BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pemasaran Kotler (2009:10) mengatakan pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Menurut Stanton (2001:70), definisi pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan-kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang atau jasa yang memuaskan kebutuhan baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial. Dari definisi yang ada terlihat jelas bahwa marketing atau pemasaran merupakan suatu konsep yang sangat universal mengenai sebuah proses mengidentifikasi segala aspek sosial yang mampu diterjemahkan melalui penciptaan gagasan, konsep, ataupun sebuah produk yang memiliki arti di dalam benak konsumen. Menurut Kotler (2009:22), pekerjaan pemasaran bukan lagi untuk menemukan pelanggan yang tepat untuk produk, melainkan menemukan produk yang tepat untuk pelanggan. Konsep pemasaran untuk mencapai sasaran organisasi adalah perusahaan harus lebih efektif dibandingkan pesaing dalam menciptakan, menyerahkan, dan mengkomunikasikan kepada pasar sasaran yang dipilih. Menurut Swastha dan Irawan (2005:10) mendefinisikan konsep pemasaran sebuah falsafah bisnis yang menyatakan bahwa pemuasan kebutuhan konsumen merupakan syarat ekonomi dan sosial bagi kelangsungan hidup perusahaan. Konsep pemasaran menurut Kotler (2009:33) menegaskan bahwa kunci untuk mencapai sasaran organisasi adalah menentukan kebutuhan dan keinginan sasaran pasar dan memberikan kepuasan yang diinginkan secara lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan pesaing. 2.1.1 Bauran Pemasaran Pemasaran membutuhkan suatu program atau rencana pemasaran dalam melaksanakan kegiatannya guna mencapai 9 tujuan yang diinginkan oleh 10 perusahaan.Program pemasaran tersebut terdiri dari sejumlah keputusan tentang bauran alat pemasaran disebut bauran pemasaran yang lebih dikenal dengan marketing mix. Bauran pemasaran juga merupakan kebijakan yang digunakan pada perusahaan untuk mampu memasarkan produknya dan mencapai keuntungan. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Kotler (2003:15) adalah : “Marketing mix is the set of marketing tools that the firm uses to pursue it’s marketing objectives in the target market”. Bauran pemasaran merupakan sekumpulan alat pemasaran (marketing mix) tersebut digunakan oleh perusahaan untuk mencapai tujuan pemasarannya dalam pasar sasaran. Sedangkan menurut Mc Carthy dalam Kotler (2007:17) mengklarifikasi alat pemasaran itu menjadi 4 kelompok yang disebut dengan 4P dalam pemasaran yaitu: produk (product), harga (price), tempat (place), dan promosi (promotion). Adapun bauran pemasaran menurut Zeithaml dan Bitner (2001:18) sebagai berikut: “Marketing mix defined as the elemens an organizations controls that can be used to satisfy or communicate with customer. These elements appear as core decisions variables in any marketing text or marketing plan”. Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa bauran pemasaran adalah elemen pada organisasi perusahan yang mengkontrol dalam melakukan komunikasi dengan konsumen atau dipakai untuk mencapai kepuasan konsumen. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa bauran pemasaran merupakan unsur dalam pemasaran yang saling berhubungan dan digunakan oleh perusahaan dalam mencapai tujuan pemasaran yang efektif baik dalam memuaskan kebutuhan maupun keinginan konsumen.Bauran pemasaran tersebut menggambarkan pandangan penjual tentang alat pemasaran yang digunakan untuk member pengaruh kepada pembeli.Dari sudut pandang pembeli, masing-masing alat pemasaran harus dirancang untuk memberikan suatu manfaat bagi pelanggan dan harus sesuai dengan kebutuhan dan keinginan. 2.1.2 Bauran Pemasaran dalam 7P Sementara itu, untuk pemasaran jasa diperlukan bauran pemasaran yang diperluas dengan penambahan unsur yang telah berkembang. Pemasaran jasa dikatakan sebagai salah satu bentuk produk yang berarti setiap tindakan atau perbuatan yang ditawarkan dari satu pihak ke pihak lainnya dan bersifat tidak 11 berwujud. Sedangkan alat pemasaran tersebut dikenal dengan istilah “4P” dan dikembangkan menjadi “7P” yang dipakai sangat tepat untuk pemasaran jasa. Menurut Kotler dan Keller (2008:4) 7P didefinisikan sebagai berikut: 1. Product (Produk) Definisi produk menurut Kotler adalah : “A product is a thing that can be offered to a market to satisfy a want or need”. Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk memuaskan suatu keinginan atau kebutuhan konsumen.Produk dapat berupa sub kategori yang menjelaskan dua jenis seperti barang dan jasa yang ditujukan kepada target pasar. 2. Price (Harga) Definisi harga menurut Kotler adalah : “Price is the amount of money charged for a product or service”. Harga adalah sejumlah uang yang mempunyai nilai tukar untuk memperoleh keuntungan dari memiliki atau menggunakan suatu produk atau jasa. Harga merupakan bauran pemasaran yang bersifat fleksibel di mana suatu harga akan stabil dalam jangka waktu tertentu tetapi dalam seketika harga dapat meningkat atau menurun yang terdapat pada pendapatan dari hasil penjualan. 3. Place (Tempat atau distribusi) Definisi menurut Kotler mengenai distribusi adalah : “The various the company undertakes to make the product accessible and available to target customer”. Tempat merupakan berbagai kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan untuk membuat produknya mudah diperoleh dan tersedia pada konsumen sasaran.Distrubusi memiliki peranan yang sangat penting dalam membantu perusahaan guna memastikan produknya.Hal ini dikarenakan tujuan dari distribusi adalah menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan dan diinginkan oleh konsumen pada waktu dan tempat yang tepat. 4. Promotion (Promosi) Definisi promosi menurut Kotler adalah : “Promotion includes all the activities the company undertakes to communicate and promote its product the target market”. Promosi adalah semua kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk mengkomunikasikan dan mempromosikan produknya kepada pasar sasaran. 12 5. People(Orang) People menurut Kotler yaitu proses seleksi, pelatihan, dan pemotivasian karyawan yang nantinya dapat digunakan sebagai pembedaan perusahaan dalam memenuhi kepuasan pelanggan. 6. Physical evidence (Bukti fisik) Bukti fisik menurut Kotler yaitu bukti yang dimiliki oleh penyedia jasa yang ditujukan kepada konsumen sebagai usulan nilai tambah konsumen.Bukti fisik merupakan wujud nyata yang ditawarkan kepada pelanggan ataupun calon pelanggan. 7. Process(Proses) Proses yaitu semua prosedur aktual, mekanisme dan aliran aktivitas dengan mana jasa disampaikan yang merupakan sistem penyajian atas operasi jasa (Boom dan Bitner yang dikutip oleh Alma (2000:234). Proses merupakan bentuk kegiatan yang dilakukan untuk memasarkan produk barang atau jasa kepada calon pelanggan. Dari keseluruhan bauran pemasaran jasa di atas, yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah proses dan akan dijelaskan pada sub-bab selanjutnya. 2.2. Proses Jasa Proses yaitu semua prosedur aktual, mekanisme dan aliran aktivitas dengan mana jasa disampaikan yang merupakan sistem penyajian atas operasi jasa (Alma, 2000:234) Menurut Kotler (2012:62), Proses layanan adalah semua prosedur aktual, mekanisme dan aliran aktifitas yang digunakan untuk menyampaikan jasa. Elemen proses ini memiliki arti sesuatu untuk menyampaikan jasa. Proses dalam jasa merupakan faktor utama dalam bauran pemasaran jasa seperti pelanggan jasa akan senang merasakan sistem penyerahan jasa sebagai bagian jasa itu sendiri. Proses menurut Hurriyati (2005:64): “adalah semua prosedur aktual, mekanisme, dan aliran aktivitas yang digunakan untuk menyampaikan jasa”. Menurut Hurriyati (2005:65) Seluruh aktivitas kerja adalah proses, proses melibatkan prosedur-prosedur, tugas-tugas, jadwal-jadwal, mekanisme-mekanisme, aktivitasaktivitas dan rutinitas-rutinitas dengan apa produk atau jasa disalurkan ke pelanggan. Identifikasi manajemen proses sebagai aktifitas terpisah adalah prasyarat bagi 13 perbaikan jasa. Pentingnya elemen proses ini khususnya dalam bisnis jasa disebabkan oleh persediaan jasa yang tidak dapat disimpan. 2.2.1 Tahapan Proses Jasa Dalam suatu proses produksi digunakan berbagai jenis input. Konsep dari fungsi fungsi produksi didefinisikan sebagai persamaan matematika yang menunjukkan kuantitas maksimum output yang dapat dihasilkan dari serangkaian input. Produksi dapat dinyatakan sebagai perangkat prosedur dari kegiatan yang terjadi dalam penciptaan komoditas berupa kegiatan usaha salak maupun lainnya. Adam Smith mengatakan bahwa terdapat tiga masalah pokok berupa mencari jawaban atas pertanyaan 1) Apa (what) yang akan diproduksi dan berapa jumlahnya, 2) Bagaimana (how) cara menghasilkan/memproduksi barang atau jasa tersebut, 3) Untuk siapa (for whom) barang atau jasa tersebut dihasilkan/diproduksi. Perusahaan yang akan menghasilkan suatu produk menghadapi keterbatasan sumber daya (faktor produksi), sehingga perusahaan memilih alternatif terbaik yang akan digunakan untuk menghasilkan produk yang diinginkan. Cara perusahaan menghasilkan produk yang diingikan tergambar dalam proses produksi. Setiap produksi memiliki elemen utama seperti input, proses dan output. Menurut Nicholson (2003:50) menyatakan produksi merupakan hasil akhir dari proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input. Dengan pengertian ini dapat dipahami bahwa kegiatan produksi mengandung hubungan antar tingkat penggunaan faktor-faktor produksi dengan produk atau hasil yang akan diperoleh. Sehingga produksi merupakan hasil akhir dari proses atau aktivitas dengan memanfaatkan beberapa masukan alat input. Dengan pengertian ini dapat dipahami bahwa kegiatan produksi adalah mengkombinasikan berbagai input atau masukan untuk menghasilkan output. Produksi adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan manfaat dengan caramenghubungkan faktor-faktor produksi kapital, tenaga kerja, teknologi dan managerial skill. Menurut Pindyck dan Rubinfield (2007:212) menyatakan bahwa hubungan input dan output untuk setiap sistem produksi adalah sebagai fungsi dari karakteristik teknologi. Selagi teknologi dapat ditingkatkan dan fungsi produksi berubah, sebuah perusahaan dapat memperoleh lebih banyak output untuk serangkaian input tertentu. 14 Faktor produktivitas adalah kunci untuk mendapatkan kombinasi atau proporsi input yang optimal yang harus dipergunakan untuk menghasilkan satu produk yang mengacu pada the law variable proportion faktor memberikan dasar untuk penggunaan sumber daya yang efisien dalam sebuah sistem produksi 2.2.2. Dimensi Proses Jasa Menurut Hurriyati (2008:49) dijelaskan beberapa dimensi yang membentuk proses jasa meliputi: 1. Flow of Activities Merupakan langkah-langkah kegiatan yang dijalankan dalam proses pemesanan, pembuatan hingga pengiriman dari produk mentah hingga produk jadi kepada konsumen. 2. Standardized Adalah ketentuan dasar mengenai standarisasi serta prosedur yang ada dalam proses pemesanan, pembuatan hingga pengiriman dari produk mentah hingga produk jadi kepada konsumen. 3. Customized Adalah penyesuaian yang disediakan oleh perusahaan yang pada dasarnya mempermudah konsumen dalam melakukan pengaturan pemesanan, pembuatan hingga pengiriman dari produk mentah hingga produk jadi kepada konsumen. 4. Involvement Adalah keterlibatan yang dijalankan oleh perusahaan terhadap konsumen sebagai bentuk tindakan penganggapan bahwa konsumen merupakan bagian dari proses pemesanan, pembuatan hingga pengiriman dari produk mentah hingga produk jadi kepada konsumen itu sendiri. 2.3. Relationship Marketing Berry (1983:12) pakar pemasaran yang pertama kali memperkenalkan istilah dan definisi pemasaran relasional memberikan definisi sebagai berikut: “Relationship Marketing is attracting, maintaining and – in multi-service organization- enhancing customer relationships ... the attraction of new customer is merely the first step in the marketing process, cementing the relationship, transforming indifferent customer into loyal oness, serving customer as client-this is marketing too.” Definisi ini 15 menekankan bahwa pemasaran relasional merupakan tahap lebih lanjut untuk meraih pelanggan baru, yaitu dengan membina hubungan dengan pelanggan agar tetap loyal pada perusahaan. Sejak awal tahun 1990-an, para praktisi dan akademis mulai mengalihkan fokus pada pemasaran berbasis hubungan pelanggan.Para penulis di bidang marketing mengemukakan bahwa terjadi pergeseran paradigma pemasaran dari pemasaran tradisional yang menekankan transaksi dengan pelanggan menjadi pemasaran yang berorientasi pada hubungan pelanggan (Harwood et al, 2008:9). Seperti tampak pada gambar di bawah ini, di abad ke-21 pelayanan memiliki peran yang semakin dominan dalam pemasaran. Gambar 2.1. The Changing Focus of Marketing Sumber: Harwood et al (2008:9) Berikut ini peneliti sajikan beberapa pengertian relationship marketing berdasarkan hasil kajian pustaka.Relationship marketing yang didefinisikan oleh Chou (2009:995) merupakan strategi untuk memikat, mengembangkan, dan menjaga hubungan dengan pelanggan. Gummeson (2006:73) memandang relationship marketing sebagai hubungan, jaringan, dan interaksi. Sedangkan Hunt et al (2006:73) menyatakan bahwa relationship marketing adalah mengidentifikasi dan menetapkan, menjaga dan meningkatkan hubungan dengan pelanggan dan pemangku kepentingan lainnya, atas dasar suatu keuntungan, sehingga tujuan dari semua pihak dapat tercapai; dan hal ini terwujud melalui pertukaran antara satu pihak dengan yang lain serta pemenuhan janji-janji. 16 2.3.1 Dimensi Relationship Marketing Berbagai studi dan literatur mengenai relationship marketing cenderung mengarah pada konteks B2B (business-to-business). Chattananon dan Trimetsoontorn (2009:255) menyimpulkan bahwa relationship marketing dianggap lebih penting dalam konteks industri business-to-business dibandingkan dengan konteks konsumen individu, sehingga penelitian lebih banyak dilakukan dalam konteks B2B, bahkan dalam industri tertentu saja. Oleh sebab itu, dimensi pengukuran yang diaplikasikan dalam penelitian B2B belum tentu relevan untuk mengukur relationship marketing dalam konteks B2C (business-to-customer). Dalam penelitian ini, Relationship Marketing akan diukur menggunakan dimensi yang dikemukakan oleh Chou (2009:997) yang mengacu pada klasifikasi relationship marketing menurut Berry (1995:23) yang berdasarkan pada level ikatan (bond) dengan konsumen sebagai dimensi pengukuran relationship marketing: 1. Financial bond Perusahaan mengandalkan insentif finansial seperti memberikan harga yang lebih murah untuk volume pembelian yang lebih besar, untuk menjaga agar pelanggan tetap loyal dan mendorong mereka untuk membeli lebih banyak dan menjadi pembeli rutin. Kelemahan dari insentif finansial adalah tidak dapat menjamin hubungan jangka panjang dengan pelanggan karena tidak dapat mendiferensiasikan perusahaan dengan pesaing lainnya. 2. Social bond Merupakan pendekatan interpersonal di mana perusahaan mengutamakan proses penyampaian jasa, menjaga komunikasi yang lebih dekat dengan konsumen untuk mengubah konsumen menjadi pelanggan. Ikatan sosial terdiri dari interaksi, kedekatan, dan kepuasan, yang dibangun melalui kepercayaan, komitmen, dan pemenuhan janji kepada konsumen. Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa empat dimensi merupakan bagian dari ikatan sosial. 3. Structural bond Perusahaan menyediakan layanan yang bernilai bagi konsumen yang biasanya berbasis teknologi, yang dirancang sebagai bagian dari keseluruhan sistem pelayanan untuk membantu konsumen menjadi lebih efisien dan produktif. 17 2.4. Customer Satisfaction Kata ‘kepuasan atau satisfaction’ berasal dari bahasa latin “Satis” (artinya cukup baik, memadai) dan “Factio” (melakukan atau membuat). Secara sederhana kepuasan dapat diartikan sebagai ‘upaya pemenuhan sesuatu’ atau ‘membuat sesuatu memadai’. Menurut Kotler (2000:52) kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan yang dia rasakan dibandingkan dengan harapannya. Tjiptono (2005:35) merumuskan kepuasan pelanggan dirumuskan sebagai evaluasi purna beli, dimana persepsi terhadap kinerja alternatif produk dan jasa yang dipilih memenuhi atau melebihi harapan sebelum pembelian. Apabila persepsi terhadap kinerja tidak dapat memenuhi atau melebihi harapan sebelum pembelian, maka yang terjadi adalah ketidakpuasan. Membangun kepuasan konsumen adalah merupakan inti dari pencapaian profitabilitas jangka panjang. Kepuasan adalah merupakan perbedaan antara harapan dan unjuk kerja (yang senyatanya diterima). Konsumen akan melakukan proses evaluasi terhadap konsumsi yang telah dilakukannya. Inilah yang disebut sebagai proses evaluasi alternatif tahap kedua. Hasil dari evaluasi pasca konsumsi tersebut adalah konsumen puas atau tidak puas terhadap produk atau jasa yang dikonsumsinya. Kepuasan akan mendorong konsumen membeli dan mengkonsumsi ulang produk atau jasa tersebut. Sebaliknya perasaan yang tidak puas akan menyebabkan konsumen kecewa dan menghentikan pembelian kembali produk atau jasa tersebut (Sumarwan 2008: 321). 2.4.1. Konsep Customer Satisfaction Dalam konsep kepuasan pelanggan terdapat dua elemen yang mempengaruhi, yaitu harapan dan kinerja. Kinerja adalah persepsi konsumen terhadap apa yang diterima setelah mengkonsumsi produk. Harapan adalah perkiraan konsumen tentang apa yang akan diterima apabila ia mengkonsumsi produk (barang atau jasa) kepuasan pelanggan dapat digambarkan seperti yang ditunjukan pada gambar sebagai berikut: 18 Tujuan Perusahaan Kebutuhan dan Keinginan Pelanggan Produk Harapan Pelanggan Nilai Produk bagi Pelanggan Tingkat Kepuasan Pelanggan Gambar 2.2. Konsep Kepuasan Pelanggan Sumber: Tjiptono (2008:40) Kepuasan pelanggan merupakan fungsi dari kualitas pelayanan dikurangi harapan pelanggan (Zeithaml dan Bitner, 2008:48) dengan kata lain pengukuran kepuasan konsumen dirumuskan sebagai berikut: 1. Service quality < Expectation Bila ini terjadi, dapat dikatakan bahwa pelayanan yang diberikan perusahaan buruk. Selain tidak memuaskan juga tidak sesuai dengan harapan pelanggan. Jika service quality yang diberikan perusahaan lebih kecil dari expectation pelanggan, maka akan mengakibatkan ketidakpuasan terhadap pelanggan. 2. Service quality = Expectation Bila ini terjadi dapat dikatakan bahwa pelayanan yang diberikan tidak ada keistimewaan. Jika nilai kualitas pelayanan yang diberikan perusahaan sama dengan harapan pelanggan, maka muncul kepuasan yang biasa diinginkan pelanggan. 3. Service quality > Expectation Bila ini terjadi dapat dikatakan bahwa pelanggan merasakan pelayanan yang diberikan oleh perusahaan tidak hanya sesuai dengan kebutuhan, namun sekaligus memuaskan dan menyenangkan. Jika kualitas pelayanan lebih besar dari harapan yang diinginkan pelanggan, maka akan membuat kepuasan pelanggan sangat luar biasa. Pelayanan ketiga ini disebut pelayanan prima (excellent service) yang selalu diharapkan oleh pelanggan. 19 2.4.2. Metode Pengukuran Customer Satisfaction Menurut Tjiptono (2005:336) terdapat 4 metode yang banyak digunakan dalam mengukur kepuasan pelanggan yaitu: 1. Sistem keluhan dan saran Memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi para pelanggan untuk menyampaikan saran, kritik, pendapat dan keluhan mereka. Media yang digunakan bisa berupa kotak saran, komentar, saluran telepon khusus bebas pulsa dan lain-lain. 2. Ghost Shopping Salah satu metode untuk mengetahui gambaran mengenai kepuasan pelanggan adalah dengan memperkerjakan beberapa ghost shoppers untuk berperan sebagai pelanggan potensial jasa perusahaan dan pesaing. 3. Last Customer Analysis Perusahaan semestinya menhubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli atau yang telah beralih pemasok agar dapat memahami mengapa hal ini terjadi dan supaya dapat mengambil kebijakan perbaikan dan penyempurnaan selanjutnya. 2.4.3. DimensiCustomer Satisfaction Tingkat kepuasan konsumen dapat ditentukan berdasarkan dimensi yang dikemukakan oleh Suh dan Pedersen (2010:15), telah melakukan berbagai penelitian terhadap beberapa jenis jasa, dan berhasil mengidentifikasi lima karakteristik yang digunakan oleh para pelanggan dalam mengevaluasi kepuasan konsumen berdasarkan kualitas pelayanan. Kelima dimensi karakteristik tersebut adalah: 1) Tangibles (bukti nyata), yaitu meliputi bukti fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi. Pentingnya dimensi tangibles ini akan menumbuhkan image penyedia jasa, terutama bagi konsumen baru dalam mengevaluasi kualitas jasa. Perusahaan yang tidak memperhatikan fasilitas fisiknya akan menumbuhkan kebingungan atau bahkan merusak image perusahaan. 2) Reliability (keandalan), yaitu kemampuan perusahaan untuk melaksanakan jasa sesuai dengan apa yang telah dijanjikan secara tepat waktu. Pentingnya dimensi ini adalah kepuasan pelanggan akan menurun bila jasa yang diberikan tidak sesuai dengan yang dijanjikan. Jadi, 20 komponen atau unsur dimensi reliability ini merupakan kemampuan perusahaan dalam menyampaikan jasa secara tepat dan pembebanan biaya secara tepat. 3) Responsiveness (daya tangkap), yaitu kemampuan perusahaan, yang dilakukan langsung oleh karyawan untuk memberikan pelayanan dengan cepat dan tanggap. Daya tanggap dapat menumbuhkan persepsi yang positif terhadap kualitas jasa yang diberikan. Termasuk didalamnya, jika terjadi kegagalan atau keterlambatan dalam penyampaian jasa, pihak penyedia jasa berusaha memperbaiki atau meminimalkan kerugian konsumen dengan segera. Dimensi ini menekankan pada perhatian dan kecepatan karyawan yang terlibat untuk menanggapi perminaan, pertanyaan, dan keluhan konsumen. 4) Assurance (jaminan), yaitu mencakup pengetahuan dan perilaku employee untuk membangun kepercayaan dan keyakinan pada diri konsumen dalam mengkonsumsi jasa yang ditawarkan. Perusahaan membangun kepercayaan dan kesetiaan konsumen melalui karyawan yang terlibat langsung menangani konsumen. 5) Empathy (empati), yaitu kemampuan perusahaan yang dilakukan secara langsung oleh karyawan untuk memberikan perhatian kepada konsumen secara individu, termasuk juga kepekaan akan kebutuhan konsumen. Jadi, komponen dari dimensi ini merupakan gabungan dari akses (access) yaitu kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang ditawarkan oleh perusahaan. Komunikasi merupakan kemampuan melakukan untuk menyampaikan informasi kepada konsumen atau memperoleh masukan dari konsumen dan pemahaman merupakan usaha untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan keinginan konsumen. 2.5. Customer Loyalty Menurut Griffin (2005:31) pelanggan yang loyal merupakan harta yang paling berharga bagi setiap perusahaan. Ada beberapa karakteristik dari pelanggan yang loyal, antara lain: melakukan pembelian secara teratur, membeli di luar lini produk atau jasa, mereferensikan kepada orang lain, menunjukkan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing 21 Kesetiaan pelanggan akan menjadi kunci sukses, tidak hanya dalam jangka pendek tetapi keunggulan bersaing yang berkelanjutan. Hal ini karena kesetiaan pelanggan memiliki nilai strategik bagi perusahaan (Tatik 2008:99). Menurut Alida (2006:30) loyalitas konsumen adalah efek akhir dari suatu pembelian, yang diartikan sebagai suatu sikap dan niat untuk berperilaku di masa depan, dan diekspresikan melalui hal - hal sebagai berikut : komitmen untuk memberikan rekomendasi kepada orang lain, niat atau keinginan untuk menceritakan hal - hal yang positif tentang perusahaan, dan kesediaan untuk membayar mahal (beban biaya). Paul (2005:3) menyatakan bahwa konsep kesetiaan pelanggan (loyalitas) mencakup lima faktor yaitu: 1. Kepuasan keseluruhan yang dialami pelanggan ketika berbisnis dengan perusahan 2. Kesediaan untuk membangun hubungan dengan perusahaan 3. Kesediaan untuk membeli kembali 4. Kesediaan untuk merekomendasikan perusahaan kepada orang lain 5. Enggan beralih ke produk pesaing. 2.5.1. Tahapan Loyalitas Konsumen Hurriyanti (2005:138) mengungkapkan bahwa loyalitas pelanggan terdiri dari tiga tahap sebagai berikut : 1. The Courtship Pada tahap ini, hubungan yang terjadi antara perusahaan dan pelanggan terbatas pada transaksi, pelanggan masih mempertimbangkan produk dan harga.Apabila penawaran produk dan harga yang dilakukan pesaing lebih baik maka mereka akan berpindah. 2. The relationship Pada tahapan ini, tercipta hubungan yang erat antara perusahaan dengan pelanggan. Loyalitas yang terbentuk tidak lagi didasarkan pada pertimbangan produk/jasa dan harga, walaupun tidak ada jaminan pelanggan tidak akan melihat pesaing. Selain itu, pada tahap ini terjadi hubungan yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. 22 3. Marriage Pada tahapan ini hubungan jangka panjang telah tercipta dan keduanya tidak dapat dipisahkan. Loyalitas tercipta akibat adanya kesenangan dan ketergantungan pelanggan pada perusahaan. 2.5.2. Karakteristik Loyalitas Konsumen Menurut Griffin (2005:5), karakteristik pelanggan yang loyal adalah sebagai berikut: 1. Melakukan pembelian ulang secara teratur 2. Membeli di luar lini produk/jasa 3. Mereferensikan kepada orang lain 4. Menunjukkan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing. Dua kondisi penting yang berhubungan dengan loyalitas, adalah retensi pelanggan (customer retention) dan total pangsa pelanggan (total share of customer). Retensi pelanggan menjelaskan lamanya hubungan dengan pelanggan.Tingkat retensi pelanggan adalah persentasse pelanggan yang telah memenuhi sejumlah pembelian ulang selama periode waktu yang terbatas. 2.5.3. Faktor Penentu Loyalitas Konsumen Menurut Tatik (2008:150) faktor antecedent yang merupakan komponen dari sikap yang berhubungan dalam pembentukan kesetiaan pelanggan yaitu: 1. Cognitive Atecendent Dalam hal ini unsur-unsur dari aspek kognitif yang berupa pikiran dan segala hal proses yang terjadi di dalamnya yang mencakup accessibility, confidence, centrality dan kejelasan mengenai sikap terhadap suatu produk akan berhubungan terhadap kesetiaan pelanggan. Pelanggan yang dapat mengikat dengan mudah nama produk dan yakin bahwa produknya sesuai dengan system nilai yang dianutnya akan cenderung lebih bersikap positif dan hal ini penting sekali bagi terbentuknya kesetiaan pelanggan. 2. Affective Antecedent Kondisi emosional (perasaan) pelanggan yang merupakan komponen dari sikap akan membentuk kesetiaan pelanggan. Aspek dari perasaan ini meliputi emosi suasana hati dan kepuasan yang didapatkan setelah member atau menggunakan produk akan membentuk kesetiaan pelanggan. 23 3. Conative Antecedent Kondisi merupakan kecenderungan yang ada pada pelanggan untuk melakukan tindakan tertentu. Ada tiga faktor yang memhubungani kecenderungan pelanggan untuk berperilaku yang menunjukkan kesetiaan terhadap suatu merek yaitu biaya, harapan, sunk cost. Selain itu norma-norma social dan faktor situasional turut berhubungan terhadap kesetiaan pelanggan.Norma social berisi tentang batasan boleh dan tidak boleh dilakukan pelanggan yang berasal dari lingkungan sosialnya (teman, keluarga, tetangga, dan lain-lain). Sedangkan faktor situasional yang merupakan kondisi yang relative sulit dikendalikan oleh pasar dalam kondisi tertentu memiliki hubungan yang cukup besar. 2.5.4. Dimensi Consumer Loyalty Dimensi loyalitas konsumen yang akan digunakan dalam penelitian ini merujuk dari karakteristik loyalitas konsumen yang dikemukakan oleh Griffin (2005:33) sebagai berikut: 1. Melakukan pembelian secara teratur Melakukan pembelian secara teratur yang dimaksud adalah melakukan transaksi secara periodik dalam satu jangka waktu tertentu secara terus menerus. 2. Membeli di luar lini jasa atau produk Membeli produk yang ditawarkan oleh perusahaan di luar produk yang biasanya dikonsumsi perusahaan meliputi produk yang baru diluncurkan maupun produk lain yang sudah ada sebelumnya 3. Mereferensikan kepada orang lain Mereferensikan perusahaan kepada kerabat atau saudara menjelaskan kualitas dari perusahaan sehingga kerabat atau saudara mau mencoba mengkonsumsi atau menggunakan jasa perusahaan. 4. Menunjukkan kekebalan terhadap tarikan perusahaan lain Menunjukkan kekebalan dimana konsumen tidak mudah terhasut oleh promosi atau ketertarikan yang muncul dari perusahaan lain. 24 2.6. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat diilustrasikan sebagai berikut: Proses Jasa -Flow of Activities -Standardized -Customized -Involvement H4 H1 H7 Customer Satisfaction H3 Relationship Marketing H2 -Financial bond 1. -Social bond 2. -Structural bond -Kualitas produk Program promosi -Sistem penanganan keluhan -Garansi -Harga -Kemudahan -Harapan pelanggan Customer Loyalty H6 -Pembelian teratur -Pembelian di luar lini -Referensi -Kekebalan H8 H5 Gambar 2.3. Model Penelitian Sumber: Peneliti, 2014 2.7. Rancangan Uji Hipotesis Pengertian hipotesis penelitian menurut Sugiyono (2009:96) merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori. Hipotesis dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang merupakan jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan.Rancangan uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Untuk Tujuan 1 H1: Diduga proses jasa memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Customer Satisfaction pada PT Centro Inti Media 25 Untuk Tujuan 2 H2: Diduga Relationship Marketing memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Customer Satisfaction pada PT Centro Inti Media Untuk Tujuan 3 H3: Diduga Proses Jasa dan Relationship Marketing memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Customer Satisfaction pada PT Centro Inti Media Untuk Tujuan 4 H4: Diduga Customer Satisfaction memiliki pengaruh yang signifikan terhadap CustomerLoyalty pada PT Centro Inti Media Untuk Tujuan 5 H5: Diduga Proses Jasa memiliki pengaruh yang signifikan terhadapCustomer Loyaltypada PT Centro Inti Media Untuk Tujuan 6 H6:Didugarelationship marketing memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Customer Loyalty pada PT Centro Inti Media Untuk Tujuan 7 H7: Diduga Proses Jasa memiliki pengaruh yang signifikan terhadapCustomer Loyalty melalui customer satisfaction pada PT Centro Inti Media Untuk Tujuan 8 H8: Diduga relationship marketing memiliki pengaruhyang signifikan terhadap CustomerLoyalty melalui customer satisfaction pada PT Centro Inti Media 2.8. Industri Grafika Industri grafika memiliki peran penting dan luas di dalam industri kreatif sekaligus menjadi industri yang sangat strategis di dalam suatu negara. Peran strategis ini dapat diketahui dari digunakannya produk industri grafika sebagai salah satu tolok ukur dalam menilai kemajuan suatu bangsa.Semakin maju suatu bangsa, maka semakin banyak dan beragam serta semakin tinggi kualitas barang cetakan yang diproduksi oleh industri grafikanya. Hal ini diakibatkan oleh kondisi masyarakat yang semakin maju intelektualitas dan tingkat sosial ekonominya, sehingga tuntutan akan kuantitas dan kualitas barang cetakan sebagai salah satu media informasi dan komunikasi juga akan meningkat. Untuk menghasilkan produk grafika dalam jumlah banyak, beragam jenisnya dan bermutu tinggi dalam waktu singkat diperlukan kemampuan atau profesionalisme SDM yang tinggi, peralatan 26 dengan teknologi yang tinggi, mutu bahan baku yang baik, serta pengelolaan produksi yang baik pula. Perkembangan teknologi dan peralatan grafika dalam dasawarsa terakhir ini, merupakan angin segar bagi kalangan industri pada tingkat dan kalangan tertentu, yaitu kalangan yang siap menerima perkembangan teknologi terkini di bidang financial maupun SDM-nya. Sebagaimana telah kita ketahui bersama, industri grafika adalah industri yang sangat strategis sehingga semua lapisan masyarakat berlomba untuk menggeluti bidang ini baik pada skala kecil, menengah maupun besar atau berskala nasional. Pengelompokan usaha pada berbagai skala itu ditentukan oleh: besarnya dana yang diinvestasikan, jumlah dan beragamnya jenis peralatan dan mesin-mesin yang dimiliki, jumlah SDM yang terlibat di dalam usaha serta besarnya output yang bisa dihasilkan oleh usahatersebut. Dengan masuknya perkembangan teknologi grafika dari negara-negara maju seperti dari Eropa, Amerika juga dari beberapa negara Asia, baik dalam bidang prepress, on-press maupun post-press beserta peralatan dan mesin-mesin yang demikian canggih, maka para pengusaha grafika di tanah air yang merasa mampu, mulai menilai dan memilih teknologi dan mesin-mesin yang mana yang akan dibeli untuk lebih mengembangkan usahanya. Suatu kesalahan besar apabila pemilihan dan pembelian peralatan/mesinmesin hanya didasarkan pada kemampuan financial semata, tanpa memperhatikan kemampuan peralatan untuk memproses jenis pesanan/order serta kesiapan SDM untuk mengoperasikan dan merawat mesin agar selalu berproduksi secara maksimal. Ketidaktepatan pemilihan dan pembelian peralatan/mesin-mesin akan berakibat pada kelangsungan hidup perusahaan, karena investasi yang ditanam pada pembelian mesin itu harus mampu dikembalikan pada jangka waktu tertentu. Tanpa perencanaan waktu pengembalian investasi yang jelas, maka perusahaan akan menanggung beban pinjaman investasi, dan ini akan sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup perusahaan.