Modul Komunikasi Massa [TM13]

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
KOMUNIKASI
MASSA
Fakultas
Program Studi
Disini diisi Fakultas
penerbit Modul
Program
Studi
2015
1
Tatap Muka
13
Kode MK
Disusun Oleh
MK10230
Siti Komsiah, S.IP, M.Si.
Abstract
Kompetensi
Hubungan antara khalayak dan media
tidak saja bisa di lihat dari bagaimana
mediamempengaruhi khalayak, akan
tetapi bisa juga di lihat dari bagaimana
khalayak mempengaruhi media. Karena
pada kenyataanya pada saat ini
berbagai informasi yang muncul diedia
massa baik cetak maupun elektronik
tidak lah terlepas dari ke inginan dari
khalayk. Dimana media memberi kan
informasi sesuai dengan apa yang di
inginkan oleh khalayak. Karena pada
pronsipnya suatu media itu ada karena
ada khalayaknya. Apabila khalayak tidak
ada atau tidak ada yang menkonsumsi
media , maka media juga tidak lah akan
ada. Untuk itu pada modul ini akan di
bahas beberapa teori yang menjelaskan
Setelah mengikuti mata kuliah ini
Komunikasi Massa
Siti Komsiah, S.IP., M.Si
diharapkan
mahasiswa
dapat
:
Mengetahui dan mampu memahami
Hubungan antara media massa dan
khalayak dan juga membahas gate
keeper.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
pengaruh khalayak pada media.
Hubungan Komunikator Massa Audiens
Hubungan Komunikator Massa-Audiens
Marshall McLuhan menjabarkan audience sebagai sentral komunikasi massa yang
secara konstan dibombardir oleh media. Media mendistribusikan informasi yang merasuk
pada masing-masing individu. Audience hampir tidak bisa menghindar dari media massa,
sehingga beberapa individu menjadi anggota audience yang besar, yang menerima ribuan
pesan media massa. Berikut ini gambaran individu yang dihadapkan pada berbagai pilihan
media massa.
Magazine
Books
Television
Individu
Radio
Newspaper
Phonograph
Film
Sumber : Hiebert, Ungurait, Bohn (1975:162)
Melvin DeFleur dalam bukunya, Theories of Mass Communication mengemukakan
empat teori efek media terhadap audiensnya.
a.
2015
The Individual Differences Theory
2
Komunikasi Massa
Siti Komsiah, S.IP., M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Teori ini menjelaskan bahwa setiap individu memunyai potensi berbeda-beda, serta
pengalaman dan lingkungan yang berbeda. Setiap individu secara selektif memilih pesan
yang sesuai dengan kepentingannya, sehingga tanggapan dan pemberian makna pada
pesan komunikasi ditentukan oleh tatanan psikologisnya. Dengan kata lain, perbedaan
telah menyebabkan pengaruh media massa berbeda pada tiap individu.
b. The Social Categories Theory
Teori ini berangkat dari sebuah kenyataan bahwa anggota masyarakat dapat
dikelompokkan berdasarkan kesamaan kategori seperti: ras, agama, kewarganegaraan,
jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, penghasilan, dan lain-lain. Biasanya,
pada tiap-tiap kategori akan ditemukan karakteristik yang sama. Misalnya remaja wanita
secara psikologis mulai tertarik pada lawan jenisnya dan secara fisik tubuhnya mulai
berkembang. Mereka akan menyukai bacaan yang berbau cinta dengan segala aspeknya.
Oleh karena itu, mereka lebih memilih membaca majalah remaja wanita seperti Gadis
dan Seventeen. Wanita remaja akhir (17-19 tahun) akan cenderung memilih majalah
seperti Cosmo Girl. Wanita dewasa dan ibu rumah tangga akan lebih menyukai majalahmajalah seperti Femina, Kartini, Cosmopolitan, Good Housekeeping, dan sebagainya.
Kondisi ini disadari oleh para pelaku media massa, sehingga mereka selalu menerbitkan
majalah atau mendirikan stasiun radio siaran yang dapat menyiarkan topik-topik yang
sesuai dengan segmentasi tertentu. Bila segmentasinya sudah jelas, media massa tersebut
akan mengisi program atau rubrik-rubrik yang sesuai dengan kebutuhan khalayak.
Contohnya, di kota Bandung terdapat banyak radio dengan segmentasi remaja, seperti
Radio OZ, Ardan, Prambors, 99ers, dan lain-lain. Radio dengan segmentasi wanita
dewasa diantaranya Radio Female, Mustika, dan Sky FM. Terdapat juga radio dengan
segementasi anak-anak, misalnya Kids FM, dan radio untuk kalangan dewasa akhir (35
tahun ke atas) seperti Delta FM.
Sementara untuk media televisi sampai saat ini agak sulit menentukan segmentasinya.
Program TV lebih variatif dan menguntungkan sehingga media massa tersebut
menjangkau semua kalangan. Stasiun Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) misalnya, pada
awalnya ingin menjadi televisi pendidikan sesuai dengan namanya. Lama kelamaan
stasiun televisi ini pun menjadi tidak ada bedanya dengan televisi lain, karena khalayak
2015
3
Komunikasi Massa
Siti Komsiah, S.IP., M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
umumnya menonton televisi untuk mencari hiburan, sehingga acara pendidikan seperti
membahas soal yang sebelumnya ada di TPI pun akhirnya dihilangkan.
c.
The Social Relaionship Theory
Teori ini didasari oleh peneliti Paul Lazarsfeld, Bernard Berelson, dan Elihu Katz yang
menekankan hubungan informal lebih signifikan dalam memengaruhi khalayak. Artinya,
seseorang atau individu akan memengaruhi individu lain ketimbang media massa itu
sendiri (Hiebert, Ungurait, Bohn, 1975:164).
Perspektif ini tampak pada model two steps flow of communication, dimana informasi
bergerak melewati dua tahap. Pertama, informasi bergerak pada sekelompok individu
yang relatif lebih tahu dan sering memerhatikan media massa. Kedua, informasi bergerak
dari orang-orang tersebut (disebut pemuka pendapat) dan kemudian melalui siaran
interpersonal disampaikan kepada individu yang bergantung kepada mereka dalam hal
informasi (Rakhmat, 2003:204).
d. The Cultural Norms Theory
Teori ini berpendapat bahwa isi media massa dapat mengubah audiens. Media dapat
membuat audiens memiliki opini baru terhadap suatu hal. Audiens juga dapat mengubah
pandangan dan sikapnya terhadap nilai-nilai yang selama ini ia anut, dan mengubah
tingkah lakunya. Seorang individu akan berubah apabila ia sudah menjadi audiens media
massa.
Karakteristik Audiens Komunikasi Massa
Dalam proses komunikasi antarpesona, penerima pesan adalah individu. Dalam
komunikasi massa, penerimanya adalah khalayak pendengar (listeners), khalayak pembaca
(readers), dan khalayak pemirsa (viewers). Audiens komunikasi massa memiliki
karaktersitik sebagai berikut :
a. Audiens biasanya terdiri atas individu-individu yang memiliki pengalaman yang sama
dan terpengaruh oleh hubungan sosial dan interpersonal yang sama. Individu-individu ini
memilih produk media yang mereka gunakan berdasarkan kebiasaan dan atas kesadaran
sendiri.
b. Audiens berjumlah besar. Menurut Charles Wright, besar di sini dalam artian sejumlah
besar khalayak yang dalam waktu singkat dapat dijangkau oleh komunikator komunikasi
2015
4
Komunikasi Massa
Siti Komsiah, S.IP., M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
massa, di mana jumlah khalayak tersebut tidak dapat diraih bila komunikasi dilakukan
secara tatap muka (face to face).
c. Audiens bersifat heterogen, bukan homogen. Individu-individu dalam audiens mewakili
berbagai kategori sosial. Meskipun beberapa media membidik audiens dengan
karaktersitik tertentu, masing-masing individu itu pun akan heterogen.
d. Audiens bersifat anonim. Meskipun mengetahui karakteristik umum khalayaknya,
komunikator biasanya tidak mengetahui identitas komunikannya dan pada siapa ia
berkomunikasi.
e. Audiens biasanya tersebar, baik dalam konteks ruang dan waktu (Hiebert, Ungurait,
Bohn, 1975:164). (Elvinaro Ardianto, 2014: 40-43)
Model Gate Keeper White
Istilah gatekeeper ini pertama kali dikenalkan oleh Kurt Lewin dalam bukunya Human
Relations (1947), seorang ahli psikologi dari Australia pada tahun 1947. Kata tersebut
merupakan sebuah istilah yang berasal dari lapangan sosiologi, tetapi kemudian digunakan
dalam lapangan penelitian komunikasi massa.
Untuk memperjelas apa dan siapa gatekeeper ada baiknya disimak terlebih dahulu cerita
sebagai berikut. Pada malam Minggu diadakan acara “Jurit Malam” bagi sekelompok siswa
Pramuka yang sedang mengadakan perkemahan. Untuk mengikuti acara “Jurit Malam”
sekelompok regu dalam Pramuka harus melewati beberapa pos untuk mengerjakan perintah
yang ada dalam masing-masing pos yang dijaga oleh penjaga pos. Kalau berhasil, regu itu
bisa melanjutkan perjalanannya ke pos selanjutnya. Penjaga pos befungsi memberi izin
apakah sebuah regu layak meneruskan perjalanan atau tidak. Jadi, tanpa izin dari penjaga
pos tidak mungkin mereka meneruskan ke pos selanjutnya. Pos itu bisa disebut dengan
checkpoint gate, sedangkan individu atau organisasi yang memberi izin dinamakan
gatekeeper (penapis informasi, palang pintu, atau penjaga gawang).
Istilah ini kemudian dikembangkan tidak hanya untuk menunjuk orang atau organisasi
yang memberi izin suatu kegiatan, tetapi memengaruhi keluar masuknya “sesuatu”. Di
dalam komunikasi massa dengan salah satu elemennya adalah informasi, mereka yang
bertugas untuk memengaruhi informasi itu (dalam media massa) bisa disebut dengan
2015
5
Komunikasi Massa
Siti Komsiah, S.IP., M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
gatekeeper. Hal itu juga bisa dikatakan, gatekeeper-lah yang memberi izin bagi tersebarnya
sebuah cerita.
John R. Bittner (1996) mengistilahkan gatekeeper sebagai “individu-individu atau
kelompok orang yang memantau arus informasi dalam sebuah saluran komunikasi (massa)”.
Jika diperluas maknanya, yang disebut sebagai gatekeeper adalah orang yang berperan
penting dalam media massa seperti surat kabar, majalah, televisi, radio, internet, video tape,
compact disk, dan buku. Dengan demikian, mereka yang disebut sebagai gatekeeper antara
lain reporter, editor berita, bahkan editor film atau orang lain dalam media massa yang ikut
menentukan arus informasi yang disebarkan.
Semua saluran media massa mempunyai sejumlah gatekeeper. Mereka memainkan
peranan dalam beberapa fungsi. Mereka dapat menghapus pesan atau mereka bahkan bisa
memodifikasi dan menambah pesan yang akan disebarkan. Mereka pun bisa menghentikan
sebuah informasi dan tidak membuka “pintu gerbang” (gate) bagi keluarnya informasi yang
lain.
Bagi Ray Eldon Hiebert, Donald F. Ungurait, dan Thomas W. Bohn (1985), gatekeeper
tidak bersifat pasif-negatif, tetapi mereka merupakan suatu kekuatan kreatif. Misalnya,
seorang editor dapat menambahkan pesan dengan mengombinasikan informasi dari berbagai
sumber. Seorang layouter bisa menambahkan sesuatu pada gambar atau seting pada media
cetak agar kelihatan lebih bagus. Seorang produser film bisa mengirimkan kembali naskah,
bahkan pembuatan film kepada editor atau direktur untuk ditambahkan atau dikurangi
“sesuatu” pada filmnya.
Secara umum, peran gatekeeper sering dihubungkan dengan berita, khususnya surat
kabar. Editor sering melaksanakan fungsi sebagai gatekeeper ini. Mereka menentukan apa
yang dibutuhkan khalayak atau sedikitnya menyediakan bahan bacaan untuk pembacanya.
Seolah editor itu menjadi mata audience sebagaimana mereka menyortir melalui
peristiwa sehari-hari sebelum dibaca pembacanya. Ketika seorang editor menekankan
beritanya secara sensasional dan spektakuler, dan juga masalah kriminal ia sedang
melaksanakan fungsi gatekeeping (penapisan informasi). Dengan kata lain, tugas gatekeeper
adalah bagaimana dengan seleksi berita yang dilakukan pembaca menjadi tertarik dan enak
untuk membacanya. Oleh karena itu, editor diharapkan bisa memilih berita yang benar-benar
dibutuhkan pembaca dan yang tidak. Sebab, dengan batasan ruangan yang disediakan, tidak
2015
6
Komunikasi Massa
Siti Komsiah, S.IP., M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
mungkin semua berita disiarkan. Salah satu alasannya, ia harus bersaing dengan iklan-iklan
yang masuk yang biasanya tidak lebih dari 40 persen. Jadi, tugasnya adalah membuat berita
secara singkat, padat, dan jelas sehingga memudahkan pembaca memahaminya.
Seorang editor bisa menyuruh reporter untuk melengkapi fakta-fakta dalam beritanya,
misalnya dengan mengadakan wawancara lagi. Termasuk di sini jika tulisan yang telah
disajikan tidak mencerminkan cover both sides (meliputi dua sisi yang berbeda secara
seimbang). Misalnya, terjadi perseteruan antara dua menteri, tetapi reporter hanya
mewawancarai salah satunya. Berita tersebut tidak digolongkan cover both sides. Editor
sendiri bisa mengurangi apa yang ditulis reporter. Ia bisa mengedit, mempertajam tulisan,
mengurangi penulisan yang berkepanjangan (bertele-tele), atau bahkan memotong beberapa
paragraf.
Sebelum editor mendapatkan sebuah ulasan/cerita/berita, sebenarnya seorang reporter
telah terlebih dahulu melakukan fungsi gatekeeper ketika mencari dan menyeleksi faktafakta di lapangan. Misalnya, seorang reporter sedang meliput sebuah demonstrasi yang
dilakukan mahasiswa. Dalam demonstrasi itu, tidak hanya orasi, penyampaian tuntutan yang
dilakukan bahkan mahasiswa telah bertindak anarkis, merusak tempat di sekitar sehingga
beberapa aparat keamanan sampai menyemprotkan gas air mata. Dalam hal ini seorang
reporter dihadapkan pada beberapa fakta. Apakah dia akan lebih menekankan
demonstrasinya, isi demonstrasi, atau semprotan gas air mata untuk meredakan aksi tersebut.
Ketika reporter memilih suatu fakta dengan menonjolkannya dalam tulisan, saat itu ia
sedang melaksanakan fungsi gatekeeping karena ia menyeleksi berita-beritanya. Bahkan, ia
sendiri bisa menambahi berita itu, misalnya wawancara dengan salah satu komandan aparat
keamanan atau warga yang kebetulan menyaksikan demonstrasi itu. Dengan demikian,
menambahkan fakta juga merupakan pelaksanaan fungsi gatekeeping.
Seorang reporter pertandingan sepakbola juga berfungsi sebagai gatekeeper. Ia akan
terlibat untuk mengurangi fakta yang ada di lapangan bola sebab tidak mungkin semua hal
yang terjadi di lapangan bisa dilaporkan. Ia pun akan menambahkan informasi yang
disajikan di luar lapangan.
Misalnya, menceritakan tentang seorang striker beberapa
minggu sebelumnya terkena cedera engkel dan lain-lain. Cedera engkel ini ada di luar
lapangan bola dan tidak ada kaitannya langsung dengan pertandingan sepak bola.
2015
7
Komunikasi Massa
Siti Komsiah, S.IP., M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Dengan demikian, tidak ada bahan objektif yang telah didapatkan oleh seorang reporter.
Sebab, semua yang ditulis reporter dipengaruhi oleh orientasi, misi, visi, dan kebijakan
media yang bersangkutan. Termasuk target tertentu atau bahkan emosi reporter. Hal ini
berarti tidak ada dua reporter yang menulis berdasarkan fakta yang sama, akhirnya bisa
menulis berita sama persis satu sama lain. Pandangan, persepsi terhadap suatu kejadian akan
diwarnai oleh “kacamata” reporter tersebut.
Perbedaan yang dimiliki antara reporter di media tertentu dengan reporter di media yang
lain akan memunculkan perbedaan informasi yang disajikannya. Dengan kata lain, “warna”
media akan ditentukan pertama-tama oleh kecenderungan personal, konteks sosial, dan
budaya yang melingkupi gatekeeper itu, selanjutnya ia juga dipengaruhi oleh sistem yang
dijalankan media yang bersangkutan.
Kebijakan editorial juga merupakan bentuk dari pelaksanaan fungsi gatekeeper.
Perbedaan surat kabar akan membedakan nilai yang ditampilkan dalam korannya. Di
Amerika, New York Times dan New York Daily News berbeda satu sama lain. New York
Daily News lebih menekankan berita-berita sensaional, hal-hal aneh, sedangkan New York
Times cenderung membuat berita secara detail yang tidak dilakukan New York Daily News.
Di Indonesia, Kompas merupakan koran harian untuk kalangan menengah ke atas.
Bahkan pembaca Kompas kebanyakan berpendidikan tinggi. Sementara itu, Pos Kota
merupakan koran hiburan yang banyak mengupas peristiwa seks, kriminal, dan tindak
kejahatan. Pasar media massa ini adalah kelas menengah ke bawah dengan berita-berita
sensasional, cerita-cerita bergambar, humor, dan lain-lain. Meskipun demikian, Pos Kota
tetap laku keras di pasaran lantaran banyak pengusaha yang berlangganan untuk memasang
iklan dan mencari tawaran suatu produk.
ANTV, salah satu televisi swasta Indonesia sebelum berubah orientasi, awalnya
merupakan media elektronik yang membidik pasar anak muda dan remaja. Hampir setiap
hari yang disajikan musik yang disenangi anak muda. Meskipun akhirnya berubah menjadi
televisi umum, kebijakan ini jelas akan berkaitan dengan program-program yang disiarkan.
Jadi, seorang gatekeeper dalam media massa akan menyesuaikan diri dengan kebijakan
medianya. Sama-sama televisi swasta, Metro TV dengan RCTI, SCTV, Indosiar, Trans 7
berbeda. Metro TV lebih menekankan aspek informasi, sedangkan media yang lain lebih
menekankan faktor hiburan dibanding faktor lain.
2015
8
Komunikasi Massa
Siti Komsiah, S.IP., M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Contoh
di
atas
menggambarkan
bahwa
media
massa
cenderung
untuk
menspesialisasikan berita untuk meraih pembaca atau audience tertentu. Radio pun tidak
jauh berbeda. Ada radio yang suka lagu-lagu dangdut, ada juga pop dan rock, atau bahkan
nyanyian daerah. Di media cetak lain, kita mengenal Nova, Wanita Indonesia (tabloid
wanita), Anita Cemerlang, Aneka Ria, ABG untuk pasar Anak Baru Gede (ABG), Nurani
(tabloid Keluarga Islam), Mentari, Bobo (majalah anak-anak), dan lain-lain. Itu semua akan
memengaruhi tampilan artikel atau gambar yang disajikannya.
Dari pemaparan, aktivitas, dan pengaruh dari gatekeeper di atas setidaknya ada tiga hal
yang bisa dicatat. Pertama, penapisan informasi bersifat subjektif dan personal. Kedua,
penapisan informasi membatasi apa yang ingin diketahui pembaca. Ketiga, penapisan
informasi menjadi suatu aktivitas yang tidak bisa dihindari oleh media (Hiebert, Ungurait,
dan Bohn, 1985).
Seorang reporter yang bertugas menulis fakta-fakta di lapangan dan editor yang
mengedit laporan reporter, keduanya masuk dalam gatekeeper. Keduanya berperan dalam
menyiarkan informasi yang disampaikan pengirim kepada penerima melalui media massa.
Bahkan, seorang reporter pertandingan sepakbola pun termasuk gatekeeper. Alasannya, ia
ikut berperan dalam siaran itu atau bahkan memilih-milih informasi mana yang perlu
disiarkan dari apa yang dilihatnya di lapangan.
Seorang gatekeeper bisa juga seorang produser film yang mengedit gambar dari gambar
aslinya, menyensor dan sekaligus menghapus mana bagian yang tidak sesuai. Misalnya,
gambar-gambar yang berbau seks yang didapatkan di lokasi shooting, tetapi harus dipotong
karena tidak sesuai dengan tujuan dibuatnya film. Dengan kata lain, seorang yang bertugas
ikut menentukan pasar film memutuskan apakah film itu untuk kalangan bawah atau atas
termasuk gatekeeper pula. Apalagi seorang penerbit surat kabar yang ikut menentukan topik
apa yang akan dimunculkan dalam tajuk rencananya, atau individu lain yang berperan dalam
proses atau mengontrol melalui media, semua itu bisa disebut gatekeeper.
Seorang reporter bisa membatasi fakta-fakta yang diperoleh di lapangan. Artinya, mana
informasi yang layak disiarkan dan mana yang tidak. Tidak terkecuali, ia pun bisa
memperluas cakupan beritanya dengan menambahkan fakta lain. Seorang editor bisa
menyuruh reporter yang bertugas di lapangan untuk menambahkan data-data yang
diperlukan sebelum disiarkan. Reporter juga bisa menginterpretasikan informasi yang
2015
9
Komunikasi Massa
Siti Komsiah, S.IP., M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
diterima audience. Misalnya, bagaimana menginterpretasikan pesan agar mudah diterima
pembacanya atau untuk memudahkannya bisa dengan mengutip kata-kata langsung dari
narasumber. Hal itu dimaksudkan untuk mempermudah atau menyederhanakan berita-berita
yang disiarkan.
Dengan demikian, paling tidak gatekeeper mempunyai fungsi sebagai berikut: (1)
menyiarkan informasi; (2) untuk membatasi informasi dengan mengeditnya sebelum
disebarkan; (3) untuk memperluas kuantitas informasi dengan menambahkan fakta dan
pandangan lain; dan (4) untuk menginterpretasikan informasi (John R. Bittner, 1996).
Bagaimana membedakan antara seseorang dalam media massa yang bertindak sebagai
komunikator dan sebagai gatekeeper? Ray Eldon Hiebert dkk. (1985) mencoba memberikan
jawabannya. Seseorang yang menciptakan atau membuat sesuatu disebut sebagai
komunikator, sedangkan jika seseorang mengevaluasi ciptaan orang lain ia adalah
gatekeeper. Jadi, individu yang sama bisa jadi mempunyai dua fungsi, sebagai komunikator
dan sebagai gatekeeper dalam waktu yang sama. Meskipun mereka tidak menjelaskan lebih
rinci apa batasan seseorang menjadi komunikator atau menjadi gatekeeper.
Gatekeeper mempunyai efek potensial di dalam proses komunikasi massa, khususnya
jika media yang seharusnya milik masyarakat itu dikontrol dan dikendalikan oleh kekuatan
“elite minoritas” dengan melarang hak publik untuk mengetahui. Misalnya, “elite minoritas”
itu adalah pemilik modal. Pemilik modal ada kalanya ikut memengaruhi kerja gatekeeper.
Pemilik modal berharap apa yang disiarkan sesuai dengan kebijakannya.
Di Indonesia pernah ada tabloid Paron. Sebelum menjadi tabloid umum, tabloid itu
merupakan tabloid tenaga kerja. Isinya tentang lowongan kerja atau hal lain yang
berhubungan dengan pencari kerja. Kemudian Bob Hassan yang memiliki hubungan dekat
dengan keluarga “Cendana” (Soeharto) ikut memiliki saham. Pada suatu saat, Paron
memberitakan tentang “Keluarga Cendana" dengan judul di cover depan ‘Tanah Cendana
Seluas Jakarta’. Berita ini tentu sangat meresahkan “Keluarga Cendana”. Maka, tiba-tiba
Paron tidak terbit lagi. Salah satu sebabnya, ada campur tangan “elite minoritas" yakni Bob
Hassan terhadap kebijakan media tersebut sehingga fungsi gatekeeper sebagai palang pintu
terhambat sedemikian rupa untuk tidak mengatakan tidak bisa berfungsi sama sekali.
Di samping itu, penapisan informasi mempunyai efek. Efek ini bisa disebabkan oleh
aktivitas yang dilakukan oleh gatekeeper itu sendiri. Salah satunya adalah munculnya
2015
10
Komunikasi Massa
Siti Komsiah, S.IP., M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
distorsi informasi. Distorsi informasi terdiri dari dua, yakni systematic distortion dan
random distortion. Systematic distortion biasanya terjadi melalui pembiasaan informasi yang
disengaja. Sementara itu, random distortion terjadi melalui kecerobohan atau ketidaktahuan.
Distorsi yang disengaja misalnya adalah pemutarbalikan fakta (distrotion of the facts).
Distorsi ini sengaja dibuat agar audience mengikuti konstruksi informasi yang diciptakan
media massa. Misalnya, di zaman Perang Dunia I bangsa Barat menggembar-gemborkan
informasi bahwa lebih dari 6 juta orang Yahudi terbunuh oleh Nazi Hitler. Informasi ini
sebenarnya tidak lebih dari pemutarbalikan fakta agar Hitler dicap sebagai satu-satunya
penjahat perang. Sampai sekarang informasi itu terus digembar-gemborkan. Padahal
menurut Roger Geraudy (2000), mitos tentang kekejaman Nazi itu sengaja diciptakan dan
dibesar-besarkan untuk mengabsahkan perilaku Zionisme Israel. Tujuannya adalah agar
warga Yahudi dipersepsikan sebagai bangsa tertindas dan warga dunia memaklumi atas
perilaku Israel.
Bahkan Israel melakukan perebutan tanah secara paksa dalam mendirikan negara
merdeka di tanah Palestina. Hal demikian seperti yang diungkapkan harian besar Israel Ediot
Aharonoth (14 Juni 1972) dikatakan, “Tidak akan ada Zionisme, kolonisasi negara Yahudi,
tanpa pengusiran irang Arab dan penyerobotan tanahnya,” (Nurudin, 2001). Contoh di atas
merupakan contoh distorsi yang sengaja diciptakan karena keinginan “terselubung”
pengirim pesan.
Sementara itu, distorsi yang tidak disengaja terjadi karena kecerobohan atau
ketidaktahuan. Hal ini sangat berkait erat dengan human eror (kesalahan manusia).
Kecerobohan mungkin terjadi karena kekurangan informasi, tergesa-gesa untuk target siaran
atau terbit. Kemungkinan informasi hanya dikutip dari media lain, sementara media lain
tersebut hanya terjamin kevalidan datanya.
Apa yang dialami Jawa Pos (6 Mei 2000) dengan memberitahukan kasus suap yang
melibatkan tokoh NU (KH.Hasyim Muzadi) merupakan contoh konkret. Dalam “Liputan 6
Siang” tanggal 7 Mei 2000 diberitakan tentang pendudukan warga NU pada kantor Jawa
Pos pada tanggal 7 Mei 2000. Pendudukan itu terkait dengan isu suap yang melibatkan
tokoh NU tersebut. Atas pendudukan itu, Jawa Pos mengatakan bahwa berita tersebut hanya
dikutip dari majalah Tempo. Padahal, Tempo sendiri sudah meralatnya. Terlepas dari siapa
yang salah, ada kecerobohan seperti yang dilakukan Jawa Pos.
2015
11
Komunikasi Massa
Siti Komsiah, S.IP., M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Pencantuman nama tersebut sebenarnya merupakan kesalahan infografis. Infografis
tersebut digunakan untuk mengutip Tempo edisi 1-7 Mei 2000. Ternyata ada kesalahan ketik
maksudnya Hasyim Wahidi terketik Hasyim Muzadi. Selain itu, pada tanggal 15 April 1999
massa juga pernah menggerudug (mendatangi bersama-sama) media massa yang sama. Jawa
Pos menurunkan tulisan “ Gus Dur Dicekal Sendiri oleh PBNU, Dianggap Mendua, Tak
Boleh Ngomong Soal PKB”. Jawa Pos hanya mengutip Pos Kota, sedangkan Pos Kota
sudah meralatnya (Solahuddin, 2001).
Sementara itu, ketidaktahuan bisa dikatakan distorsi karena komunikator sengaja
memberitahukan atau menyiarkan informasi, padahal dia sendiri tidak mengetahui
permasalahan yang terjadi. Misalnya, menuduh (lewat tulisan) seorang artis yang sudah
“cerai”, padahal belum ada informasi resmi bahwa artis itu telah bercerai. Ada kemungkinan
terjadi kerenggangan hubungan dengan pasangannya. Akan tetapi, tidak jarang media massa
yang hanya mementingkan hiburan sudah melakukan tindakan “menghakimi” terlebih
dahulu, padahal ia tidak tahu secara pasti dan hanya berdasarkan prasangka semata. Dalam
istilah jurnalistik ini sering disebut dengan trial by the press (pers mengadili seseorang
sebelum pengadilan memutuskan seseorang bersalah atau tidak).
Untuk menggambarkan proses gatekeeping, Devito mencoba membuat gambar sebagai
berikut.
S
M
S
M
S
Gatekeepe
r
M
M
R
M
R
M
R
(Sumber: Josep A. Devito, 1997)
2015
12
Komunikasi Massa
Siti Komsiah, S.IP., M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Dari gambar di atas pesan-pesan (M1, M2, M3) diterima oleh penapis informasi dari berbagai
sumber yang berbeda (S1, S2, S3). Dari gambar itu dapat dilihat bahwa fungsi penapis informasi
adalah menyeleksi pesan-pesan yang akan dikomunikasikan. Penapis informasi kemudian secara
selektif menyampaikan sejumlah pesan (MA, MB, MC) ke penerima yang berbeda-beda (R1, R2,
R3). Misalnya, seorang dosen tidak menyampaikan pesan yang sama kepada mahasiswa
semester II dan kepada semester VI. Barangkali aspek terpenting yang perlu ditekankan
mengenai proses ini adalah bahwa pesan-pesan yang diterima oleh penapis informasi (M1, M2,
M3) tidaklah sama dengan pesan-pesan yang dikirimkan oleh penapis informasi (MA, MB, MC).
(Nurudin, 2014: 118-129)
DAFTAR PUSTAKA
Ardianto, Elvinaro. 2014. Komunikasi Massa Suatu Pengantar:Edisi Revisi. Bandung. Simbiosa
Rekatama Media.
Nurudin. 2014. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta. PT. Rajagrafindo Persada
McQuail, Denis. 2011. Teori Komunikasi Massa: Edisi 6 Buku 2. Jakarta. Salemba Humanika.
Sumber lain :
(http://belajar-komunikasi.blogspot.co.id/2011/02/faktor-faktor-yang-mempengaruhireaksi.html)
(http://widyo.staff.gunadarma.ac.id/downloads/model-model.kom.pdf)
(http://www.himikomunib.org/2012/12/teori-ketergantungan-dependency-theory.html)
(http://journal.unair.ac.id/filerPDF/Jurnal%20Chemmy.pdf)
2015
13
Komunikasi Massa
Siti Komsiah, S.IP., M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download