MODUL PERKULIAHAN KOMUNIKASI MASSA Fakultas Program Studi Disini diisi Fakultas penerbit Modul Program Studi 2015 1 Tatap Muka 13 Kode MK Disusun Oleh MK10230 Siti Komsiah, S.IP, M.Si. Abstract Kompetensi Hubungan antara khalayak dan media tidak saja bisa di lihat dari bagaimana mediamempengaruhi khalayak, akan tetapi bisa juga di lihat dari bagaimana khalayak mempengaruhi media. Karena pada kenyataanya pada saat ini berbagai informasi yang muncul diedia massa baik cetak maupun elektronik tidak lah terlepas dari ke inginan dari khalayk. Dimana media memberi kan informasi sesuai dengan apa yang di inginkan oleh khalayak. Karena pada pronsipnya suatu media itu ada karena ada khalayaknya. Apabila khalayak tidak ada atau tidak ada yang menkonsumsi media , maka media juga tidak lah akan ada. Untuk itu pada modul ini akan di bahas beberapa teori yang menjelaskan Setelah mengikuti mata kuliah ini Komunikasi Massa Siti Komsiah, S.IP., M.Si diharapkan mahasiswa dapat : Mengetahui dan mampu memahami Hubungan antara media massa dan khalayak dan juga membahas gate keeper. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id pengaruh khalayak pada media. Hubungan Komunikator Massa Audiens Hubungan Komunikator Massa-Audiens Marshall McLuhan menjabarkan audience sebagai sentral komunikasi massa yang secara konstan dibombardir oleh media. Media mendistribusikan informasi yang merasuk pada masing-masing individu. Audience hampir tidak bisa menghindar dari media massa, sehingga beberapa individu menjadi anggota audience yang besar, yang menerima ribuan pesan media massa. Berikut ini gambaran individu yang dihadapkan pada berbagai pilihan media massa. Magazine Books Television Individu Radio Newspaper Phonograph Film Sumber : Hiebert, Ungurait, Bohn (1975:162) Melvin DeFleur dalam bukunya, Theories of Mass Communication mengemukakan empat teori efek media terhadap audiensnya. a. 2015 The Individual Differences Theory 2 Komunikasi Massa Siti Komsiah, S.IP., M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Teori ini menjelaskan bahwa setiap individu memunyai potensi berbeda-beda, serta pengalaman dan lingkungan yang berbeda. Setiap individu secara selektif memilih pesan yang sesuai dengan kepentingannya, sehingga tanggapan dan pemberian makna pada pesan komunikasi ditentukan oleh tatanan psikologisnya. Dengan kata lain, perbedaan telah menyebabkan pengaruh media massa berbeda pada tiap individu. b. The Social Categories Theory Teori ini berangkat dari sebuah kenyataan bahwa anggota masyarakat dapat dikelompokkan berdasarkan kesamaan kategori seperti: ras, agama, kewarganegaraan, jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, penghasilan, dan lain-lain. Biasanya, pada tiap-tiap kategori akan ditemukan karakteristik yang sama. Misalnya remaja wanita secara psikologis mulai tertarik pada lawan jenisnya dan secara fisik tubuhnya mulai berkembang. Mereka akan menyukai bacaan yang berbau cinta dengan segala aspeknya. Oleh karena itu, mereka lebih memilih membaca majalah remaja wanita seperti Gadis dan Seventeen. Wanita remaja akhir (17-19 tahun) akan cenderung memilih majalah seperti Cosmo Girl. Wanita dewasa dan ibu rumah tangga akan lebih menyukai majalahmajalah seperti Femina, Kartini, Cosmopolitan, Good Housekeeping, dan sebagainya. Kondisi ini disadari oleh para pelaku media massa, sehingga mereka selalu menerbitkan majalah atau mendirikan stasiun radio siaran yang dapat menyiarkan topik-topik yang sesuai dengan segmentasi tertentu. Bila segmentasinya sudah jelas, media massa tersebut akan mengisi program atau rubrik-rubrik yang sesuai dengan kebutuhan khalayak. Contohnya, di kota Bandung terdapat banyak radio dengan segmentasi remaja, seperti Radio OZ, Ardan, Prambors, 99ers, dan lain-lain. Radio dengan segmentasi wanita dewasa diantaranya Radio Female, Mustika, dan Sky FM. Terdapat juga radio dengan segementasi anak-anak, misalnya Kids FM, dan radio untuk kalangan dewasa akhir (35 tahun ke atas) seperti Delta FM. Sementara untuk media televisi sampai saat ini agak sulit menentukan segmentasinya. Program TV lebih variatif dan menguntungkan sehingga media massa tersebut menjangkau semua kalangan. Stasiun Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) misalnya, pada awalnya ingin menjadi televisi pendidikan sesuai dengan namanya. Lama kelamaan stasiun televisi ini pun menjadi tidak ada bedanya dengan televisi lain, karena khalayak 2015 3 Komunikasi Massa Siti Komsiah, S.IP., M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id umumnya menonton televisi untuk mencari hiburan, sehingga acara pendidikan seperti membahas soal yang sebelumnya ada di TPI pun akhirnya dihilangkan. c. The Social Relaionship Theory Teori ini didasari oleh peneliti Paul Lazarsfeld, Bernard Berelson, dan Elihu Katz yang menekankan hubungan informal lebih signifikan dalam memengaruhi khalayak. Artinya, seseorang atau individu akan memengaruhi individu lain ketimbang media massa itu sendiri (Hiebert, Ungurait, Bohn, 1975:164). Perspektif ini tampak pada model two steps flow of communication, dimana informasi bergerak melewati dua tahap. Pertama, informasi bergerak pada sekelompok individu yang relatif lebih tahu dan sering memerhatikan media massa. Kedua, informasi bergerak dari orang-orang tersebut (disebut pemuka pendapat) dan kemudian melalui siaran interpersonal disampaikan kepada individu yang bergantung kepada mereka dalam hal informasi (Rakhmat, 2003:204). d. The Cultural Norms Theory Teori ini berpendapat bahwa isi media massa dapat mengubah audiens. Media dapat membuat audiens memiliki opini baru terhadap suatu hal. Audiens juga dapat mengubah pandangan dan sikapnya terhadap nilai-nilai yang selama ini ia anut, dan mengubah tingkah lakunya. Seorang individu akan berubah apabila ia sudah menjadi audiens media massa. Karakteristik Audiens Komunikasi Massa Dalam proses komunikasi antarpesona, penerima pesan adalah individu. Dalam komunikasi massa, penerimanya adalah khalayak pendengar (listeners), khalayak pembaca (readers), dan khalayak pemirsa (viewers). Audiens komunikasi massa memiliki karaktersitik sebagai berikut : a. Audiens biasanya terdiri atas individu-individu yang memiliki pengalaman yang sama dan terpengaruh oleh hubungan sosial dan interpersonal yang sama. Individu-individu ini memilih produk media yang mereka gunakan berdasarkan kebiasaan dan atas kesadaran sendiri. b. Audiens berjumlah besar. Menurut Charles Wright, besar di sini dalam artian sejumlah besar khalayak yang dalam waktu singkat dapat dijangkau oleh komunikator komunikasi 2015 4 Komunikasi Massa Siti Komsiah, S.IP., M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id massa, di mana jumlah khalayak tersebut tidak dapat diraih bila komunikasi dilakukan secara tatap muka (face to face). c. Audiens bersifat heterogen, bukan homogen. Individu-individu dalam audiens mewakili berbagai kategori sosial. Meskipun beberapa media membidik audiens dengan karaktersitik tertentu, masing-masing individu itu pun akan heterogen. d. Audiens bersifat anonim. Meskipun mengetahui karakteristik umum khalayaknya, komunikator biasanya tidak mengetahui identitas komunikannya dan pada siapa ia berkomunikasi. e. Audiens biasanya tersebar, baik dalam konteks ruang dan waktu (Hiebert, Ungurait, Bohn, 1975:164). (Elvinaro Ardianto, 2014: 40-43) Model Gate Keeper White Istilah gatekeeper ini pertama kali dikenalkan oleh Kurt Lewin dalam bukunya Human Relations (1947), seorang ahli psikologi dari Australia pada tahun 1947. Kata tersebut merupakan sebuah istilah yang berasal dari lapangan sosiologi, tetapi kemudian digunakan dalam lapangan penelitian komunikasi massa. Untuk memperjelas apa dan siapa gatekeeper ada baiknya disimak terlebih dahulu cerita sebagai berikut. Pada malam Minggu diadakan acara “Jurit Malam” bagi sekelompok siswa Pramuka yang sedang mengadakan perkemahan. Untuk mengikuti acara “Jurit Malam” sekelompok regu dalam Pramuka harus melewati beberapa pos untuk mengerjakan perintah yang ada dalam masing-masing pos yang dijaga oleh penjaga pos. Kalau berhasil, regu itu bisa melanjutkan perjalanannya ke pos selanjutnya. Penjaga pos befungsi memberi izin apakah sebuah regu layak meneruskan perjalanan atau tidak. Jadi, tanpa izin dari penjaga pos tidak mungkin mereka meneruskan ke pos selanjutnya. Pos itu bisa disebut dengan checkpoint gate, sedangkan individu atau organisasi yang memberi izin dinamakan gatekeeper (penapis informasi, palang pintu, atau penjaga gawang). Istilah ini kemudian dikembangkan tidak hanya untuk menunjuk orang atau organisasi yang memberi izin suatu kegiatan, tetapi memengaruhi keluar masuknya “sesuatu”. Di dalam komunikasi massa dengan salah satu elemennya adalah informasi, mereka yang bertugas untuk memengaruhi informasi itu (dalam media massa) bisa disebut dengan 2015 5 Komunikasi Massa Siti Komsiah, S.IP., M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id gatekeeper. Hal itu juga bisa dikatakan, gatekeeper-lah yang memberi izin bagi tersebarnya sebuah cerita. John R. Bittner (1996) mengistilahkan gatekeeper sebagai “individu-individu atau kelompok orang yang memantau arus informasi dalam sebuah saluran komunikasi (massa)”. Jika diperluas maknanya, yang disebut sebagai gatekeeper adalah orang yang berperan penting dalam media massa seperti surat kabar, majalah, televisi, radio, internet, video tape, compact disk, dan buku. Dengan demikian, mereka yang disebut sebagai gatekeeper antara lain reporter, editor berita, bahkan editor film atau orang lain dalam media massa yang ikut menentukan arus informasi yang disebarkan. Semua saluran media massa mempunyai sejumlah gatekeeper. Mereka memainkan peranan dalam beberapa fungsi. Mereka dapat menghapus pesan atau mereka bahkan bisa memodifikasi dan menambah pesan yang akan disebarkan. Mereka pun bisa menghentikan sebuah informasi dan tidak membuka “pintu gerbang” (gate) bagi keluarnya informasi yang lain. Bagi Ray Eldon Hiebert, Donald F. Ungurait, dan Thomas W. Bohn (1985), gatekeeper tidak bersifat pasif-negatif, tetapi mereka merupakan suatu kekuatan kreatif. Misalnya, seorang editor dapat menambahkan pesan dengan mengombinasikan informasi dari berbagai sumber. Seorang layouter bisa menambahkan sesuatu pada gambar atau seting pada media cetak agar kelihatan lebih bagus. Seorang produser film bisa mengirimkan kembali naskah, bahkan pembuatan film kepada editor atau direktur untuk ditambahkan atau dikurangi “sesuatu” pada filmnya. Secara umum, peran gatekeeper sering dihubungkan dengan berita, khususnya surat kabar. Editor sering melaksanakan fungsi sebagai gatekeeper ini. Mereka menentukan apa yang dibutuhkan khalayak atau sedikitnya menyediakan bahan bacaan untuk pembacanya. Seolah editor itu menjadi mata audience sebagaimana mereka menyortir melalui peristiwa sehari-hari sebelum dibaca pembacanya. Ketika seorang editor menekankan beritanya secara sensasional dan spektakuler, dan juga masalah kriminal ia sedang melaksanakan fungsi gatekeeping (penapisan informasi). Dengan kata lain, tugas gatekeeper adalah bagaimana dengan seleksi berita yang dilakukan pembaca menjadi tertarik dan enak untuk membacanya. Oleh karena itu, editor diharapkan bisa memilih berita yang benar-benar dibutuhkan pembaca dan yang tidak. Sebab, dengan batasan ruangan yang disediakan, tidak 2015 6 Komunikasi Massa Siti Komsiah, S.IP., M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id mungkin semua berita disiarkan. Salah satu alasannya, ia harus bersaing dengan iklan-iklan yang masuk yang biasanya tidak lebih dari 40 persen. Jadi, tugasnya adalah membuat berita secara singkat, padat, dan jelas sehingga memudahkan pembaca memahaminya. Seorang editor bisa menyuruh reporter untuk melengkapi fakta-fakta dalam beritanya, misalnya dengan mengadakan wawancara lagi. Termasuk di sini jika tulisan yang telah disajikan tidak mencerminkan cover both sides (meliputi dua sisi yang berbeda secara seimbang). Misalnya, terjadi perseteruan antara dua menteri, tetapi reporter hanya mewawancarai salah satunya. Berita tersebut tidak digolongkan cover both sides. Editor sendiri bisa mengurangi apa yang ditulis reporter. Ia bisa mengedit, mempertajam tulisan, mengurangi penulisan yang berkepanjangan (bertele-tele), atau bahkan memotong beberapa paragraf. Sebelum editor mendapatkan sebuah ulasan/cerita/berita, sebenarnya seorang reporter telah terlebih dahulu melakukan fungsi gatekeeper ketika mencari dan menyeleksi faktafakta di lapangan. Misalnya, seorang reporter sedang meliput sebuah demonstrasi yang dilakukan mahasiswa. Dalam demonstrasi itu, tidak hanya orasi, penyampaian tuntutan yang dilakukan bahkan mahasiswa telah bertindak anarkis, merusak tempat di sekitar sehingga beberapa aparat keamanan sampai menyemprotkan gas air mata. Dalam hal ini seorang reporter dihadapkan pada beberapa fakta. Apakah dia akan lebih menekankan demonstrasinya, isi demonstrasi, atau semprotan gas air mata untuk meredakan aksi tersebut. Ketika reporter memilih suatu fakta dengan menonjolkannya dalam tulisan, saat itu ia sedang melaksanakan fungsi gatekeeping karena ia menyeleksi berita-beritanya. Bahkan, ia sendiri bisa menambahi berita itu, misalnya wawancara dengan salah satu komandan aparat keamanan atau warga yang kebetulan menyaksikan demonstrasi itu. Dengan demikian, menambahkan fakta juga merupakan pelaksanaan fungsi gatekeeping. Seorang reporter pertandingan sepakbola juga berfungsi sebagai gatekeeper. Ia akan terlibat untuk mengurangi fakta yang ada di lapangan bola sebab tidak mungkin semua hal yang terjadi di lapangan bisa dilaporkan. Ia pun akan menambahkan informasi yang disajikan di luar lapangan. Misalnya, menceritakan tentang seorang striker beberapa minggu sebelumnya terkena cedera engkel dan lain-lain. Cedera engkel ini ada di luar lapangan bola dan tidak ada kaitannya langsung dengan pertandingan sepak bola. 2015 7 Komunikasi Massa Siti Komsiah, S.IP., M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Dengan demikian, tidak ada bahan objektif yang telah didapatkan oleh seorang reporter. Sebab, semua yang ditulis reporter dipengaruhi oleh orientasi, misi, visi, dan kebijakan media yang bersangkutan. Termasuk target tertentu atau bahkan emosi reporter. Hal ini berarti tidak ada dua reporter yang menulis berdasarkan fakta yang sama, akhirnya bisa menulis berita sama persis satu sama lain. Pandangan, persepsi terhadap suatu kejadian akan diwarnai oleh “kacamata” reporter tersebut. Perbedaan yang dimiliki antara reporter di media tertentu dengan reporter di media yang lain akan memunculkan perbedaan informasi yang disajikannya. Dengan kata lain, “warna” media akan ditentukan pertama-tama oleh kecenderungan personal, konteks sosial, dan budaya yang melingkupi gatekeeper itu, selanjutnya ia juga dipengaruhi oleh sistem yang dijalankan media yang bersangkutan. Kebijakan editorial juga merupakan bentuk dari pelaksanaan fungsi gatekeeper. Perbedaan surat kabar akan membedakan nilai yang ditampilkan dalam korannya. Di Amerika, New York Times dan New York Daily News berbeda satu sama lain. New York Daily News lebih menekankan berita-berita sensaional, hal-hal aneh, sedangkan New York Times cenderung membuat berita secara detail yang tidak dilakukan New York Daily News. Di Indonesia, Kompas merupakan koran harian untuk kalangan menengah ke atas. Bahkan pembaca Kompas kebanyakan berpendidikan tinggi. Sementara itu, Pos Kota merupakan koran hiburan yang banyak mengupas peristiwa seks, kriminal, dan tindak kejahatan. Pasar media massa ini adalah kelas menengah ke bawah dengan berita-berita sensasional, cerita-cerita bergambar, humor, dan lain-lain. Meskipun demikian, Pos Kota tetap laku keras di pasaran lantaran banyak pengusaha yang berlangganan untuk memasang iklan dan mencari tawaran suatu produk. ANTV, salah satu televisi swasta Indonesia sebelum berubah orientasi, awalnya merupakan media elektronik yang membidik pasar anak muda dan remaja. Hampir setiap hari yang disajikan musik yang disenangi anak muda. Meskipun akhirnya berubah menjadi televisi umum, kebijakan ini jelas akan berkaitan dengan program-program yang disiarkan. Jadi, seorang gatekeeper dalam media massa akan menyesuaikan diri dengan kebijakan medianya. Sama-sama televisi swasta, Metro TV dengan RCTI, SCTV, Indosiar, Trans 7 berbeda. Metro TV lebih menekankan aspek informasi, sedangkan media yang lain lebih menekankan faktor hiburan dibanding faktor lain. 2015 8 Komunikasi Massa Siti Komsiah, S.IP., M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Contoh di atas menggambarkan bahwa media massa cenderung untuk menspesialisasikan berita untuk meraih pembaca atau audience tertentu. Radio pun tidak jauh berbeda. Ada radio yang suka lagu-lagu dangdut, ada juga pop dan rock, atau bahkan nyanyian daerah. Di media cetak lain, kita mengenal Nova, Wanita Indonesia (tabloid wanita), Anita Cemerlang, Aneka Ria, ABG untuk pasar Anak Baru Gede (ABG), Nurani (tabloid Keluarga Islam), Mentari, Bobo (majalah anak-anak), dan lain-lain. Itu semua akan memengaruhi tampilan artikel atau gambar yang disajikannya. Dari pemaparan, aktivitas, dan pengaruh dari gatekeeper di atas setidaknya ada tiga hal yang bisa dicatat. Pertama, penapisan informasi bersifat subjektif dan personal. Kedua, penapisan informasi membatasi apa yang ingin diketahui pembaca. Ketiga, penapisan informasi menjadi suatu aktivitas yang tidak bisa dihindari oleh media (Hiebert, Ungurait, dan Bohn, 1985). Seorang reporter yang bertugas menulis fakta-fakta di lapangan dan editor yang mengedit laporan reporter, keduanya masuk dalam gatekeeper. Keduanya berperan dalam menyiarkan informasi yang disampaikan pengirim kepada penerima melalui media massa. Bahkan, seorang reporter pertandingan sepakbola pun termasuk gatekeeper. Alasannya, ia ikut berperan dalam siaran itu atau bahkan memilih-milih informasi mana yang perlu disiarkan dari apa yang dilihatnya di lapangan. Seorang gatekeeper bisa juga seorang produser film yang mengedit gambar dari gambar aslinya, menyensor dan sekaligus menghapus mana bagian yang tidak sesuai. Misalnya, gambar-gambar yang berbau seks yang didapatkan di lokasi shooting, tetapi harus dipotong karena tidak sesuai dengan tujuan dibuatnya film. Dengan kata lain, seorang yang bertugas ikut menentukan pasar film memutuskan apakah film itu untuk kalangan bawah atau atas termasuk gatekeeper pula. Apalagi seorang penerbit surat kabar yang ikut menentukan topik apa yang akan dimunculkan dalam tajuk rencananya, atau individu lain yang berperan dalam proses atau mengontrol melalui media, semua itu bisa disebut gatekeeper. Seorang reporter bisa membatasi fakta-fakta yang diperoleh di lapangan. Artinya, mana informasi yang layak disiarkan dan mana yang tidak. Tidak terkecuali, ia pun bisa memperluas cakupan beritanya dengan menambahkan fakta lain. Seorang editor bisa menyuruh reporter yang bertugas di lapangan untuk menambahkan data-data yang diperlukan sebelum disiarkan. Reporter juga bisa menginterpretasikan informasi yang 2015 9 Komunikasi Massa Siti Komsiah, S.IP., M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id diterima audience. Misalnya, bagaimana menginterpretasikan pesan agar mudah diterima pembacanya atau untuk memudahkannya bisa dengan mengutip kata-kata langsung dari narasumber. Hal itu dimaksudkan untuk mempermudah atau menyederhanakan berita-berita yang disiarkan. Dengan demikian, paling tidak gatekeeper mempunyai fungsi sebagai berikut: (1) menyiarkan informasi; (2) untuk membatasi informasi dengan mengeditnya sebelum disebarkan; (3) untuk memperluas kuantitas informasi dengan menambahkan fakta dan pandangan lain; dan (4) untuk menginterpretasikan informasi (John R. Bittner, 1996). Bagaimana membedakan antara seseorang dalam media massa yang bertindak sebagai komunikator dan sebagai gatekeeper? Ray Eldon Hiebert dkk. (1985) mencoba memberikan jawabannya. Seseorang yang menciptakan atau membuat sesuatu disebut sebagai komunikator, sedangkan jika seseorang mengevaluasi ciptaan orang lain ia adalah gatekeeper. Jadi, individu yang sama bisa jadi mempunyai dua fungsi, sebagai komunikator dan sebagai gatekeeper dalam waktu yang sama. Meskipun mereka tidak menjelaskan lebih rinci apa batasan seseorang menjadi komunikator atau menjadi gatekeeper. Gatekeeper mempunyai efek potensial di dalam proses komunikasi massa, khususnya jika media yang seharusnya milik masyarakat itu dikontrol dan dikendalikan oleh kekuatan “elite minoritas” dengan melarang hak publik untuk mengetahui. Misalnya, “elite minoritas” itu adalah pemilik modal. Pemilik modal ada kalanya ikut memengaruhi kerja gatekeeper. Pemilik modal berharap apa yang disiarkan sesuai dengan kebijakannya. Di Indonesia pernah ada tabloid Paron. Sebelum menjadi tabloid umum, tabloid itu merupakan tabloid tenaga kerja. Isinya tentang lowongan kerja atau hal lain yang berhubungan dengan pencari kerja. Kemudian Bob Hassan yang memiliki hubungan dekat dengan keluarga “Cendana” (Soeharto) ikut memiliki saham. Pada suatu saat, Paron memberitakan tentang “Keluarga Cendana" dengan judul di cover depan ‘Tanah Cendana Seluas Jakarta’. Berita ini tentu sangat meresahkan “Keluarga Cendana”. Maka, tiba-tiba Paron tidak terbit lagi. Salah satu sebabnya, ada campur tangan “elite minoritas" yakni Bob Hassan terhadap kebijakan media tersebut sehingga fungsi gatekeeper sebagai palang pintu terhambat sedemikian rupa untuk tidak mengatakan tidak bisa berfungsi sama sekali. Di samping itu, penapisan informasi mempunyai efek. Efek ini bisa disebabkan oleh aktivitas yang dilakukan oleh gatekeeper itu sendiri. Salah satunya adalah munculnya 2015 10 Komunikasi Massa Siti Komsiah, S.IP., M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id distorsi informasi. Distorsi informasi terdiri dari dua, yakni systematic distortion dan random distortion. Systematic distortion biasanya terjadi melalui pembiasaan informasi yang disengaja. Sementara itu, random distortion terjadi melalui kecerobohan atau ketidaktahuan. Distorsi yang disengaja misalnya adalah pemutarbalikan fakta (distrotion of the facts). Distorsi ini sengaja dibuat agar audience mengikuti konstruksi informasi yang diciptakan media massa. Misalnya, di zaman Perang Dunia I bangsa Barat menggembar-gemborkan informasi bahwa lebih dari 6 juta orang Yahudi terbunuh oleh Nazi Hitler. Informasi ini sebenarnya tidak lebih dari pemutarbalikan fakta agar Hitler dicap sebagai satu-satunya penjahat perang. Sampai sekarang informasi itu terus digembar-gemborkan. Padahal menurut Roger Geraudy (2000), mitos tentang kekejaman Nazi itu sengaja diciptakan dan dibesar-besarkan untuk mengabsahkan perilaku Zionisme Israel. Tujuannya adalah agar warga Yahudi dipersepsikan sebagai bangsa tertindas dan warga dunia memaklumi atas perilaku Israel. Bahkan Israel melakukan perebutan tanah secara paksa dalam mendirikan negara merdeka di tanah Palestina. Hal demikian seperti yang diungkapkan harian besar Israel Ediot Aharonoth (14 Juni 1972) dikatakan, “Tidak akan ada Zionisme, kolonisasi negara Yahudi, tanpa pengusiran irang Arab dan penyerobotan tanahnya,” (Nurudin, 2001). Contoh di atas merupakan contoh distorsi yang sengaja diciptakan karena keinginan “terselubung” pengirim pesan. Sementara itu, distorsi yang tidak disengaja terjadi karena kecerobohan atau ketidaktahuan. Hal ini sangat berkait erat dengan human eror (kesalahan manusia). Kecerobohan mungkin terjadi karena kekurangan informasi, tergesa-gesa untuk target siaran atau terbit. Kemungkinan informasi hanya dikutip dari media lain, sementara media lain tersebut hanya terjamin kevalidan datanya. Apa yang dialami Jawa Pos (6 Mei 2000) dengan memberitahukan kasus suap yang melibatkan tokoh NU (KH.Hasyim Muzadi) merupakan contoh konkret. Dalam “Liputan 6 Siang” tanggal 7 Mei 2000 diberitakan tentang pendudukan warga NU pada kantor Jawa Pos pada tanggal 7 Mei 2000. Pendudukan itu terkait dengan isu suap yang melibatkan tokoh NU tersebut. Atas pendudukan itu, Jawa Pos mengatakan bahwa berita tersebut hanya dikutip dari majalah Tempo. Padahal, Tempo sendiri sudah meralatnya. Terlepas dari siapa yang salah, ada kecerobohan seperti yang dilakukan Jawa Pos. 2015 11 Komunikasi Massa Siti Komsiah, S.IP., M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Pencantuman nama tersebut sebenarnya merupakan kesalahan infografis. Infografis tersebut digunakan untuk mengutip Tempo edisi 1-7 Mei 2000. Ternyata ada kesalahan ketik maksudnya Hasyim Wahidi terketik Hasyim Muzadi. Selain itu, pada tanggal 15 April 1999 massa juga pernah menggerudug (mendatangi bersama-sama) media massa yang sama. Jawa Pos menurunkan tulisan “ Gus Dur Dicekal Sendiri oleh PBNU, Dianggap Mendua, Tak Boleh Ngomong Soal PKB”. Jawa Pos hanya mengutip Pos Kota, sedangkan Pos Kota sudah meralatnya (Solahuddin, 2001). Sementara itu, ketidaktahuan bisa dikatakan distorsi karena komunikator sengaja memberitahukan atau menyiarkan informasi, padahal dia sendiri tidak mengetahui permasalahan yang terjadi. Misalnya, menuduh (lewat tulisan) seorang artis yang sudah “cerai”, padahal belum ada informasi resmi bahwa artis itu telah bercerai. Ada kemungkinan terjadi kerenggangan hubungan dengan pasangannya. Akan tetapi, tidak jarang media massa yang hanya mementingkan hiburan sudah melakukan tindakan “menghakimi” terlebih dahulu, padahal ia tidak tahu secara pasti dan hanya berdasarkan prasangka semata. Dalam istilah jurnalistik ini sering disebut dengan trial by the press (pers mengadili seseorang sebelum pengadilan memutuskan seseorang bersalah atau tidak). Untuk menggambarkan proses gatekeeping, Devito mencoba membuat gambar sebagai berikut. S M S M S Gatekeepe r M M R M R M R (Sumber: Josep A. Devito, 1997) 2015 12 Komunikasi Massa Siti Komsiah, S.IP., M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Dari gambar di atas pesan-pesan (M1, M2, M3) diterima oleh penapis informasi dari berbagai sumber yang berbeda (S1, S2, S3). Dari gambar itu dapat dilihat bahwa fungsi penapis informasi adalah menyeleksi pesan-pesan yang akan dikomunikasikan. Penapis informasi kemudian secara selektif menyampaikan sejumlah pesan (MA, MB, MC) ke penerima yang berbeda-beda (R1, R2, R3). Misalnya, seorang dosen tidak menyampaikan pesan yang sama kepada mahasiswa semester II dan kepada semester VI. Barangkali aspek terpenting yang perlu ditekankan mengenai proses ini adalah bahwa pesan-pesan yang diterima oleh penapis informasi (M1, M2, M3) tidaklah sama dengan pesan-pesan yang dikirimkan oleh penapis informasi (MA, MB, MC). (Nurudin, 2014: 118-129) DAFTAR PUSTAKA Ardianto, Elvinaro. 2014. Komunikasi Massa Suatu Pengantar:Edisi Revisi. Bandung. Simbiosa Rekatama Media. Nurudin. 2014. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta. PT. Rajagrafindo Persada McQuail, Denis. 2011. Teori Komunikasi Massa: Edisi 6 Buku 2. Jakarta. Salemba Humanika. Sumber lain : (http://belajar-komunikasi.blogspot.co.id/2011/02/faktor-faktor-yang-mempengaruhireaksi.html) (http://widyo.staff.gunadarma.ac.id/downloads/model-model.kom.pdf) (http://www.himikomunib.org/2012/12/teori-ketergantungan-dependency-theory.html) (http://journal.unair.ac.id/filerPDF/Jurnal%20Chemmy.pdf) 2015 13 Komunikasi Massa Siti Komsiah, S.IP., M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id