MODUL PERKULIAHAN Komunikasi Organisasi Pendekatan Budaya & Kritis Fakultas Program Studi Ilmu Komunikasi Public Relations Tatap Muka 13 Kode MK Disusun Oleh MK10230 Reddy Anggara, S.IKom., M.IKom. Abstract Kompetensi Diisi dengan abstract Diisi dengan kompetensi A.Pendekatan Budaya Kritis Pada saat tertentu kata budaya dikaitkan dengan harapan tentang kualitas atau atribut tertentu. Misalnya pada saat kita mendengar orang menggunakan kata kasar, makan dengan cara sembarangan maka kita akan kaitkan hal itu dengan atribut TIDAK BERBUDAYA Sebelum melihat mengenai budaya, ada baiknya terlebih dahulu kita meninjau sedikit sejarah mengapa pendekatan ini muncul. Sharitzs & Ott (2001) menyatakan bahwa gerakan budaya ini diawali oleh melemahnya kekuatan industri Amerika di tahun 1970 an. Sedangkan di saat yang sama justru industri di Jepang mengalami pertumbuhan 6 kali lipat. Berdasarkan hal ini, Amerika tampaknya ingin “belajar” dari Asia khususnya Jepang, melihat apa yang dilakukan oleh Jepang sehingga mereka dapat mengalami pertumbuhan yang begitu pesat. Meskipun reformasi gerakan budaya ini muncul dengan berbagai bentuk maupun nama tetapi pada dasarnya dapat dikenali bahwa asal kesemuanya ini diawali oleh gerakan mutu Deming, yang pada tahun 1950 mampu meyakinkan eksekutif di Jepang untuk menggunakan metodenya. Hal ini diikuti dengan keberhasilan Jepang di tahun 1975. Kita tidak akan membahas mengenai hal ini lebih lanjut lagi. Kita akan melihat sepintas, siapa saja yang berada pada gerakan ini. Gerakan budaya ini dapat dilihat melalui teori – teori TQM (Total Quality Management), Japanesse Management Ouchi, The search for excellence Peter and Waterman, Learning Organization, Balanced Scorecard, Reinventing government, reenginering,dll. Kesemuanya itulah yang menandai era gerakan budaya. Tetapi pada perjalanannya pembahasan mengenai budaya organisasi terutama dari sudut pandang komunikasi organisasi ada sedikit perbedaan penekanan. Jika dicermati dari pendekatan – pendekatan yang ada, pada pandangan tradisional atau klasik yang dibahas dalam organisasi adalah strategi pengelolaan organisasi yang berpusat pada individu dan komunitas. Yang menjadi perhatian di sini adalah bagaimana organisasi dikelola dan komunikasi dikelola melalui struktur. Memberi penghargaan kepada anggota organisasi melalui menghargai kompetensi dan kinerja mereka akan 2012 2 Komunikasi Organisasi Reddy Anggara., S.IKom., M.Ikom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id meningkatkan motivasi mereka. Mereka diasumsikan dapat termotivasi dan mau bertindak sesuai dengan apa yang diinginkan organisasi. Secara ekstrim bahkan gambaran komunikasi yang ada pada pendekatan ini adalah menekan keinginan anggota untuk berhubungan dengan pihak lain. Dikhawatirkan, rasa keterkaitan atau hubungan dengan pekerja lain akan mengancam kontrol organisasi. Pendekatan yang lain mulai dari human relations dan selanjutnya, memfokuskan pada dimensi hubungan melalui komunikasi antara anggota. Komunikasi di antara mereka dapat meningkatkan kepuasan kerja dan dapat meningkatkan kualitas hubungan anterpersona dalam pekerjaan. Pendekatan budaya menggambarkan bahwa manusia adalah mahkluk yang emosional dan rasa untuk saling terhubung dengan orang lain serta komunitasnya merupakan aspek yang penting. Rasa dan emosi keterikatannya dengan organisasinya atau dengan anggota lain merupakan pengaruh kuat bagaimana seseorang akan bertindak dan berperilaku serta berkomunikasi dalam lingkungan kerjanya. Pendekatan budaya ini menyatakan bahwa karyawan dapat melakukan pilihannya berdasarkan kepercayaan, nilai dan proses berpikirnya. Berdasarkan hal tersebut supaya mereka dapat bekerja penuh bagi organisasi maka organisasi perlu mempersuasi mereka untuk dapat menerima atau memiliki kesamaan nilai, kepercayaan dan kerangka berpikir dengan organisasi. Di sinilah inti dalam komunikasi organ isasi kaitan nya dengan budaya. Kita juga akan menjadi sadar budaya pada saat melakukan analisa tentang sebuah budaya. Misalnya sebagai karyawan terkadang kita tidak sadar dengan budaya yang terjadi dengan sekeliling kita. Pada saat kita secara akademis ditugasi untuk mengidentifikasi budaya maka kita akan sadar tentang budaya yang ada di sekitar. Untuk itu, jawablah dengan cepat pertanyaan-pertanyaan di bawah ini tanpa menanyakan kepada orang lain dan tidak perlu melihat dokumen apapun yang ada di kantor.... mulai dari SEKARANG ! 2012 3 Komunikasi Organisasi Reddy Anggara., S.IKom., M.Ikom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 1. Ceritakan ttg perusahaan anda; Apa bisnisnya; Siapa kompetitor anda; apa pekerjaan anda di sana? 2. Misi Perusahaan? Bagaiamana cara mencapainya? Apakah anda berusaha itu mencapainya? Mengapa? Bagaimana pendapat anda tentang tujuan orgnaisasi? Apakah anda berusaha mencapainya? Mengapa? 3. Apakah ada orang “hebat” di perusahaan anda? Apa yang ia lakukan? Apakah ada “ perusuh” dalam organisasi anda? Mengapa mereka dianggap “perusuh”. Jika ada tolong ceritakan secara detail tentang mereka sehingga bisa dipahami mengapa julukan tersebut melekat pada mereka? 4. Kapan seseorang menjadi anggota baru? Ada “upacara” untuk itu (untuk pengenalan) 5. Jika anda diminta untuk memberikan pidato tentang perusahaan anda pada event khusus di luar organisasi anda, introduksi (cerita/kata pembuka) seperti apa yang akan anda sampaikan pada awal pidato? 6. Adakah sesuatu yang unik tentang cara berpikir di sini (mis ttg cara suatu pekerjaan harus diselesaikan)? Adakah perbedaan dalam hal tersebut di antara divisi? Apakah cara pengambilan keputusan unik di sini? Jika saya ingin sukses di sini, apa yang harus saya lakukan dan apa yang tidak boleh saya lakukan? 7. Apakah ada upacar/ritual/special event yang ada dan pernah anda ikuti di sini? Bagaiamana dengan simbol status/identitas? Apakah ada? Apa artinya buat organisasi ini? Apa pengaruhnya bagi mereka? 8. Jika media setempat meliput organisasi anda, apa kira – kira yang akan mereka bicarakan? Jika anda yang menulis berita, apa yang akan anda tulis? Jika ada berita tentang perusahaan anda, beranikah anda mengcounter dari sudut pandang yang berbeda? 9. Jika anda mendengar berita baik tentang organisasi anda, darimana kira – kira datangnya? Jika anda dengar lalu kepada siap pertama – tama hal tersebut akan anda sampaikan? Bagaimana caranya? Apakah yang disebut berita baik menurut anda dan apakah yang dapat dikatakan berita buruk menurut anda Pembahasan mengenai budaya organisasi berbeda di setiap perspektif. Perspektif yang akan dibahas di sini meliputi tradisional, interpretif dan kritis (interpretif kritis) Pada prinsipnya dapat dikatakan secara singkat bahwa perspektif tradisional melihat budaya sebagai sesuatu yang dimiliki organisasi, sebagai suatu karakteristik yang dimiliki 2012 4 Komunikasi Organisasi Reddy Anggara., S.IKom., M.Ikom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id organisasi. Perspektif interpretif dan interpretif kritis melihat budaya sebagai organisasi itu sendiri, sebagai hakikat dari kehidupan organisasi. Interpretif murni melihat budaya dengan cara menggambarkan isi atau budaya organisasi itu sendiri sedangkan interpretif kritis lebih menekankan pada evaluasi budaya melalui pelaksanaan kekuasaan yang terjadi antara kelompok dalam organisasi (Daniels et al 1997,p.204). 1. Tradisional Tradisional atau yang dikenal juga dengan fungsionalis, seperti telah dikenal sebelumnya, lebih cenderung membahas mengenai struktur, ukuran teknologi oganisasi, dll. Semua variabel tersebut diarahkan untuk mencapai efektifitas organisasi. Menurut Smircich dalam Daniels (1997), budaya organisasi pun dipandang sebagai upaya mencapai efektifitas organisasi. Strategi yang dilakukan adalah dengan menekankan kontrol manajer terhadap budaya. Konsepkonsep budaya yang ada di sini seperti misalnya Peter dan Waterman dengan The Search of Excellence. Tema Budaya dari Peters & Waterman adalah Excellent Organization. Mereka berdua mengidentifikasi aspek dari budaya organisasi yang lazim terdapat pada organisasi dengan kinerja tinggi. Mereka mempelajari sekitar 62 organisasi yang dinilai excellent oleh karyawan dan juga oleh para ahli. Mereka menemukan bahwa organ isasi yang excellent adalah mereka yang: 1. Dekat dengan konsumen 2. Mendorong karyawan untuk mampu mandiri dan berjiwa eneterpreneur (secara mandiri mencari ide-ide baru dan cara-cara baru yang dapat disumbangkan pada organisasi) 3. Manajer mereka menghargai seluruh karyawan dan percaya bahwa produktifitas bisa datang dari ketrampilan dan kreatifitas setiap orang 4. Mereka memiliki budaya kuat, sehingga nilai-nilai yang ada pada budaya itu diketahui, dipahami dan diterima oleh setiap karyawan 5. Mereka menggunakan/menyewa karyawana yang memang kompeten di bidangnya 6. Mereka memiliki “A Bias for acting” dalam hal ini berarti mereka responsif dan segera merespon dengan cepat lingkungan mereka 2012 5 Komunikasi Organisasi Reddy Anggara., S.IKom., M.Ikom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 7. Mereka tidak akan mengambil tugas atau pekerjaan yang ada di luar kemahiran mereka 8. Budaya Organisasi dan In Serach of Excellence memiliki dampak bagi praktek organisasi. Di sini mereka menekankan pentingnya budaya (hal-hal intangibles) pada organisasi. Selainjutnya, Peter dan Nancy Austin, menjadikan 8 prinisp itu menjadi 4(empat) yaitu melayani konsumen (kesopanan, cepat tanggap/responsiveness, menghargai), secara konstan mendukung inovasi dan menghargai inovasi, percaya pada orang/faith ini people atau disebut juga sikap human relations dan kepemimpinan. Selain Peters & Waterman, ada pula Deal & Kennedy masih dalam Daniels (1997). Deal Kennedy menyebutnya sebagai Budaya Kuat (Strong Culture). Mereka menyatakan bahwa manajemen seharusnya bertanggungjawab terhadap pengembangan dan pembentukan komitmen melalui propaganda kepercayaan yang diharapkan organisasi dan peraturan informal yang mempengaruhi perilaku anggota, melalui berbagai cara. Berdasarkan Deal dan Kennedy, perusahaan harus mampu membangun budaya yang kuat. Budaya yang kuat perlu dibangun karena efektifitas organisasi dapat meningkat dengan cara membiarkan karyawan tahu apa yang diharapkan oleh perusahaan dari mereka. Yang kedua, budaya kuat membuat karyawan merasa lebih nayaman dengan apa yang mereka perbuat, sehingga mereka dapat bekerja lebih giat lagi. Budaya kuat sendiri dipahami sebagai organ isasi yang kohesif dimana anggotanya memiliki komitmen penuh terhadap organisasi dan tujuannya. Budaya kuat dapat tercipta apabila setiap orang tahu apa tujuan organisasi dan mereka bekerja untuk mencapai tujuan tersebut. Adapun nilai-nilai yang mereka atemukan dalam buday kuat adalah: 1. Nilai: adalah kepercayaan dan visi organsiasi yang dipegang teguh oleh anggota. 2. Nilai-Nilai Kepahlawanan (Heroes): adalah individu yang dapat dijadikan teladan (exemplify) berdasarkan nilai-nilai yang dimiliki organisasi. 2012 6 Komunikasi Organisasi Reddy Anggara., S.IKom., M.Ikom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 3. Upacara dan Rituals: adalah kegiatan seremonial yang dalam kegiatan tersebut nilsinilai organisasi diperingati. Biasanya pada acara-cara seperti ini juga penghragaan – penghargaan diberikan kepada mereka yang dianggap melaksanakan nilai-nilai tertinggi dari perusahaan. 4. Jaringan budaya (cultural network), adalah sistem komunikasi yang melaluinya nilainilai budaya dibentuk,dilembagakan dan dianjurkan untuk dilakukan/reinforced Yang ada dalam perspektif tradisional atau yang di beberapa literatur disebut sebagai fungsionalis, sebagai organisasi memliki budaya, Conrad (1994) menyebutnya sebagai Viewing Culture as Something Organization “Have”. Pada perspektif ini, seperti yang ada d I di atas, budaya didefinisikan sebagi The shared assumptions, value, beliefs, änguage, symbols, and meaning systems that hold the organization together (Conrad 1994,p.23). Organisasi dengan budaya yang kuat, karyawan melalui organisasi, tanpa menghiraukan level atau peran formalnya, mereka semua saling berbagi tujuan yang sama, memiliki perasaan yang sama tentang organisasi dan menginterpretasikan budaya dengan cara yang sama. Budaya diasumsikan dapat dikelola secara strtaegis oleh manajer tingkat atas mellaui komunikasi persuasif, mereka mengkomunikasikan nilai-nilai yang dimiliki organsiasi. Organisasi juga menyediakan penghargaan baik yang berwujud maupun tidak berwujud untuk emnghargai karyawan yang menjalankan nilai-nilai tersebut. Buaday kuat juga merupakan kunci kontrol bagi manajemen, komitmen karyawan dan efektifitas organisasi 9Conrad 1 994,p.23) 2. Perspektif Interpretif Perspektif ini memperhatikan mengenai kerangka berpikir anggota organisasi. Hal ini hampir sama dengan apa yang diperhatikan oleh perspektif tradisional, hanya saja dengan cara yang berbeda. Pendekatan ini melihat bahwa budaya organisasi adalah jaringan dari proses berbagi arti antar anggota. Budaya di sini dilihat sebagai Something Organizations “Are (Conrad 1994,p27). Budaya di sini merupakan proses kreasi komunikasi 2012 7 Komunikasi Organisasi Reddy Anggara., S.IKom., M.Ikom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Budaya organisasi dicirikan dengan memfokuskan pada simbol dan tema melalui diskursus simbol. Menurut Cheney et all (2004) perspektif interpretif menggambarkan budaya sebagai penggambaran keseluruhan organisasi, prosesnya,strukturnya dan segala hal yang tampak secara material maupun yang imajinatif yang ada dalam organisasi. Budaya Organisasi dipahami sebagai keseluruhan manusia, tujuan, aksi, pengalaman dan interpretasi.. Melalui komunikasi, anggota budaya dan juga organisasi belajar untuk tahu siapa mereka, apa peran mereka. Dan apa yang dapat dilakukan bersama untuk menjalankan budaya tersebut bersama-sama. Mereka melegitimasi anggota adalah mereka yang mau menjalankan budaya yang dianut bersama. Media komunikasi yang mereka lakukan untuk ini biasanya adalah melakukan cofee morning, rapat mingguan, dll. Budaya juga mengandung unsur kesejarahan. Budaya muncul dan berekambnag dari waktu ke waktu. Adaptasi terhadap perubahan terjadai pada para anggota, fungsi, masalah dan tujuan. Warisan kejadian, orang dan pola komunikasi masa lalu tetap berlanjut dan direfleksikan dengan cara para anggota menginterpretasikan dan meresponnya. Yang membedakan antara perspektif ini dengan perspektif terdahulu, tradisionalis melihat budaya sebagai yang dimiliki organisasi (Have), mereka melihat budaya sebagai sesuatu yang konsisten dan homogen. Perspektif ini melihat budaya adalah organisasi (Are), budaya dilihat sebagai sesuatu yang berbeda-beda dan tidak tetap. Perspektif ini melihat bahwa budaya dalam organisasi dapat berbeda-beda karena di dalam budaya yang ada pasti ada kelompok budaya yang lain (sub culture) dan ini dibawa oleh orangorang yang berbedabeda di organisasi. Pimpinan sadar dengan kondisi ini dan berperan dalam memandu perbedaan tersebut. Perbedaan ini dapat muncul secara tidak disengaja maupun disengaja. Contoh budaya berbeda yang disengaja, Apple mereka menciptakan tim baru untuk membuat Macintosh dan memisahkan dari yang lain. Otomatis dalam kasus ini ada sub budaya baru yang memang sengaja diciptakan. 2012 8 Komunikasi Organisasi Reddy Anggara., S.IKom., M.Ikom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 3. Perspektif interpretif kritis Dimulai dengan premis bahwa organisasi adalah tempat dimana anggota membangun sistem berbagi arti dan segala perbedaan untuk memenuhi tujuan individu dan organisasi. Jika dilihat memamng tidak berbeda dengan perspektif interpretif. Ynag membedakan diantar keduanya yaitu dalam interpretif kritis, juga melihat bahwa organisasi adalah sebagai tempat perjuangan sistem arti yang saling berlawanan. Seperti misalnya kekuatan perjuangan kelompok tertentu misalnya manajer dan pemiliki, adalah diprioritaskan, berarti mereka menerima keuntungan yang lebih banyak daripada anggota. Grup lain misalnya mereka yang berada di luar manajemen, berarti mereka menerima keuntungan yang lebih sedikit. Sebagai contoh, kita adopsi contoh yang dikemukakan oleh Daniels yang mencontohkan misalnya dalam organisasi terjadi penurunan penjualan. Kedua belah pihak antara manajer dan bawahannya mengadakan pertemuan untuk membahas hal tersebut. Ada banyak ketentuan yang dicapai dalam pertemuan tersebut, salah satunya adalah peningkatan kinerja karyawan untuk dapat mencapai produk yang berkualitas dan dengan kuantitas yang lebih tinggi. Pada kasus ini, hasil yang dicapai dapat dipahami sebagai kemenangan pihak manajer, sedangkan bagi pihak karyawan mereka dirugikan karena mereka harus bekerja ekstra keras yang juga tidak menambah haisl baginya. Dalam hal ini pertanyaannya keuntungan dari keputusan tersebut ada pada siapa? Pandangan interpretif kritis, menekankan pada masalah seperti di atas misalnya tentang ketidak seimbangan arti yang diciptakan dalam organisasi. Melalui memunculkan pertanyaan-pertanyaan akan memunculkan kesadaran atas interpretasi alternatif, jalan lain yang lebih potensial untuk memberdayakan pihak yang dikalahkan. Sekali lagi diingatkan bahwp pembagian perspektif antara satu dan lain berbedabeda. Pembagian yang ada di atas (tradisional, interpretif dan interpretif kritis) diambil dari Perspectives on Organizational Communication Daniels et al (1997). Beberapa buku akan menampilkan lain. Seperti misalnya jika anda membaca Organizational Culture and Identity Martin Parker (2000) akan ditemukan pembagian berdasarkan perspektif fungsionalis, strukturalis radikal, interpretif dan radical humanis. Selain pembagian berdasarkan periode ada buku lain yang menjelaskannya berdasakan tema-tema pendekatan budaya seperti budaya sebagai simbol dan 2012 9 Komunikasi Organisasi Reddy Anggara., S.IKom., M.Ikom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id performa, budaya sebagai teks, budaya sebagai kritik, budaya sebagai identitas, budaya sebagai kognisi, dudaya sebagai iklim dan budaya sebagai efektifness, nilah yang sering dikenal sebagai budaya organisasi. B. Pendekatan Kritis Setelah kita mempelajari banyak pendekatan, sampailah kita pada pendekatan yang terakhir yaitu pndekatan kritis. Jika kita menelusuri mnegani pendektan ini, maka kita akan menemukan berbagai akar dari pendekatan ini, ada banyak pemikir yang mempengaruhi munculnya pendekatn ini. Mereka adalah Hegel, Marx, bahkan Weber, dll. Tetapi Marx dianggap sebagai pembawa pengaruh besar terhadap pendekatan kritis ini. Marx yang hidup kurang lebih di abad 19 an, mengkaji mengenai hubungan antara pekerja dan pemilik dalam masyarakat kapitalis. Ia memandang bahwa tidak ada keseimbangan dalam hubungan antara pemilik dan pekerja yang mengakibatkan pekerja melawan sistem kapitalis. Marx percaya bahwa kritis akan mampu memimpin revolusi karena itu akan ammpu memunculkan kebenaran fundamental tentang kondisi sosial manusia atau dapat dikatakan sebagai “Relentless Criticism of all existing Condition”. Lebih lanjut lagi Marx mengatakan bahwa kita tidak perlu takut atas temuannya. Pengaruh Marx ini akhirnya melebar ke berbagai bidang bahkan secara teoritis pemikirannya mempengaruhi pembentukan kerangka kerja teoritis pada ilmu sosial, atau yang kini kita kenal sebagai The Frankfurt School of Critical theory. Bagi aliran ini (jika kita boleh menyebutnya aliran), yang berisikan orang-orang seperti Horkheimer, Adorno, Marcuse, Habermas, dll, mereka membangun pemikiran untuk pengembanagn aletnatif norma atau nilai yang memungkinkan manusia dapat menjadi lebih bahagia melalui pemikiran dan tindakan kritis. Memang tidak mudah menyediakan gambaran kajian yang menyeluruh mengenai pendekatan kritis ini. Tetapi Miller (2001) mencoba menyajikannya ke dalam tiga isu yaitu : 2012 10 Komunikasi Organisasi Reddy Anggara., S.IKom., M.Ikom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id - Pertama: Teori Kritis percaya bahwa struktur sosial tertentu dan prosesnya membawa kepada ketidakseimbangan fundamental terhadap power. - Kedua: ketidakseimbangan power tersebut membawa pada keterasingan dan opresi /penindasan pada klas sosial dan grup tertentu. - Ketiga: peran dari teori kritis adalah untuk menelusuri dan membuka ketidakseimbangan itu dan membawanya kepada mereka yang tertindas sehingga mereka sadar atas keadaan tersebut. Emansipasi mungkin dilakukan, baik melalui aksi politik langsung atau melalui penyadaran bagi mereka yang tertindas. Selanjutnya pada sessi ini akan diarahkan isu-isu tersebut pad akondiis dalam organisasi yaitu pertama, melihat mengenai poer dan bagaimana power dapat dilihat sebagai hal yang ada dan muncul pada struktur dan proses sosial yang ada pada kehidupan organisasi, keua, melihat kekuatan hubungan power tersebut melalui konsep ideologi dan hegemoni, dan yang ketiga melihat peran emansipasi dari teori kritis bagi komunikasi organsisasi. 1. Pengaruh Power (The Pervasiveness of Power) Isu mengenai power ini menjadi isu sentral dalam teori atau pendekatan kritis, disamping isu kontrol dan dominasi. Untuk itu perlu dilihat konsep power dari berbagai perspektif. Dimulai dari pendekatan tradiisonal. Tradisionalis melihat Power sebagai sesuatu yang relatif stabil yang dimiliki oleh kelompok atau manusia. Biasanya pembahasan mengenai power ini atau pengaruh dari power ini diarahkan kepada outcomes dari power yaitu kepuasan kerja dan kinerja. Biasanya pada perpsketif ini power disetarakan dengan status hirarkis dalam organisasi. Biasanya struktur yang di atas memiliki power lebih daripada dan atas jenjang di bawahnya.. Pendekatan kedua mengenai power adalah symbological perspectives (interpretive approach) yang melihat power sebagai produk interaksi dan hubngan komunikatif. Biasanya pendekatan ini digunakan untuk melihat bagaimana komunikasi membentuk pemahaman terhadap power melalui hubungan organisasi yang secara sosial dibangun. Mengenai power ini pendekatan tradisional mengadopsi pendekatan klasik dan human relations, sedangkan pendekatan interpretif mengadopsi pendekatan budaya. 2012 11 Komunikasi Organisasi Reddy Anggara., S.IKom., M.Ikom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Pendekatan ketiga adalah kritis radical (radical critical approach). Pada pendekatan ini perhatian ditekankan kepada “deep structures” yang memproduksi dan mereproduksi hubungan dalam kehidupan organisasi. Pandangan ini berawal dari asumsi bahwa ada perbedaan antara “surface structures” dan “deep structure” dari power yang perlu digali. Pearn dari pendekatan ini adalah untuk menelusuri atau bahkan menggali bagaimana ekonomi, sosial dan hubungan komunikatif membangun dan memelihara hubungan poer dalam organisasi (organizational power relationship). Struktur yang membangun hubungan power (power relatinship) dalam organisasi meliputi 14 hal yaitu (Miller 2001, p.1 19) 1. Otoritas formal (formal authority) 2. Kontrol pada sumberdaya langka (control of scarce resources) 3. Pemanfaatan stuktur, aturan dan regulasi organisasi 4. Kontrol proses keputusan 5. Kontrol pengetahuan dan informasi 6. Kontrol terhadap boundary/perbatasan 7. Kemampuan mengatasi ketidakpastian 8. Kontrol teknologi 9. Aliansi interpersonal, jaringan dan kontrol terhadap organisasi informal 10. Kontrol kepada counterorgan ization 11. Simbolisme dan arti yang disampaikan oleh manajemen 12. Gender dan pengelolaan kepada hubungan gender (gender relationship) 13. Faktor struktural yang menentukan tahapan aksi 14. Power yang telah dimiliki seseorang ada kemungkinan tambahan lain mengenai sumber power selain 14 di atas. 2012 12 Komunikasi Organisasi Reddy Anggara., S.IKom., M.Ikom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 2. Pendekatan Kritis Dalam Komunikasi Berikut ini adalah beberapa teori dan pendekatan yang dapat diaplikasikan dalam komunikasi organisasi : a. Teori Concertive Control Mengikuti prinsip human resources, struktur berdasarkan tim digunakan untuk melibatkan partisipasi dan akuntabilitas pada organisasi dan memfasilitasi bentuk demokrasi dalam organisasi. Teori ini dibuat oleh James Barker, George Cheney dan Phil Tompkins. Inti dari teori ini adalah menjelakan bagaimana power relationship dapat ditransformsikan pada era team based dan sebagai bentuk alternatif dari organ isasi. Ada tiga konsep penting pada teori ini yaitu kontrol, identifikasi dan disiplin. b. Kontrol Pada dasarnya ada tiga strategi kontrol dalam organisasi modern yaitu simple control yang melibatkan kontrol langsung dan otoriter. Techological control, melibatkan control mellaui teknologi seperti misalnya melalui jaringan intranet, dll, yang ketiga dan yang terkahir dari strtaegi kontrol adalah bureaucratic control yang didasari oleh power dari struktur (hirarkis) dan peraturan legal rasional yang ada di organisasi. Tetapi berdasarkan team based ada satu lagi bentuk kontrol yaitu concertive control yang didefiniskan sebagai lokus kontrol dalam organisasi dari manajemen kepada pekerja, yang berkolaborasi bersama untuk meciptakan aturan dan norma-noram yang diguankan untuk mengarahkan perilaku mereka. Peran atasan atau manajemen puncak pada proses ini adalah untuk menyediakan visi perusahaan atau organisasi yang berdasrkan nilai-nilai tertenu (value-based vision), yang dapat digunakan anggota tim sebagai norma dan aturan yang dapat membimbing tindakan seharihari mereka. 2012 13 Komunikasi Organisasi Reddy Anggara., S.IKom., M.Ikom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id c. Identifikasi Persepsi tentang satu untuk semua , dimana seseorang memandang bahwa diri mereka adalah bagian dari yang lain. Organisasi sendiri merepresentasikan identifikasi kesatuan antara individu dan kolektif yang mendasarinya dengan mempertimbangkan perbedaan antara identitas individual dan identitas kolektif. Sehingga mereka mau melakukan nilai-nilai yang disepakati tersebut meskipun tanpa ada kontrol sistem, teknologi maupun birokrasi. d. Disiplin Melalui interakasi komunikasinya, kelompok membangun teknik hukuman dan ganjaran yang diturunkan dari nilai-nilai yang telah dibentuk tadi. Teknisk yang biasanya digunakan untuk ini misalnya dengan kritik langsung, mendiamkan, tekanan sosial, dll. Dalam hal ini meskipun nilai-nlai yang telah disepakati diturunkan dari amanjemen tetapi tetap saja dijalnkan oleh anggota yang telah mengidentikkan dirinya sebagai bagian dari organisasi. Menurut teori ini,power tertanam pada sisitem identifikasi dan sdisiplin. Pekerja mengenali norma dan aturan dari manajemen dan kemudian menggunakan nilai-nilai itu sebagai dasar untuk melakukan keputusan di tempat kerja dan untuk mendisiplinkan pihak yang dianggap lalai dalam tim tersebut. Hal ini dapat dilihat bahwa ekalipun demokrasi dan partisipsi ada dalam organisasi tetapi ideologi dari manajemen tetap dipegang teguh melalui praktek keseharian para anggota anggota organ isasi. 3. Teori Feminis Dalam Komunikasi Organisasi Kontrol gender merupakan salah satu sumber power dalam organisasi. Oleh karena itu isu mengenai gender menjadi isu yang juga diperhatikan dalam organisasi termasuk di dalamnya komunikasi organisasi. Pada dasarnya seperti telah disebutka di atas, masalah yang muncul di sini adalah bentuk tradisional dan birokratis yang ada di organisasi biasanya menganut budaya pratriarkal, yang kemudian menengarai bahwa perempuan memliki cara yang berbeda dalam memandang sesuatu dan menciptakan arti dalam interaksi. Buzzanell dalam Miller (2001) menyatkan bahwa para tradisionalis emmandang komunikasi organisasi memandang pentingnya kompetisi individu, berpikir sebab akibat, dan otonomi. Ini 2012 14 Komunikasi Organisasi Reddy Anggara., S.IKom., M.Ikom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id dianggap berlawanan dengan nilainilai feminis yang kooperatif, berpikir integratif dan saling keterkaitan. Beberapa pandangan mengenai feminis seperti misalnya feminis liberal percaya bahwa subordinasi perempuan datangnya dari sistem dan perempuan harus bekerja untuk mendapatkan upah yang layak dari institusi seperti halnya yang di dapat oleh lakilaki. Feminis radikal percaya bahwa emansipasi untuk perempuan dapat terwujud hanya melalui dobrakan dominasi laki-laki atau melalui pemisahan total perempuan dari institusi itu. Selain itu ada pula feminis yang berjuang untuk memajukan kesempatan perempuan dari berbagai bentuk marjinalisasi melalui keberanian menyuarakan pendapatnya sehingga pendapat mereka di dengar dalam dialog-dialog. Feminis posmodern berhasrat untuk mendekonstruksi dominasi sistem arti dalam dunia “lakilaki” dengan perspektif wanita. Begitu banyak aliran dalam feminisme, yang ada di atas hanya beberapa di antaranya. Selain aliran, isu yang muncul pun beragam. Misalnya salah satunya adalah pelecehan seksual. Pelcehan sexual menunjukkan adanya dominasi power laki-laki atas perempuan. Clair dalam Miller (2001) memaparkan dari hasil investigasinya ternyata masih banyak perempuan tidak mau menceritakan kejadian tersebut bahkan menganggap masalah ini sebagai masalah yang tidak penting untuk dibahas atau mengatakan bahwa itu tidak ada yang ada hanyalah kesalahpahaman saja, dll. Kondisi seperti ini memprihatinkan karena yang terjadi di dalam organisasi, perempuan tidak sadar bahwa dirinya telah menjadi korban dari sebuah sistem. 2012 15 Komunikasi Organisasi Reddy Anggara., S.IKom., M.Ikom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Daftar Pustaka 2012 16 Komunikasi Organisasi Reddy Anggara., S.IKom., M.Ikom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id