224 Hukum dan Pembangunan TRANSAKSI BISNIS INTERNASIONAL DALAM KAITANNYA DENGAN PERADILAN NIAGA' Hikmahanto Juwana Penulis artikel ini membahas penyelesaian kasus kepailitan melalui Pengadilan Niaga, dimana menjadikan pihak asing sebagai salah satu pihak dalam perkara kepailitall tersebUl. Menurut penulis ini, Pengadilan Niaga harus menerapkan kaidah-kaidah Hukum Perdata lntemasional dalam menyelesaikan perkara kepailitan tersebut. Pengantar Seiring dengan pesatnya perkembangan ekonomi dunia telah berdampak pada meningkatnya transaksi perdagangan antar pelaku usaha yang memiliki kewarganegaraan yang berbeda. Kegiatan perdagangan yang ada dilakukan melintasi batas-batas dunia. satu pelaku usaha melakukan investasi di beberapa negara. Sering kita mendengar sebuah perusahaan yang memiliki pahrik komponen di negara A. B dan C. Komponen-komponen ini kemudian dirakit di negara D. Contoh lain adalah sebuah perusahaan yang menggunakan sistem waralaba untuk dima nfaatkan oleh pelaku usaha yang berasal dari berbagai negara. Melihat kenyataan ini kegiatan perdagangan yang dilakukan oleh pelaku usaha sudah tidak lagi mengenal batas negara. I Disampaikan paJa Lokakarya Tentang Peradilan Niaga yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan HukulTl Nas ional Departemen Kehakirnan dan Hak Asasi Manusia Rl bekerjasama dengan Pusat PencJ ilian dan Pengem bangan Mahkamah Agung tanggal 30 Mei 2001. luli - September 2001 Transaksi Bisnis Internasional dalam Kaitannya dengan Peradilan Niaga 225 Dalam berbagai literatur hukum kegiatan pelaku usaha seperti yang digambarkan dikenal sebagai "Transaksi Bisnis Internaasional (International Business Transactions)". Materi yang diperbincangkan dalam Transaksi Bisnis Internasional esensinya adalah Hukum Perdata Internasional yang terkait dengan kegiatan bisnis. Pelaku usaha yang melakukan transaksi internasional akan terkena beberapa peraturan perundang-undangan nasional. Salah satu peraturan perundang-undangan tersebut adalah di bidang kepailitan. Setiap pelaku usaha yang akan melakukan transaksi bisnis internasional harus mampu memahami ketentuan-ketentuan hukum yang ada di negara lain dimana pelaku usaha melakukan kegiatan bisnis. Berbieara mengenai ketentuan hukum maka pelaku usaha tidak hanya dituntut mengetahui peraturan perundang-·undangannya saja namun juga harus memahami ketentuan hukum yang bersifat tenulis atau kebiasaankebiasaan yang ada di negara setempat. Bahkan yang terpenting juga pelaku usaha harus memahami seeara benar apa dan bagaimana huda ya hukum dari masya rakal. khususnya masyarakat bisnis di negara setempat. Sebagaimana diketahui bahwa setiap transaks i bisnis yang dilakukan antara pelaku usaha dengan pelaku usaha lain yang berbeda warga negara tidak terl epas dari pengaturan oleh negara. Oleh karena itu segala ketentuan yang mengatur tentang transaksi bisnis yang dilakukan oleh pelaku usaha harus berpedoman pada segala ketentuan hukum yang ada di negara yang hersangkutan. Seringkali praktek-praktek mengenai transaksi bisnis internasional di negara pelaku usaha dengan negara pelaku usaha lainnya tid ak sama. Dengan demikian maka penting sekali bagi setiap negara untuk menyesuaikan (harmonisasi) ketentuan hukumnya terhadap ketentuan hukum yang ada di negara pelaku usaha setempat. Pembaharuan hukum penting sekali dilakukan oleh seliap negara untuk dapat memiliki peraturan perundang-undangan yang berwawasan internasional, sehingga ketentuan hukum yang ada dapat menjawab setiap transaksi bisnis pelaku usaha dalam negeri dengan pelaku usaha dari negara manapun . Sebagai contoh peraturan perundang-undangan tentang kepailitan. Apabila lerjadinya ekspansi usaha yang dilakukan oleh pelaku usaha dari negara asing dengan mendirikan cabang-cabang usahanya yang baru di Indonesia. Di sini kemudian muncul kebutuhan unruk memperbaharui hukum nasional agar terjadi hannonisas i dengan hukum nasional dari berbagai negara. Bahkan bisa terjadi dimana pemberlakuan suatu s istem hukum oleh negara lain yang dilakukan dengan perjanjian internasional. Nomor 3 Tahun XXXI Hukum dan Pembangunan 226 Banyak negara yang berpendapat bahwa dengan melakukan pembaharuan terhadap ketentuan-ketentuan hukum nasional yang dianggap tidak sesuai dengan prinsip-prinsip perdagangan dunia, akan berakibat pada hilangnya kedaulatan suatu negara. Anggapan ini sesungguhnya tidak sepenuhnya benar. Dalam hal dilakukannya pembaharuan hukum sepanjang untuk perkembangan pertumbuhan ekonomi dalam negeri dan tidak mencampuri kebijakan dalam negeri yang bersifat absolut, hal itu tidaklah dapat digolongkan merongrong kedaulatan suatu negara. Kepailitan Lintas Batas (Crossborder Insolvency) Salah satu bentuk perkara yang dapat digolongkan masalah perdata dan harus diselesaikan oleh hukum perdata adalah kasus kepailitan. Dalam hal ini jika kasus kepailitan tersebut dialami oleh pelaku usaha yang melibatkan pelaku usaha warga negara asing (ada elemen asingnya). maka kaidah-kaidah hukum yang harus dipakai adalah kaidah-kaidah Hukum Perdata Internasional. Contoh kasus kepailitan yang dapat dikategorikan sebagai kasus perdata yang . harus diselesaikan dengan kaidah-kaidah Hukum Perdata Internasional adalah kasus-kasus sebagai berikut : I. Sebuah perusahaan di luar negeri dinyatakan pailit oleh pengadilan. Perusallaan terse but memiliki sa ham dari sebuah perusahaan yang ada di Indonesia (berbentuk joint venture). 2. Sebuah perusahaan di luar negeri dinyatakan pailit oleh pengadilan. Perusahaan tersebut mempunyai perjanjian dengan perusahaan di Indonesia (misalnya dalam bentuk perjanjian penggunaan nama Inamihg right agreemenc). 3. Sebuah perusaahaan di Indonesia dinyatakan pailit oleh pengadilan. Perusahaan tersebut memiliki saham perusahaan di Iuar negeri atau mempunyai perjanjian dengan perusahaan di Iuar negeri. Dalam hal terjadinya kasus kepa ilitan yang bersifat lintas batas. maka muncul berbagai permasalahan hukum yang harus dijawah , yakni bagaimana putusan pengadilan yang menyarakan perusahaan pailil di suatu negara diberlakukan di negara lain? Apakah putusan pengadilan tersebU[ dapat dieksekusi di negara asing? Bagaimana apabila di negara asing itu dianut prinsip bahwa putusan pengadilan asing tidak dapat di laksanakan'l Permasalahan lainnya adalah bagaimana pengaturan tentang saham dan pemutusan perjanjian. Apakah kurator dapat melakukan pengalihan iuli - September 2001 II Transaksi Bisnis Imernasional dalam Kaitannya dengan Peradilan Niaga 227 terhadap saham-saham yang dimiliki oleh perusahaan yang pailit? Apakah kurator juga dapat melakukan pemutusan perjanjian dengan pihak ketiga? Dalam hal ini kita dapat mengacu pad a ketentuan hukul11 tentang kepailitan dalal11 kaitannya dengan Hukum Perdata Internasional yang ada di negara Malaysia dan Singapura. Mengenai pel11bubaran atas suatu perusahaan yang dinyatakan pailit. maka dikenal prinsip pengakuan hukul11 (Recognization of Orders) .' Bahwa untuk l11engadili suatu perusahaan yang dinyatakan pailit di luar negeri dapat dilakukan oleh lel11baga likuidasi negara asal jika mendapatkan pengakuan dari negara tempat perusahaan berdomisili atau wi layah yurisdiksi dimana perusahaan didirikan. Bahkan kurator yang akan menangani kasus tersebm juga harus l11endapatkan pengakuan atas kewenangannya dalam l11enangani kasus kepailitan tersebut.' Secara yurid is, pad a prinsipnya pengakuan dari pelaku usaha (subjek hukum) perusahaan asing terhadap hukul11 asing tidak perlu diartikan sebagai bentuk pengambilalihan kewenangan hukum rerhadap pengadilan dalam negeri. Bahwa kel11udian perusahan yang akan dinyarakan pailir oleh pengadilan luar negeri bukan berarti l11erupakan tindakan ekspioirasi terhadap yurisdiksi suatu negara dalam hal perdagangan4 Penutup Dengan perdagangan antar pelaku usaha yang melintasi batas negara berakibat pad a perlunya satu negara dengan negara lain membuat perjanjian untuk menyelesaikan permasalahan hukum yang diakibatkan oleh pelaku usaha. Ada baiknya Indonesia mulai memikirkan dan turut serta dalall1 diskursus tentang cross border insolvency. Lazard Bros. & Co. v miulaml Bank Ltd. (1933) AC 283. cited <IS authority in Woon and Hicks, Tilt: Comranies Act of Singapure: An Annor<ltioll at 2: 1301. II is submittt::d this principle is also val id for Malaysia. 2 3 There is Australian authority to this effect: Re: Alfred 'shaw and Co. ( IS97) QU 93. This accords wilh the principle outlined in Rule 178 ill Dicey & Morris. The CUlltliCl of Laws (Stevens & Sons. 1987) at 1150 and. it is suommited. is also val id ill Malaysia and Singapore. 4 Cheshire & North, Privme intt!fmuionai Law (12111 eu.) Butterworths al P 897. Namar 3 Tahun XXXI