TEORI KEPRIBADIAN CARL ROGERS Aliran Fenomenologis-HumanistiK “I speak as a person, from a context of personal experience and personal learnings.” (Rogers, dalam On Becoming a Person, 1961:1) BIOGRAFI SINGKAT • Lahir 8 Januari, 1902 di Oak Park, Illinois dari pasangan Walter dan Julia Cushing Rogers • Anak ke-4 dari enam bersaudara • Rogers lebih dekat dengan ibunya dibanding ayah karena ayah bekerja sebagai civil engineer dan jarang berada di rumah • Orang tuanya adalah orang yang religius, sehingga Rogers dibesarkan dalam lingkungan yang agamis Orang tuanya juga mengajarkan pentingnya bekerja keras dalam hidup Kuliahnya berpindah-pindah: pertanian teologi psikologi Rogers aktif dalam kegiatan keagamaan, 6 bulan di Cina mengikuti kegiatan mahasiswa interfaith menjadi lebih liberal independen terhadap ajaran agama orang tuanya. Dalam bidang Psikologi, Rogers mendapat gelar PhD dari Columbia University pada tahun 1931 Menggabungkan pengalaman religi dan sains, intuitif dengan objektif, klinis dengan statistik Bekerja sebagai psikolog klinis selama 12 tahun di Rochester Society for the Prevention of Cruelty to Children Di tahun 1939, Rogers mempublikasikan buku pertamanya The Clinical Treatment of the Problem Child mendapat tawaran mengajar di Ohio State University Tahun 1942, menerbitkan buku Counseling and Psychotherapy pentingnya pengembangan diri klien Tahun 1945 – 1957, Rogers sangat produktif dan kreatif: Terapinya yang bersifat “nondirective” technique berkembang menjadi client-therapist relationship Melakukan penelitian grounded tentang proses dan efektivitas dari psikoterapi Karena ingin mengembangkan penelitian dan ide-idenya di bidang Psikiatri, Rogers menerima tawaran bekerja di University of Wisconsin tahun 1957 Kemudian pindah ke Western Behavioral Sciences Institute (WBSI) California karena merasa sulit bekerja sama dengan profesor di Wisconsin Mempublikasikan buku Client-Centered Therapy pada tahun 1951 yang berisi berbagai teorinya hasil praktek dan pengalamannya sebagai psikolog Memperoleh banyak penghargaan dan menduduki sejumlah posisi terhormat: Presiden pertama American Association for Applied dan menggabungkannya kembali dengan American Psychological Association (APA) Presiden pertama American Academy of Psychotherapists Mendapatkan Distinguished Scientific Contribution Award dari APA (1956) karena keahliannya sebagai peneliti Nama Terapi dan Teori Rogers Meskipun concept of humanity Rogers tidak berubah sejak awal 1940-an sampai kematiannya di tahun 1987, Rogers seringkali mengubah nama terapi dan teorinya: • Non-directive • Client-centered • Person-centered • Student-centered • Group-centered • Person to person Asumsi Dasar 1 Formative Tendency Kecenderungan untuk berubah dari bentuk yang lebih sederhana menjadi lebih kompleks, melalui proses yang kreatif. Berlaku untuk organisme maupun alam semesta Misal: kepingan salju terbentuk dari uap air, organisme yang kompleks terbentuk dari sel tunggal, dan kesadaran manusia berkembang dari ketidaksadaran primitif menjadi kesadaran yang terorganisir sangat baik Asumsi Dasar 2 Actualizing Tendency Kecenderungan pada manusia (juga hewan dan tanaman) untuk bergerak ke arah pemenuhan potensi-potensi yang meliputi keseluruhan aspek pada manusia (fisiologis dan intelektual, rasional dan emosional, kesadaran dan ketidaksadaran) Setiap makhluk hidup mengetahui apa yang terbaik untuk dirinya. Mereka memiliki kecenderungan untuk menolak perubahan dan mencari “status quo” yang disebut maintenance Namun, mereka juga memiliki keinginan untuk belajar dan berkembang yang disebut enhancement Agar berhasil dalam aktualisasi diri, diperlukan congruence, empathy, dan unconditional positive regard The Self and Self Actualization Berkembangnya self ditandai dengan adanya kesadaran mengenai “I” atau “me”. Dengan adanya pengalaman dalam perkembangannya, maka struktur SELF mulai terbentuk Self-actualization: kecenderungan untuk mengaktualisasikan diri seperti yang dipersepsikan di kesadaran Saat organisme dan perceived self berada dalam sebuah harmonisasi, kedua actualization tendency-nya akan mendekati identik Namun, bila organisme dan perceived self-nya tidak harmonis dalam memandang diri, maka akan terjadi jarak (discrepancy) antara actualization tendency dan self-actualization tendency Self-concept: semua aspek dari keberadaan dan pengalaman diri yang dipersepsikan oleh kesadaran Tidak identik dengan organismic self Ideal self: pandangan seseorang terhadap diri seperti yang diharapkannya Biasanya berisi berbagai atribut positif yang diharapkan seseorang ada pada dirinya Kesenjangan antara ideal self dan self-concept dapat menimbulkan incongruence dan kepribadian yang tidak sehat Awareness Tiga tingkatan kesadaran: 1. Pengalaman yang tidak diacuhkan atau ditolak dalam kesadaran (ignored or denied) 2. Pengalaman yang disimbolisasi secara akurat dan diterima dalam struktur self (accurately symbolized) 3. Pengalaman yang dipersepsi dalam bentuk yang terdistorsi (distorted) Denial of Positive Experience Banyak orang yang kesulitan menerima pujian dan umpan balik positif. Walaupun diberikan secara tulus, jarang memberikan pengaruh pada selfconcept Beberapa penyebabnya, antara lain: Merasa tidak berhak menerima pujian Tidak percaya pada pemberi pujian Becoming a Person 1. Harus memiliki kontak dengan orang lain 2. Muncul positive regard: need to be loved, liked or accepted 3. Positive regard melatarbelakangi terjadinya positive self-regard 4. Jika positive self-regard dialami individu, maka kebutuhan untuk dicintai menjadi lebih independen (autonomous dan selfperpuating) Ada 2 jenis positive regard: Conditional positive regard: untuk mendapatkannya, individu harus memenuhi syaratsyarat tertentu Unconditional positive regard: diberikan tanpa syarat; diterima sebagai manusia apa adanya Barriers to Psychological Health 1. Condition of worth 2. Incongruence 3. Defensiveness 4. Disorganization Condition of worth Penerimaan yang diperoleh hanya bila seseorang memenuhi keinginan orang lain (orang tua, pasangan, teman). Penilaian dari luar menghambat kita untuk terbuka terhadap pengalaman-pengalaman Condition of worth menjadi kriteria penilaian apakah kita akan menerima atau menolak pengalaman kita Persepsi kita terhadap pandangan orang lain terhadap kita disebut external evaluations Evaluasi ini mencegah kita untuk benar-benar terbuka terhadap pengalaman kita sendiri Incongruence Kesenjangan antara self-concept dengan organism (pengalaman). Hal ini merupakan sumber dari gangguan psikologis Orang mengalami state of incongruence (keadaan inkongruensi) jika mereka merasakan kesenjangan antara diri yang dipersepsikan dengan pengalaman aktual Semakin besar kesenjangan yang terjadi, maka semakin vulnerable (rentan) kita Kerentanan (vulnerability) ini dapat menimbulkan kecemasan (anxiety and threat) pada diri kita Defensiveness Usaha untuk melindungi self-concept terhadap kecemasan dan ancaman dengan cara menolak atau mendistorsi pengalaman yang tidak konsisten dengannya Dua proses defensiveness: Denial: menjaga struktur diri dari ancaman dengan menolaknya dari kesadaran Distortion: mengizinkan pengalaman mengancam disadari, tetapi bentuknya disamakan agar konsisten dengan self-concept Disorganization Tingkah laku yang tidak terorganisasi dapat muncul bila kesenjangan antara self dengan organism terlalu besar atau terjadi tiba-tiba, sehingga tidak dapat ditolak atau didistorsi Rogers tidak suka menggunakan istilah neurotik atau psikotik Psychotherapy CLIENT-CENTERED THERAPY Untuk membantu individu yang mengalami vulnerability dan anxiety berkembang secara psikologis, maka mereka perlu melakukan kontak dengan terapis yang konruen, dapat menyediakan unconditional acceptance, dan empati yang akurat Client-centered therapy dapat diterangkan dengan cara if-then Jika (if) terapis menyediakan kondisi konruen, unconditional positive regard, dan empatik dalam hubungan klien-konselor, maka (then) proses terapi akan berlangsung Rogerian therapy dapat dilihat dalam 3 hal, yaitu: 1. Kondisi (conditions) Counselor congruence Unconditional positive regard Empathic listening 2. Proses (process) Tahapan perubahan terapeutik 3. Hasil (outcomes) 1. Conditions Counselor congruence: Terapis memiliki beragam emosi dan bersedia mengalaminya dalam kesadaran dan mengekspresikannya secara tulus/terbuka. Melibatkan perasaan, kesadaran, dan ekspresi Unconditional positive regard: Terapis menunjukkan kehangatan dan penerimaan, serta membebaskan klien untuk menjadi diri sendiri tanpa penilaian atau pembatasan. Meliputi aspek ‘regard’, ‘positive’, dan ‘unconditional’ Empathic listening Seolah-olah berada dalam kehidupan orang lain, melihat segala hal dari sudut pandang klien, memberikan perasaan aman pada klien. Empati merupakan cara yang efektif karena memungkinkan klien mendengarkan dirinya sendiri yang efeknya menjadikannya terapis untuk dirinya 2. Process Stages of Theurapeutik Change 1. 2. 3. 4. Unwilling to communicate anything Discuss external events and other people More freely talk about self Begin to talk of deep feelings, but not ones presently felt 5. Begin undergo significant change and growth, express feelings in the present 6. Experience dramatic growth and irreversible movement toward becoming fully functioning or self-actualizing 7. Becoming fully functioning person of tomorrow The Person of Tomorrow 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. More adaptable Openess to experience Terbuka terhadap pengalaman baru, tidak defensif, menerima kenyataan Live fully in the moment – existential living Bersentuhan langsung dengan realitas Harmonious relations with others Merasa bebas dalam memilih dan menentukan diri sendiri, namun tetap menunjukkan kepedulian terhadap orang lain More integrated between uncosious and consious process Tampil percaya diri, bebas mengekspresikan diri dan perasaan Basic trust of human nature Tidak menyakiti orang lain untuk keuntungan pribadi Enjoy a greater richness in life 3. Outcomes Hasil paling dasar dari client-centered therapy adalah tercapainya kongruensi pada diri klien, dimana ia menjadi kurang defensif dan lebih terbuka terhadap pengalaman baru Hal ini membuat klien memiliki gambaran yang lebih jelas mengenai dirinya dan lebih realistis memandang dunia Menjadi lebih akurat dalam melihat potensi yang dimiliki diri sendiri, yang membantu mengurangi kesenjangan antara ideal self dan real self Akhirnya, kerentanannya terhadap kecemasan menjadi berkurang