MODUL PERKULIAHAN Psikologi Konseling P e n d e k at a n K o n se l in g No n D ir ec t iv e ( D a s a r p e mi k ir a n Ro g er s, T eo ri k e pri b a d i a n R o ge r s, Ko n s e li n g N on D ir ec t iv e ) Fakultas Program Studi Psikologi Psikologi Tatap Muka 03 Kode MK Disusun Oleh MK 61033 Muhammad Ramadhan, M.Psi, Psikolog Abstract Kompetensi Modul berisi mengenai pemahaman mengenai dasar-dasar pemikiran Rogers dalam konseling non directive. Mahasiswa mampu memahami penjelasan mengenai dasar-dasar pemikiran Rogers dalam konseling non directive I. Dasar Pemikiran Rogers Mengenai Manusia Rogers berpandangan bahwa sifat manusia pada dasarnya baik (Rogers, 1961). Manusia secara karakteristik mengarah kepada hal-hal positif, bergerak maju, konstruktif, realistik dan dapat diandalkan (Rogers, 1957, p.199). Setiap orang sadar, terarah, dan maju ke arah aktualisasi diri sejak masa kanak-kanak. Pandangan client centered tentang sifat manusia menolak konsep tentang kecenderungan-kecenderungan negative dasar. Sementara beberapa pendekatan beranggapan bahwa manusia menurut kondratnya adalah irasional dan berkecenderungan merusak terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang lain kecuali jika telah menjalani sosialisasi. Rogers menunjukkan kepercayaan yang mendalam pada manusia. Ia memandang manusia tersosialisasi dan bergerak ke muka, berjuang untuk berfungsi penuh, serta memiliki kebaikan yang positif pada intinya yang terdalam. Pendek kata, manusia dipercayai dan karena pada dasarnya kooperatif dan konstruktif, tidak perlu diadakan pengendalian terhadap dorongan-dorongan agresifnya. Pandangan tentang manusia yang positif ini memiliki implikasi-implikasi yang berarti bagi praktik terapi client-centered. Berkat pandangan filosofis bahwa individu memiliki kesanggupan yang inheren untuk menjauhi maladjustment menuju keadaan psikologis yang sehat, terapis meletakkan tanggung jawab utamanya bagi proses terapi pada klien. Model client-centred menolak konsep yang memandang terapis sebagai otoritas yang mengetahui yang terbias dan yang memandang klien sebagai manusia pasif yang hanya mengikuti perintah-perintah terapis. Oleh karena itu, terapis client-centered berakar pada kesanggupan klien untuk sadar dan membuat keputusan-keputusan. A. Aktualisasi Diri Menurut Rogers, aktualisasi diri merupakan penggerak yang paling umum dan memotivasi keberadaan, serta mencakup tindakan yang mempengaruhi orang tersebut secara keseluruhan. Mahluk hidup mempunyai satu dasar kecenderungan dan perjuangan, yaitu aktualisasi diri, mempertahankan serta meningkatkan diri (Rogers, 1951, p.487). Para ahli teori Client Centered yakin bahwa masing-masing orang mampu menemukan arti diri dan tujuan dalam kehidupan. Disfungsional sesungguhnya adalah kegagalan untuk belajar dan berubah (Bohart, 1995, p.94). ‘Saat ini’ adalah aspek yang paling penting dari seseorang atau individu, dan oleh karena itu humanis berfokus pada ‘di sini dan sekarang’ daripada melihat masa lalu atau mencoba untuk memprediksi masa depan. 2016 2 Psikologi Konseling Muhammad Ramadhan M.Psi, Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id B. Teori Diri Diri adalah hasil dari pengalaman yang dialami seseorang, dan suatu kesadaran akan diri dapat membantu orang membedakan dirinya dari orang lain (Nye, 2000). Rogers memandang individu dari perspektif fenomenologikal, yaitu persepsi manusia akan realita dibanding peristiwa yang terjadi itu sendiri (Rogers, 1955). Cara pandang tersebut mirip dengan teori Adler, tetapi pada Rogers konsep tersebut adalah inti dari teorinya sehingga gagasannya disebut teori diri. Agar muncul diri yang sehat, seseorang membutuhkan perhatian positif, cinta, kehangatan, kasih sayang, rasa hormat dan penerimaan. Akan tetapi orang seringkali dihadapkan kepada situasi menerima perhatian berpamrih dari orang lain. Rasa berharga dapat berkembang jika seseorang berperilaku dalam cara tertentu karena penerimaan dengan pamrih. Pada orang tersebut akan timbul rasa bahwa dirinya dihargai hanya jika berkompromi dengan keinginan orang lain. Jadi seseorang terkadang harus menyangkal atau membelokkan persepsi ketika orang lain memandang situasinya berbeda. Individu yang terjebak dalam dilema tersebut akan mengalami adanya ketidaksamaan antara persepsi pribadi dan pengalaman. Jika seseorang tidak melakukan seperti yang diinginkan orang lain, dia tidak akan diterima atau dihargai. Sebaliknya jika dia melakukan kompromi, dia membuka jurang pemisah antara idealisme diri (yang ingin dicapai) dan realita diri (kondisi dia sesungguhnya). Semakin jauh idealisme diri dengan realita diri, semakin asing dan menyimpang diri orang tersebut. C. Kongruen dan Inkongruen Rogers mengatakan bahwa konsep diri manusia seringkali tidak sesuai dengan kenyataan. Rogers menggunakan istilah inkongruen untuk merujuk pada “ketidaksesuaian” antara konsep diri (Ideal Self) dan realitas (Real Self). Kongruen adalah kesesuaian yang cukup akurat antara konsep diri dan realitas. Rogers berpikir bahwa orang mengalami kecemasan ketika konsep diri mereka terancam. Untuk melindungi diri dari kecemasan, orang mendistorsi pengalaman mereka sehingga mereka dapat berpegang pada konsep diri mereka. Orang yang memiliki tingkat tinggi ketidaksesuaian akan merasa sangat cemas karena kenyataan terus mengancam konsep diri mereka. 2016 3 Psikologi Konseling Muhammad Ramadhan M.Psi, Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id II. Teori Kepribadian Rogers Menurut Carl Rogers, Struktur kepribadian memiliki 3 konstruk yang menjadi dasar penting dalam pembentukan kepribadian. Organisme mencakup tiga hal, yaitu: a. Makhluk Hidup Organisme terdapat di dalam jasad makhluk hidup karena makhluk hidup memiliki kesadaran, respon. persepsi dll. b. Realitas Subyektif Organisme akan selalu berhadapan dengan realita yang ada di dunia. So, setiap organisme akan memiliki persepsi yang berbeda tentang dunia ini. c. Holisme Organisme akan selalu memiliki perkembangan pengalaman, dan otomatis itu akan membuatnya merubah tujuan juga. A. Medan Fenomena (Phenomena Field) Medan fenomena adalah seluruh pengalaman pribadi yang terjadi sepanjang hidup individu. Hal-hal yang meliputi medan fenomena adalah : Pengalaman internal dan eksternal Pengalaman yang tersimbol Melibatkan persepsi yang bersifat subjektif Medan fenomena setiap orang berbeda-beda dan tidak dapat diketahui, kecuali ada rasa empati B. Diri (Self) Self merupakan kepribadian yang sesungguhnya. Karakter self, yaitu: Self terbentuk dari medan fenomena yang berbeda-beda. Self juga terbentuk dari hubungan kedekatan dengan pribadi lain. Self bersifat meningkat dan konsisten Self akan merasa terancam jika ada ketidaksesuaian lingkungan. Self dapat berubah sesuai dengan proses belajar C. Pribadi yang Berfungsi Utuh Rogers yakin adanya kekuatan tumbuh pada semua orang yang secara alami mendorong proses organis memenjadi semakin kompleks, ekspansi, otonom, sosial dan secara keseluruhan semakin aktualisasi diri. Struktur self menjadi bagian terpisah dari 2016 4 Psikologi Konseling Muhammad Ramadhan M.Psi, Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id medan fenomena dan semakin kompleks. Self berkembang secara utuh keseluruhan, menyentuh semua bagian-bagiannya. Perkembangan self diikuti oleh kebutuhan penerimaan positif, dan penyaringan tingkahlaku yang disadari agar tetap kongruen dengan struktur self. Berfungsi utuh adalah istilah yang digunakan Rogers untuk menggambarkan individu yang memakai kapasitas dan bakatnya, merealisasi potensinya, dan bergerak menuju pemahaman yang lengkap mengenai dirinya sendiri dan seluruh rentang pengalamannya. Rogers merinci 5 ciri kepribadian orang yang berfungsi sepenuhnya, sebagai berikut: 1.Terbuka untuk mengalami Adalah kebalikan dari sifat bertahan. Orang yang terbuka untuk mengalami mampu mendengar dirinya sendiri, merasakan secara mendalam pengalaman secara visceral, sensori, emosional, dan kognitif dalam dirinya tanpa merasa terancam. 2.Hidup menjadi Kecenderungan untuk hidup sepenuhnya dan seberisi mungkin pada setiap eksistensi. Setiap pengalaman dipandang baru dan unik, berbeda dengan apa yang pernah terjadi; berkembang tanpa diawali prasangka dari harapan sebelumnya. Semua pengalaman itu akan mengembangkan self dan kepribadian, bukan sebaliknya, pengalaman disesuaikan dengan struktur self yang kaku. Orang menjadi fleksibel, adaptabel, toleran dan spontan. 3.Keyakinan organismik Orang mengambil keputusan berdasarkan pengalaman organismiknya sendiri, mengerjakan apa yang “dirasanya benar” sebagai bukti kompetensi dan keyakinannya untuk mengarahkan tingkahlaku yang memuaskan. Orang mampu memakai perasaannya yang terdalam sebagai sumber utama membuat keputusan. Kebalikan keyakinan organismik adalah pengambilan keputusan berdasarkan sumber eksternal, seperti norma sosial, aturan institusi, penilaian orang lain, atau tingkahlakunya sendiri ketika menghadapi situasi lain. 4.Pengalaman kebebasan Pengalaman hidup bebas dengan cara yang diingiinkan atau dipilih sendiri, tanpa perasaan tertekan atau terhambat. Organisme mempunyai pilihan bebas, apa yang terjadi pada organisme itu tergantung kepada dirinya sendiri. Orang tersebut melihat banyak pilihan hidup dan merasa mampu mengerjakan apa yang ingin dikerjakannya. Tentu tidak ada kebebasan yang absolut. Rogers mengakui pengaruh keturunan, kekuatan sosial dan pengalaman masa lalu terhadap organisme. 2016 5 Psikologi Konseling Muhammad Ramadhan M.Psi, Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 5.Kreativitas Merupakan kematangan psikologik yang optimal. Orang dengan good life berkemungkinan besar untuk memunculkan produk kreatif (idea, project, action) dan hidup kreatif. Orang yang kreatif cenderung hidup konstruktif dan adaptif dalam kulturnya (memuaskan lingkungan) dan sekaligus memuaskan kebutuhannya yang terdalam. D. Self yang Terganggu Rogers mengungkapkan tentang psikopatologi paradigma humanistik, keyakinan utamanya tentang perilaku abnormal bahwa perilaku ini merupakan hasil perkembangan konsep tentang self yang terganggu (Nevid. Dkk, 2003). Selain itu konsep abnormalitas disebabkan karena maladjusmen, hal ini dikarenakan perasaan yang mereka ekspresikan dan tidak sadar dengan pernyataan yang bertentangan dengan selfnya (Alwisol, 2009). Hal tersebut bisa dikelompokkan dalam indikator organisme yang tidak sehat dan sehat menurut Rogers. Psikopatologi menurut Rogers (Alwisol, 2009) merupakan: a.Tidak saling sesuai Ketika pengalaman sangat tidak konsisten dengan struktur self, tingkat kecemasan yang ada akan merusak rutinitas dan orang menjadi neurotik. Selain itu jika self tidak mampu mempertahankan diri dari pengalaman, akan menimbulkan disorganisasi kepribadian sehingga akan menjadi psikotik. b.Kecemasan dan ancaman Merupakan ketidaknyamanan atau ketegangan yang sebabnya tidak diketahui. Kecemasan dan ancaman menjadi indikasi inkongruen, namun pada tingkat tertentu kecemasan dan ancaman itu dibutuhkan untuk mengmbangkan diri memperoleh jiwa yang sehat. c.Tingkah laku bertahan (Defensiveness) Rogers mengklasifikasikan dua tingkah laku bertahan, yakni distorsi (pengalaman diinterpretasi secara salah dalam rangka menyesuaikan dengan aspek yang ada di dalam konsep self) dan denial (menolak mempelajari suatu pengalaman, sehingga orang terbebas dari ancaman inkongruen diri). 2016 6 Psikologi Konseling Muhammad Ramadhan M.Psi, Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id d.Disorganisasi Merupakan tingkah laku yang diakibatkan dari kehendak-kehendak antara self dengan pengalaman. Disorganisasi kepribadian dapat disembuhkan dengan memberikan terapi yang memberinya penerimaan positif tanpa syarat. III. Pendekatan Konseling Non Directive Rogers tidak mengemukakan teori client centred sebagai suatu pendekatan terapi yang tetap dan tuntas. Ia mengharapkan orang lain akan memandang teorinya sebagai sekumpulan prinsip percobaan yang berkaitan dengan perkembangan proses terapi, dan bukan sebagai suatu dogma. Rogers (1974, hlm. 123-214) menguraikan ciri-ciri yang membedakan pendekatan client centered dari pendekatan-pendekatan lain. Berikut ini adaptasi dari uraian Rogers. Pendekatan client-centered difokuskan pada tanggung jawab dan kesanggupan klien untuk menemukan cra-cara menghadapi kenyataan secara lebih penuh. Klien, sebagai oorang yang paling mengetahui dirinya sendiri, adalah orang yang harus menemukan tingkah laku yang paling pantas bagi dirinyya. Pendekatan client-centred menekankan dunia fenomenal klien. Dengan empati yang cermat dan dengan usaha untuk memahami klien. Dengan empati yang cermat dan dengan usaha untuk memahami kerangka acuan internal klien, terapis memberikan perhatian terutama pada persepsi-diri klien dan persepsinya terhadap dunia. Prinsip-prinsip psikoterapi yang sama diterapkan pada semua orang, baik yang “normal”, yang “neurootik”, maupun yang psikotik. Berdasarkan konsep bahwa hasrat untuk bergerak menuju kematangan psikologis berakar dalam manusia, prinsip-prinsip client-centred diterapkan pada individu yang fungsi psikologisnya berada pada taraf yang relatif normal maupun pada individu yang derajat penyimpangan psikologisnya lebih besar. Menurut pendekatan client-centered, psikoterapi hanyalah salah satu contoh dari hubungan pribadi yang konstruktif. Klien mengalami pertumbuhan psikoterapeutik di dalam dan melalui hubungannya dengan seseorang yang membantunya melakukan apa yang tidak bisa dilakukannya sendiri. Itu adalah hubungan dengan konselor yang selaras (menyeimbangkan tingkah laku dan ikspresi eksternal dengan perasaan-perasaan dan pemikiran-pemikiran internal), bersikap menerima dan empati yang bertindak sebagai agen perubahan terapeutik bagi klien. Rogers mengajukan hipotesis bahwa ada sikap-sikap tertentu pada pihak terapis (ketulusan, kehangatan, penerimaan yang nonposesif, dan empati yang akurat) yang membentuk 2016 7 Psikologi Konseling Muhammad Ramadhan M.Psi, Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id kondisi yang diperlukan dan memadai bagi keefektifan terapeutik pada klien. Terapi clientcentere memasukkan konsep bahwa fungsi terapis adalah tampil langsung dan bisa dijangkau oleh klien serta memusatkan perhatian pada pengalaman di sini dan sekarang, yang tercipta melalui hubungan antara klien dan terapis. Barangkali lebih daripada pendekatan psikoterapi tunggal yang lainnya, teori client centered dikembangkan melalui penelitian tentang proses dan hasil terapi. Teori client-centered bukanlah suatu teori yang tertutup, melainkan suatu teori yang tumbuh melalui observasiobservasi konseling bertahun-tahun dan yang secara berkesinambung berubah sejalan dengan peningkatan pemahaman terhadap manusia dan terhadap proses terapeutik yang dihasilkan oleh penelitian-penelitian baru. Jadi, terapi client-centered bukanlah sekumpulan teknik, juga bukan suatu dogma. Pendekatan client-centered, yang berakar pada sekumpulan sikap dan kepercayaan yang ditunjukkan oleh terapis, barangkali paling tepat dicirikan sebagai suatu cara sebagai perjalanan bersama dimana baik konselor maupun klien memperlihatkan kemanusiawiaannya dan berpartisipasi dalam pengalaman pertumbuhan. Menurut Rogers (1961), pertanyaan “siapa saya?” mengantarkan kebanyakan orang pada psikoterapi. Mereka tampaknya bertanya : bagaimana saya biaa menemukan diri nyata saya? Bagaimana saya bisa menjadi apa yang sangat saya inginkan? Bagaimana saya bisa memahami apa yang ada di balik dinding saya dan menjadi diri sendiri? Tujuan dasar terapi client-centered adalah menciptakan iklim yang kondusif bagi usaha membatu klien untuk menjadi seorang pribadi yang berfungsi penuh. Guna mencapai tujuan terapeutik tersebut, terapis perlu mengusahakan agar klien bisa memahami hal-hal yang ada dibalik topeng yang dikenakannya. Klien mengembangkan kepura-puraan dan bertopeng sebagai pertahanan terhadap ancaman. Sandiwara yang dimainkan oleh klien menghambatnya untuk tampil utuh di hadapan orang lain dan dalam usahanya menipu orang lain, ia menjadi asing terhadap dirinya sendiri. Apabila dinding itu runtuh selama proses terapeutik, orang macam apa yang muncul dari balik kepura-puraan itu? Rogers (1961) menguraikan ciri-ciri orang yang bergerak ke arah menjadi bertambah teraktualkan sebagai berikut: 1) Keterbukaan pada pengalaman Keterbukaan pada pengalaman perlu memandang kenyataan tanpa mengubah bentuknya supaya sesuai dengan struktur diri yang tersusun lebih dulu. Sebagai lawan kebertahanan, keterbukaan pada pengalaman menyiratkan menjadi lebih sadar terhadap kenyataan sebagaimana kenyataan itu hadir di luar dirinya. Hal ini juga berarti bahwa kepercayaankepercayaan orang tidak kaku; dia dapat tetap terbuka terhadap pengetahuan lebih lanjut 2016 8 Psikologi Konseling Muhammad Ramadhan M.Psi, Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id dan pertumbuhan serta bisa menoleransi kedwiartian. Orang memiliki kesadaran atas diri sendiri pada saat sekarang dan kesanggupan mengalami dirinya dengan cara-cara yang baru. 2) Kepercayaan terhadap organisme sendiri Salah satu tujuan terapi adalah membantu klien dalam membangun rasa percaya terhadap diri sendiri. Acap kali, pada tahap-tahap permulaan terapi, kepercayaan klien terhadap diri sendiri dan terhadap putusan-putusannya sendiri sangat kecil. Mereka secara khas mencari alasan dan jawaban-jawaban dari luar karena pada dasarnya mereka tidak mempercayai kemampuan-kemampuan dirinya untuk mengarahkan hidupnya sendiri. Dengan meningkatnya keterbukaan klien pada pengalaman-pengalamannya sendiri, kepercayaan klien kepada dirinya sendiri pun mulai timbul. 3) Tempat evaluasi internal Tempat evaluasi internal yang berkaitan dengan kepercayaan diri, berarti lebih banyak mencari jawaban-jawaban pada diri sendiri bagi masalah-masalah keberadaannya. Orang semakin menaruh perhatian pada pusat dirinya daripada mencari pengesahan bagi kepribadiannya dari luar. Dia mengganti persetujuan universal dari orang lain dengan persetujuan dari diri sendiri. Dia menetapkan standar-standar tingkah laku dan melihat ke dalam dirinya sendiri dalam membuat putusan-putusan dan pilihan-pilihan bagi hidupnya. 4) Kesediaan untuk menjadi suatu proses Konsep tentang diri dalam proses pemenjadian, yang merupakan lawan dari konsep tentang diri sebagai produk, sangat penting. Meskipun klien boleh jadi menjalani konseling untuk mencari sejenis formula untuk membangun keadaan berhasil dan berbahagia (hasil akhir), mereka menjadi sadar bahwa pertumbuhan adalah suatu proses yang berkesinambungan. Para klien dalam konseling berada dalam proses pengujian persepsi-persepsi dan kepercayaan-kepercayaan serta membuka diri bagi pengalaman-pengalaman baru dan revisi-revisi alih-alih menjadi wujud yang membeku. Tujuan-tujuan konseling yang telah diuraikan di atas adalah tujuan-tujuan yang luas, yang menyajikan suatu kerangka umum untuk memahami arah gerakan terapeutik. Konseling tidak memilih tujuan-tujuan yang khusus bagi klien. Tonggak konseling client-centered adalah anggapannya bahwa klien dalam hubungannya dengan konselor yang menunjang, memiliki kesanggupan untuk menentukan dan menjernihkan tujuan-tujuannya sendiri. Bagaimanapun, banyak konselor yang mengalami kesulitan dalam memperbolehkan klien untuk menetapkan sendiri tujuan-tujuannya yang khusus dalam terapi. Meskipun mudah 2016 9 Psikologi Konseling Muhammad Ramadhan M.Psi, Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id untuk pura-pura setuju terhadap konsep “klien menemukan jalan sendiri”, ia menuntut respek terhadap klien dan keberanian pada konselor untuk mendorong klien agar bersedia mendengarkan dirinya sendiri dan mengikuti arah-arahnya sendiri, terutama pada saat klien membuat pilihan-pilihan yang bukan merupakan pilihan-pilihan yang diharapkan oleh konselor. Tujuan dalam CCT berkisar pada klien sebagai manusia, bukan permasalahan yang dihadapinya. Rogers (1977) menekankan bahwa orang perlu bantuan untuk belajar bagaimana menghadapi berbagai situasi. Salah satu cara utama untuk mencapai hal ini adalah dengan membantu klien menjadi orang yang berfungsi penuh, yang tidak perlu menerapkan mekanisme pertahanan diri untuk menhadapi pengalam sehari-hari. Individu semacam itu akan lebih berkeinginan untuk berubah dan bertumbuh. Dia lebih terbuka terhadap pengalaman, lebih mempercayai persepsi diri sendiri dan berpartisipasi dalam eksplorasi serta evaluasi diri (Rogers, 1961). Lebih jauh lagi, orang yang berfungsi penuh mengembangkan penerimaan yang lebih besar akan dirinya dan orang lain, serta menjadi pembuat keputusan yang lebih baik di masa kini dan mendatang. Yang paling utama, klien dibantu untuk mengidentifikasikan, menggunakan, dan mengintergrasikan sumber daya dan potensinya sendiri (Boy & pine, 1983; Miller, 1996). Tujuan hidup harus selalu untuk mencapai pemahaman dan perkembangan pribadi. Hanya melalui pengembangan diri dan pengetahuan tentang diri sendiri, seseorang bisa benar-benar bahagia. Rumusan-rumusan yang lebih dini dari pandangan Rogers tentang psikoterapi memberikan penekanan yang lebih besar pada teknik-teknik. Perkembangan pendekatan client-centered disertai oleh peralihan dari penekanan pada teknik-teknik kepada penekanan pada kepribadian, keyakinan-keyakinan dan sikap-sikap terapis, serta pada hubungan terapeutik. Hubungan terapeutik, yang selanjutnya menjadi variable yang sangan penting, tidak identik dengan apa yang dikatakan atau dilakukan oleh terapis. Dalam kerangka clientcentered, “teknik-teknik”-nya adalah pengungkapan dan pengomunikasikan penerimaan, respek, dan pengertian, serta berbagi upaya dengan klien dalam mengembangkan kerangka acuan internal dengan memikirkan, merasakan dan mengeksplorasi. Menurut pandangan pendekatan client-centered, penggunaan teknikteknik sebagai muslihat terapis akan mendepersonalisasi hubungan konselor klien. Teknikteknik harus menjadi suatu pengungkapan yang jujur dari konselor, dan tidak bisa digunakan secara sadar diri sebab terapis tidak akan menjadi sejati. Rogers merangkum hipotesis dasar terapi client-centred dalam satu kalimat, yaitu: “jika saya bisa menyajikan suatu tipe hubungan, maka orang lain akan menemukan dalam 2016 10 Psikologi Konseling Muhammad Ramadhan M.Psi, Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id dirinya kesanggupan menggunakan hubungan itu untuk pertumbuhan dan perubahan, sehingga perkembangan pribad pun akan terjadi” (Rogers, 1961, hlm. 73). Aspek unik dalam konseling CCT melibatkan hal-hal berikut : - Pendekatan ini merevolusi profesi konseling dengan cara menghubungkan konseling dengan psikoterapi dan menperjelasnya melalui pembuatan rekaman suara dari sesi aktual dan menerbitkan salinan aktual mengenai sesi konseling (Goodyear, 1987; SommersFlanagan, 2007). - Pendekatan berpusat pada orang lain dalam konseling dapat diterapkan untuk berbagai macam permasalahan manusia, termasuk perubahan institusional, hubungan manajemenpekerja, perkembangan kepemimpinan, membuat keputusan tentang karier, dan diplomasi internasional. Sebagai contoh, Cornelius-White (2005) menemukan bahwa pendekatan CCT efektif dalam meningkatkan konseling multikultural. Seperti halnya Lemoire dan Chen (2005) berpendapat bahwa pendekatan CCT tampaknya berpotensi untuk menciptakan kondisi yang diperlukan dalam menangkal stigmasasi seksual minoritas, menangani identitas seksualnya dengan cara yang lebih konstruktif bagi dirinya (p.146) - Pendekatan ini telah menghasilkan penelitian yang ekstensif (Tursi & Cochran 2006). Pada awalnya pendekatan ini menetapkan standar untuk melakukan penelitian tentang variabel konseling, khususnya yang dianggap oleh Rogers (1957) sebagai "tepat dan penting" untuk mendatangkan perubahan dalam konseling. - Pendekatan ini efektif dalam sejumlah keadaan. Konseling CCT membantu memperbaiki penyesuaian psikologis, pembelajaran, toleransi, frustasi dan mengurangi sikap defensif. Pendekatan ini tepat untuk mengobati ansietas ringan sampai menegah, gangguan penyesuaian, dan kondisi yang tidak berhubungan dengan kelainan mental, seperti kesedihan yang tidak rumit atau hubungan antarpribadi (Seligman, 1997). - Pendekatan CCT sangat membantu jika bekerja dengan klien yang mengalami tragedi, karena pendekatan ini membantu klien berperang melawan emosi dan seiring berjalannya waktu semakin mengurangi pengaruh dan perasaan dari tragedi tersebut (Tursi & Cochran, 2006, p.395) - Pendekatan ini berfokus pada keterbukaan dan hubungan penerimaan yang dibangun konselor dan klien, serta proses bantuan yang bersifat jangka pendek. - Dasar pendekatan ini hanya membutuhkan waktu yang relatif singkat untuk dipelajari. Dengan penekanannya pada penguasaan keahlian mendengarkan, CCT merupakan fondasi 2016 11 Psikologi Konseling Muhammad Ramadhan M.Psi, Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id untuk melatih para calon pembantu profesional. Lebih jauh lagi, merupakan dasar untuk beberapa pendekatan perawatan yang baru seringkali dikombinasikan dengan orientasi teoritis lainnya dalam konseling seperti kognitif dan tingkah laku (Prochaska & Norcross; Seligman,2006). - Pendekatan ini mempunyai pandangan positif perihal sifat manusia dan terus berevolusi. Kelemahan pendekatan client-centered terletak pada cara sejumlah praktisi menyalahtafsirkan atau menyederhanakan sikap-sikap sentral dari posisi client-centered. Tidak semua konselor bisa mempraktekkan terapi client-centered, sebab banyak konselor yang tidak mempercayai filsafat yang melandasinya. Banyak pengikut Rogers yang berusaha menjadi tiruan dari Rogers sendiri dan salah mengartikan sejumlah konsep dasar Rogers. Mereka membatasi lingkup tanggapan dan gaya konseling mereka sendiri pada refleksi-refleksi dan mendengan secara empati. Tentu saja, mendengarkan klien secara sungguh-sungguh, merefleksikan dan mengomunikasikan pengertian kepada klien, memiliki nilai. Akan tetapi, psikoterapi lebih dari itu. Barangkali memang mendengar dan merefleksikan merupakan prasyarat bagi pembentukan gubungan terapeutik. Akan tetapi, mendengar dan merefleksikan jangan dikacaukan dengan terapi itu sendiri. Satu kekurangan dari pendekatan client-centered adalah adanya jalan yang menyebabkan sejumlah praktisi menjadi terlalu terpusat pada klien sehingga mereka sendiri kehilangan rasa sebagai pribadi yang unik. Secara paradox, terapis dibenarkan berfokus pada klien sampai batas tertentu sehingga menghilangkan nilai ketakutannya sendiri sebagai pribadi dan kepribadiannya kehilangan pengaruh. Terapis perlu menggaris bawahi kebutuhankebutuhan dan maksud-maksud klien dan pada saat yang sama ia bebas membawa kepribadiannya sendiri kedalaml pertemuan terapi. Jadi orang bisa memiliki kesan bahwa terapi client-centered tidak lebih baik daripada teknik mendengar dan merefleksikan. Terapi client centered berlandaskan sekumpulan sikap yang dibawa oleh terapis ke dalam pertemuan dengan kliennya dan lebih dari kualitas lain yang manapun, kesejatian terapis menentukan kekuatan hubungan terapeutik. Apabiala terapis menyembunyikan identitas dan gayanya yang unik dengan suatu cara yang pasif dan nondirektif, ia bias jadi tidak akan merugikan klien. Tetapi bisa jadi juga tidak akan sungguhsungguh mampu mempengaruhi klien dengan suatu cara yang positif. Keotentikan dan keselarasan terapis demikian vital sehingga terapis yang berpraktek dalam kerangka client centered harus wajar dalam bertindak dan harus menemukan suatu cara mengungkapkan reaksi-reaksinya kepada klient. Jika tidak demikian, maka kemungkinan yang nyata adalah: 2016 12 Psikologi Konseling Muhammad Ramadhan M.Psi, Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id terapi client-centred akan dikecilkan menjadi suatu corak kerja yang ramah dan aman, tetapi tidak membuahkan hasil. Keterbatasan CCT yang perlu diingat: - Pendekatan ini terlalu sederhana, optimis, santai, dan tidak berfokus utuk klien yang dalam krisis atau klien yang membutuhkan struktur atau arah yang lebih jelas (Seligman, 2006; Tursi&Cochran, 2006). - Pendekatan ini terlalu bergantung pada klien yang suka bekerja keras, cerdas, dan berwawasan luas untuk mendapatkan hasil terbaik. Pendekatan ini memiliki penerapan yang terbatas, dan jarang digunakan untuk anak-anak atau penderita cacat berat (Thompson & Hendrson, 2007). - Pendekatan ini mengabadikan diagnosis, ketidaksadaran, teori-teori perkembangan, dan dorongan agresif serta seksual yang alami. Banyak kritik yang mengatakan bahwa pendektaan ini terlalu optimistis. - Pendekatan ini hanya menangani permasalahan yang ada dipermukaan, dan tidak menantang klien untuk mengeksplorasi area-area yang lebih dalam. CCT hanya untuk jangka pendek, tidak mempunyai dampak yang permanen pada orang tersebut. - Pendekatan ini lebih berdasarkan pada sikap ketimbang teknik. Pendekatan ini tidak mempunyai teknik khusus untuk mendatangkan perubahan bagi klien (Moon, 2007). Daftar Pustaka Gerald Corey. 2013. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, Jakarta : Refika Aditama Gunarsa, Singgih D. (2007). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: BPK Gunung Mulia Alwisol. (2009). Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press 2016 13 Psikologi Konseling Muhammad Ramadhan M.Psi, Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id