HIGHLIGHT KALBE 3 Banner.pmd

advertisement
No. 3 September 2013
01
01
KALBE
KALBE ACADEMIA
ACADEMIA HIGHLIGHT
HIGHLIGHT
Penanganan
Diabetes Terkini
JUMLAH penderita penyakit diabetes terus menunjukkan peningkatan di seluruh dunia. Berdasarkan data dari Diabetes Atlas ke
5, yang dikeluarkan International Diabetes Foundation (IDF) tahun 2011, ada sekitar 366 juta orang penyandang diabetes pada
tahun 2011. Diperkirakan angka ini akan meningkat 51% pada 2030 menjadi 552 juta jiwa. Asia, termasuk Indonesia, akan mengalami
peningkatan yang cukup signifikan, yaitu 69%. Sementara itu, di Indonesia, tercatat ada sekitar 14 juta penduduk Indonesia yang
menyandang diabetes.
Dengan tingginya angka penderita diabetes di Indonesia, sulit bagi dokter endokrin dan penyakit dalam, yang jumlahnya
terbatas, untuk dapat menangani semuanya. Karena itu diperlukan peran dokter umum di dalam penanganan diabetes. Bahkan,
menurut dr. Putu Moda Arsana Sp.PD-KEMD, sekitar 90% penderita diabetes akan berobat ke dokter di pelayanan primer. Sehingga,
pengetahuan dokter umum yang bekerja di pelayanan primer harus ditingkatkan. Apabila pengetahuan dokter umum di bidang
penyakit diabetes ini tidak ditingkatkan, mereka akan kesulitan menegakkan diagnosa, memberikan pengobatan dan mencapai
target pengobatan.
Kalbe Academia adalah suatu program nasional dari PT Kalbe Farma, yang diadakan di berbagai kota, di Indonesia, untuk
meningkatkan pengetahuan para dokter yang bergerak di pelayanan primer. Setiap kali diadakan, Kalbe Academia membawa topiktopik berbeda. Sebagaimana yang diadakan di Hotel Santika, Malang, pada 23 Maret 2013 yang lalu. Kali itu, Kalbe Academia
membawakan topik penanganan diabetes, dengan menghadirkan pembicara dr. Putu Moda Arsana Sp.PD-KEMD, seorang ahli
endokrin dan staf pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang.
Dikatakan oleh Lucia Indrayani, Group Product Manager PT. Kalbe Farma Tbk, Kalbe Academia terlaksana berkat kerjasama
antara PT Kalbe Farma dengan Ikatan Dokter Indonesia, Cabang Malang. Hal ini tentunya disambut baik oleh ketua IDI Malang, dr.
Subagyo, yang merasa tujuan program ini sejalan dengan program IDI, yaitu terus meningkatkan pengetahuan anggotanya. “
Apalagi, topik yang dibawakan adalah penangaan diabetes, yang angkanya terus meningkat,” kata dr. Subagyo.
Kalbe Academia kali ini, selain membicarakan penanganan diabetes terkini, juga membicarakan masalah nutrisi diabetes, disertai
demo masak oleh Chef Fero, kontestan 5 Besar Master Chef Indonesia, season 1, yang membawakan tips-tips mengolah makanan
sehat. Selain itu, dibawakan pula topik mengenai perkembangan terbaru di dalam teknologi stem cell dan penggunaannya pada
dunia kedokteran.
Pengelolaan diabetes tipe
2 terkini
Dr. Putu Moda Arsana,
dalam kuliahnya menyampaikan
bahwa diabetes merupakan satu
penyakit metabolik, penyebab
utama morbiditas dan mortalitas
di dunia. Ada berbagai komplikasi yang bisa terjadi pada penderita diabetes, seperti retinopati
diabetika, penyakit jantung, ginjal dan stroke. Komplikasi ini
muncul ketika kadar gula di
dr. Putu Moda Arsana
dalam darah tidak terkontrol
dalam jangka panjang. Karena itu, tujuan utama penanganan diabetes adalah mencegah terjadinya komplikasi, dengan mengendalikan kadar gula darah.
Berbagai bukti penelitian hingga saat ini menunjukkan ada-
nya hubungan antara komplikasi, baik mikro atau pun makrovaskular, dengan kadar gula darah. Dan, ada peneltian yang membuktikan bahwa dengan menurunkan kadar gula darah, hingga
mendekati normal, risiko untuk terjadinya komplikasi bisa diturunkan.
Berbagai guideline di dunia menetapkan target A1C <6,5%
atau <7%. Di Indonesia sendiri, konsensus PERKENI menetapkan
target A1C <6,5%. A1C adalah kadar glukosa rata-rata selama
tiga bulan, yang bisa diketahui dari pemeriksaan laboratorium.
Di tempat-tempat yang tidak memiliki fasilitas pemeriksaan,
bisa diketahui dengan rumus berikut:
A1C = (kadar glukosa darah rata-rata+46,6)/28,7.
Kadar glukosa darah rata-rata bisa dihitung dengan menjumlahkan seluruh hasil pemeriksaan gula darah dalam satu hari,
dibagi dengan jumlah pemeriksaan.
Idealnya, dalam satu hari dilakukan 7 kali pemeriksaan: gula
No. 3 September 2013
KALBE ACADEMIA HIGHLIGHT
darah puasa pagi hari, 2 jam setelah sarapan pagi, gula darah
puasa siang, 2 jam setelah makan siang, gula darah puasa sore
hari, 2 jam setelah makan malam dan gula darah puasa malam hari.
Semuanya dijumlahkan dan dibagi dengan tujuh. “Tapi kembali
lagi, tidak semua pasien bisa melakukan pemeriksaan tujuh kali
sekali. Kalau dia hanya bisa melakukan dua kali pemeriksaan, asalkan makannya stabil, ya tidak apa apa dibagi dua,” kata dr. Putu.
Terapi obat untuk diabetes
Di dalam pengobatan diabetes, metformin telah menjadi
primadona. Metformin telah dikenal sejak lama dan dikenal bagus
dalam menurunkan HbA1C. Selain karena efektfitasnya
menurunkan HbA1C, metformin juga memiliki risiko terjadinya
hipoglikemia rendah, metformin juga tidak menyebabkan
penambahan berat badan dan murah.
Dari beberapa penelitian terlihat bahwa metformin dapat menurunkan kadar gula darah basal. “Sulfonilurea juga bagus, tapi
tidak sebesar metformin,” kata dr. Putu. Kelebihan lainnya, metformin juga menurunkan glukosa darah setelah makan, menurunkan konsentrasi insulin, dan menurunkan berat badan.
Kerena efeknya pada berat badan, dr. Putu menyarankan
pemberian metformin pada penderita dengan postur badan
gemuk. Tapi, kalau penderita punya postur badan kurus,
biasanya diberikan sulfonilurea. Metformin juga dapat
menurunkan asam lemak bebas, trigliserida dan kolesterol total.
“Metformin dibanding sulfonilurea punya kelebihan dalam menurunkan trigliserida dan kolesterol total,” kata dr. Putu
Dari berbagai guideline yang ada di dunia, Metformin telah
02
diterima luas dan dimasukkan dalam berbagai guideline, seperti
guideline NICE (National Institute for Health and Care Excellence), International Diabetes Federation dan American Diabetes Association. Dalam guideline-guideline tersebut, metformin dinyatakan sebagai obat pilihan pertama.
Metformin sangat bagus dalam menurunkan kadar gula darah
puasa. Karena, sebagaimana diketahui bahwa kadar gula puasa
ditentukan oleh produksi gula di hati. “Metformin bekerja di
hati, mengurangi produksi gula di hati. Jadi kalau gula darah
puasanya tinggi, berikan metformin,” kata dr. Putu.
Data dari sebuah meta analisa yang dilakukan Wulfelle MG dan
kawan-kawan menunjukkan, metformin tidak saja menurunkan
HbA1C, tapi juga menurunkan kadar lipid. Di sini, terlihat bahwa
metformin mampu menurunkan kolesterol LDL sebesar 0,22, meningkatkan HDL 0,01 dan menurunkan trigliserida 0,13. Mengapa? Karena selain punya efek langsung, metformin juga menghambat
penyerapan glukosa di usus dan produksi glukosa di hati.
Metformin sangat baik dalam menurunkan risiko komplikasi
penyakit. Dari perbandingan teori dan aktual, secara aktual metformin dapat menurunkan risiko kematian karena kardiovaskular
lebih besar, dibandingkan teorinya (penurunan risiko kematian
13%). Dari hasil penelitian UKPDS (United Kingdom Prospective Diabetes Study) diketahui, metformin dapat menurunkan
risiko kematian sampai 42%. Infark miokard yang diharapkan
dapat turun 8%, ternyata mampu turun sampai 39% dengan
metformin. Sementara, stroke turun 41%.
Meski demikian, metformin punya efek menyebabkan gangguan saluran pencernaan, seperti dispepsia dan diare. Namun,
No. 3 September 2013
03
KALBE ACADEMIA HIGHLIGHT
efek ini bersifat individual. Pada pasien dengan riwayat gangguan saluran cerna dianjurkan untuk mengonsumsi metformin
setelah makan atau mengonsumsi metformion XR. “Metformin
XR lebih bagus, tidak menyebabkan mual dan lebih diterima
saluran cerna,” kata dr. Putu. Lalu bagaimana dengan efek lactic
acidosis? Efek ini menurut dr. Putu jarang ditemukan dengan
penggunaan metformin yang ada saat ini.
Terapi tambahanan untuk metformin
Setelah 3 bulan pengobatan dengan metformin, gula darah
pasien diperiksa. Kalau gula darah tidak turun, maka harus
ditambah obat lain. Pilihan kombinasi yang murah adalah dengan
sulfonilurea atau insulin. Sulfonilurea yang dipilih sebagai terapi
kombinasi perlu diperhatikan jenis dan kadarnya. Karena
penggunaan sulfonilurea yang tidak tepat dapat menyebabkan
terjadinya hipoglikemik. Bahkan, sulfonilurea tertentu akan
meningkatkan risiko kematian kardiovaskular.
Karena itu, ada beberapa parameter yang menjadi pertimbangan
pemilihan sulfonilurea, yaitu efektifitas menurunkan glukosa, efek
ekstrapankreas, efek kardioproteksi, efek pleiotropik dan kepatuhan
pasien. Di samping itu, perlu diperhatikan juga masalah efek sampingnya. Ada beberapa efek dari penggunaan sulfonilurea, diantaranya penambahan berat badan dan hipoglikemia. “Dan, banyak
pasien yang datang ke saya karena hipoglikemia, yang disebabkan
mengkonsumsi sulfonilurea,” kata dr. Putu.
Ada banyak pilihan sulfonilurea. Masing-masing mempunyai
efikasi yang berbeda. Glibenklamid, misalnya, dikatakan merupakan sulfonilurea paling kuat menurunkan kadar gula darah.
Tapi, ternyata, berdasarkan penelitian yang dilakukan Dills DG
dan kawan-kawan, efikasi antara glimepirid dan glibenklamid
hampir serupa dalam menurunkan HbA1C. Namun glimepiride
memiliki keunggulan, yaitu dapat bekerja lebih cepat, lebih lama
dan berisiko hipoglikemik lebih rendah.
Glimepiride juga dapat lebih menghemat insulin, karena glimepiride merangsang sel beta. Jika dibandingkan dengan glibenklamid, glimepiride memiliki daya rangsang yang lebih sedikit
terhadap sel beta. Meski demikian, efek penurunan kadar gula
darah glimepirid setara dengan glibenklamid. Dikarenakan
glimepiride punya efek ekstrapankreas.
Terlihat di dalam penelitian Muller G dan kawan-kawan bahwa
glimepirid dan glibenklamid sama-sama dapat menurunkan A1C,
walau glimepiride lebih sedikit mensekresikan insulin. Ini karena
glimepiride punya efek ekstrapankreas. Glimepiride tidak saja
menurunkan kadar gula darah melalui perangsangan sel beta
untuk menghasilkan insulin, tapi juga meningkatkan ambilan
glukosa di otot dan lemak. Hal ini mengakibatkan glimepiride
memiliki efek pada resistensi insulin.
Dalam satu penelitian lainnya, ketika dibandingkan dengan
No. 3 September 2013
KALBE ACADEMIA HIGHLIGHT
04
Jika penderita terdiagnosa menderita diabetes baru, targetnya
bisa sangat ketat. Berbeda dengan penderita kronis (sekitar 1520 tahun), jangan terlalu ketat targetnya. Disamping harapan
hidupnya kecil, penderita biasanya sudah menderita beberapa
penyakit penyerta, seperti kanker dan penyakit kardiovaskular.
Penderita yang sudah ada penyakit stroke, dan penyakit lainnya,
target juga jangan terlalu ketat.
Kalau penderita didukung oleh resources yang baik, misalnya
punya latar belakang ekonomi yang bagus dan didukung sistim kesehatan yang baik, maka targetnya ketat. Sebaliknya, kalau penderita
tidak punya ekonomi yang bagus, sumbernya jangan terlalu ketat.
sulfonilurea lainnya, seperti glibenklamid dan gliklazid,
glimepiride lebih sedikit menstimulasi pengeluaran insulin, tapi
efek menurunkan gula darahnya lebih besar.
Bagaimana dengan keamanannya? Dibandingkan dengan
glibenklamid, glimepirid lebih aman dan lebih sedikit menyebabkan hipoglikemia. Bagaimana dengan perubahan berat badan? Pada satu penelitian, dimana peserta diberikan diet dan
latihan fisik, memperlihatkan bahwa kelompok yang menggunakan glimepiride mengalami penurunan berat badannya lebih
besar, dibanding kelompok yang menggunakan glibenklamid.
Untuk keamanan terhadap kardiovaskular, Glimepiride punya
efek pada infark miokard lebih bagus dari sulfonilurea lainnya.
Tapi, untuk hal ini, metformin masih lebih bagus dibanding
glimepiride. Penelitian lainnya menunjukkan bahwa glimepiride
lebih menyelamatkan jantung daripada glibenklamid.
Menentukan target pengobatan secara individual
Guideline terakhir dari American Diabetes Association mengatakan bahwa jika penderita mempunyai kepatuhan terhadap
pengobatan yang tinggi dan disiplin merawat dirinya, maka target HbA1C nya bisa lebih rendah, bisa mencapai 6,5%. Namun,
jika penderita kurang memiliki motivasi, maka targetnya jangan
terlalu rendah karena akan berisiko menyebabkan hipoglikemik.
Demikian pula jika risiko hipoglikemiknya tinggi, dan sering
terjadi adverse event, maka targetnya jangan terlalu ketat.
Mengedukasi pasien
“Saya tekankan jangan lupa untuk mengedukasi pasien,” ucap
dr. Putu. Banyak hal bisa diberitahukan pada penderita, misalnya
mengenai efek samping obat yang digunakan, apa yang terjadi kalau
penderita mengalami hipoglikemia dan apa yang harus dilakukan jika
penderita tidak sadar. Penderita juga harus diberitahukan mengenai
diet yang harus dijalani dan olah raga apa saja yang harus dilakukan.
Monitor dan evaluasi efek pengobatan
Untuk dapat melakukan monitor dan mengevaluasi hasil pengobatan, pasien harus diberi tahu kapan harus melakukan
kontrol, melakukan cek HbA1C dan kapan melakukan pemeriksaan kadar gula darah puasanya. Setiap pengobatan
memberikan hasil dalam waktu berbeda. Jadi ada waktu kapan
sebaiknya gula darah diperiksa. Jangan sampai gula darah diperiksa sebelum pengobatan memberikan efek.
Misalnya, kalau penderita diberikan metformin, harus diberitahukan kapan dia harus cek kadar gula darahnya. “Kalau pasiennya mau, dia bisa datang 3 hari kemudian. Kalau tidak mau,
seminggu atau 2 minggu kemudian,” kata dr. Putu. “Kalau glimepiride, hampir sama, tapi bisa lebih cepat, yaitu dua hari setelah
obat diberikan.” Tapi, kalau pasien diberikan DPP-4, pemeriksaan
gula darah dilakukan setelah 2 minggu.
Lalu, yang juga ikut dimonitor adalah berapa kadar glukosa
puasa dan setelah makan, serta kadar HbA1C. Selain itu, penting
juga ditanyakan apakah pernah terjadi hipoglikemia dan periksa
target-target lainnya, tekanan darah, kadar kolesterol dan berat
badan. Dari sini, kita bisa simpulkan apakah yang kita targetkan
sudah tercapai atau belum.
Download