TUGAS MATAKULIAH Manajemen Strategi Lanjutan DOSEN PEMBINA: Prof. Dr. Surachman Sumawihardja, SE., MS Popy Rufaidah, SE., MBA., Ph.D Nama : Amarullah Hamali NPM : 120130110097 Hp : 0811205871 E-mail :[email protected] Nilai Paper Individual Nilai Presentasi Individual …………….. ……………. Topik Presentasi: ‘Strategic Control : A New Perspective’ Nilai Presentasi Visual (power point) Pemakalah: …………………………… Nama Critical Reviewer : Rosmayani NPM ; 120130110046 No. HP : 081378596633 Email : [email protected] Nama Critical Reviewer : Ujang NPM ; 120130110070 No. HP : 0811790980 Email : [email protected] Nilai Makalah Critical Reviewer: Nilai Makalah Critical Reviewer: PROGRAM PASCASARJANA – PROGRAM DOKTOR ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI dan BISNIS – UNIVERSITAS PADJADJARAN Bandung 8 Juni 2012 ABSTRAK Makalah ini berjudul STRATEGIC CONTROL : A NEW PERSPECTIVE. Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui dan memaparkan tentang perspektif baru dari pengendalian strategik (strategic control) yang telah di jalankan perusahaan baik masa lalu maupun masa sekarang yang dikemukakan para ahli. Terutama mengenai ketidakpastian dan kompleksitas sebagai elemen-elemen dasar dalam manajemen stratejik. Mengingat pengendalian stratejik saat ini dikonseptualisasikan sebagai suatu proses ke depan yang mengimbangi pemilihan perencanaan. Pendekatan yang digunakan dalam makalah ini adalah empirical approach yaitu melakukan pengkajian terhadap kasus-kasus nyata di persahaan mengenai Strategic Control, dan mencoba menggali dengan lebih mendalam kasus-kasus baru sesuai dengan perkembangan perusahaan saat ini maupun di masa yang akan datang. Implikasi dari makalah ini secara akademis diharapkan dapat memberikan inspirasi dan motivasi dalam memahami secara teoritis tentang Strategic Control dari para ahli, sedangkan Implikasi-implikasi praktis yang digambarkan dari makalah ini adalah menyoroti beberapa persoalan penting terutama dalam pengimplementasian system yang diusulkan pada pengendalian stratejik (strategic control). Kemudian menganalisis yang lebih mendetil, terutama yang berkenaan dengan pondasi-pondasi konseptual pengendalian stratejik (strategic control). .Makalah ini memfokuskan pemaparan definisi strategic control yang dikembangkan dan memahami konsep dan dimensi-dimensi Strategic Control pada industri baik manufaktur maupun jasa. Kontribusi orisinal penulisan makalah ini adalah bagaimana memahami Strategic Control dan mengetahui berbagai faktor penentu strategic control yang dapat memberikan panduan tentang bagaimana dan di mana harus fokus terhadap strategic control dalam mengimbangi pemilihan perencanaan. Key word : Strategic Control, A New Perspective. Amarullah Hamali NPM : 120130110097 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Evaluasi dan pengendalian merupakan elemen akhir yang utama dari manajemen strategic, elemen ini juga dapat menunjukkan secara tepat kelemahankelemahan dalam implementasi strategi sebelumnya dan mendorong proses keseluruhan untuk dimulai kembali. Pengendalian organisasi terdiri dari tiga jenis, antara lain pengendalian strategik (strategic control), pengendalian manajemen (management control), dan pengendalian operasional (operasional control). Pengendalian strategik merupakan proses dari evaluasi strategi, yang dilakukan baik setelah strategi tersebut dirumuskan atau setelah diimplementasikan. Pengendalian manajemen berfokus pada pencapaian sasaran dari berbagai substrategi bersesuaian dengan strategi utama dan pencapaian sasaran dari rencana jangka menengah. Sedangkan pengendalian operasional berpusat pada kinerja individu dan kelompok yang dibandingan dengan peran individu dan kelompok yang telah ditentukan oleh rencana organisasi. Masing-masing jenis pengendalian tersebut tidak terpisah dan tidak berbeda secara nyata sera dalam kenyataannya mungkin tidak berbeda antara yang satu dengan yang lain. Pengendalian (control) merupakan salah satu faktor penting dalam strategi Perusahaan dan memberikan kontribusi bagi kesuksesan suatu organisasi, baik organisasi bisnis maupun organisasi nirlaba, baik manufaktur maupun jasa. Pengendalian stratejik dikonseptualisasikan sebagai suatu proses ke depan yang mengimbangi pemilihan perencanaan. Pengendalian yang dilakukan manajemen puncak harus difokuskan pada menjaga keseimbangan di antara berbagai aktivitas yang berbeda dalam perusahaan sebagai satu kesatuan. Pengendalian strategis dan taktis merupakan hal yang sangat penting. Proses pengendalian memastikan bahwa perusahaan sedang mencapai apa yang telah ditetapkan untuk dicapai. Karena itu biasanya Manajemen puncak cenderung menetapkan system control dan kemudian mendelegasikan implementasinya kepada bawahan. Strategic control (pengendalian strategik) mempunyai arti yang sangat penting untuk memandu bagaimana strategi dapat digunakan secara efektif. Pada saat yang sama pengendalian (control) dapat membandingkan hasil aktual dengan ekspektasi. Artinya apabila dalam pelaksanaan terjadi deviasi yang sangat mencolok, maka dapat dilakukan koreksi dan perbaikan dengan menggunakan input penting dari pengendalian organisasi. Karena itu, sangat sulit bagi perusahaan untuk mencapai keunggulan kompetitif apabila tidak mempunyai pengendalian (control) yang baik dan efektif. Sehingga secara umum dikatakan bahwa pengendalian strategik merupakan pengendalian organisasi dengan melakukan kegiatan pemantauan dan evaluasi terhadap proses di dalam manajemen strategic, yang bertujuan untuk memastikan proses tersebut berfungsi sebagaimana mestinya. Walaupun definisi tentang strategic control yang dikemukakan para ahli berbeda-beda tapi hampir semua sepakat dengan definisi yang dikemukakan oleh Schendel dan Hofer (1979: 18) yaitu: “Pengendalian stratejik memfokuskan pada pertanyaan-pertanyaan ganda tentang : (1) Apakah strategi yang diimplementasikan sesuai yang direncanakan; dan (2) Apakah hasil yang dibuat oleh strategi merupakan 2 yang diharapkan.” Definisi ini merujuk pada kajian tradisional dan langkah umpan balik yang merupakan langkah akhir dari proses manajemen stratejik. Pada umumnya perusahaan lebih mengandalkan strategic control dan financial control untuk mendukung pelaksanaan strateginya. Dimana fungsi pengendalian strategic (strategic control) memverifikasi apakah perusahaan menggunakan strategi yang memadai dalam kaitannya dengan lingkungan eksternal yang ada dan keunggulan kompetitif perusahaan. Apabila strategic control suatu perusahaan efektif maka dapat membantu memahami bagaimana cara-cara yang tepat untuk mencapai keberhasilan perusahaan. Untuk membantu mencapai sasaran organisasional, para manajer strategis harus memastikan bahwa keseluruhan hierarki pengendalian terintegrasi dan berjalan dengan semestinya. Namun pada kenyataannya para manajer puncak nyaris melupakan pentingnya pengendalian strategik. Mereka sering menggeser pengendalian hanya pada tingkatan taktis dan operasional dan membawa perusahaan pada krisis manajemen jangka pendek. Pengendalian taktis yang dimaksud hanya berhubungan terutama dengan pelaksanaan perencanaan strategik. Sedangkan pengendalian operasional berhubungan dengan berbagai aktivitas jangka pendek dan hanya memfokuskan pada apa yang dapat dilakukan saat ini untuk mencapai kesuksesan. Sekarang ini para perencana stratejik dan para ahli teori manajemen mulai menekankan hal-hal menonjol dan arti penting dari pengendalian stratejik serta mengklaim prosedur-prosedur khusus terhadapnya. Karena pengendalian strategic sangat berhubungan dengan arah strategic dasar perusahaan di dalam hubungannya dengan lingkungan perusahaan dan memfokuskan pada organisasi secara keseluruhan secara jangka panjang. Begitu pentingnya strategic control dalam suatu perusahaan terutama di dalam memberikan koreksi dan perbaikan bagi perencanaan organisasi, maka Topik yang akan dibahas dalam makalah ini adalah Pengendalian strategi sebagai sebuah perspektif baru (Strategic Control : A New Perspective). 1.2. Tujuan Penulisan Makalah Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui dan memaparkan tentang perspektif baru dari pengendalian strategik (strategic control) yang telah di jalankan perusahaan baik masa lalu maupun masa sekarang, terutama dari jurnal utama yang ditulis oleh Schreyoge dan Steinmann (1987). Kemudian dari 11 (sebelas) jurnal pendukung mengenai definisi dan analisis dari pelaksanaan pengendalian stratejik (strategic control) pada Industri baik manufaktur maupun jasa. 1.3. Sistimatika Penulisan Makalah Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Schreyogg dan Steinmann (1987), dalam jurnal utama pada makalah ini yang berjudul : Strategic Control : A New Perspective, The Academic of Management Review, Vol. 12, No.1 (Jan 1987) pp. 91103, secara garis besar jurnal ini memaparkan tentang konsep dan proses pengendalian strategic (strategic control), dimana studi ini membentuk dasar dari model 3 pengendalian strategik dan implikasi-implikasinya dari proses pengendalian di perusahaan. Selain itu dijelaskan pula bahwa sekalipun dengan informasi terbaik yang 3 tersedia, strategi tetap harus didasarkan pada sebagian asumsi tentang kondisi eksternal, seperti: permintaan dan kompetisi, serta faktor internal seperti kemampuan untuk melakukan dan mengintegrasikan berbagai kegiatan. Dari tanggapan beberapa ahli mengenai strategic control walaupun berbedabeda, namun semuanya sepakat dengan definisi yang ditawarkan oleh Schendel dan Hofer (1979: 18), bahwa “Pengendalian stratejik (strategic control) memfokuskan pada pertanyaan-pertanyaan ganda tentang : (1) Apakah strategi yang diimplementasikan sesuai yang direncanakan; dan (2) Apakah hasil yang dibuat oleh strategi merupakan yang diharapkan.” Definisi ini merujuk pada kajian tradisional dan langkah umpan balik yang merupakan langkah akhir dari proses manajemen stratejik. Pandanganpandangan yang sama dapat pula ditemukan dalam Glueck dan Jauch (1984), Hax dan Majluf (1984), Kohler (1976), Steiner (1969), dan Wheelen dan Hunger (1983). Makalah yang dipublikasikan oleh Schreyoge dan Steinmann (1987) telah membuat penemuan awal dalam mengembangkan sistem yang baru beroperasi pada landasan yang berkesinambungan, mengecek dan mengevaluasi asumsi, strategi dan hasil secara kritis dari rencana, aktivitas dan hasil, dengan demikian menyediakan informasi untuk tindakan masa yang akan datang. Selain itu diusulkan pula model umpan balik klasik untuk pengendalian startegik yang mencakup pengendalian asumsi, pengendalian implementasi dan pengendalian strategik. Kemudian makalah ini juga menyumbangkan suatu system kerangka kerja; dimana kerangka kerja yang disajikan terletak pada pemikiran system-system modern dan teori-teori tentang pemrosesan informasi. Ketepatan dari konsep yang diusulkan dievaluasi dan implikasi utamanya didiskusikan. Dengan semakin kompleksnya masalah baik di dalam maupun diluar organisasi maka strategic control (pengendalian stratejik) tidak lagi hanya sebagai tambahan bagi fungsi perencanaan atau formulasi, dimana secara sederhana membandingkan tentang kinerja yang berhubungan dengan rencana-rencana; bahkan, merupakan fungsi manajemen otonomi dengan kerasionalannya. Karena Strategic Control secara kontinyu mengecek validitas rencana-rencana stratejik, waktu dan fleksibilitas dalam hal pilihan-pilihan tanggapan untuk mengarahkan kembali system yang diperoleh. Sehingga dalam rekonseptualisasi ini dinyatakan secara tidak langsung bahwa strategic control (kendali stratejik) mulai bekerja bersamaan waktunya dengan dimulainya perencanaan. Jadi tidak lagi dipahami sebagai “langkah terakhir” di dalam proses manajemen stratejik. Pengendalian strategik berpijak terutama pada proses pengendalian tradisional yang melibatkan kajian dan umpan balik kinerja untuk menentukan rencana, strategi dan sasaran yang telah dicapai dengan menghasilkan informasi yang digunakan untuk memecahkan masalah atau mengambil tindakan korektif. Pengendalian strategic dipusatkan dengan mengikuti jalannya strategi yang di implementasikan, mendeteksi setiap bidang masalah yang potensial dan membuat penyesuaian yang diperlukan. Biasanya suatu rentang waktu yang penting terjadi antara awal implementasi strategi dengan pencapaian dari hasil yang diharapkan. Selama waktu itu sejumlah proyek dilaksanakan, investasi dibuat dan tindakan dilakukan untuk mengimplementasikan strategi baru. Juga situasi lingkungan dan internal perusahaan sedang tumbuh dan berkembang. Pengendalian strategic diperlukan untuk mengendalikan perusahaan melalui peristiwa tersebut. Pengendalian strategi harus menyediakan beberapa koreksi langsung berdasarkan kinerja menengah dan informasi baru. 4 BAB II ANALISIS DAN PEMBAHASAN MAKALAH 2.1. Ringkasan Jurnal Utama 2.1.1. Pendahuluan Sebagaimana telah dijelaskan diatas bahwa Strategic control mempunyai arti yang sangat penting untuk memandu bagaimana strategi dapat digunakan secara efektif. Pada saat yang sama pengendalian (control) dapat membandingkan hasil aktual dengan ekspektasi. Artinya apabila dalam pelaksanaan terjadi deviasi yang sangat mencolok, maka dapa dilakukan koreksi dan perbaikan dengan menggunakan input penting dari pengendalian organisasi. Karena itu, sangat sulit bagi perusahaan untuk mencapai keunggulan kompetitif apabila tidak mempunyai pengendalian (control) yang baik dan efektif. Schreyogg dan Steinmann (1987) telah membuat penemuan awal dalam mengembangkan sistem yang baru beroperasi pada landasan yang berkesinambungan, mengecek dan mengevaluasi asumsi, strategi dan hasil secara kritis dari rencana, aktivitas dan hasil, dengan demikian menyediakan informasi untuk tindakan masa yang akan datang. Selain itu diusulkan pula model umpan balik klasik untuk pengendalian startegik yang mencakup pengendalian asumsi, pengendalian implementasi dan pengendalian strategik. Kemudian makalah ini juga menyumbangkan suatu system kerangka kerja; dimana kerangka kerja yang disajikan terletak pada pemikiran system-system modern dan teori-teori tentang pemrosesan informasi. Ketepatan dari konsep yang diusulkan dievaluasi dan implikasi utamanya didiskusikan. Pengendalian strategik berpijak terutama pada proses pengendalian tradisional yang melibatkan kajian dan kinerja umpan balik untuk menentukan rencana, strategi dan sasaran yang telah dicapai dengan menghasilkan informasi yang digunakan untuk memecahkan masalah atau mengambil tindakan korektif. Kontributor konseptual dari makalah ini menjelaskan bahwa pengendalian strategik memperlihatkan pengendalian umpan balik untuk mengantisipasi kedepan yang mempertimbangkan perubahan cepat dan lingkungan eksternal yang tidak pasti. 2.2. Kelemahan dari Pengendalian Umpan Balik Kebanyakan pemikiran tentang model manajemen strategik menunjukkan bagaimana evaluasi dan pengendalian menjadi umpan balik dan terasimilasi ke dalam seluruh proses manajemen. Pemikiran tersebut memfokuskan pada perbandingan kinerja aktual dengan standar-standar yang belum ditentukan untuk melihat apakah ada atau tidaknya rencana-rencana yang telah dibawa dengan tepat. Tindakantindakan koreksi harus diambil jika deviasi-deviasi dari standar kinerja tersebut telah terjadi. Artinya jika kinerja yang tidak diinginkan merupakan hasil dari penggunaan yang tidak tepat dari sebuah proses manajemen strategik, maka para manajer operasional harus segera mengetahui hal tersebut. Mereka kemudian dapat memperbaiki aktivitas para karyawannya tanpa harus melibatkan manajemen puncak. Akan tetapi, jika kinerja yang tidak diinginkan dari proses mereka sendiri, manajer 5 puncak dan manajer operasional harus dapat mengetahuinya. Mereka kemudian harus mengembangkan program atau prosedur implementasi yang baru. Jika sudut pandang tradisional ini diikuti, proses manajemen dimulai dengan perencanaan. Perencanaan ini mendefinisikan tindakan yang diharapkan, yang diimplementasikan melalui pengorganisasian (organizing), penstafan (staffing), dan pengarahan (directing). Akhirnya, pengendalian mengukur hasil-hasil dan memberikan umpan balik untuk menilai ada atau tidaknya hasil-hasil yang sesuai dengan tindakan yang ditentukan. Begitu pula, perencanaan managerial memberi pedoman pada fungsi pengendalian dengan mendefinisikan standar-standar kinerjanya, objek pengendalian, serta jadwal waktu bagi aktivitas-aktivtias pengendalian. Ada 3 macam umpan balik (feedback control), yaitu : (1) Feed forward control; (2) Concurrent control; dan (3) Feedback control. Dua karakteristik utama dari model umpan balik ini menimbulkan pertanyaan yang sangat meragukan untuk maksud pengendalian dalam manajemen stratejik: (a) pengendalian umpan balik adalah pengendalian pasca-tindakan, dan (b) standar-standar pasti. Pengendalian pasca-tindakan diganggu dengan kelemahan fundamental yakni tindakan strategik umpan balik bisa datang terlambat terhadap koreksi-koreksi yang dibuat bagi perencanaan stratejik. Hal ini merupakan kasus, jika umpan balik tidak diberikan sampai seluruh strategi tersebut diimplementasikan. Mungkin beberapa tahun berlalu tanpa halangan dengan banyaknya peluang. Kelemahan dari tanggapan yang ditunda ini mungkin dikurangi dengan pengecekan secara lebih sering terhadap deviasi-deviasi yang mungkin dari kinerja yang drencanakan. Tanpa menghilangkan nilai “pengendalian adaptif (adaptive control)” (Rowe & Carlson, 1974: 14), bahwa harus lebih sering mengecek hasil-hasilnya tanpa menanggulangi karakter pascatindakan dari prosedur pengendalian itu (Ishikawa & Smith, 1971). Bahkan informasi terkini tentang deviasi-deviasi mungkin bisa datang terlambat (Koontz & Bradspies, 1972), karena secara strategis mungkin keadaan yang relevan telah lama berubah, sebelum dilakukan tindakan khusus yang mempengaruhi hasil yang dapat diukur. Kelemahan kedua yang penting dari pengendalian umpan balik adalah karakter “putaran tunggal” yaitu, standar kinerja yang pasti (Argyris, 1976). Pengendalian umpan balik secara eksklusif memfokuskan pada deviasi-deviasi dari standar-standar yang didefinisikan secara eksternal. Oleh karenanya, deviasi-deviasi hanya dapat menandakan bahwa tujuan menengah yang dipilih tidaklah memadai kemudian tujuan akhirnya tidak dianggap. Dari sudut pandang model umpan balik, deviasi-deviasi dianggap sebagai “yang buruk” karena standarnya yang berasal dari perencanaan yang dianggap “baik.” Logika mekanisme putaran tunggal tidak dapat menangkap kasus yang berlawanan, bahwa deviasi-deviasi yang mungkin dianggap “baik” karena perencanaan yang sudah dianggap “buruk” (Luhmann, 1973). Dalam kasus ini, deviasi-deviasi dapat menandakan kebutuhan untuk merevisi tujuan akhir, sehingga dapat sebaik tujuan jangka menengahnya. Hal yang sama yaitu mempertahankan yang sudah benar untuk kasus yang tidak ada deviasi yang muncul (yaitu, hasil-hasil yang telah memenuhi standar-standar yang direncanakan), sehingga tidak diperlukan terhadap tindakan korektif. Bagaimanapun, umpan balik ini secara serius menyesatkan, kemungkinan sejak keadaan-keadaan lingkungan telah berubah secara signifikan, dengan demikian menyerahkan standar-standar kontrol stratejik yang usang. Dalam situasi ini, pengendalian umpan balik tidak hanya mempergunakan alat ukur yang salah, tetapi juga secara structural tidak mampu mendeteksi kelemahan ini. Singkatnya, muncullah sebuah “kesalahan pada jenis ketiga ini” (Mason & Mitroff, 1981). Untuk menghindari dilemma ini, tujuan akhir dari standar ini harus dijadikan sasaran bagi proses pengendalian (“pembelajaran putaran ganda,” Argyris, 1976). Kelemahan-kelemahan dari model umpan balik ini dapat membawa konsekuensi yang serius yakni organisasi kehilangan waktu dan fleksibilitas dalam hal pilihan-pilihan tanggapan (Lorange, 1984). Ada satu situasi di mana konsekuensi ini 6 tidak berarti, yaitu ketika perencana dapat meyakinkan bahwa rencana tersebut benar dan tidak ada perubahan utama dalam kondisi stratejik yang akan berlangsung selama periode perencanaan. Sebuah asumsi yang naïf, menganggap bahwa sesuatu yang diketahui adalah tentang sifat dasar dari lingkungan organisasi dan kualitas dinamis mereka. Para manajer memerlukan sebuah konsep realistis tentang pengendalian stratejik yang menganggap kompleksitas maupun perubahan sebagai ciri-ciri dasar dari pembuatan keputusan stratejik (Ruefli & Sarrazin, 1981). 2.3. Ambiguitas dan Manajemen Strategik Sebagaimana dikatakan diatas bahwa kelemahan dari pengendalian umpan balik berasal dari statusnya sebagai pasca-tambahan terhadap perencanaan di dalam proses manajemen yang seharusnya menjadi jelas. Karena itu, merevisi filosofi pengendalian, secara tidak langsung mempertimbangkan kembali pada konsep tradisional di dalam proses manajemen dimana ciriya adalah keunggulan perencanaan (Koontz, O’Donnell, & Weihrich, 1984). Semua fungsi manajerial dalam kerangka referensi ini diturunkan untuk mengeksekusi perencanaan. Perencanaan diasumsikan untuk program keseluruhan tugas dalam mengelola perusahaan (perencanaan singkat). Yang mendasari kerasionalan dari konseptualisasi ini adalah melukiskan dunia manajerial sebagai suatu dunia yang pasti dan terstruktur dengan baik. Secara tidak langsung dinyatakan bahwa perencanaan (formulasi) merupakan yang teratas dari semua peramalan yang akurat dan situasi yang dapat dipahami dengan baik; dimana asumsi keduanya dibuat-buat. Dari pengalaman sehari-hari dapat dipelajari tentang masa depan hanya dapat diramalkan sampai derajat yang sangat terbatas. Situasi ketidakpastian ini muncul bukan dari hilangnya upaya-upaya peramalan yang cermat dan penuh perhatian, tetapi berasal dari kondisi struktural kehidupan. Peramalan yang sempurna atau mendekati sempurna adalah mustahil, karena masa depan tergantung pada aktor yang memiliki cakupan pilihan yang dapat dipertimbangkan. “Pilihan adalah kreatif dan secara melekat tidak dapat diprediksi.” (Ackoff, 1981: 61). Terlebih lagi, adanya saling ketergantungan dengan keputusan-keputusan ekonomi yang semakin menjengkelkan masalah tersebut. Tindakan-tindakan stratejik dari aktor A tidak dapat ditentukan sampai aktor B telah bertindak dan sebaliknya (Morgenstern, 1935). Kemudian masalahnya diperburuk, dengan perpanjangan perencanaan yang lebih lama waktunya. Asumsi kedua, penekanannya mengenai analitis dunia yang mengabaikan lingkungan yang “kompleks” pada perusahaan-perusahaan sekarang. Jumlah elemen dan saling terkaitnya hubungan potensial mereka dalam lingkungan perusahaan, melebihi jumlah keseluruhan atau analisa penuh. Sebagai sebuah konsekuensi, para manajer kehilangan pengetahuan tentang hubungan-hubungan kausal (Lawrence & Lorsch, 1967), dan, oleh karenanya, lingkungan tidak pernah dapat sepenuhnya dipahami. Baik ketidakpastian maupun kompleksitas keduanya menuju kepada fenomena ambiguitas yang secara khas bertentangan dengan para pembuat keputusan stratejik. Tanggapan yang paling dikenal terhadap masalah ini adalah mengembangkan lebih canggih model-model perencanaan penyerapan ambiguitas (contohnya, pemrograman peluang tak terbatas, simulasi, penyusunan samar-samar). Tanpa mengabaikan nilai dari kontribusi ini, seseorang tidak dapat menghapuskan ambiguitas. Bukan soal seberapa baik model ini dirancang, segala sesuatu bisa terjadi secara berbeda daripada yang diantisipasi (Stubbart, 1985). Ketidakmenentuan adalah kenyataan 7 dasar kehidupan dan organisasi-organisasi yang harus dipersiapkan. Kesimpulan ini mempertahankan ketidaktergantungan yang sesungguhnya tentang apakah perusahaan-perusahaan menempatkan kekuasaan signifikan atau tidak. Diketahui dengan baik bahwa kekuasaan perusahaan dapat dijalankan untuk menstabilkan lingkungan eksternal dan/atau internal (Galbraith, 1967; Pfeffer & Salancik, 1978); tetapi kenyataannya, pengaruh ini tidak pernah dapat mencapai suatu keadaan yang maha kuasa, di mana ambiguitas akan lenyap. (Ackoff, 1983). 2.4. Seleksi dibawah Pengendalian Ambiguitas menyebabkan dilemma bagi organisasi. Mereka menemukan lingkungan yang tidak pasti dan kompleks, yang menuju kepada masalah-masalah yang terstruktur dengan buruk dan kesulitan untuk mendefinisikan persoalan-persoalan (Mitroff, Emshoff, & Kilmann, 1979). Pada waktu yang sama, mereka dikepung dengan tekanan untuk bertindak dengan jelas. Karena itu, untuk mengambil tindakan, sangat memerlukan kejelasan. Tanda yang ambigu tidak memberikan bimbingan praktis. Untuk memperdaya dilemma ini, manajemen dipaksa untuk memaksakan kejelasan suatu keadaan pada situasi ambigu untuk memberikan skema yang dapat bekerja mengambil tindakan (Weick, 1979). Organisasi-organisasi harus memberikan orientasi dengan mengembangkan model-model untuk memahami dan menguraikan “dunia.” Mereka harus mengurangi ambiguitas menuju tingkatan yang dapat diterima sehingga para anggota organisasi dapat melakukan pekerjaan (Daft & Lengel, 1985). Menciptakan kejelasan (“menghapuskan ketidakjelasan”) yang merupakan suatu proses yang kompleks dalam mengumpulkan informasi, menginterpretasikannya dan mentransformasikannya. Bagaimanapun, sejak penyusunan suatu informasi yang terbatas dapat ditangani, maka sesuatu yang secara potensial tersedia harus diabaikan. Pada dasarnya, keseluruhan proses menyaring informasi, menyusun asumsi-asumsi, dan mengurangi kompleksitas; harus melalui sifat yang selektif. Selektivitas yang melekat ini di dalam proses manajemen memerlukan resiko-resiko fundamental, yaitu resiko-resiko dalam membuat seleksi-seleksi yang tidak tepat dan menjadi bodoh atas pilihan-pilihan potensial. Oleh karenanya, untuk membingkai kembali perencanaan dan siklus pengendalian, tidaklah cukup untuk memfokuskan pada masalah seleksi; begitu pula pertanyaan tentang bagaimana menghadapi resiko dalam menjadi selektif merupakan arti penting yang sama. Teori system modern (Luhmann, 1973) menekankan masalah pokok diatas artinya untuk menjamin kelangsungan hidup atas sebuah system diperlukan proses berkelanjutan, baik pada seleksi maupun pengecekan untuk melihat apakah seleksi ini akan bekerja. Alasannya sederhana, yakni menciptakan kejelasan yang lebih besar dan susunan (seleksi) hanyalah sebuah cara dalam menangani ambiguitas lingkungan, dan bukan suatu cara dalam menghilangkannya. Sekalipun mekanisme-mekanisme penanganannya dirancang dengan baik, ambiguitas tetap berlanjut menjadi ancaman yang terus-menerus bagi system tersebut. Kesalahan interpretasi, telah mengabaikan peristiwa-peristiwa atau kejutan-kejutan, dan seterusnya bisa menyatakan cacat dasar yang diseleksi bagi tindakan. Resiko dasar yang tak dapat dihindarkan ini harus disurvei dengan cermat dan diganti kerugian oleh manajemen. Untuk mengulangi: masalah kelangsungan hidup system-sistem tidak dapat dipahami hanya sebagai sebuah masalah seleksi, sebagaimana seringkali dilakukan dalam psikologi kognitif (Weick, 1979); pada pokok persoalan yang merupakan dualitas seleksi dan kompensasi. Konsep sistem telah diambil oleh ilmu sosial dari ilmu pasti, secara khusus dari fisika yang yang berhubungan dengan materi, energi, gerak, dan kekuatan. Semua konsep ini lebih diarahkan pada suatu pengukuran yang pasti dan mengikuti aturan- 8 aturan tertentu. Ada yang mendefinisikan sistem dalam konteks pasti dan dalam persamaan matematis yang menjelaskan hubungan tertentu antara beberapa variabel. Namun konsep ini sangat sedikit diadopsi oleh para ahli dibidang sosial karena variabel-variabelnya sangat kompleks dan sering sangat multidimensional. Konsep yang akan diberikan berikut adalah verbal, namun walaupun demikian konsep ini sedikit pasti. A system is an organized or complex whole: an assemblage or combination of things or parts forming a complex or unitary whole. (Johnson et. All.:1973:5). Selanjutnya menurut Ludwig Von Bertalanffy, "Systems are complexes of elements standing in interaction. A system is a complex of interacting elements. Systems are complexes of elements in interactions, to which certain laws can be applied". ( Disarikan oleh Winardi, Pengantar Teori Sistem dan Analisis Sistem,1980:129). Sedangkan AD. Hall / Refagen mendefinisikan sebagai berikut : A system is a set of objects together with relationships between the objects and between their attributes. Dari berbagai definisi di atas dapat dikatakan bahwa suatu sistem adalah merupakan kumpulan dari objek-objek bersama-sama dengan hubungannya, antara objek-objek dan antara atribut mereka yang dihubungkan dengan satu sama lain dan kepada lingkungannya sehingga membentuk suatu kesatuan yang menyeluruh (Whole). Simons (1987, 1990) mengklasifikasikan sistem pengendalian dalam empat kategori: (1) sistem pengendalian diagnostik; (2) sistem pengendalian batas; (3) sistem interaktif, dan (4) sistem kepercayaan. Sistem diagnostik yang sama dengan sistem pengendalian konvensional diterapkan di organisasi hirarki. Tujuan dari sistem ini adalah untuk mengukur dan memantau kinerja karyawan dan memiliki kedua efek baik positif dan negatif pada karyawan. Di sisi positif, sistem pengendalian manajemen seperti pengendalian anggaran atau ukuran kinerja yang menetapkan target dapat membantu para karyawan untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan dan pengetahuan mereka. Di sisi negatif, sistem pengendalian manajemen bisa mencegah inisiatif karyawan, yakni karyawan mungkin enggan untuk melanjutkan setiap kegiatan di luar target yang ditetapkan oleh manajemen. Dalam hal ini, sistem pengendalian manajemen diagnostik dapat berkontribusi untuk efektifitas operasional, tetapi menghambat kreativitas karyawan dengan konsekuensi pencapaian yang jauh bagi sebuah daya saing perusahaan. Sistem pengendalian batas mengatur batasan – batasan , parameter di mana para karyawan dapat bertindak. Dalam hal ini, sistem pengendalian batas bersifat pedoman umum, jalan karyawan diperbolehkan untuk mengambil atau tidak mengambil daripada arahan manajemen yang tepat. Dengan demikian, pengendalian batas memberdayakan para karyawan untuk menggunakan pertimbangan dan kebijaksanaan mereka sendiri dalam mengambil keputusan, bahkan untuk mencoba hal – hal yang baru. Dalam pengertian ini, pengendalian batas dapat memberikan kontribusi baik untuk efektifitas operasional dan kreativitas karyawan, meningkatkan daya saing perusahaan. Sistem pengendalian interaktif meliputi praktek manajemen yang memungkinkan para karyawan untuk berinteraksi satu sama lain sehingga dapat mengasimilasi informasi baru dan bersaing dengan perubahan pasar sebelumnya dan kondisi teknologi. 9 Kemudian dalam prakteknya dapat lebih diperkuat oleh sistem kepercayaan dan nilai-nilai yang menciptakan apa yang oleh Robert Cole Sosiolog Inggris pernah katakan, “Komunitas nasib'', yakni perasaan bahwa semua karyawan berbagi takdir ekonomi yang sama. Singkatnya, untuk mengintegrasikan berbagai sistem pengendalian manajemen, perusahaan harus mulai dengan sistem nilai utama dan misi yang mendefinisikan karakter dan kumpulan petunjuk jangka panjangnya, dilanjutkan dengan pembentukan sistem pengendalian interaktif yang menyaring informasi pasar dan bentuk kinerja dan melakukan pedoman, dan mengakhiri dengan sistem pengendalian diagnostik dan sistem pengendalian batas yang meningkatkan efisiensi dan kreatifitas, meningkatkan daya saing. 2.5. Tiga Langkah Model Pengendalian Strategik Dalam kerangka kerja teoritis yang diuraikan di sini, perencanaan stratejik dapat digambarkan sebagai rangkaian dari langkah-langkah selektif. Idealnya, langkah awal adalah definisi bidang. Dapat diinterpretasikan sebagai upaya untuk mentransformasikan masalah kompleks dari suatu kelangsungan hidup system menjadi susunan sasaran-sasaran jangka panjang. Dengan memprioritaskan satu bidang khusus, kemungkinan-kemungkinan tindakan masa depan perusahaan dibatasi, dan kemungkinan-kemungkinan lainnya yang telah ada sebelum pilihan tersebut dihapuskan. Ini adalah aktivitas pilihan pertama, yang memerlukan pengendalian masa depan sehingga efektivitasnya dapat dimonitor secara kontinyu. Pilihan pertama ini tentu saja hanya memberikan sebuah garis pedoman global bagi tindakan. Langkah yang lebih jauh yang memerinci dan mengoperasionalisasikan tindakan stratejik diperlukan yakni mendefinisikan unit-unit bisnis stratejik, strategistrategi untuk navigasi bidang, program-program stratejik, dan seterusnya. Sepanjang langkah-langkah dari proses pemerincian ini seseorang harus mengatasi masalah ambiguitas. Pada tidak ada apapun dari tingkatan-tingkatan keputusan ini adalah satu dan hanya satu bacaan yang benar pada keadaan-keadaan situasional yang mungkin. Oleh karenanya, untuk mengembangkan rantai dari hubungan antara tujuan menengah sampai dengan akhir bagi tindakan stratejik (rencana stratejik), serangkaian perbuatanperbuatan selektif yang diperlukan. Prosedur utama untuk menyeleksi adalah memformulasikan dalil-dalil tentang lingkungan internal dan eksternal selama semua jenjang proses perencanaan stratejik. Pendalilan menangani kedua aspek ambiguitas yang disebutkan di atas yaitu kompleksitas dan ketidakpastian. Kompleksitas pada dasarnya bertujuan untuk menekankan pada lingkungan terbatas, dan menguranginya dengan menempatkan pengetahuan kausal yang menghilangkan asumsi-asumsi (eksplisit). Pengurangan ketidakpastian, yang perlu diperhatikan adalah bahwa masalah masa depan hanya dapat diramalkan pada tingkat terbatas, yang hanya dapat ditangani lewat pendalilan. Proses-proses pendalilan dan resiko ini melekat dalam menghasilkan perspektif-perspektif yang tidak efektif memerlukan pemantauan cermat. Oleh karenanya, tugas pertama dari proses kontrol stratejik harus ada untuk mempertahankan dalil-dalil di bawah pengendalian (“kontrol dalil”). Yang eksklusif ini memfokuskan pada dalil-dalil yang dibatasi ketika berupaya menangani resiko perencanaan, karena pendalilan itu sendiri secara melekat bodoh. Karena kompleksitas dari lingkungan eksternal dan internal, ada lewat keputusan yang selalu memberikan arahan baik yang diabaikan atau yang tidak terdeteksi melalui pendalilan. Aspek-aspek ini, bagaimanapun, bisa membuktikan kritik terhadap validitas rencanarencana. Sama halnya, ketidakpastian menyatakan secara tidak langsung bahwa ketidakberkesinambungan dan keheranan-keheranan akan selalu mungkin di masa depan. Lewat definisi, diskontinuitas dan keheranan-keheranan tidak dapat 10 diantisipasi dan sepenuhnya dialamatkan lewat dalil-dalil. Ini menuju kepada pertanyaan: bagaimana mengkompensasi resiko kebodohan ini? Satu pendekatan penting untuk menangani faktor-faktor kritis dan peristiwaperistiwa yang belum dideteksi atau diramalkan lewat perencanaan adalah menggunakan proses implementasi sebagai sebuah sumber informasi. Ini ada karena factor-faktor kritis dan peristiwa-peristiwa ini membuat mereka tumbuh yang dirasakan selama proses implementasi baik dengan menghambat tindakan-tindakan atau mengubah hasil-hasil. Begitu pula, pemantauan khusus dari proses implementasi strategi, memfokuskan pada tindakan-tindakan dan hasil-hasil kritis secara strategis, melengkapi tugas kendali stratejik. Untuk selanjutnya, aktivitas ini akan disebut “pengendalian implementasi stratejik.” Tugasnya adalah mendaftarkan akibat-akibat dari tindakan-tindakan stratejik itu yang sudah diambil pokok yang pasti tepat pada waktunya. Mengingat begitu jauh dicapai, hal ini membantu seseorang untuk memutuskan ada atau tidaknya strategi (portofolio) yang masih valid. Ketika data implementasi merupakan sumber yang bernilai bagi informasi pengendalian, perancang system pengendalian stratejik tidak dapat berhenti di sini. Dia harus menyadari bahwa pengendalian informasi stratejik tidak dapat menangkap semua ancaman itu yang telah muncul tetapi belum menyulitkan implementasi stratejik tersebut. Terlebih lagi, pengendalian implementasi stratejik tidak dapat menjadi efektif kecuali akibat-akibat implementasi tersebut dapat diukur. Untuk kedua alasan, pengendalian implementasi harus dilengkapi lewat alat kendali melindungi tambahan, yang mencoba menangkap ancaman-ancaman stratejik kritis baik pada jenjang awal maupun dalam suatu pola selektif. Suatu mekanisme pengendalian dapat disajikan tidak hanya sebagai penyangga keamanan bagi pengendalian implementasi, tetapi juga sebagai penyangga keamanan bagi kendali dalil dan focus selektifnya pada dalildalil. Alat pengendalian yang melingkupi ini akan disebut “pengendalian stratejik.” Untuk memenuhi maksudnya, haruslah tetap tidak terfokus sebanyak mungkin dan harus dirancang sebagai aktivitas pemantauan yang luas. Diambil bersama-sama, system pengendalian stratejik yang diusulkan terdiri dari aktivitas-aktivitas kendali yang berbeda sebagaimana dilukiskan dalam Gambar 1. Gambar 1. Kendali stratejik di dalam proses stratejik 11 Waktu (to) menandakan titik di mana formulasi strategi dimulai. Pengendalian dalil dibangun pada titik dalam waktu pendalilan awal (t1). Dari sini pada pengendalian dalil menyertai semua langkah-langkah selektif pendalilan lebih jauh dalam perencanaan dan pengimplementasian strategi. Secara simultan, pengendalian (pengawasan) stratejik dimulai. Ketika implementasi strategi dimulai (t2), alat pengendalian ketiga, yaitu pengendalian implementasi, ditempatkan ke dalam tindakan. Dimulai pada (t2) semua tiga alat pengendalian bekerja bersama-sama menyeimbangkan resiko yang melekat dalam perencanaan. 2.6. Pengendalian Premis (Premise control) Setiap strategi di dasarkan pada premis perencanaan tertentu, asumsi atau prediksi. Pengendalian premis didisain untuk mengecek secara sistematis dan kontinyu apakah premis strategi yang disusun selama perencanaan dan proses implementasi yang masih valid. Apabila suatu premis yang vital tidak lagi valid, mungkin strategi tersebut harus dirubah. Semakin cepat suatu premis yang tidak valid dapat diukur dan ditolak, maka semakin baik perubahan dari suatu pergeseran yang dapat diterima dalam strategi dapat direncanakan. Dari sudut pandang ekonomi, semua premis mungkin tidak memerlukan jumlah upaya pengendalian yang sama. Intensitas pengendalian yang tinggi (waktu, tenaga kerja, dan sebagainya) sangat penting bagi premis-premis kunci keberhasilan, baik yang didasarkan pada peramalan-peramalan yang lemah dan sangat sensitif terhadap deviasideviasi, maupun/atau yang berhubungan dengan data yang tidak dapat dipengaruhi secara signifikan oleh sang aktor. Dalam berbagai kasus, untuk membangun pengendalian premis, maka biaya-biaya pengendalian harus diseimbangkan berlawanan dengan keuntungankeuntungan informasi yang mungkin. Untuk mengecek dan memperbaharui asumsi-asumsi, tentu saja, bukanlah sebuah ide baru. Upaya-upaya bernilai untuk memperbesar persepektif pengendalian sudah harus dilakukan (contohnya, Glueck & jauch, 1984; Lorange, 1984; Wild, 1981). Kerangka kerja yang melekat di dalamnya dihilangkan status yang jelas untuk memberikan pengendalian dalil. Seringkali pengendalian dalil, baik secara keliru digolongkan di bawah judul pengendalian umpan balik maupun diperlakukan sebagai alat terpisah yang dengan mudah dimasukkan ke dalam proses manajemen tradisional (yaitu Glueck & Jauch, 1984). Secara konseptual, bagaimanapun, tidaklah mungkin mengadopsi ide tentang pengedalian dalil tanpa merubah latar belakang tradisionalnya. Siklus umpan balik sibernetika tidak meninggalkan tempat untuk memantau dalil-dalil. Siklus ini secara konseptual diikat dengan evaluasi setelah fakta. Bahkan jika seseorang mengecek lebih sering (“pengendalian adaptif”), karakter pasca-aksi tidak pernah dapat berubah. Tidaklah mungkin untuk mengintegrasikan ide ke depan kendali dalil tanpa mempertimbangkan kembali peranan dari perencanaan dan pengendalian di bawah kondisi-kondisi ambiguitas. 2.7. Pengendalian Implementasi (Implementation control) Rencana dan Implementasi dari stratejik telah dimulai, namun ke depan sumber tambahan informasi telah tersedia akibat dari tindakan. Karena itu sangat penting untuk memperhatikan bahwa tugas dari pengendalian implementasi ini bukanlah untuk melihat apakah implementasi strategi telah berjalan sesuai yang direncanakan. Tugas tersebut merupakan tugas dari pengendalian operasional. Pengendaliani implementasi di disain untuk menilai apakah strateji secara keseluruhan harus dirubah, sejalan dengan hasil yang dikaitkan dengan tindakan incremental yang mengimplementasikan strategi secara keseluruhan di masa lalu. Tidak seperti pengendalian operasi, pengendalian implementasi stratejik secara kontinyu menanyakan arah dasar strategi. Ini adalah pengendalian metalevel (Camillus & Veliyath, 1984). Pengendalian implementasi, tentu saja, tidak 12 menempatkan pengendalian operasi; keduanya diperlukan untuk mengelola proses stratejik secara efektif. Pengendalian implementasi mempunyai dua tipe dasar, yaitu (1) Memonitor arah strategi (monitoring strategic thrusts), dan (2) Penelaahan kejadian pentig (milestone review). Untuk proyek-proyek strategi baru, pengendalian implementasi pada dasarnya menjawab pertanyaan tentang ada atau tidaknya proyek yang harus diakhiri terlalu awal. Penilaian “Stop/Go” bisa menggunakan sejumlah kejadian penting di dalam bentuk permulaan kritis secara strategis (waktu, biaya-biaya, penelitian dan pengembangan, keberhasilan, dsb, Balachandra, 1984). Terkadang mungkin ada sebuah konflik; beberapa indicator menganjurkan penghentian sedangkan yang lainnya menganjurkan kelanjutan. Dalam kasus ini, proses penilaian harus melakukan tugas yang sulit alam mengintegrasikan tanda-tanda yang menyimpang untuk tiba di keputusan akhir (Bedell, 1983). Untuk alasan-alasan efisiensi, permulaan stratejik bisa didefinisikan, melebihi beberapa batasan yang bisa disajikan sebagai pelatuk lampu merah. Bagaimanapun sebuah tanda secara otomatis tidak menunjukkan sebuah krisis atau kegagalan. Penilaian kembali dapat menyatakan bahwa strategi yang dilanjutkan berhasil meskipun atau bahkan karena melebihi batas. (Ansoff, 1984). Sekali lagi, ini menekankan bahwa maksud dari pengendalian implementasi stratejik terletak di luar registrasi pencapaian tujuan perantara semata. Dia mengarah pada evaluasi hasil-hasil yang dicapai mengingat seluruh jalan tindakan stratejik. 2.8. Pengawasan Strategik (strategic surveillance) Menurut sifatnya, pengendalian premis dan pengendalian implementasi adalah pengendalian yang berfokus (focused control). Namun pengawasan strategic adalah tidak focus. Pengawasan stratejik dirancang untuk memonitor rangkain peristiwa yang luas di dalam dan diluar perusahaan, yang nampaknya akan mempengaruhi tindakan stratejik. Gagasan dasar dari pengawasan strategic adalah informasi penting yang hingga sekarang tidak diantisipasi tapi mungkin ditemukan melalui pemonitoran umum dari sumber informasi yang banyak. Pengawasan strategik harus dipertahankan tidak seluas mungkin. Pengawasan strategi seharusnya merupakan aktivitas penelitian lingkungan (environmental scanning) yang tidak ketat. Pada pandangan pertama ide tentang model pengendalian yang tidak difokuskan kelihatannya bersifat paradoks dan tidak praktis. Bagaimana seseorang mengendalikan jika tidak ada obyek pengendalian yang didefinisikan? Jawabannya lagi-lagi datang dari pengalaman sehari-hari: Pengembangan peristiwa-peristiwa kritis menghasilkan fokus lewat dirinya sendiri di dalam bentuk krisis. Ancaman-ancaman yang sebelumnya diabaikan atau tidak dapat diramalkan menjadi semakin menonjol sampai akhirnya krisis memerintahkan tindakan (Luhmann, 1973). Tentu saja, pengawasan terhadap krisis-krisis potensial adalah yang paling efektif jika mereka awalnya dideteksi. Deteksi dini memperkenankan fleksibilitas dalam kaitannya dengan pilihan-pilihan dan menunda banyak waktu untuk tanggapan-tanggapan yang dipersiapkan secara cermat (Ansoff, 1984; Lorange, 1984). Menginterpretasikan tanda-tanda sebagai gejala-gejala dini dari sebuah krisis adalah tugas sulit sejak tanda-tanda peringatan dini secara norma lemah dan sangatlah ambigu. Kemungkinan salah menginterpretasikan tanda-tanda ini tinggi dan dengannya resiko tersesat berubah. Sebagai konsekuensinya, mungkin berguna bagi tindakan tunda sampai informasi tambahan tesedia (Ansoff, 1975). “Pengawasan stratejik” muncul bersama dalam beberapa cara “pembacaan sepintas lingkungan” (Aguilar, 1967; Klein & Linnemann, 1984). Bagaimanapun kerasionalannya, berbeda yakni pembacaan sepintas lingkungan biasanya dilihat sebagai bagian dari siklus perencanaan kronologis disediakan untuk membangkitkan informasi bagi rencana baru. 13 Dengan cara berbeda, pengawasan stratejik dirancang untuk melindungi strategi yang dibangun pada dasar terus-menerus. Dari sudut pandang dalam makalah ini, konsep tentang pembacaan sepintas lingkungan membingungkan perencanaan dan aktivitasaktivitas kendali. Mengamati lingkungan bagi kesempatan-kesempatan baru adalah tugas dasar dari system perencanaan; memantau ancaman-ancaman bagi strategi sekarang adalah tugas dasar dari system pengendalian. Gambar 2 menjelaskan tentang system yang diusulkan dari pengawasan strategi dimana ciri-ciri utamanya berbeda dengan bermacam tipe-tipe pengendalian. Pada system dasar yang diusulkan terletak sebuah konsepsi universal tentang pengendalian stratejik. Secara garis besarnya dikatakan, system tersebut dirancang untuk menjawab pertanyaan tentang ada atau tidaknya stratejik perusahaan yang seharusnya dirubah dan dipandang dari sudut ancaman-ancaman lingkungan. Untuk memungkinkan organisasi menjawab pertanyaan fundamental ini secara kontinyu, system pengendalian harus mengadopsi perspektif metalevel (universal) yang tidak terlalu dekat diikat dengan muatan dari strategi yang dibangun. Pendekatan-pendekatan yang tidak menentu dari pengendalian stratejik, sebagaimana diusulkan baru-baru ini (Egelhoff, 1984; Grant, 1982), menembus bahaya dalam mengabaikan maksud utama ini. Ketika system pengendalian strategi dirancang untuk menyelaraskan dengan rapi karakteristik dari strategi yang dibangun (contohnya strategi-strategi yang tumbuh tinggi atau rendah), pandangan jarak dekat bisa menghasilkan sesuatu yang tidak mampu menjawab pertanyaan metalevel tentang ada atau tidaknya seluruh strategi yang seharusnya dirubah. System pengendalian stratejik memerlukan perspektif dinamis dan bukan rancangan statis yang sesuai (Schreyogg, 1980). Types of Strategic Control Characteristics Degre of Focusing Strategic Surveillance Low Object Potential of Threats of Control Strategy Gambar 2. Tipe-Tipe Kendali. Premise Control Implementi on Control high High Planning Premises Milestones Dari ketiga tipe pengendalian strategi dalam gambar diatas, semuanya mempunyai tujuan umum yang sama, yaitu untuk menilai apakah arah strategi harus dirubah agar sejalan dengan kejadian yang berkembang. Tidak seperti pengendalian operasinal (operational control), yang berkaitan dengan pengendalian tindakan, pengendalian strategi didisain untuk secara kontinyu dan proaktif menanyakan arah dasar strategi. 2.9. Mempersiapkan Organisasi bagi Pengendalian Stratejik Persiapan yang cermat diperlukan untuk membuat pengendalian stratejik bekerja. Aspek-aspek rancangan perilaku dan organisasi adalah arti penting utama di sini. Berkenaan dengan aspek-aspek perilaku seseorang harus mengingat logika dari pengendalian stratejik yaitu secara kontinyu mempertanyakan validitas dari strategi yang dibangun. Dengan kata lain, organisasi-organisasi harus dipersiapkan untuk 14 secara sistematis dan terus-menerus menyangsikan jalan utama stratejik dari perusahaan. Tentu saja, ini adalah permintaan yang menantang, baik untuk individu maupun untuk seluruh system. Untuk mempertemukan persyaratan ini, individu harus menunjukkan independensi pengecualian dan toleransi frustrasi yang tinggi. Ketika beberapa strategi memerlukan komitmen yang kuat untuk implementasi yang sukses, komitmen ini juga harus dipertanyakan (Kirsch, Esser, & Gabele, 1979). Untuk mempertanyakan strategi yang mengatasi adalah tantangan khusus karena orang-orang cenderung melekatkan struktur-struktur kognitif yang diperlukan dan tidak suka mempertemukan kesalahan-kesalahan mereka (Hedberg, 1981; Nystrom & Starbuck, 1984). Terlebih lagi, untuk mempertanyakan strategi sebagai suatu anggota organisasi menyatakan secara tidak langsung deviasi mendalam dari interpretasi situasi stratejik yang umumnya terbagi. Ini memerlukan seseorang yang cukup berani untuk menyuarakan seperti pikiran kelompok dan loyalitas koalisi (Janis, 1972). Aspek terakhir ini menekankan bahwa kita tidak seharusnya melupakan kualitas-kualitas individu itu yang harus dimobilisasi dan dibuat efektif dalam suatu konteks institusional khusus. Dengan kata lain, kita harus mempertimbangkan proses sistemik melalui orientasi stratejik dan membangkitkan komitmen dalam suatu organisasi (Pettigrew, 1979). Dari sudut pandang system pengendalian stratejik secara tidak langsung menyatakan tentang pertanyaan panjang berdirinya prosedur-prosedur operasi, nilai-nilai tradisonal, dan norma-norma, serta dogma-dogma yang melanggar dan tabu (Bate, 1984). Singkatnya, organisasi harus dipersiapkan untuk menyangsikan budaya mereka. Untuk menempatkannya dalam hal organisasi pembelajaran, maka organisasi seharusnya siap untuk “belajar meninggalkan” (Fiol & Lyles, 1985; Nystrom & Starbuck, 1984). Literatur yang berkembang banyak membahas tentang bagaimana menstimulasi belajar meninggalkan (Hedberg, 1981; Shrivasta, 1983; Shrivasta & Grant, 1985). Pada hakekatnya, proposal yang dibuat menekankan tentang arti penting dari menciptakan dan mempertahankan iklim terbuka yang memfasilitasi komunikasi dan eksperimentasi, contohnya, seseorang yang tidak melenyapkan orang yang ingkar. Proses sistemis ini tentu saja tidak bekerja, selain para anggota organisasi mereka sendiri belajar untuk belajar meninggalkan. Apa yang tampak menjadi penting di sini adalah mencairkan para pembuat keputusan dari banyaknya kebutaan (Lyles, 1981) dan melatih mereka untuk memahami situasi-situasi dalam istilah-istilah yang berbeda (Watzlawaik, Weakland & Fisch, 1974). Aspek kedua mengorganisir pengendalian stratejik, yang dimaksud harus menganggap karakteristik berbeda dari tiga tipe pengendalian yang diusulkan dan informasi mereka menangani persyaratan. Diskusi di sini dibatasi dengan dua dasar ciri-ciri rancangan organisasi, formalisasi dan (de-)sentralisasi. Gambar 3 memuat ciriciri utama dari aspek organisasi bagi tiga tipe pengendalian. Implementation Control Data Acquisition Premise Control Formalization high medium Centralization medium low Formalization Data Centralization Handling Gambar 3. Rancangan Organisasi pada Kendali Stratejik. Strategic Surveilla nce low low medium high 15 Secara umum, pengendalian stratejik melawan formalisasi dan sentralisasi ekstensif. Ini mengikuti dari sifat dasar dari tugas dan dua proses akuisisi data dan penanganan datanya. Arus informasi yang dipantau tidak beraturan dan tidak berkelanjutan. Data yang diinterpretasikan seringkali sangatlah ambigu. 2.10. Akuisisi Data Untuk pengendalian informasi, akuisisi data dapat diformalisasikan menuju derajat yang tinggi. Kejadian penting sebagai objek pengendalian harus ditentukan terlebih dulu, kemudian didefinisikan dengan baik. Oleh karenanya, aturan-aturan dapat ditugaskan untuk menentukan siapa yang harus mengukur hasil-hasilnya dan pada waktu apa. Pengumpulan data ditugaskan kepada pribadi-pribadi atau departemen yang menampilkan prosedur-prosedur pengendalian operasional, baik pada proyek-proyek dan strategi-strategi sekarang. Sebagai suatu hasil derajat sentralisasi yang moderat nampaknya berguna di sini. Memperoleh data melalui pengendalian dalil dan pengendalian stratejik jauh lebih mudah diformalisasikan. Sejumlah kecil aturan dapat digunakan untuk membimbing pengendalian dalil (mendaftarkan asumsi-asumsi krusial, mendefinisikan ambang batas kritis, dsb, Lorange, 1984). Bagaimanapun tidak ada tindakan pencegahan, dimana dapat diciptakan bagi pengendalian stratejik. Sentralisasi dalam pengumpulan informasi ada dalam kasus-kasus disfungsional, karena tidak dapat diramalkan dari mana dan kapan informasi yang berguna datang. Para individu yang berbeda memiliki akses menuju bermacam data. Begitu pula, penghamburan luas aktivitas yang diamati dan sikap umum kesadaran stratejik sangat diperlukan. Karena itu departmen yang khusus mengumpulkan informasi tidak terlihat berguna di sini, kecuali tujuannya hanya untuk mengumpulkan file (Engledow & Lenz, 1985; Stubbart, 1982). Menampilkan premis stratejik dan pengendalian stratejik tidak harus dipandang sebagai bagain dari penelitian yang pasif. Yang menjadi pokok disini adalah memberikan kewaspadaan berkelanjutan dalam seluruh operasi sehari-hari. (Daft & MacIntosh, 1978; Engledow & Lenz, 1985). 2.11. Penanganan Data Penanganan data adalah proses membawa bersama-sama, yakni melubangi, dan memvalidasi informasi yang datang dari unit-unit pemantauan (Daft & Weick, 1984). Maksudnya adalah mencapai kesimpulan bagi seluruh system dengan mempertanyakan ada atau tidaknya pokok-pokok informasi yang didaftarkan terhadap ancaman-ancaman stratejik. Prosesnya sama bagi semua tiga tipe pengendalian (Gambar 3). Mendiagnosa ancaman-ancaman stratejik dalam organisasi-organisasi secara normal dilakukan melalui proses-proses kelompok dan bukan oleh satu orang (Dutton, Fahey, & Narayanan, 1983). Konsekuensinya, masalah muncul tentang bagaimana interpretasi-interpretasi individu harus divalidasi dan bagaimana tiba pada suatu bacaan yang disetujui. Untuk memfasilitasi koordinasi, sejumlah “aturan-aturan rapat (Weick, 1979) dibutuhkan. (Lihat, contohnya, prosedur-prosedur yang dirancang untuk membimbing “kelompok-kelompok persoalan yang muncul” di banyak perusahaan, (Ansoff, 1980). Tiba pada keputusan akhir ada atau tidaknya data-data yang merupakan ancaman-ancaman stratejik yang memberi tanda diasumsikan menjadi aktivitas manajemen tingkat atas. Sekali lagi, seleksi dibutuhkan untuk menciptakan skema yang dapat bekerja bagi tindakan yang lebih lanjut. 16 2.12. Menyaring Akibat-Akibat Mungkin akuisisi data dan penanganan akan dipersulit dengan fenomena empiris yang menyolok, proses penyaringan, yang tidak seharusnya diabaikan ketika mengorganisir aktivitas-aktivitas ini. Di dalam ilmu pengetahuan social, penyaringan di dalam organisasi telah ditemukan yang beroperasi di banyak wilayah: pilihan-pilihan individu, kebiasaan, dinamika persepsi social, norma-norma kelompok, struktur-struktur kekuasaan, budaya perusahaan, dan seterusnya (contohnya Ansoff, 1984; Lyles, 1981). Semua penyaringan secara potensial mengubah informasi dan mencampuri pengendalian stratejik. Pengendalian stratejik mungkin didapat dari penyaringan karena pengidentifikasian ancaman-ancaman stratejik yang secara normal memiliki konsekuensi-konsekuensi serius bagi para anggota organisasi (alokasi kembali sumber-sumber daya, perubahan-perubahan struktur-struktur kekuasaan, peluangpeluangn promosi, dsb) ancaman-ancaman stratejik mempertanyakan status quo dari organisasi dan keseimbangan minat yang dicapai di masa lalu (Dutton, Fahey, & Narayanan, 1983; Lorange & Murphy, 1984). Sebagai konsekuensinya, ketentuanketentuan harus dibuat untuk membatasi akibat-akibat penyaringan ini. Anjurananjuran untuk perbaikan terutama menekankan kebutuhan untuk meningkatkan kesadaran dalam menyaring proses-proses dan memberikan banyaknya fleksibilitas organisasi (Ungson, Braunstein, & Hall, 1981). Mungkin penyaringan sosial akan memiliki pengaruh yang lebih besar selama jenjang-jenjang awal proses pemantauan. Kemudian, sebagai sebuah krisis membuat semakin dirasakan dengan sendirinya, ada jangkauan kecil yang dibiarkan untuk penyaringan. Implikasi-implikasi praktis yang digambarkan di sini menyoroti beberapa persoalan yang kelihatannya penting. Pengimplementasian system yang diusulkan pada pengendalian stratejik pantas menerima, tentu saja, analisa yang jauh lebih mendetil daripada yang disajukan di dalam makalah ini, terutama yang berkenaan dengan pondasi-pondasi konseptual pengendalian stratejik. 17 BAB III REVIEW JURNAL TERKAIT Makalah yang dipublikasikan oleh Schreyogg dan Steinmann (1987) telah membuat penemuan awal dalam mengembangkan sistem yang baru beroperasi pada landasan yang berkesinambungan, mengecek dan mengevaluasi asumsi, strategi dan hasil secara kritis dari rencana, aktivitas dan hasil, dengan demikian menyediakan informasi untuk tindakan masa yang akan datang. Selain itu diusulkan pula model umpan balik klasik untuk pengendalian startegik yang mencakup pengendalian asumsi, pengendalian implementasi dan pengendalian strategik. Kemudian makalah ini juga menyumbangkan suatu system kerangka kerja; dimana kerangka kerja yang disajikan terletak pada pemikiran system-system modern dan teori-teori tentang pemrosesan informasi. Ketepatan dari konsep yang diusulkan dievaluasi dan implikasi utamanya didiskusikan. Kimura dan Mourdoukoutas (2000:1) memperluas karya Simon (1990) dengan mengusulkan sebuah sistem pengendalian manajemen yang efektif yang memungkinkan perusahaan dapat mengintegrasikan sistem pengendalian manajemen yang berbeda dalam rangka meningkatkan efektivitas operasional, karyawan kreativitas, dan daya saing perusahaan. Selanjutnya perspektif lainnya dikemukakan oleh Muralidharan (2004:1) mengenai Sistem pengendalian strategis yang merupakan salah satu alat yang paling mendasar dari manajemen, karena dengan sistem tersebut memungkinkan para manajer mempunyai kemampuan untuk memonitor kinerja dan melakukan tindakan langsung organisasi bila diperlukan. Memang secara tradisional, pengendalian strategis telah dianggap sebagai sistem yang membantu menerapkan strategi seperti yang direncanakan. Perubahan yang cepat dalam lingkungan bisnis, bagaimanapun, telah banyak menyebabkan manajemen untuk mempertimbangkan kembali dan memperluas pandangan tradisional. Sistem pengendalian strategic ini memainkan dua peran yang disebut pengendalian strategi pelaksanaan dan pengendalian strategi konten masing-masing. Meskipun perannya ini semakin dikenal dan diperluas, namun ada ketidakseimbangan dalam perhatian bahwa dua peran pengendalian strategik menerima. Ini mungkin paling tercermin dalam karya ilmiah yang membahas aspek desain pengendalian strategik. Sementara ada beberapa alat analisis yang dikembangkan untuk merancang pengendalian strategi implementasi, namun pekerjaannya sangat sedikit dalam mengembangkan kerangka kerja untuk merancang pengendalian strategi konten. Dalam studinya Muralidharan (2004:1) melihat bahwa disatu sisi manajemen telah mempunyai alat-alat analisis untuk merancang kontrol strategis yang memastikan pelaksanaan strategi, namun disisi lain tidak ada alat tersedia yang sebanding untuk merancang pengendalian strategik dalam bentuk konten strategi selama pelaksanaan. Kettunen (2007:1) menyajikan sebuah pendekatan umum terhadap evaluasi rencana strategis dan pelaksanaannya. Dimana pendekatannya diterapkan untuk menggambarkan dan mengkomunikasikan rencana strategis dari konsorsium perpustakaan digital dari 29 universitas Finlandia ilmu terapan dan rencana strategis mereka untuk layanan web.Tujuan dari konsorium ini adalah untuk mempromosikan kerjasama antara perpustakaan terutama dalam layanan elektronik mereka. Ini merupakan contoh kerja sama yang bermanfaat antara lembaga. 18 Kemudian Luo et al. (2008:2) mengembangkan suatu tipologi kontrol dan kerjasama yang mendefinisikan aliansi negara atau situasi sesuai dengan tingkat kerja sama di bawah kontrol pribadi dan kolektif. Selain itu digambarkan pula tentang bagaimana mitra strategis individu merespon interaksi kerjasama kontrol dalam setiap situasi atau negara, dan mengembangkan hipotesis dan memberi penjelasan bagaimana respon strategis dipengaruhi oleh karakteristik relasional seperti kesesuaian tujuan, melengkapi sumber daya, dan tawar asimetri antara mitra asing dan lokal. Sementara itu Chiesa et. al. (2009:1) yang membahas tentang kontrol manajemen dalam inovasi radikal, menyelidiki mengenai : apakah, bagaimana dan mengapa pendekatan yang berbeda untuk kontrol manajemen lebih intens digunakan: dalam fase yang berbeda dari proses inovasi radikal, dan dalam proyek-proyek inovasi menampilkan derajat keradikalan yang berbeda. Hasil dari studinya Chiesa mengemukakan sistem kontrol manajemen adalah kerangka kerja yang bermanfaat untuk menjelajahi kontrol manajemen dalam proyek-proyek radikal pada tingkat strategis. Kemudian lebih jauh O’Neill (2010:1) mengemukakan bahwa perlunya pengendalian lingkungan (environmental control) bagi perusahaan, dimana pengendalian lingkungan merupakan sebagai sarana untuk menyediakan pilihan tentang dimana, kapan dan bagaimana untuk bekerja. Selain itu, dapat pula digunakan untuk meningkatkan kinerja pegawai dan organisasi. Dengan meningkatkan pengendalian lingkungan maka dapat ditingkatkan kinerja individu, kelompok dan organisasi. Begitu pula Jagd (2010) mengemukakan tentang pentingnya kepercayaan dan pengendalian (trust and control). Dalam studinya ditemukan pentingnya keseimbangan antara kepercayaan dan kontrol karena keduanya adalah proses yang berkelanjutan dari balancing dan rebalancing. Selain itu keduanya menjadi masalah yang patut mendapat perhatian yang sedang berlangsung. 19 BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 4.1. Kesimpulan Berdasarkan review atas jurnal utama dan bahasan perbandingannya dengan review jurnal-jurnal pendukung, maka beberapa kesimpulan sbb : 1) Pengendalian (control) merupakan salah satu faktor penting dalam strategi Perusahaan dan memberikan kontribusi bagi kesuksesan suatu organisasi, baik organisasi bisnis maupun organisasi nirlaba, baik manufaktur maupun jasa. Pengendalian stratejik dikonseptualisasikan sebagai suatu proses ke depan yang mengimbangi pemilihan perencanaan. Pengendalian yang dilakukan manajemen puncak harus difokuskan pada menjaga keseimbangan di antara berbagai aktivitas yang berbeda dalam perusahaan sebagai satu kesatuan. 2) Pengendalian strategik berhubungan dengan arah strategis dasar perusahaan di dalam hubunganya dengan lingkungan perusahaan. Kemudian pengendalian strategik memfokuskan pada organisasi sebagai satu keseluruhan dan menekankan pada pengukuran jangka panjang (satu tahun ataulebih), seperti ROI dan perubahan dalam nilai pemegang saham. 3) Proses manajemen strategik bisa menghasilkan keputusan yang memiliki konsekuensi jangka panjang signifikan. Keputusan strategik yang salah bisa mengakibatkan kerugian dan untuk memperbaiki kesalahan tersebut adalah hal yang sulit, bila tidak mau dikatakan tidak mungkin. 4) Sistem pengendalian yang dirancang dengan baik akan mencakup umpan balik dari informasi pengendalian untuk individu maupun kelompok yang membentuk aktivitas terkendali. Sistem umpan balik secara sederhana mengukur keluaran dari proses dan menjadikan masukan dari tindakan korektif untuk meperoleh keluaran yang diinginkan. Konsekuensi dari penggunaan sistem pengendalian umpan balik adalah bahwa keberlangsungan kinerja yang tidak memuaskan sampai kesalahan fungsi ditemukan. Artinya umpan balik ini mempunyai kelemahan, yaitu pada pasca tindakan dan karakter putaran tunggal (standar kinerja yang pasti). 5) Kelemahan dari pengendalian umpan balik dari proses manajemen strategic antara lain menimbulkan ambiguitas, yaitu ketidakpastian dan kompleksitas. Karena itu manajemen perlu mengembangkan model-model perencanaan untuk mengurangi ambiguitas, dengan membuat 3 langkah pengendalian strategik, yaitu pengendalian dalil (premis), pengendalian implementasi dan pengendalian strategik. 3.1. Rekomendasi Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis merekomendasikan kelanjutan studi pada tataran empiris untuk mengetahui dan menelaah bagaimana para penyusun strategi merumuskan perencanaannya, mengimplementasi dan mengontrol pelaksanaannya secara sistematis serta bagaimana pengaruhnya terhadap kinerja perusahaan yang berkelanjutan. Karena pengendalian strategik yang baik harus 20 mampu mempertanyakan ekspektasi dan asumsi yang dibuat oleh manajemen, memicu timbulnya penilaian terhadap tujuan dan nilai, dan merangsang kreativitas dalam mengembangkan alternative dan rumusan criteria pengendalian. Selain itu manajemen harus mempunyai alat-alat analisis untuk merancang pengendalian strategis yang memastikan pelaksanaan strategi, disamping itu harus ada alat tersedia yang sebanding untuk merancang pengendalian strategis dalam bentuk konten strategi selama pelaksanaan. Kemudian strategic control (kendali stratejik) harus mulai bekerja bersamaan waktunya dengan dimulainya perencanaan. Jadi tidak lagi dipahami sebagai “langkah terakhir” di dalam proses manajemen stratejik. Hal-hal ini patut mendapat perhatian peneliti dalam melakukan penelitian selanjutnya. Kiranya rekomendasi ini juga merupakan kekurangan atau keterbatasan yang belum dijangkau oleh review ini. 21 DAFTAR PUSTAKA Agbejule, Adebajo, Annukka Jokipii, 2009, Strategy Control Activities, Monitoring and Effectiveness, Managerial Auditing Journal Vol. 24 No. 6, pp. 500-522. Emerald Group Publishing Limited Caruth, Donald L and John H. Humphreys, 2008, Performance appraisal: essential characteristics for strategic control, Measuring Business Excellence, VOL. 12 NO. 3, pp. 24-32, Emerald Group Publishing Limited Chiesa, Vittorio, Federico Frattini, Lucio Lamberti and Giuliano Noci, 2009, Exploring management control in radical innovation projects, European Journal of Innovation Management, Vol. 12 No. 4, 2009, pp. 416-443, Emerald Group Publishing Limited Flitman, Andrew, 2009, Reporting for Strategic Control, Management Decision 34/3, 62–71, MCB University Press Jagd, Soren., 2010, Balancing Trust and Control in Organizations : Towards a Process Perspective, Society and Business Review Vol. 5 No. 3, pp. 259-269 Emerald Group Publishing Limited Kettunen, Juha, 2007, The strategic evaluation of academic libraries, Library Hi Tech, Vol. 25 No. 3, pp. 409-421, Emerald Group Publishing Limited Kimura, Shogo and Panos Mourdoukoutas, 2000, Effective integration of management control systems, European Business Review, Volume 12 . Number 1 . 2000 . pp. 41±45, MCB University Press . ISSN 0955-534X Gavin Lawrie, Gavin and Ian Cobbold, 2004, Third-generation balanced scorecard: evolution of an effective strategic control tool, International Journal of Productivity and Performance Management, Vol. 53 No. 7, pp. 611-623, Emerald Group Publishing Limited Muralidharan, Raman, 2004, A Framework From Designing Strategy Content Control, International Journal of Productivity and Performance Management, Vol. 53 No. 7, 2004, pp. 590-601 O’Neill, Michael. J, 2010, A Model of Environmental Control and Effective Works, Facilities Vol. 28 No. 3/4, pp. 118-136, Emerald Group Publishing Limited Schreyögg, Georg and Horst SteinmannReviewed, 1987, Strategic Control : A New Perspective, The Academy of Management Review, Vol. 12, No. 1, pp. 91-103 22