MODUL PERKULIAHAN Pendidikan Agama Islam dan Toleransi Fakultas Program Studi Tatap Muka 12 Kode MK Disusun Oleh MK90002 Rusmulyadi, M.Si. Abstract Kompetensi Bab ini menguraikan tentang makna toleransi dan pandangan Islam tentang toleransi Tujuan instruksional pembelajaran yang hendak dicapai adalah agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan makna toleransi dan pandangan Islam tentang toleransi Islam dan Toleransi 1. Makna dan Perintah Toleransi Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia toleransi diartikan sebagai sifat atau sikap toleran. Kata toleran sendiri bermakna sebagai bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, kepercayaan, kebiasaan, membolehkan) kelakuan dan pendirian sebagainya) (pendapat, yang pandangan, berbeda atau bertentangan dengan pendiriannya. Menurut Abdul Malik Salman, kata toleransi berakar dari bahasa latin “tolelare” yang berarti “berusaha untuk tetap bertahan hidup, tinggal atau berinteraksi dengan sesuatu yang sebenarnya tidak disukai atau disenangi. Dalam konteks beragama, toleransi dapat dimaknai sebagai sikap sabar dan menahan diri untuk tidak mengganggu dan tidak melecehkan agama atau sistem keyakinan dan ibadah penganut agama-agama lain. Allah SWT mengatur umat-Nya agar saling mengenal, dan saling menghormati serta saling menyayangi. Meskipun berbeda agama namun dalam ajaran agama tetap seorang muslim itu dianjurkan untuk berbuat baik kepada mereka yang berlaian agama. Namun soal aqidah dan ibadah tidak ada toleransi, dalam melakukan ibadah tidak boleh dicampur dengan kegiatan yang diluar agama, dan juga tidak boleh dicampur dengan keyakinan yang di luar agama Islam, tidak boleh bersama-sama dalam melakukan ibadah dengan agama selain islam. Karena agama Islam menegaskan “Bagimu agamamu dan bagiku agamaku”. Berikut ini beberapa ayat yang menegaskan tentang toleransi: Surat Al Kaafirun ayat 1-6 Artinya: 1). Katakanlah: Hai orang-orang kafir 2). Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah 3). Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah 4). Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah 5). Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah 6). Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku 2016 2 Pendidikan Agama Islam Rusmulyadi, M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Surat Al Kaafirun sebagai jawaban Allah SWT. Atas upaya kafir Quraisy untuk menghentikan dakwah Rasulullah SAW. Pada masa penyebaran Islam di Mekkah, kaum Quraisy yang menentang Rasulullah SAW tak henti-hentinya mencari cara untuk menghentikan dakwah Islam yang dianggap mengancam kepercayaan nenek moyang mereka. Pada salah satu upaya tersebut mereka berusaha mengajukan proposal kompromi kepada Rasulullah SAW dimana mereka menawarkan: jika Rasulullah mau memuja Tuhan mereka, maka merekapun akan memuja Tuhan sebagaimana konsep Islam. Kemudian surat ini diturunkan untuk mejawab hal itu. Sebab turunnya yang lain, bahwa Walid bin Mughirah, Al-‘Ash bin Abdul Muthalib, dan Umayah bin Khalaf bin Khalaf, mereka mendatangi Rasulullah SAW seraya berkata kepadanya: Hai Muhammad, bagaimana kalau kita menyembah apa yang kamu sembah, dan kamu juga menyembah apa yang kami sembah. Dalam Riwayat lain, dengan beda bahasa, Berkata Kafir Quraisy kepada Nabi Muhammad SAW. kami akan memberimu kekayaan, sehingga menjadikanmu orang terkaya di Mekkah ini, kami akan menikahkanmu dengan wanita mana yang kamu senangi, dan kami akan menjadi pengikutmu (kekuasaan pemerintah di tanganmu), asal kamu mau menyembah Al-Lata dan Al-Uza. Surat Al Kaafirun diturunkan untuk mengcounter ajakan kafir Quraisy dan menegaskan batas-batas toleransi beragama. Jadi ringkasnya surat Al Kaafirun ayat 1-6 mengajarkan umat Islam bahwa: 1 Dalam beribadah harus sungguh-sungguh, dan tidak dikaitkan dengan yang lain. 2. Dalam beribadah, tidak berserikat dengan amalan orang non Islam 3. Dalam Muamalah (hubungan dunia) dengan non Islam tidak dilarang. seperti jualbeli, hubungan kemasyarakatan, dan lain-lain Surat Yunus ayat 40-41 Artinya: “Di antara mereka ada orang-orang yang beriman kepada Al Quran, dan di antaranya ada (pula) orang-orang yang tidak beriman kepadanya. Tuhanmu lebih mengetahui tentang orang-orang yang berbuat kerusakan. Jika mereka mendustakan kamu, Maka Katakanlah: "Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. kamu berlepas diri terhadap apa yang Aku kerjakan dan akupun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan". Dalam surat Yunus ayat 40 ini, Allah SWT menjelaskan bahwa orang yang pernah menerima seruan dakwah Nabi Muhammad, ada orang-orang yang berIman kepada Al-Qur’an dan mengikutinya serta memperoleh manfaat dari risalah yang di sampaikannya. Tapi ada juga yang tidak beriman kepada nabi Muhammad, mereka 2016 3 Pendidikan Agama Islam Rusmulyadi, M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id mati dalam kekafiran.Pada ayat yang ke 41 surat Yunus, bahwa Islam sangat menghargai perbedaan-perbedaan diantara manusia, karena masing-masing punya hak. Dan tidak boleh memaksakan orang lain memeluk agama Islam, sekalipun Islam agama yang benar. Surat Al Kahfi ayat 29 Artinya: “Dan Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir". Sesungguhnya kami Telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.” Toleransi dalam Hadits Rasulullah SAW. Di dalam salah satu hadis Rasulullah Saw beliau bersabda : “Agama yang paling dicintai disisi Allah adalah agama yang lurus dan toleran". Imam Ibnu Hajar alAsqalany ketika menjelaskan hadis ini beliau berkata: Hadis ini di riwayatkan oleh AlBukhary pada kitab Iman Bab Agama itu mudah didalam shahihnya secara Mu'allaq dengan tidak menyebutkan sanadnya karena tidak termasuk dalam kategori syaratsyarat hadis shahih menurut Imam al-Bukhary, akan tetapi beliau menyebutkan sanadnya secara lengkap dalam al-Adab al-Mufrad yang diriwayatkan dari sahabat Abdullah bin Abbas dengan sanad yang hasan.. Sementara Syekh Nashiruddin alAlbani mengatakan bahwa hadis ini adalah hadis yang kedudukannya adalah hasan lighairih.” Berdasarkan hadis di atas dapat dikatakan bahwa Islam adalah agama yang toleran dalam berbagai aspek agama baik dari aspek Aqidah maupun Syariah, akan tetapi toleransi dalam Islam lebih dititik beratkan pada wilayah muamalah dimana Rasulullah Saw bersabda : "Allah merahmati atau menyayangi seseorang yang toleran dalam menjual, membeli dan memutuskan perkara". Imam al-Bukhary memberikan bab pada kata as-Samahah (toleran) dalam hadis ini dengan kata kemudahan, beliau berkata : Bab Kemudahan Dan Toleransi Dalam Jual-Beli. Ibnu Hajar al-Asqalany ketika mengomentari hadis ini beliau berkata: "Hadis ini menunjukkan anjuran untuk toleransi dalam interaksi sosial dan menggunakan akhlak mulia dan budi yang luhur dengan meninggalkan kekikiran terhadap diri 2016 4 Pendidikan Agama Islam Rusmulyadi, M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id sendiri, selain itu juga menganjurkan untuk tidak mempersulit manusia dalam mengambil hak-hak mereka serta menerima maaf dari mereka. Islam sejak datangnya berdiri di atas azas kemudahan, Rasulullah Saw bersabda : “Sesungguhnya agama itu mudah, dan sama sekali tidak seseorang berlaku keras dalam agama kecuali akan terkalahkan.” Ibnu Hajar al-Asqalany berkata bahwa makna hadis ini adalah larangan bersikap Tasyaddud (keras) dalam agama yaitu ketika seseorang memaksakan diri dalam melakukan ibadah sementara ia tidak mampu melaksanakannya itulah maksud dari kata : "Dan sama sekali tidak seseorang berlaku keras dalam agama kecuali akan terkalahkan" artinya bahwa agama tidak dilaksanakan dalam bentuk pemaksaan, maka barang siapa yang memaksakan atau berlaku keras dalam agama, maka agama akan mengalahkannya dan menghentikan tindakannya. 2. Toleransi dalam Islam Toleransi yang positif adalah toleransi yang ditumbuhkan oleh kesadaran yang bebas dari segala macam tekanan atau pengaruh, serta terhindar dari sikap munafik (hipokrasi). Oleh karena itu, pengertian toleransi beragama adalah pengakuan adanya kebebasan setiap warga untuk memeluk agama yang menjaga keyakinan dan kebebasannya untuk menjalankan ibadahnya. Toleransi beragama menuntut kejujuran, kebesaran jiwa, kebijaksanaan dan tanggung jawab sehingga menumbuhkan perasaan solidaritas dan mengeliminasi egoisme golongan. Toleransi beragama bukanlah sesuatu yang dapat dicampuradukan, melainkan mewujudkan ketenangan, saling menghargai, bahkan sebenarnya lebih dari itu, antar pemeluk agama harus dibina untuk gotong-royong dalam membangun masyarakat kita sendiri dan demi kebahagiaan bersama. Toleransi dalam pergaulan hidup antar umat beragama berpangkal dari penghayatan ajaran agama masing-masing. Demi memelihara kerukunan beragama, sikap toleransi perlu dikembangkan guna menghindari konflik. Dan biasanya konflik antar umat beragama muncul disebabkan oleh sikap merasa paling benar (truth claim) dengan cara mengeliminasi kebenaran dari orang lain. Al-Qur’an tidak pernah menyebut-nyebut kata toleransi (tasamuh) secara tersurat (eksplisit) sehingga kita tidak akan pernah menemukan kata tersebut termaktub di 2016 5 Pendidikan Agama Islam Rusmulyadi, M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id dalamnya. Namun, secara tersirat (implisit) al-Qur’an menjelaskan konsep toleransi dengan segala batasan-batasannya secara jelas dan gamblang. Oleh karena itu, ayat-ayat yang menjelaskan tentang konsep toleransi dapat dijadikan rujukan dalam mengimplementasikan toleransi dalam kehidupan. Dari kajian bahasa di atas, toleransi mengarah kepada sikap terbuka dan mau mengakui adanya berbagai macam perbedaan, baik dari sisi suku bangsa, warna kulit, bahasa, adat-istiadat, budaya, bahasa, serta agama. Ini semua merupakan fitrah dan sunnatullah yang sudah menjadi ketetapan Tuhan. Landasan dasar pemikiran ini adalah firman Allah dalam QS. Al-Hujurat ayat 13: “Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS. Al-Hujurat: 13) Tidak ada satu pun manusia yang mampu menolak sunnatullah ini. Dengan demikian, sudah selayaknya bagi manusia untuk mengikuti petunjuk Tuhan dalam menghadapi perbedaan-perbedaan itu. Toleransi antar umat beragama yang berbeda termasuk dalam salah satu risalah penting yang ada dalam sistem teologi Islam. Karena Tuhan senantiasa mengingatkan kita akan keragaman manusia, baik dilihat dari sisi agama, suku, warna kulit, adat-istiadat, dan lain sebagainya. Toleransi dalam beragama bukan berarti hari ini kita boleh bebas menganut agama tertentu kemudian esok hari kita menganut agama yang lain, atau dengan bebasnya mengikuti ibadah dan ritualitas semua agama tanpa adanya peraturan yang mengikat. Akan tetapi, toleransi beragama harus dipahami sebagai bentuk pengakuan kita akan adanya agama-agama lain selain agama kita dengan segala bentuk sistem dan tata cara peribadatannya, dan memberikan kebebasan untuk menjalankan keyakinan agama masing-masing. Islam lebih mengedepankan sikap keterbukaan (inklusif) dari pada kebencian dan permusuhan. Ajaran Islam secara jelas melarang sikap menghujat dan mendiskreditkan agama atau kelompok lain. Sebagaimana firman-Nya dalam QS. AlHujarat ayat 11: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan 2016 6 Pendidikan Agama Islam Rusmulyadi, M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri[7] dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman[8] dan barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim”. (QS. Al-Hujarat: 11) Jadi, sikap kaum muslimin terhadap penganut agama lain sudah sangat jelas sebagaimana yang telah diterangkan dalam ayat ini, yaitu berbuat baik kepada mereka dan tidak menajdikan perbedan agama sebagai alasan untuka tidak menjalani hubungan kerja sama dengan mereka, terlebih bersikap intoleran terhadap mereka. Karena Islam sama sekali tidak melarang memeberikan bantuan kepada siapapun selama mereka tidak memusuhi orang Islam, tidak melecehkan simbolsimbol keagamaan atau mengusir kaum muslimin dari negeri mereka. Kaum muslim diwajibkan oleh al-Qur’an untuk melindungi rumah ibadah yang telah dibangun oleh orang-orang non muslim, sebagaimana firman-Nya: “(yaitu) orang-orang yang Telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali Karena mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah". dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah Telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumahrumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa”. (QS.Al-Hajj: 40) Dalam kaitannya dengan toleransi antar umat beragama, toleransi hendaknya dapat dimaknai sebagai suatu sikap untuk dapat hidup bersama masyarakat penganut agama lain, dengan memiliki kebebasan untuk menjalankan prinsip-prinsip keagamaan masing-masing, tanpa adanya paksaan dan tekanan, baik untuk beribadah maupun tidak beribadah, dari satu pihak ke pihak lain. Hal demikian, dalam tingkat praktek-praktek sosial, dapat dimulai dari sikap bertetangga, karena toleransi yang paling hakiki adalah sikap kebersamaan antara penganut keagamaan dalam praktek sosial dan kehidupan bertetangga serta bermasyarakat, bukan hanya sekedar pada tataran logika dan wacana. 2016 7 Pendidikan Agama Islam Rusmulyadi, M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Sikap toleransi antar umat beragama bisa dimulai dari hidup bertetangga baik dengan tetangga yang seiman dengan kita maupun tidak. Sikap toleransi dapat direfleksikan dengan cara saling menghormati, saling memuliakan dan saling tolongmenolong. Sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. ketika suatu hari beliau dan para sahabat sedang berkumpul, kemudian lewatlah rombongan orang Yahudi yang mengantar jenazah dan Nabi saw. langsung berdiri memberikan penghormatan. Seorang sahabat berkata: “Bukankah mereka orang Yahudi wahai rasul?” Nabi saw. menjawab: “Ya, tapi mereka manusia juga”. Jadi sudah jelas, bahwa sisi akidah atau teologi bukanlah urusan manusia, melainkan Allah swt. dan tidak ada kompromi serta sikap toleran di dalamnya. Sedangkan kita bermu’amalah dengan mereka dari sisi kemanusiaan. Mengenai sistem keyakinan dan agama yang berbeda-beda, al-Qur’an menjelaskannya pada ayat terakhir surat al-Kafirun yang berbunyi: “Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” Bahwa prinsip menganut agama tunggal merupakan suatu keniscayaan. Tidak mungkin manusia menganut beberapa agama dalam waktu yang sama, atau mengamalkan ajaran dari berbagai agama secara simultan. Oleh sebab itu, al-Qur’an menegaskan bahwa umat Islam tetap berpegang teguh pada sistem keesaan Allah secara mutlak, sedangkan orang kafir pada ajaran ketuhanan yang ditetapkannya sendiri. Dalam ayat lain Allah swt. juga menjelaskan tentang prinsip yang menyatakan bahwa setiap pemeluk agama mempunyai sistem dan ajaran masingmasing sehingga tidak perlu saling menghujat. Pada taraf ini, konsepsi tidak menyinggung agama kita dan agama selain kita, juga sebaliknya. Dalam masa kehidupan dunia, dan untuk urusan dunia, semua haruslah saling bekerjasama untuk mencapai keadilan, persamaan dan kesejahteraan manusia. Sedangkan untuk urusan akhirat, petunjuk, dan hidayah adalah hak mutlak Allah swt. Maka dengan sendirinya kita tidak dibenarkan memaksa kehendak kita kepada orang lain untuk menganut agama kita. Al-Qur’an juga menganjurkan agar mencari titik temu dan titik singgung antar pemeluk agama. Al-Qur’an menganjurkan agar dalam interaksi sosial, bila tidak ditemukan persamaan, hendaknya masing-masing mengakui keberadaan pihak lain dan tidak perlu saling menyalahkan. 2016 8 Pendidikan Agama Islam Rusmulyadi, M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Bahkan al-Qur’an mengajarkan kepada Nabi Muhammad saw. dan umatnya untuk menyampaikan kepada penganut agama lain ketika tidak terdapat titik temu, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Saba ayat 24-26: “Katakanlah: "Siapakan yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan dari bumi?" Katakanlah: "Allah", dan Sesungguhnya kami atau kamu (orang-orang musyrik), pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata. Katakanlah: "Kamu tidak akan ditanya (bertanggung jawab) tentang dosa yang kami perbuat dan kami tidak akan ditanya (pula) tentang apa yang kamu perbuat". Katakanlah: "Tuhan kita akan mengumpulkan kita semua, Kemudian dia memberi Keputusan antara kita dengan benar. dan Dia-lah Maha pemberi Keputusan lagi Maha Mengetahui”. Jalinan persaudaraan dan toleransi antara umat beragama sama sekali tidak dilarang oleh Islam, selama masih dalam tataran kemanusiaan dan kedua belah pihak dapat saling menghormati haknya masing-masing, sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al-Mumtahanah ayat 8: “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu Karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”.(QS. Al-Mumtahanah: 8) Al-Qur’an juga berpesan agar masing-masing agama mendakwahkan agamanya dengan cara-cara yang bijak. Firman-Nya dalam QS an-Nahl ayat 125: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS an-Nahl: 125) 2016 9 Pendidikan Agama Islam Rusmulyadi, M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Daftar Pustaka 1. Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Departemen Agama, 1971 2. Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 2004 3. Harun Nasution, Islam Rasional, Jakarta: Mizan, 1995 4. M. Quraish Syihab, Membumikan Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1996 5. Nurcholish Madjid, Islam: Doktrin dan Peradaban, Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, 2000 6. Srijanti, Purwanto S.K. dan Wahyudi Pramono, Etika Membangun Masyarakat Islam Modern, Jakarta: Graha Ilmu, 2007 2016 10 Pendidikan Agama Islam Rusmulyadi, M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id