TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Sosial Perkembangan adalah serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman. Perkembangan bukan hanya sekedar penambahan beberapa sentimeter pada tinggi badan seseorang atau peningkatan kemampuan seseorang, melainkan suatu proses integrasi dari banyak struktur dan fungsi yang kompleks (Hurlock 1980). Lebih lanjut Hurlock menyatakan bahwa berbagai perubahan yang terjadi dalam perkembangan bertujuan untuk memungkinkan orang atau individu menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana dia hidup.Untuk mencapai tujuan ini, maka individu harus mengaktualisasikan dirinya atau realisasi diri. Salah satu perkembangan yang harus dicapai anak adalah perkembangan sosial.Perkembangan sosial berkaitan dengan keterampilan sosial yang dimiliki oleh anak.Perkembangan sosial adalah kemampuan anak dalam menjalin hubungan dengan lingkungan sosial.Sebagaimana dikatakan oleh ilmuwan, frase “otak sosial” tidak merujuk pada benjolan otak tertentu. Melainkan istilah tersebut merujuk pada suatu rangkaian sirkuit tertentu yang terorkestrasi ketika seseorang berhubungan dengan orang lain. Meskipun struktur-struktur tertentu otak memainkan peran yang besar dalam menangani relasi dengan orang lain, namun tidak ada satu zona utamapun yang kelihatannya diperuntukkan secara eksklusif bagi kehidupan sosial (Goleman 2007). Riset menyatakan bahwa, manusia membangun kerangka kerja mental yang kompleks dan skema sosial ini menentukan sikap, keyakinan, dan tanggapan seseorang terhadap orang-orang yang dia temui dalam kehidupannya.Peta kognitif ini terdiri dari berbagai stereotipe sosial, sifat pribadi, serta perilaku khas dalam situasi sosial (Armstrong 2005). Ada beberapa teori dasar yang membahas mengenai perkembangan sosial anak, diantaranya adalah teori ekologi Bronfenbrenner dan teori perkembangan hidup (life-span) dari Erik Erikson.Kedua teori ini digunakan karena cukup komprehensif dalam membahas konteks sosial anak dimana dia berkembang (Teori Bronfenbrenner) dan perubahan utama dalam perkembangan sosial anak yang dibahas dalam Teori Erik Erikson (Santrock, 2003). Teori ekologi Bronfenbrenner berfokus pada konteks sosial dimana anak tinggal dan orang-orang yang mempengaruhi perkembangan anak. Teori Ekologi Bronfenbrenner dibagi menjadi lima sistem lingkungan yang merentang dari interaksi interpersonal hingga ke pengaruh kultur yang lebih luas. Sistem-sistem tersebut adalah mikrosistem, mesosistem, eksositem, makrosistem, dan kronosistem. Erikson (1902-1994) mengemukakan teori mengenai perkembangan seseorang melalui tahapan.Erikson membagi tahapan dalam perkembangan manusia kedalam delapan tahapan.Masing-masing tahapan terdiri dari tugas perkembangan yang dihadapi oleh individu yang mengalami krisis. Perkembangan sosial anak usia 3-5 tahun berada pada tahapan Inisiatif vs rasa bersalah. Tahap ini berhubungan dengan masa kanak-kanak awal, sekitar usia tiga hingga lima tahun. Pada usia ini, anak merasakan dunia sosial yang lebih luas dan mereka mendapatkan tantangan yang lebih banyak dibandigkan pada saat masa bayi. Untuk mengatasi tantangan ini, mereka harus aktif dan mempunyai tujuan dalam setiap tindakannya.Pada tahap ini, orang dewasa memiliki harapan kepada anak untuk lebih bertanggung jawab. Dengan memunculkan tanggung jawab kepada anak, maka anak akan memiliki inisiatif. Tetapi anak akan mengembangkan rasa bersalah ketika anak tidak bertanggung jawab. Banyak ahli psikologi menyatakan bahwa tahun-tahun pertama prasekolah, pada usia sekitar dua hingga lima tahun, adalah salah satu tahapan yang penting dalam seluruh tahapan perkembangan dan analisis fungsional. Pada periode ini, diletakkan dasar struktur perilaku yang kompleks yang dibentuk di dalam kehidupan seorang anak (Hurlock, 1980).Lebih lanjut, White dalam Hurlock (1980) berpendapat bahwa dasar-dasar yang diletakkan selama dua tahun pertama dari kehidupan merupakan dasar yang paling kritis. Pengalamanpengalaman yang dialami anak pada rentang usia ini akan menentukan kemampuan anak dikemudian hari. Sangat penting bagi orang tua untuk memberikan stimulus kepada anak sejak usia dini, sehingga perkembangan anak, khususnya perkembangan sosial yang berkaitan dengan kematangan sosial anak dapat terpenuhi secara optimal. Salah satu cara untuk mengukur dan mengetahui perkembangan sosial anak adalah dengan mengukur kemandiriannya. Doll (1965) mengukur perkembangan sosial-emosi anak dengan menggunakan instrumen Vineland Social Maturity Scale yang terdiri dari delapan aspek perkembangan, yaitu: 1. Self Help General (SHG) Pada aspek ini yang diukur adalah kemandirian anak secara umum, seperti kemampuan anak menangani diri sendiri ketika di toilet. 2. Self Help Eating (SHE) Pada perkembangan ini yang diukur adalah kemampuan menangani diri sendiri pada saat makan. 3. Self Help Dressing (SHD) Aspek yang diukur dalam perkembangan ini adalah kemampuan dalam hal berpakaian, seperti mengancingkan baju sendiri. 4. Self Direction (SD) Tugas kemandirian yang diukur pada aspek ini adalah kemandirian dalam mengatur diri. 5. Occupation (O) Dalam aspek ini, yang diukur adalah aktivitas atau jenis pekerjaan yang dapat dilakukan oleh anak dan kemampuan anak untuk menyelesaikan pekerjaan itu. 6. Communication (C) Komunikasi yang dimaksudkan pada aspek ini adalah kemampuan anak menggunakan simbol-simbol sederhana, seperti tersenyum dan menghubungkan pensil untuk menulis. 7. Locomotion (L) Aspek ini mengukur kemandirian dalam bergerak. Anak mampu bergerak dengan motorik kasarnya tanpa dihalangi atau dibatasi oleh orang lain. 8. Socialization (S) Aspek perkembangan ini mengukur kemampuan anak untuk bergaul dan bersosialisasi dengan lingkungannya. Keluarga adalah tempat dimana anak memperoleh dasar dalam membentuk kemampuannya agar menjadi orang yang berhasil di masyarakat. Sejak dini anak perlu belajar disiplin waktu dan diri karena kebiasaan disiplin yang sudah terbentuk sejak dini akan memudahkan anak dalam pergaulan dan hubungan sosial (Gunarsa & Gunarsa 2004). Gunarsa dan Gunarsa (2004) menyebutkan bahwa peranan orang tua dalam lingkungan keluarga yang terpenting adalah memberi pengalaman belajar pada anak-anak dari usia dini, sebab pengalaman belajar merupakan faktor penting dalam pengembangan pribadi anak. Pengalaman yang diperoleh anak dalam hidupnya berbeda-beda dari satu keluarga dengan keluarga lainnya.Anak yang kesulitan menjalin hubungan persahabatan, hubungan kekeluargaan, serta kenalan dapat menyebabkan berbagai masalah emosi dan jasmani (Armstrong 2005). Pengasuhan Penerimaan-Penolakan Orang Tua Terhadap Anak Pengasuhan secara sederhana dapat diartikan sebagai impelementasi serangkaian keputusan yang dilakukan orang tua atau orang dewasa kepada anak, sehingga memungkinkan anak menjadi bertanggung jawab, menjadi anggota masyarakat yang baik, memiliki karakter-karakter baik (Sunarti 2004). Pengasuhan dapat pula diartikan sebagai proses menumbuhkan dan mendidik anak dari kelahiran hingga anak memasuki usia dewasa (Hastuti 2008). Houghughi (2000) mengartikan pengasuhan sebagai suatu aktivitas yang bertujuan untuk menjamin kelangsungan hidup dan perkembangan anak.Kata pengasuhan lebih berfokus pada kegiatan pendidikan dan pengembangan yang dilakukan oleh pengasuh. Karena pengasuhan merupakan proses yang panjang, maka proses pengasuhan akan mencakup 1) interaksi antara anak, orang tua, dan masyarakat lingkungannya, 2) penyesuaian kebutuhan hidup dan temperamen anak dengan orang tuanya, 3) pemenuhan tanggung jawab untuk membesarkan dan memenuhi kebutuhan anak, 4) proses mendukung dan menolak keberadaan anak dan orang tua, serta 5) proses mengurangi resiko dan perlindungan tehadap individu dan lingkungan sosialnya (Berns 1997). Prosesproses tersebut akan membentuk gaya pengasuhan yang diterapkan orang tua kepada anak. Gaya pengasuhan adalah pola perilaku orang tua yang paling menonjol atau dominan dalam menangani anaknya sehari-hari.Pola orang tua dalam mendisiplinkan anak, menanamkan nilai-nilai hidup, mengajarkan keterampilan hidup, dan mengelola emosi anak (sunarti 2004). Rohner (1987) menyatakan gaya pengasuhan dimensi kehangatan, yang dibagi menjadi dua kategori yaitu gaya pengasuhan penerimaan (acceptance) dan gaya pengasuhan penolakan (rejection). Gaya pengasuhan penerimaan dicirikan dengan curahan kasih sayang orang tua kepada anak baik secara fisik maupun secara verbal.Secara verbal orang tua senantiasa mengekspresikan kasih sayang dan perhatiannya melalui pujian, penghargaan, dan dukungan untuk maju. Sedangkan pengasuhan penolakan dikategorikan menjadi tiga, yaitu (1) gaya pengasuhan pengabaian, ciri dari gaya pengasuhan ini adalah ketiadaan perhatian orang tua terhadap kebutuhan anak. orang tua bisa saja secara fisik berada didekat anak, tetapi tidak secara psikologis, sehingga anak tidak merasakan kehadiran orang tua; (2) gaya pengasuhan penolakan, dicirikan dengan perkataan dan perilaku orang tua yang menyebabkan anak merasa tidak dicintai, merasa tidak dikasihi, tidak dihargai, bahkan kehadirannya tidak dikehendaki oleh orang tua; dan (3) gaya pengasuhan permusuhan, yang dicirikan dengan penggunaan perkataan dan perbuatan yang kasar dan agresif. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pengasuhan PenerimaanPenolakan Pengasuhan merupakan suatu proses, yang dapat didefinisikan sebagai kegiatan yang secara khusus dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan anak. Ada beberapa hal yang mempengaruhi pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua kepada anak, diantaranya: Usia Anak Masa kanak-kanak merupakan masa terpanjang dalam kehidupan, saat dimana individu relatif tidak berdaya dan tergantung pada orang lain. Hurlock (1980) menyatakan bahwa, masa kanak-kanak dimulai setelah melewati masa bayi yang penuh ketergantungan, yakni pada usia dua tahun hingga anak matang secara seksual. Usia anak akan mempengaruhi interaksi antara orang tua dan anak. Semakin dewasa anak, maka interaksi antara orang tua dengan anak akan berubah. Praktek-praktek pengasuhan akan berubah seiring semakin dewasanya usia anak, tetapi nilai-nilai dasar orang tua masih tetap dipertahankan (McNally, Eisenberg dan Harris 1991 diacu dalam Berns 1997). Orang tua lebih memberikan dukungan dan dapat menerima sikap ketergantungan anak usia pra sekolah daripada usia remaja (Wahini 2001). Jenis Kelamin Jenis kelamin akan mempengaruhi cara pengasuhan orang tua terhadap anak. Dalam menghadapi anak laki-laki dan perempuan orang tua akan memiliki praktek pengasuhan yang berbeda karena perbedaan pertumbuhan fisik serta perkembangan mental dan sosial anak (Nurrohmaningtyas 2008). Riset WitkinLanoil di acu dalam Puspitawati (2009) menunjukkan bahwa, pada pengasuhan menunjukkan orang tua mempunyai ekspektasi untuk anak laki-lakinya agar kuat dan agresif dalam mencapai cita-cita, sedangkan anak perempuan lebih sensitif dan sopan serta hormat. Anak perempuan diperlakukan dengan lembut, sering dipeluk dan dijaga, sedangkan anak laki-laki diperlakukan lebih agresif. Besar Keluarga Besar keluarga yang dicerminkan dari kuantitas anggota keluarga akan mempengaruhi pola dan corak komunikasi antar anggota keluarga (Gunarsa & Gunarsa 2004). Semakin besar jumlah anggota keluarga, maka jumlah interaksi interpersonal yang terjadi akan semakin banyak dan kompleks. Keluarga besar yang terdiri dari banyak orang akan membentuk hubungan yang semakin majemuk dan kemungkinan ketegangan yang terjadi antar anggota keluarga juga menjadi lebih besar. Usia Orang Tua Usia orang tua akan mempengaruhi kualitas pengasuhan yang diberikan kepada anak yang terkait dengan kesiapan dalam menjalankan peranannya, terutama dalam hal memenuhi kebutuhan anak untuk menunjang tumbuh kembang anak yang optimal. Pasangan yag menikah muda relatif rentan terhadap adanya tantangan dalam keluarga yang berhubungan dengan kestabilan emosi dan ekonomi yang berdampak pada pengasuhan yang diberikan kepada anak. Pendidikan Orang Tua Menurut Guhardja et al (1992) dalam Setiawati (2007), tingkat pendidikan orang tua merupakan aspek yang mempengaruhi keefektifan komunikasi dalam keluarga. Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi dan membentuk cara dan pola pikir seseorang. Hurlock (1980) menyatakan bahwa, orang tua yang memiliki pendidikan yang tinggi akan membantu orang tua memahami kebutuhan anak dan seringkali akan mampengaruhi bagaimana pengasuhan yang dilakukan oleh orang tua. Pekerjaan Orang Tua Pekerjaan orang tua berpengaruh terhadap perkembangan anak.Orang tua yang bekerja, pada umumnya memiliki waktu yang lebih sedikit untuk anaknya.Apalagi ditambah oleh tren ibu yang juga ikut bekerja pada sektor publik membuat waktu kebersamaan yang dicurahkan kepada anak menjadi masalah yang dapat memepengaruhi pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua. Pendapatan Orang Tua Pendapatan keluarga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kehidupan keluarga.Kondisi ekonomi suatu keluarga berpengaruh terhadap kondisi mental dan fisik individu yang hidup dalam keluarga dan mempengaruhi pola hubungan antar anggota keluarga.Di Amerika Serikat dan kebanyakan negara barat, praktik pengasuhan anak ternyata berbeda-beda di antara kelompok status sosial ekonomi yang berlainan.Orang tua yang berpendapatan rendah seringkali lebih menekankan pada karakteristik eksternal seperti kepatuhan dan kerapian.Sebaliknya, keluarga dengan status sosial ekonomi menengah lebih menekankan pada nilai karakter internal, seperti kontrol diri dan penundaan rasa puas.Orang tua dalam golongan status sosial ekonomi menengah lebih mungkin untuk menerangkan, memuji, melengkapi disiplin dengan penalaran, dan mengajukan pertanyaan kepada anaknya.Orang tua berpendapatan rendah lebih mungkin untuk menggunakan hukuman fisik dan mengkritik anaknya (Santrock 2008). Keluarga berpendapatan rendah lebih menerapkan hukuman fisik dan mengkritik anaknya yang termasuk ke dalam gaya pengasuhan penolakan. Nilai Budaya Perbedaan budaya menunjukkan perbedaan orang tua dalam mengekspresikan cinta kepada anaknya. Di Amerika, penggunaan komunikasi verbal seperti penyampaian pujian, sanjungan, atau ungkapan cinta kasih melalui bahasa merupakan hal yang biasa, tetapi tidak biasa bagi sebagian masyarakat di negara timur. Masyarakat di jepang atau india lebih menekankan penggunaan pesan-pesan simbolik seperti bahasa tubuh, mimik muka, raut wajah, bahkan manik mata memeberi pesan yang lebih mendalam dibandingkan dengan penggunaan bahasa verbal (Sunarti 2004). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perkembangan Sosial Anak Menurut Teori Ekologi Bronfenbrenner yang berfokus pada konteks sosial dimana anak tinggal dan orang-orang yang mempengaruhi perkembangan anak, perkembangan sosial anak sangat ditentukan oleh aktivitas pengasuhan yang diterapkan orang tua dalam lingkungan keluarga (santrock, 2003). Ada beberapa hal yang mempengaruhi perkembangan sosial anak, diantaranya: Usia Anak Awal masa kanak-kanak seringkali dianggap sebagai usia yang mengundang masalah atau usia sulit. Masalah perilaku lebih sering terjadi di awal masa kanak-kanak dikarenakan anak-anak sedang dalam proses pengembangan kepribadian yang unik dan menuntut kebebasan yang pada umunya kurang berhasil. Perkembangan sosial pada anak usia kanak-kanak awal diawali dengan bermain secara paralel, dimana terlihat anak bermain seolah-olah bermain dengan temannya namun ternyata asyik dengan permainannya sendiri (Hawadi 2001). Anak menjalani tahapan perkembangan secara beurutan dan setiap tahap selanjutnya lebih majemuk dibandingkan tahap sebelumnya. Tahap-tahap ini berkaitan dengan usia anak. Anak yang lebih tua diharapkan berada pada tahap yang lebih tinggi. Kecepatan anak dalam menjalani dan melalui tahaptahap perkembangan ini tidak sama antara satu anak dengan anak yang lain, tergantung dari intelegensi dan pengaruh sosial. Jenis Kelamin Tanen dalam Santrock (2003) menyatakan bahwa, anak laki-laki dan perempuan tumbuh dalam dunia berbicara yang berbeda. Anak laki-laki cenderung bermain dalam kelompok besar yang terstruktur secara hirarkies dan memiliki pemimpin yang mengatur apa yang akan mereka perbuat dan bagaimana melakukannya. Sebaliknya, anak perempuan lebih mungkin bermain dalam kelompok kecil atau berdua dan dalam hubungan pertemanan dan kelompok sebaya anak perempuan lebih intim.Sehingga Tanen menyimpulkan bahwa anak perempuan lebih memiliki orientasi hubungan interpersonal dibandingkan anak laki-laki. Usia Orang Tua Semakin bertambahnya umur seseorang, maka semakin besar pula kemungkinan individu untuk lebih mudah dalam mengasumsikan suatu keadaan sebagai suatu situasi yang penuh tekanan (Afriani 2010).Tekanan yang berupa ketidakstabilan emosi dan ekonomi dapat menentukan kualitas pengasuhan yang diberikan kepada anak. Pengasuhan yang tidak berkualitas akan membentuk anak menjadi anak yang anti sosial (Hastuti 2008). Pendidikan Orang Tua Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor penting dalam tumbuh kembang anak.Melalui pendidikan yang baik orang tua dapat menerima segala informasi dari luar mengenai aspek-aspek perkembangan anak, sehingga orang tua dapat memberikan stimulus bagi perkembangan anak yang optimal. Status Pekerjaan Orang Tua Latar belakang pekerjaan orang tua akan mempengruhi status keluarga. Anak dengan status sosial yang sama atau lebih tinggi dari temannya akan membuat anak bangga kepada ayahnya sebagai pencari nafkah (Hurlock 1980). Keluarga yang dapat memenuhi sandang, pangan, dan papan yang dibutuhkan anak secara mental berarti memenuhi kebutuhan perlindungan sosial dan emosi anak, sehingga aspek sosial dan emosi anak dapat stabil. Pendapatan Orang Tua Pendapatan orang tua berkaitan dengan status sosial orang tua. Orang tua dengan status sosial ekonomi yang rendah cenderung menginginkan anaknya menyesuaikan diri dengan keinginan masyarakat, menciptakan suasana rumah yang lebih menekankan otoritas orang tua, lebih sering menggunakan hukuman fisik kepada anak, serta lebih suka mengatur anak dan kurang suka mengadakan percakapan dengan anak. Sebaliknya, orang tua dengan status sosial ekonomi tinggi lebih memperhatikan pembentukkan inisiatif anak, jarang menggunakan hukuman fisik kepada anak serta lebih sering membuka percakapan dengan anak. Gaya Pengasuhan Perkembangan sosial anak dipengaruhi oleh gaya pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua. Gaya pengasuhan yang diterapkan orang tua akan mempengaruhi bagaimana stimulus yang akan diberikan kepada anak. Menurut Rohner (1975), anak yang diasuh dengan gaya pengasuhan penolakan akan lebih tergantung dan sangat posesif dibandingkan anak yang diasuh dengan gaya pengasuhan penerimaan. Sunarti (2004) menyatakan bahwa, anak yang diasuh dengan gaya pengasuhan penolakan berdampak serius terhadap perkembangan anak, yaitu pada perkembangan sosial anak. Anak yang ditolak akan bermasalah dalam berhubungan antarpersonal, yang menyebabkan anak sulit dalam beradaptasi, berkomunikasi, dan berempati. Nilai Budaya Hurlock (1999) menyatakan bahwa perkembangan dipengaruhi oleh budaya. Karena perkembangan individu dibentuk untuk menyesuaikan diri dengan standar-standar budaya dan segala hal yang ideal, maka perubahanperubahan dalam standar-standar tersebut akan mempengaruhi pola perkembangan. Brooks (2001) menyatakan bahwa budaya menyediakan satu set keyakinan diantaranya (1) pentingnya orang tua (2) peran anggota keluarga dan komunitas (3) tujuan pengasuhan (4) metode disiplin dan (5) peran anak dalam masyarakat. Etnisitas mengacu pada keanggotaan individu dalam kelompok berbagi warisan leluhur bersama berdasar atas kebangsaan, bahasa, dan budaya. Pertumbuhan keragaman etnis Negara yang beragam membuat orang tua mengambil berbagai tradisi saat mereka membesarkan anak-anak mereka. Keluarga dari kelompok etnis yang sama mungkin memiliki nilai yang berbeda, tergantung pada lama mereka tinggal di negara tersebut.