BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengertian pemasaran Pemasaran adalah proses dimana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan, dengan tujuan menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya ( Kotler dan Armstrong, 2008). Asosiasi Pemasaran Amerika mendefinisikan pemasaran adalah satu fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk menciptakan, mengomunikasikan, dan menyerahkan nilai kepada pelanggan dan mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan para pemilik sahamnya (Kotler dan Keller, 2009). Menurut Hasan (2013, p1) pemasaran merupakan sebuah konsep ilmu dalam strategi bisnis yang bertujuan untuk mencapai kepuasan stakeholder (pelanggan, karyawan, dan pemegang saham). Dari definisi para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa pemasaran adalah strategi bisnis perusahaan dan seperangkat proses untuk mengidentifikasikan, menciptakan, mengomunikasikan, dan menyerahkan nilai kepada pelanggan dan mengelola hubungan pelanggan yang bertujuan untuk mencapai kepuasan stakeholder (pelnngan, karyawan, dan pemegang saham) untuk memperoleh laba. Kotler ( dalam Hurriyati, 2010, p44) mengemukakan bahwa pemasaran merupakan suatu proses sosial dan manajerial, baik oleh individu atau kelompok, untuk mendapatkan apa yang dibutuhkan dan diinginkan melalui penciptaan, penawaran, dan pertukaran produk yang bernilai dengan pihak lain. Peryataan ini menunjukan bahwa inti dari pemasaran adalah kegiatan dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan pihak yang berkepentingan, melalui pertukarn yang mampu memberikan kepuasan kepada 12 13 semua pihak, terutama konsumen sebagai pemakai dari barang atau jasa yang ditawarkan. Kotler ( dalam Hurriyati, 2010, p47) mengemukakan definisi bauran pemasaran (marketing mix) sebagai berikut:”marketing mix is the set ofmarketing tools that firm uses to persue its marketing objective in the target market”. Bauran pemasaran adalah sekumpulan alat pemasaran yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk mencapai tujuan pemasarannya dalam pasar sasaran. Zeithamal dan Bitner ( dalam Hurriyati, 2010, p48) mengemukakan definisi bauran pemasaran sebagai berikut:”marketing mix define as the elements an organizations control that can be used to satisfy or communicate with cutomer. These elements appear as core desicion variables in any marketing text or marketing plan”.Di dalam ini berarti bauran pemasaran jasa adalah elemen-elemen organisasi perusahaan yang dapat dikontrol oleh perusahaan dalam melakukan komunikasi dengan konsumn dan akan dipakai utuk memuaskan konsumen. Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa marketing mix merupakan unsur-unsur pemasaran yag saling terkait, dibaurkan, diorganisir, dan digunakan dengan tepat, sehingga perusahaan dapat mencapai tujuan pemasaran yang efektif, sekaligus memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Zeithmal dan Bitner ( dalam Hurriyati, 2010, p48) mengemukakan konsep bauran pemasaran tradisional terdiri dari 4P, yaitu product (produk), price (harga), place (tempat/lokasi) dan promotion (promosi). Sementara itu, untuk pemasaran jasa diperluas dengan penambahan unsur non-tradisional marketing mix, yaitu people (orang), physical evidence (fasilitas fisik) dan process ( proses), sehingga menjadi 7 unsur (7P). 2.1.1.1 Konsep Pemasaran Menurut Kotler dan Armstrong (2008,p11) Konsep pemasaran adalah pencapaian tujuan organisasi tergantung pada pengetahuan akan kebutuhan dan keinginan target pasar dan memberikan kepuasan yang diinginkan dengan lebih baik dari pada pesaing. 14 Dalam pemasaran terdapat lima konsep alternatif yang mendasari langkah-langkah organisasi dalam merancang dan melaksanakan strategi pemasaran mereka : • Konsep produksi Konsep produksi berpendapat bahwa konsumen akan menyukai produk yang tersedia dan harganya terjangkau. Karena itu manajemen harus berfokus pada peningkatan efisiensi produksi dan distribusi. • Konsep produk Konsep produk mengatakan bahwa konsumen akan menyukai produk yang menawarkan kualitas, kinerja, dan fitur inovatif yang terbaik. Berdasarkan konsep ini strategi pemasaran berfokus pada perbaikan produk yang berkelanjutan • Konsep penjualan Banyak perusahaan mengikuti konsep penjualan, yang menyatakan bahwa konsumentidak akan membeli produk perusahaan kecuali jika produk itu dijual dalam skala penjualan dan usaha promosi yang besar. Konsep ini biasanya dipraktekan pada barang yang tidak dicari – barang-barang yang tidak terpikir akan dibeli oleh konsumen dalam keadaan normal, seperti asuransi atau donor darah. • Konsep pemasaran Konsep pemasaran menyatakan bahwa pencapaian tujuan organisasi tergantung pada pengetahuan akan kebutuhan dan keinginan target pasar dan memberikan kepuasan yangdiinginkan dengan lebih baik daripada pesaing. Berdasarkan konsep ini, fokus dan nilaipelanggan adalah jalan menuju penjualan dan keuntungan. • Konsep pemasaran berwawasan sosial Konsep pemasaran berwawasan social mempertanyakan apakah konsep pemasaran murni sudah memperhatikan kemungkinan konflik antara keinginan jangka pendek konsumen dan kesejahteraan jangka panjang konsumen. 15 2.1.2 Perilaku Konsumen Perilaku konsumen yang tidak dapat secara Jangsung dikendalikan oleh perusahaan perlu dicari informasinya semaksimal mungkin. Banyak pengertian perilaku konsumen yang dikemukakan para ahli. Berikut beberapa pendapat para ahli mengenai perilaku konsumen. Perilaku konsumen adalah (Consumer behavior) adalah sebagai “Interaksi dinamis antara pengaruh dan kognisi, perilaku, dan kejadian di sekitar kita di mana manusia melakukan aspek pertukaran dalam hidup mereka.” (J.Paul Peter & jerry C.Olson) definisi itu menekankan bahwa perilaku konsumen itu dinamis. Ini berarti bahwa seorang konsumen, grup konsumen, serta masyarakat luas selalu berubah dan bergerak sepanjang waktu. Menurut terpusat Schiffman dan Kanuk (2004,p6), studi perilaku pada cara individu mengambil keputusan untuk konsumen memanfaatkan sumber daya mereka yang tersedia (waktu, usaha, uang) guna membeli barangbarang yang berhubungan dengan konsumen. Hal ini mencakup apa yang mereka beli, mengapa mereka membeli, kapan mereka membeli, seberapa sering mereka membeli, membeli dimana mereka dan seberapa sering mereka menggunakannya. Perilaku konsumen adalali proses yang dilalui oleh seseorang dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan bertindak pasca konsumsi produk, jasa, maupun ide yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan. Perilaku konsumen adalah proses yang dilalui oleh seseorang/ organisasi dalam mencari, membeli, atau jasa setelah konsumen pembelian, menggunakan, dikonsumsi mengevaluasi, untuk memenuhi dan membuang kebutuhannya. produk Perilaku akan diperlihatkan dalam beberapa tahap yaitu tahap sebelum pembelian, dan setelah pembelian. Pada tahap sebelum pembelian konsumen akan melakukan pencarian informasi yang terkait produk dan jasa. Pada tahap pembelian, konsumen akan melakukan pembelian produk, dan pada tahap setelah pembelian, konsumen melakukan konsumsi (penggunaan produk), evaluasi kinerja produk, dan akhirnya membuang produk setelah digunakan. (http://massofa.wordpress.com) Jadi dapat disimpulkan perilaku konsumen adalah segala tindakan 16 yang berhubungan dengan proses mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk atau jasa oleh individu atau kelompok, termasuk proses keputusan sebelum dan sesudah tindakan tersebut. 2.1.2.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen Perilaku konsumen sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang sebagian besar faktor-faktor tersebut tidak terkendalikan oleh pemasar seperti berikut: Menurut James F. Engel - Roger D. Blackwell - Paul W. Miniard dalam Saladin (2003 : 19) terdapat tiga faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen yaitu : 1. Pengaruh lingkungan, terdiri dari budaya, kelas sosial, keluarga dan situasi. Sebagai dasar utama perilaku konsumen adalah memahami pengaruh lingkungan yang mengambil membentuk atau menghambat individu dalam keputusan berkonsumsi mereka. Konsumen hidup dalam lingkungan yang kompleks, dimana perilaku keputusan mereka dipengaruhi oleh keempat faktor tersebut diatas. 2. Perbedaan dan pengaruh individu, terdiri dari motivasi dan keterlibatan, pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup, dan demografi. Perbedaan individu merupkan faktor internal menggerakkan serta mempengaruhi perilaku. akan memperluas (interpersonal) Kelima faktor yang tersebut pengaruh perilaku konsumen dalam proses keputusannya. 3. Proses psikologis, terdiri dari pengolahan informasi, pembelajaran, perubahan sikap dan perilaku. Ketiga faktor tersebut menambah minat utama dari penelitian konsumen sebagai faktor yang turut mempengaruhi perilaku konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian. 2.1.3 Hubungan Antara Perilaku Konsumen Dengan Strategi Pemasaran Menurut J.Paul Peter dan Jerry C.Olson dalam consumer behavior, strategi pemasaran adalah suatu rencana yang di desain untuk mempengaruhi pertukaran dalam mencapai tujuan organisasi. Biasanya strategi pemasaran diarahkan untuk meningkatkan kemungkinan atau frekuensi perilaku konsumen, seperti peningkatan 17 kunjungan pada toko tertentu atau pembelian produk tertentu. Hal ini dicapai dengan mengembangkan dan menyajikan bauran pemasaran uanh diarahkan pada pasar sasaran yang dipilih. Suatu bauran pemasaran terdiri dari elemen produk, promosi, distribusi, dan harga. Elemen Strategi Segmentasi Produk Promosi Harga Distribusi Isu Konsumen Konsumen mana yang paling tepat untuk produk kita? Sifat konsumen mana yang harus digunakan untuk mensegmentasi pasar produk kita? produk mana yang digunakan oleh konsumen saat ini? keuntungan apa yang diharapkan konsumen dari produk tersebut? Promosi yang bagaimana yang dapat mempengaruhi konsumen untuk membeli danmenggunakan produk kita? iklan yang bagaimana yang paling efektif untuk produk kita? seberapa pentingnya harga bagi konsumen untuk setiap pasar sasaran? apa dampak dari perubahan harga tetap terhadap perilaku pembelian? Dimana konsumen membeli produk ini? Apakah sistem distribusi yang berbeda akan mengubah perilaku pembelian? Table. Contoh Isu Konsumen dilibatkan dalam pembangunan strategi pemasaran 2.1.4 Customer Perceived Value Nilai yang dipikirkan pelanggan adalah selisih antara evaluasi calon pelanggan atas semua manfaat serta semua biaya tawaran tertentu dan alternatifalternatif lain yang dipikirkan. Nilai pelanggan total adalah nilai moneter yang dipikirkan atas sekumpulan manfaat ekonomis, fungsional, dan psikologis, yang diharapkan oleh pelanggan atas tawaran pasar tertentu. Biaya pelanggan total adalah sekumpulan biaya yang harus dikeluarkan pelanggan untuk mengevaluasi, mendapatkan, menggunakan dan membuang tawaran pasar tertentu termasuk biaya moneter, waktu, energy dan psikis (Kotler, 2007, p173) Dengan demikian, nilai yang dipikirkan pelanggan didasarkan pada perbedaan antara apa yang didapatkan pelanggan dan apa yang di berikan nya untuk berbagai kemungkinan pilihan. Pelanggan mendapatkan manfaat dan mengandaikan biaya. Pemasaran dapa meningkatkan nilai tawaran pelanggan dengan kombinasi menaikkan manfaat fungsional atau emosional atau mengurangi satu atau lebih berbagai jenis biaya. Indikator nilai pelanggan meliputi : 18 1. Hemat waktu 2. Hemat biaya 3. Hemat usaha 4. Hemat energy 2.1.5 Corporate Brand Image 2.1.5.1 Merek/Brand Keahlian yang sangat unik dari pemasar professional adalah kemampuannya untuk menciptakan, memellihara, melindungi, dan meningkatkan marek. Para pemasar mengatakan bahwa pemberian merek adalah seni dan bagian penting dalam pemasaran. Menurut America Marketing Association (Kotler, 2007, p332) merek adalah nama, istilah, tanda, symbol, atau rancangan, aatau kombinasi dari semuanya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa penjual atau kelomppok penjual dan untuk mendiferensiasikannya dari barang atau jasa pesaing. Menurut Aaker (dalam Lutiary Eka Ratri, 2007:p32), merek adalah cara membedakan sebuah nama dan symbol (logo, trademark, atau kemasan) yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari satu produsen atau satu kelompok produsen dan untuk membedakan barang atau jasa itu dari produk produsen pesaing. Suatu merek pada gilirannya memberi tanda pada konsumen mengenai sumber produk tersebut. Disamping itu, merek melindungi baik konsumen maupun produsen dari para pesaing yang berusaha memberikan produk-produk yang tampak identik. Merek sebenarnya merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan keistimewaan, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek-merek terbaik memberikan jaminan mutu, akan tetapi merek lebih dari sekedar symbol. 2.1.5.2 Citra perusahaan / Corporate Brand Image Sumirat dan Ardianto (2004), Citra perusahaan adalah bagaimana pihak lain memandang sebuah perusahaan seseorang. Pelanggan potensial, banker, staf perusahaan pesaing, distributor, pemasok, dan asosiasi pedagang. Citra perusahaan terbentuk dari beberapa citra, yaitu citra perusahaan, citra jasa dan citra pemakaianya). Apabila ada penawaran 19 produk, konsumen akan mengingat kembali tentang apa yang pernah dirasakan perusahaan jasa itu Menurut Lawrence L.steinmetz yang dikutip oleh Sutojo (2004) bagi perusahaan, citra juga dapat diartikan sebagai persepsi masyarakat terhadap jati diri perusahaan. Lawrence mengemukakan persepsi seseorang terhadap perusahaan didasari atas apa yang mereka ketahui atau mereka kira tentang perusahaan yang bersangkutan. Citra perusahaan dibangun dan dikembangkan didalam benak pelanggan melalui saran komunikasi dan pengalaman pelanggan. Menurut Rhenald Kasali (2003), “citra perusahaan yang baik dimaksudkan agar perusahaan dapat tetap hidup dan orang-orang didalamnya terus mengembangkan kreativitas bahkan memberikan manfaat yang lebih berarti bagi orang lain”. Masalah citra perusahaan tersebut, dalam keberadaannya berada dalam pikiran dan atau perasaan konsumen. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, keberadaannya citra perusahaan bersumber dari pengalaman memberikan gambaran telah terjadi keterlibatan antara yang bersumber dari upaya komunikasi perusahaan. Upaya perusahaan sebagai sumber informasi terbetuknya citra perusahaan memerlukan keberadaannya secara lengkap. Informasi yang lengkap dimaksudkan sebagai informasi yang dapat menjawab kebutuhan dan keinginan objek sasaran. 2.1.6 Kepuasan Pelanggan 2.1.6.1 Definisi kepuasan pelanggan Kepuasan pelanggan merupakan suatu tingkatan dimana kebutuhan, keinginan dan harapan dari pelanggan dapat terpenuhi yang akan mengakibatkan terjadinya pembelian ulang atau kesetiaan yang berlanjut (Purwaningsih dan Soenhadji,2010) Dalam buku Fandy Tjiptono (2009,p169) berikut definisi yang berkembang untuk kepuasan pelanggan : Perasaan yang timbul setelah mengevaluasi pengalaman pemakaian produk. (Candotte,Woodruff & Jenkins,1987) 20 Respon pelanggan terhadap evaluasi persepsi atas perbedaan antara harapan awal sebelum pembelian dan kinerja actual produk sebagaimana depersepsikan setelah pemakaian atau mengkonsumsi produk bersangkutan (Tse & Wilton,1998) Evaluasi purnabeli keseluruhan yang membandingkan persepsi terhadap kinerja produk dengan ekspektasi pra-pembelian (Fornell,1992) Ukuran kinerja ‘produk total’ sebuah organisasi dibandingkan serangkaian keperluan pelanggan (Hill,Brierley & MacDougall) Tingkat perasaan seseorang telah membandingkan kinerja yang ia persepsikan dibandingkan dengan harapannya (Kotler,et al., 2004) Menurut Juwandi (dalam Fajarianto; Lubis dan Saryadi,2013) faktor pendorong kepuasan pelanggan adalah sebagai berikut : 1. Kualitas peroduk, pelanggan akan puas kalau setelah membeli dan menggunakan produk tersebut ternyata kualitas produknya adalah baik. 2. Harga, untuk pelanggan sensitive, biasanya harga murah adalah sumber kepuasan yang penting karena pelanggan akan mendapatkan value of money yang tinggi. 3. Service quality, kepuasan terhadap kualitas pelayanan pada umumnya sulit ditiru. Kualitas pelayanan merupakan driver yang mempunyai banyak dimensi, salah satunya yang popular adalah servqual. 4. Emotion factor, pelanggan akan merasa puas karena adanya emosional value yang diberikan oleh brand dari produk tersebut. 5. Biaya dan kemudahan, pelanggan akan semakin puas apabila relatif mudah, nyaman dan efisien dalam mendapatkan produk dan pelayanan. 2.1.6.2 Konsep kepuasan pelanggan Menurut Hasan (2013,p93) formulasi untuk meningkatkan kepuasan pelanggan loyalitas dapat dilakukan dengan cara melakukan pekerjaan pertama kali dengan benar, kemudian menangani complain dengan efektif. Pendekatan experience effective (pengalaman efektif) berpandangan bahwa tingkat kepuasan dipengaruhi perasaan positif dan negatif yang diasosiaikan pelanggan dengan barang atau jasa tertentu setelah pembeliannya. Dengan kata lain, selain pemahaman kognitif mengenai diskonfirmasi 21 harapan, perasaan yang timbul dalam proses purna beli memengaruhi perasaan puas atau tidak puas terhadap produk yang dibeli. Expectancy disconfirmation theory menunjukan evaluasi pengalaman yang dirasakan (kinerka) sama baiknya (sesuai) dengan yang diharapkan. Harapan atas kinerja dibandingkan dengan kinerja aktual produk, ada tiga hal yang mungkin terjadi : a) Apabila kualitas lebih rendah dari harapan, yang terjadi adalah ketidakpuasan emosional (negative disconfirmation) b) Apabila kinerja lebih besar dibandingkan harapan, akan terjadi kepuasan emosional (positive disconfirmation) c) Apabila kinerja sama dengan harapan, maka yang terjadi adalah konfirmasi harapan (simple disconfirmation atau non-satisfaction) Kinerja produk yang rendah, kemungkinan hasilnya bukan ketidakpuasan, pelanggan merasa kecewa dan tidak melakukan komplain, tetapi sangat mungkin pelanggan mencari alternatif produk atau penyedia jasa yang lebih baik bila kebutuhannya mengalami masalah. 2.1.6.3 Pengukuran Kepuasan Pelanggan Terdapat beberapa metode yang bias dipergunakan perusahaan untuk mengukur dan memantau kepuasan pelanggannya dan pelanggan pesaing. Kotlerdalam Tjiptono (2007,p210) mengidentifikasikan terdapat 4 metode yang dapat digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan : 1. Sistem keluhan dan saran : setiap organisasi/perusahaan yang berorientasi pada pelanggan perlu menyediakan kesempatan dan akses yang mudah dan nyaman bagi pelanggan untuk menyampaikan saran dan kritik mereka. Media yang dapat digunakan bias berupa kotak saran,saluran telepon bebas pulsa, websites, dll. Informasi-informasi yang diperoleh dapat memberikan ida-ide baru dan masukan kepada perusahaan dan memungkinkan perusahaan untuk bereaksi secara tanggap dan cepat dalam mengatasi masalah-masalah yang timbul.Metode ini bersifat pasif karena menunggu inisiatif pelanggan untuk menyampaikan keluhan atau pendapat 22 sehingga sulit mendapatkan gambaran lengkap mengenai kepuasan atau ketidakpuasan pekanggan. Riset menunjukan 25% dari totalpembelian konsumen diwarnai ketidakpuasan dimana hanya 5% pelanggan yang tidak puas yang melakukan komplain menggunakan kebanyakan diantaranya langsung berganti pemasok (Kotler,et al.,2004). 2. Gosh Shoping (Mystery Shopping) : Metode ini menggunakan beberapa orang ghost shopper untuk berperan atau berpura-pura sebagai pelanggan potensial produk perusahaan dan pesaing. Dimana merekadiminta berinteraksi dengan staff perusahaan dan berdasarkan pengalaman mereka tersebut, mereka diminta melaporkan temuan-temuanya mengenai kekuatan dan kelamahan produk perusahaan dan pesaing. Biasanya para ghost shopper diminta mengamati secara seksama dan menilai cara perusahaan dan pesaingnya melayani permintaan spesifik pelanggan, menjawab pertanyaan pelanggan dan menangani setiap keluhan. Bilamana memungkinkan sebaiknya manajer perusahaan terjun langsung menjadi ghost shopper untuk mengetahui langsung bagaimana karyawan berinteraksi dan memperlakukan pelanggan. 3. Lost costumer analisys : metode ini menggunakan cara menghubungi pelanggan yang telah berhenti membeli atau yang berpindah pemasok untuk mengetahui mengapa hal tersebut terjadi dan supaya mengambil kebijakan perbaikan. Bukan hanya exit interview saja yang penting tapi pemantauan customer loss rate juga penting dimana peninggkatan costumer loss rate menunjukan kegagalan perusahaan dalam memuaskan pelanggannya. Kesulitan pada metode ini adalah mengidentifikasikan dan mengontak mantan pelanggan yang bersedia memberikan masukan dan evaluasi terhadap kinerja perusahaan. 4. Survei Kepuasan Pelanggan : Melalui survei, perusahaan akan memperoleh tanggapan dan feedback secara langsung dari pelanggan dan juga memberikan kesan positif bahwa perushaaan menaruh perhatian terhadap para pelanggannya. Survey bias dilakukan melalui pos, telepon, email, websites dan wawancara langsung. 23 2.1.6.4 Strategi meningkatkan kepuasan pelanggan 1. Strategi rintangan pengalihan Berupaya untuk menciptaka rintangan pengalihan supaya pelanggan merasa enggan, rugi, atau perlu menggunakan biaya yang besar untuk beganti pemasok. Rintangan pengalihan dapat dilakukan denganbiaya pencarian, biaya transaksi, biaya belajar, potongan harga khusus bagi pelanggan yang loyal, dan lain-lain. 2. Strategi relationship marketing Strategi transaksi antara pembeli dan penjual dimana hubungan tidak berakhir setelah penjualan selesai. 3. Strategi superior customer service Yaitu dengan menawarkan pelayanan yang lebih baik dengan pesaing. 4. Strategi jaminan tanpa syarat Pemberian jaminan untuk meringankan resikokerugian bagi pelnggan baik sebelum maupun sesudah pembelian untuk meraih loyalitas pelanggan. 5. Strategi menangani keluhan Memastika bahwa produk berkualitas dan benar-benar berfungsi sebagaimana mestinya dan memastikan bahwa pelanggan tidak mengalami masalah dalam mengonsumsi beberapa jenis roduk, layanan, pengiriman dan sebagainnya. 2.1.7 Loyalitas pelanggan Menurut Oliver (dalam Hurriyati 2010 p128) customer loyalty is deeflyheld commitmet to rebuy or repatronize a preferred product or service consistently in the future, despite situasional influences and marketing effortshaving the potential to cause switching behaviour. Yang berarti bahwa loyalitas adalah komitmen pelanggan bertahan secara mendalam untuk berlangganan kembali atau melakukan pembelian ulang produk/jasa terpilih secara konsisten ddimasa yang akan datang, meskipun pengaruh situasi dn usaha-usaha pemasaran mempunyai potensi untuk menyebabkan perubahan perilaku. Menurut Griffin dalam (Hurriyanti 2010 p128) loyalty is defined as non 24 random purchase expressed over time by some desicion making unit. yang berarti loyalitas lebih mengacu pada wujud perilaku dari unit-unit pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian secara terus menerus terhadap/jasa suatu perusahaan yang dipilih.Loyalitas pelanggan menurut Selnes ( dalam Purwaningsih dan Soenhadji ,2010) dapat terbentuk apabila pelanggan merasa puas dengan merek atau tingkat layanan yang diterima sehingga mereka berniat untuk terus melanjutkan hubungan diwaktu yang akan datang.Loyalitas secara umum dapat diartikan kesetiaan seseorang atas suatu produk, baik barang maupun jasa tertentu dan merupakan manifestasi dan kelanjutan dari kepuasan konsumen dalam menggunakan fasilitas maupun jasa pelayanan yang diberikan oleh perusahaan, serta untuk tetap menjadi konsumen dari perusahaan tersebut (Bayuningrat; Handoyo dan Widayanto,2013) 2.1.7.1 Konsep Loyalitas Menurut Hasan (2013,p1123) terdapat beberapa konsep loyalitas, yaitu: Konsep generik Loyalitas merk menunjukan kecendrungan konsumen untuk membeli sebuah merek tertentu dengan tingkat konsistensi yang tertinggi. Konsep perilaku Pembelian ulang dihubungkn dengan loyalitas, dimana loyalitas merek mencerminkan komitmen terhadap merek tertentu, perilaku pmbelian ulang menyangkut pembelian merek yang sama berulang-ulang. Konsep pembelian ulang, merupakan hasil dominasi peruahaan yang berhasil membuat produknya menjadi satu-satunya alternatif yang tersedia, yang terus menerus melakuka promosi untuk memikat 2.1.7.2 Manfaat loyalitas Griffin dalam Hurriyanti (2010,p128) mengemukakan keuntungan-keuntungan yang akan di peroleh perusahaan apabila memiliki pelanggan yang loyal antara lain : 25 Dapat mengurangi biaya pemasaran (karena menarik biaya untuk menarik pelanggan baru lebih mahal). Dapat mengurangi biaya transaksi. Dapat mengurangi biaya turnover konsumen Dapat meningkatkan penjualan silang, yang akan memperbesar pangsa pasar. Mendorong word of mouth yang lebih positif, dengan asumsi bahwa pelanggan yang loyal juga berarti mereka yang merasa puas Dapat mengurangi biaya kegagalan. Menurut Assauri (2012, p16) manfaat pelanggan yang loyal adalah: Terkonsentrasinya pembelian mereka agar dapat terjaga, sehingga volume pasar yang besar dapat dipelihara, serta biaya penjualan dan penyaluran rendah. Terpeliharanya word of mouth dan rujukan pelanggan atau customer referrals. Terdapatnya kemungkinan pembayaran dengan harga premium untuk nilai atau value yang akan mereka terima. 2.1.7.3 Jenis Loyalitas Griffin dalam Fajarianto; Lubis dan Saryadi,2013 membagi loyalitas dalam empat jenis, yaitu: 1. Tanpa loyalitas Yaitu beberapa konsumen tidak mengembangkan loyalitas terhadap produk atau jasa tertentu karena beranggapan tidak ada perbedaan tempat penyedia barang atau jasa tertentu. 2. Loyalitas lemah Yaitu keterikatan yang rendah digabung dengan pembelian berulang yang tinggi menghasilkan loyalitas yang lemah. Konsumen ini membeli karena kebiasaan. 26 3. Loyalitas tersembunyi Yaitu tingkat preferensi yang relatif tinggi digabung dengan tingkat pembelian berulang yang rendah. Menunjukan loyalitas tersembunyi. 4. Loyalitas tersembunyi Yaitu terjadi bila ada tingkat keterikatan yang tinggi dan tingkat pembelian berulang yang tinggi juga. Menurut Griffin dalam Hurriyati (2010, p130) pelanggan yang loyal memiliki karakteristik sebagai berikut : 1. Melakukan pembelian secara teratur. 2. Membeli diluar lini produk/jasa. 3. Merekomendasikan produk kepada orang lain. 4. Menunjukan kekebalan dari daya tarik produk sejenis dari pesaing. 2.1.7.4 Tingkatan Loyalitas Menurut Hill Humiyati dalam Hurriyati (2010, p), loyalitas pelanggan dibagi menjadi enam tahapan adalah sebagai berikut : 1. Suspect Meliputi semua orang yang diyakani akan membeli (membutuhkan) barang/jasa, tetapi belum memiliki informasi barang/jasa perusahaan. 2. Prospect Adalah orang-orang yang memiliki kebutuhan akan barang/jasa tertentu, dan mempunyai kemampuan untuk membelinya. Pada tahap ini, meskipun mereka belum melakukan pembelian tetapi telah mengetahui keberadaan perusahaan dan barang/jasa yang ditawarkan melalui rekomendasi pihak lain (word of mouth) 3. Customer Pada tahap ini, pelanggan sudah melakukan hubungan transaksi dengan perusahaan, loyalitas pada tahap ini belum terlihat. 27 4. Client Meliputi semua pelanggan yang telah membeli barang/jasa yang dibutuhkan dan ditawarkan secara teratur, hubungan ini berlangsung lama, dan mereka telah memiliki sifat retention. 5. Advocates Pada tahap ini, clients secara aktif mendukung perusahaan dengan memberikan rekomendasi kepada orang lain agar mau membeli barang/jasa di perusahaan tersebut. 6. Partner Pada tahap ini telah terjadi hubungan yang kuat dan saling menguntungkan antara perusahaan dengan pelanggan, pada tahap ini pula pelanggan berani menolak produk/jasa dari perusahaan lain. 2.1.7.5 Pengukuran loyalitas Meurut Hasan (2013, p139) belum ada kesepakatan tentang ukuran-ukuran yang seharusnya digunakan untuk mengukur loyalitas, namun berbagai cara yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Loyalitas pelanggan dapat ditelusuri melalui ukuran-ukuran seperti defection rate, jumlah dan kontinuitas pelanggan inti, longevity of core customers, dan nilai bagi pelanggan inti. 2. Data loyalitas diperoleh dari umpan balik pelanggan yang dapat dikumpulan melalui berbagai cara seperti dengan menggunkan observasi akif dan pasif, kartu dan kotak saran, saluran telepon bebas pulsa, survei. 3. Lost customer analysis, analisis non-pelangan, masukan dari karyawan lini depan, masukan dari distributor atau pengecer, wawancara individual secara mendalam. 4. Menganalisia umpan balik dari pelanggan, mantan pelangga, non-pelanggan, dan pesaing. 2.1.7.6 Strategi Loyalitas Menurut Hasan terdapat strategi untuk meningkatkan loyalitas pelanggan, yaitu 28 1. Customer boding, cara untuk melakukan customer bonding dapat dilakukan dengan : a. Adding financial benefit, pelanggan diikat melalui insetif keuangan-biaya yang lebih rendah untuk pembelian volume yang lebih besar atau harga yang lebih rendah untuk pelanggan yang bergabug dengan perusahaan untuk waktu yang lama. b. Adding socia benefit, memerlakukan pelanggan sebagai partner dalam hubungan jangka panjangyang dibngun melalui hubungan sosial dan interpersonal seperti membentiuk kartu membership. 2. Kualitas produk, konsumen yang memperoleh kepuasan atas produk yang dibelinya cenderung melakukan pembelian ulang produk yang sama, salah satunya adalah kualitas. Ini dapat digunakan oleh pemasar untuk mengembangkan loyalitas dari konsumennya. 3. Promosi penjualan, loyalitas dapat dikembangkan melalui promosi penjualan yang intensif. 4. Perbaikan berkesinambungan, metode total quality management danbusiness process reengineering bermanfaat dalam prosess perbaikan berkesinambunan setiap organisasi. Meningkatkan nilai tambah bagi pelanggan, antisipasi kebutuhan dan harapan pelanggan dimasa yang akan datang, denga mencurahkan smua sumber daya perusahaan untuk melayani pelanggan inti. 2.2 Kerangka Pemikiran CUSTOMER PERCEIVED VALUE CUSTOMER SATISFACTION CORPORATE BRAND IMAGE CUSTOMER LOYALTY 29 2.2.1 Hubungan antar variabel 2.2.1.1 Hubungan antara customer perceived value dengan customer satisfaction Menurut Kotler dalam Alida Palitati (2007) Bagi pelanggan, kinerja produk yang dirasakan sama atau lebih besar dari yang diharapkan, yang dianggap bernilai dan dapat memberikan kepuasan. 2.2.1.2 Hubungan antara corporate brand image dengan customer satisfaction Pelanggan lebih memilih citra perusahaan yang baik akan memiliki persepsi kualitas, nilai, kepuasan dan loyalitas yang lebih tinggi (Yu-Te Tu,2013). Wu (2011) menyatakan bahwa corporate brand image adalah sebuah anteseden penting dari customer satisfaction dan loyalty. 2.2.1.3 Hubungan antara customer satisfaction dengan customer loyalty Kim et all (Lee M,Hsiao dan Yang, 2012) mengatakan “tujuan membuat konsumen puas adalah untuk menciptakan loyalitas konsumen akan memberikan positif word of mouth. Dengan demikian, kepuasan pelanggan menyebabkan pengaruh positif terhadap loyalitas. 2.2.1.4 Hubungan antara customer perceived value dengan customer loyalty Zeithaml dalam Yu-Te Tu (2013) mengayatakan bahwa customer perceived value adalah sebuah kunci dasar untuk menentukan loyalitas pelanggan; mempengaruhi niat beli pelanggan; dan mempengaruhi secara positif dalam kepuasan pelanggan. 2.2.1.5 Hubungan antara corporate brand image dengan customer loyalty Dalam kajian Dewi (2007), manfaat yang dapat dipetik dari akumulasi citra perusahaan dalam kaitannya dengan pelanggan, diantaranya adalah terciptanya sikap positif pelanggan terhadap perusahaan yang akhirnya akan bermuara pada kepuasan dan kesetiaan pelanggan terhadap perusahaan.