BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) saat ini merupakan penyakit yang banyak dijumpai dengan prevalensi diseluruh dunia 4%. Prevalensinya akan terus meningkat dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 5,4% WHO memperkirakan di Cina dan India pada tahun jumlahnya akan mencapai 50juta. Di meskipun belum didapat data yang resmi diperkirakan prevalensinya akan terus meningkat.1 DM ditandai dengan hiperglikemia karena gangguan sekresi insulin, kerja insulin ataupun keduanya. Keadaan hiperglikemi kronis pada DM berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, gangguan fungsi dan kegagalan fungsi berbagai organ terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah. Berbagai proses patologis berperan dalam terjadinya DM, mulai dari kerusakan autoimun dari sel β-pankreas yang berakibat defisiensi insulin sampai kelainan yang menyebabkan resistensi terhadap kerja insulin. Kelainan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein pada DM disebabkan kurangnya kerja insulin padajaringan target.3 Pengendalian DM tidak hanya ditujukan untuk menormalkan kadar glukosa darah tetapi juga mengendalikan faktor risiko lainnya yang sering dijumpai pada penderita dengan DM.1,2 1 Kemajuan ilmu kedokteran telah menemukan berbagai macam obat yang dapat digunakan untuk mengendalikan diabetes, sehingga dampak penyakit ini yang pada awalnya sering menyebabkan kematian akibat komplikasi akut, kini bergeser ke arah komplikasi kronis yang menyerang berbagai organ vital. Komplikasi kronis sangat ditentukan oleh baik tidaknya pengontrolan kadar gula darah dan beberapa parameter lain seperti tekanan darah, berat badan dan kadar kolesterol. Sehingga dalam hal ini, obat sangat memegang peranan penting dalam pengendalian diabetes. Pengendalian kadar gula darah pada diabetes pada mulanya menggunakan cara yang konservatif. Pengobatan lini pertama untuk penderita diabetes yang baru terdiagnosa adalah terapi nonfarmakologi, yaitu mengatur pola makan dan melakukan aktivitas fisik. Penggunakan antidiabetik baru diperkenankan setelah terapi nonfarmakologi selama 4–8 minggu ini dianggap gagal mengendalikan kadar gula darah. Namun sejak tahun 2007 American Diabetes Association (ADA) dan European Association for the Study of Diabetes (EASD), telah mempublikasikan satu konsensus baru untuk segera mulai menggunakan metformin, bersamaan dengan pengaturan nutrisi dan aktivitas fisik, pada saat pertama terdiagnosis diabetes. Konsensus yang sama telah dikeluarkan oleh Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PB Perkeni) dan draf konsensus dari International Diabetes Federation Western Pasific Region.3 Berbagai laporan penelitian yang telah dipublikasikan memperlihatkan besarnya manfaat pemberian metformin dalam mengontrol diabetes. Penelitian 2 oleh Belcher tentang penggunaan metformin sebagai obat tunggal maupun kombinasi menunjukkan hasil yang cukup memadai dalam pengendalian gula darah pada 3.713 pasien diabetes selama 52 minggu.3 Metformin merupakan pilihan terapi obat pertama untuk pasien diabetes melitus tipe 2 sebelum menggunakan golongan yang lain. Metformin tidak meningkatkan berat badan seperti insulin sehingga biasa digunakan, khususnya pada pasien dengan obesitas. Metformin juga dapat menurunkan kadar trigliserida, LDL kolesterol dan total kolesterol, dan juga dapat meningkatkan HDL kolesterol. Besarnya peran metformin dalam terapi diabetes melitus ini sehingga penting untuk mengetahui bagaimana farmakologi, farmakodinamik, farmakokinetik, indikasi, kontraindikasi, keunggulan, efek samping, bentuk sediaan, dosis, aturan pakai, serta interaksinya dengan obat lain bila diberikan bersamaan.4,5 1.2 Tujuan Penyusunan makalah ini bertujuan untuk mengetahui farmakologi, farmakodinamik, farmakokinetik, indikasi, kontraindikasi, keunggulan, efek samping, bentuk sediaan, dosis, aturan pakai, serta interaksi metformin dengan obat lain bila diberikan bersamaan. 3 BAB II ISI 2.1 Nama Generik dan Nama Dagang Nama Generik : Metformin4 Nama Dagang :4 • Diabex® • Glufor® • Forbetes® • Glumin® • Glucophage® • Methpica® • Benoformin® • Metphar® • Bestab® • Neodipar® • Eraphage® • Rodiamet® • Formell® • Tudiab® • Glucotika® • Zendiab® • Gludepatic® • Zumamet® 2.2 Farmakologi Metformin biguanid (dimetil biguanid) adalah obat antihiperglikemik oral yang banyak digunakan pada terapi DM tipe 2 atau yang disebut NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes mellitus) atau diabetes tidak tergantung insulin. Dia 4 menurunkan level gula darah dengan cara memperbaiki sensitivitas hepar dan jaringan perifer terhadap insulin tanpa mempengaruhi sekresi insulin. Metformin tampaknya juga berpengaruh baik terhadap level lipid dan aktivitas fibrinolitik, walau efek untuk jangka panjangnya belum jelas.5 Metformin memiliki efikasi antihiperglikemik yang sama dengan sulfonilurea pada pasien NIDDM obese dan non ebese. Tetapi tidak seperti sulfonilurea dan insulin, metformin tidak meningkatkan berat badan. Penambahan metformin pada terapi antidiabet akan meningkatkan efikasi, jadi dapat berguna pada NIDDM yang tidak dapat dikontrol oleh sulfonilurea tunggal dan dapat menurunkan/meniadakan injeksi insulin setiap hari. Efek samping pada saluran pencernaan yang reversibel dari terapi metformin dapat dikurangi dengan makan bersama makanan/setelah makan, dosis rendah dan ditingkatkan sedikit-sedikit bila perlu. Jarang terjadi asidosis laktat dan risiko dapat dikurangi dengan pengawasan terhadap akumulasi obat/laktat didalam tubuh, metformin juga tidak menyebabkan hipoglikemik.5,6 Gambar 1. Susunan Biokimia Metformin5 5 Metformin juga dapat memperbaiki profil lipid plasma dan fibrinolitik yang berkaitan dengan NIDDM, sehingga ada kemungkinan efeknya terhadap penyakit kardiovaskular, karena tidak meningkatkan berat badan, maka metformin adalah obat first line pada terapi pasien obese dengan NIDDM (tetapi juga baik untuk terapi non obese).5,6 Metformin merupakan satu-satunya golongan biguanid yang pada saat ini banyak digunakan pada pasien DM tipe 2 dengan berat badan lebih dan gemuk. Agaknya obat ini mempunyai peran yang potensial dalam pengobatan sindrom resistensi insulin tanpa gangguan toleransi glukosa, termasuk untuk pasien dengan derajat resistensi insulin berat. Berbeda dengan golongan sulfonilurea, metformin menurunkan kadar glukosa darah tanpa merangsang pelepasan insulin endogen. Metformin tidak menurunkan kadar glukosa darah sampai dibawah kadar glukosa normal. Walaupun mekanisme kerja metformin masih sering diperdebatkan, agaknya jelas bahwa ia meningkatkan disposal glukosa secara langsung di jaringan perifer. Pada pasien DM gemuk dengan resistensi insulin, metformin menekan produksi basal glukosa hati, memperbaiki toleransi glukosa serta menurunkan kadar insulin, kadar kolesteror, kadar trigliserida dan asam lemak bebas plasma.5,6 Beberapa penelitian lain telah mencoba menilai apakah metformin dapat memperbaiki parameter metabolik pada orang gemuk non DM dan pada pasien dengan gangguan toleransi glukosa. Hasilnya menunjukkan bahwa tekanan darah, metabolisme glukosa dan lemak membaik secara nyata, meskipun tetap belum 6 jelas apakah pengobatan tersebut dapat mencegah progresifitas dari gangguan toleransi glukosa menjadi DM.5 2.3 Farmakodinamik Mekanisme kerja metformin sebagai antidiabetik oral belum sepenuhnya diketahui. Banyak tahapan reaksi biokimiawi yang terjadi pada proses metabolisme glukosa, baik pada sel hati, otot, atau jaringan lemak. Setiap tahapan metabolisme ini dapat mempengaruhi terjadinya hiperglikemia, sehingga setiap tahap ini dapat dilakukan intervensi untuk menurunkan proses terjadinya hiperglikemia.1 Penyebab hiperglikemia pada diabetes antara lain karena peningkatan glukoneogenesis dan glikogenolisis di dalam hati dan penurunan ambilan glukosa di jaringan otot atau lemak. Metformin dapat menurunkan glukoneogenesis dan glikogenolisis di dalam hati.1 Peran metformin pada tingkat seluler di dalam sel hati dalam menurunkan glukosa darah dapat dijelaskan berdasarkan hasil penelitian Zhou dkk pada tahun 2001. Zhou dkk telah menemukan peran enzim adenosin-monophosphateactivated-protein kinase (AMPK) pada metabolisme karbohidrat dan lemak di dalam sel hati. Pada keadaan normal enzim AMPK akan diaktifkan oleh adenosin monofosfat (AMP) yang terbentuk dari proses pemecahan adenosin trifosfat (ATP) menjadi adenosin monofosfat (AMP) pada siklus pembentukan energi di dalam mitokondria. Aktivasi AMPK oleh metformin akan menghambat enzim asetil-koenzime A carboxylase, yang berfungsi pada proses metabolisme lemak. 7 Proses ini akan menyebabkan peningkatan oksidasi asam lemak dan menekan ekspresi enzim-enzim yang berperan pada lipogenesis. Selain itu enzim AMPK di hati akan menurunkan ekspresi sterol regulatory element-binding protein 1 (SREBP-1), suatu transcription factor yang berperan pada patogenesis resistensi insulin, dislipidemia, dan steatosis hati (perlemakan). Jadi enzim AMPK ini mempunyai peran yang dominan pada proses metabolisme glukosa dan lemak di dalam hati, dan mungkin berperan pula pada beberapa mekanisme yang menunjukkan keuntungan dari metformin, seperti peningkatan ekspresi dari hexokinase di dalam otot dan peningkatan glucose transporter (GLUT) dalam sel.1 Gambar 2. AMPK: adenosine monophosphat activated protein kinase, PK: protein kinase, ACC: acethyl coenzyme-A carboxylase, SREB-1: sterol regulatory element-binding protein-1, FA: free fatty acid.1 Pada jaringan otot, metformin akan menyebabkan translokasi glucose transporter-1 (GLUT) dari dalam sel ke membran plasma, sehingga dapat meningkatkan ambilan glukosa masuk ke dalam sel otot.1 8 Beberapa mekanisme dari metformin dalam menurunkan glukosa darah antara lain :1,5 1. Meningkatkan translokasi dan aksi dari glucose transporter (GLUT) dari aktivasi AMP activated protein-kinase. 2. Menurunkan ekspresi mRNA pada gen yang terlibat pada oksidasi asam lemak gen glukoneogenesis. 3. Menghambat aktivitas rantai pernapasan di mitokondria. 4. Menurunkan resistensi insulin dengan cara menurunkan respon resistensi insulin. 5. Bereaksi terutama meningkatkan sensitifitas jaringan perifer (otot dan skelet), hepar terhadap insulin. 6. Tidak meningkatkan sekresi insulin oleh pankreas dan tidak menimbulkan hipoglikemia. 7. Meningkatkan transfer glukosa yang distimulasi insulin melalui membran sel. 8. Meningkatkan fisiologi membran sel 9. Menurunkan level FFA (free fatty acid), TG, LDL, meningkatkan HDL. 10. Meningkatkan aktivitas fibrinolitik dan menurunkan densitas platelet dan agregasinya pada terapi > 3 gram/hari (6 bulan). 2.4 Farmakokinetik Farmakokinetik metformin, yaitu :5,7 • Biovaibilitas oral 50-60%. Absorpsi selesai di GIT 6 jam. • Dosis tinggi malah kurang bioavailabilitasnya (pada dosis 500-1500 mg). 9 • Didistribusikan dengan cepat dan berakumulasi di esofagus, gaster, duodendum, kelenjar ludah dan ginjal, jaringan usus halus dapat menjadi depot terpenting untuk terjadinya akumulasi metformin. Tidak ada ikatan dengan protein plasma, tetapi peningkatan rasio konsentrasi metformin pada darah sama dengan di dalam plasma setelah 24 jam, terlihat pada dosis oral 1,5 gram tunggal yang menunjukkan pengikatan/kaitan obat yang rendah dengan sel darah. • Metformin tidak mengalami metabolisme, dan tidak ditemukan metabolit/konjugatnya. • Ekskresi melalui renal dan waktu paruhnya 4-8,7 jam setelah pemberian oral pada orang yang sehat, memanjang pada pasien gagal ginjal dan berkorelasi dengan keatinin klirens. Terdapat fase eliminasi lanjut dengan waktu paruh 0,9-19 jam. Range untuk klirens renal dan total adalah 20,1-36,9 l/h dan 26,542,4 l/h, yang menunjukkan adanya sekresi metformin melalui tubulus. Tidak ada mengenai sekresi metformin pada ASI/melalui plasenta. • Pada pasien insufisiensi ginjal, terjadi akumulasi metformin sehingga meningkatkan risiko asidosis laktat dan akibatnya fatal. • Jarang berinteraksi dengan obat lain dan tidak menimbulkan resistensi. 2.5 Indikasi Indikasi pemberian metformin :8 1. Pengobatan penderita diabetes yang baru terdiagnosis setelah dewasa, dengan atau tanpa kelebihan berat badan dan bila diet tidak berhasil. 10 2. Sebagai kombinasi terapi pada penderita yang tidak responsif terhadap terapi tunggal sulfonilurea baik primer ataupun sekunder. 3. Sebagai obat pembantu untuk mengurangi dosis insulin apabila dibutuhkan. 2.6 Kontraindikasi Metformin dikontraindikasi pada :2,8,9 • Laki-laki dengan serum kreatinin > 1,5 mg/dl dan wanita dengan serum kreatinin > 1,4 mg/dl. • Gangguan fungsi ginjal yang serius, karena semua obat-obatan terutama dieksresi melalui ginjal. • Keadaan penyakit kronik akut yang berkaitan dengan hipoksia jaringan. • Keadaan yang berhubungan dengan asidosis laktat seperti syok, insufisiensi pulmoner, riwayat asidosis laktat, dan keadaan yang ditandai dengan hipoksemia. • Hipersensitif tehadap obat ini. • Kehamilan dan menyusui. Terhadap kehamilan faktor risiko kehamilan FDA. Pada ibu menyusui, metformin dapat masuk ke dalam air susu ibu, oleh sebab itu tidak boleh diberikan pada ibu menyusui. • Dehidrasi. • Koma diabetik. • Ketoasidosis. • Infark miokardial. 11 • Penyakit hati. • Alkoholisme. 2.7 Keunggulan Beberapa keunggulan metformin :1,5,7 1. Menurunkan resistensi insulin dan meningkatkan sensitivitas terhadap insulin 2. Menurunkan kadar glukosa darah 3. Menekan glukoneogenesis 4. Memperbaiki fungsi diastolik jantung 5. Perbaikan profil lipid a. Menurunkan FFA, TG, kolesterol total, LDL, VDRL, rasio LDL/HDL. b. Meningkatkan HDL. 6. Menurunkan stress oksidatif 7. Memperbaiki relaksasi pembuluh darah 8. Perbaikan status hemostasis darah yang cenderung ke kondisi pro-trombosis a. Memperbaiki faal trombosit (menurunkan agregasi platelet) b. Menurunkan kadar fibrinogen c. Meningkatkan aktivitas fibrinolitik 9. Menurunkan proses inflamasi pada endotel pembuluh darah 10. Menurunkan pembentukan advance glycation end-products (AGE) 11. Memperbaiki berat badan 12. Tidak memiliki risiko hipoglikemia 12 2.8 Efek Samping Efek samping obat metformin yaitu :5,7,9 1. Gangguan saluran cerna seperti anoreksia, mual, muntah, keluhan abdominal, diare, rasa logam di mulut. Keluhan ini relatif cukup tinggi yaitu terjadi pada 5-20% pasien, hal ini berhubungan dengan dosis, cenderung terjadi pada awal terapi dan seringkali bersifat sementara. Pada 35% pasien terapi harus dihentikan karena diare terus-menerus. Keluhan dapat dikurangi dengan makan obat setelah makan/bersama dengan makanan. Dimulai dengan dosis rendah dan dapat ditingkatkan bertahap. Diare pada 20% pasien dapat diturunkan dosisnya. Diperkirakan, 5% yang tidak dapat mentoleransi. 2. Gangguan absorbsi vit B12 dan folat (pernah dilaporkan sampai terjadi anemia). 3. Bila tampak gejala-gejala intoleransi, penggunaan metformin tidak perlu langsung dihentikan, biasanya efek samping demikian tersebut akan hilang pada penggunaan selanjutnya. 4. AAL (Acidosis Asam Laktat). Usus adalah sumber utama laktat yang akan diperbesar oleh hepar bila ambilan glukosa di hepar meningkat sesudah makan. Dikatakan bahwa peningkatan laktat kebanyakan tidak berasal dari jaringan perifer. Penyebab paling sering berasal dari ginjal (proses juga), dan sumber asalnya sebagian besar usus. 13 Efek samping berupa asidosis laktat ini jarang ditemukan dan dapat dikurangi dengan mematuhi aturan pakai dan kontraindikasinya (pada gagal ginjal, hepar, pemakaian bersama obat yang meningkatkan produksi asam laktat). 2.9 Bentuk Sediaan Obat Bentuk sediaan obat yaitu tablet 500 mg dan 850 mg, tablet Ss (tablet lepas lambat) 500 mg dan 850 mg.4 2.10 Dosis Sebagaimana aturan umum pemberian OHO, harus dimulai dari dosis rendah, dan ditingkatkan sesuai respon terhadap terapi. Untuk metformin dalam bentuk tablet, dosis awal dimulai dari 2 kali sehari @ 250-500 mg diberikan pada saat sarapan/makan, sedangkan untuk tablet lepas lambat (Ss) 500 mg per hari diberikan satu kali sehari pada saat makan malam. Untuk metformin dalam bentuk tablet dosis yang dianjurkan 250-500 mg tiap 8 jam atau 850 mg tiap 12 jam bersama/sesaat sesudah makan. Dosis maksimal yang dianjurkan untuk anak-anak 2000 mg perhari, untuk orang dewasa 2550 mg perhari, namun bila diperlukan dapat ditingkatkan sampai maksimal 3000 mg per hari. Untuk metformin dalam bentuk tablet lepas lambat, dosis maksimal yang dianjurkan 2000 mg per hari. Tablet lepas lambat harus ditelan utuh, jangan dihancurkan atau dikunyah. Konsumsi metformin dianjurkan bersama atau sesaat sesudah sarapan, untuk mengurang efek samping mual, muntah, diare dan gangguan pencernaan lainnya.4 14 2.11 Aturan Pakai Aturan pakai metformin :1,3,8,9,10,11 • Tablet diberikan bersama makanan atau setelah makan. • Penggunaan metformin dimulai dengan dosis kecil yang diberikan satu atau dua kali sehari pada saat makan pagi atau malam. • Setelah 5-7 hari, jika tidak ada efek samping pada gastrointestinal, dosis dapat ditingkatkan sampai 850 atau 1000 mg saat makan pagi atau makan malam. • Jika timbul efek samping obat pada saluran pencernaan, dosis obat dapat diturunkan pada dosis sebelumnya. • Dosis efektif maksimal biasanya 850 mg, 2 kali sehari, akan lebih baik lagi kalau dinaikkan dosisnya sampai 3000 mg sehari. Bila gejala diabetes telah dapat dikontrol, ada kemungkinan dosis dapat diturunkan. • Dalam pengobatan kombinasi dengan sulfonilurea atau insulin, kadar gula darah harus diperiksa, mengingat kemungkinan timbulnya hipoglikemia. • Apabila dikombinasikan dengan pengobatan sulfonilurea yang hasilnya kurang memadai, mula-mula diberikan satu tablet 500 mg, kemudian dosis metformin dinaikkan perlahan-lahan sampai diperoleh kontrol maksimal. Dosis sulfonilurea dapat dikurangi, pada beberapa pasien bahkan tidak perlu diberikan lagi. Pengobatan dapat dilanjutkan dengan metformin sebagai obat tunggal. • Apabila diberikan bersama dengan insulin dapat diikuti petunjuk ini: a. Bila dosis insulin kurang dari 60 unit sehari, mula-mula diberikan 1 tablet metformin 500 mg, kemudian dosis insulin dikurangi secara berangsur- 15 angsur (4 unit setiap 2-4 hari). Pemakaian tablet dapat ditambah setiap interval mingguan. b. Bila dosis insulin lebih dari 60 unit sehari, pemberian metformin adakalanya menyebabkan penurunan kadar gula darah dengan cepat. Pasien demikian harus diamati dengan hati-hati selama 24 jam pertama setelah pemberian metformin, sesudah itu dapat diikuti petunjuk yang diberikan pada (a) di atas. • Penentuan kadar gula darah setelah pemberian suatu dosis percobaan tidak memberikan petunjuk apakah seorang penderita diabetes akan memberikan respon terhadap metformin. Efek maksimum mungkin baru diperoleh setelah pasien menerima pengobatan metformin berminggu-minggu dan oleh karena itu dosis percobaan tunggal tidak dapat digunakan untuk penilaian. • Simpan pada suhu kamar (25 - 30 derajat Celsius). 2.12 Interaksi Obat Adapun interaksi-nteraksi obat metformin adalah sebagai berikut :4,5,8 • Akarbose inhibitor α glukosidase : menurunkan biovabilitas metformin dan mengurangi konsentrasi puncak plasma metformin rata-rata, tetapi waktu untuk mencapai konsentrasi puncak tersebut tidak berubah. • Getah guar dapat mengurangi kecepatan absorpsi metformin dan mengurangi konsentrasi metformin dalam darah. • Meningkatkan dosis yang diperlukan pada antikoagulan oral phenprocoumon oral karena metformin meningkatkan eliminasi obat ini. 16 • Alkohol : dapat menambah efek hipoglikemik, risiko asidosis laktat. • Antagonis kalsium : misalnya nifedipin kadang-kadang mengganggu toleransi glukosa. • Antagonis Hormon : aminoglutetimid dapat mempercepat metabolisme OHO; oktreotid dapat menurunkan kebutuhan insulin dan OHO. • Antihipertensi diazoksid : melawan efek hipoglikemik. • Antidepresan (inhibitor MAO) : meningkatkan efek hipoglikemik. • Antihistamin : pada pemakaian bersama biguanida akan menurunkan jumlah trombosit. • Anti ulkus : simetidin menghambat ekskresi renal metformin, sehingga menaikkan kadar plasma metformin. • Hormon steroid : estrogen dan progesterone (kontrasepsi oral) antagonis efek hipoglikemia. • Klofibrat : dapat memperbaiki toleransi glukosa dan mempunyai efek aditif terhadap OHO. • Penyekat adrenoreseptor beta : meningkatkan efek hipoglikemik dan menutupi gejala peringatan, misalnya tremor. • Penghambat ACE : dapat menambah efek hipoglikemik. • Dengan Makanan : Makanan dapat menurunkan absorpsi dan memperpanjang waktu absorpsi metformin. 17 2.13 Penggunaan Klinis Metformin Dari penelitian besar UKPDS, metformin dapat menurunkan konsentrasi A1c sebesar 1%-1,5%, setara dengan antidiabetik oral golongan sulfonilurea. Selain dapat menurunkan glukosa darah, terdapat beberapa efek lain seperti penurunan berat badan, perbaikan kadar kolesterol, perbaikan kelainan hemostasis dalam darah, dan C-reactive protein, suatu pertanda adanya inflamasi. Metformin dapat menurunkan risiko kematian sampai 36%, dan menurunkan risiko kejadian infark miokardia sebesar 39% dibandingkan dengan terapi konvensional. Hanya golongan metformin, antidiabetik oral satu-satunya yang mempunyai efek protektif langsung pada jantung.1 Gagal jantung merupakan salah satu kontraindikasi penggunaan metformin pada penderita diabetes karena dikhawatirkan terjadinya komplikasi asidosis laktat. Walaupun frekuensi kejadian ini sangat jarang dilaporkan, namun penelitian yang dilakukan oleh Eurich dkk memperlihatkan keunggulan penggunaan metformin pada pasien diabetes tipe 2 yang disertai gagal jantung, tanpa disertai adanya komplikasi asidosis laktat. Hasil penelitian Eurich ini memperlihatkan penggunaan metformin dapat menurunkan angka mortalitas dan morbiditas secara bermakna jika dibandingkan dengan antidiabetik golongan sulfonilurea pada pasien diabetes tipe 2 yang disertai dengan gagal jantung.1 2. 14 Penggunaan Metformin Extended Release 18 Beberapa keluhan gastrointestinal yang sering dilaporkan sebagai efek samping metformin dalam pengobatan diabetes antara lain : diare, nausea, dyspepsia, abdominal pain, konstipasi, muntah, kembung, perubahan pola konsistensi feses, dan darah pada feses. Keluhan yang ditimbulkan oleh metformin sangat berkorelasi dengan besarnya dosis.1 Keluhan dapat timbul pada saat mulai pertama kali penggunaan atau setelah lama penggunaan. Keluhan pada saluran pencernaan yang terjadi akibat efek samping obat merupakan salah satu kendala penggunaan metformin. Namun, efek samping pada saluran gastrointestinal ini, akan membaik setelah metformin dihentikan. Penggunaan cara kovensional yang mengharuskan pemberian metformin 2 sampai 3 kali dalam sehari sering menjadi kendala bagi pasien diabetes, yang seringkali juga harus minum beberapa jenis obat lain. Untuk meningkatkan kepatuhan dan mengurangi efek samping yang sering terjadi, telah dikembangkan pembuatan metformin extended release (XR), di mana metformin dibuat dengan sistem Gel Shield Diffusion System, sehingga metformin dapat diminum hanya satu kali saja dalam sehari. Dengan menggunakan teknik ini, metformin yang terbungkus oleh matrix polimer akan dilepaskan secara perlahanlahan saat bereaksi dengan cairan di dalam lambung. Jika diminum sesudah makan malam, akan bekerja sesuai dengan fisiologi normal memperlambat pengosongan lambung pada malam hari. Penggunaan metformin-XR ini dapat mengurangi keluhan pada saluran pencernaan. Penelitian retrospektif yang telah dilakukan oleh Blonde terhadap 471 pasien diabetes tipe 2 selama 2 tahun, menunjukkan penggantian metformin kovensional dengan metformin (XR) pada 19 pasien yang sama dapat menurunkan kadar A1c yang tidak berbeda namun dengan efek samping yang lebih rendah. Namun, jika digunakan pada pasien diabetes yang baru tidak terdapat perbedaan efek samping antara metformin konvensional dengan metformin-XR. Penelitian lain dilakukan oleh Schwartz dkk juga memperlihatkan hasil yang tidak jauh berbeda. Penggunaan metformin-XR satu atau dua kali sehari dengan dosis 1500 mg dalam waktu 24 minggu, menghasilkan kontrol glikemik yang tidak berbeda bermakna dengan metformin konvensional, di mana A1c turun dari 8,22+0,25 menjadi 7,62+0,12 dan 8,70+0,25 menjadi 7,65+0,12, namun dengan efek samping nausea yang lebih minimal. Efek maksimal penurunan A1c didapat pada penggunaan metformin-XR sebesar 2000 mg sehari.1 Penelitian tersamar ganda yang dilakukan oleh Fujioka juga memperlihatkan hasil yang tidak jauh berbeda. Pada penelitian yang menggunakan metformin-XR, 1x500 mg, 1x1000 mg, 1x1500 mg, 1x2000 mg dan 2x1000 mg selama 24 minggu ini, ternyata dapat menurunkan kadar A1c sebesar 0,6%, 0,7%, 1%, 1% dan 1,2% dalam jangka waktu 12 minggu. Dosis optimal dapat dicapai pada penggunaan 1500 mg. Pada penelitian ini juga terlihat efek samping yang terjadi pada saluran pencernaan tidak berkaitan dengan besarnya dosis. Pada penggunaan 24 minggu tidak dijumpai efek samping hipoglikemia maupun asidosis laktat.1 20 BAB III PENUTUP Metformin merupakan pilihan terapi obat pertama untuk pasien diabetes melitus tipe 2 sebelum menggunakan golongan yang lain. Metformin menurunkan level gula darah dengan cara memperbaiki sensitivitas hepar dan jaringan perifer terhadap insulin tanpa mempengaruhi sekresi insulin. Selain itu, metformin juga berperan dalam perbaikan profil lipid dan aktivitas fibrinolitik. Metformin tidak menyebabkan hipoglikemik. Indikasi metformin adalah untuk DM yang baru terdiagnosis setelah dewasa dan bila diet tidak berhasil, sebagai kombinasi terapi pada penderita yang tidak responsif terhadap terapi tunggal sulfonilurea, serta sebagai obat pembantu untuk mengurangi dosis insulin apabila dibutuhkan. Kontraindikasi metformin adalah pada pasien gangguan fungsi ginjal, keadaan penyakit kronik akut yang berkaitan dengan hipoksia jaringan., keadaan yang berhubungan dengan asidosis laktat, kehamilan dan menyusui, dehidrasi, koma diabetik, ketoasidosis, infark miokardial, penyakit hati, alkoholisme. Efek samping metformin yaitu gangguan GIT, penurunan absorbsi vit B12 dan folat serta asidosis laktat (jarang). Untuk mengurangi efek samping yang sering terjadi, telah dikembangkan pembuatan metformin extended release (XR), di mana metformin dibuat dengan sistem Gel Shield Diffusion System, sehingga metformin dapat diminum hanya satu kali saja dalam sehari. Dengan 21 menggunakan teknik ini, metformin yang terbungkus oleh matrix polimer akan dilepaskan secara perlahan-lahan saat bereaksi dengan cairan di dalam lambung. 22