Efektivitas Model Pembelajaran Kontekstual EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MATERI PENJUMLAHAN PECAHAN BIASA SEKOLAH DASAR Agustina Bhalu PGSD FIP Universitas Negeri Surabaya ([email protected] ) Heru Subrata PGSD FIP Universitas Negeri Surabaya Abstrak Latar belakang penelitian ini yaitu kesulitan siswa dalam membedakan penyebut dan pembilang dan kesulitan dalam menentukan nilai dari penjumlahan pecahan biasa. Hal ini terjadi karena dimungkinkan siswa kurang memahami konsep pecahan, siswa sudah terbiasa menghafal rumus-rumus yang diberikan guru tanpa mengaitkan materi yang dipelajarai dengan benda nyata yang ada di lingkungan sekitar. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen semu yang menggunakan teknik analisis kuantitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan tes tulis yaitu pre-test dan pos-test dengan nilai rata-rata pre-test pada kelas eksperimen sebesar 49,8 dan pada kelas kontrol sebesar 52,2, sedangkan nilai rata-rata pos-test pada kelas eksperimen sebesar 76,48 dan pada kelas kontrol sebesar 58,3. Dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kontekstual efektiv dalam pembelajaran matematika materi penjumlahan pecahan biasa siswa kelas III SDN Lidah Kulon IV/467 Surabaya. Kata Kunci: Penjumlahan pecahan biasa, pembelajaran matematika, model pembelajaran kontekstual Abstract The Backgroundof this research was the student’s problems in discriminate between denominator and numerator and difficulty in determine the value in common fraction. It was may due to student unable to understand fraction concepts, and they used to memorized formulations that received from teacher without relating matter that have learned with concrete object on surrounding environmentThis was a pseudoexperimental research. Data collecting technique applying written test namely pre-test and post-test with pre-test mean on experiment group as big as 49.8 and on control ones was 52.2, while post-test mean on experiment group was 76.48 and control group was 58.3. it can be conclude that contextual learning model was effective on math learning in common fraction summation on third grade student of SDN Lidah Kulon IV/467 Surabaya. Keywords :common fraction, math learning, contextual learning model suatu hipotesis (conjecture), selanjutnya mencari jawaban untuk conjecture yang ia buat melalui kegiatan pengamatan dan penyelidikan. Matematika berfungsi mengembangkan kemampuan mengenal bilangan, menghitung, dan mengukur dengan menggunakan rumus matematika yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Matematika juga berfungsi mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan bahasa yang berupa model matematika, kalimat matematika, diagram, grafik atau tabel. Matematika sebagai salah satu ilmu dasar merupakan mata pelajaran yang wajib diajarkan pada semua jenjang pendidikan, baik sekolah dasar, sekolah menengah mupun perguruan tinggi. Cornelius mengatakan bahwa ada banyak alasan tentang perlunya siswa belajar matematika, yaitu: 1) merupakan sarana berpikir yang jelas dan logis; 2) sarana memecahkan masalah kehidupan sehari-hari; 3) sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman; 4) sarana mengembangkan kreativitas; dan 5) sarana untuk PENDAHULUAN Matematika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang ketat dan terstruktur secara rapih (Lakatos,1976) menuju ke pandangan bahwa matematika adalah aktivitas kehidupan manusia (Freundenthal,1983,1991). Hal ini berpengaruh terhadap cara memperolehnya, yaitu dari penyampaian rumus-rumus definisi, aturan, hukum, konsep, prosedur dan algoritma yang dikenal sebagai ready-made mathematics (de Lange, 1885) menjadi penyampaian konsep-knsep matematika melalui kontes yang bermakna dan berguna bagi siswa. Hal ini akan mendorong bahwa matematika berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari sehingga dengan segera siswa akan mampu menerapkan matematika dalam konteks yang berguna bagi dirinya (siswa), baik dalam dunia kehidupanya, ataupun dalam dunia kerjanya kelak. Dengan kegiatan seperti ini diharapkan guru akan mampu membekali siswa dengan matematika yang investigative dan explorative sehingga siswa mampu menciptakan 691 JPGSD Volume 03 Nomor 02 Tahun 2015 meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya (dalam Abdurrahman, 1999). Begitu pentingnya peranan matematika seperti yang diuraikan di atas, seharusnya membuat matematika menjadi salah satu mata pelajaran yang menyenangkan dan digemari oleh siswa. Namun demikian, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa mata pelajaran matematika masih merupakan pelajaran yang dianggap sulit, membosankan dan sering menimbulkan masalah dalam belajar. Kondisi ini mengakibatkan mata pelajaran matematika tidak disenangi, tidak diperdulikan, dan bahkan diabaikan. Hal ini tentunya menimbulkan masalah yang cukup besar antara apa yang diharapkan dari belajar matematika dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. Di satu sisi matematika mempunyai peranan penting dalam kehidupan sehari-hari, meningkatkan daya nalar, berpikir logis, sistematis, dan kreatif. Di sisi lain banyak siswa yang tidak menyenangi mata pelajaran matematika. Pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antara peserta didik (siswa) dengan lingkungnnya, sehingga terjadi perubahan prilaku (Mulyasa, 2005). Fontana (dalam, Winataputra, 1993) menyebutkan bahwa pembelajaran adalah upaya penataan lingkungan (fisik, sosial, kultur dan fsikologis) yang memberikan suasana tumbuh dan berkembangnya proses belajar. Sedangkan belajar menurut Fontana adalah proses perubahan tingkah laku yang relatif tetap sebagai hasil dari pengalaman. Jadi, bila dilihat dari individu yang belajar proses pembelajaran bersifat eksternal (datang dari luar) yang sengaja dirancang atau didesain sehingga bersifat rekayasa, sedangkan proses belajar bersifat internal. Oleh karena pembelajaran bersifat rekayasa yaitu rekayasa prilaku maka pembelajaran selalu terikat tujuan. Proses belajar adalah kreteria dasar dari pembelajaran (Winataputra, 1993). Dengan kata lain pembelajaran dinilai berhasil bila siswa (pebelajar) dapat belajar sesuai dengan tujuan yang dirancang. Sementara itu, Marhaeni (2006) mengatakan bahwa pembelajaran adalah kegiatan yang terprogram dalam desain FEE (facilitating, empowering, enabling ), untuk membuat siswa belajar secara aktif. Pengertian di atas menunjukkan bahwa dalam pembelajaran terjadi interaksi antara peserta didik yang belajar dan pendidik yang membantu proses belajar tersebut. Menurut konsep sosiologi pembelajaran adalah rekayasa sosio-psikologi untuk memelihara kegiatan belajar sehingga tiap individu yang belajar akan belajar secara optimal dalam mencapai tingkat kedewasaan (Suherman, 1994). Dalam arti sempit pembelajaran adalah proses pendidikan dalam lingkup persekolahan, sehingga pembelajaran adalah proses sosialisasi individu dengan lingkungan sekolah seperti: guru, teman sesama siswa, sumber belajar serta sarana dan prasarana. Sedangkan pembelajaran menurut konsep komunikasi adalah proses komunikasi fungsional antara siswa dengan guru serta siswa dengan siswa, dalam rangka perubahan sikap dan pola pikir (Suherman, 1994). Dalam pembelajaran guru berperan sebagai komunikator, siswa sebagai komunikan, dan materi yang dikomunikasikan berisi pesan berupa ilmu pengetahuan. Dalam komunikasi banyak arah dalam pembelajaran peran-peran tersebut bisa berubah. Berdasarkan beberapa pendapat tentang pengertian pembelajaran yang telah diungkapkan di atas, maka yang dimaksud dengan pembelajaran adalah upaya penataan lingkungan (fisik, sosial, kultur dan fsikologis) yang bersifat eksternal (datang dari luar pebelajar) serta sengaja dirancang atau didesain (terprogram) sehingga memberikan suasana tumbuh dan berkembangnya proses belajar. Pembelajaran matematika adalah proses interaksi antara guru dan siswa yang melibatkan pengembangan pola berfikir dan mengolah logika pada suatu lingkungan belajar yang sengaja diciptakan oleh guru dengan berbagai metode agar program belajar matematika tumbuh dan berkembang secara optimal dan siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien.Selain interaksi yang baik antara guru dan siswa tersebut, faktor lain yang menentukan keberhasilan pembelajaran matematika adalah bahan ajar yang digunakan dalam proses pembelajaran tersebut. Kegiatan pertama yang harus dilakukan oleh guru dalam melaksanakan pembelajaran yaitu memilih model pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa. Model Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini menunjukan bahwa didalam pembelajaran kontekstual, siswa menemukan hubungan penuh makna antara ide-ide abstrak dengan penerapan praktis didalam konteks dunia nyata. Kegiatan pembelajaran merupakan kesatuan kegiatan yang menjadi tanggung jawab seluruh komponen kelas yang melibatkan guru dan siswa. Seorang pendidik atau guru perlu menguasai banyak faktor yang mempengaruhi motivasi dan perkembangan cara berpikir siswa. Guru dapat menerapkan model pembelajaran kontekstual yang dapat menciptakan suatu pembelajaran yang optimal. Peran guru sebagai ujung tombak pendidikan amat strategis dalam mengembangkan potensi siswa. Karena itu penguasaan dalam memilih model pembelajaran yang sesuai mutlak harus dikuasai guru. Siswa sebagai subjek pembelajaran Efektivitas Model Pembelajaran Kontekstual tentunya akan lebih mudah menerima materi yang diberikan, karena guru sudah memahami kebutuhan siswa dengan menerapkan model pembelajaran yang sesuai. Salah satu patokan yang sering digunakan untuk menggambarkan kurang berhasilnya pendidikan matematika adalah pemikiran manusia yang masih berpatokan pada rumus dan angka-angka dengan tidak melihat manfaat dari belajar matematika terhadap kehidupan nyata. Model Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini menunjukan bahwa didalam pembelajaran kontekstual, siswa menemukan hubungan penuh makna antara ide-ide abstrak dengan penerapan praktis didalam konteks dunia nyata. Hal ini disebabkan karena penggunaan sistem pembelajaran yang tradisional yaitu siswa hanya diberi pengetahuan secara lisan (ceramah) sehingga siswa menerima pengetahuan secara abstrak (hanya membayangkan) tanpa mengalami atau melihat sendiri. Padahal siswa membutuhkan konsep-konsep yang berhubungan dengan lingkungan sekitarnya karena pembelajaran tidak hanya berupa transfer pengetahuan tetapi sesuatu yang harus dipahami oleh siswa yang nantinya digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Belajar lebih bermakna jika siswa mengalami sendiri apa yang dipelajari dari pada hanya mengetahui secara lisan saja. Munculnya pembelajaran kontekstual dilatar belakangi oleh rendahnya mutu keluaran/hasil pembelajaran yang ditandai dengan ketidakmampuan siswa menghubungkan apa yang telah mereka pelajari dengan carah pemanfaatan pengetahuan tersebut pada saat ini dan dikemudian hari dalam kehidupan siswa. Oleh karena itu, perlu pembelajaran yang mampu mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan dunia nyata siswa, diantaranya melalui penerapan contextual teaching and learning. Hull’s dan sounders (1996 : 3) Menjelaskan bahwa di dalam pembelajaran kontekstual, siswa menemukan hubungan penuh makna antara ide-ide abstrak dengan penerapan praktis di dalam konteks dunia nyata. Siswa menginternalisasi konsep melalui penemuan, pengetahuan, dan keterhubungan. Pembelajaran kontekstual menghendaki siswa bekerja sama dalam sebuah tim, baik di dalam kelas, maupun di luar kelas. Pembelajaran kontekstual menuntut guru mendesain lingkungan belajar yang merupakan gabungan beberapa bentuk pengalaman untuk mencapai hasil yang diinginkan. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mencoba menerapkan pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran matematika dengan melaksanakan penelitian berjudul “Efektivitas Model pembelajaran Kontekstual Dalam Pembelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan Biasa Siswa Kelas III SDN Lidah Kulon IV/467 Surabaya”. Dan penelitian ini bertujuan untuk Mengukur efektivitas model pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran matematika materi penjumlahan pecahan biasa siswa kelas III SDN lidah Kulon IV/467 Surabaya METODE Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas model pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran matematika. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Nonequivalent Control Group Design yang terdiri dari dua kelompok yakni kelompok ekperimen dan kelompok kontrol. Pemilihan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dalam desain ini dilakukan secara random. πΆπ πΏ πΆπ πΆπ πΆπ Keterangan: O1 : hasil test awal (Pre test) pada kelompok eksperimen O2 : hasil test akhir (post test) pada kelompok eksperimen X : kelompok eksperimen yang diberikan perlakuan O3 : hasil test awal (pre test) pada kelompok kontrol O4 : hasil test akhir (post test) pada kelompok kontrol Langkah-langkah dalam desain penelitian nonequivalent control group design: (1) Pemberian pre test pada kelompok eksperimen (O1) dan kelompok kontrol (O3) untuk mengetahui skor awal sebelum diberikan perlakuan. (2) Memberikan perlakuan yakni menerapkan model pembelajaran kontekstual pada kelompok eksperimen sedangkan pada kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan. (3) Pemberian post test pada kelompok eksperimen (O2) dan kelompok kontrol (O4) untuk mengetahui skor akhir dari kedua kelompok tersebut. (4) Untuk mengetahui pengaruh perlakuan adalah membandingkan skor dari kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol (O2 – O1) – (O3 – O4). Penelitian ini dilaksanakan di SDN Lidah Kulon IV Surabaya. Pememilihan sekolah tersebut karena: (1) Mendapatkan persetujuan dari kepala sekolah untuk melakukan penelitian. (2) Kurang adanya terobosan yang memadai dari guru dalam mengarahkan siswa untuk berpikir secara nyata. (3) Siswa berada pada fase operasional konkret (Piaget), sulit bagi siswa untuk mempelajari matematika yang bersifat abstrak. Menurut Arikunto (2002: 115) “Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian”. Dari pengertian tersebut dapat diartikan bahwa yang dimaksud dengan populasi 693 JPGSD Volume 03 Nomor 02 Tahun 2015 adalah keseluruhan objek individu yang memiliki karakteristik tertentu yang hendak diteliti. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas III SDN Lidah Kulon IV Surabaya. Pada penelitian ini yang menjadi sampel penelitian adalah siswa kelas III SDN Lidah Kulon IV Surabaya. Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah keseluruhan populasi yang terdiri dari 54 orang karena jumlah populasi pada SD tersebut sangat kecil maka peneliti memutuskan untuk mengambil semua populasi pada sekolah tersebut sebagai sampel penelitian yang sering disebut sebagai sampel populasi. Ada dua kelompok yang akan dijadikan sampel penelitian yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Dari kedua kelas tersebut, yang merupakan kelompok eksperimen adalah kelas A dan kelompok kontrol adalah kelas B. Uji coba Intrumen penelitian (1) Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi (Arikunto, 2006:168). Validitas butir soal digunakan untuk mengetahui dukungan suatu butir soal terhadap skor total. Untuk menguji validitas setiap butir soal, skor-skor yang ada pada butir soal yang dimaksud dikorelasikan dengan skor total. Sebuah soal akan memiliki validitas yang tinggi jika skor soal tersebut memiliki dukungan yang besar terhadap skor total. Dukungan setiap butir soal dinyatakan dalam bentuk korelasi, sehingga untuk mendapatkan validitas suatu butir soal digunakan rumus korelasi product moment Pearson. Nilai koefisien korelasi ini dapat diketahui dangan bantuan program SPSS versi 19, dengan rumus sebagai berikut: rxy = π΅∑πΏπ−(∑πΏ)(∑π) √{π΅∑πΏπ − (∑πΏπ )} {π΅∑ππ − (∑ππ )} Keterangan : rxy = koefisien korelasi variabel X dan variabel Y X = skor item Y = skor total N = jumlah siswa Pengujian menggunakan SPSS versi 19 dengan taraf signifikansi 0,05. Dan hasil yang dibandingkan dengan rtabel, kriteria pengujiannya adalah: Jika r-hitung > rtabel, maka intrumen atau item-item pertanyaan berkorelasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan valid). Jika r-hitung < r-tabel, maka intrumen atau item2 pertanyaan tidak berkorelasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan tidak valid). (2) Reliabilitas Menurut Arikunto (2006:178), reliabilitas menunjukan pada suatu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpulan data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang sudah dapat dipercaya, yang reliabel akan menghasilkan data yang dapat dipercaya juga artinya bahwa instrumen tersebut cukup baik sehingga mampu mengungkapkan data yang bisa dipercaya. Kestabilan skor yang diperoleh ketika diuji ulang dengan tes yang sama pada situasi yang berbeda atau satu pengukuran ke pengukuran lainnya. Intrumen dikatakan reliabel jika nilai indeks reliabilitas > 0,7. Reliabilitas merupakan salah satu bentuk khusus dari korelasi yang menggambarkan keajegan alat ukur (Zainul, 2005). Upaya mencari nilai reliabilitas tes dapat digunakan program SPSS versi 19. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu tes objektif hasil belajar siswa melalui soal pretest dan posttest. Dalam penelitian ini, peneliti menentukan data, teknik pengumpulan data, dan instrumen yang digunakan. Teknik pengumpulan data secara lengkap dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Teknik Pengumpulan Data Data Teknik pengumpulan Instrumen penelitian Hasil belajar matematik a siswa Test tulis (pretest dan postest) Lembar tes Teknik Analisis (1) Uji homogenitas dilakukan untuk menguji kesamaan beberapa bagian sampel yakni seragam tidaknya variansi sampel-sampel yang diambil dari populasi yang sama. Prosedur yang digunakan untuk menguji homogenitas varian dalam kelompok adalah dengan menentukan Fmax. Bila F terbukti signifikan artinya terdapat perbedaan dan bila F tidak signifikan berarti tidak ada perbedaan. Pada uji homogenitas, harga F yang diharapkan adalah harga F yang tidak signifikan, yaitu harga F empirik yang lebih kecil daripada harga F teoritik yang terdapat dalam tabel. Dalam Statistik Uji Homogenitas digunakan untuk mengetahui varian dari beberapa populasi sama atau tidak. Uji ini biasanya dilakukan sebagai prasyarat dalam analisis T Test. Asumsi yang mendasari dalam Analisis of varians (ANOVA) adalah bahwa varian dari beberapa populasi adalah sama. Uji homogenitas dapat dihitung dengan menggunkan program SPSS versi 19. (2) Uji normalitas distribusi data dilakukan dengan menggunkan Lilliefors Significance Correction SPSS versi 19 dengan hipotesis yang dilajukan: Ho : distribusi data normal H1 : distribusi data tidak normal. Dasar pengambilan keputusan yaitu jika signifikansi yang disingkat sig > πΌ maka H0 diterima, sedangkan sig < α maka Ho ditolak dan H1 diterima. (3) Uji hipotesis penelitian, menguji tingkat signifikansi perbedaan rata-rata nilai pos-test pada Efektivitas Model Pembelajaran Kontekstual kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan dengan analisis secara statisitik dengan bantuan program SPSS versi 19 dengan menggunkan uji statistik parametrik ( dengan α = 0,05) Kriterian hasil kesimpulan uji t adalah: Ho diterima : bila nilai sig. > 0,05 Ho ditolak : bila nila sig < 0,05 Dengan Hipotesis: jika nilai rata-rata hasil postest pada kelas eksperimen = nilai rata-rata hasil postest pada kelas kontrol (Ho diterima dan H1 ditolak) jika nilai rata-rata hasil postest pada kelas eksperimen ≠ nilai rata-rata hasil postest pada kelas kontrol (Ho ditolak dan H1 diteri HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan melakukan penelitian langsung ke lapangan untuk mengumpulkan data terkait dengan penelitian. Beberapa hal yang dilakukan antara lain: (1) mengadakan studi pendahuluan, (2) merumuskan masalah belajar, (3) melaksanakan tes uji validitas dan reliabilitas, (4) melaksanakan uji pretest, (5) proses pemberian perlakuan, dan (6) melaksanakan uji posttest. Pada studi pendahuluan, peneliti mengadakan studi pendahuluan ke lokasi yang akan dijadikan tempat penelitian, yaitu SDN Lidah Kulon IV/467 Surabaya. Studi pendahuluan ini dilakukan untuk mengetahui masalah belajar yang ada dalam proses pembelajaran. Kegiatan ini dilakukan pada tanggal 8 Oktober 2014 dengan berdiskusi dan bertanya jawab pada guru kelas III. Peneliti mendapatkan data bahwa siswa masih mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal penjumlahan pecahan biasa. Berdasarkan uji validitas isi yang dilakukan validator, mempertimbangkan saran dari validator untuk melakukan revisi pada beberapa butir soal, maka semua soal dapat digunakan untuk instrumen penelitian. Butir soal yang disetujui oleh validator kemudian diuji coba kepada 26 siswa kelas III B SDN Lidah Wetan II/462 Surabaya dengan jumlah butir soal sebanyak 20 butir. Tahap uji coba ini digunakan untuk mengetahui tingkat kevalidan dari 20 butir soal yang menggunakan SPSS versi 19. Pengujian menggunakan SPSS versi 19 dengan taraf signifikansi 0,05. Dan hasil yang dibandingkan dengan r-tabel, kriteria pengujiannya adalah: (1) Jika rhitung > r-tabel, maka intrumen atau item-item pertanyaan berkorelasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan valid). (2) Jika r-hitung < r-tabel, maka intrumen atau item-item pertanyaan tidak berkorelasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan tidak valid). Tabel 2. korelasi skor 20 butir soal N- r- hitung r-tabel Interperstasi B 1 ,544** 0,388 Valid 2 ,236 0,388 Tidak Valid 3 ,539** 0,388 Valid 4 ,253 0,388 Tidak Valid 5 ,505** 0,388 Valid 6 ,202 0,388 Tidak valid 7 ,494* 0,388 Valid 8 ,496** 0,388 Valid 9 ,337 0,388 Tidak Valid 10 ,449* 0,388 Valid 11 ,429* 0,388 Valid 12 ,475* 0,388 Valid 13 ,544** 0,388 Valid 14 ,516** 0,388 Valid 15 ,496** 0,388 Valid 16 ,516** 0,388 Valid 17 ,386 0,388 Tidak Valid 18 ,502** 0,388 Valid 19 ,520** 0,388 Valid 20 ,494* 0,388 Valid Berdasarkan Tanda Bintang SPSS : Dari output di atas diketahui bahwa Nilai Pearson Correlation atau r-tabel mempunyai tanda bintang, ini berarti terdapat korelasi yang signifikan. Dari 20 butir soal yang diujicobakan ternyata terdapat 5 butir soal yang tidak memenuhi kriteria atau nilai t-hitung < t-tabel, 5 butir soal tersebut adalah soal nomor 2, 4, 6, 9 dan 17. Dari analisis yang dilakukan peneliti terhadap butir soal yang tidak valid, peneliti menemukan masalah yakni terdapat butir soal yang memiliki opsi jawaban yang terlalu mirip, kemudian ada butir soal yang memiliki opsi jawaban yang menjebak siswa, sampai terdapat soal yang memang belum dipahami oleh siswa. Untuk melengkapi instrumen tes, peneliti memperbaiki butir soal yang tidak valid seperti memperbaiki opsi jawaban dari butir soal dan mengganti angka soal. Sehingga jumlah soal semuanya yang digunakan dalam pre-test dan pos-test berjumlah 20 soal. 695 JPGSD Volume 03 Nomor 02 Tahun 2015 Untuk mengetahui reliabilitas instrumen soal, peneliti menggunakan data hasil uji coba butir soal dari 26 responden yang terdiri dari 15 butir soal yang dinyatakan valid. Hasil belajar tersebut dihitung menggunakan program SPSS 19 Tabel 3. Statistic reliabilitas Item-Total Statistics Scale Cronbac Mean Scale Corrected h's if Item Variance Item-Total Alpha if Delete if Item Correlatio Item d Deleted n Deleted soal 2 soal 3 soal 4 soal 5 soal 6 soal 7 soal 8 soal 9 soal 10 soal 11 soal 12 soal 13 soal 14 soal 15 soal 16 soal 17 soal 18 soal 19 soal 20 soal 1 4,77 14,905 ,130 ,796 4,73 13,805 ,449 ,777 4,81 14,882 ,154 ,794 4,81 14,082 ,423 ,779 4,81 15,042 ,102 ,797 4,73 13,965 ,400 ,780 4,77 14,025 ,407 ,780 4,73 14,525 ,229 ,791 4,77 14,185 ,356 ,783 4,81 14,322 ,341 ,784 4,69 13,982 ,374 ,782 4,77 13,865 ,460 ,777 4,73 13,885 ,424 ,779 4,69 13,902 ,398 ,780 4,73 13,885 ,424 ,779 4,85 14,535 ,303 ,786 4,65 13,835 ,402 ,780 4,77 13,945 ,433 ,778 4,73 13,965 ,400 ,780 4,65 13,675 ,448 ,777 Tabel 4. Reliabilitas Instrumen Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items ,792 20 Dari hasil perhitungan diperoleh r = 0,792, nilai indeks reliabilitas ini > 0,7 sehingga instrumen tes ini dikatakan reliabel. Analisis butir soal untuk instrumen soal tes pada penelitian ini terdiri dari validitas dan reliabilitas. Hasil perhitungan dari 20 soal yang dianalisis terdapat 5 soal yang tidak valid, 5 soal tersebut adalah soal nomor 2, 4, 6, 9 dan 17. 5 Soal yang tidak valid diperbaiki dan kemudian digunakan untuk soal pre-test dan pos-test yang berjumlah 20 soal. Berdasarkan hasil pre-test dari kedua sampel (kelas eksperimen dan kelas kontrol), kemudian digunakan untuk menguji homogenitas dengan menggunakan program SPSS versi 19. Tabel 5. Uji Homogenitas Test of Homogeneity of Variances Xy Levene Statistic df1 df2 Sig. 2,520 15 ,069 6 Berdasarkan output SPSS di atas diketahui bahwa nilai F empirik dapat dilihat pada kolom sig. yaitu sebesar 0,069. Dengan menggunakan db= 27-1 = 26, maka didapat harga F teoritik dari tabel sebesar 2,59 pada taraf signifikan 5% . Oleh karena F hitung atau F empirik < F tabel atau F teoritik (0,069 < 2,59 ), maka dapat diinterpretasikan bahwa harga F empirik tidak signifikan, dapat diartikan juga bahwa tidak adanya perbedaan dari kedua sampel tersebut atau dapat dinyatakan bahwa kedua sampel tersebut homogen. Sehingga sampel pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dinyatakan sama untuk dilakukan penelitian, yang digunakan untuk menguji efektivitas model pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran matematika materi penjumlahan pecahan biasa. Hasil uji normalitas dari postest kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan menggunakan program SPSS 19 diperoleh harga statistik uji untuk tingkat signifikan 5 %. Dapat dilihat pada tabel berikut ini Efektivitas Model Pembelajaran Kontekstual Tabel 6. Uji Normalitas Data Tests of Normality Klseksp erim en kls_ kont rol KolmogorovSmirnova Shapiro-Wilk Stati stic df Sig. Statistic df Sig. ,139 27 ,192 ,949 27 ,197 ,167 27 ,050 ,925 27 ,052 a. Lilliefors Significance Correction Jumlah sampel ≤ 50 maka menggunakan Shapiro-Wilk Berdasarkan output di atas, diketahui bahwa nilai signifikansi posttest kelas eksperimen sebesar 0,197 dan nilai signifikansi kelas control sebesar 0,052. Nilai signifikansi dari kedua kelas tersebut lebih besar dari 0.05, sehingga dapat diduga bahwa data yang diuji berdistribusi normal, artinya data tersebut dapat digunakan untuk pengujian hipotesis. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar histogram berikut ini; Gambar 2. Pengujian hipotesis dilakukan setelah uji homogenitas dan uji normalitas yang menunjukan hasil kedua sampel penelitian adalah bersifat homogen dan berdistribusi normal. Uji hipotesis ini menggunakan uji t (“t” test) untuk menguji hipotesis nihil (Ho) yang menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual tidak efektiv dalam pembelajaran matematika pada materi penjumlahan pecahan biasa. Kriterian hasil kesimpulan uji t adalah: Ho diterima : bila nilai sig. > 0,05 Ho ditolak : bila nila sig < 0,05 Hipotesis: jika nilai rata-rata hasil postest pada kelas eksperimen = nilai rata-rata hasil postest pada kelas kontrol (Ho diterima dan H1 ditolak) jika nilai rata-rata hasil postest pada kelas eksperimen ≠ nilai rata-rata hasil postest pada kelas kontrol (Ho ditolak dan H1 diterima) Tabel 7. Uji t nilai Postest kelas eksperimen dan kelas kontrol. Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Gambar 1. 697 t JPGSD Volume 03 Nomor 02 Tahun 2015 Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Pair 1 postest_kls_ek 7,957 sperimen postest_kls_ko ntrol t 28,340 3,660 Paired Samples Test df Pair 1 postest_kls_ek 26 sperimen postest_kls_ko ntrol Sig. (2-tailed) ,001 Berdasarkan data tabel diperoleh uji t nilai posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol terdapat sifnifikansi sebesar 0,001 dengan taraf signifikansi sebesar 5 % (0,05) di peroleh dari 100% -95%. Maka uji t nilai postest (0,001 < 0,05) adalah menolak Ho dan menerima H1, Hal ini berarti pada kelas kontrol dan kelas eksperimen terdapat perbedaan atau tidak sama yang artinya terdapat signifikansi nilai postest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Sehingga dapat dikatakan bahwa model pembelajaran kontekstual evektif dalam pembelajaran matematika pada materi penjumlahan pecahan biasa. Pembahasan Instrumen soal yang telah disetujui oleh validator yang digunakan untuk soal pre-test dan pos-test di uji cobakan terlebih dahulu pada siswa kelas III SDN Lidah Wetan II/467 Surabaya yang berjumlaah 26 orang. Instrumen di uji cobakan agar dapat mengetahui apakah soal-soal yang digunakan tersebut valid dan reliabilitas, sehingga menjadi layak untuk digunakan dalam soal pretest dan pos-test. Dari 20 soal yang diuji cobakan kemudian diolah melalui program SPSS Versi 19 (lampiran) dengan taraf signifikansi 0,05 dan r-tabel sebesar 0,388 ternyata hanya 15 soal yang valid dan 5 soal lainnya tidak valid. Dari 15 butir soal yang valid kemudian dihitung menggunakan program SPSS versi 19 (lampiran) dan diperoleh nilai r-hitung sebesar 0,792 sementara nilai indeks reliabilitas sebsesar 0,7, hal ini berarti instrumen soal tersebut dikatakan reliabilitas karena r-hiutng > indeks reliabilitas ( 0,792 > 0,7). Hal pertama yang harus dilakukan dalam pengujian hipotesis adalah menguji homogenitas kedua sampel pada kelas eksperimen dan kelas kontrol apakah kedua sampel tersebut homogen atau sama, yang mana data yang diuji adalah data hasil pre-test dari kedua kelas tersebut. Menguji homogenitas dari kedua sampel dapat dillakukan dengan menggunakan program SPSS versi 19 (lampiran), berdasarkan output SPSS diketahui bahwa nilai F empirik dapat dilihat pada kolom sig. yaitu sebesar 0,069. Dengan menggunakan db= 27-1 = 26, maka didapat harga F teoritik dari tabel sebesar 2,59 pada taraf signifikan 5% . Oleh karena F hitung atau F empirik < F tabel atau F teoritik (0,069 < 2,59 ), maka dapat diinterpretasikan bahwa harga F empirik tidak signifikan, dapat diartikan juga bahwa tidak adanya perbedaan dari kedua sampel tersebut atau dapat dinyatakan bahwa kedua sampel tersebut homogen. Hal kedua yang harus dilakukan sebelum pengujian hipotesis adalah uji normalitas data, apakah data yang diuji tersebut berdistribusi normal. Data yang akan diuji dalam pengujian normalitas data adalah data hasil postest dari kedua sampel pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pengujian normalitas data dapat menggunakan program SPSS versi 19 dengan taraf signifikansi 5% (lampiran), karena sample ≤ 50 maka peneliti menggunakan Shapio-Wilk. Berdasarkan hasil output diketahui bahwa nilai signifikasi pos-test kelas eksperimen sebesar 0,197 dan nilai signifikansi kelas kontrol sebesar 0,052. Nilai signifikansi dari kedua kelas tersebut lebih besar dari 0.05, sehingga dapat diduga bahwa data yang diuji berdistribusi normal. Karena data hasil pre-test pada kelas eksperimen dan kelas kontrol bersifat homogen, dan data hasil pos-test pada kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal maka langkah selanjutnya adalah pengujian hipotesis atau uji-t. Berdasarkan data tabel dengan menggunakan program SPSS versi 19 (lampiran) diperoleh uji t nilai pos-test kelas eksperimen dan kelas kontrol terdapat sifnifikansi sebesar 0,001 dengan taraf signifikansi sebesar 5 % (0,05) di peroleh dari 100% - 95%. Maka uji t nilai postest (0,001 < 0,05) adalah menolak Ho dan menerima H1, Hal ini berarti pada kelas kontrol dan kelas eksperimen terdapat perbedaan atau tidak sama yang artinya terdapat signifikansi nilai postest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Sehingga dapat dikatakan bahwa model pembelajaran kontekstual evektif dalam pembelajaran matematika pada materi penjumlahan pecahan biasa. Kelas yang dijadikan kelas kontrol dalam penelitian ini adalah kelas III A SDN Lidah Kulon IV/467 Surabaya. Sampel di kelas kontrol ini berjumlah 27 orang. Proses pembelajaran di kelas kontrol sebanyak 2 kali pertemuan, pertemuan pertama diberikan pre-test dengan waktu yang disediakan 45 menit. Pertemuan kedua diberikan pembelajaran tanpa menerapkan Efektivitas Model Pembelajaran Kontekstual pendekatan kontekstual dan kemudian diberikan pos-test , waktu yang disediakan 105 menit. Pembelajaran langsung dilakukan oleh peneliti. Kelas yang dijadikan kelas eksperimen dalam penelitian ini adalah kelas III B SDN Lidah Kulon IV/467 Surabaya. Sampel di kelas kontrol ini berjumlah 27 orang. Proses pembelajaran di kelas eksperimen sebanyak 2 kali pertemuan, pertemuan pertama diberikan pre-test dengan waktu yang disediakan 45 menit. Pertemuan kedua diberikan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kontekstual dan kemudian diberikan pos-test , waktu yang disediakan 105 menit. Pembelajaran langsung dilakukan oleh peneliti. Pada kelas kontrol dan kelas eksperimen, waktu memberikan pre-test yaitu pada hari yang berbeda dan jam yang sama. Dan waktu memberikan perlakuan dan pos-test yaitu sama dengan waktu memberikan pre-test yaitu pada hari yang berbeda dan jam yang sama. menggunakan model pembelajaran kontekstual dengan siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. Hal ini menunjukkan secara teoritis hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu acuan untuk mengembangkan model pembelajaran pada materi penjumlahan pecahan biasa dan pada materi pokok yang lainnya dalam pembelajaran matematika. Hasil penelitian diperoleh bahwa terdapat perbedaan prestasi belajar siswa pada materi penjumlahan pecahan biasa antara siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kontekstual dengan siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan model pembelajaran konvensional. Ditinjau dari nilai rata-rata pos-test siswa pada materi penjumlahan pecahan biasa, ternyata siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kontekstual mempunyai nilai rata-rata yang lebih tinggi daripada siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. Hal ini menunjukkan bahwa secara teoritis hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu acuan untuk meningkatkan atau mengoptimalkan prestasi belajar siswa, pada mata pelajaran matematika. Menggunakan model pembelajaran kontekstual membuat siswa lebih aktif dalam kegiatan belajar, sebab siswa berfikir dan menggunakan kemampuan dirinya untuk belajar dalam pemahaman suatu konsep matematika. Selain itu, menggunakan model pembelajaran kontekstual membuat siswa lebih mudah memahami dan mengingat apa yang dipelajari, sebab dalam pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual siswa dituntut untuk mengalami sendiri yang sedang dipelajari dan bukan hanya menghafal. (2) Implikasi Praktis. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi guru dan calon guru dalam upaya peningkatan kualitas proses belajar mengajar dan prestasi belajar siswa. Dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar mengajar, guru dapat memilih model pembelajaran yang tepat, efektif dan efisien sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa pada materi penjumlahan pecahan biasa. PENUTUP Simpulan Berdasarkan kajian teori dan didukung adanya analisis hasil penelitian serta mengacu pada perumusan masalah yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : (1) Pembelajaran matematika pada kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran kontekstual pada materi penjumlahan pecahan biasa menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik, jika dibandingkan dengan pembelajaran matematika pada kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dikatakan bahwa model pembelajaran kontekstual efektif dalam pembelajaran matematika pada materi penjumlahan pecahan biasa. (2) Kemampuan awal siswa dalam pembelajaran matematika pada kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki kemampuan yang hampir sama, hal ini dapat dilihat pada nilai pre-test siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Sedangkan kemampuan akhir siswa pada kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran kontekstual memiliki nilai rata-rata yang lebih tinggi, jika dibandingkan dengan kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran konvensional , hal ini dapat dilihat pada nilai pos-test dari kedua kelas tersebut. Saran Berdasarkan kesimpulan dan implikasi di atas maka ada beberapa saran yang ditujukan pada peneliti yang lain, calon guru, guru, siswa dan kepala sekolah yaitu: (1) Kepada peneliti yang lain. Hasil penelitian ini hanya terbatas pada pokok bahasan penjumlahan pecahan biasa, mungkin dapat dikembangkan untuk materi yang sejenis dengan lebih memperhatikan waktu penelitian sehingga diperoleh hasil yang lebih lengkap dan baik. (2) Kepada calon guru dan guru mata pelajaran matematika Dalam pembelajaran matematika, guru harus dapat Implikasi Berdasarkan pada kajian teori serta mengacu pada hasil penelitian ini, maka penulis akan menyampaikan implikasi yang berguna baik secara teoritis maupun secara praktis. (1) Implikasi Teoritis. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa terdapat perbedaan prestasi belajar siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan 699 JPGSD Volume 03 Nomor 02 Tahun 2015 mengalokasikan waktu dengan tepat, serta membuat perangkat pembelajaran yang benar-benar efektif dan efesien, selain itu harus teliti dalam memilih benda sebagai media pembelajaran yang akan dipelajari sehingga dengan mudah dapat dipahami oleh siswa. Model pembelajaran kontekstual merupakan salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru untuk meningkatkan prestasi belajar matematika oleh karena itu hendaknya guru mau mencoba model pembelajaran tersebut untuk mengajarkan pada materi penjumlahan pecahan biasa. (3) Kepada Siswa. Sebaiknya siswa mengikuti dengan aktif dalam kegiatan belajar mengajar, berusaha mengaplikasikan, selalu memperhatikan dan menghargai penjelasan, pendapat, pertanyaan atau jawaban yang disampaikan oleh siswa lain pada saat kegiatan belajar berlangsung agar kemampuan pemahamann konsep sebagai tujuan dalam belajar dapat tercapai. Saat diskusi berlangsung, siswa yang memiliki kemampuan lebih dibandingkan dengan teman-teman yang lain hendaknya bersedia membagi pengetahuan kepada teman yang belum paham tentang suatu hal.(4) Kepada Kepala Sekolah. Hendaknya kepala sekolah menyarankan kepada guru matematika agar dalam memberikan pembelajaran dapat memperoleh hasil yang optimal harus memilih model pembelajaran yang mengaktifkan siswa, salah satu model pembelajaran yang dapat dipilih adalah model pembelajaran kontekstual. Agar proses pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual dapat berjalan dengan baik dan menghasilkan prestasi belajar yang maksimal, sebaiknya kepala sekolah menyediakan fasilitas seperti kelas dengan tempat duduk dan meja yang sudah diatur untuk keperluan diskusi, sehingga setiap proses pembelajaran matematika akan belangsung dengan baik tidak banyak memakan waktu dan menimbulkan suara dan kegaduhan. DAFTAR PUSTAKA Depdiknas. 2002. Pendekatan Depdikbud. Jakarta Kontekstual (CTL). Johnson, PH.D Elanie B. 2002. Contextual Teaching and Learning: menjadikan kegiatan belajar mengajar mengasykan dan bermakna. California: pustaka Pelajar. Morissan. 2014. Metode penelitian Survei. Jakarta: Kharisma Putra Utama. Sugiyono. 2010. Metode pendekatan kuatitatif Bandung Penelitian Pendidikan dan kualitatif R&D. Soedjadi . 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Dirjen Pendidikan tinggi Depdiknas. http://www.scribd.com/doc/7640-Pembelajaranmatematika- Oktaviandy, Navel. 2011. “Konteks Membagi Roti dalam Mempelajari Konsep Luas Segitiga.” Navel’s Blog. http://navelmangelep.wordpress.com/category/artikeltentang-pmri/. Suharsimi Arikunto. 1998. Manajemen Penelitian. P2LPK. Jakarta.