PDF - Jurnal UNESA

advertisement
Efektivitas Model Pembelajaran Kontekstual
EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN
MATEMATIKA MATERI PENJUMLAHAN PECAHAN BIASA SEKOLAH DASAR
Agustina Bhalu
PGSD FIP Universitas Negeri Surabaya ([email protected] )
Heru Subrata
PGSD FIP Universitas Negeri Surabaya
Abstrak
Latar belakang penelitian ini yaitu kesulitan siswa dalam membedakan penyebut dan pembilang dan
kesulitan dalam menentukan nilai dari penjumlahan pecahan biasa. Hal ini terjadi karena dimungkinkan
siswa kurang memahami konsep pecahan, siswa sudah terbiasa menghafal rumus-rumus yang diberikan
guru tanpa mengaitkan materi yang dipelajarai dengan benda nyata yang ada di lingkungan sekitar.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen semu yang menggunakan teknik analisis kuantitatif.
Teknik pengumpulan data menggunakan tes tulis yaitu pre-test dan pos-test dengan nilai rata-rata pre-test
pada kelas eksperimen sebesar 49,8 dan pada kelas kontrol sebesar 52,2, sedangkan nilai rata-rata pos-test
pada kelas eksperimen sebesar 76,48 dan pada kelas kontrol sebesar 58,3. Dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran kontekstual efektiv dalam pembelajaran matematika materi penjumlahan pecahan biasa siswa
kelas III SDN Lidah Kulon IV/467 Surabaya.
Kata Kunci: Penjumlahan pecahan biasa, pembelajaran matematika, model pembelajaran kontekstual
Abstract
The Backgroundof this research was the student’s problems in discriminate between denominator and
numerator and difficulty in determine the value in common fraction. It was may due to student unable to
understand fraction concepts, and they used to memorized formulations that received from teacher without
relating matter that have learned with concrete object on surrounding environmentThis was a pseudoexperimental research. Data collecting technique applying written test namely pre-test and post-test with
pre-test mean on experiment group as big as 49.8 and on control ones was 52.2, while post-test mean on
experiment group was 76.48 and control group was 58.3. it can be conclude that contextual learning
model was effective on math learning in common fraction summation on third grade student of SDN Lidah
Kulon IV/467 Surabaya.
Keywords :common fraction, math learning, contextual learning model
suatu hipotesis (conjecture), selanjutnya mencari jawaban
untuk conjecture yang ia buat melalui kegiatan
pengamatan dan penyelidikan.
Matematika berfungsi mengembangkan kemampuan
mengenal bilangan, menghitung, dan mengukur dengan
menggunakan rumus matematika yang diperlukan dalam
kehidupan sehari-hari. Matematika juga berfungsi
mengembangkan
kemampuan
mengkomunikasikan
gagasan dengan bahasa yang berupa model matematika,
kalimat matematika, diagram, grafik atau tabel.
Matematika sebagai salah satu ilmu dasar merupakan
mata pelajaran yang wajib diajarkan pada semua jenjang
pendidikan, baik sekolah dasar, sekolah menengah
mupun perguruan tinggi. Cornelius mengatakan bahwa
ada banyak alasan tentang perlunya siswa belajar
matematika, yaitu: 1) merupakan sarana berpikir yang
jelas dan logis; 2) sarana memecahkan masalah
kehidupan sehari-hari; 3) sarana mengenal pola-pola
hubungan dan generalisasi pengalaman; 4) sarana
mengembangkan kreativitas; dan 5) sarana untuk
PENDAHULUAN
Matematika dipandang sebagai ilmu pengetahuan
yang ketat dan terstruktur secara rapih (Lakatos,1976)
menuju ke pandangan bahwa matematika adalah aktivitas
kehidupan manusia (Freundenthal,1983,1991). Hal ini
berpengaruh terhadap cara memperolehnya, yaitu dari
penyampaian rumus-rumus definisi, aturan, hukum,
konsep, prosedur dan algoritma yang dikenal sebagai
ready-made mathematics (de Lange, 1885) menjadi
penyampaian konsep-knsep matematika melalui kontes
yang bermakna dan berguna bagi siswa. Hal ini akan
mendorong bahwa matematika berkaitan erat dengan
kehidupan sehari-hari sehingga dengan segera siswa akan
mampu menerapkan matematika dalam konteks yang
berguna bagi dirinya (siswa), baik dalam dunia
kehidupanya, ataupun dalam dunia kerjanya kelak.
Dengan kegiatan seperti ini diharapkan guru akan mampu
membekali siswa dengan matematika yang investigative
dan explorative sehingga siswa mampu menciptakan
691
JPGSD Volume 03 Nomor 02 Tahun 2015
meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya
(dalam Abdurrahman, 1999).
Begitu pentingnya peranan matematika seperti yang
diuraikan di atas, seharusnya membuat matematika
menjadi salah satu mata pelajaran yang menyenangkan
dan digemari oleh siswa. Namun demikian, tidak dapat
dipungkiri lagi bahwa mata pelajaran matematika masih
merupakan pelajaran yang dianggap sulit, membosankan
dan sering menimbulkan masalah dalam belajar. Kondisi
ini mengakibatkan mata pelajaran matematika tidak
disenangi, tidak diperdulikan, dan bahkan diabaikan. Hal
ini tentunya menimbulkan masalah yang cukup besar
antara apa yang diharapkan dari belajar matematika
dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. Di satu sisi
matematika mempunyai peranan penting dalam
kehidupan sehari-hari, meningkatkan daya nalar, berpikir
logis, sistematis, dan kreatif. Di sisi lain banyak siswa
yang tidak menyenangi mata pelajaran matematika.
Pembelajaran pada hakikatnya adalah proses
interaksi antara peserta didik (siswa) dengan
lingkungnnya, sehingga terjadi perubahan prilaku
(Mulyasa, 2005). Fontana (dalam, Winataputra, 1993)
menyebutkan bahwa pembelajaran adalah upaya penataan
lingkungan (fisik, sosial, kultur dan fsikologis) yang
memberikan suasana tumbuh dan berkembangnya proses
belajar. Sedangkan belajar menurut Fontana adalah
proses perubahan tingkah laku yang relatif tetap sebagai
hasil dari pengalaman. Jadi, bila dilihat dari individu
yang belajar proses pembelajaran bersifat eksternal
(datang dari luar) yang sengaja dirancang atau didesain
sehingga bersifat rekayasa, sedangkan proses belajar
bersifat internal. Oleh karena pembelajaran bersifat
rekayasa yaitu rekayasa prilaku maka pembelajaran
selalu terikat tujuan.
Proses belajar adalah kreteria dasar dari
pembelajaran (Winataputra, 1993). Dengan kata lain
pembelajaran dinilai berhasil bila siswa (pebelajar) dapat
belajar sesuai dengan tujuan yang dirancang. Sementara
itu, Marhaeni (2006) mengatakan bahwa pembelajaran
adalah kegiatan yang terprogram dalam desain FEE
(facilitating, empowering, enabling ), untuk membuat
siswa belajar secara aktif. Pengertian di atas
menunjukkan bahwa dalam pembelajaran terjadi interaksi
antara peserta didik yang belajar dan pendidik yang
membantu proses belajar tersebut.
Menurut konsep sosiologi pembelajaran adalah
rekayasa sosio-psikologi untuk memelihara kegiatan
belajar sehingga tiap individu yang belajar akan belajar
secara optimal dalam mencapai tingkat kedewasaan
(Suherman, 1994). Dalam arti sempit pembelajaran
adalah proses pendidikan dalam lingkup persekolahan,
sehingga pembelajaran adalah proses sosialisasi individu
dengan lingkungan sekolah seperti: guru, teman sesama
siswa, sumber belajar serta sarana dan prasarana.
Sedangkan pembelajaran menurut konsep komunikasi
adalah proses komunikasi fungsional antara siswa dengan
guru serta siswa dengan siswa, dalam rangka perubahan
sikap dan pola pikir (Suherman, 1994). Dalam
pembelajaran guru berperan sebagai komunikator, siswa
sebagai komunikan, dan materi yang dikomunikasikan
berisi pesan berupa ilmu pengetahuan. Dalam komunikasi
banyak arah dalam pembelajaran peran-peran tersebut
bisa berubah.
Berdasarkan beberapa pendapat tentang pengertian
pembelajaran yang telah diungkapkan di atas, maka yang
dimaksud dengan pembelajaran adalah upaya penataan
lingkungan (fisik, sosial, kultur dan fsikologis) yang
bersifat eksternal (datang dari luar pebelajar) serta
sengaja dirancang atau didesain (terprogram) sehingga
memberikan suasana tumbuh dan berkembangnya proses
belajar.
Pembelajaran matematika adalah proses interaksi
antara guru dan siswa yang melibatkan pengembangan
pola berfikir dan mengolah logika pada suatu lingkungan
belajar yang sengaja diciptakan oleh guru dengan
berbagai metode agar program belajar matematika
tumbuh dan berkembang secara optimal dan siswa dapat
melakukan kegiatan belajar secara efektif dan
efisien.Selain interaksi yang baik antara guru dan siswa
tersebut, faktor lain yang menentukan keberhasilan
pembelajaran matematika adalah bahan ajar yang
digunakan dalam proses pembelajaran tersebut.
Kegiatan pertama yang harus dilakukan oleh guru
dalam melaksanakan pembelajaran yaitu memilih model
pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan
siswa.
Model Pembelajaran kontekstual merupakan konsep
belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi
yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan
sehari-hari. Hal ini menunjukan bahwa didalam
pembelajaran kontekstual, siswa menemukan hubungan
penuh makna antara ide-ide abstrak dengan penerapan
praktis didalam konteks dunia nyata.
Kegiatan pembelajaran merupakan kesatuan
kegiatan yang menjadi tanggung jawab seluruh
komponen kelas yang melibatkan guru dan siswa.
Seorang pendidik atau guru perlu menguasai banyak
faktor yang mempengaruhi motivasi dan perkembangan
cara berpikir siswa. Guru dapat menerapkan model
pembelajaran kontekstual yang dapat menciptakan suatu
pembelajaran yang optimal. Peran guru sebagai ujung
tombak
pendidikan
amat
strategis
dalam
mengembangkan potensi siswa. Karena itu penguasaan
dalam memilih model pembelajaran yang sesuai mutlak
harus dikuasai guru. Siswa sebagai subjek pembelajaran
Efektivitas Model Pembelajaran Kontekstual
tentunya akan lebih mudah menerima materi yang
diberikan, karena guru sudah memahami kebutuhan siswa
dengan menerapkan model pembelajaran yang sesuai.
Salah satu patokan yang sering digunakan untuk
menggambarkan
kurang
berhasilnya
pendidikan
matematika adalah pemikiran manusia yang masih
berpatokan pada rumus dan angka-angka dengan tidak
melihat manfaat dari belajar matematika terhadap
kehidupan nyata. Model Pembelajaran kontekstual
merupakan konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi
dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini
menunjukan bahwa didalam pembelajaran kontekstual,
siswa menemukan hubungan penuh makna antara ide-ide
abstrak dengan penerapan praktis didalam konteks dunia
nyata.
Hal ini disebabkan karena penggunaan sistem
pembelajaran yang tradisional yaitu siswa hanya diberi
pengetahuan secara lisan (ceramah) sehingga siswa
menerima
pengetahuan
secara
abstrak
(hanya
membayangkan) tanpa mengalami atau melihat sendiri.
Padahal siswa membutuhkan konsep-konsep yang
berhubungan dengan lingkungan sekitarnya karena
pembelajaran tidak hanya berupa transfer pengetahuan
tetapi sesuatu yang harus dipahami oleh siswa yang
nantinya digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Belajar
lebih bermakna jika siswa mengalami sendiri apa yang
dipelajari dari pada hanya mengetahui secara lisan saja.
Munculnya pembelajaran kontekstual dilatar belakangi
oleh rendahnya mutu keluaran/hasil pembelajaran yang
ditandai dengan ketidakmampuan siswa menghubungkan
apa yang telah mereka pelajari dengan carah pemanfaatan
pengetahuan tersebut pada saat ini dan dikemudian hari
dalam kehidupan siswa. Oleh karena itu, perlu
pembelajaran yang mampu mengaitkan antara materi
yang diajarkan dengan dunia nyata siswa, diantaranya
melalui penerapan contextual teaching and learning.
Hull’s dan sounders (1996 : 3) Menjelaskan bahwa
di dalam pembelajaran kontekstual, siswa menemukan
hubungan penuh makna antara ide-ide abstrak dengan
penerapan praktis di dalam konteks dunia nyata. Siswa
menginternalisasi
konsep
melalui
penemuan,
pengetahuan,
dan
keterhubungan.
Pembelajaran
kontekstual menghendaki siswa bekerja sama dalam
sebuah tim, baik di dalam kelas, maupun di luar kelas.
Pembelajaran kontekstual menuntut guru mendesain
lingkungan belajar yang merupakan gabungan beberapa
bentuk pengalaman untuk mencapai hasil yang
diinginkan.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk
mencoba menerapkan pembelajaran kontekstual dalam
pembelajaran
matematika
dengan
melaksanakan
penelitian berjudul “Efektivitas Model pembelajaran
Kontekstual Dalam Pembelajaran Matematika Materi
Penjumlahan Pecahan Biasa Siswa Kelas III SDN Lidah
Kulon IV/467 Surabaya”. Dan penelitian ini bertujuan
untuk Mengukur efektivitas model pembelajaran
kontekstual dalam pembelajaran matematika materi
penjumlahan pecahan biasa siswa kelas III SDN lidah
Kulon IV/467 Surabaya
METODE
Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas
model pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran
matematika. Desain penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Nonequivalent Control Group
Design yang terdiri dari dua kelompok yakni kelompok
ekperimen dan kelompok kontrol. Pemilihan kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol dalam desain ini
dilakukan secara random.
π‘ΆπŸ 𝑿 π‘ΆπŸ
π‘ΆπŸ‘
π‘ΆπŸ’
Keterangan:
O1 : hasil test awal (Pre test) pada kelompok eksperimen
O2 : hasil test akhir (post test) pada kelompok eksperimen
X : kelompok eksperimen yang diberikan perlakuan
O3 : hasil test awal (pre test) pada kelompok kontrol
O4 : hasil test akhir (post test) pada kelompok kontrol
Langkah-langkah dalam desain penelitian nonequivalent
control group design: (1) Pemberian pre test pada
kelompok eksperimen (O1) dan kelompok kontrol (O3)
untuk mengetahui skor awal sebelum diberikan
perlakuan. (2) Memberikan perlakuan yakni menerapkan
model pembelajaran kontekstual pada kelompok
eksperimen sedangkan pada kelompok kontrol tidak
diberikan perlakuan. (3) Pemberian post test pada
kelompok eksperimen (O2) dan kelompok kontrol (O4)
untuk mengetahui skor akhir dari kedua kelompok
tersebut. (4) Untuk mengetahui pengaruh perlakuan
adalah membandingkan skor dari kelompok eksperimen
dengan kelompok kontrol (O2 – O1) – (O3 – O4).
Penelitian ini dilaksanakan di SDN Lidah Kulon IV
Surabaya. Pememilihan sekolah tersebut karena: (1)
Mendapatkan persetujuan dari kepala sekolah untuk
melakukan penelitian. (2) Kurang adanya terobosan yang
memadai dari guru dalam mengarahkan siswa untuk
berpikir secara nyata. (3) Siswa berada pada fase
operasional konkret (Piaget), sulit bagi siswa untuk
mempelajari matematika yang bersifat abstrak.
Menurut Arikunto (2002: 115) “Populasi adalah
keseluruhan subjek penelitian”. Dari pengertian tersebut
dapat diartikan bahwa yang dimaksud dengan populasi
693
JPGSD Volume 03 Nomor 02 Tahun 2015
adalah keseluruhan objek individu yang memiliki
karakteristik tertentu yang hendak diteliti. Populasi
penelitian ini adalah seluruh siswa kelas III SDN Lidah
Kulon IV Surabaya. Pada penelitian ini yang menjadi
sampel penelitian adalah siswa kelas III SDN Lidah
Kulon IV Surabaya. Sampel yang diambil dalam
penelitian ini adalah keseluruhan populasi yang terdiri
dari 54 orang karena jumlah populasi pada SD tersebut
sangat kecil maka peneliti memutuskan untuk mengambil
semua populasi pada sekolah tersebut sebagai sampel
penelitian yang sering disebut sebagai sampel populasi.
Ada dua kelompok yang akan dijadikan sampel penelitian
yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Dari
kedua kelas tersebut, yang merupakan kelompok
eksperimen adalah kelas A dan kelompok kontrol adalah
kelas B.
Uji coba Intrumen penelitian (1) Validitas adalah
suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat kevalidan
atau kesahihan sesuatu instrumen. Suatu instrumen yang
valid atau sahih mempunyai validitas tinggi (Arikunto,
2006:168). Validitas butir soal digunakan untuk
mengetahui dukungan suatu butir soal terhadap skor total.
Untuk menguji validitas setiap butir soal, skor-skor yang
ada pada butir soal yang dimaksud dikorelasikan dengan
skor total. Sebuah soal akan memiliki validitas yang
tinggi jika skor soal tersebut memiliki dukungan yang
besar terhadap skor total. Dukungan setiap butir soal
dinyatakan dalam bentuk korelasi, sehingga untuk
mendapatkan validitas suatu butir soal digunakan rumus
korelasi product moment Pearson. Nilai koefisien
korelasi ini dapat diketahui dangan bantuan program
SPSS versi 19, dengan rumus sebagai berikut:
rxy =
𝑡∑𝑿𝒀−(∑𝑿)(∑𝒀)
√{𝑡∑π‘ΏπŸ − (∑π‘ΏπŸ )} {𝑡∑π’€πŸ − (∑π’€πŸ )}
Keterangan :
rxy = koefisien korelasi variabel X dan variabel Y
X = skor item
Y = skor total
N = jumlah siswa
Pengujian menggunakan SPSS versi 19 dengan taraf
signifikansi 0,05. Dan hasil yang dibandingkan dengan rtabel, kriteria pengujiannya adalah: Jika r-hitung > rtabel, maka intrumen atau item-item pertanyaan
berkorelasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan
valid). Jika r-hitung < r-tabel, maka intrumen atau item2
pertanyaan tidak berkorelasi signifikan terhadap skor
total (dinyatakan tidak valid). (2) Reliabilitas Menurut
Arikunto (2006:178), reliabilitas menunjukan pada suatu
pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat
dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpulan
data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen
yang sudah dapat dipercaya, yang reliabel akan
menghasilkan data yang dapat dipercaya juga artinya
bahwa instrumen tersebut cukup baik sehingga mampu
mengungkapkan data yang bisa dipercaya. Kestabilan
skor yang diperoleh ketika diuji ulang dengan tes yang
sama pada situasi yang berbeda atau satu pengukuran ke
pengukuran lainnya. Intrumen dikatakan reliabel jika
nilai indeks reliabilitas > 0,7. Reliabilitas merupakan
salah satu bentuk khusus dari korelasi yang
menggambarkan keajegan alat ukur (Zainul, 2005).
Upaya mencari nilai reliabilitas tes dapat digunakan
program SPSS versi 19.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini, yaitu tes objektif hasil belajar siswa
melalui soal pretest dan posttest. Dalam penelitian ini,
peneliti menentukan data, teknik pengumpulan data, dan
instrumen yang digunakan. Teknik pengumpulan data
secara lengkap dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 1. Teknik Pengumpulan Data
Data
Teknik
pengumpulan
Instrumen
penelitian
Hasil
belajar
matematik
a siswa
Test tulis (pretest dan postest)
Lembar tes
Teknik Analisis (1) Uji homogenitas dilakukan
untuk menguji kesamaan beberapa bagian sampel yakni
seragam tidaknya variansi sampel-sampel yang diambil
dari populasi yang sama. Prosedur yang digunakan untuk
menguji homogenitas varian dalam kelompok adalah
dengan menentukan Fmax. Bila F terbukti signifikan
artinya terdapat perbedaan dan bila F tidak signifikan
berarti tidak ada perbedaan. Pada uji homogenitas, harga
F yang diharapkan adalah harga F yang tidak signifikan,
yaitu harga F empirik yang lebih kecil daripada harga F
teoritik yang terdapat dalam tabel. Dalam Statistik Uji
Homogenitas digunakan untuk mengetahui varian dari
beberapa populasi sama atau tidak. Uji ini biasanya
dilakukan sebagai prasyarat dalam analisis T Test.
Asumsi yang mendasari dalam Analisis of varians
(ANOVA) adalah bahwa varian dari beberapa populasi
adalah sama. Uji homogenitas dapat dihitung dengan
menggunkan program SPSS versi 19. (2) Uji normalitas
distribusi data dilakukan dengan menggunkan Lilliefors
Significance Correction SPSS versi 19 dengan hipotesis
yang dilajukan: Ho
: distribusi data normal H1 :
distribusi data tidak normal. Dasar pengambilan
keputusan yaitu jika signifikansi yang disingkat sig > 𝛼
maka H0 diterima, sedangkan sig < α maka Ho ditolak
dan H1 diterima. (3) Uji hipotesis penelitian, menguji
tingkat signifikansi perbedaan rata-rata nilai pos-test pada
Efektivitas Model Pembelajaran Kontekstual
kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan dengan
analisis secara statisitik dengan bantuan program SPSS
versi 19 dengan menggunkan uji statistik parametrik (
dengan α = 0,05) Kriterian hasil kesimpulan uji t adalah:
Ho diterima : bila nilai sig. > 0,05 Ho ditolak
:
bila nila sig < 0,05 Dengan Hipotesis: jika nilai rata-rata
hasil postest pada kelas eksperimen = nilai rata-rata hasil
postest pada kelas kontrol (Ho diterima dan H1 ditolak)
jika nilai rata-rata hasil postest pada kelas eksperimen ≠
nilai rata-rata hasil postest pada kelas kontrol (Ho
ditolak dan H1 diteri
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Pelaksanaan
penelitian
dilakukan
dengan
melakukan penelitian langsung ke lapangan untuk
mengumpulkan data terkait dengan penelitian. Beberapa
hal yang dilakukan antara lain: (1) mengadakan studi
pendahuluan, (2) merumuskan masalah belajar, (3)
melaksanakan tes uji validitas dan reliabilitas, (4)
melaksanakan uji pretest, (5) proses pemberian
perlakuan, dan (6) melaksanakan uji posttest. Pada studi
pendahuluan, peneliti mengadakan studi pendahuluan ke
lokasi yang akan dijadikan tempat penelitian, yaitu SDN
Lidah Kulon IV/467 Surabaya. Studi pendahuluan ini
dilakukan untuk mengetahui masalah belajar yang ada
dalam proses pembelajaran. Kegiatan ini dilakukan pada
tanggal 8 Oktober 2014 dengan berdiskusi dan bertanya
jawab pada guru kelas III. Peneliti mendapatkan data
bahwa siswa
masih mengalami kesulitan dalam
mengerjakan soal penjumlahan pecahan biasa.
Berdasarkan uji validitas isi yang dilakukan
validator, mempertimbangkan saran dari validator untuk
melakukan revisi pada beberapa butir soal, maka semua
soal dapat digunakan untuk instrumen penelitian. Butir
soal yang disetujui oleh validator kemudian diuji coba
kepada 26 siswa kelas III B SDN Lidah Wetan II/462
Surabaya dengan jumlah butir soal sebanyak 20 butir.
Tahap uji coba ini digunakan untuk mengetahui tingkat
kevalidan dari 20 butir soal yang menggunakan SPSS
versi 19. Pengujian menggunakan SPSS versi 19 dengan
taraf signifikansi 0,05. Dan hasil yang dibandingkan
dengan r-tabel, kriteria pengujiannya adalah: (1) Jika rhitung > r-tabel, maka intrumen atau item-item
pertanyaan berkorelasi signifikan terhadap skor total
(dinyatakan valid). (2) Jika r-hitung < r-tabel, maka
intrumen atau item-item pertanyaan tidak berkorelasi
signifikan terhadap skor total (dinyatakan tidak valid).
Tabel 2. korelasi skor 20 butir soal
N- r- hitung r-tabel
Interperstasi
B
1
,544**
0,388
Valid
2
,236
0,388
Tidak Valid
3
,539**
0,388
Valid
4
,253
0,388
Tidak Valid
5
,505**
0,388
Valid
6
,202
0,388
Tidak valid
7
,494*
0,388
Valid
8
,496**
0,388
Valid
9
,337
0,388
Tidak Valid
10
,449*
0,388
Valid
11
,429*
0,388
Valid
12
,475*
0,388
Valid
13
,544**
0,388
Valid
14
,516**
0,388
Valid
15
,496**
0,388
Valid
16
,516**
0,388
Valid
17
,386
0,388
Tidak Valid
18
,502**
0,388
Valid
19
,520**
0,388
Valid
20
,494*
0,388
Valid
Berdasarkan Tanda Bintang SPSS : Dari output di atas
diketahui bahwa Nilai Pearson Correlation atau r-tabel
mempunyai tanda bintang, ini berarti terdapat korelasi
yang signifikan.
Dari 20 butir soal yang diujicobakan ternyata terdapat 5
butir soal yang tidak memenuhi kriteria atau nilai t-hitung
< t-tabel, 5 butir soal tersebut adalah soal nomor 2, 4, 6,
9 dan 17. Dari analisis yang dilakukan peneliti terhadap
butir soal yang tidak valid, peneliti menemukan masalah
yakni terdapat butir soal yang memiliki opsi jawaban
yang terlalu mirip, kemudian ada butir soal yang
memiliki opsi jawaban yang menjebak siswa, sampai
terdapat soal yang memang belum dipahami oleh siswa.
Untuk melengkapi instrumen tes, peneliti memperbaiki
butir soal yang tidak valid seperti memperbaiki opsi
jawaban dari butir soal dan mengganti angka soal.
Sehingga jumlah soal semuanya yang digunakan dalam
pre-test dan pos-test berjumlah 20 soal.
695
JPGSD Volume 03 Nomor 02 Tahun 2015
Untuk mengetahui reliabilitas instrumen soal,
peneliti menggunakan data hasil uji coba butir soal dari
26 responden yang terdiri dari 15 butir soal yang
dinyatakan valid. Hasil belajar tersebut dihitung
menggunakan program SPSS 19
Tabel 3. Statistic reliabilitas
Item-Total Statistics
Scale
Cronbac
Mean
Scale
Corrected
h's
if Item Variance Item-Total Alpha if
Delete if Item
Correlatio
Item
d
Deleted
n
Deleted
soal
2
soal
3
soal
4
soal
5
soal
6
soal
7
soal
8
soal
9
soal
10
soal
11
soal
12
soal
13
soal
14
soal
15
soal
16
soal
17
soal
18
soal
19
soal
20
soal
1
4,77
14,905
,130
,796
4,73
13,805
,449
,777
4,81
14,882
,154
,794
4,81
14,082
,423
,779
4,81
15,042
,102
,797
4,73
13,965
,400
,780
4,77
14,025
,407
,780
4,73
14,525
,229
,791
4,77
14,185
,356
,783
4,81
14,322
,341
,784
4,69
13,982
,374
,782
4,77
13,865
,460
,777
4,73
13,885
,424
,779
4,69
13,902
,398
,780
4,73
13,885
,424
,779
4,85
14,535
,303
,786
4,65
13,835
,402
,780
4,77
13,945
,433
,778
4,73
13,965
,400
,780
4,65
13,675
,448
,777
Tabel 4. Reliabilitas Instrumen
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
N of Items
,792
20
Dari hasil perhitungan diperoleh r = 0,792, nilai indeks
reliabilitas ini > 0,7 sehingga instrumen tes ini dikatakan
reliabel.
Analisis butir soal untuk instrumen soal tes pada
penelitian ini terdiri dari validitas dan reliabilitas. Hasil
perhitungan dari 20 soal yang dianalisis terdapat 5 soal
yang tidak valid, 5 soal tersebut adalah soal nomor 2, 4,
6, 9 dan 17. 5 Soal yang tidak valid diperbaiki dan
kemudian digunakan untuk soal pre-test dan pos-test
yang berjumlah 20 soal.
Berdasarkan hasil pre-test dari kedua sampel (kelas
eksperimen dan kelas kontrol), kemudian digunakan
untuk menguji homogenitas dengan menggunakan
program SPSS versi 19.
Tabel 5. Uji Homogenitas
Test of Homogeneity of Variances
Xy
Levene Statistic df1
df2
Sig.
2,520
15
,069
6
Berdasarkan output SPSS di atas diketahui bahwa nilai F
empirik dapat dilihat pada kolom sig. yaitu sebesar 0,069.
Dengan menggunakan db= 27-1 = 26, maka didapat
harga F teoritik dari tabel sebesar 2,59 pada taraf
signifikan 5% . Oleh karena F hitung atau F empirik < F
tabel atau F teoritik (0,069 < 2,59 ), maka dapat
diinterpretasikan bahwa harga F empirik tidak signifikan,
dapat diartikan juga bahwa tidak adanya perbedaan dari
kedua sampel tersebut atau dapat dinyatakan bahwa
kedua sampel tersebut homogen. Sehingga sampel pada
kelas eksperimen dan kelas kontrol dinyatakan sama
untuk dilakukan penelitian, yang digunakan untuk
menguji efektivitas model pembelajaran kontekstual
dalam pembelajaran matematika materi penjumlahan
pecahan biasa.
Hasil uji normalitas dari postest kelas eksperimen dan
kelas kontrol dengan menggunakan program SPSS 19
diperoleh harga statistik uji untuk tingkat signifikan 5 %.
Dapat dilihat pada tabel berikut ini
Efektivitas Model Pembelajaran Kontekstual
Tabel 6. Uji Normalitas Data
Tests of Normality
Klseksp
erim
en
kls_
kont
rol
KolmogorovSmirnova
Shapiro-Wilk
Stati
stic df
Sig.
Statistic
df
Sig.
,139
27
,192
,949
27
,197
,167
27
,050
,925
27
,052
a. Lilliefors Significance Correction
Jumlah sampel ≤ 50 maka menggunakan Shapiro-Wilk
Berdasarkan output di atas, diketahui bahwa nilai
signifikansi posttest kelas eksperimen sebesar 0,197 dan
nilai signifikansi kelas control sebesar 0,052. Nilai
signifikansi dari kedua kelas tersebut lebih besar dari
0.05, sehingga dapat diduga bahwa data yang diuji
berdistribusi normal, artinya data tersebut dapat
digunakan untuk pengujian hipotesis. Untuk lebih jelas
dapat dilihat pada gambar histogram berikut ini;
Gambar 2.
Pengujian hipotesis dilakukan setelah uji
homogenitas dan uji normalitas yang menunjukan hasil
kedua sampel penelitian adalah bersifat homogen dan
berdistribusi normal. Uji hipotesis ini menggunakan uji t
(“t” test) untuk menguji hipotesis nihil (Ho) yang
menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual tidak
efektiv dalam pembelajaran matematika pada materi
penjumlahan pecahan biasa.
Kriterian hasil kesimpulan uji t adalah: Ho diterima :
bila nilai sig. > 0,05 Ho ditolak
: bila nila sig < 0,05
Hipotesis: jika nilai rata-rata hasil postest pada kelas
eksperimen = nilai rata-rata hasil postest pada kelas
kontrol (Ho diterima dan H1 ditolak) jika nilai rata-rata
hasil postest pada kelas eksperimen ≠ nilai rata-rata hasil
postest pada kelas kontrol (Ho ditolak dan H1 diterima)
Tabel 7. Uji t nilai Postest kelas eksperimen dan kelas
kontrol.
Paired Samples Test
Paired
Differences
95%
Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Gambar 1.
697
t
JPGSD Volume 03 Nomor 02 Tahun 2015
Paired Samples Test
Paired
Differences
95%
Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair 1
postest_kls_ek 7,957
sperimen
postest_kls_ko
ntrol
t
28,340 3,660
Paired Samples Test
df
Pair 1
postest_kls_ek 26
sperimen
postest_kls_ko
ntrol
Sig. (2-tailed)
,001
Berdasarkan data tabel diperoleh uji t nilai posttest kelas
eksperimen dan kelas kontrol terdapat sifnifikansi sebesar
0,001 dengan taraf signifikansi sebesar 5 % (0,05) di
peroleh dari 100% -95%. Maka uji t nilai postest (0,001
< 0,05) adalah menolak Ho dan menerima H1, Hal ini
berarti pada kelas kontrol dan kelas eksperimen terdapat
perbedaan atau tidak sama yang artinya terdapat
signifikansi nilai postest pada kelas eksperimen dan kelas
kontrol. Sehingga dapat dikatakan bahwa model
pembelajaran kontekstual evektif dalam pembelajaran
matematika pada materi penjumlahan pecahan biasa.
Pembahasan
Instrumen soal yang telah disetujui oleh validator
yang digunakan untuk soal pre-test dan pos-test di uji
cobakan terlebih dahulu pada siswa kelas III SDN Lidah
Wetan II/467 Surabaya yang berjumlaah 26 orang.
Instrumen di uji cobakan agar dapat mengetahui apakah
soal-soal yang digunakan tersebut valid dan reliabilitas,
sehingga menjadi layak untuk digunakan dalam soal pretest dan pos-test. Dari 20 soal yang diuji cobakan
kemudian diolah melalui program SPSS Versi 19
(lampiran) dengan taraf signifikansi 0,05 dan r-tabel
sebesar 0,388 ternyata hanya 15 soal yang valid dan 5
soal lainnya tidak valid. Dari 15 butir soal yang valid
kemudian dihitung menggunakan program SPSS versi 19
(lampiran) dan diperoleh nilai r-hitung sebesar 0,792
sementara nilai indeks reliabilitas sebsesar 0,7, hal ini
berarti instrumen soal tersebut dikatakan reliabilitas
karena r-hiutng > indeks reliabilitas ( 0,792 > 0,7).
Hal pertama yang harus dilakukan dalam pengujian
hipotesis adalah menguji homogenitas kedua sampel
pada kelas eksperimen dan kelas kontrol apakah kedua
sampel tersebut homogen atau sama, yang mana data
yang diuji adalah data hasil pre-test dari kedua kelas
tersebut. Menguji homogenitas dari kedua sampel dapat
dillakukan dengan menggunakan program SPSS versi 19
(lampiran), berdasarkan output SPSS diketahui bahwa
nilai F empirik dapat dilihat pada kolom sig. yaitu
sebesar 0,069. Dengan menggunakan db= 27-1 = 26,
maka didapat harga F teoritik dari tabel sebesar 2,59 pada
taraf signifikan 5% . Oleh karena F hitung atau F empirik
< F tabel atau F teoritik (0,069 < 2,59 ), maka dapat
diinterpretasikan bahwa harga F empirik tidak signifikan,
dapat diartikan juga bahwa tidak adanya perbedaan dari
kedua sampel tersebut atau dapat dinyatakan bahwa
kedua sampel tersebut homogen.
Hal kedua yang harus dilakukan sebelum pengujian
hipotesis adalah uji normalitas data, apakah data yang
diuji tersebut berdistribusi normal. Data yang akan diuji
dalam pengujian normalitas data adalah data hasil postest dari kedua sampel pada kelas eksperimen dan kelas
kontrol. Pengujian normalitas data dapat menggunakan
program SPSS versi 19 dengan taraf signifikansi 5%
(lampiran), karena sample ≤ 50 maka peneliti
menggunakan Shapio-Wilk. Berdasarkan hasil output
diketahui bahwa nilai signifikasi pos-test kelas
eksperimen sebesar 0,197 dan nilai signifikansi kelas
kontrol sebesar 0,052. Nilai signifikansi dari kedua kelas
tersebut lebih besar dari 0.05, sehingga dapat diduga
bahwa data yang diuji berdistribusi normal. Karena data
hasil pre-test pada kelas eksperimen dan kelas kontrol
bersifat homogen, dan data hasil pos-test pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal maka
langkah selanjutnya adalah pengujian hipotesis atau uji-t.
Berdasarkan data tabel dengan menggunakan
program SPSS versi 19 (lampiran) diperoleh uji t nilai
pos-test kelas eksperimen dan kelas kontrol terdapat
sifnifikansi sebesar 0,001 dengan taraf signifikansi
sebesar 5 % (0,05) di peroleh dari 100% - 95%. Maka uji
t nilai postest (0,001 < 0,05) adalah menolak Ho dan
menerima H1, Hal ini berarti pada kelas kontrol dan kelas
eksperimen terdapat perbedaan atau tidak sama yang
artinya terdapat signifikansi nilai postest pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Sehingga dapat dikatakan
bahwa model pembelajaran kontekstual evektif dalam
pembelajaran matematika pada materi penjumlahan
pecahan biasa.
Kelas yang dijadikan kelas kontrol dalam
penelitian ini adalah kelas III A SDN Lidah Kulon
IV/467 Surabaya. Sampel di kelas kontrol ini berjumlah
27 orang. Proses pembelajaran di kelas kontrol sebanyak
2 kali pertemuan, pertemuan pertama diberikan pre-test
dengan waktu yang disediakan 45 menit. Pertemuan
kedua
diberikan
pembelajaran tanpa menerapkan
Efektivitas Model Pembelajaran Kontekstual
pendekatan kontekstual dan kemudian diberikan pos-test ,
waktu yang disediakan 105 menit. Pembelajaran
langsung dilakukan oleh peneliti.
Kelas yang dijadikan kelas eksperimen dalam
penelitian ini adalah kelas III B SDN Lidah Kulon
IV/467 Surabaya. Sampel di kelas kontrol ini berjumlah
27 orang. Proses pembelajaran di kelas eksperimen
sebanyak 2 kali pertemuan, pertemuan pertama diberikan
pre-test dengan waktu yang disediakan 45 menit.
Pertemuan kedua diberikan pembelajaran dengan
menerapkan model pembelajaran
kontekstual dan
kemudian diberikan pos-test , waktu yang disediakan 105
menit. Pembelajaran langsung dilakukan oleh peneliti.
Pada kelas kontrol dan kelas eksperimen,
waktu
memberikan pre-test yaitu pada hari yang berbeda dan
jam yang sama. Dan waktu memberikan perlakuan dan
pos-test yaitu sama dengan waktu memberikan pre-test
yaitu pada hari yang berbeda dan jam yang sama.
menggunakan model pembelajaran kontekstual dengan
siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan
menggunakan model pembelajaran konvensional. Hal ini
menunjukkan secara teoritis hasil penelitian ini dapat
digunakan
sebagai
salah
satu
acuan
untuk
mengembangkan model
pembelajaran pada materi
penjumlahan pecahan biasa dan pada materi pokok yang
lainnya dalam pembelajaran matematika.
Hasil
penelitian diperoleh bahwa terdapat perbedaan prestasi
belajar siswa pada materi penjumlahan pecahan biasa
antara siswa yang mengikuti pembelajaran matematika
dengan model pembelajaran kontekstual dengan siswa
yang mengikuti pembelajaran matematika dengan model
pembelajaran konvensional. Ditinjau dari nilai rata-rata
pos-test siswa pada materi penjumlahan pecahan biasa,
ternyata siswa yang mengikuti pembelajaran matematika
dengan model pembelajaran kontekstual mempunyai nilai
rata-rata yang lebih tinggi daripada siswa yang mengikuti
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
konvensional. Hal ini menunjukkan bahwa secara teoritis
hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu
acuan untuk meningkatkan atau mengoptimalkan prestasi
belajar siswa, pada mata pelajaran matematika.
Menggunakan model pembelajaran kontekstual membuat
siswa lebih aktif dalam kegiatan belajar, sebab siswa
berfikir dan menggunakan kemampuan dirinya untuk
belajar dalam pemahaman suatu konsep matematika.
Selain itu, menggunakan model pembelajaran kontekstual
membuat siswa lebih mudah memahami dan mengingat
apa yang dipelajari, sebab dalam pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran kontekstual siswa
dituntut untuk mengalami sendiri yang sedang dipelajari
dan bukan hanya menghafal. (2) Implikasi Praktis. Hasil
penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi guru
dan calon guru dalam upaya peningkatan kualitas proses
belajar mengajar dan prestasi belajar siswa. Dengan
memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi proses
belajar mengajar, guru dapat memilih model
pembelajaran yang tepat, efektif dan efisien sehingga
dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa
pada materi penjumlahan pecahan biasa.
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan kajian teori dan didukung adanya
analisis hasil penelitian serta mengacu pada perumusan
masalah yang telah diuraikan pada bab sebelumnya,
dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : (1)
Pembelajaran matematika pada kelas eksperimen yang
menggunakan model pembelajaran kontekstual pada
materi penjumlahan pecahan biasa menghasilkan prestasi
belajar matematika yang lebih baik, jika dibandingkan
dengan pembelajaran matematika pada kelas kontrol
yang menggunakan model pembelajaran konvensional.
Hal ini dapat dikatakan bahwa model pembelajaran
kontekstual efektif dalam pembelajaran matematika pada
materi penjumlahan pecahan biasa. (2) Kemampuan awal
siswa dalam pembelajaran matematika pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol memiliki kemampuan yang
hampir sama, hal ini dapat dilihat pada nilai pre-test
siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Sedangkan
kemampuan akhir siswa pada kelas
eksperimen yang menggunakan model pembelajaran
kontekstual memiliki nilai rata-rata yang lebih tinggi, jika
dibandingkan dengan kelas kontrol yang menggunakan
model pembelajaran konvensional , hal ini dapat dilihat
pada nilai pos-test dari kedua kelas tersebut.
Saran
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi di atas maka
ada beberapa saran yang ditujukan pada peneliti yang
lain, calon guru, guru, siswa dan kepala sekolah yaitu:
(1) Kepada peneliti yang lain. Hasil penelitian ini hanya
terbatas pada pokok bahasan penjumlahan pecahan biasa,
mungkin dapat dikembangkan untuk materi yang sejenis
dengan lebih memperhatikan waktu penelitian sehingga
diperoleh hasil yang lebih lengkap dan baik. (2) Kepada
calon guru dan guru mata pelajaran matematika Dalam
pembelajaran
matematika,
guru
harus
dapat
Implikasi
Berdasarkan pada kajian teori serta mengacu pada
hasil penelitian ini, maka
penulis akan menyampaikan implikasi yang berguna baik
secara teoritis maupun
secara praktis. (1) Implikasi Teoritis. Hasil penelitian ini
menyatakan bahwa terdapat perbedaan prestasi belajar
siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan
699
JPGSD Volume 03 Nomor 02 Tahun 2015
mengalokasikan waktu dengan tepat, serta membuat
perangkat pembelajaran yang benar-benar efektif dan
efesien, selain itu harus teliti dalam memilih benda
sebagai media pembelajaran yang akan dipelajari
sehingga dengan mudah dapat dipahami oleh siswa.
Model pembelajaran kontekstual merupakan salah satu
alternatif model pembelajaran yang dapat digunakan
oleh guru untuk meningkatkan prestasi belajar
matematika oleh karena itu hendaknya guru mau
mencoba
model
pembelajaran
tersebut
untuk
mengajarkan pada materi penjumlahan pecahan biasa. (3)
Kepada Siswa. Sebaiknya siswa mengikuti dengan aktif
dalam
kegiatan
belajar
mengajar,
berusaha
mengaplikasikan, selalu memperhatikan dan menghargai
penjelasan, pendapat, pertanyaan atau jawaban yang
disampaikan oleh siswa lain pada saat kegiatan belajar
berlangsung agar kemampuan pemahamann konsep
sebagai tujuan dalam belajar dapat tercapai. Saat diskusi
berlangsung, siswa yang memiliki kemampuan lebih
dibandingkan dengan teman-teman yang lain hendaknya
bersedia membagi pengetahuan kepada teman yang
belum paham tentang suatu hal.(4) Kepada Kepala
Sekolah. Hendaknya kepala sekolah menyarankan kepada
guru matematika agar dalam memberikan pembelajaran
dapat memperoleh hasil yang optimal harus memilih
model pembelajaran yang mengaktifkan siswa, salah satu
model pembelajaran yang dapat dipilih adalah model
pembelajaran kontekstual. Agar proses pembelajaran
matematika dengan menggunakan model pembelajaran
kontekstual dapat berjalan dengan baik dan menghasilkan
prestasi belajar yang maksimal, sebaiknya kepala sekolah
menyediakan fasilitas seperti kelas dengan tempat duduk
dan meja yang sudah diatur untuk keperluan diskusi,
sehingga setiap proses pembelajaran matematika akan
belangsung dengan baik tidak banyak memakan waktu
dan menimbulkan suara dan kegaduhan.
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. 2002. Pendekatan
Depdikbud. Jakarta
Kontekstual
(CTL).
Johnson, PH.D Elanie B. 2002. Contextual Teaching
and Learning: menjadikan kegiatan belajar
mengajar mengasykan dan bermakna. California:
pustaka Pelajar.
Morissan. 2014. Metode penelitian Survei. Jakarta:
Kharisma Putra Utama.
Sugiyono. 2010. Metode
pendekatan kuatitatif
Bandung
Penelitian Pendidikan
dan kualitatif R&D.
Soedjadi . 2000. Kiat Pendidikan Matematika di
Indonesia. Jakarta: Dirjen Pendidikan tinggi
Depdiknas.
http://www.scribd.com/doc/7640-Pembelajaranmatematika- Oktaviandy, Navel. 2011. “Konteks
Membagi Roti dalam Mempelajari Konsep Luas
Segitiga.” Navel’s Blog.
http://navelmangelep.wordpress.com/category/artikeltentang-pmri/.
Suharsimi
Arikunto.
1998.
Manajemen Penelitian. P2LPK. Jakarta.
Download