MODUL PERKULIAHAN Intervensi Sosial Pencegahan dan Promosi Program Fakultas Psikologi Program Tatap Studi Muka Psikologi 11 Kode MK 61071 Abstract Disusun Oleh Yulia Fitriani, S.Psi., M.A. Kompetensi Pencegahandan program dalam menangani Mahasiswa memahami bentuk Gangguan Psikologis pencegahan dan program dalam menangani masalah 2015 11 Intervensi Sosial Yulia Fitriani, S.Psi.,M.A. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id psikologis Pengantar Hidup adalah perjalanan serentetan peristiwa yang seringkali diwarnai berbagai amcam stressor kehidupan. Kendati banyak situasi yang tidak dapat dikendalikan namun seseorang dengan kemampuan olah rasanya selalu dapat mengubah caranya menanggapi situasi lain. Olah rasa merupakan kegiatan yang benar-benar tekun mengolah tajamnya hati dan pikiran dalam mengatasi, menggarap, dan meneliti setiap peristiwa hidup yang dilalui. Kepribadian Sehat Terencana Tujuan ideal perkembangan kepribadian adalah mencapai manusia sejahtera, yaitu manusia sempurna, manusia yang mengalami pencerahan. Konsep sempurna dalam konteks ini, memiliki pengertian yang berbeda dengan konsep lengkap yang berarti kemajuan horizontal ke arah perkembangan yang maksimal, sedangkan sempurna adalah penanjakan vertikal ke tingkat maksimal yang mungkin dicapai (Muthahari dalam Prawitasari, 2012). Walaupun kepribadian sempurna merupakan kondisi yang barangkali sulit dicapai, namun kepribadian sempurna yang ideal menjadi arah tujuan perkembangan kepribadian seseorang dalam usaha peningkatan kesehatan atau kesejahteraan psikologis. Dalam keseharian, manifestasi kesehatan kepribadian seseorang dapat dilihat pada kemampuan penyesuaian diri yang merupakan cara seseorang berinteraksi secara terus menerus, baik dengan diri sendiri, orang lain, maupun dunianya. Cara berinteraksi termasuk di dalamnya juga cara mengatasi ketegangan, frustasi, dan mengatasi konflik dengan perilaku yang positif. Dalam perspektif psikologi kesehatan, cara ini selain dapat menjaga keseimbangan, selebihnya juga mendatangkan rasa puas dan bahagia, baik bagi individu maupun bagi orang lain. Seseorang yang berkepribadian sehat akan memiliki: 1. Kemampuan untuk bertahan hidup dan kemampuan untuk berhasil mengadakan hubungan dengan lingkungan 2. Kemampuan mengelola stress 3. Kemampuan pemecahan masalah. Intervensi Sosial 2015 11 Yulia Fitriani,S.Psi., M.A. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Seorang individu yang memiliki kesehatan psikologis yang baik akan tetap bertahan dan tidak mengalami ganggua psikologis meski dalam kondisi yang menekannya. Mawas diri sebagai kegiatan olah rasa Olah rasa menjadi penting karena kepekaan olah rasalah yang akan menjadikan manusia yang berpikir atau bercipta unggul dan berkarsa tangguh tidak semena-mena pada pihak lain. Sifat-sifat manusia berwatak antara lain: a. Berintegritas antara pikir, kata dan laku b. Jujur c. Rendah hati d. Disiplin e. Setia f. Menahan diri g. Bertenggang rasa h. Penuh perhatian i. Belas kasih j. Berani k. Adil l. Sabar m. Rajin n. Sederhana o. Taat hukum p. Berkepedulian terhadap pihak lain q. Terbuka r. Mau menerima perbedaan s. Menghormati keragaman sebagai keniscayaan Olah rasa memungkinkan membangun kepribadian tercerahkan, membangun manusia berkarakter. Disebut karakter karena mempersyaratkan pentingnya pengendalian diri, dan pengendalian diri justru berakar pada kemampuan meng-olah rasa secara cerdas. Olah rasa akan mencapai hasil manakala didasari oleh dorongan kemauan (karsa) yang kuat, sehingga tingkah laku tetap berada dalam kendali pikir yang sehat. Penelitian Prihartanti dalam Prawitasari, 2012, tentang fenomena olah rasa menunjukkan bahwa olah rasa memiliki peranan penting dalam mencapai keberhasilan saat-saat sulit agar mampu bangkit kembali dengan lebih kuat dengan pikiran serta perasan yang lebih mudah menyesuaikan Intervensi Sosial 2015 11 Yulia Fitriani,S.Psi., M.A. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id diri. Kendati banyak situasi yang tidak dapat dikendalikan, namun seseorang dengan kemampuan olah rasanya selalu dapat mengubah caranya menanggapi situasi itu. Kemampuan ini pada gilirannya akan membentuk pribadi yang tabah, optimis, unggul, empatik dan memiliki sensitivitas sosial. Masalah yang dihadapi masing-masing individu berbeda-beda akar masalahnya. Tidak jarang masalah yang dihadapi oleh individu berasal dari masalah yang terjadi di dalam keluarga. Untuk melakukan sebuah pencegahan, perlu diketahui tentang teori psikologi dalam keluarga. Teori Eksperiensial/Model Humanistik Berdasarkan resume dari buku Goldenberg (1995), bahwa berdasar definisi, praktisi eksperiensial menyesuaikan pendekatan mereka pada konflik yang unik dan pola perilaku tiap keluarga yang mereka tangani. Hal tersebut bisa berupa berbagai cara untuk menyediakan sebuah pengalaman untuk mempercepat pertumbuhan sebagaimana variasi dalam disfungsi keluarga. Lebih dari itu, ada beberapa perbedaan di antara para terapis. Semua terapis eksperiensial lebih bersentuhan dengan situasi sekarang ketimbang menyibak masa lalu. Penekanan mereka pada situasi sekarang dan di sini sebagaimana yang terbentang dari waktu ke waktu antara kelaurga dengan terapisnya yang aktif dan peduli. Interaksi di antara anggota keluarga dan terapisnya dihadapkan pada upaya untuk membantu siapa saja terlibat dalam pertemuan untuk mengembangkan perilaku yang lebih meningkat. Daripada menawarkan pemikiran atau interpretasi, terapis menyediakan sebuah pengalaman-kesempatan bagi anggota keluarga untuk membuka diri ke dalam spontanitas, kebebasan berekspresi, dan pertumbuhan perseorangan. Pengalaman interpersonal, dalam dirinya sendiri, adalah stimulus utama untuk tumbuh dalam pendekatan ini untuk psikoterapi. Terapi Keluarga Gestalt Terapis secara umum menekankan pada pemaknaan pada pasien untuk lebih menjadi manusia seutuhnya. Orang mendefinisikan diri mereka sendiri melalui pilihan dan keputusannya sekarang, melakukan untuk masa yang akan datang, bukan refleksi dari masa lalunya, merupaka kunci untuk memahami existentialist. Hal-hal yang berkaitan dengan masa depan lebih berpengaruh daripada melihat segala hal yang terjadi pada masa lalu. Pada terapi ekstensial ini, pasien mencoba untuk dilatih bertanggung jawab dalam kehidupannya. Terapi Keluarga Gestalt merupakan suatu usaha untuk memadukan beberapa prinsip dan prosedur terapi keluarga. Tujuannya di sini adalah untuk membimbing mereka, Intervensi Sosial 2015 11 Yulia Fitriani,S.Psi., M.A. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id untuk lebih jujur terhadap perasaan mereka masing-masing. Idealnya, masing- masing individu dalam keluarga sangat penting untuk mengutarakan perasaannya, terapi ini mengajarkan pasien untuk belajar dan peka terhadap perasaan masing-masing anggota keluarga, pentingnya pengaruh timbal balik antar individu dalam keluarga, karena pada dasarnya mereka saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain. Selain itu, mereka juga diharapkan belajar cara baru untuk hidup bersama-sama dalam suatu keluarga. Terapi gestalt memberikan fasilitas untuk eksplorasi diri, berani mengambil resiko, dan spontanitas. Sejak semuanya memberi ketegasan tetapi tidak mungkin jika seorang individu atau keluarga takut bahwa pengetahuan tentang diri sendiri dapat membahayakan, ini sangat mendasar bahwa para terapis memberikan sebuah model yang tegas dan dipilih untuk pengungkapan diri. Model Humanistik Para konselor keluarga eksperensial atau humanistik menggunakan ”immediacy” terapeutik dalam menghadapi anggota-anggota keluarga untuk membantu memudahkan keluarga itu berkembang dan memenuhi potensi-potensi individunya. Pada dasarnya, pendekatan ini tidak menekankan pada teoritis dan latar belakang sejarah. Pendekatan ini lebih menekankan pada tindakan daripada wawasan dan interpretasi. Pendekatan ini memberikan pengalaman-pengalaman dalam meningkatkan perkembangan, yaitu melalui interaksi antara konselor dan keluarga. Bentuk-bentuk gaya komunikasi dalam keluarga antara lain: 1. Gaya komunikasi placeter; yang digunakan karena takut dicela, jika membantah atau tidak menyetujui terhadap pasangan atau orangtua (selalu menyetujui, membolehkan, memaklumi orang lain) 2. Gaya komunikasi blamer; yang digunakan karena merasa terancam dan bertindak menyerang untuk menutupi perasaan mereka sendiri yang kosong dan merasa tidak diperhatikan (mendominasi, menyalahkan dan menemukan kesalahan serta menuduh orang lain) 3. Gaya komunikasi super reasonable; yang digunakan dengan menyandarkan pada intelektualnya untuk menutupi bahwa mereka sangat perasa dan sensitive/rapuh (dingin, tidak melibatkan emosi dan berjarak dengan orang lain) 4. Gaya komunikasi irrelevant; yang digunakan untuk mendapatkan persetujuan (permakluman dengan bertindak tanpa rasa salah (innocent) dan tidak berbahaya (isi Intervensi Sosial 2015 11 Yulia Fitriani,S.Psi., M.A. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id komunikasinya membingungkan orang lain dan tampak tidak berhubungan dengan konteks pembicaraan) Bowen menjelaskan level diferensiasi individu berdasarkan skala yang dibuatnya sebagai berikut : Skala 0 – 25; individu yang emosinya sangat dipengaruhi oleh emosi keluarga dan orang lain, perasaan lebih dominan daripada pikirannya. Skala 25 – 50 ; reaksi emosi masih terbimbing oleh orang lain, dalam penyelesaian permasalahan masih membutuhkan orang lain Skala 50 -75 ; daya pikirnya sudah cukup berkembang dan tidak lagi didominasi perasaan ketika menghadapi stress Skala 75 – 100 ; sudah dapat memisahkan antara pikiran dan perasaan, keputusan yang diambil sudah bebas dari pengaruh keluarga. Nuclear Family Emotional System Konsep ini menjelaskan empat pola hubungan yang mengatur masalah yang berkembang dalam keluarga. Sikap dan keyakinan seseorang tentang hubungan berperan dalam pola ini, tapi kekuatan yang memberikan dorongan adalah bagian dari sistem emosionalnya. Tingkat ketegangan tergantung pada stress keluarga, bagaimana keluarga menyesuaikan diri terhadap stress, hubungan keluarga dengan keluarga besarnya (extended family) dan jaringan sosialnya. Sistem ini menjelaskan tentang pola fungsi emosional dalam suatu generasi. Dalam sistem keluarga inti ini akan terlihat cara yang bervariasi dalam mengurangi tegangan emosi dan memelihara kestabilan emosi. Keluarga inti yang menghadapi kecemasan kronis dan potensi instabilitas, akan cenderung untuk: 1. Mengembangkan jarak antara suami dan istri Orang yang jauh satu sama lain akan mengurangi intensitas hubungannya, tapi beresiko menjadi terisolasi. 2. Tidak berfungsinya fisik dan emosi dalam hubungan suami dan istri 3. Terus menerus konflik, tidak menyelesaikan konflik pernikahan Ketegangan atau konflik keluarga akan meningkat dan pasangan akan mendapat kecemasan yang lebih. Masing-masing pasangan, baik suami atau istri akan mengalami kecemasan dalam hubungan pernikahan. 4. Memperburuk psikologis anak Intervensi Sosial 2015 11 Yulia Fitriani,S.Psi., M.A. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Jika anak mengalami kecemasan maka akan menganggu sekolahnya, hubungan sosialnya dan kesehatannya. Family Projection Process Salah satu konsep tersebut adalah apa yang disebut sebagai Family Projection Process yang dapat menjelaskan mengapa suatu masalah psikologis keluarga dapat terus menerus terulang dari generasi yang satu ke generasi berikutnya. Misalnya saja dalam suatu keluarga dimana sang ibu memiliki kekhawatiran berlebih pada anak-anaknya. Maka ada kemungkinan anak-anaknya nanti ketika menjadi orang tua juga akan memiliki sikap yang sama dan akan terus diwariskan hingga cucu, buyut, dan seterusnya. Dalam bahasa sederhana, proses pewarisan penyakit atau simtom psikologis ini mirip dengan konsep self-fullfiling prophecy yang disusun oleh Robert K. Merton. Orangtua memproyeksikan ketakutan atau simtom psikologis pada anak mereka hingga tanpa disadari mempengaruhi perilaku mereka yang memposisikan sang anak untuk beringkah laku seperti yang diproyeksikan orang tua mereka. Proses proyeksi tersebut terdiri dari tiga langkah sebagai berikut: 1. Orangtua menganggap bahwa ada sesuatu yang salah pada anak tersebut dan fokus terhadapnya 2. Orangtua melakukan interpretasi perilaku anak sesuai dugaan yang dimilikinya sehingga justru memperkuat dugaan tersebut (tidak secara objektif) 3. Orang tua memperlakukan anak seolah-olah memang ada sesuatu yang salah pada anak tersebut Misalnya ada seorang ibu yang selalu khawatir anaknya tidak mampu bersikap mandiri. Padahal yang terjadi sebenarnya anak tersebut biasa saja dan itu merupakan proyeksi dari ibu tersebut. Ibu lalu menjadi fokus terhadap perilaku anaknya dan kesalahan kecil saja ditafsirkan oleh ibu tersebut sebagai suatu pembenaran bahwa anaknya tidak dapat mandiri. Ketakutan ini kemudian berakibat pada sikap perilaku ibu tersebut, anak kemudian selalu dilayani karena ibu beranggapan bahwa anak tidak dapat melakukan segala sesuatunya sendiri sehingga selalu memerlukan bantuan orangtuanya. Sikap ini menyebabkan anak selalu dilayani dan dipenuhi kebutuhannya. Akbitanya anak tidak pernah bisa belajar mandiri karena terbiasa dilayani. Perilaku ini terus dibawa hingga si anak tersebut menjadi orang tua. Karena ketakutan yang sama bahwa anaknya Intervensi Sosial 2015 11 Yulia Fitriani,S.Psi., M.A. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id nanti juga tidak dapat menjadi mandiri, maka pola ini terus diulang dan diulang hingga beberapa generasi yang berakibat pada munculnya masalah psikologis yang sama dalam berbagai generasi keluarga. Oleh karena itu menurut Bowen salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam menyelesaikan suatu masalah keluarga adalah apakah ada faktor warisan dalam permasalahan tersebut. Bisa jadi masalah yang terjadi merupakan masalah yang terus berulang selama beberapa generasi dan merupakan bentuk warisan. Hal ini bisa digali melalui genogram maupun pertanyaan-pertanyaan mendalam mengenai hubungan dalam keluarga besar dan pengalaman masa kecil orang tua. Jika memang itu penyebabnya, maka perlu dilakukan langkah-langkah berikutnya untuk mengatasi masalah tersebut hingga pada akhirnya keluarga tersebut menemukan pemecahan dari masalah mereka. Proses proyeksi keluarga adalah proses emosional yang dijalani dari satu generasi ke generasi berikutnya. Orang tua akan melekatkan emosinya pada anak-anaknya, demikian juga anak-anak ini akan melekatkan emosinya pada anaknya kelak, demikian seterusnya.Anak-anak yang hanya sedikit terlibat dalam proses poyeksi, akan muncul sebagai orang yang memiliki kemampuan yang baik dalam menahan pengaruh emosi orang lain dan akan mampu memisahkattantara pikiran dan petasaan. Proses proyeksi keluarga menggambarkan cara utama orang tua mengirimkan masalah emosional mereka untuk anak. Proses proyeksi dapat mengganggu fungsi dari satu atau lebih anak-anak dan meningkatkan kerentanan mereka terhadap gejala klinis. Anakanak mewarisi banyak jenis masalah (serta kekuatan) melalui hubungan dengan orang tua mereka, tetapi masalah mereka mewarisi yang paling mempengaruhi kehidupan mereka hubungan sensitivitas tinggi seperti kebutuhan untuk perhatian dan persetujuan, kesulitan berurusan dengan harapan, kecenderungan untuk menyalahkan diri sendiri atau orang lain, merasa bertanggung jawab atas kebahagiaan orang lain atau orang lain yang bertanggung jawab atas kebahagiaan sendiri, dan bertindak impulsif untuk meringankan kecemasan saat ketimbang toleransi kecemasan dan bertindak serius. Jika proses proyeksi cukup intens, anak mengembangkan kepekaan hubungan yang lebih kuat daripada orang tuanya. Sensitivitas meningkatkan kerentanan seseorang terhadap gejala dengan meningkatkan perilaku yang meningkatkan kecemasan kronis dalam sistem hubungan. Langkah-langkah scanning, mendiagnosis, dan mengobati dimulai pada awal kehidupan anak dan melanjutkan. Kekhawatiran orang tua dan persepsi sehingga membentuk perkembangan anak dan perilaku bahwa ia tumbuh untuk mewujudkan Intervensi Sosial 2015 11 Yulia Fitriani,S.Psi., M.A. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id ketakutan dan persepsi. Salah satu alasan proses proyeksi adalah self-fulfilling prophecy adalah bahwa orang tua mencoba untuk "memperbaiki" masalah mereka telah didiagnosis pada anak, misalnya, orang tua menganggap anak mereka untuk memiliki harga diri yang rendah, mereka berulang kali mencoba untuk menegaskan anak, dan anak harga diri tumbuh tergantung pada penegasan mereka. Orangtua sering merasa mereka tidak diberi cinta yang cukup, perhatian, atau dukungan kepada anak mewujudkan masalah, tetapi mereka telah berinvestasi lebih banyak waktu, energi, dan khawatir pada anak ini dibandingkan saudara-saudaranya. Para saudara kurang terlibat dalam proses proyeksi keluarga memiliki hubungan yang lebih matang dan berbasis realitas dengan orang tua mereka yang mendorong saudara berkembang menjadi kurang membutuhkan, kurang reaktif, dan lebih banyak orang yang diarahkan pada tujuan. Kedua orang tua sama-sama berpartisipasi dalam proses proyeksi keluarga, namun dengan cara yang berbeda. Sang ibu biasanya keterlibatan pengurus dan lebih rentan daripada ayah untuk primary emosional yang berlebihan dengan satu atau lebih dari anak-anak. Sang ayah biasanya menempati posisi di luar segitiga orangtua, kecuali selama periode ketegangan dalam hubungan ibu-anak. Kedua orang tua tidak yakin diri mereka dalam hubungan dengan anak, tetapi umumnya satu orangtua bertindak yakin dirinya sendiri dan orang tua lainnya berjalan bersama. Intensitas proses proyeksi tidak berhubungan dengan jumlah orang tua menghabiskan waktu dengan anak-anak. Intervensi Sosial 2015 11 Yulia Fitriani,S.Psi., M.A. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Daftar Pustaka Prawitasari, J.E. 2012. Psikologi Terapan: Melintas Batas Disiplin Ilmu. Jakarta: Elangga Goldenberg,I., Goldenberg,H.,1995. Family Therapy An Overview. Second Edition. United States of Amerika. Intervensi Sosial 2015 11 Yulia Fitriani,S.Psi., M.A. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id