MAKALAH PROFESI KEPENDIDIKAN OLEH : RYANTO UNGKE (702012044) MARVEL TAGHUPIA (702012045) RIFAL DIRENO (702012090) Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada saya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Guru dan Tenaga Kependidikan Profesional”. Adapun pembuatan makalah ini adalah sebagai tugas kelompok yang diberikan oleh dosen dalam mata kuliah Profesi Kependidikan. Dengan selesainya makalah ini, kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kemajuan dalam hal Penyusunan Makalah di kemudian hari. Akhir kata,kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Tidak lupa juga saya ucapkan terima kasih banyak kepada dosen yang sudah memberikan tugas makalah ini kepada kami. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah hal mutlak yang ada dalam kehidupan. Tanpa pendidikan maka masyarakat dan individu akan terus terbelenggu dalam kebodohan dan kevakuman sehingga sulit untuk berbuat sesuatu yang berguna demi meningkatkan kualitas diri. Pendidikan bisa dilakukan oleh lembaga formal dan informal. Lembaga formal penyelenggara pendidikan meliputi lembaga-lembaga pendidikan yang terdaftar. Lembaga informal dimulai dri pendidikan orang tua dan lainnya diluar pendidikan formal. Pendidikan formal akan sangat berperan penting dalam membentuk kepribadian dan kualitas individu. Seorang tenaga pendidik yang melatih dan mendidik individu harus benar-benar terlatih. Dengan kata lain seorang pendidik harus profesional. Guru sebagai profesi menjadi tenaga pendidik yang diharuskan memiliki kompetensikompetensi tertentu seperti kompetensi paedagogik, kompetensi profesional, kompetensi personal dan kompetensi sosial. Semua kompetensi itu berkaitan dengan upaya peningkatan kualitas dan keprofesionalan guru. Mendidik bukanlah hal yang mudah terutama dilembaga formal. Perlu cara khusus untuk menangani masing-masing perbedaan karakteristik setiap peserta didik. Oleh karena itu., perlu dilakukan upaya untuk peningkatan mutu tenaga kependidikan, karena pendidikan disuatu negara akan menentukan kualiatas dari negara tersebut. Di Indonesia sendiri banyak melakukan program Diklat bagi tenaga kependidikan untuk menunjang keberhasilan dalam mendidik peserta didik. Dan hal mutlak yang harus dipikirkan adalah bahwasanya tenaga pendidik harus mendapat perlindungan dan jaminan hukum dari pemerintah yang pada teorinya sudah terdapat dalam UU tentang guru dan dosen, terlepas dari realisasinya yang masih diragukan. BAB II PEMBAHASAN 2. 1 Guru dan Tenaga Kependidikan Profesional Secara definisi kata “guru” bermakna sebagai pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai,dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal. Tugas utama itu akan efektif jika guru memiliki derajat profesionalitas tertentu yang tercermin dari kompetensi, kemahiran, kecakapan, atau keterampilan yang memenuhi standar mutu atau norma etik tertentu. Definisi guru tidak termuat dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), di mana di dalam UU ini profesi guru dimasukkan ke dalam runpum pendidik. Sesungguhnya guru dan pendidik merupakan dua hal yang bisa berbeda maknanya. Kata pendidik (Bahasa Indonesia) merupakan pedanan dari kata educator (Bahasa Inggris). Di dalam Kamus Webster kata educator berarti educationist atau educationlist yang padanannya dalam Bahasa Indonesia adalah pendidik, spesialis di bidang pendidikan, atau ahli pendidikan. Kata guru (Bahasa Indonesia) merupakan padanan dari kata teacher (Bahasa Inggris). Di dalam Kamus Webster, kata teacher bermakna sebagai “the person who teach, especially in school” atau guru adalah seseorang yang mengajar, khususnya di sekolah. Kini, penyandang profesi guru telah mengalami perluaan perspektif dan pemaknaannya. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 74 Tahun 2008 tentang Guru, sebutan guru mencakup: (1) guru itu sendiri, baik guru kelas, guru bidang studi, maupun guru bimbingan dan konseling atau guru bimbingan karir; (2) guru dengan tugas tambahan sebagai kepala sekolah; dan (3) guru dalam bidang jabatan pengawas. Sebagai perbandingan atas “cakupan” sebutan guru ini, di Filipina, seperti tertuang dalam Republic Act 7784, kata guru (teacher) dalam makna luas adalah semua tenaga kependidikan yang menyelenggarakan tugas-tugas pembelajaran di kelas untuk beberapa mata pelajaran, termasuk praktik atau seni vokasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah (elementary and secondary level). Istilah guru juga mencakup individu-individu yang melakukan tugas bimbingan dan konseling, supervisi pembelajaran di institusi pendidikan atau sekolah-sekolah negeri dan swasta, teknisi sekolah, administrator sekolah, dan tenaga layanan bantu sekolah (supporting staf) untul urusan-urusan administratif. Guru juga bermakna lulusan pendidikan yang telah lulus ujian negara (government examination) untuk menjadi guru, meskipun belum secara aktual bekerja sebagai guru. Sebelum lahir PP No. 74 Tahun 2008 tentang Guru, kepala sekolah dan pengawas masuk kelompok tenaga kependidikan, sedangkan guru masuk kelompok pendidik. Dengan adanya PP No. 74 Tahun 2008 tentang Guru, idealnya pengelolaan kepala sekolah dan pengawas berada pada “satu alur” dengan pengelolaan guru. Dengan demikian, diharapkan terjadi sinergi di dalam pengembangan profesi dan karirnya. Kembali ke uraian semula, secara formal untuk menjadi profesional guru, kepala sekolah, pengawas, dan beberapa jenis tenaga kependidikan lainnya dipersyaratkan memenuhi kualifikasi akademik minimum dan bersertifikasi pendidik atau sertifikat lainnya yang relevan. Guru-guru yang memenuhi kriteria profesional yang akan mampu menjalankan fungsi utamanya secara efektif dan efisien untuk mewujudkan proses pendidikan dan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, yakni berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Guru mempunyai keedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kedudukan guru sebagai tenaga profesional dimaksud berfungsi untuk meningkatkan martabat mutu pendidikan nasional. Kedudukan guru sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar nenjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mendiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional itu dibuktikan dengan sertifikat pendidik. Pengakuan yang sama juga berlaku untuk semua tenaga kependidikan lain yang berpredikat profesional, meski keharusan memiliki sertifikat tidak selalu identik dengan sertifikat pendidik yang diwajibkan kepada guru. Untuk memenuhi kriteria profesional itu, guru harus menjalani profesionalisasi atau proses menuju derajat profesional yang sesungguhnya secara terus-menerus, termasuk kompetensi mengelola kelas. Di dalam UU Nomor 74 Tahun 2008 dibedakan antara pembinaan dan pengembangan kompetensi guru yang belum dan yang sudah berkualifikasi S-1 atau D-IV. Pengembangan dan peningkatan kualifikasi akademik bagi guru yang belum memenuhi kualifikasi S-1 atau D-IV dilakukan melalui pendidikan tinggi program S-1 atau program D-IV pada perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pendidikan tenaga kependidikan dan/atau program pendidikan nonkependidikan yang terakreditasi. Pengembangan dan peningkatan kompetensi bagi guru yang sudah memiliki sertifikat pendidikan dilakukan dalam rangka menjaga agar kompetensi keprofesiannya tetap sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya dan/atau olah raga. Pengambangan dan peningkatan kompetensi dimaksud dilakukan melalui sistem pembinaan dan pengembangan keprofesian guru berkelanjutan yang dikaitkan dengan perolehan angka kredit jabatan fungsional. Pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru (P3KG) kadang-kadang juga berlaku bagi tenaga kependidikan lainnya, meliputi pembinaan kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian sosial, dan kompetensi profesional. P3KG, termasuk juga pengawas sekolah, dilakukan melalui jabatan fungsional. Sementara itu, pembinaan dan pengembangan karir meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi. Upaya pembinaan dan pengembangan kair guru ini harus sejalan dengan jenjang jabatan fungsional mereka. Pola pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru tersebut diharapkan dapat nmenjadi acuan bagi institusi terkait di dalam pelaksanaan pembinaan profesi dan karir guru. Pengembangan profesi dan karir tersebut diarahkan untuk meningkatkan kompetensi dan kinerja guru dalam rangka pelaksanaan proses pendidikan dan pembelajaran di kelas dan di luar kelas. Upaya peningkatan kompetensi dan profesionalitas ini tentu saja harus sejalan dengan upaya unutk memberikan penghargaan, peningkatan kesejahteraan dan perlindungan terhadap guru. Guru yang hebat adalah guru yang kompeten secara metotologi pembelajaran dan keilmuan. Tautan antara keduanya tercermin dalam kinerjanya selama transformasi pembelajaran. Pada konteks transformasi pembelajaran inilah guru harus memiliki kompentensi dalam mengelola semua sumber daya kelas, seperti ruang kelas, fasilitas pembelajaran, suasana kelas, siswa, dan interaksi sinergisnya. Di sinilah esensi bahwa guru harus kompeten di bidang manajemen kelas atau lebih luas lagi disebut sebagai manajemen pembelajaran. Manajemen kelas adalah segala usaha yang dilakukan untuk mewujudkan terciptanya suasan belajar-mengajar yang efektif dan menyenangkan, serta dapat memotivasi siswa untuk dapat belajar dengan baik sesuai kemempuan mereka. Dengan manajemen kelas yang baik, maka berbagai hambatan yang dapat menghalangi terwujudnya interaksi atau proses belajar-mengajar dapat diatasi dengan mudah. Seperti yang diketahui bahwa proses belajar-mengajar tidak selamanya berjalan dengan mulus sesuai dengan yang diharapkan. Dalam perjalanannya, kerap muncul beberapa persoalan, baik itu berasal dari guru, siswa maupun perangkat-perangkat pendidikan lainnya. Itulah sebabnya, sebuah manajemen diperlukan guna mengatasi berbagai hambatan itu. Pada sisi lain, keberhasilan institusi pendidikan dalam mengemban misinya ini sangat ditentukan oleh mutu keinterelasian unsur-unsur sistematik yang memberikan kontribusi terhadap peningkatan kualitas proses tranformasi dan mutu hasil kerja institusi pendidikan, seperti tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, biaya, anak didik, masyarakat, dan lingkungan pendudkungnya. Dari sekian banyak subsistem yang memberikan kontribusi terhadap kualias proses dan keluaran pendidikan, subsistem tenaga kependidikan memainkan peranan yang paling esensial. 2.2 Pandangan Terhadap Guru 1. Guru yang diharapkan saat ini Pengaruh globlasisasi tidak dapat dicegah lagi. Itulah tantangan bagi pendidikan Indonesia yang makin terpuruk dan makin kompleks. Tantangan ini menuntut sistem pendidikan kita perlu diperbaharui agar tidak ketinggalan zaman dan dapat bersaing dengan negara lain. Guru memegang peranan kunci dalam pendidikan, tetapi perhatian terhadap mereka masih jauh dari memuaskan. Tingkat kesejahteraan mereka rendah dan tidak sesuai dengan beban tugasnya, sementara sistem pengembangan karier mereka pun tidak jelas. Hal yang lebih menyedihkan lagi, mereka acapkali mendapat perlakuan yang tidak adil dari birokrasi seperti pegawai kantoran biasa, misalnya mereka harus mengikuti rapat, baris-berbari, mengenakan seragam yang sama dengan pegawai kantoran, terjadinya pemotongan gaji, dan kesulitan mengurus kenaikan pangkat yang menjadi haknya. Sejalan dengan semangat untuk memajukan pendidikan nasional, sudah sewajarnyalah jika pemecahan terhadap masalah-maslah yang dihadapai para guru mendapat prioritas sehingga hargat dan martabat guru meningkat. Perlu diyakini bahwa langkah-langkah tersebut mampu mendorong peningkatan mutu pendidikan. Semua kita telah mengetahui bahwa tantangan pendidikan saat ini sangat kompleks. Hal ini menuntut guru-guru yang memiliki karakter dan sifat tertentu, seperti bersikap sebagai seorang intelektual. 2. Tugas guru sebagai panggilan hidup Pendidikan di Indonesia membutuhkan guru yang menghayati tugasnya sebagai panggilan. Hansen (1995), menjelaskan dua unsur penting dari panggilan, yaitu (1) pekerjaan itu membantu mengembangkan orang lain, dan (2) pekerjaan itu juga mengembangkan dan memenuhi diri sendiri sebagai pribadi. Unsur pertama mengungkapkan, pekerjaan disebut panggilan hidup jika pekerjaan itu mengembangkan orang lain ke arah kesempurnaan. Ini berarti, guru pertamatama harus mengembangkan anak didik yang dibimbing untuk berkembang menjadi sempurna baik dalam bidang pengetahuan maupun kehidupan yang lebih menyeluruh. Guru menjalankan fungsinya sebagai pendidik dan pengajar. Dalam istilah Driyakarya (1980), guru menjalankan fungsinya membantu anak didik berkembang menjadi manusia yang lebih utuh. Guru harus mampu mengusahakan agar anak didik berkembang dan berhasil. Bila ada anak didik yang nakal dan lambat berpikir, ia harus dapat mecari jalan bagaimana dapat membantu mereka. Sejalan dengan seorang dokter mengobati pasien, bagaimana dapat menyembuhkan pasien bukan pertama-pertama minta upah (Suparno, 2004). Unsur kedua adalah memenuhi kepentingan pribadi. Pekerjaan guru akhirnya membuahkan hasil untuk guru itu sendiri. Dengan melakukan pekerjaan sebagai guru, seorang guru berkembang menjadi lebih manusiawi dan mempunyai harga diri. Banyak guru kurang dedikasi dalam tugasnya, sibuk mengerjakan proyek di mana-mana sehingga tidak menyiapkan bahan ajar secara baik dan tidak sungguhsungguh memperhatikan anak didik. Guru yang terlalu menekankan mencari uang lewat profesi keguruannya akan sering mengalami frustasi karena gaji guru memang kecil dibandingkan dengan profesi lain yang setingkat. Ingin menjadi kaya dengan menjadi guru adalah keliru. Kepuasan dan kebahagiaan seorang guru terletak pada kegembiraan batin karena anak didiknya berkembang menjadi manusia yang lebih baik dan lebih utuh. 3. Guru yang demokratis Seiring dengan upaya bangsa Indonesia untuk hidup berdemokrasi maka melalui pendidikan yang demokratis, anak didik dibantu untuk mengembangkan sikap demokratis yang nantinya berguna bagi hidup mereka di masyarakat. Proses pembelajaran yang demokratis adalah guru dan siswa saling belajar, saling membantu, dan saling melengkapi. Berdasarkan teori konstruktivisme bahwa pengetahuan adalah bentukan siswa, peran guru lebih ditekankan pada fasilitator yang membantu atau memfasilitasi anak didik agar belajar sendiri membangun pengetahuan mereka (Suparno, 1997). Guru zaman sekarang bukan lagi satusatunya sumber informasi. Anak didik bisa belajar melalui internet, orang tua, media komunikasi, perpustakaan, dan lain-lain. Nilai kehidupan bisa dicari dan dirumuskan bersama antara siswa dengan guru. Siswa tidak dikekang dalam berpikir. Dengan model ini siswa akan lebih bertanggung jawab dalam melakukan nilai itu dalam kehidupan mereka. 4. Guru yang prfesional Masih banyak guru yang kurang kompeten dalam bidangnya. Beberapa alasan yang mendasarai bahwa guru belum kompeten sebagai berikut. 1) Waktu belajar atau kuliah belum sungguh menguasai bahan. Mereka lulus tapi bukan lulus yang terbaik. Mereka bukan mahasiswa yang terbaik yang masuk menjadi calon guru. Kualitas dosen yang membimbing dan mendampingi mahasiswa calon guru juga berpengaruh. 2) Beberapa guru mengajarkan yang bukan bidangnya. Memang maksudnya baik, daripada tidak ada guru. Guru apapun diminta mengajar berbagai bidang. Dari keadaan ini tampak jelas diperlukan peningkatan kompetensi agar semakin menguasai bidang mereka. Juga diharapkan semakin banyak guru yang menguasai bidang yang sesuai dengan keahliannya. Selain kurang menguasai bidangnya,masih banyak guru yang kurang menguasai model-model pembelajaran sehingga dalam mengajar hanya menggunakan model itu-itu saja. Guru mengajar lebih dengan cara yang disenangi sendiri, dan kurang memperhatikan yang disenangi anak didik. Menurut teori Mutiple Intlelligences Gardner (Suparno, 2004), siswa mempunyai intelegensi dan siswa dapat belajar lebih baik apabila bahan disajikan sesuai dengan intelegensi yang menonjol pada anak tersebut. Misalnya, seorang anak yang menonjol intelegensi musikalnya, ia dapat mudah belajar matematika bila matematika disajikan dengan musik atau lagu. Terkait dengan anak didik di dalam kelas beraneka reagam intellegensinya maka secara umum guru perlu menggunakan model mengajar yang bervariasi. Model pembelajaran quantum learning, pembelajaran siswa aktif, pembelajaran menyenangkan dapat membantu siswa lebih baik dan cepat memahami bahan pembelajaran. Percobaan-percobaan untuk meningkatkan mutu pendidikan profesional guru di lembaga-lembaga pendidikan tinggi di Amerika masih terus berjalan untuk menemukan model yang sesuai dengan masyarakatnya. Di dalam keberagaman model yang dinginkan semua mengacu pada pedoman yang ditentukan oleh National Council for Accreditation of Teacher Education (Tilaar, 2006). Badan independen tersebut menentukan 10 syarat dari program pendidikan professional guru sebagai berikut. 1) Perkembangan dan desain kurikulum. 2) Perencanaan dan manajemen institusional 3) Evaluasi dan asessmen mengenai kemajuan belajar peserta didik. 4) Supervisi kelas dan manajemen tingkah laku peserta didik. 5) Penguasaan teknologi instruksionsl. 6) Perkembangan peserta didik dan cara belajarnya. 7) Kesulitan-kesulitan di dalam belajar (learner exceptionality) 8) Peraturan-peraturan pendidikan di sekolah. 9) Pendidikan multikultural dan globalisasi.ic 10) Dasar-dasar sosial, sejarah, dan filsafat pendidikan. Dalam Kompetensi Standar Guru (Depdiknas, 2006) diungkapkan bahwa guru harus berkepribadian utuh, berbudi luhur, jujur, dewasa, beriman, bermoral, disiplin, tanggung jawab, berwawasan luas, dan lainlain. Sekarang, selain dibutuhkan guru yang berkepribadian baik juga dibutuhkan guru yang kreatif dan terbuka terhadap segala perubahan dan kemajuan yang ada untuk kemajuan siswa. 2.3 Pembicaraan umum tentang pengembangan tenaga kependidikan Pembicaraan mengenai pengembangan tenaga pendidikan menyangkut dua hal pokok yaitu : (1) Pola rekruitmen tenaga kependidikan, (2) Pengembangan kompetensi tenaga kependidikan. Pengamatan lapangan menunjukan ada tiga pola pendekatan yang menjadi pilihan kebijakan dalam rekruitmen tenaga kependidikan, yaitu : (1) Pendekatan yang didasarkan pada prinsip-prinsip profesionalisme, (2) Pendekatan politik balas budi dan hubungan baik, (3) Pendekatan geogarafis kedaerahan akibat otonomi daerah. 1. Pendekatan profesionalisme Rekruitmen tenaga kependidikan didasarkan pada keahlian tertentu, dengan tugas dan tanggung jawab yang dilandasi kompetensi. Kriteria profesionalisme jabatan kependidikan menurut peraturan pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 menetapkan standar profesionalisme jabatan fungsional yang mengacu pada kriteria sebagai berikut. 1) Mempunyai metodologi, teknik analisis, dan prosedur kerja yang didasarkan atas disiplin ilmu pengetahuan dan pelatihan teknis fungsional. 2) Memiliki etika profesi yang akan ditetapkan oleh organisasi profesi. 3) Mempunyai jenjang jabatan tertentu. 4) Pelaksanaan tugas yang bersifat mandiri. 5) Jabatan fungsional tersebut diperlukan dalam pelaksanaan tugas pokok organisasi. 2. Penedekatan politik a. Rekruitmen tenaga kependidikan lebih terkait degan jabatan Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah yang ditetapkan Kepala Daerah bedasarkan kedekatan polotik baik melalui hubungan emosional partai politik ataupun keterlibatan sebagai anggota tim sukses pemenangan pilkada (polotik balas budi). b. Pendekatan geografis kedaerahan yaitu bentuk rekruitmen tenaga kependidikan (khususnya Kepala Sekolah, Pengawas) ditandai oleh adanya ikatan emosional kedaerahan (etnik) akibat gaung otonomi daerah yang salah kaprah. BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Guru dan tenaga kependidikan dalam menjalankan kariernya dituntut mampu menjalankan tugas pokok dengan sebaik-baiknya. Menjalankan tugas pokok yang sesuai dengan latar belakang pendidikan diasumsikan sebagai memiliki peluang untuk mengembangkan kemampuans yang lebih baik daripada yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Pandangan terhadap guru dan tenaga kependidikan dari segi poleksosbud sebagai berikut. Pemerintah berusaha mencerdaskan kehidupan bangsa melalui peningkatan mutu pendidikan yang sangat membutuhkan peran guru dan tenaga kependidikan sehingga bisa menghasilkan generasi yang cerdas dan berakhlak mulia. Keadaan ekonomi guru dan tenaga kependidikan yang layak dapat menjamin kelancaran proses pendidikan dan pengajaran, menghasilkan peserta didik yang terampil sehingga bisa memenuhi harapan masyarakat serta dapat mendukung program peningkatan mutu pendidikan. Pendidik dan tenaga kependidikan dituntut memiliki kompetensi sosial, misalnya: bisa bekerja sama, pandai bergaul, empati, supel, dan lain sebaginya dan mengarahkan peserta didik dalam mewujudkan kecerdasan interpersonal. Daftar Pustaka Danim Sudarwan, Kahiril. H, 2010. Profesi Kependidikan. Bandung : ALFABETA. Nur Hamzah, 2009. PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN. Jurnal METDEK. Volume 1, Nomor 2.