MODUL PERKULIAHAN SOSIOLOGI KOMUNIKASI Media Massa dan Proses Sosialisasi Fakultas Program Studi Ilmu Komunikasi Public Relations Tatap Muka 11 Kode MK Disusun Oleh 85005 Enjang Pera Irawan, S.Sos.,M.I.Kom. Abstract Kompetensi Media massa memberikan sumbangan dalam membentuk tatanan nilai-nilai yang menjadi citacita masyarakat, untuk itu, media massa berfungsi sebagai agen sosialisasi, sebagaimana agen-agen sosialisasi lain seperti keluarga, usia sebaya, dan institusi pendidikan memuat fungsi yang sama. Mahasiswa diharapkan memahami proses sosialisasi dan agen-agen sosialisasi, yang di dalamnya terdapat keluarga, teman bermain, sekolah, dan media massa . . Media Massa dan Proses Sosialisasi Pengertian Sosialisasi dan Agen Sosialisasi Sosialisasi adalah suatu proses sosiopsikologis yang dijalani setiap orang dan berlangsung seumur hidup dimana individu tersebut menjadikan norma, nilai dan pola prilaku yang diterima dan dianut masyarakatnya menjadi bagian dari dirinya. Menurut Wilson (1966), sosialisasi merupakan suatu proses dimana sejumlah keajaiban kecil terjadi, makhluk menjadi manusia, perilaku ikut-ikutan menjadi tata laku, individu sebagai suatu unit organisasi menjadi seseorang yang sadar diri dan mampu mengarahkan perilakunya dalam arti isyarat yang semakin halus terhadap ekspektasi orang lain. Proses sosialisasi dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni : 1. Proses formal : proses yang dilalui secara teratur dan terstruktur seperti sekolah, pelatihan, pengalaman kerja dan sebagainya. 2. Proses informal : kebalikan dari proses formal yang terjadi tanpa direncanakan dan tidak sama Antara satu individu dengan individu lainnya, seperti pergaulan, keluarga serta pengalaman pribadi. Kerap kita menyamakan interaksi sosial sebagai sosialisasi. Kedua istilah ini merupakan konsep yang berbeda pengertiannya. Interaksi sosial dipahami sebagai aktifitas perjumpaan dinamis yang menghubungkan antara satu orang dengan satu orang lainnya, satu orang dengan beberapa orang, dan antara beberapa orang dengan beberapa orang lainnya (Gillin & Gillin, Cultural Sociologi dalam Soekanto, 2007:55). Interaksi sosial sebagai prasyarat bagi terjadinya proses sosialisasi, sebab melalui hubungan dinamis antar setiap orang memungkinkan aktifitas penananam nilai-nilai kehidupan atau sosialisasi dimungkinkan. Jika demikian, sosialisasi dapat diartikan : Proses yang dilalui seseorang sejak dilahirkan hingga meninggal dunia, suatu proses yang menjadikan seseorang dapat berpartisipasi di dalam masyarakat (Berger, Invitation to Sociology, 1978 dalam Sunarto, 1993:27) Berger melalui konsep sosialisasinya menerangkan jika manusia berbeda hakekatnya dengan mahluk bukan manusia khususnya hewan. Hewan dalam perkara memenuhi kebutuhannya dikendalikan insting yang menjadikan mahluk ini tidak memerlukan kehadiran sesamanya dalam pemenuhan kebutuhan. Lain halnya dengan manusia, yang sejak awal kelahirannya memerlukan manusia lain oleh sebab kondisi fisiknya relatif lemah tidak seperti ‘13 2 Sosiologi Komunikasi Enjang Pera Irawan, S.Sos.,M.I.Kom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id hewan. Untuk itu manusia diperlengkapi oleh Sang Pencipta, otak (kebudayaan) – yang memiliki kemampuan mengorganisir ketidakberdayaan fisiknya menghadapi situasi lingkungan alam bahkan manusia lainnya. Semisal contoh, manusia dalam kelompoknya dapat menemukan sumber pangan yang dapat dikonsumsi dan bahan makanan yang dapat digunakan sebagai obat. Lambat laun pengalaman yang dibiasakan ini dijadikan sebagai pedoman oleh orang banyak dan menjadi kebudayaan khasnya. Gambaran keadaan lingkungan alam yang berbeda-beda menyebabkan setiap masyarakat mengembangkan kebudayaan yang tidak sama. Jika satu kelompok etnis pedalaman menjadikan cita rasa manis sebagai dominasi rasa masakannya maka pada masyarakat pesisir, rasa asin dan pedas mencari ciri-ciri masakan khasnya. Kebiasaan mengkonsumsi masakan kuat akan rasa asin ketika mencicip makanan dominan manis tentunya selera makan menjadi berkurang. Seseorang yang lahir dari orangtua Tionghoa, memiliki preferensi menikah dengan gadis atau pria dari etnik yang sama. Soal selera makan maupun idealisasi pasangan kawin adalah satu contoh kebiasaan-kebiasaan anggota masyarakat yang dibiasakan atau disosialisasi semenjak kecil. Setiap gagasan, sikap, hingga realisasinya pada perilaku terhadap sesuatu hal merupakan bagian dari proses sosialisasi. Nadine Liu cenderung suka makanan asin hingga bisa disimpulkan kalau orangtuanya ataupun lingkungan keluarganya memperkenalkan rasa ini lebih dominan daripada citarasa makanan lainnya. Ketika Nadine Liu memutuskan menikah dengan lakilaki yang bukan dari golongan etniknya, maka ia mengurungkan niatnya dan mempertimbangkan mencari pria Tionghoa untuk dijadikan suami sebagaimana diinginkan kelompok sosialnya. Seseorang sewajarnya menikah dulu sebelum melakukan hubungan seksual dan masyarakat mengatur hal ini melalui sosialisasi dan ketika terdapat anggota masyarakat tidak menjalankan tindakan sosial yang diharapkan, maka dapat dikatakan anggota masyarakat tersebut melakukan penyimpangan sosial atau non-konformis. Pengalaman Nadine Liu mewakili pengalaman keseharian kita, bahwa kita diharuskan konformitas dengan harapan masyarakat. Perilaku konformis adalah tindakan yang perlu dilakukan oleh setiap orang dalam rangka menjadikan kehidupan bersama berlangsung harmonis. Kelangsungan ini dapat diwujudkan melalui proses sosialisasi yang menjadikan setiap orang memahami kebiasaan yang dicita-citakan kelompoknya. Status dan Peran. Dalam proses sosialisasi hal utama yang diajarkan adalah pengetahuan menyangkut status dan peran (role). Melalui pengetahuan status dan peran maka seseorang diharapkan dapat menempatkan peribadinya sesuai dengan keberadaan status dan peran lawan komunikasinya. Pemahaman demikian adalah pengetahuan utama bagi manusia ‘13 3 Sosiologi Komunikasi Enjang Pera Irawan, S.Sos.,M.I.Kom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id dalam rangkaiannya membekali dirinya untuk dapat bergaul dengan berbagai pelapisan masyarakat. Secara permanen individu memiliki status yang diperoleh dari Tuhan atau kita sebut sebagai ascribed status, yang diwakili melalui status seks, ras dan etnis, keanggotaan kekerabatan, usia, dan agama. Achieved status merupakan status individu yang diperoleh melalui hasil usahanya, kategorinya dapat berbentuk status pendidikan, ekonomi, dan pekerjaan. Tahapan Pengembangan Diri Manusia. Pada Modul Kedua: Teori-Teori Sosiologi Komunikasi telah dibahas kerangka teori George Herbert Mead yang menerangkan tentang Paradigma Interaksi Simbolik. Berkait dengan sosialisasi, Mead menjelaskan proses sosialisasi memungkinkan individu mendapatkan keterampilan berkomunikasi atau interaksi sosial. Pengetahuan komunikasi berisikan informasi menyangkut status dan peran, ketika seseorang telah diajarkan pengetahuan ini oleh agen-agen sosialisasi maka setiap individu dapat menempatkan diri sesuai harapan masyarakat. Kemampuan menempatkan diri dikatakan Mead sebagai pengambilan peranan (role taking), dengan proses-prosesnya berupa : (1). Tahap Play Stage Proses ini berlangsung ketika individu mulai mengenal dunia. Lingkungan keluarga inti dan keluarga luas turut mengembangkan diri manusia (self). Individu muda ini mulai belajar mengamati status dan peran orang-orang yang ada disekitar kehidupan awalnya. Mengenali status ‘ayah’ sebagai laki-laki dengan peran gendernya sebagai pencari nafkah, mengenali status ‘ibu’ sebagai perempuan yang berperan dalam segi domestik. Pada fase play stage, anak memperaktekkan peranan orang yang diamatinya dengan membawanya ke dalam dunia permainan bersama peer group-nya. Ada yang berperan sebagai ayah atau ibu, menjadi dokter atau perawat, petugas pemadam kebakaran, polisi, dan status maupun peran lainnya. Tentunya, dalam fase peniruan ini belum sepenuhnya anak memahami makna setiap status peran yang dimainkan. (2). Tahap Game Stage Pada bagian tahapan ini, seorang anak telah mulai mengenali status peran dirinya maupun orang-orang lainnya. Anak kecil tahu persis ia akan dimarahi ibunya ketika berkata bohong dan ia akan melakukan hal yang sama pada orang lain ketika didapatinya bersikap curang. (3). Tahap Significant Other Umumnya tahapan ini dilalui anak ketika telah mengenal lingkungan sosialisasi lebih luas. Melalui institusi pendidikan formal, seseorang akan menjumpai agen-agen ‘13 4 Sosiologi Komunikasi Enjang Pera Irawan, S.Sos.,M.I.Kom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id sosialisasi lainnya yang memberikan keterampilan lebih luas untuk merealisasikan kemampuan berkomunikasinya atau keterampilan mengambil peranan (generalized other). Pembentukan diri manusia telah terbentuk pada proses ini yang dikatakan Mead, individu telah mempunyai diri. (Mead, Mind, Self, Society; From The Stand Point of The Social Behavioris, 1972 dalam Soenarto, 1993:28) Agen Sosialisasi. Terdapat empat agen sosialisasi, yaitu : keluarga, teman bermain, institusi pendidikan formal, dan media massa. Keluarga sebagai agen sosialisasi terpenting dalam periode awal kehidupan manusia di dunia, sebabnya keluarga berperan sebagai agen pertama yang memperkenalkan aturan simbolik dalam sistem sosialnya. Teman bermain atau dapat disebut proses sosialisasi berupa game stage – tahapan ini seseorang dikenalkan dengan agen-agen sosialisasi sebaya yang mengajarkan mekanisme berinteraksi sosial. institusi pendidikan formal atau lembaga sekolah berperan mengajari seseorang aturan kemandirian (independence), prestasi (achievement), universalisme (universalism), dan spesifitas (specificity) yang akan berguna kelak dikehidupan bermasyarakat atau saat kita berinteraksi dengan orang lain (generalized other). Media massa di era modrenisasi seperti saat ini semakin menunjukan diri sebagai agen sosialisasi baik secara formal maupun informal. Artinya, media massa telah mengambil peran yang cukup besar bagi kehidupan sebagai agen erubahan an agen sosialisasi bagi kehidupan masyarakat modern. Untuk mengetahui dengan tepat bagian mana yang diperoleh seseorang dari media massa dalam proses sosialisasinya memang bukan hal yang mudah: 1. Diperlukan data mengenai perilaku komunikasi orang menurut tingkat usia, jenis kelamin dan sebagainya. Selama ini memang sudah sering dilakukan penelitian, bahwa anak-anak yang masih berusia muda lebih banyak menghabiskan waktunya bersama media massa. 2. Untuk memahami sepenuhnya, diperlukan data yang lebih rinci disamping itu juga diperlukan penelitian jangka panjang untuk mengetahui perubahan kebiasaan media anggota masyarakat. 3. Diperlukan informasi yang lebih banyak mengenai sejauh mana orang menyerap norma-norma social dari media massa aik secara sadar maupun tidak, langsung atau tidak langsung. Untuk itu diperlkan data rujukan identifikasi khalayak degan tokoh-tokoh tertentu dalam menerapkan nilai dan perilaku. ‘13 5 Sosiologi Komunikasi Enjang Pera Irawan, S.Sos.,M.I.Kom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 4. Perlu diketahui lebih banyak tentang derajat relative media massa sebagai sumber normative diantara berbagai agen sosialisasi yang lain. Artinya kelompok atau bagian mana yang lebih didengar dan lebih berpengaruh bagi masingmasing individu. 5. Perlu diperluas penelitian agar mencakup isi sosialisasi selain norma-norma yang eksplisit. Seperti dikemukakan oleh Herbert Hyman, perlu diteliti peran media massa dalam mensosialisasikan individu kepada rasa moral dan social seperti simpati, kasihan, kasih saying dsb. Peran Media Massa dalam Proses Sosialisasi Menyambung pada agen sosialisasi berikutnya, adalah institusi media massa. Lembaga yang dalam operasionalisasi kerjanya mewujudkan informasi melalui saluran komunikasi massa baik dalam bentuk media cetak, elektronik, maupun media dotcom. Melalui pesanpesan yang disampaikan ke dalam iklan komersial, siaran berita perekonomian - terorisme perang, infotainment, film atau opera sabun sering dikaitkan mendorong terjadinya perubahan dalam cara pandang dan perilaku masyarakatnya. Ketika televisi belum dikenal meluas seperti sekarang, orang biasanya tidur malam sesudah makan malam sekitar jam sembilan dan dapat bangun pagi untuk berangkat berkerja. Sesudah ada televisi, banyak orang menonton televisi atau menunggu sinetron hingga selesai ditayangkan hingga larut malam, dan kebiasaan ini merubah pola rutin masyarakat. Anak-anak kita lebih konsen ketika menonton televisi dibanding harus belajar mempersiapkan pelajaran esok hari di sekolah dengan orangtua yang tampaknya tidak terlalu pusing dengan keadaan ini. Pada kasus lainnya, tengah malam adalah saat bagi kebanyakan orang untuk berinteraksi dengan kawan-kawannya dalam sosial media hingga masuk waktu subuh. Contoh kecil media elektronik berupa televisi dan internet merupakan realitas komunikasi massa kontemporer yang mengorganisasi kegiatan orang banyak dewasa kini. Sebagaimana disampaikan Jalaludin Rahkmat, bahwa keberadaan radio transistor di pedesaan mengurangi waktu penduduk untuk mengobrol dengan tetangga atau berkunjung ke rumah kerabat, video recorder mengurangi frekuensi orang menonton film di bioskop, terminal komputer mempersingkat waktu rapat atau menghilangkan rutinitas perjumpaan dengan orang lain secara tatap muka (Rakhmat dalam Ibrahim, 1997:200). Pencapaian perkembangan teknologi informasi komunikasi massa turut membentuk perkembangan cara hidup yang semula tidak dikenal dan kemudian menjadi gaya hidup ‘13 6 Sosiologi Komunikasi Enjang Pera Irawan, S.Sos.,M.I.Kom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id yang umum dilakukan. Media massa selaku agen sosialisasi skunder memperkenalkan kepada masyarakat tentang nilai-nilai atau pandangan hidup baru. Nilai-nilai yang ditawarkan sebenarnya merupakan hasil dari proses konversi komunikasi masyarakat yang ditangkap lembaga media lantas didistribusikan kembali ke masyarakat setelah melalui proses seleksi realitas tangan kedua (second hand reality). Kehidupan sistem sosial suatu masyarakat bergantung dengan sistem komunikasi politik yang dipelihara pemerintahnya yang tentunya implementasinya berkaitan dengan pola-pola sosialisasi yang akan diterima oleh warganegaranya. Ketika sistem politik berlangsung dalam ideologi demokrasi maka masyarakat akan memiliki pandangan hidup yang menjunjung prinsip kesetaraan. Akan berbeda halnya pada masyarakat dengan perangkat suprastruktur yang otoritarian maka yang tercipta adalah suatu keadaan masyarakat dengan ciri-ciri nilai sosialisasi yang tidak demokratis. Ciri-ciri ideologi negara akan terasa pada setiap agen-agen sosialisasi lainnya, tidak terbatas pada media komunikasi massanya namun menyeluruh pada agen keluarga, teman bermain, dan institusi pendidikan formal. Namun terangnya, media massa ibarat cermin besar yang merefleksikan gambaran umum nilai-nilai sistem sosial masyarakat yang secara langsung dibentuk oleh keberadaan ideologi suatu negara. Berbicara mengenai peran media massa dalam proses sosialisasi bearti kita berbicara mengenai sejauh mana penggunaan media massa mempengaruhi dan menggiring masyarakat modern kea rah perubahan yang bersifat lebih global dan laten. Media massa dan perkembangan tekhnologi yang sangat pesat belakangan mempegaruhi irama dan wajah penyebaran informasi serta teknik atau cara berkomunikasi masayarakat. Komunikasi tatap muka tidak lagi menjadi point utama dalam pencapaian tujuan meskipun hingga saat ini belum ada yang dapat menggantikan atau menyamai keefektifan komunikasi tatap muka. Di sisi lain, pola kehidupan masyarakat yang berubah menjadi ritme yang sangat cepat dan serba instant menuntut masyarakat modern untuk mau tidak mau berhadaan dengan efisiensi waktu. Seala seuatu yang pada akhirnya dapat dipermudah dan dipangkas menjadi lebih praktis menjadi pilihan utama masyarakat modern. Media massa baik cetak, maupun elektronik memudahkan proses sosialisasi baik dari segi efisiensi waktu juga kapasitas penyebaran nilai dan norma yang dberikan. Intinya, media massa dan masyarakat modern merupakan dua elemen yang saat ini tidak lagi dapat dipisahkan satu dengan lainnya, tanpa media massa masyarakat modern tidak ubahnya masyarakat tradisioal dulu yang belum mengenal kecanggihan tehnologi seperti sekarang. ‘13 7 Sosiologi Komunikasi Enjang Pera Irawan, S.Sos.,M.I.Kom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Media Massa Sebagai Agen Sosialisasi Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role theory). Karena dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus dijalankan oleh individu. Proses sosialisasi akan berjalan lancar apabila pesan-pesan yang disampaikan oleh agenagen sosialisasi itu tidak bertentangan atau selayaknya saling mendukung satu sama lain. Akan tetapi, di masyarakat, sosialisasi dijalani oleh individu dalam situasi konflik pribadi karena dikacaukan oleh agen sosialisasi yang berlainan. Sosialisasi terhadap individu Antropologi Dalam antropologi, sosialisasi diterangkan sebagai awal proses bagaimana seorang anggota baru dari suatu masyarakat mengambil kemudian menggunakan aspek-aspek lain di luar kebudayaan dan diinterdalisasikan bagi dirinya dalam kebudayaan atau disebut term enkulturasi (enculturation). Proses internalisasi melalui pemindahan aspek-aspek baru itu tidak hanya dalam adat dan tradisi kebudayaan yang lain namun juga dalam bahasa, pemakaian artefak seni, legenda, mitos, kepercayaan, maupun lagu-lagu rakyat. Jika orang mengganti seluruh aspek dari kebudayaan lain ke dalam dirinya hal itu disebut dengan asimilasi. Menurut Soekanto (1989) asimilasi menghasilkan unsur kebudayaan baru yang timbul sebagai akibat pergaulan orang-orang dari kelompok-kelompok yang berlainan. Unsur-unsur kebudayaan baru tersebut berbeda dengan kedua kebudayaan yang bertemu. Bagaimana hubungannya dengan media massa? sedangkan media massa dapat berperan dalam mendorong mempercepat penggantian norma-norma serta tata nilai melalui pencampuran dua unsur kebudayaan atau lebih membentuk suatu unsur yang baru sama sekali dari kebudayaan itu. Psikologi Psikologi cenderung memandang sosialisasi sebagai proses seseorang mempelajari, menerima sesuatu pengaruh stimulus dari luar karena melalui proses semacam ini seseorang mengontrol keinginan atau bawaan dasarnya ke arah yang lebih baik sehingga tidak besifat merusak. Paradigma teroitis dari Freud tersebut dapat diterapkan dalam segala bidang termasuk menjelaskan bagaimana hubungan antara pesan-pesan media dengan sikap seseorang. ‘13 8 Sosiologi Komunikasi Enjang Pera Irawan, S.Sos.,M.I.Kom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Media massa sangat berperan dalam sosialisasi pesan-pesannya untuk mendorong dan membangkitkan unsur Id yang dimiliki oleh audien, yaitu membangkitkan kepuasan yang rendah, selera hewani secara berlebihan dari manusia, misalnya mendorong nafsu makan dan sebagainya. Selain itu media juga dapat mempengaruhi kesadaran manusia melalui penerimaan pesanpesan melalui unsur ego. Orang belajar mengetahui sesuatu demi peningkatan pengetahuannya, pandangan dan pendapatannya serta keyakinannya secara intelektual artinya membangkitkan keingintahuan. Pada tingkat superego, media diharapkan mengendalikan dirinya, mengatur dirinya, menata kembali nilai dan norma demi manusia sendiri. Sosiologi Menurut sudut pandang ilmu sosiologi, satu merupakan langkah pengetahuan mereka tentang apa yang mereka butuhkan karena menjadi anggota suatu kelompok misalnya keluarga. Kedua, memberikan bagi setiap individu untuk memahami jenis-jenis kelompok yang membentuk suatu masyarakat. Meskipun tidak pernah menjadi anggota secara langsung harapan terhadap kelompok ini, misalnya harapan orang terhadap pelayanan pemerintah, rumah sakit, asuransi, tim sepakbola PSSI, polisi dan lain-lain. Jadi, melalui keikutsertaan seseorang dalam suatu kelompok baik bersifat membership ataukah reference member ataupun partisipan namun kelompok-kelompok itu dapat berperan sebagai sosialisasi nilai, dalam hal ini termasuk media massa. Sosialisasi bagi Masyarakat Sosialisasi dapat dikatakan sebagai usaha suatu masyarakat (kumpulan individu) untuk melanjutkan sistemnya menjadi lebih stabil. Perjuangan itu terjadi secara konstant dari anggotanya semenjak lahir sampai kematiannya demi kelangsungan sistem secara kontinyu. Hal ini memungkinkan terjadi karena dasar dari organisasi sosial dan kebudayaan secara umum ditansmisikan melalui proses social. Keluarga Dalam keadaan normal, lingkungan pertama yang berhubungan dengan anak adalah keluarga. Keluarga merupakan kelompok sosial terkecil yang terdiri atas orang tua, saudarasaudara, serta mungkin kerabat dekat yang tinggal serumah. Keluarga merupakan media sosialisasi yang pertama dan utama atau yang sering dikenal dengan istilah media sosialisasi primer. Melalui keluarga, anak mengenal dunianya dan pola pergaulan seharihari. Arti pentingnya keluarga sebagai media sosialisasi primer bagi anak terletak pada pentingnya kemampuan yang diajarkan pada tahap ini. Orang tua umumnya mencurahkan ‘13 9 Sosiologi Komunikasi Enjang Pera Irawan, S.Sos.,M.I.Kom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id perhatian untuk mendidik anak agar memperoleh dasar-dasar pergaulan hidup yang benar dan baik melalui penanaman disiplin, kebebasan, dan penyerasian. Teman Sepermainan (Kelompok Sebaya) Media sosialisasi berikutnya adalah teman sepermainan. Proses sosialisasi ini berbeda dengan proses sosialisasi dalam keluarga. Seorang anak belajar berinteraksi dengan orangorang yang sebaya dengan dirinya. Pada tahap ini anak mempelajari aturan-aturan yang mengatur orang-orang yang kedudukannya sejajar. Dalam kelompok teman sepermainan, anak mulai mempelajari nilai-nilai keadilan. Semakin meningkat umur anak, semakin penting pula pengaruh kelompok teman sepermainan. Kadang-kadang dapat terjadi konflik antara norma yang didapatkan dari keluarga dengan norma yang diterimanya dalam pergaulan dengan teman sepermainan. Terutama pada masyarakat yang berkembang dengan amat dinamis, hal itu dapat menjurus pada tindakan yang bertentangan dengan moral masyarakat umum. Pada usia remaja, kelompok sepermainan itu berkembang menjadi kelompok persahabatan yang lebih luas. Perkembangan itu antara lain disebabkan oleh remaja yang bertambah luas ruang lingkup pergaulannya, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Akan tetapi, perlu diwaspadai pengaruh-pengaruh yang akan muncul ketika remaja mulai bergaul dengan sebayanya, karena pada tahap ini, tingkat kerawanan terhadap hal-hal yang cenderung ke arah negatif sangat tinggi. Mudah sekali, si remaja terpengaruh apabila basis sosialisasi keluarga yang pernah dialami sangat lemah. Sehingga, dengan kata lain, sebelum anak mulai masuk ke dalam lingkungan sebayanya, sosialisasi primer yang berlangsung dalam keluarga hendaknya diperkuat secara nyata Sekolah Sekolah dengan lembaga yang melaksanakan sistem pendidikan formal merupakan agen sosialisasi yang akan kita bahas selanjutnya. Di sekolah seorang anak akan belajar mengenai hal-hal baru yang tidak ia dapatkan di lingkungan keluarga maupun teman sepermainannya. Selain itu juga belajar mengenai nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat sekolah, seperti tidak boleh terlambat waktu masuk sekolah, harus mengerjakan tugas atau PR, dan lain-lain. Sekolah juga menuntut kemandirian dan tanggung jawab pribadi seorang anak dalam mengerjakan tugas-tugasnya tanpa bantuan orang tuanya. Hal itu sejalan dengan pendapat Dreeben yang mengatakan bahwa dalam lembaga pendidikan sekolah (pendidikan formal) seseorang belajar membaca, menulis, dan berhitung. ‘13 10 Sosiologi Komunikasi Enjang Pera Irawan, S.Sos.,M.I.Kom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Aspek lain yang dipelajari adalah aturan-aturan mengenai kemandirian (independence), prestasi (achievement), dan kekhasan (specificity). Adapun fungsi pendidikan sekolah sebagai salah satu media sosialisasi, antara lain sebagai berikut: 1) Mengembangkan potensi anak untuk mengenal kemampuan dan bakatnya. 2) Melestarikan kebudayaan dengan cara mewariskannya dari satu generasi ke generasi berikutnya. 3) Merangsang partisipasi demokrasi melalui pengajaran keterampilan berbicara dan mengembangkan kemampuan berpikir secara rasional dan bebas. 4) Memperkaya kehidupan dengan menciptakan cakrawala intelektual dan cita rasa keindahan kepada para siswa serta meningkatkan kemampuan menyesuaikan diri melalui bimbingan dan penyuluhan. 5) Meningkatkan taraf kesehatan melalui pendidikan olahraga dan kesehatan. 6) Menciptakan warga negara yang mencintai tanah air, serta menunjang integritas antarsuku dan antarbudaya. 7) Mengadakan hiburan umum (pertandingan olahraga atau pertunjukan kesenian). Lingkungan Kerja Di lingkungan kerja, seseorang akan berinteraksi dengan teman sekerja, pimpinan, dan relasi bisnis. Dalam melakukan interaksi di lingkungan kerja, setiap orang harus menjalankan peranan sesuai dengan kedudukannya. Misalnya, sebagai seorang pemimpin, ia menjalankan peranannya untuk mengelola atau mengarahkan para karyawannya, sedangkan sebagai pekerja ia melaksanakan perintah pemimpin dan tugas sesuai dengan kedudukannya. Nilai dan norma pergaulan sehari-hari tidak dapat diterapkan pada lingkungan kerja karena posisi atau jabatan seseorang sangat memengaruhi hubungan yang harus dijalankannya. Seorang pemimpin suatu perusahaan walaupun umurnya lebih muda tetap harus dipatuhi dan dihormati oleh bawahannya yang mungkin umurnya lebih tua. Jadi, lingkungan kerja telah melahirkan peranan seseorang sesuai dengan jabatan atau kedudukannya yang memengaruhi tindakannya sebagai anggota masyarakat. Media Massa Media massa terdiri atas media cetak (surat kabar dan majalah) dan media elektronik (radio, televisi, video, film, dan internet). Meningkatnya teknologi komunikasi dan informasi memungkinkan peningkatan kualitas pesan serta peningkatan frekuensi penyertaan masyarakat atas pesan tersebut memberi peluang bagi media massa untuk berperan sebagai agen sosialisasi yang semakin penting. Salah satu media massa yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa adalah televisi. Acara apa yang sering kamu tonton? Film, musik, ‘13 11 Sosiologi Komunikasi Enjang Pera Irawan, S.Sos.,M.I.Kom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id infotainment, sinetron, berita, atau yang lainnya? Acara yang disuguhkan oleh stasiun televisi sangat beragam, dari pendidikan, hiburan, berita, bahkan tindak kriminal pun saat ini banyak ditayangkan dan telah menjadi konsumsi publik. Berbagai acara yang ditayangkan oleh stasiun televisi itu akan berpengaruh pada tindakan yang dilakukan masyarakat, terutama remaja dan anak-anak. Pesan-pesan yang ditayangkan melalui televisi dapat mengarahkan masyarakat ke arah perilaku proporsional (sesuai dengan norma-norma masyarakat) atau perilaku antisosial (bertentangan dengan norma-norma masyarakat). Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, beberapa stasiun televisi menyarankan agar anak selalu didampingi oleh orang tuanya dalam menonton acara televisi. Hal ini dimaksudkan agar orang tua memberikan pengertian kepada anak mengenai acara yang disajikan, supaya anak mengerti maksud isi acara itu. Agen sosialisasi adalah pihak-pihak yang melaksanakan atau melakukan sosialisasi. Ada empat agen sosialisasi yang utama, yaitu keluarga, kelompok bermain, media massa, dan lembaga pendidikan sekolah, jadi Media massa juga merupakan salah satu agen sosialisasi yang paling berpengaruh. Pesan-pesan yang disampaikan agen sosialisasi berlainan dan tidak selamanya sejalan satu sama lain. Apa ayng diajarkan keluarga mungkin saja berbeda dan bisa jadi bertentangan dengan apa yang diajarkan oleh agen sosialisasi lain. Misalnya, di sekolah anak-anak diajarkan untuk tidak merokok, meminum minman keras dan menggunakan obat-obatan terlarang (narkoba), tetapi mereka dengan leluasa mempelajarinya dari teman-teman sebaya atau media massa. Yang termasuk kelompok media massa di sini adalah media cetak (surat kabar, majalah, tabloid), media elektronik (radio, televisi, video, film). Besarnya pengaruh media sangat tergantung pada kualitas dan frekuensi pesan yang disampaikan. Tanpa mengikari fungsi dan maafaat media massa dalam kehidupan masyarakat, disadari adanya sejumlah efek sosial negatif yang ditimbulkan oleh media massa. Karena itu media massa dianggap ikut bertanggung jawab atas terjadinya pergeseran nilai-nilai dan perilaku di tengah masyarakat seperti menurunnya tingkat selera budaya, meningkatnya kejahatan, rusaknya moral dan menurunnya kreativitas yang bermutu. Efek negatif yang ditimbulkan oleh media massa terutama dalam hal delinkuensi dan kejahatan bersumber dari besarnya kemungkinan atau potensi pada tiap anggota masyarakat untuk meniru apa-apa yang disaksikan ataupun diperoleh dari media massa. Pengenaan (exposure) terhadap isi media massa memungkinkan khalayak untuk mengetahui sesuatu isi media massa, kemudian dipengaruhi oleh isi media tersebut. Bersamaan dengan itu memang terbentang pula harapan agar khalayak meniru hal-hal yang baik dari apa yang ditampilkan media massa. ‘13 12 Sosiologi Komunikasi Enjang Pera Irawan, S.Sos.,M.I.Kom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Hampir setiap hari umumnya masyarakat dihadapkan pada berita dan pembicaraan yang menyangkut perilaku kejahatan seperti pembunuhan, perampokan, perkosaan dan bentukbentuk yang lain. Akibat logis dari keadaan tersebut bahwa segala sesuatu yang digambarkan serta disajikan kepada masyarakat luas dapat membantu dan mengembangkan kemampuan menentukan sikap pada individu-individu di tengah masyarakat dalam menentukan pilihan mengenai apa yang patut ditempuhnya untuk kehidupan sosial mereka. Pemberian masalah kejahatan melalui media massa mempunyai aspek positif dan negatif. Pengaruh media massa yang bersifat halus dan tersebar (long term impact) terhadap perilaku seolah-olah kurang dirasakan pengaruhnya, padahal justru menyangkut masyarakat secara keseluruhan. Hasil dari berbagai penelitian menyatakan bahwa efek langsung komunikasi massa pada sikap dan perilaku khalayaknya, kecil sekali, atau belum terjangkau oleh teknik-teknik pengukuran yang digunakan sekarang. Kemungkinan dan proses bagaimana terjadinya peniruan terhadap apa yang disaksikan atau diperoleh dari isi media massa dapat dipahami melalui beberapa teori. Yang pertama adalah teori peniruan atau imitasi. Kemudian teori berikutnya tentang proses mengidentifikasi diri dengan seseorang juga menjelaskan hal yang sama. Sedangkan teori social learning mengungkapkan faktor-faktor yang mendorong khalayak untuk belajar dan mampu berbuat sesuatu yang diperolehnya dari interaksi sosial di tengah masyarakat. Memang teori-teori tadi belum tuntas sepenuhnya dalam memaparkan perihal peniruan terhadap isi media massa. Namun konsep-konsep pokok yang diajukan oleh masing-maisng teori itu kurang lebih dapat membantu kita untuk memahami terjadinya peniruan yang dimaksud dalam hubungan bahasan kita di sini yang merupakan faktor penting dari efek sosial yang ditimbulkan oleh media massa. Studi pertama tentang efek TV yang dilakukan dengan lengkap adalah yang disebut Payne Fund Studies Film and their Effect on Children, yang berlangsung selama empat tahun 1929-1932. Hasil studi ini sebanyak dua belas jilid telah diterbitkan oleh Macmillan di antara tahun 1933-1935. ‘13 13 Sosiologi Komunikasi Enjang Pera Irawan, S.Sos.,M.I.Kom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Daftar Pustaka Berger, Peter L. 1993. Invitation to Sociology; A Humanistic Perspective, 1978, dalam Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, Jakarta: Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Desiana E. Pramesti. Modul Bahan Ajar Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Universitas Mercu Buana. Mead, George Herbet. 1993. Mind, Self, Society; From The Stand Point of The Social Behavioris, 1972, dalam Kamanto Soenarto, Pengantar Sosiologi, Jakarta: Penerbit fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Nasution, Zulkarimein. 2002. Sosiologi Komunikasi Massa. Universitas Terbuka: Jakarta. Nurudin. 2007. Pengantar Komunikasi Massa. Raja Grafindo Persada: Jakarta Rakhmat, Jajaluddin. 1997. Generasi Muda di Tengah Arus Perkembangan Informasi, dalam Idi Subandy Ibrahim, Lifestyle Ecstasy; Kebudayaan Pop dalam Masyarakat Komoditas Indonesia, Yogyakarta: Penerbit Jalasutra. Soekanto, Soerjono. 2007.Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Syam, Nina. 2012. Sosiologi Sebagai Akar Ilmu Komunikasi, Simbiosa Rekatama Media; Bandung ‘13 14 Sosiologi Komunikasi Enjang Pera Irawan, S.Sos.,M.I.Kom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id