BAB II KAJIAN PUSTAKA

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Sindrom Koroner Akut
2.1.1
Definisi
Sindrom Koroner akut merupakan masalah kardiovaskuler yang utama karena
menyebabkan angka perawatan rumah sakit dan angka kematian yang tinggi (PERKI,
2010). Aterosklerosis merupakan penyakit inflamasi kronik (Ross, 1999; Hanson, 2001).
SKA sebagai manifestasi klinik aterosklerosis koronaria akibat ketidakseimbangan antara
pasokan dengan kebutuhan oksigen otot jantung (Ozben dan Erdogan, 2008). Presentasi
klinis SKA meliputi ST Elevasi Myocardial Infarct (STEMI), Non ST Elevation Myocard
Infarct (NSTEMI), atau angina tidak stabil. SKA berhubungan dengan rupturnya plak
aterosklerotik dengan trombosis arteri sebagian atau total ( Cowen, 2011).
2.1.2 Epidemiologi Sindrom Koroner Akut
Sindroma Koroner Akut adalah penyebab kematian pertama penyakit jantung di
dunia. Pada tahun 2005 sedkitnya 17,5 juta atau setara dengan 30% kematian di seluruh
dunia disebabkan oleh penyakit jantung. Menurut badan kesehatan Dunia (WHO), 60%
dari seluruh penyebab kematian penyakit jantung adalah penyakit jantung koroner (PJK)
(WHO, 2006). Sekitar sepertiga dari penderita IMA meninggal dalam beberapa jam
setelah terjadinya nyeri dada, gagal jantung, atau komplikasi yang lain. Infark miokard
akut adalah penyebab utama kematian di Amerika utara dan Eropa. Lebih dari 1 juta
penduduk Amerika tiap tahunnya9 menderita IMA, dan lebih dari 300.000 orang
meninggal tiap tahunnya sebelum masuk rumah sakit. Penduduk Amerika mengalami
IMA tiap 25 detik, dan tiap 36 detik meninggal karena penyakit kardio vaskular ( Topol J
et al, 2009 ).
2.1.3
Patogenesis Sindroma Koroner Akut
2.1.3.1 Faktor Risiko SKA
Peranan faktor risiko klasik pada patogenesis dari aterosklerosis adalah sebagai
inisiator terjadinya disfungsi endotel. Disfungsi endotel merupakan cikal bakal proses
aterosklerosis. Faktor risiko klasik seperti : dislipidemia, merokok, Diabetes Mellitus,
hipertensi, obesitas, hemodinamik lokal, dan infeksi (Chlamydia pneumoniae,
cytomegalo virus, helicobacter pylori) (Ross, 1999; Badimon et al, 2002; Corti et al,
2003).
Risk Factor
Normal
endothelial
function
hyperlipidemia
Increase
Permeability
Smoking,
hypertension
Risk Factors
Obesitas, infeksi
Modified
endothelial
Age, localhemodynamics
Gambar 2.1 Diagram perkembangan plak aterosklerotik
2002)
(Badimone et al,
Hiperlipidemia akan menyebabkan aktivasi endotel fokal pada arteri kaliber
besar dan medium. Infiltrasi dan retensi kolesterol LDL memicu respon inflamasi pada
dinding vaskular. Proses oksidasi dan enzimatik memodifikasi kolesterol LDL menjadi
Ox-LDL di tunika intima dan menyebabkan pelepasan phospolipids. Phospolipids
mengaktivasi sel endotel terutama di bagian/tempat terjadinya shear stress. Kondisi ini
akan menginduksi sel endotel untuk mengekspresikan molekul adhesi leukosit dan gen
inflamasi. Molekul adhesi leukosit mempengaruhi monosit dalam sirkulasi terutama di
bagian endotel teraktivasi akan menempel dan selanjutnya bermigrasi melewati interendothelial junction menuju subendothelial. Monosit/ makrofag menangkap Ox-LDL
melalui reseptor scravenger dan membentuk foam cells. Akumulasi lipid dan shear stress
memicu proses inflamasi pada dinding arteri (Hansson, 2005).
Merokok memicu terbentuknya radikal bebas, yang selanjutnya akan
menimbulkan stress oksidatif dan pada gillirannya akan terjadi disfungsi endotel (Ross,
1999).
Diabetes Mellitus (peningkatan kadar glukosa plasma) dapat menimbulkan
berbagai dampak, seperti; induksi perubahan elektrofisiologis sehingga dapat terjadi
aritmia jantung, yang akan memperburuk luaran. Hiperglikemia bersamaan dengan infark
miokard berpengaruh pada penurunan fungsi ventrikel kiri, yang akan berakibat
menurunnya myocardial performance. Hiperglikemia akut berpengaruh juga pada
pemendekan waktu paruh fibrinogen, agregasi platelet, yang berpengaruh pada
trombogenesis. Stress hiperglikemia juga dapat mengamplifikasi reaksi inflamasi yang
akan memperburuk functional cardiac outcome. Hiperglikemia dapat memicu radikal
bebas,yang berakibat terjadi stress oksidatif yang kemudian menimbulkan disfungsi
endotel sebagai cikal bakal terbentuknya plak aterosklerosis (Ceriello, 2005).
Pada hipertensi terjadi peningkatan kadar angiotensin II yang merupakan
vasokonstriktor kuat, berpengaruh juga pada aterogenesis dengan menstimulasi
pertumbuhan otot polos. Angiotensin II berikatan dengan reseptor spesifik pada otot
polos, akan terjadi aktivasi phosfolipase C sehingga terjadi peningkatan konsentrasi
kalsium intraseluler dan peningkatan kontraksi otot polos. Hipertensi juga menimbulkan
aktivitas proinflamasi, meningkatkan pembentukan hidrogen peroksida, radikal bebas
(anion superoxide ) dan radikal hidroksil pada plasma. Substansi tersebut akan menekan
pembentukan nitric oxide pada endotel sehingga terjadi peningkatan adhesi pada leukosit,
serta meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer (Ciriello, 2005).
Obesitas sebagai faktor risiko SKA yg dimaksud adalah abdominal obesitas,
yaitu akumulasi lemak abdominal yang diidentifikasi dengan lingkar perut. Obesitas
sentral ini memegang peranan penting pada proses inflamasi, resistensi insulin, dan
sindroma metabolik melalui efek adipokin (seperti: leptin, adiponektin, resisten) dan
sitokin proinflamasi (TNF-α, IL-6). Monosit/ makrofag dan adipocyte derived factor
mempunyai efek aterotrombotik yang memicu terjadinya aherosclerotic cardiovascular
event (Jiamsripong et al, 2008).
Shear stress merupakan salah satu faktor risiko penting proses aterosklerosis.
Shear stress berkaitan dengan aliran darah lokal yaitu aliran darah relatif lambat tetapi
mengalami oksilasi cepat yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan dan berlanjut
pada disfungsi endotel yang merupakan cikal bakal aterosklerosis. Mudah rupturnya plak
dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti : plak yang eksentrik non kalsifikasi, tipisnya
fibrous cap, luasnya plak, jumlah sel radang yang berinfiltrasi, neovaskularisasi, dan
hemodinamik lokal (Fukumoto et al, 2008).
Infeksi dapat menginisiasi dan mendorong aterogenesis berlangsung terus menerus.
Atherogenic
patogen
memicu
terjadinya
inflamasi
kronik
sehingga
dikeluarkannya berbagai macam sitokin proinflamasi seperti IL-1, IL-6, dan TNFα. IL-6
menstimulasi hepatosit membentuk protein fase akut seperti C-reaktif Protein dan
fibrinogen serta kerusakan pada sel endothel vaskuler (Epstein et al, 1999; Binder et al,
2001; Fallah et al, 2006; Belland, 2007).
Faktor risiko tersebut secara sinergis memberi kontribusi terjadinya modified
endothelial function / lesi primer / disfungsi endotel. Pada disfungsi endotel terjadi
peningkatan permeabilitas endotel vaskular. Peningkatan permeabilitas endotel vaskuler
tersebut akan memfasilitasi internalisasi sel monosit dan lipid plasma dari sirkulasi ke
dalam dinding vaskuler. Selanjutnya terjadi uptake lipid oleh monosit / makrofag,
berlanjut dengan akumulasi kolesterol. Disfungsi endotel, adesi dan internalisasi monosit,
dan aktivasi platelet dengan pelepasan faktor mitogenik mempotensiasi migrasi dan
proliferasi sel otot polos vaskular. Proliferasi sel otot polos, akumulasi lipid,
meningkatnya sintesis jaringan ikat / matriks akan berkolaborasi
membentuk plak
ateromatous (Badimon et al, 2002).
2.1.3.2 Disfungsi Endotel / Lesi primer
Aterosklerosis secara tradisional digambarkan sebagai deposit lipid pada
pembuluh darah pada arteri yang berukuran medium dan pada arteri besar. Konsep ini
telah berubah. Saat ini diasumsikan bahwa disfungsi endotel diinduksi oleh peningkatan
dan modifikasi LDL, radikal bebas, mikroorganisme infeksi, shear stress, hipertensi,
toksin setelah merokok, atau kombinasi semua faktor ini dan faktor lain sebagai
kompensasi respon inflamasi ( Stoll et al, 2006).
Lesi aterosklerosis akan terus berkembang pada dinding vaskular dimana endotel
mengalami kerusakan seperti akibat shear forces / shear stress. Endotel di tempat ini
mengalami peningkatan permiabelitas yang akan mempermudah masuknya Ox-LDL dan
komponen protein plasma yang lain ke dalam tunika intima. Adesi sel monosit pada sel
endotel akan menstimulasi
pengelepasan berbagai molekul adesi seperti; E-selectin,
VCAM-1, ICAM-1. Selanjutnya lewat celah diantara sel endotel, sel monosit bermigrasi
ke tunika intima dan berdifrensiasi menjadi sel makrofag (MPh) melalui reseptor
scravenger menangkap Ox-LDL maupun native LDL menjadi foam cells. Akumulasi
lipid secara tidak langsung juga dapat terjadi setelah kematian dari foam cell. Lipid rich
core terutama terbentuk dari akumulasi lipoprotein, disamping protein matriks seperti
glikosaminoglikans, kolagen dan fibrinogen, yang akhirnya membentuk fatty streaks dan
terus berkembang serta menyebabkan penonjolan dari permukaan tunika intima. Proses di
awali terutama oleh peran lipid dan makrofag disamping aktivasi, migrasi, proliferasi sel
otot polos vaskular, dan diikuti oleh matriks ekstraselular hingga akhirnya membentuk
plak aterosklerotik. Disfungsi endotel (abnormalitas anatomis maupun fungsional),
dipengaruhi oleh aktivasi dan rekruitmen dari sel monosit / makrofag, juga oleh efek
toksik dari ox-LDL serta degradation products seperti oxygen free-radicals.
Sitokin atau growth factor dan MCSF (Macrophage Colony Stimulating Factor)
pada tunika intima yang mengalami inflamasi menstimulasi monosit berinfiltrasi ke plak
aterosklerosis serta berdiferensiasi menjadi makrofag. Fase ini menentukan progresivitas
dari plak aterosklerosis, oleh karena berhubungan dengan up-regulation dari patternrecognation receptors imunitas nonspesifik / innate termasuk scravenger receptors dan
toll-like receptors. Scravenger receptors maupun toll-like receptors menangkap berbagai
macam molekul dan partikel (pathogen-like molecular patterns) seperti bacterial
endotoxins, apoptotic cell fragments dan partikel Ox-LDL. Toll-like receptors, berbeda
dengan scravenger receptors oleh karena disamping kemampuan tersebut juga dapat
menginisiasi aktivasi sel. Makrofag yang teraktivasi memproduksi sitokin inflamasi,
protease, oxygen cytotoxic dan nitrogen radical molecules. Sel inflamasi yang lainnya
seperti sel dendrit, sel mast, dan sel endotel juga mengekspresikan toll-like receptors
(Hansson, 2005). Heat shock protein 60 dan ox-LDL mengaktivasi toll -like receptor.
Sel-sel yang berperan pada plak aterosklerosis mengekspresikan toll-like receptors.
(Hansson, 2005; Revkin et al, 2007).
Gambar 2.2 Peranan makrofag pada Inflamasi vaskuler ( Hanson, 2005 )
Fatty streaks pada permukaan-nya ditutupi oleh fibrous cap.
Fibrous cap
memisahkan lumen vaskuler dengan komponen plak dibawahnya termasuk
sel-sel
inflamasi, lipid core, necrotic core, matrik ekstraseluler (Ross, 1999).
Gambar 2.3 Athroma/ plak aterosklerotik ( Ross, 1999 )
Pada periode tahun 1980-an mulai dibahas pentingnya trombosis pada patognesis
SKA. Beberapa faktor yang mempengaruhi vulnerabilitas plak adalah ; large lipid core,
intimal and adventitial inflammation, outward remodelling, increased neovascularity.
Inflamasi dapat dipicu oleh Ox-LDL, kemudian diikuti oleh kematian sel otot polos,
penurunan sintesis dan peningkatan degradasi matriks oleh MMP, cathepsins. Kondisi ini
menyebabkan berkurangnya matriks pada fibrous cap sehingga terjadi penipisan dari
fibrous cap. Faktor hemodinamik lokal ( shear stress) dengan fibrous cap yang tipis dapat
memicu ruptur plak. Inflamasi mengaktivasi Tissue Factor sehingga terjadi trombosis
(Rauch et al, 2001; Shah, 2003; Packard dan Libby, 2008; Rodriguez et al,2009).
2.1.4 Inflamasi pada Sindrom Koroner Akut
2.1.4.1 Inflamasi Plak Aterosklerosis
Inflamasi adalah interaksi kompleks antara soluble factor dengan sel yang
meningkat pada berbagai jaringan sebagai respon trauma, infeksi, post iskemik, toksik
atau autoimun injuri ( Mallat et al, 2009).
Sel imun dan mediatornya secara langsung menyebabkan inflamasi kronis pada
arteri yang merupakan tanda aterosklerosis. Tanda awal aterosklerosis adalah disfungsi
endotel,aktivasi oksidasi lipid pada subendothelium, dan ekspresi VCAM-1, yang
merangsang adhesi leukosit dan migrasi platelet teraktivasi ke endothelium dengan
peningkatan permeabilitas untuk plasma lipid (LDL). Monosit dan sel T melekat pada
VCAM-1 mengekspresi sel endotel kemudian bermigrasi ke endothel. Monosit kemudian
berdiferensiasi menjadi makrofag yang akan mengakumulasi kolesterol membentuk foam
cell. ( Chen et al, 2010). Pada awal terjadinya aterosklerosis, makrofag dan sel T ada
dalam intima, dan memerankan peran penting pada pertumbuhan dan progresivitas plak
aterosklerosis. Pada aterosklerosis, T helper (Th) mengendalikan kondisi imunopathologi
yang mengganggu diferensiasi sel CD4+ T ke dalam Th1 atau Th2. Th1 dominan pada
atherosklerosis dan membuat kondisi proinflamasi dalam plak dengan menghasilkan
sitokin dan kemokin, menghasilkan perekrutan dan aktivasi sel inflamatory ( Van et al,
2010).
Respon inflamasi dimediasi oleh komponen system alami yaitu sistem imun,
meliputi : makrofag, dan sel dendrit, dan komponen imun adaptasi meliputi limfosit T.
Sel T beraktivasi umumnya akan memproduksi sitokin Th-1 seperti IFN-  yang
mengaktivasi makrofag dan sel vaskuler pada proses inflamasi. Sitokin Th-1 yang
lainnya; IL-1, TNF dan IL-6. Sedangkan Sel T regulator memodulasi proses inflamasi
tersebut dengan mensekresikan inhibitory cytokines /sitokin anti inflamasi seperti IL-10
dan Transforming Growth Factor β (TGF β) (Hansson, 2005). Akumulasi sel yang
berlangsung terus, pada akhirnya menyebabkan apoptosis dari sel plak yg memicu titik
nekrosis dan mengakibatkan penyempitan lumen arteri (Chen, 2010).
Aktifitas makrofag akan menstimulasi produksi dan pelepasan berbagai sitokin
proinflamasi, seperti; IL-6, IL-1, IL-17, TNF-α, granulocyte-macrophage colony
stimulating factor (GMCSF), C-reactive protein (CRP). Sitokin meningkatkan
pengambilan dan aktifitas sel-sel inflamasi seperti ; makrofag, limfosit T. Juga terjadi
migrasi sel otot polos dan up-regulate molekul adesi serta meningkatkan permeabilitas
endotel. Agregasi sel foam ke lipid pools membentuk core dari lesi aterosklerosis.
Migrasi sel otot polos dari tunika media ke intima, selanjutnya bersama dengan kolagen
membentuk fibrous cap yang akan menstabilisasi plak. Inflamasi lokal pada intima
mempengaruhi migrasi kolesterol LDL ke inflammatory site untuk kemudian mengalami
oksidasi menjadi Ox-LDL sebagai suatu partikel yang sangat aterogenik (Armstrong et
al, 2006).
Gambar 2.4 Petanda inflamasi pada SKA ( Armstrong et al, 2006 )
Progresivitas SKA dipengaruhi oleh keseimbangan antara sitokin pro-inflamasi
dengan sitokin anti-inflamasi yang berdampak pada timbulnya spasme arteri koroner dan
plak aterosklerotik, diikuti agregasi platelet dan trombosis (Gori, 2008). Perubahan yang
terjadi pada plak aterosklerotik berupa disfungsi endotel, degradasi jaringan ikat, yang
mengakibatkan instabilitas plak.
Model untuk cytokines production rate dapat dirumuskan sebagai berikut :
(Khatin et al, 2007) :
f2 (A) = Kecepetan produksi sitokin
α2 A
= Sekresi sitokin pro-inflamasi
1+ A/τ2 =Inhibisi sekresi sitokin pro inflamasi dengan cara dimediasi oleh sitokin
anti inflamasi, yang mana τ2 adalah waktu yang dibutuhkan untuk inhbisi.
Mediator proinflamasi dan antiinflamasi mengatur besarnya respon inflamasi
pada plak, sejauh plak tetap stabil atau cenderung membentuk trombus, melalui
apoptosis, produksi kolagen, dan berisi otot polos. Pada tahap berikutnya dari
aterosklerosis, sel B dan sel plasma juga muncul pada lapisan yang lebih dalam dari plak
dan adventisia. Sekresi matrix protease dan sitokin oleh sel plak dapat memicu penipisan
fibrous cap dan pemecahannya melalui erosi atau ruptur, mengawali terbentuknya
trombus dan oklusi pembuluh darah, yang mendasari sindrom koroner, infark miokard,
dan stroke (Chen, 2010).
2.1.5 Gambaran Klinis pada SKA
Vasospasme koroner, ruptur plak / erosi diikuti pembentukan trombus dengan / tanpa
terjadinya emboli menimbulkan iskemia jantung akut.
Gambar 2.5 Gambaran Klinis pada SKA ( Grech dan Ramsdale, 2003 )
2.1.5.1 Diagnosis Sindrom Koroner Akut
Manifestasi SKA berupa STEMI, NSTEMI, dan angina tidak stabil (APTS).
Diagnosis dari SKA berdasarkan atas 3 kriteria :
1. Nyeri dada yang khas
Ciri dari nyeri dada angina / nyeri dada spesifik adalah:
- Lokasi
: substernal, retrosternal, dan prekordial
- Sifat nyeri
:seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih
-Penjalaran : rasa nyeri menjalar ke leher, lengan kiri, mandibula, gigi,
punggung interskapula, dan terkadang ke lengan kanan.
- Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau dengan obat nitrat
- Faktor pencetus : latihan fisik, stres emosional, udara dingin dan sesudah
makan
- Lamanya lebih dari 20 menit.
- Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin
dan lemas
2. Perubahan gambaran EKG :
 APTS
: depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang T,
tidak dijumpai gelombang Q
 NSTEMI : depresi segmen ST, inversi gelombang T dalam
 STEMI : elevasi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang Q
patologis.
3. Peningkatan enzim jantung ( Troponin T atau I, CKMB, LDH)
 APTS

: penanda nekrosis miokard tidak meningkat
NSTEMI dan STEMI terdapat peningkatan penanda nekrosis miokard
( Troponin T atau I, CKMB, LDH ).
Cardiac Troponin (cTn1 dan cTnT) merupakan biomarker yang mempunyai nilai
diagnostik paling sensitif dan spesifik pada injuri miokard. Kinetik dari cTn1 dan cTnT
adalah sama : terdeteksi dalam serum 4-12 jam setelah munculnya keluhan IMA,
mencapai puncaknya setelah 12-48 jam dan masih dapat dideteksi dalam 5-14 hari. Pada
kondisi tertentu (gambaran klinis jelas, hasil pemeriksaan troponin tidak mendukung
maka pemeriksaan serial setelah 8-12 jam serangan direkomendasikan. (Shah, 2003;
Anderson et al, 2007; Morrow et al, 2007; Moe et al, 2010).
Apabila pemeriksaan troponin tidak tersedia maka alternatif yang terbaik adalah Creatine
Kinase-Myocardial Band (CK-MB) yang diperiksa dengan mass assay. Kadarnya
meningkat lebih awal, dan dipakai sebagai penunjang diagnosis nekrosis miokard.
Peningkatan kadar CK-MB terjadi 4-6 jam setelah munculnya gejala IMA. Dan menurun
kembali normal dalam 2-4 hari. Seperti halnya cTn, pemeriksaan serial dari CK-MB
untuk meningkatkan sensitifitas dan spesifisitas dalam mendeteksi IMA. Meskipun
beberapa studi merekomendasikan pemeriksaan CK-MB serial untuk memperkirakan
secara kualitatif luas infark, untuk maksud tersebut beberapa studi menyerankan satu
pemeriksaan seperti cTn sudah memadai, efisien dan non-invasif. CK-MB relatif sensitif,
tetapi spesifisitasnya diragukan oleh karena pada kondisi yang lainnya juga terjadi
peningkatan, misalnya pada injuri otot akut maupun kronik, atau pada penderita yang
menjalani operasi. Kedepan peranan CK-MB dapat digantikan oleh cTn sebagai baku
emas pada IMA. Kenaikan nilai ensim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan
adanya nekrosis jantung (infark miokard) (Anderson et al, 2007; Morrow et al, 2007;
Moe et al, 2010).
Gambar 2.6 Gambaran petanda biokimia ( Anderson et al, 2007 )
Pemeriksaan enzim jantung yang lain :
LDH (Lactate dehydrogenase) , Aspartate aminotransferase (AST, SGOT). Ensim ini
meningkat setelah 24-48 jam serangan infark miokard dan mencapai puncak dalam 3-6
hari serta kembali normal setelah 8-14 hari (Anderson et al, 2007; Morrow et al, 2007).
2.2 Interleukin – 17
2.2.1 Definisi
Interleukin -17 ( 17A) adalah salah satu grup sitokin dari famili IL-17, merupakan
sitokin proinflamasi yang merespon invasi sistem imun oleh patogen ekstra sel yang
menginduksi pengrusakan matriks ekstraseluler. Bekerja bersama – sama dengan TNF.
Struktur IL-17 adalah asam amino 155, rantai disulfida, homodimerik, menghasilkan
glikoprotein dengan berat molekul 35 kDa. Masing- masing subunit homodimer rata- rata
15-20 Kda. Struktur IL-17 terdiri dari 23 asam amino diikuti oleh 123 rantai asam amino
yang sesuai dengan karakteristik famili IL-17.
Suatu rantai glikosilasi pada protein
diidentifikasi setelah dibersihkan dari protein menghasilkan dua berkas, satunya dengan
berat 15 KDa dan yang lain 20 KDa.
IL-17 adalah unik dan tidak memiliki kemiripan
dengan yang lain (Gaffen, 2009).
Gambar 2.7 Struktur IL-17 (Gaffen, 2009).
2.2.2. IL- 17 dengan Inflamasi dan Infark miokard
Belakangan ini, sel T tampak menghasilkan sitokin yang mana tidak dapat
diklasifikasikan menurut skema Th 1 dan Th2, yang diberi nama sel Th 17. Sejak
ditemukannya sel T ini, maka dibedakanlah sel T menjadi, sel Th1, Th2, dan Th 17 (
Miossec et al, 2009). Dikatakan pula bahwa IL-17 dihasilkan oleh tipe sel haematopoetik,
selain Th 17, γδ sel T, Natural Killer ( NK) sel, makrofag, sel dendritik, neutrophil, dan
sel mast yang secara cepat memproduksi Il-17 sebagai respon sitokin proinflamasi (
Liuzzo, 2012). Sel Th 1 dan Th 17 berperan dalam autoimunitas, dan sel Th2
berhubungan dengan alergi ( Pober, 2011).
Gambar 2.8 Subgroup sel Th dan fungsinya ( Miossec et al, 2009 )
Gambar 2.9 Differensiasi Sel Th 17 ( Miossec et al, 2009 )
Gambar 2.10. Fungsional IL -17 ( Miossec et al, 2009 )
Gambar 2.11 Efek Proaterogenesis IL-17 ( Luizzo, ESC 2012)
IL-17 memiliki efek proaterogenik dengan menginduksi produksi sitokin,
kemokin, dan matrix metalloproteinase. IL-17 juga merangsang G-CSF ( GranulositColony Stimulating Factor) mediated granulopoiesis dan menarik sel imun. IL-17
menginduksi apoptosis dari sel endotel dan kardiomiosit dengan aktivasi caspase-3 dan
caspase-9, dan upregulasi Bax/Bcl-2, yang menyebabkan kerusakan endotel. Efek
ateroprotektif tampaknya dimediasi dengan regulasi sitokin lain ( penurunan IFN-ᵞ ) dan
dengan cara menghambat ekspresi akibat VCAM-1, suatu molekul yang menengahi
akumulasi monosit dan sel-T pada lesi. Aksis IL-23-IL-17 merupakan system pengaturan
penting yang timbul sebagai perantara system imun alami dan dapatan. Sementara IL-17
sebagaian besar merupakan sitokin proinflamasi, bersifat pleotropik dan mempunyai
fungsi “environment spesifik” ( Luizzo, 2012).
Inflamasi adalah inti dari aterosklerosis yang muncul pada semua stage
aterosklerosis
(Libby , 2002). Perlu diingat, inflamasi memegang peranan penting
terhadap stabilitas plak aterosklerosis, dimana plak tersebut potensial bersifat
trombogenik ( Hansson, 2005). Hiperlipidemia, hiperglikemia, merokok, Oxidised Low
density Lipoprotein (ox-LDL) sel endotel mengaktivasi ekspresi sel Vascular CellAdhesion Molecular 1 ( VCAM-1) yang menyebabkan disfungsi sel endotel. V-CAM 1
mengekspresikan sel endotel memicu perlekatan leukosit, rekruitment monosit, dan
migrasi platelet teraktivasi ke endotelium. Monosit ini kemudian berdiferensiasi menjadi
makrofag yang mana mengekspresikan reseptor scavenger. Makrofag dikenali sebagai
pembawa imun sistem yang bisa menerima sejumlah lipid melalui reseptor dan menjadi
foam sel, yang dapat menjadi fatty- streak lession ( Cybulsky and Gimbrone 1991).
Selama proses ini, komponen sistem imun sel T juga diaktivasi oleh ox-LDL, Human
Leukocyte Antigen ( HLA)-DR, dan antigen lain. Sel T teraktivasi meningkatkan respon
inflamasi dengan memproduksi mediator inflamasi (Binder et al, 2002; Lichtman et al,
2013). Akumulasi sel inflamasi yang terus bertambah dan pembentukan necrotic core
menyebabkan diameter lumen arteri koroner menyempit. Sementara itu, mediator pro dan
anti inflamasi mengatur kerapuhan fibrous cap, sifatnya yang mudah mengalami
apoptosis, terdiri dari otot polos dan produksi kolagen. Pada stadium akhir dari
aterosklerosis, sel B juga masuk ke lapisan dalam plak (Houtkamp et al, 2001).
Mengeluarkan Matrix Metalloproteinase (MMPs) dan sitokin proinflamasi meliputi IL-1,
IL-6, dan Tumor Necrosis factor (TNF)-α yang nantinya merangsang rupturnya plak yang
menghasilkan onset sindrom koroner akut (SKA) (Su et al,2013).
Untuk mengerti mekanise inflamasi pada aterosklerosis dan komplikasinya,
beberapa marker inflamasi sistemik diindikasikan sebagai faktor risiko independen pada
kejadian kardiovaskular, terutama SKA ( Drakopolou et al, 2009). Belakangan ini,
marker baru yang potensial IL-17 mendapat perhatian besar. Adalah sitokin yang
diproduksi oleh CD4+, type Th 17. IL-17 memainkan peranannya penting pada reaksi
alergi dan kejadian autoimun . Family Sitokin IL- 17 terdiri dari IL-17A ( IL-17), IL17B,IL-17C,IL-17D, IL-17E, dan IL-17F. Diantara smuanya itu, IL-17F dan IL-17 adalah
hampir selalu ada pada homodimer. Sedangkan famili reseptor IL-17 (IL-17R) terdapat 5
anggota: IL-17RA-IL-17RE. IL-17 secara umum merupakan sitokin proinflamasi , IL-17
dan IL-17F secara primer berikatan dengan IL-17RA dan IL-17 RC pada sel epitel,
endotel vaskular, dan fibroblast. Kemudian meliputi nuclear factor (NF)kB dan Mitogen
activated protein kinese (MAPKs) teraktivasi. Akhirnya, sel penerima terinduksi
mengekspresikan variasi type mediator pro- inflamasi seperti TNF, IL-1, IL-6,
chemokines (CXCl1, IL-8, CCL-2), MMP ( MMP-1,MMP-3, MMP-9) dan C- reactive
protein ( CRP), menyebabkan adhesi sel inflamasi dan pengambilan neutrofil, sel T,
makrofag, dan sel tipe lain pada tempat inflamasi lokal ( Gaffen, 2009). Bagaimana pun
kemampuan menginduksi faktor pro- inflamasi IL-17F lebih lemah dari IL-17 ( Iwakura
et al, 2011). Efek ini menunjukkan bahwa IL-17 berperan dalam progresivitas inflamasi
dan pertahanan inang terhadap infeksi bakteri dan juga berperan dalam perkiraan bahwa
IL-17 memerankan peranan pada stabilitas plak aterosklerosis dan komplikasinya.(Su et
al, 2013).
Gambar 2.12 Peranan inflamasi pada SKA (Ozben dan Erdogan, 2008 modifikasi)
SKA diawali ruptur plak aterosklerotik, diikuti terbentuknya trombus intra
koroner dan oklusi. Aktivitas MMP-9 pada patogenesis aterosklerosis yaitu
memfasilitasi migrasi sel otot polos vaskuler ke intima dinding vaskuler. MMP-9 juga
membatasi volume plak dengan mendegradasi matriks ekstraseluler
dalam intima.
Instabilitas plak berasosiasi dengan tingginya kadar MMPs dan tipisnya fibrous cap.
Kemampuan MMPs untuk mendegradasi matriks ekstraseluler dan fibrous cap
merupakan faktor predisposisi ruptur plak (Jones et al, 2003; Xu et al, 2004).
Stabilitas plak erat hubungannya dengan inflamasi pada dinding pembuluh darah,
saat terjadinya ruptur plak yang tidak stabil adalah onset suatu SKA. Pembentukan plak
aterosklerosis berkaitan dengan invasi sel imun pada dinding pembuluh darah.
Belakangan ini diketahui subset sel T CD4 dikategorikan dalam jalur Th17, yang jauh
dengan jalur Th1 dan Th2. Makrofag, T Limfosit dan sedikit Mast cell berkontribusi pada
respon inflamasi pada dinding pembuluh darah. Sitokin berimplikasi pada aterosklerosis
sama seperti sel imun efektor membunuh patogen asing, sel rusak dan agen penyakit dari
inang. Sitokin didapatkan pada hampir setiap sel mayor dari inang yang bisa
diidentifikasi pada plak manusia atau binatang. Sel T telah diketahui mempunyai peranan
penting pada perkembangan lesi plak dinding pembuluh darah. Baik sel Th1 maupun
Th2 terlibat dalam proses ini. Sebagai tambahan bahwa penemuan terakhir dimana sel
Th17 memainkan peranan selama proses perkembangan lesi tersebut. (Chen et al, 2010).
Interleukin 17 menyebabkan kejadian sindroma koroner akut melalui 3 jalur, yaitu
pada makrofag, dihasilkan sitokin/ kemokin, dan pembentukan foam cell; pada sel otot
polos juga dihasilkan kemokin dan proliferasi; dan pada sel endotelium juga terjadi
sekresi kemokin, upreglasi molekul adhesi, dan adhesi leukosit (Chen et al, 2010).
Gambar 2.13. Interaksi sel T pada aterosklerosis ( Chen et al, 2010)
IL-17 merangsang mediator proinflamasi dari berbagai sel meliputi produksi IL-6
dan IL-8 dari sel stroma. Menempelnya IL-17 pada reseptor meningkatkan influx Ca2+ ,
menurunkan level cAMP, aktivasi mitogen oleh protein kinase, dan stimulasi aktivasi
NF-kB. Famili IL-17 belum berimplikasi pada atherogenesis, tapi efek proinflamasi pada
makrofag, stimulasi IL-2 endotel , juga IL-17F, produksi IL-17 oleh sel T dan luasnya
ekspresi reseptor IL-17 membuat famili interleukin ini potensial sebagai proatherogenik
yang menyebabkan sindrom koroner akut (Jan et al,2003).
Disebutkan pula Interleukin 17 berperan sebagai mediator proinflamasi melalui
mekanisme meliputi : stimulasi terhadap produksi mediator proinflamasi lain ( sitokin ),
seprti : TNF-α, IL-1, dan IL-6 dan kemokin CXCL1 dan CXCL2, merangsang produksi
molekul adhesi ICAM-1, stimulasi dan produksi C- reaktif protein dan nitrit oxide. IL-17
juga merangsang kemotaksis neutrofil dan monosit menuju tempat inflamasi melalui
induksi mediator kemotaksis separti : IL-8, MCP-1, dan growth protein ( Abdollah et al,
2011).
Interleukin 17 saat ini ditemukan pada plak manusia, tapi keberadaan sel ini
sering bersama dengan IFN γ. Interleukin 17 digambarkan dengan atraksi dan aktivasi
makrofag pada lesi aterosklerotik yang menginduksi IL 17 sistemik dengan efek lokal
pada dinding pembuluh darah. Aktivasi sistemik makrofag oleh IL-17 memberi
kontribusi pada progresivitas lesi dengan merilis faktor proteolitik , melalui mekanisme
IL 17. Yang penting bahwa produksi IL – 17 vaskular, tampak meningkatkan kondisi
proaterogenik. Tingginya kadar IL -17 vaskular mengasilkan lingkungan proinflamasi
yang meningkatkan pertumbuhan penyakit aterosklerotik vaskular ( Hashmi, 2006 ).
Interleukin 17 diketahui memiliki 6 famili ( IL 17 A- F ). IL-17 A dan F memiliki
rantai asam amino terpanjang. IL-17 A mencakup perkembangan autoimunitas, inflamasi,
tumor, dan berperan penting dalam pertahanan melawan bakteri dan infeksi jamur. IL-17
A,B,C,D,F adalah sitokin pro inflamasi dengan merangsang rekruitmen neutrofil,
sedangkan IL-17E merangsang rekruitmen eosinofil ( Iwakura et al, 2011). Aktivitas IL
17-B dan IL-17 C berbeda dengan IL-17 lain karena tidak memproduksi IL-6 pada
fibroblast, tetapi menstimulasi dihasilkannya TNFα dan IL-1β dari sel monosit. IL-17 E
nampak menstimulasi aktivitas NF-kB dan produksi IL-8 pada sel TK-10. Secara umum,
produksi IL-17 oleh sel T teraktivasi dan ekspresinya pada reseptor IL-17, membuat
famili
IL-17
potensial
sebagai
pro-aterogenik
(Jan
et
al,
2003).
Gambar 2.14 IL 17 dengan sel T ( Liuzzo, ESC 2012)
Infark miokard akut adalah hal serius , iskemia dan nekrosis karena sumbatan
aliran arteri koroner. Yamashita et al (2011), Yan et al ( 2011), Avalos et al ( 2012), dan
Liu et al ( 2012) melaporkan sebagai faktor pro-inflamasi, produksi IL-17 pada tikus
tidak signifikan berbeda pada stadium awal infark miokard dibanding yang tanpa infark.
Pada studi prospektif ( Simon et al, 2013), dengan 981 sampel Caucasian
diobservasi level IL-17 pada keluaran pasien infark. Itu menjelaskan serum level IL-17
secara independen berhubungan dengan risiko semua kematian dan kekambuhan infark
miokard dalam 2 tahun. Pada IL-17, berbagai stadium aterosklerosis dan komplikasinya
masih belum jelas (Su et al,2013). Ruptur plak dan thrombosis adalah komplikasi mayor
penyakit aterosklerosis, yang menyebabkan sumbatan vaskular akut atau emboli di distal.
Pada 10 pasien dengan SKA, level IL-17 dalam sirkulasi meningkat dibandingkan dengan
subjek kontrol ( Sibylleand Klaus , 2010).
Download