) UU NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG
KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG
Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 8 ayat (4) UU No. 37 Tahun 2004, maka
apabila Debitor mempunyai dua atau lebih kreditor dan ada utang yang telah jatuh
waktu dan dapat ditagih serta kedua hal tersebut dapat dibuktikan secara sederhana,
maka pengadilan harus memutuskan Debitor dinyatakan pailit. Dengan demikian
perkara ini akan dianalisis berdasarkan:
a. Debitor Yang Memiliki Dua atau Lebih Kreditor (concursus creditorium)
14
Adanya persyaratan concursus creditorium adalah sebagai bentuk konsekuensi
berlakunya ketentuan Pasal 1131 Burgerlijk Wetboek dimana rasio kepailitan adalah
jatuhnya sita umum atas semua harta benda debitor untuk kemudian setelah dilakukan
rapat verifikasi utang-piutang tidak tercapai perdamaian atau accoord, dilakukan proses
likuidasi atas seluruh harta benda debitor untuk kemudian dibagi-bagikan hasil
perolehannya kepada semua kreditor sesuai urutan tingkat kreditor yang telah diatur
oleh undang-undang.
Jika debitor hanya memiliki satu kreditor, maka eksistensi Undang-Undang
Kepailitan kehilangan raison d’etre-nya. Bila debitor hanya memiliki satu kreditor,
maka seluruh harta kekayaan debitor otomatis menjadi jaminan atas pelunasan utang
debitor tersebut dan tidak diperlukan pembagian secara pari passu prorata parte, dan
terhadap debitor tidak dapat dituntut pailit karena hanya mempunyai satu kreditor.
Oleh karena itu maka dalam perkara ini harus dibuktikan terlebih dahulu bahwa
Termohon memiliki kreditor lain selain Pemohon. Dalam perkara ini, Pemohon telah
membuktikan bahwa selain dirinya, terdapat kreditor – kreditor lain yang memiliki
piutang atas Termohon, yaitu :

Dra. Siti Aminah, dengan tagihan kepada Termohon Pailit sejumlah Rp
103.680.000,00 (seratus tiga juta enam ratus delapan puluh ribu rupiah);

Rita Kurnia Utari SSI, dengan tagihan kepada Termohon Pailit sejumlah Rp
103.680.000,00 (seratus tiga juta enam ratus delapan puluh ribu rupiah).
Dengan demikian unsur ini terpenuhi, bahwa Termohon memiliki dua atau lebih
kreditor.
b. Ada utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih
Utang berdasarkan Pasal 1 angka 6 UUK adalah Utang Termohon kepada
Pemohon, jelasnya Pasal 1 angka 6 UUK menyatakan “Utang adalah kewajiban yang
dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia
maupun mata uang asing, baik secara langsung mapun yang akan timbul dikemudian
hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib
15
dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk
mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor”
Berdasarkan pengerian ini, jika dilihat bahwa utang harus dapat dinyatakan
dalam jumlah uang, maka Termohon termasuk memiliki utang. Utang Termohon adalah
unit apartemen yang seharusnya diberikan kepada Pemohon berdasarkan PPJB maupun
KUHPerdata maupun peraturan perundang-undangan lainnya. Unit apartermen tersebut
dapat dinyatakan dalam jumlah uang sebesar uang yang telah dibayarkan kepada
Termohon yaitu sebesar Rp162.440.000,00 (seratus enam puluh dua juta empat ratus

Pada 26 November 2008, Pemohon Pailit membayar kepada Termohon pailit
sejumlah Rp 11.000.000,00 (sebelas juta rupiah)

Pada 22 Desember 2008, Pemohon Pemohon Pailit membayar melalui transfer
perbankan kepada Termohon Pailit sejumlah Rp 21.480.000,00 (dua puluh satu juta
empatRepublikratus delapan puluh ribu rupiah);

Pada 29 Januari 2009, Pemohon Pailit membayar lunas harga jual unit apartemen
melalui pembayaran cara transfer perbankan kepada Termohon pailit sejumlah
Rp 129.960.000,00 (seratus dua puluh Sembilan juta sembilan ratus enam puluh ribu
rupiah).
Ketentuan adanya syarat utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih,
menurut Sutan Remy Sjahdeini, kedua istilah tersebut memiliki pengertian dan kejadian
yang berbeda. Suatu utang dikatakan sebagai utang yang telah jatuh waktu atau utang
yang expired, yaitu utang yang dengan sendirinya menjadi utang yang telah dapat
ditagih. Sedangkan utang yang telah dapat ditagih belum tentu merupakan utang yang
telah jatuh waktu.
Pengaturan suatu utang jatuh tempo dan dapat ditagih, dan juga wanprestasi dari
salah satu pihak dapat mempercepat jatuh tempo utang, yang diatur di dalam perjanjian.
Ketika terjadi default, jatuh tempo utang telah diatur, maka pembayaran utang dapat
dipercepat dan menjadi jatuh tempo dan dapat ditagih seketika itu juga sesuai dengan
syarat dan ketentuan perjanjian.
16
Dalam perkara ini, hal ini dapat dilihat bahwa berdasarkan Surat Perjanjian
Pengikatan Jual Beli Satuan Unit Apartemen Pancoran Riverside Nomor 0127/PRGRTP/PPJB/I/2011 tertanggal 18 Januari 2011 pada Pasal 5 ayat 5.1 menyatakan
“Pihak Pertama (in casu Termohon Pailit) dengan ini berjanji dan mengikatkan
diri untuk menyelesaikan pembangunan apartemen pada tanggal 21 Desember 2011.”
Namun, Termohon Pailit dengan surat tertanggal 21 Desember 2011 yang
ditujukan kepada seluruh konsumen pembeli/pemesan apartemen in casu termasuk
Pemohon Pailit, meminta penundaan waktu 100 (seratus) hari guna penyelesaian
pembangunan apartemen sesuai Pasal 5 ayat 5.3 PPJB yang berarti tenggang waktu 100
hari sejak 21 Desember 2011 adalah 01 April 2011. Berdasarkan ketentuan tersebut
maka utang Termohon Pailit telah definitif jatuh tempo pada tanggal 21 Desember 2011
berdasarkan Pasal 5 angka 5.1 PPJB atau pada 01 April 2012 berdasarkan Pasal 5 angka
5.3 PPJB atau pada 15 Mei 2012 berdasarkan Pasal 6 angka 6.1 PPJB atau pada 30 Juli
2012 berdasarkan Somasi.
Dengan demikian hal ini terpenuhi.
2. KESIMPULAN KASUS
Berdasarkan analisa diatas maka seharusnya Majelis Hakim mengabulkan
Pemohon untuk menyatakan Termohon pailit. Hal ini karena syarat-syarat pailit yaitu
mempunyai dua kreditor atau lebih dan utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih
dapat dibuktikan secara sederhana telah terpenuhi sebagaimana amanat Pasal 2 ayat (1)
Jo. Pasal 8 ayat (4) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang. Namun, Pengadilan Niaga dalam tingkat pertama
maupun Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi memutuskan menolak permohonan
Pemohon dan menghukum Pemohon untuk membayar biaya perkara.
Mahkamah Agung memutuskan hal tersebut berdasarkan bahwa keterlambatan
penyelesaian terhadap apartemen Pancoran Riverside adalah faktor-faktor di luar
kemampuan Termohon antara lain adanya perubahan peraturan perundang-undangan
dan kebijakan pemerintah dalam pemberian izin serta adanya perlawanan dari
17
masyarakat setempat yang menghambat
penyelesaian
pembangunan apartemen
tersebut, yang tidak mudah dalam pembuktiannya oleh karenanya permohonan
Pemohon tidak memenuhi ketentuan Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang No. 37 Tahun
2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang. Namun dalam hal ini
salah satu Hakim Agung yaitu Prof. Dr. Takdir Rahmadi, S.H., LL.M., menyatakan
telah berpendapat berbeda (dissenting opinion).
18
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kepailitan adalah suatu keadaan yang di mana debitor yang mempunyai dua atau
lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempi
dan dapat ditagih sehingga debitor yang bersangkutan dapat memohon sendiri maupun
atas permohonan satu atau lebih kreditornya ke pengadilan untuk dinyatakan pailit.
Pihak yang dapat meminta permohonan kepailitan adalah debitor itu sendiri, dua atau
lebih kreditor, kejaksaan, BAPEPAM, Bank Indonesia, dan Kementerian Keuangan.
Yang dapat dinyatakan pailit meliputi seorang perseorangan, perserikatan-perserikatan
baik yang bukan badan hukum maupun yang badan hukum, harta peninggalan, holding
company, bank, perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga
penyimpanan dan penyelesaian,
perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana
pensiun, dan BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik. Untuk mengajukan
permohonan pailit, dilakukan dengan prosedur-prosedur sesuai aturan. Kepailitan juga
menimbulkan beberapa akibat pada debitor, dan harta pailit, dan perjanjian yang
dilakukan sebelum dan sesudah pailit. Sama halnya dengan pengajuan permohonan
pailit, untuk memutuskan harta pailit juga diperlukan berbagai prosedur.
B. SARAN
Kami selaku penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan
dan jauh dari kesempurnaan. Kami akan memperbaiki makalah tersebut dengan
berpedoman pada banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka dari itu
penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan makalah dalam
kesimpulan di atas.
19
DAFTAR PUSTAKA
Samiun, Ali. (2015). Pengertian Kepailitan dan Prosedur Permohonannya. [Internet].
Tersedia di: http://www.informasiahli.com/2015/08/pengertian-kepailitan-dan-prosedurpermohonannya.html
Sastrawidjaja, H. S. (2006). Hukum Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran. Bandung: Mandar Maju.
Sunarmi. (2010). Hukum Kepailitan, Edisi 2. Jakarta: PT Soft Media.
Wicaksono, Bagus. (2016). 6 Prosedur Kepailitan di Pengadilan Niaga. [Internet].
Tersedia di: http://abpadvocates.com/6-prosedur-kepailitan-di-pengadilan-niaga/
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/55711/Chapter%20II.pdf?seque
nce=3&isAllowed=y
https://putusan.mahkamahagung.go.id/putusan/downloadpdf/ccc01f7bbc5b4dce21feee5
5d1b2173c/pdf
20
Download